Hidrolisis Hasil Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit Dalam Sistem Cairan Ionik Choline Chloride

(1)

HIDROLISIS HASIL DELIGNIFIKASI TANDAN

KOSONG KELAPA SAWIT DALAM SISTEM

CAIRAN IONIK

CHOLINE CHLORIDE

SKRIPSI

Oleh

SHINTA AISYAH PUTRI DALIMUNTHE

130425002

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OKTOBER 2015


(2)

HIDROLISIS HASIL DELIGNIFIKASI TANDAN

KOSONG KELAPA SAWIT DALAM SISTEM

CAIRAN IONIK

CHOLINE CHLORIDE

SKRIPSI

Oleh

SHINTA AISYAH PUTRI DALIMUNTHE

130425002

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OKTOBER 2015


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :

HIDROLISIS HASIL DELIGNIFIKASI TANDAN KOSOSNG KELAPA

SAWIT DALAM SISTEM CAIRAN IONIK CHOLINE CHLORIDE

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Laporan hasil penelitian ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, Oktober 2015

Shinta Aisyah NIM 130425002


(4)

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini penelitian ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Hidrolisis Hasil Delignifikasi Tandan Kosong Kelapa Sawit Dalam Sistem Cairan Ionik Choline Chloride” berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Hasil penelitian ini ditunjukan untuk memperoleh kadar glukosa dari proses hidrolisis selulosa dalam sistem cairan ionik. Sehingga hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan, khususnya dalam pembuatan bioetanol. Manfaat lain yang diperoleh, yaitu dapat mengurangi masalah limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapakan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Ir. Renita Manurung, MT selaku Dosen Pembimbing dan Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia , Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian.

2. Dr. Eng. Ir. Irvan, Msi. Sebagai Ketua Departemen Teknik Kimia, , Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Eng. Rondang Tambunan, ST. MT dan Ibu Erni Misran, ST. MT selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Ir. Iriany M.Si Selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Ibu Dr. Ir. Fatimah, MT selaku sekretaris Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.


(6)

6. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan semangat, dorongan baik secara material maupun secara spritual kepada penulis.

7. Bapak Alhamran atas kerjasama dalam membantu penelitian ini.

8. Andi Hidayat,ST, selaku teman terdekat penulis yang telah banyak mendukung, menjadi inspirasi dan penyemangat penulis.

9. Gendish Yorycya, selaku partner terbaik yang telah sabar dan membantu penulis bekerjasama dalam menyelesaikan penelitian.

10. Teman–teman Ekstensi angkatan 2013 yang telah menemani penulis dalam menempuh jalan menuju skripsi.

11. Semua orang yang telah membantu penulis hingga penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat ditulis namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan laporan hasil penelitian ini. Semoga laporan hasil penelitian ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2015

Penulis


(7)

DEDIKASI

Yang utama dari segalanya....

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT, taburan cinta dan kasih sayang-MU telah memeberiku kekuatan , membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan

cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpah keharibaan Rasullah

Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang – orang yang sangat kukasihi dan kusayangi....

Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terimakasih yang tiada henti kupersembahkan karya kecil ini kepada Mama

dan Bapak yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi

langkah awal untuk membuat Mama dan Bapak bahagia karena ananda sadar, selama ini belum bisa berbuat yang

lebih. Untuk Mama dan Bapak yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku, selalu menasehatiku menjadi lebih baik,


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Shinta Aisyah Putri Dalimunthe

NIM : 130425002

Tempat/tgl lahir : Lima Puluh, 28 Agustus 1992 Nama orang tua : S.Effendi Dalimunthe

Alamat orang tua : Desa 38 B. Sari, Perkebunan T. Gambus, Kec. Lima Puluh, Kab. Batubara. Asal Sekolah:

SD Negeri 015878 B. Sari 1998 – 2004 SMP Negri 1 Lima Puluh 2004 -2007 SMA Negeri 1 Lima Puluh 2007-2010 D3 PTKI Medan 2010-2013

Beasiswa yang diperoleh : Beasiswa Inalum 2007 Pengalaman Organisasi/Kerja :

Sekretaris Badan Kerohanian Islam (BKI) PTKI Medan.

Asisten Laboratorium Kimia Organik/anorganik periode 2012 – 2013 di PTKI Medan.


(9)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh hidrolisis selulosa hasil delignifikasi tandan kosong kelapa sawit dan menentukan kondisi terbaik hidrolisis yang didapatkan pada proses hidrolisis dalam sistem cairan ionik kolin klorid. Bahan baku utama yang digunakan adalah selulosa hasil delignifikasi TKKS, kolin klorid, asam sulfatl, dan aquadest. Penelitian ini dilakukan pada temperatur 105oC, konsentrasi katalis (H2SO4)10 % (b/b) selulosa, jumlah cairan ionik 10%, 15%, dan 20% (b/b) selulosa dan kecepatan pengaduk konstan 120 rpm dengan waktu reaksi 30, 60 dan 90 menit. Hasil penelitian pada tahap hidrolisis menggunakan cairan ionik diperoleh kadar glukosa. Analisis dengan metode LUFF menunjukkan kadar glukosa maksimum yang dihasilkan yaitu sebesar 37,96% dengan kondisi terbaik pada waktu reaksi 90 menit dan jumlah kolin klorid 20%.


(10)

ABSTRACT

This research aims to determine the hydrolysis of delignification results on palm empty fruit bunches and determine the best conditions of hydrolysis obtained in the hydrolysis process in the choline chloride ionic liquid system. The main raw material used is cellulose delignification results TKKS, choline chloride, sulfatl acid, and distilled water. The hydrolysis stage in this research was carried out at temperature 105 0C, concentration of catalyst (H2SO4) 10% (w / w) cellulose, the amount of ionic liquid 10%, 15%, and 20% (w / w) cellulose and it was stirred at constant speed 120 rpm with a reaction time of 30, 60 and 90 minutes. The results showed, in the hydrolysis stage was obtained using an ionic liquid glucose . LUFF method analysis showed the purity of the resulting hydrolysis is equal to of 37.96% with the best reaction time, the optimum conditions was obtained in reaction time 90 minutes and the amount of choline chloride 20%.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN

xiii xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 4

1.3 TUJUAN PENELITIAN 4

1.4 MANFAAT PENELITIAN 4

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 KELAPA SAWIT 6

2.2 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT ( TKKS ) 2.2.1 Selulosa

2.2.2 Hemiselulosa 2.2.3 Lignin

8 9 9 11

2.3 HIDROLISIS TKKS 12

2.4 CAIRAN IONIK ( IONIK LIQUID ) 2.4.1 Sifat Fisika dan Kimia

2.4.2 Karakteristik Cairan Ionik 2.4.3 Kolin Klorid

14 14 15 16


(12)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17

3.1 WAKTU DAN TEMPAT 17

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 17

3.2.1 Alat 17

3.2.2 Bahan 17

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN 18

3.4 PROSEDUR PENELITIAN 19

3.4.1 Prosedur Hidrolisis 19

3.4.2 Analisis Kadar Glukosa 19

3.5 FLOWCHART PENELITIAN 21

3.5.1 Flowchart Prosedur Hidrolisis 21

3.5.2 Flowchart Analisis Kadar Glukosa 22

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 24

4.1 PENGARUH PERUBAHAN WAKTU REAKSI DAN KONSENTRASI KOLIN KLORIDA TERHADAP KADAR GLUKOSA

24 4.2 PERBANDINGAN PROSES HIDROLISA DENGAN

MENGGUNAKAN CAIRAN IONIK DAN TANPA MENGGUNAKAN CAIRAN IONIK

26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 28

5.1 KESIMPULAN 28

5.2 SARAN 28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 1 31


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kelapa Sawit 6

Gambar 2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit 8

Gambar 2.3 Struktur Molekul Selulosa 10

Gambar 2.4 Struktur Molekul Hemiselulosa 11

Gambar 2.5 Struktur Molekul Lignin 12

Gambar 2.6 Struktur Kolin Klorid 16

Gambar 3.2 Flowchart Prosedur hidrolisis 20

Gambar 3.4 Flowchart Analisa Kadar Glukosa 21

Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Waktu Reaksi Dan Konsentrasi Kolin

Klori Terhadap Kadar Glukosa 23

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Hidrolisis Dengan Menggunakan

Cairan Ionik dan Tanpa Menggunakan Cairan Ionik 26


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Hidrolisis Dengan Menggunakan Cairan Ionik 2

Tabel 1.2 Data Komposisi Kandungan TKKS 9

Tabel 2.1 Rancangan Penelitian 17

Tabel L1.1 Hasil Analisa Kadar Glukosa 31


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 31

L1.1 Perhitungan Analisa Kadar Glukosa 33

LAMPIRAN 2 DOKUMENTASI PENELITIAN 38


(16)

DAFTAR SINGKATAN

TKKS Tandan Kosong Kelapa Sawit CPO Crude Palm Oil

TBS Tandan Buah Segar

LCPKS Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit IL Ionic Liquid

Rpm Rotation per minute pH Power of Hydrogen


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh hidrolisis selulosa hasil delignifikasi tandan kosong kelapa sawit dan menentukan kondisi terbaik hidrolisis yang didapatkan pada proses hidrolisis dalam sistem cairan ionik kolin klorid. Bahan baku utama yang digunakan adalah selulosa hasil delignifikasi TKKS, kolin klorid, asam sulfatl, dan aquadest. Penelitian ini dilakukan pada temperatur 105oC, konsentrasi katalis (H2SO4)10 % (b/b) selulosa, jumlah cairan ionik 10%, 15%, dan 20% (b/b) selulosa dan kecepatan pengaduk konstan 120 rpm dengan waktu reaksi 30, 60 dan 90 menit. Hasil penelitian pada tahap hidrolisis menggunakan cairan ionik diperoleh kadar glukosa. Analisis dengan metode LUFF menunjukkan kadar glukosa maksimum yang dihasilkan yaitu sebesar 37,96% dengan kondisi terbaik pada waktu reaksi 90 menit dan jumlah kolin klorid 20%.


(18)

ABSTRACT

This research aims to determine the hydrolysis of delignification results on palm empty fruit bunches and determine the best conditions of hydrolysis obtained in the hydrolysis process in the choline chloride ionic liquid system. The main raw material used is cellulose delignification results TKKS, choline chloride, sulfatl acid, and distilled water. The hydrolysis stage in this research was carried out at temperature 105 0C, concentration of catalyst (H2SO4) 10% (w / w) cellulose, the amount of ionic liquid 10%, 15%, and 20% (w / w) cellulose and it was stirred at constant speed 120 rpm with a reaction time of 30, 60 and 90 minutes. The results showed, in the hydrolysis stage was obtained using an ionic liquid glucose . LUFF method analysis showed the purity of the resulting hydrolysis is equal to of 37.96% with the best reaction time, the optimum conditions was obtained in reaction time 90 minutes and the amount of choline chloride 20%.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Salah satu limbah pertanian Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan adalah limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS merupakan limbah industri crude palm oil (CPO) yang cukup melimpah. Namun sampai saat ini penanganannya masih sangat kecil, padahal kandungan lignoselulosa TKKS cukup tinggi yaitu selulosa (43 - 44%), hemiselulosa (34% ), dan lignin (17-20%) [3]. Dengan kandungan selulosa sebesar 43–44%, TKKS dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Bioetanol merupakan sebagai sumber energi terbarukan yang dapat mengurangi emisi gas karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil.

Bioetanol dihasilkan dari tahapan-tahapan proses, yaitu pretreatment, hidrolisis, fermentasi, dan destilasi. Diantara keempat tahapan tersebut sangat diperlukan untuk pembuatan bioetanol. Namun tahap hidrolisis memegang peranan yang sangat penting dalam pembuatan bioetanol. TKKS mempunyai potensi untuk digunakan sebagai sumber glukosa melalui proses hidrolisis dengan asam atau enzim. Larutan gula yang dihasilkan selanjutnya dapat dikonversi menjadi berbagai produk seperti alkohol.

Hidrolisis lignoselulosa dengan asam encer adalah cara yang paling umum diaplikasikan untuk mendapatkan gula. Hidrolisis asam encer dilakukan menggunakan asam mineral seperti H2SO4 dan HCl pada suhu antara 120-200 oC [15]. Proses hidrolisis berbahan lignoselulosa yang telah dilakukan antara lain hidrolisis biji nangka menggunakan larutan HCl 0,1 N mendapatkan gula 9,84 mg/ml [10]. Hidrolisis serbuk gergaji menggunakan larutan H2SO4 0,5% mendapatkan gula dengan kadar 11,53 mg/ml [14]. Hidrolisis asam memiliki kelemahan antara lain membutuhkan waktu yang lebih lama, rendahnya laju hidrolisis, dan yield glukosa yang dihasilkan sedikit.


(20)

2

Perkembangan teknologi terbaru saat ini, dengan menggunakan cairan ionik telah memperlihatkan hasil hidrolisis yang lebih baik sebagai pelarut yang efesien untuk pelarutan biomassa [5]. Cairan ionik merupakan cairan yang tidak mudah menguap (non-volatile), tidak mudah terbakar dan mempunyai kestabilan termal yang tinggi serta merupakan cairan yang ramah lingkungan atau biasa disebut green solvent. Keunggulan ini dapat dijadikan sebagai alternatif dalam proses pelarutan selulosa karena tidak menimbulkan dampak berbahaya terhadap lingkungan dan dapat mencapai efisiensi 94%, sehingga dapat mengurangi biaya produksi [14]. Beberapa kajian hidrolisis menggunakan cairan ionik telah dilaporkan seperti ditunjukan dalam Tabel :

Tabel 1.1 Hidrolisis dengan menggunakan cairan ionik. No Bahan/Metode/

Produk

Judul Hasil Nama

Peneliti /Tahun 1. Hidrolisis/

Biomassa

Acid in ioniq liquid an efficient system for hydrolysis of

Lignocelulose

Dengan menggunakan cairan ionik 1-butil-3-metil imidazolium chloride ([C 4mim] Cl) didapat total kadar glukosa sebesar 31% dengan jumlah ionik liquid yang digunakan sebesar 7%, temperatrur 10000C , dengan waktu 90 menit.

Qwang-zho/2012

2. TKKS/ hidrolisis/ bioetanol

Hidrolisis

lignoselulosa TKKS menggunakan cairan ionik 1-butil-3-metil imidazolium bromida

Sintesis [BMIM]bromida

dengan metode

konvensional

membutuhkan waktu reaksi 8 jam, temperatur 900C waktu kontak 2 jam menunjukkan bahwa [BMIM]bromida dapat menghidrolisis

menghasilkan glukosa sebanyak 35% dengan waktu 120 menit.

Lucy Arianie, Deana Wahyuni ngrum dan Zeily/ 2012


(21)

3

Berkaitan dengan hasil penelitian di atas, masih terdapat beberapa kekurangan–kekurangan yang perlu diperbaiki antara lain: cairan ionik1-butil-3-metil imidazolium bromida dan selulase yang harus disentesis terlebih dahulu , bersifat toksik dan waktu hirolisis yang cukup lama. Peneliti selanjutnya melakukan penelitian dengan menggunakan cairan ionik kolin klorida (choline chloride) dimana garam ini mempunyai tingkat toksiksitas yang rendah dan ramah lingkungan. Penelitian–penelitian yang ada saat belum ada yang melaporkan penggunaan cairan ionik ini untuk menghidrolisis lignoselulosa dari TKKS. Selain itu, cairan ionik ini harganya terjangkau, dan mengefisiensi waktu hidrolisis.

1.2RUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana menghidrolisis selulosa hasil delignifikasi dengan menggunakan cairan ionik kolin klorida dan bagaimana kondisi terbaik hidrolisis sehingga menghasilkan kadar glukosa terbanyak.

1.3TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menentukan pengaruh hidrolisis hasil delignifikasi tandan kosong kelapa sawit.

2. Menentukan kondisi terbaik hasil delignifikasi proses hidrolisis yang dilakukan dalam sistem cairan ionik kolin klorida.

3. Mengetahui kadar glukosa yang didapatkan pada proses hidrolisis dalam sistem cairan ionik kolin klorida.

No Bahan/Metode/ Produk

Judul Hasil Nama Peneliti

/Tahun 3. Hidrolisis/

biomassa

The hydrolisis of cellulose materials in ionic liquid

Hasil glukosa selama 6 jam hidrolisis sebesar 36% dengan menggunakan cairan ionik 1-etil-3-metilimidazolium paa suhu 1050C


(22)

4

1.4MANFAAT PENELITIAN

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini diharapkan:

1. Dapat menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan berbasis selulosa sehingga dapat mengurangi penggunaan minyak bumi.

2. Cairan ionik berbasis garam kolin korida ini diharapkan mampu melarutkan biomassa dengan lebih baik dan dapat menggantikan pelarut yang saat ini digunakan. Sehingga dapat mengurangi biaya produksi dan dapat mengurangi tingkat pencemaran lingkungan.

1.5RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah : a. Selulosa hasil delignifikasi TKKS.

b. Cairan ionik yang digunakan adalah Kolin klorida (Trimetil 2-hidroksietil amonium klorida).

c. Variabel bebas dalam proses delignifikasi yang dilakukan adalah : 1. Waktu hidrolisis = 30 menit, 60 menit, 90 menit. 2. jumlah cairan ionik kolin klorida = 10 %, 15%, 20% dari berat TKKS. d. Variabel tetap dalam proses hidrolisis yang dilakukan adalah :

1. Temperatur hidrolisis = 105 0C

2. Jumlah katalis H2SO4 = 10%(v/v) [9] 3. Berat sampel TKKS = 10 gr e. Analisa yang dilakukan :


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KELAPA SAWIT

Pohon kelapa sawit terdiri dari 2 spesies yaitu Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera. Spesies pertama adalah Elaeis guineensis yang berasal dari Angola dan Gambia dan merupakan spesies yang pertama kali dan terbanyak dibudidayakan orang. Spesies Elaeis oleifera berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan dan sekarang mulai banyak dibudidayakan untuk menambah kekurangan sumber genetik. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon, tingginya mencapai 24 meter, bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman, dan daging buahnya padat, daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyak ini digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampas dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang [5] .

Gambar 2.1 Kelapa Sawit

Di Indonesia tanaman kelapa sawit terbesar di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Taksonomi kelapa sawit adalah sebagai berikut:


(24)

6

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecaceae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis Guineensis

Dewasa ini perkebunan kelapa sawit telah menyebar di 22 propinsi, yang pada tahun 2011, luasnya mencapai 8,3 juta Ha, yang mana sekitar 41 ha merupakan perkebunan rakyat [4]. Semakin luasnya perkebunan kelapa sawit akan diikuti dengan peningkatan produksi dan jumlah limbah kelapa sawit. Dalam produksi minyak kelapa sawit, TKKS merupakan limbah padat terbesar yaitu sekitar 23% Tandan Buah Segar (TBS). TKKS merupakan bagian dari kelapa sawit yang berfungsi sebagai tempat untuk buah kelapa sawit. Setiap pengolahan 1 ton TBS dihasilkan TKKS sebanyak 22–23 % atau sebanyak 220 – 230 Kg TKKS [14].

Komponen utama limbah pada kelapa sawit ialah selulosa, hemiselulosa dan lignin, sehingga limbah ini disebut limbah lignoselulosa [14]. Dalam satu ton kelapa sawit terdapat 220-230 kg tandan kososng kelapa sawit, 130-150 kg serat, 65 kg cangkang dan 55-60 kg biji dan 160-200 kg minyak mentah [14].

Sebagai contoh, apabila sebuah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton/jam akan menghasilkan Limbah Caiir Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) 360 m3/hari dan TKKS 138 m3 /hari sehingga hasil perpaduan kedua limbah tersebut akan diolah menghasilkan kompos TKKS sebesar 70 ton/hari. Limbah ini menimbulkan masalah pencemaran, sekaligus mengurangi biaya pengolahan limbah yang cukup besar ( PPKS,2008). Limbah kelapa sawit kaya selulosa dan hemiselulosa. TTKS mengandung 45% selulosa dan 26% hemiselulosa. Tingginya kadar selulosa pada polisakarida itu dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana.

TKKS memilki potensi yang besar menjadi sumber biomassa selulosa dengan kelimpahan cukup tinggi dan sifatnya terbarukan [5]. Oleh sebab itu selulosa dari TKKS menjadi salah satu bahan baku pembuatan bioetanol yang


(25)

7

berpotensi di negara berkembang seperti Indonesia. Bahan baku untuk proses produksi menghasilkan bioetanol diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu gula, pati, dan selulosa. Sumber gula yang berasal dari gula tebu, gula bit, molase dan buah-buahan dapat langsung dikonversi menjadi etanol. Sumber dari bahan berpati seprti jagung, singkong, kentang, dan akar tanaman harus dihidrolis terlebih dahulu menjadi gula, dengan bantuan asam mineral. Beberapa hal penting yang perlu diketahui pada proses produksi bioetanol antara lain komponen lignoselulosa dan enzim pendegradasinya [14].

2.2 TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT ( TKKS )

Biomassa lignoselulosa dapat diperoleh dari limbah pertanian dan limbah perkebunan yang tersebar luas di Indonesia. Salah satu limbah pertanian di Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan adalah limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) [3].

Gambar 2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit

TKKS cocok dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Sehingga ketika diolah menjadi bioetanol dapat menghasilkan rendemen yang cukup besar sehingga harga jual bioetanol yang dihasilkan dapat lebih murah. Data komposisi kimia TKKS dapat dilihat seperti pada Tabel 2.1.


(26)

8

Tabel 2.1 Data komposisi senyawa dalam kandungan TKKS

Komposisi Kadar ( % )

Abu 0,7-4

Lignin 22-27

Alfa-selulosa 54-60

Pentosan 27

Hemiselulosa 34

Silika 0,2

Sumber : [3].

TKKS mengandung serat yang tinggi. Kandungan utama TKKS adalah selulosa dan lignin. Selulusa dalam TKKS dapat mencapai 54-60%, sedangkan kandungan lignin mencapai 22-27% [2]. Dua bagian TKKS yang banyak mengandung selulosa adalah pangkal dan ujung yang agak runcing dan agak keras [.3]

2.2.1 Selulosa

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman. Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals. Selulosa mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf [5].

Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam, melainkan selalu berikatan dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa. Selulosa merupakan senyawa organik yang paling melimpah dialam. Selulosa mencakup sekitar 50% dari karbon bebas di bumi. Daun kering diperkirakan mengandung selulosa 10-20% selulosa., kayu 15% dan kapas 90%. Rumus struktur selulosa ditunjukan pada gambar 2.3.


(27)

9

Gambar 2.3 Struktur molekul selulosa

Hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan monomer selulosa yaitu glukosa, sedangkan hidrolisis tidak sempurna akan menghasilkan disakarida dari selulosa yaitu selobiosa [5]. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan media air dan dibantu dengan katalis asam atau enzim.

2.2.2. Hemiselulosa

Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang dibentuk melalui biosintesis yang berbeda dari selulosa. Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida dengan struktur seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.4. Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis dengan asam menjadi komponen – komponen yang terdiri dari D-glukosa, D-galaktosa, D-xilulosa, L-arabinosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa disamping menjadi asam D-glukuronat. Derajat polimerasi hemiselulosa dapat mencapai 200 [5].

Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih luas dibandingkan dengan selulosa. Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6.


(28)

10

2.2.3 Lignin

Lignin terbentuk dari fenil propana dimana unit – unit fenil propana terikat satu dengan lainnya dengan ikatan eter (C-O-C) maupun ikatan karbon-karbon(krisnawati,2008). Berbeda dengan selulosa yang terbentuk dari gugus karbohidrat, lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Struktur molekul lignin dapat dilihat pada Gambar 2.5 pada proses pirolisa lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis berupa fenol.

Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit fenilpropana yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relatif tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi. Lignin bersifat hidrofobik dan melindungi selulosa sehingga strukturnya bersifat kaku (rigrid). Lignin dapat dioksidasi oleh larutan alkali dan oksidator lain. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan menjadi asam format, metanol, asam asetat, aseton dan vanilin [5].


(29)

11

2.3 HIDROLISIS TKKS

Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida dalam biomassa lignoselulosa, yaitu selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula yang dapat dilakukan secara kimia ataupun enzimatis. Hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik [14]. Hidrolisis TKKS adalah representasi dari proses delignifikasi yaitu memisahkan serat (selulosa dan fragmentasinya) yang terdapat dalam kayu dari senyawa lignin.

Hidrolisis dalam suasana asam menghasilkan pemecahan ikatan glikosida dan berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama proton yang berkelakuan sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang menghubungkan dua unit gula (I), yang akan membentuk asam konjugat (II). Langkah ini akan diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O, dalam kebanyakan hal menghasilkan zat antara kation karbonium siklis (III). Protonasi dapat juga terjadi pada oksigen cincin (II’), menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium non siklis (III’). Mekanisme reaksi total hidrolisis selulosa secara asam ditampilkan di bawah ini :

selulosa glukosa

dimana n adalah jumlah unit pengulangan glukosa, n juga disebut derajat polimerisasi (DP). Nilai n bervariasi tergantung sumber selulosa yang berbeda. Selulosa dalam kayu mempunyai nilai derajat polimerisasi rata-rata 3500 dimana selulosa dalam pulp mempunyai rata rata derajat polimerisasi dalam rentang 600-1500.

Pada metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dihidrolisa dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Hidrolisis selulosa menjadi

6 12 6 / _ 2 5 10 6

)


(30)

12

glukosa dapat dilakukan menggunakan cara kimiawi dan hayati. Hidrolisis dengan cara kimiawi menggunakan asam kuat, sedangkan dengan cara hayati menggunakan enzim murni atau mikroorganisme penghasil enzim selulase. Kendala yang dihadapi yaitu rendahnya laju hidrolisis karena adanya kandungan lignin dalam bahan lignoselulosa. Oleh karena itu dilakukan proses delignifikasi sebelum dihidrolisis.

Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat (H2SO4), asam perklorat dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam. Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer [2].

Aplikasi hidrolisis menggunakan enzim secara sederhana dilakukan dengan mengganti tahap hidrolisis asam dengan tahap hidrolisis enzim selulosa. Hidrolisis enzimatik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara lain: tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih rendah (suhu rendah), berpotensi memberikan hasil yang tinggi dan biaya pemeliharaan peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif. Beberapa kelemahan dari hidrolisis enzimatik antara lain adalah membutuhkan waktu yang lebih lama, dan kerja enzim dihambat oleh produk. Di sisi lain harga enzim saat ini lebih mahal daripada asam sulfat, namun demikian pengembangan terus dilakukan untuk menurunkan biaya dan meningkatkan efisiensi hidrolisis maupun fermentasi [2].

2.4 CAIRAN IONIK (IONIC LIQUID)

Cairan ionik (ionic liquid) adalah garam yang berwujud cair pada suhu kamar atau di bawah suhu kamar dan bentuk lelehannya secara keseluruhan tersusun dari ion-ion, terdiri dari kation organik dan anion organik atau anorganik [6]. Sebagai spesi ionik (kation dan anion), cairan ionik tidak mengandung molekul atau spesi netral dan memiliki titik leleh relatif rendah, umumnya pada suhu kamar. Cairan ionik memiliki kriteria yang diharapkan sebagai material yang


(31)

13

ramah lingkungan. Cairan ionik pada awalnya dikembangkan oleh para elektrokimiawan untuk digunakan sebagai elektrolit pada baterai atau untuk logam.

Cairan ionik menjadi material penting dan menarik karena memiliki karakteristik tertentu, seperti tekanan uap dapat diabaikan, tidak mudah terbakar, stabilitas termal yang tinggi, titik leleh yang rendah, cairan yang memberikan rentang temperatur yang luas, dapat mengontrol daya campur senyawa-senyawa organik. Cairan ionik telah digunakan pada berbagai bidang diantaranya sebagai elektrolit pada sel surya, biokatalis, elektrolit/sel bahan bakar [6].

Disebut cairan ionik karena didalam cairan terdapat spesi ioniknya sangat dominan dibandingkan spesi molekulernya. Cairan ini merupakan garam organik yang memiliki derajat asimetri yang berbeda, itulah yang mencegahnya menjadi kristal. Pilihan kation dan anion yang berbeda akan menghasilkan cairan ionik yang bervariasi. Yang paling populer adalah garam alkilimidazolium, mungkin karena kemudahan sintesis dan sifat fisiknya yang menarik. Garam amonium kuarterner didapatkan secara komersil dan digunakan pada proses katalisis [11].

Penggunaan cairan ionik sebagai pelarut ternyata memiliki kemampuan melarutkan yang berbeda-beda tergantung pada ukuran dan polaritas dari anion yang digunakan dan juga tergantung pada kation yang digunakan. Dengan lemahnya interaksi Coulomb kation-anion, anion akan lebih mudah memutuskan ikatan hidrogen yang terjadi antar molekul selulosa. Sehingga, proses pelarutan selulosa akan lebih cepat dan dapat melarutkan selulosa dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Mekanisme yang terjadi adalah pemutusan ikatan hidrogen intramolekular. Sehingga, cairan ionik termasuk ke dalam kategori pelarut selulosa non-derivatisasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, anion Cl mampu melarutkan selulosa lebih banyak dibandingkan dengan anion lainnya [9]. 2.4.1 Sifat Fisika dan Kimia

Sifat fisik dari cairan ionik dapat diatur dengan memvariasikan kation, anion dan subtituen gugus alkilnya. Contohnya, kelarutan dalam air bisa diatur dengan gugus R-nya. Memperpanjang gugus alkil (R) akan menurunkan kelarutan


(32)

14

dalam air dengan meningkatkan hidrofobisitas dari kationnya. Sifat kimia dan fisikanya bisa diubah dengan mengatur anionnya, seperti halida, nitrat, asetat, trifluoroasetat, tetrafluoroborat, triflat, heksafluorofosfat dan bis(trifluorometilsulfonil)imida. Contohnya, garam imidazolium dengan anion halida, nitrat dan trifluorofosfat bercampur sempurna dengan air, tapi dengan anion [PF6-] dan [(CF3SO2)2N-] tidak bercampur dengan air, dan [BF4-] dan [CF3SO3-] bisa bercampur atau tidak tergantung pada subtituen kationnya (Mistchegeo,2013 ). Cairan ionik lebih kental dari pelarut organik biasa. Contohnya, kekentalan dari kebanyakan imidazolium berada pada rentang 35 sampai 500 cP dalam suhu ruang.. Garam dengan anion bis(trifluorometilsulfonil)imida [(CF3SO2)2N-] memiliki viskositas terendah dalam rentang tadi. Data yang dimiliki bahwa cairan ionik merupakan fluida Newtonian [11].

Salah satu keuntungan dari cairan ionik ini adalah tidak mudah menguap karena memiliki tekanan uap yang mendekati nol. Selain itu, cairan ini juga stabil pada suhu tinggi sampai 400°C sehingga bisa diaplikasikan pada reaksi pada kondisi ekstrim. Pada suhu kamar, cairan ini sangat murni sehingga bisa melarutkan dengan lebih baik [10].

2.4.2 Karakteristik Cairan Ionik

Cairan Ionik berbeda dengan garam cair (molten salts) yang memiliki titik leleh dan viskositas tinggi, umumnya berwujud cair pada suhu kamar. Seperti juga garam cair, cairan ionik seluruhnya terdiri atas ion-ion (kation dan anion) dengan titik leleh relatif rendah di bawah 100°C, walaupun umumnya pada suhu kamar. Cairan ionik mempunyai rentang cair sangat lebar; tidak menguap; tidak terbakar; stabilitas panas, kimia, dan elektrokimia tinggi (dalam bebarapa kasus mempunyai stabilitas termal sampai 400 °C); nilai tekanan uap yang dapat diabaikan; kemampuan melarutkan senyawa organik dan anorganik relatif tinggi [11].

Aplikasi cairan ionik sangat luas di antaranya dalam bidang elektrokimia, bidang teknik, dan sintesis senyawa kimia. Pada bidang teknik proses, cairan ionikdigunakan sebagai fluida teknik seperti sebagai cairan pengemban panas,


(33)

15

pelumas, surfaktan, dan kristal cair. Cairan ionik yang terdiri dari kation dan anion juga berpotensi sebagai inhibitor korosi karena berpotensi sebagai penguat adsorpsi dengan gaya elektrostatiknya. Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah inhibisi korosi baja lunak oleh cairan ionik alkilimidazolium dalam media HCl yang dilakukan oleh Zhang, Q.B dan Hua, Y.X pada tahun 2008 [10].

2.4.3 Kolin Klorida (Trimethyl(2- hydroxyethyl) ammonium chloride)

Kolin klorida (choline chloride) merupakan salah satu contoh cairan ionik yang berupa garam organik dengan rumus molekul C5H14ClNO dan mempunyai titik leleh 302 °C (576 °F; 575 K). Dalam laboratorium kolin klorid dapat dibuat dengan melalui metilasi dimetiletanolamin dengan metil klorida [12].

Kolin klorida diproduksi secara massal dan merupakan aditif penting dalam pakan terutama untuk mempercepat pertumbuhan ayam. Garam kolin komersial lainnya adalah hidroksida kolin dan bitartrat kolin. Dalam bahan makanan senyawa ini sering hadir sebagai fosfatidilkolin. Senyawa ini juga digunakan sebagai aditif dalam cairan yang digunakan untuk reaksi hidrolisis. Dan berfungsi untuk menurunkan derajat kristalinitas dan meningkatkan porositas sampel sehingga lebih mudah mendelegnifikasi selulosa. Keuntungan kolin klorida dibandingkan pelarut lainnya yaitu lebih mudah larut, harganya ekonomis, dan biodegradable [12]. Struktur kolin klorid dapat dilihat pada Gambar 2.6.


(34)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan dan analisis kadar glukosa dilakukan di Laboratorium Pengujian Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Selulosa hasil delignifikasi 5. Natrium tiosulfat(NH4)2HPO4 2. asam sulfat ( H2SO4 97% ) 6. indikator kanji

3. kolin klorida (ChCl) 7. Larutan Luff. 4. kalium iodida ( KI 20%) 8. Aquadest (H2O)

3.2.2 Peralatan Penelitian

1. Aluminium Foil 7. Magnetic stirrer 13. Gelas ukur 2. Timbangan 8. Labu leher empat 14. Erlenmeyer 3. Batang pengaduk 9. Refluks kondensor 15. Hot plate 4. Termometer 10. Beaker glass 16. Kertas saring 5. Neraca Analiti 11. Statif dan klem 17. Gabus 6. Pipet tetes 12. Corong gelas 18. Oven


(35)

17

3.3. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari variabel bebas yaitu variasi waktu hidrolisis, temperatur dan persentasi berat cairan ionik. Masing–masing variabel terdiri dari 3 taraf sebanyak 9 unit percobaan. Masing masing variabel tersebut dipaparkan dalam Tabel 3.1.

T (Temperatur) : 105 °C

W (Waktu) : = 30 menit, = 60 menit, =90 menit Jumlah cairan ionik : 10 %, 15%, 20% dari berat TKKS

Tabel 3.1 Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Run C (%) W (menit) T (°C)

1 10 30

2 15 30

3 20 30

4 10 60 105

5 15 60

6 20 60

7 10 90

8 15 90

9 20 90

3.4 PROSEDUR PERCOBAAN

Bahan baku awal yang digunakan dalam penelitian ini adalah selulosa hasil delignifikasi TKKS. Analisis untuk mengetahui kadar glukosa dilakukan dengan metode Luff Schoorl.


(36)

18

3.4.1 Prosedur Hidrolisis

1. Sejumlah 10 gr selulosa hasil delignifikasi TKKS dimasukkan dalam erlemmeyer 250 ml.

2. Ditambah asam sulfat pekat sebanyak 10% dari berat sampel yang telah diencerkan dengan aquades dan cairan ionik kolin klorida sebanyak 10%, 15% dan 20% ke dalam erlemmeyer 250 ml.

3. Erlenmeyer ditutup dengan gabus dan dipanaskan pada suhu 105 0C sambil diaduk menggunakan magnetic stirerr selama waktu 30, 60, dan 90 menit.

4. Kemudian diukur pH sampel yang telah dihidrolisis hingga mencapai pH standart.

5. Hasil hidrolisis tersebut disaring menggunakan kertas saring.

6. Kemudian filtrat yang diperoleh dianalisa kadar glukosanya menggunakan metode Luff Schoorl.

3.4.2 Analisis Kadar Glukosa

1. Ditimbang sebanyak 2 gr sampel dan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, ditambahkan 100 ml air dan dihomogenkan.

2. Ditambahkan 5 ml Pb-asetat digoyang. 3. Diteteskan 1 tetes larutan (NH4)2HPO4 10%.

4. Digoyang dan ditepatkan isi labu ukur sampai tanda garis batas dengan aquades, dihomogenkan dan disaring.

5. Dipipet larutan hasil penyaringan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml.

6. Ditambahkan 15 ml aquades dan 25 ml larutan Luff serta beberapa butir batu didih.

7. Dihubungkan erlenmeyer dengan pendingin tegak, dipanaskan di atas pemanas listrik sampai mendidih selama 10 menit.

8. Setelah dipanaskan, kemudian diangkat dan didinginkan.

9. Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml larutan H2SO4 25%.


(37)

19

10. Dititrasi dengan larutan natrium tio sulfat 0,0990 N dengan larutan kanji 0,5% sebagai indikator.

11. Dibuat larutan blanko dengan 25 ml air dan 25 ml larutan luff dengan cara yang sama tanpa menggunakan larutan sampel.

12. Dihitung kadar glukosa yang didapat.

Cara perhitungan : ( vblanko – vtio ) ml tio yang dibutuhkan oleh contoh dijadikan ml 0,1000 N , kemudian dalama daftar tabel lampiran A cari berapa mg glukosa yang tertera untuk ml tio yang dipergunakan ( misalnya W1 mg)

%Glukosa = 100% Dimana :

W1 = Glukosa (mg ) Fp = Faktor pengenceran W= Bobot contoh ( mg )


(38)

20

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN 3.5.1 Flowchart Prosedur Hidrolisis

Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Hidrolisis

Selesai

Sejumlah tertentu selulosa hasil delignifikasi dimasukkan dalam Erlemmeyer 250 ml

Ditambah asam sulfat pekat 98% sebanyak 10% yang telah

diencerkan dengan aquades sebanyak 100 ml

Campuran ditambahkan dengan cairan ionik kolin kloride sebanyak jumlah yang telah ditentukan

kedalam Erlemmeyer 250 ml

Erlenmeyer tersebut ditutup dengan gabus dan dipanaskan pada suhu 1050C sambil di aduk menggunakan magnetic stirerr selama waktu

yang telah ditentukan.

Diukur pH sampel yang telah dihidrolisis hingga mencapai pH 7.

Hasil hidrolisis tersebut disaring menggunakan kertas saring dan di peroleh filtrat polisakarida dan

dilakukan analisa kadar glukosa dengan menggunakan metode Luff Schoorl.


(39)

21

3.5.2 Flowchart Analisis Kadar Glukosa

2 gr sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml, Mulai

Ditambahkan 5 ml Pb-asetat

Larutan hasil penyaringan dipipet 10

Apakah larutan sudah terendapkan

seluruhnya?

Larutan dikocok 12 kali dan disaring.

Ya

Tidak

Ditambahkan 15 ml aquades dan 25 ml larutan Luff

Diteteskan 1 tetes larutan (NH4)2HPO4

Dipanaskan diatas pemanas listrik selama 10 menit


(40)

22

Gambar 3.1 Flowchart Analisis Kadar Glukosa Dititrasi dengan tiosulfat 0,0990 N

Dicatat volume tiosulfat 0,0990 N yang terpakai

Dihitung kadar glukosa yang didapat

Selesai

ditambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml larutan H2SO4 25%.

Dibuat larutan blanko dengan 25 ml air dan 25 ml larutan luff dengan cara yang sama tanpa menggunakan sampel


(41)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Perubahan Waktu Reaksi Dan Konsentrasi Kolin Klorida Terhadap Kadar Glukosa

Proses hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dilakukan dalam sistem cairan ionik kolin klorida dengan variasi konsentrasi kolin klorida 10%, 15% dan 20% dan variasi waktu hidrolisis 30, 60, dan 90 menit. Jumlah kadar glukosa tertinggi yang dihasilkan pada waktu reaksi 90 menit dan konsentrasi kolin klorida 20% adalah sebesar 37,96%. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah cairan ionik yang berbeda, berpengaruh terhadap kadar glukosa yang dihasilkan dengan konsentrasi optimum 20% dan waktu reaksi optimum 90 menit. Gambar 4.1 menunjukkan hubungan antara kadar glukosa dengan jumlah kolin klorida dan waktu hidrolisis.

Gambar 4.1 Pengaruh Waktu Reaksi Dan Konsentrasi Kolin Klorida Terhadap Kadar Glukosa

30,87 33,33 34,69

34,94 36,75 35,837,74 36,07 37,96

0 5 10 15 20 25 30 35 40

30 60 90

% k a d a r g lu k o sa Waktu (menit)

Konsentrasi 10 % Konsentrasi 15 % Konsentrasi 20 %


(42)

24

Dapat dilihat pada Gambar 4.1 bahwa kadar glukosa semakin meningkat dengan meningkatnya waktu reaksi hidrolisis dan konsentrasi kolin klorida. Pada penelitian ini, untuk peningkatan konsentrasi kolin klorida dari 10% sampai 20% terjadi kenaikan persentase kadar glukosa yaitu sebesar 5,8% pada waktu 30 menit, 4,4% pada waktu 60 menit, dan 3,3% pada waktu 90 menit. Sedangkan untuk jumlah kolin klorida 20%, peningkatan waktu hidrolisis dari 60 menit ke 90 menit, didapatkan kenaikan kadar glukosa yang tidak signifikan yaitu hanya sebesar 0,22%.

Semakin bertambahnya waktu reaksi, kadar glukosa yang dihasilkan semakin bertambah dan sampai pada batas waktu tertentu akan diperoleh kadar glukosa yang maksimum. Ini disebabkan kontak antara zat–zat yang bereaksi dapat lebih lama dan apabila waktu tersebut diperpanjang pertambahan kadar glukosa sangat kecil bahkan akan menurun. Jika semakin lama waktu reaksi, selulosa tidak larut dalam air sehingga tidak dapat berlangsung dengan baik pemecahan rantai polisakarida menjadi glukosa selain itu dapat merusak glukosa yang dihasilkan akibat pemanasan yang terus-menerus.

Kolin klorida mampu meningkatkan konversi selulosa menjadi gula. Cairan ionik bereaksi dengan air dan dapat membantu mengikat hemiselulosa agar serat hemiselulosa tidak terikut bersama selulosa dan dapat membentuk senyawa glukosa dengan baik dan karena sifat cairan ramah lingkungan maka dapat mengurangi konsentrasi katalis asam sulfat, sehingga aman bagi lingkungan dan tidak menimbulkan korosif pada alat [11].

Dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa dengan semakin bertambahnya konsentrasi kolin klorida, kadar glukosa yang dihasilkan akan semakin bertambah. Namun jika dilakukan penambahan konsentrasi kolin klorida hingga 20%, kadar glukosa yang dihasilkan relatif konstan. Penambahan konsentrasi larutan kolin klorida menyebabkan semakin sedikit air dalam komposisi larutan hidrolisis, sehingga kebutuhan OH- sebagai pengikat radikal bebas serat berkurang dan glukosa yang dihasilkan semakin sedikit [9]. Penggunaan konsentrasi cairan ionik yang berlebih akan mengganggu interaksi ikatan hidrogen intermolekul selulosa. Kation akan menyerang atom O dari gugus –OH sedangkan anion akan


(43)

25

menyerang atom hydrogen dari gugus –OH sehingga anion Cl- tidak mampu melarutkan selulosa lebih banyak [9]. Berikut adalah mekanisme hidrolisis menggunakan cairan ionik.

Peneliti sebelumnya melaporkan bahwa dengan menggunakan cairan ionik 1-butil-3-metilimidazolium klorid ([C 4mim]Cl) didapat kadar glukosa tertinggi sebesar 49% dengan jumlah cairan ionik yang digunakan sebesar 7% pada waktu 25 menit. Namun seiring bertambahnya waktu kadar glukosa yang dihasilkan mengalami penurunan menjadi 28% pada waktu 120 menit. Hal tersebut disebabkan karena cairan ionik [C 4mim]Cl memiliki karateristik penurunan ketika waktu yang digunakan semakin lama [9].

Pada penelitian ini, kadar glukosa optimum sebesar 37,96% diperoleh pada kondisi waktu reaksi hidrolisis 90 menit dan konsentrasi cairan ionik 20% . Penggunaan cairan ionik yang berbeda sebagai pelarut memiliki kemampuan melarutkan yang berbeda-beda pula tergantung pada ukuran dan polaritas dari anion atau kation yang digunakan.


(44)

26

4.2 Perbandingan Proses Hidrolisis Dengan Menggunakan Cairan Ionik

dan Tanpa Menggunakan Cairan Ionik

Jika dibandingkan antara proses hidrolisis dengan menggunakan cairan ionik dan tanpa menggunakan cairan ionik, diperoleh kadar glukosa yang lebih besar pada sistem yang menggunakan cairan ionik. Seperti ditunjukan pada gambar 4.2. Adapun cairan ionik di dalam sistem reaksi hidrolisis mampu menaikan persentase kadar glukosa sebesar 12,27% pada waktu 30 menit, 9,61% pada waktu 60 menit, dan 7,09% pada waktu 90 menit. Kadar glukosa optimum diperoleh pada kondisi waktu reaksi 90 menit dengan kadar glukosa yang dihasilkan 37,96% pada konsentrasi kolin klorida 10%. Sedangkan untuk proses hidrolisis tanpa penggunaan cairan ionik didapat kadar glukosa yang lebih sedikit pada kondisi waktu yang sama yaitu 90 menit sebesar 30,87%.

Gambar 4.2 Perbandingan Kadar Glukosa Proses Hidrolisis Dengan Menggunakan Cairan Ionik dan Tanpa Menggunakan Cairan Ionik

Dapat dilihat pada Gambar 4.2 bahwa kadar glukosa semakin meningkat dengan meningkatnya waktu reaksi dan didapat kadar glukosa tertinggi dengan menggunakan cairan ionik. Waktu reaksi optimum untuk memeperoleh kadar glukosa tertinggi adalah 90 menit dengan menggunakan cairan ionik 20%. Dengan menggunakan cairan ionik dapat mengefisisenkan waktu hidrolisisis lebih cepat untuk mendapatkan kadar glukosa terbaik.

36.75 37.74 37.96

24.48 28.13 30.87 0 5 10 15 20 25 30 35 40

30 60 90

% K a d a r G lu k o sa Waktu (menit)

Dengan Cairan ionik Tanpa Cairan Ionik


(45)

27

Dapat dilihat dari gambar diatas, kenaikan kadar glukosa lebih sedikit yaitu hanya 1,2% dari waktu 30 menit sampai waktu 90 menit pada proses hidrolisis dalam sistem cairan ionik. Jika waktu hidrolisis diperpanjang dengan menggunakan temperatur yang sama dan kenaikan waktu hidrolisis yang sama, didapat hasil hidrolisis yang tidak terlalu jauh dengan menggunkan cairan ionik. Namun, jika tanpa menggunkan cairan ionik akan terjadi kenaikan kadar glukosa sampai batas waktu tertentu dan diperkirakan tidak mengalami perubahan kenaikan yang signifikan sebab di pengharui oleh pemanasan yang dapat merusak rantai polisakarida yang akan menjadi glukosa.

Peneliti sebelumnya merancang penggunaan cairan ionik mampu mengikat selulosa dan asam serta dapat memecah kristal selulosa dengan mengikat beberapa gugus hidroksil, meningkatkan kelarutan dan aktivitas katalitik. Cairan ionik [BMIM]bromida yang dirancang, dapat menghasilkan glukosa hingga 35% pada proses hidrolisis selulosa dalam cairan ionik yang dikatalisasi oleh asam selama waktu 120 menit [17].


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah: 1. Semakin besar konsentrasi cairan ionik kolin klorida maka akan semakin

besar pula kadar glukosa yang dihasilkan.

2. Semakin lama waktu hidrolisis maka akan semakin besar pula kadar glukosa yang dihasilkan.

3. Kadar glukosa tertinggi sebesar 37,96%, diperoleh pada kondisi waktu hidrolisis 90 menit dengan konsentrasi cairan ionik kolin klorida 20%, sedangkan tanpa menggunakan cairan ionik kolin klorida diperoleh kadar glukosa sebesar 30,87%.

5.2 SARAN

Untuk penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut, yaitu : 1. Mengkaji pengaruh peningkatan temperatur dan massa bahan baku pada

proses hidrolisis selulosa TKKS.

2. Menggunakan alat uv-visible untuk menganalisa kadar glukosa yang dihasilkan karena lebih efesiensi dalam menganalisa.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Aden, A., M. Ruth, K. Ibsen, dan J. Jechura, “Lignocellulosic Biomass to Ethanol Process Design and Economics Utilizing Co-Current Dilute Acid Prehydrolysis and Enzymatic Hydrolysis for Corn Stover”, Report T-P510- 32438. Golden, CO: National Renewable Energy Laboratory,2012.

[2] Akbarningrum Fatmawati, “Hidrolisis Batang Padi Dengan Menggunakan Asam Sulfat Encer”Jurnal Teknik Kimia, Vol.3, No.1, September ,2008.

[3] Anggraini, D., Han Roliadi, Pembuatan Pulp Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Karton Pada Skala Usaha Kecil, Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 29 No. 3, September 2011: 211-225,2011.

[4] Arif Hendrawan, “Pemanfaatan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Dalam Pembuatan Bioetanol Dengan Metode Hidrolisis dan Fermentasi,” Universitas Indonesia, Jakarta.

[5] Dede Ropiah, “Pemanfaatan Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Untuk Produksi Etanol Dengan Pichia Stipitis,” Skripsi, Program Sarjana Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010. [6] Elda Melwita, “Ionic Liquid Sebagai Katalisator Potensial Untuk Meningkatkan Produksi Bioetanol,” Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 Palembang, 26-27 Oktober 2011.

[7] Hwa-Jeong Lee, Bernardi Sanyoto, Jae-Wook Choi, Jeong-Myeong Ha, Dong Jin Suh, Kwan-Young Lee, “Effects of Lignin on The Ionic Liquid Assisted catalytic Hydrolysis of Cellulose: Chemical Inhibition By Lignin,” Springer Science Business, Korea, 2013.

[8] Kartika, Mayasari, “biomassa limbah tandan kososng kelapa sawit termodifikasi cairan ionik untuk pemrosesan selulosa menjadi glukosa”, Universitas Pendidikan Indonesia,Jakarta,2014.


(48)

30

[9] K. Zhao, Changzhi Li, “Efficient Acid-Catalyzed Hydrolysis of Cellulose in Ionic Liquid” Chinese Academy of Sciences,Republic of China. Diakses 24 Mei 2012, dari the Chiness Academy Of Sciences.

http://asc.wiley-vch.de/home/.

[10] Material Safety Data Sheet Cholin Cloride MSDS

file:///C:/Users/Acer/Documents/Choline%20chloride%20_%20CAS%2067-48-1%20_%20Santa%20Cruz%20Biotech.htm

[11] Maryudi, Pembuatan Gula dari Pati Biji Nangka dengan Hidrolisis Asam Khlorida, Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta,2009.

[12] Mistchegeo, “Cairan Ionik; Revolusi Baru dalam Proses Kimia,” 2009.

http://mistchegeo.blogspot.com/2009/01/cairan-ionik-revolusi-baru-dalam-proses.html Diakses tanggal 11 Desember 2014.

[13] OECD SIDS “Chemical Safety Information from Intergovermental Organization – Choline Chloride,” UNEP Publication, 2004.

[14] Puja Intan Soraya, Novia dan Hermansyah, “Produksi Glukosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Yang Didelignifikasi Dengan Ozonolysis Pretreatment Melalui Metode Hidrolisis Enzimatik,” Seminar Nasional AvoER ke-4 Palembang, 28-29 November 2012.

[15] Sediawan, W.B., Megawati, Millati, R., and Syamsiah, S., “Hydrolysis of Lignocellulosic Waste for Ethanol Production”, International Biofuel Conference, Bali, Indonesia,2007.

[16] Taherzadeh, M. J. dan Karimi, Keikhosro, “Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve Ethanol and Biogas production: A Review”, International Journal of Molecular Sciences, Vol. 9, Hal. 1621- 1651Ketaren,S. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia, 1986,2008.

[17] Vancov T., Alston A., Brown T., McIntosh S, ”Use of ionic liquids in converting lignocellulosic material to biofuels”.,Energy 45, 2014.


(49)

LAMPIRAN 1

PERHITUNGAN

Pada penelitian ini, dilakukan analisa kadar glukosa terhadap kadar glukosa yang dihasilkan.

Tabel L-1 Hasil Analisa Kadar Glukosa

Run Kadar Glukosa (%)

Blanko 1 24,48

Blanko 2 28,13

Blanko 3 30,87

1 33,03

2 34,94

3 36,75

4 33,33

5 35,80

6 37,70

7 34,69

8 36,07


(50)

32

Tabel L-2 Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl Berdasarkan SNI 01-2892-1992


(51)

33

A.1 PERHITUNGAN KADAR GLUKOSA

Pada percobaan ini, dilakukan analisa kadar glukosa menggunakan Metode Luff dengan rumus :

1. Rumus Perhitungan Kadar Glukosa %Glukosa = 100% Keterangan :

W1 = Berat sampel atau berat glukosa (mg )

Fp = Faktor pengenceran dari volume larutan Luff yang digunakan W= Bobot contoh ( mg )

2. Rumus Perhitungan Volume Na2SO4 Menurut Metode Luff

Volume Na2SO4 = (Vblanko - Vtio) x Normalitassesungguhnya/Normalitascontoh Wsampel = 2,0271 gr = 2027,1 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 16,85 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

Volume Na2SO4 = ( 24,95 ml – 16,85 ml ) x 0,0990N 0,1N= 8,019 ml

Penentuan berat glukosa menurut metode Luff dilakukan dengan menggunakan interpolasi. Data dapat dilihat dari Tabel L-2.

Rumus : Y = Y1 + (X2 – X1) Dimana :

X(Vol Tio) ml Y (Berat Glukosa) mg X1 8 Y1 19,8

X 8,019 Y 19,84

X2 9 Y2 22,4

Berat glukosa = 19,8 ml + ( 0,019 mg x 2,6 mg ) = 19,849 mg Maka kadar glukosa =

,


(52)

34

Dengan cara perhitungan yang sama diatas maka diperoleh kadar glukosa : 1) Wsampel = 2,0843 gr = 2084,3 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 15,45 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 15,45ml) x 0,0990 0,1= 9,405 ml = 22,4 mg + ( 0,405 mg x 2,6 mg ) = 23,453 mg

,

, x100% = 28,13 %

2) Wsampel = 2,1912 gr = 2191,2 mg Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 14,05 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 14,05 ml ) x 0,0990 0,1= 10,791 ml = 25 mg + ( 0,791 mg x 2,6 mg ) = 27,056 mg

,

, x 100% = 30,87 %

3) Wsampel = 1,9985 gr =1998,5 mg Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 14,30 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 14,30 ml ) x 0,0990 0,1= 10,54 ml = 25 mg + ( 0,54 mg x 2,6 mg ) = 26,404 mg

,


(53)

35

4) Wsampel = 1,9918 gr = 1991,8 mg Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,75 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 13,75 ml ) x 0,0990 0,1= 11,088 ml = 27,6 mg + ( 0,088 mg x 2,7 mg ) = 27,8376 mg

,

, x 100% = 34,94 %

5) Wsampel = 1,9937 gr = 1993,7 mg Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,20 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 13,20 ml ) x 0,0990 0,1= 11,632 ml = 27,6 mg + ( 0,632 mg x 2,6 mg ) = 29,3077 mg

,

, x 100% = 36,75 %

6) Wsampel = 2,1281 gr = 2128,1 mg Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,55 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 13,55 ml ) x 0,0990 0,1= 11,286 ml = 27,6 mg + ( 0,286 mg x 2,7 mg ) = 28,3722 mg

,


(54)

36

7) Wsampel = 2,0653 gr = 2065,3 mg Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,10 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 13,10 ml ) x 0,0990 0,1= 11,731 ml = 27,6 mg + ( 0,731 mg x 2,7 mg ) = 29,5750 mg

,

, x 100%= 35,80 %

8) Wsampel = 1,9857 gr = 1985,7 mg Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 12,95 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 12,95 ml ) x 0,0990 0,1= 11,88 ml = 25 mg + ( 0,88 mg x 2,7 mg ) = 29,976 mg

,

, x 100% = 37,70 %

9) Wsampel = 1,9600 gr = 1960 mg Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,70 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 13,70 ml ) x 0,0990 0,1= 10,845 ml = 25 mg + ( 0,845 mg x 2,6 mg) = 27,197 mg

,


(55)

37

10) Wsampel = 2,1094 gr = 2109,4 mg Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 12,45 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 12,45 ml ) x 0,0990 0,1= 12,05 ml = 30,3 mg + ( 0,05 ml x 2,7 ml ) = 30,435 mg

,

, x 100% = 36,07%

11) Wsampel = 1,9454 gr = 1945,4 mg Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 12,60 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 12,60 ml ) x 0,0990 0,1= 11,905 ml = 27,6 mg + ( 0,905 mg x 2,7 mg ) = 30,0445 mg

,


(56)

LAMPIRAN 2

DOKUMENTASI PENELITIAN

L-2.1 TAHAP HIDROLISIS

Gambar L2.1 Tahap hidrolisis : (a) selulosa hasil delignifikasi, (b) proses pelarutan selulosa, (c) proses hidrolisis, (d) proses penyaringan hasil hidrolisis, (e)

glukosa yang dihasilkan (a)

(b)

(c)

(e) (d)


(1)

A.1 PERHITUNGAN KADAR GLUKOSA

Pada percobaan ini, dilakukan analisa kadar glukosa menggunakan Metode Luff dengan rumus :

1. Rumus Perhitungan Kadar Glukosa %Glukosa = 100% Keterangan :

W1 = Berat sampel atau berat glukosa (mg )

Fp = Faktor pengenceran dari volume larutan Luff yang digunakan W= Bobot contoh ( mg )

2. Rumus Perhitungan Volume Na2SO4 Menurut Metode Luff

Volume Na2SO4 = (Vblanko - Vtio) x Normalitassesungguhnya/Normalitascontoh

Wsampel = 2,0271 gr = 2027,1 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 16,85 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

Volume Na2SO4 = ( 24,95 ml – 16,85 ml ) x 0,0990N 0,1N= 8,019 ml

Penentuan berat glukosa menurut metode Luff dilakukan dengan menggunakan interpolasi. Data dapat dilihat dari Tabel L-2.

Rumus : Y = Y1 + (X2 – X1)

Dimana :

X(Vol Tio) ml Y (Berat Glukosa) mg

X1 8 Y1 19,8

X 8,019 Y 19,84

X2 9 Y2 22,4

Berat glukosa = 19,8 ml + ( 0,019 mg x 2,6 mg ) = 19,849 mg Maka kadar glukosa =

,


(2)

Dengan cara perhitungan yang sama diatas maka diperoleh kadar glukosa : 1) Wsampel = 2,0843 gr = 2084,3 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 15,45 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 15,45ml) x 0,0990 0,1= 9,405 ml

= 22,4 mg + ( 0,405 mg x 2,6 mg ) = 23,453 mg ,

, x100% = 28,13 %

2) Wsampel = 2,1912 gr = 2191,2 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 14,05 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 14,05 ml ) x 0,0990 0,1= 10,791 ml

= 25 mg + ( 0,791 mg x 2,6 mg ) = 27,056 mg ,

, x 100% = 30,87 %

3) Wsampel = 1,9985 gr =1998,5 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 14,30 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 14,30 ml ) x 0,0990 0,1= 10,54 ml

= 25 mg + ( 0,54 mg x 2,6 mg ) = 26,404 mg ,


(3)

4) Wsampel = 1,9918 gr = 1991,8 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,75 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 13,75 ml ) x 0,0990 0,1= 11,088 ml

= 27,6 mg + ( 0,088 mg x 2,7 mg ) = 27,8376 mg ,

, x 100% = 34,94 %

5) Wsampel = 1,9937 gr = 1993,7 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,20 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 13,20 ml ) x 0,0990 0,1= 11,632 ml

= 27,6 mg + ( 0,632 mg x 2,6 mg ) = 29,3077 mg ,

, x 100% = 36,75 %

6) Wsampel = 2,1281 gr = 2128,1 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,55 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 13,55 ml ) x 0,0990 0,1= 11,286 ml = 27,6 mg + ( 0,286 mg x 2,7 mg ) = 28,3722 mg

,


(4)

7) Wsampel = 2,0653 gr = 2065,3 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,10 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 13,10 ml ) x 0,0990 0,1= 11,731 ml

= 27,6 mg + ( 0,731 mg x 2,7 mg ) = 29,5750 mg ,

, x 100%= 35,80 %

8) Wsampel = 1,9857 gr = 1985,7 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 12,95 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 12,95 ml ) x 0,0990 0,1= 11,88 ml

= 25 mg + ( 0,88 mg x 2,7 mg ) = 29,976 mg ,

, x 100% = 37,70 %

9) Wsampel = 1,9600 gr = 1960 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 13,70 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 13,70 ml ) x 0,0990 0,1= 10,845 ml = 25 mg + ( 0,845 mg x 2,6 mg) = 27,197 mg

,


(5)

10) Wsampel = 2,1094 gr = 2109,4 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 12,45 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 12,45 ml ) x 0,0990 0,1= 12,05 ml

= 30,3 mg + ( 0,05 ml x 2,7 ml ) = 30,435 mg ,

, x 100% = 36,07%

11) Wsampel = 1,9454 gr = 1945,4 mg

Vblanko = 24,95 ml

Vtio = 12,60 ml

Ntio = 0,0990 N

Faktor Pengenceran = 250/10

( 24,95 ml – 12,60 ml ) x 0,0990 0,1= 11,905 ml

= 27,6 mg + ( 0,905 mg x 2,7 mg ) = 30,0445 mg ,


(6)

38

LAMPIRAN 2

DOKUMENTASI PENELITIAN

L-2.1 TAHAP HIDROLISIS

Gambar L2.1 Tahap hidrolisis : (a) selulosa hasil delignifikasi, (b) proses pelarutan selulosa, (c) proses hidrolisis, (d) proses penyaringan hasil hidrolisis, (e)

glukosa yang dihasilkan

(a)

(b)

(c)

(e) (d)