Proses Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan NaOH Dalam Sistem Cairan Ionik Choline Chloride
6 2.1 KELAPA SAWIT
Pohon kelapa sawit terdiri dari 2 spesies yaitu Elaeis guineensis dan Elaeis
oleifera. Spesies pertama adalah Elaeis guineensis yang berasal dari Angola dan
Gambia dan merupakan spesies yang pertama kali dan terbanyak dibudidayakan orang. Spesies Elaeis oleifera berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan dan sekarang mulai banyak dibudidayakan untuk menambah kekurangan sumber genetik. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon, tingginya mencapai 24 meter, bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman, dan daging buahnya padat, daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyak ini digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampas dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang [8]. Gambar Kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.1.
(2)
Di Indonesia tanaman ini tersebar di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Taksonomi Tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: [8]
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Familia : Arecaceae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis Guineensis
Perkebunan kelapa sawit berkembang dengan sangat pesat di Indonesia, telah menyebar di 22 provinsi pada tahun 2011. Luasnya mencapai 8,3 juta Ha, yang mana sekitar 41 ha merupakan perkebunan rakyat [5]. Semakin luasnya perkebunan kelapa sawit akan diikuti dengan peningkatan produksi dan jumlah limbah kelapa sawit. Dalam produksi minyak sawit, TKKS merupakan limbah terbesar yaitu sekitar 23% dari Tandan Buah Segar (TBS). TKKS merupakan bagian dari kelapa sawit yang berfungsi sebagai tempat untuk buah kelapa sawit. TKKS merupakan limbah padat terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit. Setiap pengolahan 1 ton TBS TKKS sebanyak 22 – 23 % atau sebanyak 220 – 230 Kg TKKS [21].
Limbah kelapa sawit kaya akan selulosa dan hemiselulosa. TKKS mengandung 45-50% selulosa dan 26-30% hemiselullosa. Pengolahan TBS di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) disamping menghasilkan minyak dihasilkan juga limbah organik [21]. Dari setiap ton TBS yang diolah dihasilkan limbah organik sebagai berikut :
CPO : 200 kg
TKKS : 270 kg (189 kg air, 81 kg berat kering)
Cangkang : 160 kg
Kernel : 40 kg
Ampas : 130 kg (berat kering)
(3)
2.2 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)
TKKS merupakan limbah utama berlignoselulosa yang belum termanfaatkan secara optimal dari industri pengolahan kelapa sawit. Basis satu ton tandan buah segar akan dihasilkan minyak sawit kasar sebanyak 0,21 ton (21%), minyak inti sawit sebanyak 0,05 ton (0,5%) dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk TKKS, serat dan cangkang biji yang masing–masing sebanyak 0,23 ton (23%), 0,135 ton (13,5%) dan 0,055 ton (5,5%) [8].
TKKS berpotensi untuk dikembangkan menjadi produk yang lebih berguna, salah satunya menjadi bahan baku bioetanol, karena TKKS banyak mengandung selulosa yang dapat dihirolisis menjadi glukosa kemudian difermentasi menjadi bioetanol. Kandungan selulosa yang cukup tinggi pada TKKS yaitu sebesar 45-50%, menjadikan TKKS sebagai prioritas untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol [8]. Gambar TKKS dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit [4]
Selama ini pengolahan/pemanfaatan TKKS oleh PKS masih sangat terbatas yaitu dibakar dalam insinerator, ditimbun atau diolah menjadi kompos. Namun ada beberapa kendala seperti waktu pengomposan yang cukup lama (6– 12) bulan, fasilitas yang harus disediakan, dan biaya pengolahan TKKS tersebut, maka cara–cara tersebut kurang diminati oleh PKS [5]. Selain jumlah yang melimpah, TKKS cocok dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Sehingga ketika diolah menjadi bioetanol dapat menghasilkan rendemen yang
(4)
cukup besar sehingga harga jual bioetanol yang dihasilkan dapat lebih murah. Adapun komposisi TKKS adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Komposisi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) [5]
Komposisi Kadar ( % )
Abu 0,7-4
Lignin 18-20
Alfa-selulosa 45-50
Pentosan 27
Hemiselulosa 26-30
Silika 0,2
Bioetanol merupakan salah satu biofuel yang hadir sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan bersifat terbarukan [12]. TKKS memiliki potensi yang besar menjadi bahan baku sumber biomassa selulosa dengan kelimpahan cukup tingi dan sifatnya terbarukan, dibandingkan jagung dan tebu yang berpotensi menimbulkan kontradiksi terhadap kebutuhan pangan bila diterapkan di negara berkembang seperti Indonesia [4].
2.3 DELIGNIFIKASI
Tahapan awal yang dilakukan dalam produksi bioetanol dari TKKS adalah proses delignifikasi TKKS. Delignifikasi merupakan suatu proses pembebasan lignin dari suatu senyawa kompleks atau material berlignoselulosa sehingga hasil dari proses ini sudah berupa selulosa dengan kemurnian yang cukup besar [13]. Selulosa merupakan polisakarida yang didalamnya mengandung zat - zat gula. Dalam pembuatan etanol dari kayu (TKKS) yang digunakan adalah selulosanya sehingga lignin dalam kayu harus dihilangkan [8]. Proses pemisahan atau penghilangan lignin dari serat — serat selulosa disebut delignifikasi atau pulping. Delignifikasi selulosa dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya yaitu :
1. Ozonolysis Pretreatment, yaitu delignifikasi menggunakan ozon dilakukan
pada suhu ruangan dan tekanan atmosfer serta dapat menghancurkan sekitar lignin yang terkandung dalam lignoselulosa.
(5)
2. Delignifikasi Pulp menggunakan Hidrogen Peroksida ( dalam media asam asetat.
3. Delignifikasi Oksigen, yaitu proses untuk mengurangi kandungan lignin dari pulp coklat (yang belum mengalami proses pemutihan). Bahan kimia yang dipakai adalah dan alkali.
4. Delignifikasi dengan larutan NaOH. Penggunaan NaOH sebagai delignifikator dapat merusak struktur lignin pada bagian kristalin dan amorf. Reaksi pemutusan ikatan lignoselulosa dengan NaOH dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3 Reaksi Pemutusan Ikatan Lignoselulosa Menggunakan NaOH [6]
Tujuan dari proses delignifikasi yaitu untuk menghilangkan lignin, juga dapat mengurangi kristalinitas selulosa, dan meningkatkan porositas bahan [12]. Selain lignin terdapat juga zat non selulosa lain seperti zat ekstraktif, tanin dan resin yang melekat kuat pada selulosa. Lignin merupakan salah satu bagian yang mengayu dari tanaman seperti janggel, kulit keras, biji, bagian serabut kasar, akar, batang dan daun. Lignin mengandung substansi yang kompleks dan merupakan suatu gabungan beberapa senyawa yaitu karbon, hidrogen dan oksigen. Selain lignin, bagian yang lain dari TKKS adalah selulosa.
2.4 LIGNOSELULOSA
Bahan lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan komponen utama lignin (18-20 % berat), hemiselulosa (26-30 % berat), dan selulosa (45-50 % /berat). Ketersediaannya yang cukup melimpah, terutama sebagai limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan, menjadikan bahan ini
(6)
berpotensi sebagai salah satu sumber energi melalui proses konversi baik proses fisika, kimia maupun biologis [19].
Kandungan utama yang terdapat pada bahan lingoselulosa seperti lignin, hemiselulosa, dan selulosa saling berikatan membentuk satu kesatuan yang utuh [19]. Besarnya kandungan masing-masing komponen bergantung pada jenis biomassa, umur, dan kondisi lingkungan tempat biomassa tersebut tumbuh dan berkembang, ditunjukan oleh tabel 2.2
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Beberapa Biomassa [15] Biomassa
Lignoselulosa
Selulosa(% berat)
Hemiselulosa (% berat)
Lignin(% berat)
Abu(% berat)
Sekam padi 58,852 18,03 20,9 0,6-1
Jerami gandum 29-37 26-32 16-21 4-9
Jerami padi 28-36 23-28 12-16 15-20
TKKS 45-50 26-30 18-20 0,7-6
Ampas tebu 32-44 27-32 19-24 1,5-5
Bambu 26-23 15-26 21-31 1,7-5
Rumput esparto 33-38 27-32 17-19 6-8
Kayu keras 40-45 7-14 26-34 1
Kayu lunak 38-39 19-20 23-30 1
Struktur selulosa ( ) secara umum berbentuk kristal, tetapi terdapat juga bagian bagian yang berbentuk amorf. Tingkat kekristalan selulosa mempengaruhi kemampuan hidrolisis baik secara enzimatik ataupun kimiawi.
Sumber karbohidrat lain yang terkandung dalam bahan lignoselulosa adalah hemiselulosa atau yang dikenal juga dengan poliosa, karena terdiri atas berbagai macam gula monomer, yaitu pentose (ksilosa, rhamnosa, dan arabinosa); heksosa (glukosa, manosa, dan galaktosa); dan asam uronik (4-O-metilglukoronik, D-glukoronik, dan Dgalaktoronik). Hemiselulosa mempunyai rantai polimer yang pendek dan tak berbentuk, sehingga sebagian besar dapat larut dalam air [23].
Lignin dapat membentuk ikatan kovalen dengan beberapa komponen hemiselulosa. Ikatan eter yang lebih stabil, yang dikenal dengan nama lignin
(7)
carbohydrate complexes (LCC) yang terbentuk antara lignin dengan grup
arabinosa atau galaktosa dalam ksilan atau manan. Oleh karena itu lignin sangat sulit untuk didegradasi. Sehingga keberadaannya memberikan bentuk lignoselulosa yang kompleks dan menghambat degradasi selulosa oleh mikroba ataupun bahan kimia lainnya [23].
2.5 Pretreatment Lignoselulosa
Struktur lignoselulosa yang tersusun atas matriks selulosa dan lignin yang berikatan melalui rantai hemiselulosa, harus dipecah sehingga lebih mudah dihancurkan oleh enzim selama proses hidrolisis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan enzim menghidrolisis bahan lignoselulosa
diantaranya kandungan lignin dan hemiselulosa dan tingkat kekristalan selulosa. Oleh karena itu pretreatment diperlukan untuk (1) menghilangkan lignin, (2) menurunkan tingkat kekristalan selulosa sehingga meningkatkan fraksi amorf selulosa, dan (3) meningkatkan porositas material [23]. Proses pretreatment lignoselolosa dapat dilihat pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Proses pretreatment lignoselulosa [23]
Beberapa teknologi pretreatment yang telah banyak digunakan dan dikembangkan antara lain (1) secara fisika (mekanik dan pirolisis) (2) fisika-kimia (steam explosion, liquid hot water, dan explosion), (3) kimia (alkali, larutan asam, pelarut organik), (4) biologi (jamur), dan (5) kombinasi dari proses-proses di atas. Perkembangan teknologi pretreatment dewasa ini mengarah kepada teknologi yang efektif, hemat energi, dan hemat biaya. Salah satu teknologi yang
(8)
ditawarkan adalah perendaman dalam cairan ionik, merupakan pretreatment secara kimia [23].
Penggunaan cairan ionik sebagai pelarut ternyata memiliki kemampuan melarutkan yang berbeda-beda tergantung pada ukuran dan polaritas dari anion yang digunakan dan juga tergantung pada kation yang digunakan [7]. Reaksi pemutusan ikatan lignoselulosa dengan ChCl dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.
2.6 SELULOSA
Selulosa adalah polimer tak bercabang dari glukosa yang dihubungkan melalui ikatan beta 1,4 atau 1,4 beta glukosidase. Molekul lurus dengan unit glukosa rata- rata sebanyak 5000 ini beragregasi membentuk fibril yang terikat melalui ikatan hidrogen di antara gugus hidroksil pada rantai di sebelahnya. Serat selulosa yang mempunyai kekuatan fisik yang tinggi terbentuk dari fibril-fibril ini, tergulung seperti spiral dengan arah-arah yang berlawan menurut satu sumbu. Selulosa merupakan jenis polisakarida yang paling melimpah pada hampir setiap struktur tanaman [8].
Selulosa cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan intra molekuler sehingga memberikan struktur yang larut. Mikrofibril selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf [8]. Adapun struktur selulosa dapat dilihat dibawah ini :
Gambar 2.5 Struktur Selulosa [8]
2.7 HEMISELULOSA
Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang dibentuk melalui biosintesis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa merupakan heteropolisakarida. Derajat polimerisasi hemiselulosa dapat mencapai 200. [8]
(9)
Hemiselulosa merupakan polisakarida dengan bobot molekul lebih kecil dibandingkan selulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih luas dibandingkan dengan selulosa. Ikatan di dalam rantai hemiselulosa banyak bercabang karena gugus β-glukosida di dalam molekul yang satu berkaitan dengan gugus hidroksil , , dan dari molekul yang lain. Hemiselulosa berbentuk amorf, mempunyai derajat polimerisasi lebih rendah dan mudah larut dalam alkali tetapi struktur larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya [8]. Struktur hemiselulosa dapat dilihat pada gambar 2.6, yaitu :
Gambar 2.6 Struktur Hemiselulosa [8]
2.8 LIGNIN
Lignin adalah polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alkohol dengan bobot molekul 11.000. Lignin terbentuk dari fenil propana, unit-unit fenil propana terikat satu dengan lainnya dengan ikatan ester (C-O-C) maupun ikatan karbon-karbon. [8]
Lignin bersifat hidrofobik dan melindungi selulosa sehingga strukturnya bersifat kaku (rigrid). Lignin dapat dioksidasi oleh larutan alkali dan oksidator lain. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan menjadi asam format, metanol, asam asetat, aseton dan vanilin [8]. Rumus struktur molekul lignin dapat dilihat pada gambar 2.7, yaitu :
(10)
;
Gambar 2.7 Struktur molekul lignin [8]
Mekanisme pemutusan senyawa lignin yaitu dimana gugus basa dari larutan pemasak (NaOH) mendegradasi atau menyerang alfa dan beta lignin. Lignoselulosa terdegradasi tersebut tidak stabil, sehingga memicu terjadinya kondensasi yang menyebabkan putusnya ikatan lignin dari hemiselulosa dan selulosa [22].
2.9 CAIRAN IONIK (IONIC LIQUID)
Cairan ionik (ionic liquid) adalah garam yang berwujud cair pada suhu kamar atau di bawah suhu kamar dan bentuk lelehannya secara keseluruhan tersusun dari ion-ion, terdiri dari kation organik dan anion organik atau anorganik [8]. Sebagai spesi ionik (kation dan anion), cairan ionik tidak mengandung molekul atau spesi netral dan memiliki titik leleh relatif rendah, umumnya pada suhu kamar. Cairan ionik memiliki kriteria yang diharapkan sebagai material yang ramah lingkungan. Cairan ionik pada awalnya dikembangkan oleh para elektrokimiawan untuk digunakan sebagai elektrolit pada baterai atau untuk logam. Cairan ionik menjadi material penting dan menarik karena memiliki karakteristik tertentu, seperti tekanan uap dapat diabaikan, tidak mudah terbakar, stabilitas termal yang tinggi, titik leleh yang rendah, cairan yang memberikan rentang temperatur yang luas, dapat mengontrol daya campur senyawa-senyawa organik. Cairan ionik telah digunakan pada berbagai bidang diantaranya sebagai elektrolit pada sel surya, biokatalis, elektrolit/sel bahan bakar [18].
(11)
Disebut cairan ionik karena didalamnya spesi ioniknya sangat dominan dibandingkan spesi molekulernya. Cairan ini merupakan garam organik yang memiliki derajat asimetri yang berbeda, itulah yang mencegahnya menjadi kristal. Pilihan kation dan anion yang berbeda akan menghasilkan cairan ionik yang bervariasi. Yang paling populer adalah garam alkilimidazolium, mungkin karena kemudahan sintesis dan sifat fisiknya yang menarik. Garam amonium kuarterner didapatkan secara komersil dan digunakan pada proses katalisis. [9]
2.9.1 Sifat fisika dan kimia
Sifat fisika dari cairan ionik dapat diatur dengan memvariasikan kation, anion, dan subtituen gugus alkilnya. Contohnya, kelarutan dalam air bisa diatur dengan gugus alkil R-nya. Memperpanjang gugus alkil (R) akan menurunkan kelarutan dalam air dengan meningkatkan hidrofobisitas dari kationnya. Sifat kimia dan fisikanya bisa diubah dengan mengatur anionnya, seperti halida, nitrat, asetat, trifluoroasetat, tetrafluoroborat, triflat, heksafluorofosfat dan bis(trifluorometilsulfonil)imida [18].
Cairan ionik lebih kental dari pelarut organik biasa. Contohnya, viskositas dari kebanyakan imidazolium berada pada rentang 35 sampai 500 cP dalam suhu ruang. Garam dengan anion bis(trifluorometilsulfonil)imida [(CF3SO2)2N-] memiliki viskositas terendah dalam rentang tadi. Cairan ionik merupakan fluida Newtonian [18]. Salah satu keuntungan dari cairan ionik ini adalah tidak mudah menguap karena memiliki tekanan uap yang mendekati nol. Selain itu, cairan ini juga stabil pada suhu tinggi sampai 400 °C sehingga bisa diaplikasikan pada reaksi pada kondisi ekstrim. Pada suhu kamar, cairan ini sangat murni sehingga bisa melarutkan dengan lebih baik [18].
Cairan ionik berbeda dengan garam cair (molten salts) yang memiliki titik leleh dan viskositas tinggi, umumnya berwujud cair pada suhu kamar, mempunyai viskositas relatif lebih rendah dan relatif tidak bersifat korosif. Seperti juga garam cair, cairan ionik seluruhnya terdiri atas ion-ion (kation dan anion) dengan titik leleh relatif rendah di bawah 100 °C, walaupun umumnya pada suhu kamar. Cairan ionik mempunyai rentang cair sangat lebar; tidak menguap (non volatile); tidak terbakar (non flammable); stabilitas panas, kimia, dan elektrokimia tinggi
(12)
(dalam bebarapa kasus mempunyai stabilitas termal sampai 400 °C); nilai tekanan uap yang dapat diabaikan; kemampuan melarutkan senyawa organik dan anorganik relatif tinggi [5].
2.9.2 Aplikasi Cairan Ionik
Aplikasi cairan ionik sangat luas di antaranya dalam bidang elektrokimia, bidang teknik, dan sintesis senyawa kimia. Pada bidang teknik proses, cairan ionik digunakan sebagai fluida teknik seperti sebagai cairan pengemban panas, pelumas, surfaktan, dan kristal cair. Cairan ionik yang terdiri dari kation anion juga berpotensi sebagai inhibitor korosi karena berpotensi sebagai penguat adsorpsi dengan gaya elektrostatiknya. Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah inhibisi korosi baja lunak oleh cairan ionik alkilimidazolium dalam media HCl yang dilakukan oleh Zhang, dan Hua, pada tahun 2008 [5].
2.9.3 Kolin Klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride)
Kolin Klorida merupakan salah satu contoh cairan ionik yang berupa garam organik dengan rumus molekul C5H14ClNO dan mempunyai titik leleh 302 °C (576 °F; 575 K). Dalam laboratorium kolin klorida dapat dibuat dengan metilasi dimethylethanolamine dengan metil klorida [20]. Kolin Klorida adalah cairan yang digunakan untuk menurunkan derajat kristalinitas dan meningkatkan porositas sampel sehingga lebih mudah mendelegnifikasi selulosa. Keuntungan kolin klorida dibandingkan pelarut lainnya yaitu lebih mudah larut, harganya ekonomis, dan biodegradable [20]. Struktur kolin klorida dapat dilihat pada gambar 2.9, yaitu :
(1)
carbohydrate complexes (LCC) yang terbentuk antara lignin dengan grup arabinosa atau galaktosa dalam ksilan atau manan. Oleh karena itu lignin sangat sulit untuk didegradasi. Sehingga keberadaannya memberikan bentuk lignoselulosa yang kompleks dan menghambat degradasi selulosa oleh mikroba ataupun bahan kimia lainnya [23].
2.5 Pretreatment Lignoselulosa
Struktur lignoselulosa yang tersusun atas matriks selulosa dan lignin yang berikatan melalui rantai hemiselulosa, harus dipecah sehingga lebih mudah dihancurkan oleh enzim selama proses hidrolisis. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan enzim menghidrolisis bahan lignoselulosa diantaranya kandungan lignin dan hemiselulosa dan tingkat kekristalan selulosa. Oleh karena itu pretreatment diperlukan untuk (1) menghilangkan lignin, (2) menurunkan tingkat kekristalan selulosa sehingga meningkatkan fraksi amorf selulosa, dan (3) meningkatkan porositas material [23]. Proses pretreatment lignoselolosa dapat dilihat pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Proses pretreatment lignoselulosa [23]
Beberapa teknologi pretreatment yang telah banyak digunakan dan dikembangkan antara lain (1) secara fisika (mekanik dan pirolisis) (2) fisika-kimia (steam explosion, liquid hot water, dan explosion), (3) kimia (alkali, larutan asam, pelarut organik), (4) biologi (jamur), dan (5) kombinasi dari proses-proses di atas. Perkembangan teknologi pretreatment dewasa ini mengarah kepada teknologi yang efektif, hemat energi, dan hemat biaya. Salah satu teknologi yang
(2)
ditawarkan adalah perendaman dalam cairan ionik, merupakan pretreatment secara kimia [23].
Penggunaan cairan ionik sebagai pelarut ternyata memiliki kemampuan melarutkan yang berbeda-beda tergantung pada ukuran dan polaritas dari anion yang digunakan dan juga tergantung pada kation yang digunakan [7]. Reaksi pemutusan ikatan lignoselulosa dengan ChCl dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut.
2.6 SELULOSA
Selulosa adalah polimer tak bercabang dari glukosa yang dihubungkan melalui ikatan beta 1,4 atau 1,4 beta glukosidase. Molekul lurus dengan unit glukosa rata- rata sebanyak 5000 ini beragregasi membentuk fibril yang terikat melalui ikatan hidrogen di antara gugus hidroksil pada rantai di sebelahnya. Serat selulosa yang mempunyai kekuatan fisik yang tinggi terbentuk dari fibril-fibril ini, tergulung seperti spiral dengan arah-arah yang berlawan menurut satu sumbu. Selulosa merupakan jenis polisakarida yang paling melimpah pada hampir setiap struktur tanaman [8].
Selulosa cenderung membentuk mikrofibril melalui ikatan inter dan intra molekuler sehingga memberikan struktur yang larut. Mikrofibril selulosa terdiri dari 2 tipe, yaitu kristalin dan amorf [8]. Adapun struktur selulosa dapat dilihat dibawah ini :
Gambar 2.5 Struktur Selulosa [8]
2.7 HEMISELULOSA
Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang dibentuk melalui biosintesis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa merupakan heteropolisakarida. Derajat polimerisasi hemiselulosa dapat mencapai 200. [8]
(3)
Hemiselulosa merupakan polisakarida dengan bobot molekul lebih kecil dibandingkan selulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih luas dibandingkan dengan selulosa. Ikatan di dalam rantai hemiselulosa banyak bercabang karena gugus β-glukosida di dalam molekul yang satu berkaitan dengan gugus hidroksil , , dan dari molekul yang lain. Hemiselulosa berbentuk amorf, mempunyai derajat polimerisasi lebih rendah dan mudah larut dalam alkali tetapi struktur larut dalam asam, sedangkan selulosa sebaliknya [8]. Struktur hemiselulosa dapat dilihat pada gambar 2.6, yaitu :
Gambar 2.6 Struktur Hemiselulosa [8]
2.8 LIGNIN
Lignin adalah polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alkohol dengan bobot molekul 11.000. Lignin terbentuk dari fenil propana, unit-unit fenil propana terikat satu dengan lainnya dengan ikatan ester (C-O-C) maupun ikatan karbon-karbon. [8]
Lignin bersifat hidrofobik dan melindungi selulosa sehingga strukturnya bersifat kaku (rigrid). Lignin dapat dioksidasi oleh larutan alkali dan oksidator lain. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan menjadi asam format, metanol, asam asetat, aseton dan vanilin [8]. Rumus struktur molekul lignin dapat dilihat pada gambar 2.7, yaitu :
(4)
;
Gambar 2.7 Struktur molekul lignin [8]
Mekanisme pemutusan senyawa lignin yaitu dimana gugus basa dari larutan pemasak (NaOH) mendegradasi atau menyerang alfa dan beta lignin. Lignoselulosa terdegradasi tersebut tidak stabil, sehingga memicu terjadinya kondensasi yang menyebabkan putusnya ikatan lignin dari hemiselulosa dan selulosa [22].
2.9 CAIRAN IONIK (IONIC LIQUID)
Cairan ionik (ionic liquid) adalah garam yang berwujud cair pada suhu kamar atau di bawah suhu kamar dan bentuk lelehannya secara keseluruhan tersusun dari ion-ion, terdiri dari kation organik dan anion organik atau anorganik [8]. Sebagai spesi ionik (kation dan anion), cairan ionik tidak mengandung molekul atau spesi netral dan memiliki titik leleh relatif rendah, umumnya pada suhu kamar. Cairan ionik memiliki kriteria yang diharapkan sebagai material yang ramah lingkungan. Cairan ionik pada awalnya dikembangkan oleh para elektrokimiawan untuk digunakan sebagai elektrolit pada baterai atau untuk logam. Cairan ionik menjadi material penting dan menarik karena memiliki karakteristik tertentu, seperti tekanan uap dapat diabaikan, tidak mudah terbakar, stabilitas termal yang tinggi, titik leleh yang rendah, cairan yang memberikan rentang temperatur yang luas, dapat mengontrol daya campur senyawa-senyawa organik. Cairan ionik telah digunakan pada berbagai bidang diantaranya sebagai elektrolit pada sel surya, biokatalis, elektrolit/sel bahan bakar [18].
(5)
Disebut cairan ionik karena didalamnya spesi ioniknya sangat dominan dibandingkan spesi molekulernya. Cairan ini merupakan garam organik yang memiliki derajat asimetri yang berbeda, itulah yang mencegahnya menjadi kristal. Pilihan kation dan anion yang berbeda akan menghasilkan cairan ionik yang bervariasi. Yang paling populer adalah garam alkilimidazolium, mungkin karena kemudahan sintesis dan sifat fisiknya yang menarik. Garam amonium kuarterner didapatkan secara komersil dan digunakan pada proses katalisis. [9]
2.9.1 Sifat fisika dan kimia
Sifat fisika dari cairan ionik dapat diatur dengan memvariasikan kation, anion, dan subtituen gugus alkilnya. Contohnya, kelarutan dalam air bisa diatur dengan gugus alkil R-nya. Memperpanjang gugus alkil (R) akan menurunkan kelarutan dalam air dengan meningkatkan hidrofobisitas dari kationnya. Sifat kimia dan fisikanya bisa diubah dengan mengatur anionnya, seperti halida, nitrat, asetat, trifluoroasetat, tetrafluoroborat, triflat, heksafluorofosfat dan bis(trifluorometilsulfonil)imida [18].
Cairan ionik lebih kental dari pelarut organik biasa. Contohnya, viskositas dari kebanyakan imidazolium berada pada rentang 35 sampai 500 cP dalam suhu ruang. Garam dengan anion bis(trifluorometilsulfonil)imida [(CF3SO2)2N-] memiliki viskositas terendah dalam rentang tadi. Cairan ionik merupakan fluida Newtonian [18]. Salah satu keuntungan dari cairan ionik ini adalah tidak mudah menguap karena memiliki tekanan uap yang mendekati nol. Selain itu, cairan ini juga stabil pada suhu tinggi sampai 400 °C sehingga bisa diaplikasikan pada reaksi pada kondisi ekstrim. Pada suhu kamar, cairan ini sangat murni sehingga bisa melarutkan dengan lebih baik [18].
Cairan ionik berbeda dengan garam cair (molten salts) yang memiliki titik leleh dan viskositas tinggi, umumnya berwujud cair pada suhu kamar, mempunyai viskositas relatif lebih rendah dan relatif tidak bersifat korosif. Seperti juga garam cair, cairan ionik seluruhnya terdiri atas ion-ion (kation dan anion) dengan titik leleh relatif rendah di bawah 100 °C, walaupun umumnya pada suhu kamar. Cairan ionik mempunyai rentang cair sangat lebar; tidak menguap (non volatile); tidak terbakar (non flammable); stabilitas panas, kimia, dan elektrokimia tinggi
(6)
(dalam bebarapa kasus mempunyai stabilitas termal sampai 400 °C); nilai tekanan uap yang dapat diabaikan; kemampuan melarutkan senyawa organik dan anorganik relatif tinggi [5].
2.9.2 Aplikasi Cairan Ionik
Aplikasi cairan ionik sangat luas di antaranya dalam bidang elektrokimia, bidang teknik, dan sintesis senyawa kimia. Pada bidang teknik proses, cairan ionik digunakan sebagai fluida teknik seperti sebagai cairan pengemban panas, pelumas, surfaktan, dan kristal cair. Cairan ionik yang terdiri dari kation anion juga berpotensi sebagai inhibitor korosi karena berpotensi sebagai penguat adsorpsi dengan gaya elektrostatiknya. Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah inhibisi korosi baja lunak oleh cairan ionik alkilimidazolium dalam media HCl yang dilakukan oleh Zhang, dan Hua, pada tahun 2008 [5].
2.9.3 Kolin Klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride)
Kolin Klorida merupakan salah satu contoh cairan ionik yang berupa garam organik dengan rumus molekul C5H14ClNO dan mempunyai titik leleh
302 °C (576 °F; 575 K). Dalam laboratorium kolin klorida dapat dibuat dengan metilasi dimethylethanolamine dengan metil klorida [20]. Kolin Klorida adalah cairan yang digunakan untuk menurunkan derajat kristalinitas dan meningkatkan porositas sampel sehingga lebih mudah mendelegnifikasi selulosa. Keuntungan kolin klorida dibandingkan pelarut lainnya yaitu lebih mudah larut, harganya ekonomis, dan biodegradable [20]. Struktur kolin klorida dapat dilihat pada gambar 2.9, yaitu :