PENGEMBANGAN E-COMIC PEMBELAJARAN BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI ARITMETIKA SOSIAL KELAS VII SMP.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah banyak memberikan kontribusi dalam berbagai aspek kehidupan manusia, terutama kemajuan dalam bidang pendidikan yang dikemas dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Salah satu bentuk kegiatan pembelajaran adalah proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Kegiatan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas merupakan proses komunikasi ilmu pengetahuan antara peserta didik dan pendidik yang dirancang sedemikian rupa agar dapat berjalan maksimal. Salah satu hal yang dapat mendukung proses komunikasi tersebut adalah pemanfaatan media pembelajaran.

Media pembelajaran merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan dan pemanfaatan media pembelajaran disesuaikan dengan subjek yang dipelajari. Salah satu subjek yang dipelajari adalah matematika. Menurut Suparwoto (2007: 36), salah satu keberhasilan dalam pembelajaran bergantung pada penggunaan sumber belajar atau media yang dipakai dalam proses pembelajaran. Banyak jenis media pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Salah satunya adalah komik pembelajaran.

Komik dalam etimologi bahasa Indonesia berasal dari kata “comic” yang kurang lebih secara semantik berarti “lucu” atau “lelucon” (M.S. Gumelar, 2011: 1). Pada awalnya komik disajikan dalam bentuk comic strip yang biasa ditemukan


(2)

2

pada majalah atau koran. Selain itu komik ditujukan untuk membuat gambar-gambar yang menceritakan tentang hal-hal yang lucu dan segmentasi pembacanya adalah anak-anak. Seiring dengan perkembangannya, komik tidak hanya disajikan dalam bentuk comic strip satu baris atau dua baris tetapi lebih fleksibel dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan serta tidak hanya dengan tema yang cenderung lucu saja tetapi lebih meluas ke tema lainnya mulai dari aksi, horor, fiksi ilmiah, sampai dengan edukasi. Komik yang sebelumnya dibuat khusus untuk lelucon dan segmentasi pembacanya hanya anak-anak mulai bertransformasi menjadi bacaan dengan segmentasi pembacanya adalah remaja dan dewasa. Hal ini ditunjukan oleh hasil pengamatan 32 orang peserta didik di SMP N 8 Yogyakarta yaitu sebanyak 26 orang peserta didik menyukai komik dengan berbagai tema.

Menurut M.S.Gumelar (2011: 7), komik adalah urutan-urutan gambar yang ditata sesuai tujuan dan filosofi pembuatnya hingga pesan cerita tersampaikan,

komik cenderung diberi lettering yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan.

Berdasarkan definisi tersebut terlihat jelas bahwa medium komik beraneka ragam tidak hanya berupa kertas ataupun buku. Komik dapat disajikan secara tradisional maupun secara elektronik. Komik yang disajikan secara elektronik disebut dengan

komik digital atau electronic comic (e-comic). E-comic merupakan suatu

transformasi teknologi pada media komik yang mulanya dalam bentuk cetak berubah menjadi dalam format elektronik (Rahardjo, 2002: 7). Salah satu media

elektronik yang dapat digunakan untuk mengoperasikan e-comic adalah laptop.

Peningkatan jumlah pengguna alat elektronik seperti laptop terus bertambah


(3)

3

laptop pun bermunculan seiring dengan berkembangnya kebutuhan alat elektronik. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 32 orang peserta didik di SMP N 8

Yogyakarta, semua peserta didik menggunakan laptop untuk keperluan tugas-tugas

sekolah dengan sistem operasi minimal yang digunakan adalah Windows7. Laptop

tersebut digunakan oleh peserta didik sebagai alat pendukung kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran kurikulum 2013 tentang penggunaan teknologi dalam pembelajaran yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 65 tentang Standar Proses yang menyebutkan bahwa pada kurikulum 2013 teknologi berperan dalam meningkatkan kemandirian peserta didik dalam memperoleh ilmu pengetahuan.

E-comic sebagai media pembelajaran yang dioperasikan menggunakan laptop

mendukung prinsip pembelajaran pada kurikulum 2013. Isi cerita dalam e-comic

ini sama seperti dalam komik hanya saja penyajiannya yang berbeda. Cerita yang

disajikan dalam e-comic pembelajaran yaitu cerita dalam konteks kehidupan

sehari-hari yang dikaitkan dengan materi dari subjek yang dipelajari. Dalam mata

pelajaran matematika, salah satu materi yang dapat dimasukkan ke dalam cerita

e-comic adalah aritmetika sosial. Aplikasi materi aritmetika sosial sangat erat dengan kehidupan sehari-hari.

Selain media pembelajaran, pendekatan pembelajaran juga merupakan hal penting dalam perencanaan pembelajaran untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal. Percival dan Henry dalam Milan (2006: 4) menyatakan bahwa dalam pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan yaitu pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik dan


(4)

4

pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru. Salah satu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah pendekatan

kontekstual atau Contextual Teaching and Learning. Menurut Texas Collaborative

for Teaching Excellence dalam Nurhadi (2003: 4) disebutkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dilaksanakan dengan melibatkan tujuh komponen

yang tercermin dalam strategi pendekatan kontekstual yaitu REACT (relating,

experiencing, applying, cooperating, dan transferring).

Berdasarkan paparan di atas peneliti ingin mencobakan pengembangan media

e-comic pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran matematika materi aritmetika sosial kelas VII SMP.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasi masalah yaitu banyak jenis

media pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran namun belum dimanfaatkan dalam pembelajaran. Misalnya komik yang berisi pengungkapan materi-materi pelajaran matematika seperti materi aritmetika sosial yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan komik perlu diintegrasikan dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan apapun.

C. Pembatasan Masalah

Mempertimbangkan masalah yang teridentifikasi, penelitian ini dibatasi pada pengembangan media pembelajaran berupa e-comic berbasis Contextual Teaching and Learning pada materi aritmetika sosial yang meliputi nilai suatu barang, harga


(5)

5

pembelian, harga penjualan, untung atau rugi, persentase keuntungan atau persentase kerugian, pajak, diskon, bruto, tara, netto, dan bunga tunggal yang diberikan pada kelas VII SMP.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana kualitas media pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran matematika kelas VII SMP materi aritmetika sosial ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan yang dikembangkan dalam bentuk e-comic?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas media pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran matematika kelas VII SMP materi aritmetika sosial ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan yang dikembangkan dalam bentuk e-comic.

F. Manfaat Penelitian

Pengembangan media e-comic pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran matematika materi aritmetika sosial kelas VII SMP ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Peserta Didik

a. Meningkatkan pemahaman dan penerapan konsep matematika materi aritmetika sosial.


(6)

6

b. Melatih peserta didik dalam mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir baik secara individu maupun kelompok.

c. Meningkatkan kepedulian peserta didik terhadap perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan informasi yang semakin berkembang pesat. 2. Guru

a. Menambah referensi media pembelajaran baru dalam kegiatan pembelajaran materi aritmetika sosial.

b. Meningkatkan sikap profesionalitas dan rasa percaya diri guru.

c. Memungkinkan guru secara aktif dan kreatif untuk mengembangkan kemampuan dalam membuat inovasi media pembelajaran.

3. Sekolah

Sebagai suatu media pembelajaran alternatif bagi pihak sekolah untuk memberikan motivasi bagi guru-guru agar bersikap lebih profesional, aktif, kreatif, dan inovatif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sehari-hari di sekolah dalam proses pembelajaran.

4. Peneliti Lainnya atau Penelitian Lanjutan

Memberikan wawasan dan berpikir ilmiah untuk selanjutnya dapat menindaklanjuti penelitian ini yang didasarkan pada hasil kajian penggunaan e-comic.

G. Spesifikasi produk yang dikembangkan

E-comic pembelajaran berbasis CTL dalam pembelajaran matematika materi aritmetika sosial adalah komik pembelajaran yang berisi materi aritmetika sosial yang disajikan dalam bentuk electronic comic. E-comic ini disajikan secara menarik


(7)

7

dan mendukung pembelajaran matematika khususnya materi aritmetika sosial. Media e-comic ini diharapkan dapat memenuhi aspek kevalidan menurut validasi oleh ahli materi dan media, kepraktisan menurut angket respon pengguna oleh guru dan peserta didik, serta keefektifan menurut hasil tes hasil belajar peserta didik.

Gaya menggambar dalam e-comic tersebut adalah cartoon style (gaya kartun). Kategori atau jenis cerita yang disajikan adalah mixed theme (pencampuran tema) dimana menggabungkan dua tema atau lebih. Sasaran pembaca e-comic adalah anak-anak usia SMP. Alur cerita yang disajikan dalam e-comic pembelajaran ini terdiri dari beberapa cerita yang disesuaikan dengan bagian dari materi aritmetika sosial.

Awalnya media e-comic ini dibuat dengan gambar manual lalu diedit melalui CorelDraw X7 untuk membuat tampilan menjadi menarik. Selanjutnya media ini disajikan dalam bentuk electronic comic yaitu dengan tampilan tiga dimensi atau tampilan layaknya ketika membaca buku dengan menggunakan Ncesoft Flip Book Maker 2.8.1.0.


(8)

8 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori

Penelitian pengembangan e-comic pembelajaran berbasis CTL ini membutuhkan beberapa teori yang relevan sebagai pedoman penyusunan dan pengambangan media e-comic pembelajaran. Beberapa teori tersebut adalah deskripsi pembelajaran matematika, materi aritmetika sosial, karakteristik siswa SMP, media pembelajaran, e-comic, CTL, kualitas produk pengembangan, perangkat lunak bantu pengembangan media, model pengembangan media, dan pengembangan e-comic pembelajaran berbasis CTL.

1. Pembelajaran Matematika

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 17) mendefinisikan kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi antardua peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan upaya sadar yang dilakukan pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif serta dengan hasil yang optimal (Sugihartono, dkk, 2007: 81). Pendapat lain dikemukakan oleh Arief S. Sadiman, dkk (2011: 7) bahwa pembelajaran merupakan proses belajar yang meliputi usaha-usaha yang terencana


(9)

9

dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran yaitu upaya sadar yang terencana pada suatu lingkungan belajar untuk menyampaikan dan mengorganisasikan ilmu pengetahuan sehingga tercipta proses belajar yang efektif dengan hasil yang optimal.

Pembelajaran dapat terjadi di manapun, baik di sekolah maupun luar sekolah. Pembelajaran di sekolah dirancang untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan subjek yang dipelajari dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada. Salah satu subjek pembelajaran adalah matematika.

Dalam Peraturan Pemerintah tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki tujuan mengenal, menyikapi, dan mengapresiasikan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri. Menurut Erman Suherman, dkk (2003: 299) tujuan dari pembelajaran matematika tidak hanya untuk mencapai pemahaman siswa dalam pembelajaran matematika saja, namun juga diharapkan muncul efek iringan dari pembelajaran matematika seperti lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia, mampu berpikir logis, kritis dan sistematis, dan lebih peduli pada lingkungan sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses belajar dimana siswa mengembangkan pola berpikir dan mengolah logika dalam mempelajari konsep dan


(10)

10

struktur matematika secara aktif agar mampu memahami peranan matematika dalam kehidupan.

Matematika yang diajarkan di sekolah merupakan matematika sekolah yang sifat materinya masih elementer tetapi merupakan konsep dasar untuk prasyarat konsep yang lebih tinggi. Pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah dititikberatkan pada keaktifan siswa saat belajar dan keaktifan guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang serasi dan menantang. Cara belajar siswa aktif dapat berlangsung dengan efektif, jika guru melaksanakan peran dan fungsinya secara aktif dan kreatif serta memfasilitasi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.

Ruang lingkup matematika di SMP mencakup aritmetika, aljabar, geometri, triginometri, peluang, dan statistik. Semua unit matematika yang termasuk ruang lingkup dalam pembelajaran matematika di SMP pada dasarnya adalah untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan dalam bentuk sasaran dan kemampuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika di SMP (Erman, 2001: 63).

2. Materi Aritmetika Sosial

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 68 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Ibtidaiyah, salah satu kompetensi inti (KI) adalah mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber


(11)

11

lain yang sama dalam sudut pandang/teori. Terdapat satu kompetensi dasar (KD) yang terkait dengan kompetensi inti tersebut (KI) yaitu menggunakan konsep aljabar dalam menyelesaikan masalah aritmetika sosial sederhana.

Indikator pencapaian untuk materi aritmetika sosial yaitu: (1) menjelaskan pengertian nilai suatu barang; (2) menghitung harga penjualan, harga pembelian, untung atau rugi; (3) menentukan persentase untung atau persentase rugi; (4) menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan diskon, pajak, bruto, tara, dan netto; dan (5) mempresentasikan contoh penggunaan bunga dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran pada materi aritmetika sosial adalah sebagai berikut.

a. Siswa dapat menjelaskan pengertian nilai suatu barang.

b. Siswa dapat menghitung harga penjualan, harga pembelian, untung atau rugi.

c. Siswa dapat menentukan persentase untung atau persentase rugi.

d. Siswa dapat menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan diskon dan pajak.

e. Siswa dapat menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan bruto, tara, dan netto.

f. Siswa dapat mempresentasikan contoh penggunaan bunga dalam kehidupan sehari-hari.

Materi aritmetika sosial terdiri dari nilai suatu barang, harga pembelian, harga penjualan, untung, rugi, persentase untung, persentase rugi, diskon, pajak, bruto, tara, netto, dan bunga tunggal dengan uraian sebagai berikut.


(12)

12 a. Nilai Suatu Barang

Kehidupan manusia sangat dekat dengan penggunaan uang yaitu uang sebagai penentu nilai dari suatu barang.

Harga barang = ℎ � � ℎ �

ℎ �

Harga sejumlah barang yang diinginkan = harga 1 barang x jumlah barang yang diinginkan.

b. Harga Pembelian

Harga pembelian adalah harga barang dari pabrik, grosir, atau tempat lainnya. c. Harga Penjualan

Harga penjualan adalah harga barang yang ditetapkan oleh pedagang kepada pembeli.

d. Persentase Untung

Keuntungan diperoleh jika harga penjualan > harga pembelian Keuntungan = Harga penjualan – Harga pembelian

Persentase keuntungan = �

ℎ � � � x 100% e. Persentase Rugi

Kerugian diperoleh jika harga penjualan < harga pembelian Kerugian = Harga pembelian – harga penjualan

Persentase kerugian = �

ℎ � � � x 100% f. Diskon dan Pajak

Potongan harga atau diskon adalah pengurangan harga yang diberikan dari harga sebenarnya.


(13)

13

Pajak yaitu banyaknya uang mula-mula dikurangi besarnya pajak terhadap jumlah uang semula.

g. Bruto, Tara, dan Netto

Bruto itu berat kotor, yaitu berat suatu barang dengan kemasannya/ tempatnya. Tara adalah berat kemasan/ tempat suatu barang.

Netto atau berat bersih yaitu berat suatu barang tanpa kemasan/ tempatnya. Bruto = netto + tara

Persentase tara = x 100% h. Bunga Tunggal

1) Bunga Pinjaman

Bunga pinjaman adalah uang tambahan yang harus dibayarkan ketika peminjam mengembalikan uang.

Bunga pinjaman = uang pokok x tingkat persen bunga per tahun x waktu (dalam tahun)

2) Bunga Simpanan

Bunga adalah uang yang diperoleh pada setiap akhir jangka waktu tertentu yang tidak mempengaruhi besarnya modal. Modal dalam hal ini besarnya tetap dan tidak berubah. Besarnya bunga berbanding senilai dengan persentase dan lama waktunya dan umumnya berbanding senilai pula dengan besarnya modal. Bunga = uang pokok x persentase bunga per tahun x waktu (dalam tahun).

Materi aritmetika sosial terdiri dari masalah otentik. Kegiatan pembelajaran untuk materi tersebut biasanya dilakukan dengan ilustrasi kegiatan atau konteks


(14)

14

nyata dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas pembelajaran pada materi ini menjadi efektif tergantung perencanaan pembelajaran yang disiapkan oleh guru.

3. Karakteristik Siswa SMP

Menurut teori perkembangan Jean Piaget dalam Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 34-35) anak-anak yang berada pada usia SMP (12-15 tahun) perkembangannya berada dalam tahap awal operasional formal. Tahap operasional formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Menurut Piaget (Slavin, 2008: 113) pada tahap ini remaja mengalami transisi dari penggunaan operasi konkret ke penerapan operasi formal dalam berpikir. Peserta didik sudah mulai berpikir secara formal, namun masih terbatas pada objek konkret maupun visual.

Keterbatasan siswa usia SMP pada objek konkret seperti yang dikemukakan oleh Piaget mengakibatkan mereka mengalami kesulitan memahami pernyataan atau konsep-konsep yang bersifat abstrak. Oleh karena itu, penggunaan alat bantu berupa media pembelajaran dibutuhkan sebagai alat penyampai pesan untuk membantu peserta didik dalam memahami konsep-konsep yang bersifat abstrak. Pemilihan alat bantu berupa media pembelajaran ini harus memperhatikan karakteristik peserta didik yaitu (1) kemampuan awal yang dimiliki peserta didik sebagai prasyarat awal untuk mencapai tujuan pembelajaran pada topic yang diberikan; (2) karakteristik yang berhuungan dengan latar belakang, lingkungan hidup, dan status sosial; serta (3) karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian dan tingkah laku (Rayandra, 2012: 86).


(15)

15 4. Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar (Oemar, 2005: 6). Media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan (Syaiful dan Aswan, 2002: 136). Pendapat lain dikemukakan oleh Azhar Arsyad (2011: 3) bahwa media adalah suatu perangkat yang dapat menyalurkan informasi dari sumber ke penerima informasi. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa media merupakan suatu alat atau benda yang digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan.

Dalam proses pembelajaran kehadiran media pembelajaran sangat penting, sebab kurang jelasnya materi yang disampaikan dapat dibantu dengan kehadiran media pembelajaran sebagai perantara. Kerumitan materi yang akan disampaikan kepada peserta didik dapat disederhanakan melalui media pembelajaran. Keabstrakan materi juga dapat dikonkretkan melalui media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan media penyalur atau perantara informasi dari pendidik kepada peserta didik dengan tujuan merangsang perhatian, minat, dan kemauan belajar siswa, serta menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Peranan media tidak akan terlihat apabila penggunaannya tidak sejalan dengan isi dan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Tujuan pembelajaran harus dijadikan sebagai acuan dalam penggunaan media. Apabila tujuan diabaikan, maka media bukan lagi merupakan alat bantu dalam proses pembelajaran tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.


(16)

16

Azhar Arsyad (2011:6) mengemukakan beberapa ciri-ciri umum media pembelajaran atau media pendidikan sebagai berikut.

a. Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang saat ini dikenal sebagai hardware, yaitu sesuatu benda yang dapat dilihat, didengar, atau diraba dengan pancaindera.

b. Media pendidikan memilik pengertian non fisik yang dikenal sebagai software, yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam hardware yang merupakan isi yang disampaikan kepada siswa.

c. Penekanan media pendidikan terdapat visual dan audio.

d. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

e. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

f. Media pendidikan dapat digunakan secara massal baik dalam kelompok besar, kelompok kecil, atau perorangan.

Media pembelajaran diyakini membawa pengaruh yang cukup signifikan dan membawa manfaat tertentu terhadap proses pembelajaran. Menurut Kemp dan Dayton (Dina, 2011: 47-51), media pembelajaran memiliki beberapa manfaat:

a. penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih mencapai standar, b. pembelajaran dapat lebih menarik,

c. pembelajaran menjadi lebih interaktif,

d. dengan menerapkan teori belajar maka waktu pembelajaran dapat dipersingkat,


(17)

17

e. kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan,

f. proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapuin diperlukan,

g. sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran dapat ditingkatkan, h. peran guru berubah ke arah yang lebih positif.

Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut (Oemar, 2005: 16-17).

a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu berbentuk kata-kata tertulis atau lisan.

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misalnya objek terlalu besar, dapat digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model; objek yang terlalu kecil, dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar; gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high speed photography; kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu dapat ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto, maupun secara verbal; objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain; konsep yang terlalu luas dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar, dan lain-lain.

c. Penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif peserta didik. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk menimbulkan kegairahan belajar, memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan,


(18)

18

memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

d. Adanya sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pembelajaran, yaitu dengan kemampuannya dalam memberikan perangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama

Sedangkan menurut Levie dan Lentz (Azhar, 2011: 16), mengemukakan bahwa media pembelajaran khususnya pada media visual, memiliki empat fungsi, sebagai berikut.

a. Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian peserta didik untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

b. Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari kenyamanan peserta didik ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar.

c. Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapan bahwa lambing visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.


(19)

19

d. Fungsi kompensatoris, media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu peserta didik yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan peserta didik yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.

Ada beberapa pola pemanfaatan media pembelajaran menurut Arief S. Sadiman, dkk (2011: 190), sebagai berikut.

a. Pemanfaatan media dalam situasi kelas. Pada pola ini pemanfaatan media dipadukan dengan proses belajar mengajar dalam situasi kelas. Dalam merencanakan media, guru harus melihat tujuan yang akan dicapai, materi pembelajaran yang mendukung, serta strategi belajar mengajar yang sesuai.

b. Pemanfaatan media di luar situasi kelas. Pemanfaatan media pembelajaran di luar situasi kelas dapat dibedakan ke dalam dua kelompok utama, yaitu: 1) Pemanfaatan secara bebas. Pemanfaatan secara bebas ialah media digunakan tanpa kontrol atau pengawasan. Media didistribusikan ke masyarakat dengan cara diperjualbelikan atau didistribusikan secara gratis. Pengadaan media diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif. Dalam menggunakan media ini, pengguna tidak dituntut untuk mencapai tingkat pemahamantertentu.


(20)

20

Pengguna juga tidak diharapkan untuk memberikan umpan balik kepada siapapun dan tidak perlu mengikuti tes atau ujian.

2) Pemanfaatan media secara terkontrol. Pemanfaatan media secara terkontrol ialah media itu digunakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang diatur secara sistematis untuk mencapai tujuan tertentu.

Klasifikasi media pembelajaran menurut taksonomi Leshin dan kawan-kawan (Azhar, 2011: 81) adalah:

a. Media berbasis manusia

Media berbasis manusia merupakan media tertua yang digunakan untuk mengirimkan dan mengkomunikasikan pesan atau informasi, contohnya adalah guru, instruktur, tutor, main peran, kegiatan kelompok, dan lain-lain. Media ini bermanfaat khususnya bila tujuan kita adalah mengubah sikap atau ingin secara langsung terlibat dengan pemantauan pembelajaran siswa (Azhar, 2011: 82).

b. Media berbasis cetakan

Media berbasis cetakan atau media bahan cetak adalah media visual yang pembuatannya melalui proses pencetakan (printing) atau offset. Media bahan cetak ini menyajikan pesannya melalui huruf dan gambar-gambar yang diilustrasikan untuk lebih memperjelas pesan atau informasi yang disajikan. Jenis media bahan cetak diantaranya adalah buku teks, modul, bahan pengajaran terprogram (Rudi dan Cepi, 2008: 14).

c. Media berbasis visual

Menurut Azhar Arsyad (2011:89) media berbasis visual (Image atau perumpamaan) memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media


(21)

21

visual dapat memperlancar pemahaman (misalnya melalui elaborasi struktur dan organisasi) dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antar isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual (image) itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi. Media berbasis visual dapat berupa gambar representasi (seperti gambar, lukisan, atau foto yang menunjukkan bagaimana tampaknya sesuatu benda), diagram, peta, grafik, tabel, dan chart (bagan).

d. Media berbasis audio-visual

Media audio visual dapat menampilkan unsur gambar (visual) dan suara (audio) secara bersamaan pada saat mengkomunikasikan pesan atau informasi. Pengajaran melalui audio-visual bercirikan pemakainan perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor fil, tape recorder, dan proyektor visual. Jadi pengajaran melalui audio-visual adalah produksi dan penggunaan materi yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol yang serupa (Azhar, 2011: 30).

e. Media berbasis komputer

Media pembelajaran berbasis komputer penekanannya terletak pada upaya yang berkesinambungan untuk memaksimalkan aktivitas belajar dan mengajar sebagai interkasi kognitif antara siswa, materi pelajaran, dan instruktur (dalam hal ini komputer yang telah terprogram). Sistem-sistem komputer dapat menyampaikan pembelajaran secara langsung kepada para siswa melalui cara berinteraksi dengan mata pelajaran yang diprogramkan kepada sistem, dan inilah yang disebut


(22)

22

pengajaran dengan bantuan komputer. Kegiatan pembelajaran dengan bantuan komputer, atau yang lebih dikenal sebagai computer based instruction (CBI) merupakan istilah umum untuk segala kegiatan belajar yang menggunakan komputer, baik sebagian maupun secara keseluruhan.

5. Media E-comic

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 742) menyatakan komik berarti cerita bergambar. Ajidarma (2011: 36) menyatakan istilah komik berasal dari kata comic yang memiliki arti lucu, biasanya berbentuk naratif dan terdapat pada halaman khusus dalam surat kabar. Pendapat lain dikemukakan oleh Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2007:64) bahwa komik dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada para pembaca. Sementara menurut MS Gumelar (2011:7) komik adalah urutan gambar-gambar yang ditata sesuai tujuan dan filosofi pembuatnya hingga pesan cerita tersampaikan, komik cenderung diberi lettering yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. Maka dapat disimpulkan bahwa komik adalah urutan gambar-gambar yang mengungkapkan karakter dan peran dalam suatu cerita yang digunakan untuk menghibur pembaca.

Menurut M.S. Gumelar (2011: 10-20) secara garis besar menggambar komik di seluruh dunia mempunyai 4 aliran gaya gambar utama sebagai berikut.

a. Cartoon style


(23)

23 b. Semi cartoon style (semi realism style)

Gaya gambar gabungan realis dan cartoon seperti karikatur adalah ciri yang paling khas tetapi ada banyak pula gaya gambar lainnya tergantung dari kemampuan menggambar realis dan cartoon yang digabungkan.

c. Realism style

Gaya gambar realis, dimana gaya gambar komik yang dibuat semirip mungkin mendekati anatomi dan fisiologi postur tubuh, wajah, dan ras manusia atau satwa, tumbuhan dan makhluk cerdas lainnya.

d. Fine art style

Gaya gambar fine art merupakan gaya gambar dimana menggambar sesuai dengan apa yang timbul di pikiran artist-nya, tanpa melihat orang tersebut punya latar seni atau tidak, dan hasil karyanyanya cenderung dekoratif atau abstrak, tujuan utama adalah rasa seni itu sendiri tanpa diikat oleh bentuk cartoon, semi cartoon, dan realis ataupun aturan perspektif, serta lighting dan shading yang ada

Komik merupakan sebuah desain sehingga komik menggunakan elemen-elemen dalam desain. Menurut M.S.Gumelar (2011: 26-35) elemen-elemen-elemen-elemen desain adalah bahan-bahan atau bagian yang membentuk desain komik secara menyeluruh dalam suatu komposisi, dan bagian-bagaian pembentuknya tersebut dipisah-pisah menjadi bagian-bagian lebih kecil tersendiri. Berikut adalah elemen-elemen desain tersebut.

a. Space

Komik memerlukan space (ruang seperti kertas, ruang di kanvas, ruang di media digital dan media lainnya. Dalam komik terdapat ruang (space) tertentu yang


(24)

24

dibiarkan kosong dalam suatu panel di komik, juga terkadang sengaja dibuat agar pembaca komik merasakan “kelegaan”dalam suatu panel tertentu.

b. Image

Image bukan hanya drawing tetapi bias juga merupakan foto, ilustrasi, lukisan, logo, ikon, simbol, dan lainnya. Namun dalam komik, image biasanya merupakan gambar goresan tangan. Image inilah yang membentuk sebagian besar komik.

c. Teks

Teks sebenarnya adalah image dan lambing atau symbol dari suara dan angka.

d. Point dan Dot

Point (titik) tidak harus selalu bulat, tetapi bias juga kotak kecil, segitiga kecil, ellipse kecil, bentuk bintang yang sangat kecil dan bentuk-bentuk lainnya dalam ukuran kecil. Tetapi, dot lebih ke bentuk bulat kecil (bintik).

e. Line

Line atau garis adalah gabungan dari beberapa point atau dot yang saling menindih sedikt atau banyak dan menyambung. Line tidak harus selalu lurus.

f. Shape (X dan Y)

Shape adalah bentuk dalam dua dimensi ukuran yaitu X dan Y atau panjang dan lebar. Ada banyak shape yang ada misalnya circle, ellipse, rectangle, dan bentuk-bentuk lainnya. Shape ada yang terbuka dan tertutup.

g. Form (X,Y, dan Z)

Form (wujud) adalah bentuk dalam tiga dimensi ukuran yaitu X, Y, dan Z atau panjang, lebar, dan tinggi. Terdapat banyak form yang ada mulai dari bentuk tidak beraturan sampai pada bentuk 3D yang tertata rapi.


(25)

25

h. Tone/Value (gradient, lighting, dan shading)

Tone adalah tekanan warna kearah lebih gelap atau lebih terang. Tone ini sebenarnya adalah penambahan warna hitam dan penghilanagn warna hitam. Tone secara perlahan-lahan terjadi pengurangan dari gelap ke terang disebut dengan nama gradasi (gradient).

i. Colour (hue)

Colour adalah hue (warna). Warna terbagi dari pembentuknya menjadi 3 kelompok besar yaitu light colour (warna cahaya yang dihasilkan dari warna merah, hijau dan biru atau RGB), transparent colour (warna cat transparan yang dihasilkan dari warna biru muda, pink, kuning, dan abu-abu gelap atau CMYK), dan opaque colour (warna tidak transparan yang terdiri dari warna putih, kuning, merah, biru, dan hitam).

j. Pattern

Pattern (pola) merupakan arsiran sederhana yang teratur, berulang, dan rapi.

k. Texture

Texture (tekstur) dalam komik cenderung pada penggunaan kertas sesuai dengan kebutuhan, ada kertas yang kasar dan ada juga kertas yang halus.

l. Voice, sound, dan audio

Dalam komik semua suara menjadi teks yang disajikan dalam shape yang berbeda-beda sesuai dengan simbol umum dalam komik dan pemaknaan sesuai dengan kebiasaan.


(26)

26

m. Time

Time dalam komik diwujudkan dalam halaman dimana halaman 1 merupakan halaman awal dari cerita dan berakhir sampai di halaman akhir.

Pada awal perkembangannya, komik ditujukan untuk membuat gambar-gambar yang menceritakan tentang hal-hal yang lucu. Seiring perkembangannya komik tidak hanya cenderung ke sesuatu yang lucu saja tetapi meluas ke tema dan genre lainnya seperti aksi, horor, sampai fiksi ilmiah. Awalnya komik digunakan untuk hiburan dan cenderung untuk segmentasi anak-anak dan mulai bertransformasi menjadi bacaan segmentasi remaja.

Sejak tahun 80-an banyak ahli pendidikan di USA dan penyelenggara pendidikan yang menggunakan buku komik untuk menyajikan fakta atau materi sesuai dengan kegunaannya. Komik mendukung kurikulum yang ada namun di sisi lain, beberapa ahli pendidikan menganggap komik berbahaya bagi kemampuan baca tulis sehingga pada akhirnya dukungan pendidikan yang sebelumnya pro komik pun berhenti. Kemudian sekitar tahun 1970 para pendidik memberanikan diri untuk kembali menggunakan komik sehingga pada akhirnya para pendidik pada semua level pendidikan mendesain cara baru untuk mengajar yaitu menggunakan media komik (Vassikopoulou, 2008: 1-2).

Menurut B. Keogh dan Naylor (1999: 3) gambar kartun dalam komik dapat digunakan untuk mendukung kegiatan belajar mengajar melalui kegiatan diskusi, investigasi, dan membuat peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran serta memotivasi peserta didik. Menurut Yang Gene dalam Vassikopoulou (2008: 2) terdapat beberapa kekuatan dari media komik pembelajaran yaitu: (1)


(27)

27

memotivasi, (2) visualisasi cerita yang menarik, (3) komponen visual permanen, (4) sebagai perantara untuk mempermudah materi, (5) popular bagi peserta didik, dan (6) mengembangkan kemampuan berpikir.

Gambar 1. Contoh Komik Dalam Bentuk Kertas

Awalnya komik disajikan dalam bentuk kertas atau buku. Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi digital media komik tidak harus selalu disajikan dalam kertas, komik juga disajikan dalam bentuk digital atau yang biasa disebut e-comic (electronic comic). E-comic merupakan suatu transformasi teknologi pada media komik yang mulanya berupa komik dalam bentuk cetak berubah menjadi dalam format elektronik (Rahardjo, 2002: 7-9).

Menurut Withrow Stephen dan barber John (2005: 4) membaca e-comic dapat membantu peserta didik untuk menganalisis jenis informasi yang berbeda-beda sebab mereka akan berpikir secara mendalam mengenai semua informasi yang disajikan dalam e-comic baik berupa gambar maupun kalimat serta pengaruh dan hubungannya. Vassilikopoulou (2008: 2) mengemukakan bahwa penggunaan komik digital untuk kegiatan pembelajaran di kelas adalah sebuah tantangan baru


(28)

28

sebab pada dasarnya komik digital adalah multimedia yang terdiri dari teks dan gambar dengan dukungan teknologi komputer.

Gambar 2. Contoh Tampilan E-comic

Berdasarkan paparan di atas, media e-comic pembelajaran merupakan media yang menarik karena menyajikan suatu rangkaian cerita dalam gambar yang bersifat edukatif dan dapat digunakan sebagai media pembelajaran dengan format elektronik. Oleh karena itu penggunaan e-comic sebagai media pembelajaran akan mampu menarik minat dan daya tarik pembacanya tersendiri serta sebagai penegas mengenai informasi yang terkandung di dalamnya.

6. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)

Menurut R.G. Berns dan P.M. Erickson (2001: 2) penedekatan kontekstual merupakan suatu konsep pembelajaran yang membantu guru menghubungkan isi materi dengan situasi nyata; dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja; serta menggunakannya untuk mengatasi pekerjaan atau permasalahan yang sulit. Pendekatan kontekstual (contextual


(29)

29

teaching and learning) adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan (Sanjaya, 2005: 98).

Pendekatan CTL merupakan sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari peserta didik (Johnson, 2014: 57). Ketika peserta didik dapat mengaitkan isi dari mata pelajaran akademik seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, atau sejarah dengan pengalaman mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar (Johnson, 2014: 90). Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dari pendekatan kontekstual adalah membantu peserta didik dalam mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan kehidupan nyata peserta didik.

Sistem CTL menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Untuk mencapai hal tersebut, sistem CTL meliputi delapan komponen yaitu membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.


(30)

30

Dalam pendekatan kontekstual, peserta didik perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Peserta didik harus sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Mereka juga mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya tersebut mereka membutuhkan guru sebagai pembimbing. Tugas guru adalah membimbing peserta didik mencapai tujuannya.

Pendekatan kontekstual sangat penting bagi guru untuk memberdayakan potensi siswa sesuai dengan kebutuhan, lingkungan sekolah, dan kehidupannya serta untuk memfasilitasi peserta didik untuk mencari dan menemukan pengalaman belajar yang bersifat konkret karena berkaitan dengan masalah dunia nyata melalui suatu keterlibatan aktif peserta didik untuk mencoba, mengalami, dan melakukan sendiri. Guru harus kreatif, inovatif, dinamis, efektif, dan efisien guna menciptakan pembelajaran yang kondusif agar pendekatan kontekstual dapat diimplementasikan dengan baik.

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual yaitu sebagai berikut (Djemari, 2004:14).

a. Menekankan pada pemecahan masalah (problem solving).

b. Mengenal kegiatan mengajar terjadi pada berbagai konteks seperti rumah, masyarakat, dan tempat kerja (multiple contex).

c. Membantu siswa belajar bagaimana memonitor belajarnya sehingga menjadi individu mandiri (self-regulated learned).

d. Menekankan pengajaran dalam konteks kehidupan siswa (life skill education).


(31)

31

e. Mendorong siswa belajar dari satu dengan yang lainnya dan belajar bersama-sama (cooperative learning).

f. Menggunakan penilaian autentik (authentic assessment).

Berdasarkan Ditjen Dikdasmen (2003: 10-19) Pendekatan CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu constructivism, questioning, inquiry, learning community, modeling, authentic assessment, dan reflection.

a. Konstruktivisme (constructivism)

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pembelajaran kontekstual. Konstruktivisme merupakan proses membangun pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan pengalaman. Pengetahuan memang berasal dari luar, tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Maka dari itu pengetahuan terbentu oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengintepretasi objek tersebut.

b. Bertanya (questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir (Wina, 2006: 266). Dalam pembelajaran CTL, guru tidak lagi menyampaikan informasi begitu saja, tetapi memancing agar peserta didik menemukan sendiri. Oleh karena itu, peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.


(32)

32 c. Menemukan (inquiry)

Menurut Wina Sanjaya (2006: 265) inquiry merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inquiry dapat dilakukan dengan merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.

Langkah-langkah dalam kegiatan inquiry yaitu: 1) merumuskan masalah

2) mengamati atau melakukan observasi

3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulian, gambar, laporan bagan, tabel, dan karya lainnya

4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain

d. Masyarakat belajar (learning community)

Konsep pembelajaran CTL melibatkan adanya sekelompok orang yang terikat di dalam kegiatan belajar. Adanya kelompok belajar ini akan memberikan hasil yang lebih baik karena di dalam kelompok belajar ini terjadi saling tukar pengetahuan dan pengalaman.

e. Pemodelan (modelling)

Pemodelan merupakan proses penampilan suatu contoh agar orang lain berfikir, bekerja, dan belajar yang perannya sangat dibutuhkan dalam CTL. Menurut Wina Sanjaya (2006: 267) melalui modeling peserta didik akan terhindar dari pembelajaran yang teoritis (abstrak) yang dapat memungkinkan terjadinya


(33)

33

verbalisme. Pemodelan dapat berupa pemberian contoh tentang cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya atau memperlihatkan suatu penampilan. Cara yang demikian akan lebih cepat dipahami oleh peserta didik daripada hanya memberikan penjelasan tanpa menunjukkan model atau contohnya.

f. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)

Dalam CTL guru mengukur pengetahuan dan keterampilan peserta didik dari penilaian kinerja dan dari tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.

g. Refleksi (reflection)

Menurut Wina Sanjaya (2006: 268) dalam tahap refleksi terjadi pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Sehingga pada akhir pembelajaran peserta didik diberi kesempatan untuk merangkum apa yang telah dipelajari dan mewujudkannya dengan cara:

1) pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, 2) catatan atau jurnal di buku peserta didik,

3) kesan dan saran peserta didik mengenai pembelajaran hari itu, 4) diskusi,

5) hasil karya.

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dilaksanakan dengan melibatkan tujuh komponen yang tercermin dalam strategi pendekatan kontekstual yaitu REACT, Texas Collaborative for Teaching Excellence dalam Nurhadi (2003: 4) mengajukan suatu strategi dalam melakukan pembelajaran kontekstual yang


(34)

34

diakronimkan mejadi REACT, yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring.

a. Relating yaitu belajar dalam kontekstual menghubungkan apa yang hendak dipelajari dengan pengalaman atau kehidupan nyata. Oleh karena itu, bila kita akan memulai pelajaran sebaiknya diawali dengan pertanyaan dan fenomena yang menarik buat peserta didik, bukan dengan sesuatu yang abstrak atau fenomena diluar persepsi, pemahaman, atau pengetahuan peserta didik.

b. Experiencing yaitu belajar dalam konteks eksplorasi, mencari, dan menemukan sendiri. Strategi experiencing dapat membantu peserta didik untuk membangun konsep baru dengan cara mengkonsentrasikan pengalaman-pengalaman yang terjadi di dalam kelas melalui eksploring, pencarian, dan penemuan.

c. Applying merupakan suatu strategi pembelajaran dengan cara penggunaan konsep. Peserta didik dapat menggunakan konsep ketika mereka terlibat dalam aktivitas problem solving atau kegiatan-kegiatan matematika lainnya. Guru juga dapat memberi motivasi bagi pemahaman konsep dengan pemberian tugas yang realitas dan relevan.

d. Cooperating yaitu proses belajar dimana peserta didik belajar berbagi (sharing) dan berkomunikasi dengan peserta didik lain. Kerjasama antar peserta didik merupakan suatu hal yang penting dalam pembelajaran matematika, antar peserta didik merupakan suatu hal yang penting dalam pembelajaran matematika, karena melalui kerjasama peserta didik akan


(35)

35

dapat berdiskusi dalam pembelajaran matematika, karena kerjasama peserta didik dapat berdiskusi, saling berbagi, dan merespon dengan sesama temannya.

e. Transferring, pada tahap ini peserta didik harus mampu menggunakan pengetahuannya yang baru diperolehnya dalam menghadapi konteks atau situasi yang baru diberikan oleh guru.

7. Kualitas Produk Pengembangan

Menurut Walker dan Hess (Azhar, 2011: 175-176) media pembelajaran yang baik harus memenuhi kualitas produk pengembangan. Berikut deskripsi kualitas yang harus dipenuhi.

a. Kualitas isi dan tujuan

Kualitas isi dan tujuan meliputi ketepatan, kepentingan, kesesuaian dengan kondisi siswa, keseimbangan, kelengkapan, dan minat/perhatian.

b. Kualitas instruksional

Kualitas instruksional meliputi aspek sebagai berikut. 1) pemberian kesempatan pengguna untuk belajar; 2) pemberian petunjuk atau bantuan untuk pengguna; 3) pemberian motivasi kepada pengguna;

4) fleksibilitas instruksional;

5) hubungan dengan program pembelajaran yang lain; 6) kualitas interaksi instruksionsal;

7) kualitas evaluasi berupa tes dan penilaian; 8) pemberian dampak bagi pengguna; dan


(36)

36

9) pemberian dampak bagi guru dan pembelajarannya. c. Kualitas teknis

Terdapat enam kriteria yang digolongkan dalam kualitas teknis, yaitu: 1) keterbacaan,

2) kemudahan pemakaian, 3) kualitas tampilan/tayangan, 4) pemberian respon,

5) kualitas pengelolaan program dan 6) dokumentasi.

8. Perangkat Lunak Bantu dalam Pengembangan Media E-comic Pembelajaran

a. Ncesoft Flip Book Maker 2.8.1.0

Ncesoft Flip Book Maker 2.8.1.0 merupakan software yang digunakan untuk membuat tampilan buku atau bahan ajar lainnya menjadi sebuah buku elektronik digital berbentuk flipbook. Agung Ardhi (2011) menyatakan bahwa flip book maker adalah sebuah software yang mempunyai fungsi untuk membuka setiap halaman menjadi layaknya sebuah buku. Software ini seperti MartView namun sedikit lebih mumpuni.

Ncesoft Flip Book Maker 2.8.1.0 adalah perangkat lunak yang dirancang untuk mengkonversi file PDF atau image ke digital. Software ini dapat mengubah tampilan file PDF menjadi lebih menarik seperti layaknya sebuah buku dalam bentuk digital. Dengan menggunakan perangkat lunak tersebut, tampilan media akan lebih variatif karena tidak hanya dalam bentuk teks (Sugiyanto, dkk, 2013: 103). Selain membuka file PDF menjadi seperti buku, Ncesoft Flip Book


(37)

37

Maker 2.8.1.0 juga dapat memberi efek suara dan fasilitas lain ketika software ini dibuka sehingga e-book yang disajikan menjadi lebih menarik. Selain itu software ini juga dapat digunakan untuk membuka foto slide. Hasil akhir dapat disimpan dalam format .swf, .exe, .html. Dengan menggunakan flip book maker, diharapkan siswa akan lebih tertarik untuk belajar karena di dalamnya memuat tampilan-tampilan yang lebih menarik.

Bagian-bagian dalam software Ncesoft Flip Book Maker 2.8.1.0 ini dijelaskan sebagai berikut.

1) Add file

Secara umum bagian ini berfungsi untuk menambahkan file baik dalam bentuk JPG maupun PDF. Ketika bagian ini dibuka terdapat pilihan-pilihan menu diantaranya add file, properties, remove file, add musi, dan zoom in/out. Add file berfungsi untuk menambahkan file. Properties berfungsi untuk mengatur judul file. Remove file berfungsi untuk menghapus file. Add music digunakan untuk menambahkan music kedalam file. Zoom in/out digunakan untuk memperbesar atau memperkecil tampilan file. Tampilan add file dapat dilihat pada Gambar 3.


(38)

38

Gambar 3. Tampilan Dari bagian Add File 2) Style

Bagian ini digunakan untuk mengubah jenis tampilan flip book dan efek untuk tampilan flip book. Tampilan style dapat dilihat pada Gambar 4.


(39)

39 3) Publish

Bagian ini digunakan untuk mempublikasi file ke dalam beberapa format file yang tersedia yaitu SWF, EXE, HTML, EMAIL, dan Screen saver. Tampilan publish dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tampilan dari Bagian Publish b. CorelDraw X7

CorelDraw X7 merupakan versi terbaru salah satu software desain grafis yang sangat terkenal. CorelDraw adalah salah satu aplikasi desain grafis yang sudah populer digunakan oleh desainer grafis amatir sampai dengan profesional yang mencoba mengeksplorasi kemampuan baru dari media yang relatif bagi para desainer grafis yaitu media digital dan multimedia. CorelDraw X7 termasuk salah satu aplikasi untuk mengolah gambar berbasis vektor. Berbagai fasilitas untuk mendesain tersedia di sini sehingga memudahkan para penggunanya untuk memanfaatkannya. Sebagai pengolah vektor, CorelDraw sering digunakan untuk membuat gambar seperti kartun, logo, ilustrasi, dan sebagainya. Selain itu, CorelDraw juga dapat digunakan untuk mengatur tata letak (layout) secara


(40)

40

sederhana yang tidak terlalu banyak walaupun mungkin tidak terlalu lengkap seperti aplikasi khusus untuk tata letak.

Gambar 6. Bagian-bagian Pada Lembar Kerja CorelDraw X7

Gambar 6 menunjukkan bagian-bagian pada lembar kerja CorelDraw X7. Penjelasan mengenai bagian-bagian CorelDraw X7 adalah sebagai berikut.

1) Menubar (Batang Menu)

Menubar adalah baris menu yang berisi perintah-perintah yang digunakan untuk mengatur dan mendesain gambar, misalnya untuk menampilkan dan menyembunyikan grid, ruler, dan guidelines. Dalam menu utama terdapat sub menu dan di dalam sub menu terdapat sub menu berikutnya.

2) Toolbar Property

Toolbar property merupakan alat pendukung untuk memproses objek gambar lebih lanjut. Tampilan toolbar property akan berubah sesuai dengan objek yang dipilihnya.


(41)

41 3) Ruler (Penggaris)

Penggaris sangat bermanfaat untuk membatu meletakkan objek gambar pada suatu lokasi pada tingkat akurasi yang tinggi. Penggaris hotizontal atau vertical dapat ditampilkan dan disembunyikan melalui menu View – Ruler. Tanda centang pada sub menu Rulers berarti penggaris dalam posisi aktif atau ditampilkan. Secara default, titik (0,0) terletak di sudut kiri bawah lembar kerja. 4) Page Navigator (Tanda Navigasi)

Fasilitas ini berfungsi untuk menambah, menghapus, mengganti nama lembar kerja, serta untuk mengubah arah lembar kerja horizontal atau vertical. Tombol + di sebelah kiri dan kanan digunakan untuk menambah lembar kerja di sebalah kiri atau kanan lembar kerja aktif.

5) Colour Palette (Palet Warna)

Palet warna memuat system warna yang akan dipilih. CorelDraw mengenal banyak system warna, misalnya PANTONE, CMYK, dan RGB. Palet warna ini akan mempercepat proses kerja dalam mewarnai sebuah objek. 6) Toolbox

Toolbox merupakan kumpulan tombol yang digunakan untuk membuat dan memodifikasi objek. Dengan toolbox, objek dapat dimodifikasi seperti mengubah bentuk objek, mendistorsi objek, mewarnai objek, dan memberikan efek-efek tertentu. Tombol-tombol dalam toolbox ada yang memiliki sub tombol adapula yang tidak. Tombol yang memiliki tanda panah di sudt kanan bawah dari tombol tersebut berarti mempunyai sub tombol. Untuk menampilkan sub tombol dalam toolbox dapat dilakukan dengan mengklik dan


(42)

42

menahan agak lama tombol tersebut sehingga akan tampak sub tombol yang ada di dalamnya.

Program CorelDraw selalu berkembang untuk mengimbangi permintaan para professional grafis yang bekerja pada bidang periklanan, penerbitan, percetakan, pembuatan stempel, pengukir ataupun pemahat. Keunggulan mengolah gambar berbasis vektor adalah ukuran hasil akhir yang dapat ditekan seminimal mungkin namun dengan kualitas yang tidak kalah dengan gambar berbasis raster atau bitmap. 9. Model Pengembangan Media

Terdapat beberapa model pengembangan yang bisa digunakan sebagai pedoman tahapan pengembangan media seperti ADDIE, Gagne’s Nine Events, dan 4-D. Peneliti menggunakan model pengembangan ADDIE. Model ini terdiri atas 5 fase atau tahap utama yaitu 1) Analyze (Analisis), 2) Design (Desain), 3) Develop (Pengembangan), 4) Implement (Implementasi), 5) Evaluate (Evaluasi) (Reyzal Ibrahim, 2011).

Tahapan-tahapan model ADDIE menurut Chaeruman (2008) adalah sebagai berikut.

a. Tahap analisis: suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh peserta belajar. Maka untuk mengetahui atau menentukan apa yang harus dipelajari, terdapat hal-hal yang harus dilakukan diantaranya adalah melakukan needs assessment (analisis kebutuhan), mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task analysis). Oleh karena itu, output yang akan kita hasilkan adalah berupa karakteristik atau


(43)

43

profil calon peserta belajar, identifikasi kesenjangan, identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan. b. Tahap desain: tahap ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan.

Hal-hal yang dapat dilakukan adalah merumuskan tujuan pembelajaran, menyusun tes dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yag telah dirumuskan sebelumnya, menentukan strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media yang dapat dipilih dan ditentukan yang paling relevan. Disamping itu, sumber-sumber pendukung lain, misalnya sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya juga perlu dipertimbangkan.

c. Tahap pengembangan: pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print atau desain tadi menjadi kenyataan. Jika dalam desain diperlukan suatu perangkat lunak berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan, atau diperlukan modul cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula halnya dengan lingkungan belajar lain yang akan mendukung proses pembelajaran semuanya harus disiapkan dalam tahap ini.

d. Tahap implementasi: langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang sedang dibuat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan diatur sedemikian rupa sesuai dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan.


(44)

44

e. Tahap evaluasi: evaluasi adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas.

10. Pengembangan E-comic Berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Materi Aritmetika Sosial

E-comic pembelajaran berbasis CTL dalam pembelajaran matematika materi aritmetika sosial adalah komik pembelajaran yang berisi materi aritmetika sosial yang disajikan dalam bentuk electronic comic dan dikembangkan menggunakan model pengembangan ADDIE. Media e-comic ini akan dijadikan sebagai sumber belajar dimana terdapat materi aritmetika sosial untuk belajar siswa yang disesuaikan dengan rumusan tujuan instruksional.

E-comic ini disajikan dengan menarik dan mendukung pembelajaran matematika khususnya materi aritmetika sosial. Gaya menggambar dalam e-comic tersebut adalah cartoon style (gaya kartun). Kategori atau jenis cerita yang disajikan adalah mixed theme (pencampuran tema) dimana menggabungkan dua tema atau lebih. Sasaran pembaca e-comic adalah anak-anak usia SMP.

Pada media ini materi disajikan secara kontekstual sesuai dengan tahapan dalam pendekatan Contextual Teaching and Learning yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring dan disajikan melalui alur cerita yang mengambil kejadian dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah maupun di masyarakat. Alur cerita terdiri dari beberapa cerita bagian disesuaikan dengan bagian dari materi aritmetika sosial. Permasalahan-permasalahan matematika yang ada di dalam e-comic ini juga dikembangkan secara kontekstual dari kejadian nyata


(45)

45

dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa mampu mengimplementasikan materi tersebut dalam konteks nyata.

Media ini dioperasikan menggunakan komputer yang ditekankan pada upaya untuk memaksimalkan aktivitas belajar dan mengajar, sebab media e-comic ini dapat dibaca dalam berbagai situasi dengan menggunakan komputer. Awalnya media e-comic ini dibuat dengan gambar manual lalu diedit melalui CorelDraw X7 untuk membuat tampilan menjadi menarik. Selanjutnya media ini disajikan dalam bentuk electronic comic yaitu dengan tampilan tiga dimensi atau tampilan layaknya ketika membaca buku dengan menggunakan Ncesoft Flip Book Maker 2.8.1.0.

B. Penelitian yang relevan

1. Puspita dewi (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Media Pembelajaran Berupa Komik Digital pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan” menunjukkan bahwa komik digital yang dikembangkan layak dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran, karena telah diuji kelayakannya oleh ahli media dan ahli materi. Hal ini dapat dilihat pada hasil analisis validasi media yang mencapai persentase 77,50% dan hasil analisis validasi materi yang mencapai 80,00%.

2. Virawan Septya Priyatmono (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Media E-comic Berbasis Flippublisher dengan Metode Ekspositori terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Pengukuran Kelas IV Semester I SD Ma’had Islam Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014” menunjukkan bahwa media e-comic yang dikembangkan valid (layak) digunakan oleh siswa dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar. Hal


(46)

46

ini didasarkan pada penilaian kelayakan atau kevalidan oleh para ahli. Dimana penilaiannya ditunjukkan dengan hasil presentase oleh ahli media sebesar 82,4%, persentase kelayakan oleh ahli materi sebesar 85,2%, dan persentase kelayakan atau kevalidan berdasarkan tanggapan siswa sebesar 85,12%, setelah dikonversikan dengan tabel konversi skala, ketiga persentase berada pada kualifikasi sangat layak dan layak.

3. Rasiman dan Noviana Dini Rahmawati (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Media E-comic Berbasis Flip Book Maker dengan Pendekatan Scientific Learning Pada Siswa Kelas VIII SMP N 15 Semarang” menunjukkan bahwa pengembangan media e-comic berbasis flip book maker dengan pendekatan scientific learning pada siswa kelas VIII telah mencapai indikator valid dan efektif, yaitu pembelajaran mencapai ketuntasan pada prestasi belajar siswa yang ditunjukkan dengan melihat rata–rata kelas eksperimen yang mencapai KKM yaitu sebesar 67.19 serta prestasi belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibanding prestasi belajar kelas kontrol yang ditunjukkan dengan rata–ratanya yaitu rata–rata kelas eksperimen sebesar 67.19 dan rata–rata kelas kontrol sebesar 59.48.

C. Kerangka berpikir

Semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat berdampak dalam dunia pendidikan. Di dalam dunia pendidikan muncul inovasi-inovasi baru dengan berbagai kecanggihannya. Salah satu inovasi-inovasi tersebut adalah pengembangan dan pembuatan media pembelajaran yang variatif, efektif, dan inovatif. Media pembelajaran mempunyai peran yang sangat signifikan dalam


(47)

47

menciptakan proses pembelajaran yang efektif, sehingga siswa tidak bosan saat proses pembelajaran. Ketika siswa tidak merasa bosan, maka akan membuat proses pembelajaran menjadi menarik dan peserta didik akan lebih mudah dalam menangkap materi pelajaran yang akan disampaikan ataupun yang termuat dalam media pembelajaran.

Komik digital atau yang sering disebut e-comic merupakan salah satu media yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Media e-comic ini dioperasikan dengan menggunakan alat elektronik yaitu laptop. Hal ini sesuai dengan prinsip pembelajaran kurikulum 2013 dimana penggunaan teknologi dapat membantu meningkatkan kemandirian peserta didik dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Media e-comic berbasis CTL dibuat dan dikembangkan dengan bersumber dari berbagai sumber belajar, buku pelajaran maupun lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar pengetahuan siswa tidak dibatasi hanya dalam buku pelajaran. Permasalahan yang diangkat dalam e-comic ini adalah permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan materi sehingga siswa dapat mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan untuk diselesaikan. Dalam hal ini materi yang digunakan adalah aritmetika sosial.

Materi yang telah dikemas dalam bentuk e-comic memungkinkan peserta didik untuk belajar secara mandiri maupun kelompok. Peserta didik dapat belajar secara aktif dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika dengan lebih menarik dan menyenangkan. Secara garis besar penelitian ini bermaksud mengembangkan media pembelajaran berupa media e-comic berbasis CTL dengan


(48)

48

ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Dari pemaparan tersebut dapat dibuat kerangka berpikir sebagai berikut.

Gambar 7. Bagan Kerangka Berpikir

Berdasarkan Gambar 7, sebelum media e-comic pembelajaran dikembangkan diperlukan adanya analisis kebutuhan, analisis kurikulum matematika SMP kelas

Analisis:

Kebutuhan, Kurikulum matematika SMP kelas VII, pembelajaran dengan menggunakan media berbasis komputer, pembelajaran berbasis CTL,

karakteristik peserta didik, sekolah, dan teknologi

Pendesainan:

Media e-comic pembelajaran berbasis CTL pada materi aritmetika sosial kelas VII SMP, RPP dengan pendekatan CTL, instrumen penilaian

Pengembangan:

Media e-comic pembelajaran berbasis CTL pada materi aritmetika sosial kelas VII SMP

Validasi oleh ahli materi & media, ahli

instrumen Revisi

Evaluasi:

Media e-comic pembelajaran berbasis CTL pada materi aritmetika sosial kelas VII SMP

Media e-comic pembelajaran berbasis CTL pada materi aritmetika sosial kelas VII SMP

(produk akhir) Pengimplementasian:

Ujicoba kepada peserta didik, tes hasil belajar, angket respon peserta didik & guru


(49)

49

VII, analisis pembelajaran matematika berbasis komputer, analisis pembelajaran berbasis CTL, dan analisis karakteristik peserta didik, analisis sekolah, dan analisis teknologi. Setelah kegiatan analisis, dilakukan kegiatan pendesainan media e-comic pembelajaran berbasis CTL pada materi aritmetika sosial kelas VII SMP, RPP dengan pendekatan CTL, dan instrumen penilaian. Selanjutnya dilakukan kegiatan pengembangan media e-comic pembelajaran berbasis CTL pada materi aritmetika sosial kelas VII SMP, RPP dengan pendekatan CTL, dan instrumen penilaian yang akan divalidasi oleh ahli materi, ahli media, dan ahli instrumen dan direvisi sesuai dengan hasil validasi. Lalu dilakukan kegiatan pengimplementasian yaitu kegiatan uji coba dalam kegiatan pembelajaran kepada peserta didik untuk mendapatkan respon peserta didik dan guru. Tahap terakhir adalah evaluasi yang dilakukan selama tahap implementasi. Selanjutnya diperoleh media e-comic pembelajaran dengan kriteria minimal baik ditinjau dari kualitas media pembelajaran yaitu aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.


(50)

50 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan media e-comic ini adalah metode penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan (Research and Development) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010: 407). Penelitian pengembangan e-comic berbasis Contextual Teaching and Learning ini peneliti menggunakan model pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation). ADDIE dikembangkan oleh Dick dan Carry untuk merancang sistem pembelajaran (Endang Mulyaningsih, 2012: 200).

B. Prosedur Penelitian Pengembangan 1. Analisis (Analysis)

Hal-hal yang dianalisis meliputi:

a. Analisis kebutuhan dilakukan dengan menganalisis media pembelajaran yang tersedia. Pada tahap ini akan diketahui media pembelajaran yang perlu dikembangkan untuk memfasilitasi peserta didik.

b. Analisis kurikulum matematika SMP kelas VII dimaksudkan untuk mengkaji kurikulum dan silabus yang diterapkan di tempat penelitian dimana di dalamnya terdapat kompetensi inti, kompetensi dasar, dan indikator yang akan dicapai siswa. Hal ini berguna untuk menetapkan pada kompetensi mana media e-comic akan dikembangkan. Analisis kurikulum


(51)

51

dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara guru serta pihak sekolah yang terkait.

c. Analisis materi dilakukan dengan cara mengidentifikasi materi aritmetika sosial yang akan diajarkan, mengumpulkan dan memilih materi aritmetika sosial melalui sumber yang relevan, dan menyusunnya kembali secara sistematis. Analisis materi bertujuan untuk mengetahui cara untuk mencapai tujuan pembelajaran.

d. Analisis terhadap pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran berbasis komputer dilakukan untuk mengetahui pendapat guru matematika kelas VII tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan media pembelajaran berbasis komputer.

e. Analisis pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk mengetahui apakah penerapan pendekatan tersebut sudah banyak dilakukan di sekolah ujicoba

f. Analisis karakteristik peserta didik dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara dengan guru matematika SMP yang digunakan sebagai tempat ujicoba. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk mengetahui karakteristik peserta didik antara lain kemampuan akademik individu, pengalaman belajar, dan sebagainya saat pembelajaran menggunakan media berbasis digital dan pembelajaran berbasis CTL.

g. Analisis sekolah yang akan digunakan sebagai tempat penelitian, ditujukan untuk mengetahui situasi dan kondisi sekolah. Tahap ini dilakukan melalui pengamatan secara langsung di di kelas VII untuk mengetahui apakah


(52)

52

semua siswa memiliki laptop, selain itu juga wawancara dengan guru matematika yang ada mengenai fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran di kelas.

h. Analisis teknologi yang akan digunakan dalam mengembangkan media e-comic berbasis CTL, dilakukan untuk mengetahui spesifikasi minimal komputer atau laptop yang dapat digunakan untuk mengoperasikan media yang dikembangkan.

2. Pendesainan (Design)

Tahap ini dikenal dengan istilah membuat rancangan. Perancangan e-comic matematika dilakukan berdasarkan hal-hal yang diperoleh pada tahap analisis. Kegiatan yang dilakukan pada tahap perancangan meliputi:

a. Perancangan media e-comic

Pada tahap ini hal yang dilakukan adalah penyusunan materi dan soal-soal latihan, penentuan judul cerita, penentuan karakter tokoh, penyusunan skenario e-comic, persiapan alat dan bahan, serta pembuatan sketsa awal gambar tokoh.

b. Perancangan RPP

Hal-hal yang dilakukan pada perancangan RPP adalah perumusan KI dan KD, perumusan indikator, pemilihan sumber dan materi pembelajaran, pemilihan metode pembelajaran, penentuan kegiatan pembelajaran, penentuan teknik penilaian pembelajaran, dan pembuatan struktur penulisan RPP.

c. Penyusunan instrumen penilaian media e-comic

Instrumen penilaian media e-comic pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini terdiri dari lembar penilaian media, lembar penilaian RPP, angket


(1)

63

c. Perbandingan rata-rata skor tiap aspek

Rata-rata skor tiap aspek yang telah didapat pada tahap sebelumnya dinyatakan ke dalam nilai kualitatif. Cara yang digunakan untuk menyatakan rata-rata skor tiap aspek dalam nilai kualitatif adalah dengan membandingkannya dengan kriteria penilaian kualitas tertentu. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 9 (Eko, 2009: 238).

Tabel 9. Kriteria Penilaian Kualitas RPP dan Media E-comic

Interval Rata-rata Skor Klasifikasi

�̅�+ ,8 × ��� < �̅ Sangat Baik

�̅� + ,6 × ��� < �̅ ≤ �̅� + ,8 × ��� Baik �̅� − ,6 × ��� < �̅ ≤ �̅� + ,6 × ��� Cukup �̅� − ,8 × ��� < �̅ ≤ �̅� − ,6 × ��� Kurang

�̅ ≤ − ,8 × ��� Sangat Kurang

Keterangan : �̅� =

=

Rata-rata ideal

(skor maksimum ideal+skor minimum ideal) ��� =

=

Simpangan baku ideal

6 (skor maksimum ideal – skor minimum ideal) �̅ = Skor rata-rata

Dalam penelitian ini, skor maksimal ideal adalah 10 dan skor minimal ideal adalah 1. Berdasarkan Tabel 9, dapat diperoleh pedoman dalam menyatakan rata-rata skor tiap aspek menjadi data kualitatif. Pedoman pengubahan dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Pedoman Pengubahan Rata-rata Skor Tiap Aspek Menjadi Data Kualitatif

Interval Rata-rata Skor Klasifikasi

8, < �̅ Sangat Baik

6, < �̅ ≤ 8, Baik

,6 < �̅ ≤ 6, Cukup

,8 < �̅ ≤ ,6 Kurang


(2)

64

d. Perhitungan rata-rata skor total penilaian produk

Rata-rata skor tiap aspek dijumlahkan dan menghasilkan rata-rata skor total penilaian.

e. Perbandingan rata-rata skor total

Rata-rata skor total yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan kriteria penilaian kualitas media e-comic dan RPP pada Tabel 10.

f. Analisis Kevalidan Media E-comic dan RPP

Media e-comic dan RPP yang dikembangkan dikatakan valid apabila hasil validasi media e-comic dan RPP menurut para ahli dikategorikan minimal baik dan layak diujicobakan. Data dari lembar penilaian yang berupa saran atau komentar digunakan sebagai acuan untuk merevisi produk yang dikembangkan.

2. Analisis Kepraktisan

Kepraktisan produk yang dikembangkan berupa media e-comic pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning dapat dilihat dari hasil analisis angket respon guru dan siswa. Langkah-langkah adalah sebagai berikut.

a. Tabulasi data angket respon guru dan siswa

Hasil pengisian angket respon guru dan siswa diolah ke dalam tabulasi data menggunakan acuan pedoman penilaian pada Tabel 11.

Tabel 11. Pedoman Penilaian Angket Respon Pengguna untuk Pernyataan Positif dan Negatif

Pilihan Jawaban Untuk Pernyataan Positif

Pilihan Jawaban Untuk Pernyataan Negatif

Nilai

Sangat Setuju Sangat Tidak Setuju 5

Setuju Tidak Setuju 4

Cukup Setuju Cukup Setuju 3

Tidak Setuju Setuju 2


(3)

65

b. Perhitungan rata-rata skor tiap aspek

Data yang telah ditabulasi dihitung rata-ratanya untuk tiap aspek. Perhitungan rata-rata skor tiap aspek pada angket respon siswa dilakukan dengan merujuk rumus perhitungan rata-rata skor tiap aspek pada lembar penilaian kevalidan RPP dan media e-comic.

�̅ =∑ � dengan

�̅ = skor rata-rata masing-masing aspek yang diamati; ∑ � = jumlah skor masing-masing aspek yang diamati; dan

� = banyaknya butir penilaian masing-masing aspek yang diamati.

c. Konversi skor rata-rata

Mengkonversi skor rata-rata yang diperoleh menjadi kualitatif berdasarkan kriteria penilaian skala 5. Untuk menganalisis kepraktisan media e-comic, digunakan kriteria kepraktisan media e-comic (Tabel 11). Pedoman pengubahan dapat dilihat dalam Tabel 12.

Tabel 12. Pedoman Pengubahan Rata-rata Skor Tiap Aspek Pada Angket Respon Siswa Menjadi Data Kualitatif

Interval Rata-rata Skor Klasifikasi

, < �̅ Sangat Baik

, < �̅ < , Baik

,6 < �̅ < , Cukup

,8 < �̅ < ,6 Kurang

�̅ ≤ ,6 Sangat Kurang

d. Analisis kepraktisan media e-comic

Media e-comic yang dikembangkan dikatakan praktis apabila skor rata-rata yang diperoleh dari angket respon siswa dikategorikan minimal baik.


(4)

66

3. Analisis Keefektifan

Data yang digunakan untuk mengukur keefektifan media e-comic pembelajaran adalah satu tes hasil belajar siswa setelah menggunakan media

e-comic yang dikembangkan oleh peneliti. Hasil pekerjaan siswa pada tes hasil

belajar akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Menghitung ketuntasan individual

Ketuntasan individual ditentukan dari tes hasil belajar siswa berdasarkan pedoman penilaian yang telah ditetapkan. Pedoman penilaian dapat dilihat pada Lampiran A8.

b. Mengkategorikan ketuntasan individual

Ketuntasan individual dikategorikan berdasarkan nilai KKM di SMP Negeri 8 Yogyakarta, yaitu 80. Siswa dinyatakan tuntas apabila nilai tes hasil belajarnya lebih dari sama dengan KKM.

c. Menghitung persentase ketuntasan siswa

Ketuntasan siswa dihitung dengan rumus sebagai berikut.

� = × %

dengan

� = Persentase ketuntasan peserta didik; = Banyak peserta didik yang tuntas; dan = Banyak peserta didik yang mengikuti tes

d. Menentukan persentase ketuntasan siswa

Persentase ketuntasan peserta didik dikategorikan berdasarkan kriteria penilaian kecakapan akademik sebagai berikut (Eko, 2014: 242).


(5)

67

Tabel 13. Kriteria Penilaian Kecakapan Akademik

Persentase Ketuntasan Kategori

8 < � Sangat Efektif

6 < � ≤ 8 Efektif

< � ≤ 6 Cukup Efektif

< � ≤ Kurang Efektif

� ≤ Tidak Efektif

Keterangan : � = persentase ketuntasan

e. Analisis keefektifan media e-comic

Produk yang dikembangkan dinyatakan memiliki tingkat keefektifan yang baik jika minimal persentase ketuntasan yang diperoleh efektif.


(6)

110 DAFTAR PUSTAKA

Agung Ardhi Wijayanto. 2011. Ncesoft flip book maker membaca ebook lebih nyata-referensi spesifikasi, berita terbaru_new trik tips computer (online) http://www.tombolesc.com/ diakses 7 Januari 2015.

Ajidarma,Seno Gumira.2011. Panji Tengkorak: Kebudayaan dalam Perbincangan. Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia.

Arief S.Sadiman, dkk. 2008. Media Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo. Arif S. Sadiman, dkk. 2011. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan

Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Azhar Arsyad. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali.

Berns, R. G. & P. M Erickson. 2001. Contextual Teaching and Leraning: Preparing Students for the New Economy The Highlight Zone: Research. The English Journal No.5. Page 1-8.

Chaeruman, Uweis A. dan Romi Satria Wahono, dkk. 2008. Panduan Pengembangan Multimedia Pembelajaran. Jakarta : Depdiknas. Dina Indriana. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta: Diva. Ditjen Dikdasmen Depdiknas RI. (2003). Pendekatan Kontekstual/Contextual

Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Ditjen Dikdasmen Depdiknas. Djemari Mardapi. 2004. Implementasi Kurukulum Berbasis Kompetensi. Bandar

Lampung: HEPI.

Endang Mulyatiningsih. Tt. Pengembangan Model Pembelajaran. (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dra-endang-mulyatiningsihmpd/7cpengembangan-model-pembelajaran.pdf), diunduh 19 April 2014.

Erman Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.

___________________. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Malang: IMSTEP JICA.

_______________. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia.

111

Johnson, E. (2002). Contextual Teaching and Learning. Thousand Oaks, Califoria: Corwin Press, Inc.

Keogh, B. & Naylor, S. 1999. Concept Cartoons, teaching and learning in science: an evaluation. International Journal of Science Education , 21, 4, 431-446. Marianthi, Vassilikopoulou, dkk. 2008. From Digitised Comic Books To Digital Hypermedia Comic Books: Their Use In Education. Journal. University of Piraeus.

Milan Rianto. 2006. Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran. Malang: Pusat Pengembangan Penataran Guru IPS dan PMP Malang. MS Gumelar. 2011. Comic Making. Jakarta Barat: PT Indeks.

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai. 2007. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algasindo.

Nurhadi. 2003. Pendekatan Kontekstual. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Oemar Hamalik. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara

Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan

Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 68 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Ibtidaiyah.

Peraturan Pemerintah tahun 2006 tentang Standar Isi.

Punaji Setyosari. 2010. Metode Penelitian dan Pengembangan. Jakarta: Kencana. Puspita Dewi. 2013. Pengembangan Media Pembelajaran Berupa Komik Digital pada Pokok Bahasan Bilangan Pecahan. Skripsi. IKIP PGRI Semarang. Rahardjo, Budi. 2002. Rancangan ABC e-Book.Makalah disampaikan pada

Seminar Sehari pada tanggal 20 Agustus 2002 di Departemen Fisika ITB. Bandung.

Rayandra Asyhar. 2012. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Referensi Jakarta.

112

Rasiman dan Noviana Dini Rahmawati. 2014. Pengembangan Media E-comic Berbasis Flip Book Maker dengan Pendekatan Scientific Learning Pada Siswa Kelas VIII SMP N 15 Semarang. Skripsi.Pendidikan Matematika Universitas PGRI Semarang.

Rita Eka Izzaty, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press. Rudi dan Cepi Riyana Susilana. 2008. Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan dan Penilaian. Bandung: CV Wahana Prima. Slavin,. E,. Robert. 2008. Psikologi pedidikan teori dan praktek jilid I. Indeks:

Jakarta.

Stephen, Withrow & Barber John. 2005. Webcomics, tools and techniques for digital cartooning. England: Ilex Press limited Cambridge.

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UNY Press Sugiyanto, dkk. 2013. Modul Virtual: Multimedia FlipBook Dasar Teknik Digital.

INVOTEC. Volume IX, No.2, Agustus 2013 : 101-116.

Sugiyono. 2010. Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suparwoto. 2007. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 2002. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Tim Redaksi KBBI. 2007. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. ________________. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Virawan Septya Priyatmono. 2013. Pengembangan Media E-comic Berbasis

Flippublisher dengan Metode Ekspositori terhadap Prestasi Belajar Siswa Semarang Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi. IKIP PGRI Semarang. Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.