PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL UNTUK SISWA KELAS VII SMP.
i
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL UNTUK SISWA KELAS VII SMP
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Arif Dwihantoro NIM 13301244012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUA ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
(2)
ii
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
PADA MATERI ARITMATIKA SOSIAL UNTUK SISWAKELAS VII SMP
Oleh: Arif Dwihantoro
13301244012
ABSTRAK
Peneilitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial untuk siswa kelas VII SMP dan untuk mendeskripsikan kualitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D) dengan model ADDIE yang terdiri dari analysis (analisis), development (pengembangan), implementation (implementasi), dan evaluation (evaluasi). Instrumen penelitian ini adalah lembar penilaian RPP dan LKS untuk mengukur kevalidan perangkat pembelajaran, angket respon siswa untuk mengukur kepraktisan perangkat pembelajaran, dan tes hasil belajar siswa yang terdiri dari tujuh soal uraian untuk mengukur keefektifan perangkat pembelajaran.
Penelitian ini menghasilkan perangkat pembelajaran berupa lima RPP dan lima LKS berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi aritmatika sosial untuk siswa kelas VII SMP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas perangkat pembelajaran ditinjau dari aspek kevalidan memenuhi kriteria valid dengan perolehan skor rata-rata 4,08 dari skor maksimal 5 untuk RPP dan 4,04 dari skor maksimal 5 untuk LKS, aspek kepraktisan memenuhi kriteria sangat praktis dengan perolehan skor rata-rata 3,45 dari skor maksimal 4, dan aspek keefektifan memenuhi kriteria sangat efektif dengan persentase ketuntasan mencapai 85,3%.
(3)
iii
THE DEVELOPMENT OF LEARNING AIDS BASED ON CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) FOR SOCIAL ARITHMETIC IN
GRADE VII JUNIOR HIGH SCHOOL By:
Arif Dwihantoro 13301244012
ABSTRACT
This research aims to develop learning aids based on Contextual Teaching and Learning (CTL) for social arithmetic in grade VII Junior High School and to describe the quality of the learning aids based on the aspect of validity, practicality, and effectiveness.
This is a Research and Development (RnD) study. The research procedure, adapted from ADDIE model which consisted of analysis, development, implementation, and evaluation. The instruments to collect the data were assessment for the lesson plan and students’ worksheet to measure the validity, the students’ questionnaire to measure the practicality, and the students’ achievement test which consist seven questions to measure the effectiveness of learning aids.
This research developed five lesson plans and five students’ worksheets based on Contextual Teaching and Learning (CTL) for Social Arithmetic in Grade VII Junior High School. The quality of the learning aids based on several aspect showed that for the validity, its fulfil the criteria of the validity with the average score 4,06 on scale of 5 for the lesson plan and the average score 4,02 on scale of 5 for the students’ worksheet. In the practicality, the result shows that this learning aids is very practical and its fulfil the criteria of practicality with the average score 3,45 on scale of 4. The score of effectiveness reached 85,3% which is categorized as very effective.
(4)
(5)
(6)
(7)
vii MOTTO
“Dan bahwasanya setiap manusia itu tiada akan memperoleh (hasil) selain apa yang telah diusahakannya.”
(Q.S. An-Najm [53]: 39)
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S. Ar-Rahman [55]: 13)
“Luruskan niat, sempurnakan ikhtiar. Lebih baik mencoba daripada tidak sama sekali” (Arif Dwihantoro)
(8)
viii
PERSEMBAHAN Alhamdulillahirabbil’aalamiin
Segala puji syukur bagi Allah SWT atas ridho-Nya saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Saya persembahkan karya ini untuk kalian.
Bapak dan Ibu, terimakasih atas setiap doa yang terus terpanjat dan tetesan keringat yang terus mengalir.
Ana Nur Azizah, Aziz Setiawan, Afifatur Rifani, Ginanjar Yuniardi terimakasih atas doa dan kobaran semangatnya.
Sahabat seperjuangan Pendidikan Matematika C 2013.
Sahabat di Kabinet Pelangi, UKM Penelitian terimakasih untuk pengalaman yang tak ternilai.
Kalian yang tak sempat disebut namun tak lepas dari hati.
(9)
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Materi Aritmatika Sosial untuk Siswa Kelas VII SMP”. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Hartono, Dekan FMIPA UNY sekaligus dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, motivasi, dan saran dalam menyelesaikan skripsi.
2. Bapak Dr. Ali Mahmudi, Ketua Jurusan sekaligus Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan izin untuk penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Nur Insani, M.Sc, Bapak Nur Hadi Waryanto M,Eng, Ibu Rosita Kusumawati, M.Sc, dan Ibu Ririn Rekno Winahyu, S.Pd sebagai validator yang telah memberikan saran dalam penyusunan perangkat pebelajaran dan instrumen penelitian yang dikembangkan.
4. Ibu Retna Wuryaningsih, M.Pd, Kepala SMP N 6 Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.
5. Siswa kelas VII A SMP N 6 Yogyakarta atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.
6. Sahabat-sahabat Pendidikan Matematika C 2013 yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Yogyakarta, 12 April 2017 Penulis
(10)
x DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 10
C. Pembatasan Masalah ... 11
D. Rumusan Masalah ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Manfaat Penelitian ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
A. Deskripsi Teori... 13
1. Pembelajaran Matematika ... 13
2. Karakteristik Siswa SMP ... 17
3. Perangkat Pembelajaran ... 19
4. Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL) ... 28
5. Materi Aritmatika Sosial ... 37
6. Perangkat Pembelajaran Berbasis Contextual Teaching Learning (CTL) pada Materi Aritmatika Sosial ... 38
7. Model Pengembangan ADDIE ... 39
B. Kajian Penelitian Yang Relevan ... 42
C. Kerangka Berpikir ... 44
BAB III METODE PENELITIAN... 47
A. Jenis Penelitian... 47
B. Desain Penelitian ... 47
C. Subjek Penelitian ... 50
D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 50
E. Jenis Data ... 50
F. Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian ... 51
G.Teknik Pengumpulan Data ... 56
H.Teknik Analisis Data... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65
A. Hasil Penelitian ... 65
1. Tahap Analisis (Analysis) ... 65
2. Tahap Perancangan (Design) ... 69
(11)
xi
4. Tahap Implementasi (Implementation) ... 94
5. Tahap Evaluasi (Evaluation) ... 107
B. Pembahasan ... 109
C. Keterbatasan Penelitian ... 121
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 122
A. Simpulan ... 122
B. Saran ... 124
DAFTAR PUSTAKA ... 125
(12)
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. KI, KD dan Materi Aritmatika Sosial Kurikulum 2013... 38
Tabel 2. Aspek Penilaian LKS oleh Ahli Materi ... 52
Tabel 3. Aspek Penilaian LKS oleh Ahli Media ... 52
Tabel 4. Aspek Penilaian LKS oleh Guru Matematika ... 53
Tabel 5. Aspek Penilaian RPP ... 54
Tabel 6. Aspek Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 54
Tabel 7. Aspek Angket Respon Siswa ... 55
Tabel 8. Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar ... 56
Tabel 9. Skala Penilaian Ahli ... 58
Tabel 10. Konversi Skor ke dalam Nilai Skala 5 ... 59
Tabel 11. Kriteria Penilaian Perangkat Pembelajaran ... 59
Tabel 12. Pedoman Penskoran Angket Respon ... 60
Tabel 13. Kirteria Kepraktisan ... 61
Tabel 14. Kriteria Keefektifan ... 63
Tabel 15. Kriteria Kualifikasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 64
Tabel 16. Langkah Pembelajaran dalam RPP ... 71
Tabel 17. Struktur LKS ... 75
Tabel 18. Kegiatan Siswa dalam LKS ... 76
Tabel 19. Jadwal Pelaksanaan Uji Coba ... 94
Tabel 20. Data Pengisian Angket Respon Siswa ... 102
Tabel 21. Hasil Analisis Kevalidan RPP ... 104
Tabel 22. Hasil Analisis Kevalidan LKS ... 104
Tabel 23. Hasil Analisis Kepraktisan Perangkat Pembelajaran ... 105
Tabel 24. Analisis Hasil Tes Belajar Siswa ... 106
Tabel 25.Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 107
(13)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tampilan Sampul LKS ... 78
Gambar 2. Tampilan Halaman Penulis ... 79
Gambar 3. Tampilan Halaman Kata Pengantar... 80
Gambar 4. Tampilan Halaman Fitur LKS ... 81
Gambar 5. Tampilan Halaman Daftar Isi ... 81
Gambar 6. Tampilan Halaman Peta Konsep ... 82
Gambar 7. Tampilan Halaman Pembuka ... 83
Gambar 8. Tampilan Kegiatan Ayo Amati ... 84
Gambar 9. Tampilan Kegiatan Mengumpulkan Informasi ... 84
Gambar 10. Tampilan Kegiatan Ayo Menalar ... 85
Gambar 11. Tampilan Kegiatan Ayo Berlatih ... 85
Gambar 12. Tampilan Kolom Rangkuman ... 86
Gambar 13. Tampilan Kolom Catatan ... 86
Gambar 14. Tampilan Kolom Catatan Penting ... 87
Gambar 15. Tampilan Daftar Pustaka ... 87
Gambar 16. Hasil Revisi Ilustrasi Gambar pada LKS 4 ... 90
Gambar 17. Hasil Revisi Contoh Pengisian Kegiatan Mengumpulkan Informasi 90 Gambar 18. Hasil Revisi Perintah dalam Kegiatan Mengumpulkan Informasi ... 91
Gambar 19. Hasil Revisi Perbaika Deskripsi Gambar ... 92
Gambar 20. Hasil Revisi Pada Kegiatan Ayo Menalar LKS 3 ... 93
Gambar 21. Hasil Revisi Tata Penulisan dalam LKS 1 ... 94
Gambar 22. Contoh Permasalahan Konstekstual yang Disajikan dalam LKS 3.... 96
Gambar 23. Siswa Berdiskusi dalam Mengerjakan LKS ... 97
Gambar 24. Kegiatan Ayo Menalar ... 97
Gambar 25. Guru Membantu Siswa yang Mengalami Kesulitan ... 98
Gambar 26. Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompok... 98
Gambar 27. Kesalahan Jawaban pada LKS 4 Halaman 28 ... 107
Gambar 28. Perbaikan Soal LKS 1 Sesuai dengan Kunci Jawaban ... 108
(14)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A ... 129
A1. Surat Permohonan Izin Validasi Instrumen ... 130
A2. Surat Keterangan Validasi Instrumen ... 131
A3. Surat Permohonan Izin Validasi Perangkat Pembelajaran ... 132
A4. Surat Keterangan Validasi Perangkat Pembelajaran ... 133
A5. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas ... 140
A6. Surat Izin Penelitian dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta ... 141
A7. Surat Keterangan Penelitian dari SMP N 15 Yogyakarta ... 142
Lampiran B... 143
B1. Kisi-kisi Lembar Penilaian RPP ... 144
B2. Deskripsi Lembar Penilaian RPP ... 145
B3. Lembar Penilaian RPP ... 150
B4. Kisi-kisi Lembar Penilaian LKS ... 157
B5. Deskripsi Lembar Penilaian LKS ... 161
B6. Lembar Penilaian LKS ... 172
B7. Kisi-kisi Angket Respon Peserta Didik ... 183
B8. Angket Angket Respon Peserta Didik ... 184
B9. Kisi-kisi Soal Tes Hasil belajar ... 187
Lampiran C... 189
C1. Pengisian Lembar Penilaian RPP oleh Ahli Materi ... 190
C2. Pengisian Lembar Penilaian RPP oleh Guru ... 196
C3. Pengisian Lembar Penilaian LKS oleh Ahli Materi ... 202
C4. Pengisian Lembar Penilaian LKS oleh Ahli Media ... 205
C5. Pengisian Lembar Penilaian LKS oleh Guru ... 208
C6. Tabulasi Data Penilaian Kualitas RPP ... 212
C7. Tabulasi Data Penilaian Kualitas LKS ... 213
C8. Hasil Tes Hasil Belajar Siswa ... 214
C9. Tabulasi Hasil Tes Hasil Belajar Siswa ... 220
C10. Pengisian Angket Respon Siswa ... 221
C11. Tabulasi Pengisian Angket Siswa ... 227
C12. Pengisian Lembar Observasi Keterlakasanaan Pembelajaran ... 228
C13. Tabulasi Hasil Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 230
C14. Hasil Validasi Instrumen ... 231
Lampiran D ... 240
D1. Indikator KD 3.9 dan KD 4.9 ... 241
D2. Peta Kebutuhan LKS ... 242
(15)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan usaha sadar bagi pengembangan manusia dan masyarakat, mendasarkan pada landasan pemikiran tertentu (Dwi Siswoyo, 2013). Melalui pendidikan manusia dapat meningkatkan kecerdasan dan mengembangankan kemampuan berfikirnya. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, serta bertanggung jawab. Dengan demikian, tujuan diadakannya pendidikan tidak hanya untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, tetapi juga kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut diwujudkan dengan implementasi kurikulum yang berfungsi sebagai pedoman penyelengaaran pendidikan. Kurikulum pendidikan yang saat ini diterapkan adalah Kurikulum 2013. Dalam penerapannya terdapat standar-standar tertentu dalam proses penyelenggaran pendidikan di antaranya standar isi, standar proses, standar kompetensi kelulusan, dan juga standar penilaian. Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi, standar proses, standar penilaian pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Standar isi
(16)
2
mencakup ruang lingkup materi yang spesifik dan harus dicapai untuk setiap mata pelajaran menurut jenjang dan jenis pendidikannya. Salah satunya adalah mata pelajaran matematika untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ruang lingkup materi matematika yang dipelajari di SMP yaitu Bilangan Rasional, Aljabar (pengenalan), Geometri (termasuk Transformasi), Statistik dan Peluang, serta Himpunan. Sementara itu, standar proses mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran.
Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah menjelaskan bahwa dalam Kurikulum 2013, proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Berdasarkan hal tersebut, untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas, Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 menjelaskan bahwa, pembelajaran perlu menerapkan beberapa prinsip yaitu dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu, dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar, dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah, pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat, Selain itu, dalam pembelajaran siswa didorong untuk menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya, dan dikembangkan
(17)
3
menjadi informasi atau kemampuan yang sesuai dengan lingkungan dan jaman tempat dan waktu ia hidup.
Terkait dengan prinsip di atas, dikembangkan standar proses yang mencakup perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran. Perencanaan proses pembelajaran perlu adanya perangkat pembelajaran meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Perencanaan yang baik akan memfasilitasi siswa dalam proses pembelajaran untuk dapat memahami materi dengan baik sesuai dengan prinsip pembelajaran dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Salah satu komponen yang harus ada di dalam RPP adalah sumber belajar. Sumber belajar ini dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, lembar kegiatan siswa, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan. Dengan demikian, untuk memperoleh sumber belajar yang relevan, guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.
Berdasarkan observasi di SMPN 6 Yogyakarta dapat diketahui bahwa, kurikulum pembelajaran yang saat ini digunakan adalah Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menekankan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Siswa turut berperan aktif juga didukung oleh metode pembelajaran ataupun strategi
(18)
4
pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Pada Kurikulum 2013 guru bukan lagi sebagai pemberi informasi, tetapi sebagai fasilitator bagi siswa dalam proses pembelajaran. Guru hendaknya memberikan kesempatan yang luas kepada siswa sehingga konsep materi pembelajaran yang diajarkan dapat tertanam dengan baik. Dalam pembelajaran matematika pendekatannya sering menggunakan konsep yang sangat abstrak. Keadaan ini membuat siswa merasa kesukaran dan kurang rasa percaya diri (self-independent) akan kemampuannya melakukan penyelesaian matematika dalam hal ini salah satu yang perlu diperhatikan adalah agar guru, siswa dan individu yang belajar matematika memiliki pandangan bahwa matematika berguna dan ampuh (Hasratuddin, 2008: 71). Hal tersebut berarti bahwa pembelajaran matematika akan lebih bermakna jika siswa mampu mengaitkan materi yang dipelajari dengan kejadian yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dibutuhkan perangkat pembelajaran yang dapat dijadikan sumber belajar dan memfasilitasi siswa dalam memahami materi dan terlibat aktif serta dapat mengaitkan materi pembelejaran dengan kehidupan sehari-hari.
Hasil penelitian Kumalasari & Putri (2012: 13) menyatakan bahwa, kesulitan belajar matematika menimbulkan kondisi belajar yang tidak semestinya (tidak seperti yang diharapkan) pada siswa. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor yang tidak tunggal. Salah satunya adalah kemampuan koneksi matematika siswa secara eksternal yaitu mengaitkan antara matematika dan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, guru perlu menggunakan pendekatan pembelajaran yang sesuai
(19)
5
untuk menfasilitasi siswa agar dapat mengaitkan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari.
Mata pelajaran matematika kelas VII SMP mencakup 24 Kompetensi Dasar (KD) yang terdiri dari 12 KD kompetensi pengetahuan dan 12 KD kompetensi keterampilan yang harus dicapai oleh siswa. Salah satunya adalah materi aritmatika sosial pada KD 3.9 Mengenal dan menganalisis berbagai situasi terkait aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara), dan KD 4.9 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara). Berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMP N 6 Yogyakarta, siswa masih kesulitan dalam memahami aritmatika sosial khususnya dalam mengaitkan konsep materi dengan proses penyelesaian masalah. Hal tersebut didukung oleh hasil belajar siswa yang berada di bawah KKM (KKM=76). Rata-rata nilai siswa yang diperoleh adalah 72,5 dengan persentase ketuntasan sebesar 54,6% dan ketidaktuntasan sebesar 45,4%. Selain itu, sumber belajar yang saat ini digunakan masih terpaku pada buku cetak yang disediakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Pemberian contoh dalam pembelajaran juga masih terpaku pada contoh-contoh pada buku cetak dan kurang mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Hayuningtyas (2012: 8) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, kesulitan siswa dalam belajar aritmatika yaitu siswa kesulitan perhitungan dalam mengerjakan soal dan kesulitan dalam hal pemahaman konsep maupun
(20)
6
penggunaan rumus. Sejalan dengan hal tersebut Sutarni & Setyono (2013: 72) menyatakan bahwa, kesulitan belajar siswa menyebabkan siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal aritmatika sosial. Beberapa kesulitan tersebut yaitu siswa mengalami kesulitan dalam membaca, mengartikan, dan memahami soal, siswa mengalami kesulitan dalam mencari dan memahami apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan dalam soal, siswa mengalami kesulitan dalam mengubah kalimat pada soal menjadi kalimat matematika, siswa mengalami kesulitan dalam mencari hubungan antara apa yang diketahui dengan apa yang ditanyakan dalam soal, siswa mengalami kesulitan dalam merencanakan, menyusun, dan melakukan langkah-langkah penyelesaian soal, siswa belum menguasai materi prasyarat Aritmetika Sosial yaitu materi Operasi`Hitung pada Bilangan Pecahan, siswa belum menguasai materi Aritmetika Sosial dengan baik, dan siswa belum terampil dalam mengerjakan soal-soal Aritmetika Sosial.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran yang berlangsung belum begitu efektif. Kesulitan belajar tersebut dapat diminimalkan dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat dan juga didukung dengan adanya perangkat pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk memahami konsep materi yang disampaikan. Oleh karena itu, peneliti mengembangankan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS pada materi artimatika sosial. Perangkat pembelajaran yang saat ini banyak digunakan kurang memfasilitasi siswa terlibat aktif dalam pembelajaran karena masih berorientasi pada latihan soal-soal saja. Seharusnya LKS dapat menjadi kegiatan siswa untuk memahami dan menemukan konsep materinya sendiri. Selain itu, proses pembelajaran yang dilakukan dapat lebih
(21)
7
bervariasi tidak hanya guru ceramah dan siswa mendengarkan sehingga, materi pembelajaran dapat lebih mudah dipahami.
Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik siswa di SMP. Karakteristik siswa SMP ada pada tahap perkembangan kognitif formal-operational (11-15 tahun). Namun, terkadang masih berfikir secara operasional konkret atau baru menguasai operasi-operasi formal (Santrock, 2009: 49). Jadi, pada tahapan ini siswa SMP masih berfikir berdasarkan pengalaman dan berfikir secara operasional konkret. Siswa dalam tahap mengkontruksikan pengetahuan mereka berdasarkan hal-hal yang konkret dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan pembelajaran yang sesuai agar siswa dapat mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari adalah Contextual Teaching and Learning (CTL). Di sisi lain, materi aritmatika sosial juga erat kaitanya dengan kehidupan sehari-hari, sehingga pendektan CTL dipandang tepat jika digunakan dalam proses pembelajaran. Perangkat pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dinilai dapat memotivasi siswa untuk memahami makna materi yang dipelajarinya yaitu dengan mengaitkan materi dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa. Berdasarkan hasil penelitian Agustyaningrum & Widjajanti (2013: 179) pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa, secara tidak langsung berarti siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya dengan baik. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) bertujuan agar belajar tidak hanya sekedar
(22)
8
dilakukan sendiri oleh siswa yang mengaitkan materi dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, Contextual Teaching and Learning CTL sesuai dengan Kurikulum 2013 karena terdapat strategi pembelajaran yang menfasilitasi siswa untuk lebih terlibat aktif dalam pembelajaran.
Menurut Crawford (2001: 3) strategi pembelajaran dalam pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat dilakukan dengan cara relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring atau yang biasa disingkat menjadi REACT. Strategi tersebut dipandang tepat diterapkan dalam pembelajaran untuk memfasilitasi siswa memahami materi dan terlibat aktif dalam pembelajaran. Ultay, et al (2014: 67) menyatakan bahwa,
…student teachers liked REACT strategy in the learning environment and the strategy facilitated reviews their learning by hands-on activities and daily life examples. Student teachers' attitudes and interests were affected positively Also and this helped them to construct a coherent mental maps about the topic.
Berdasarkan kutipan tersebut diketahui bahwa, guru dan siswa menyukai strategi REACT dalam lingkungan pembelajaran. Strategi REACT dapat menfasilitasi pembelajaran mereka dengan pembelajaran aktif dan langsung (hands-on) serta mengaitkan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari. Selain itu, melalui strategi REACT juga membantu siswa untuk membangun pengetahuan yang koheren dengan topik atau materi yang dipelajari. Hal tersebut didukung dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Marlisa & Widjajanti (2015: 194) menyatakan bahwa, strategi REACT mendukung siswa dalam kemampuan pemecahan masalah matematika dan prestasi belajar, besar kemungkinan disebabkan oleh langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan khususnya
(23)
9
pada tahap cooperating dari strategi REACT sangat mendukung siswa untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika, prestasi belajar matematika.
Putri & Santosa (2015: 271) menyatakan bahwa, strategi REACT lebih efektif daripada strategi ceramah pada pembelajaran konvensional. Strategi pembelajaran REACT sebagai alternatif strategi pembelajaran yang efektif serta mampu meningkatkan prestasi belajar matematika, kemampuan penyelesaian masalah matematis, kemampuan koneksi matematis siswa terhadap materi yang dipelajari (Putri & Santosa, 2015: 269). Kelebihan strategi REACT lainya disampaikan oleh Ultay & Calik (2016: 57) menyatakan bahwa, “…REACT strategy is effective in helping the pre-service science teachers retain their gained
conceptions in long-term memory…”. Selain itu, Crawford (2001: 13) menyatakan bahwa,
Cooperating step in REACT strategy like the other contextual teaching strategies. Cooperating is difficult but worth the addi-tional effort if increasing student mathema-tics achievement is an important goal. When teachers use cooperating, their students’ mathematics achievement increases signifi-cantly. Average mathematics students in cooperative classrooms were found to perform at much higher levels than average students in either competitive or indivi-dualistic classrooms. Specifically, students in the 50th percentile in cooperative classrooms were equivalent to students in the 71th percentile in competitive classrooms and equivalent to students in the 75th percentile in individualistic classrooms.
Artinya bahwa langkah cooperating atau diskusi kelompok pada strategi REACT sama seperti strategi pembelajaran kontekstual lainnya. Meskipun diskusi kelompok sulit untuk diterapkan tetapi nilai dari diskusi kelompok ini sangat penting dalam peningkatan prestasi belajar matematika siswa. Ketika guru menerapkan diskusi kelompok siswa di kelas, prestasi belajar matematika siswa
(24)
10
meningkat secara signifikan. Skor rata-rata prestasi belajar matematika siswa di kelas kooperatif/diskusi lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang bersaing secara individual. Secara spesifik, ranking siswa yang berada pada persentil ke-50 pada kelas kooperatif/diskusi setara dengan ranking siswa pada persentil ke-71 di kelas kompetisi dan setara pula pada persentil ke-75 di kelas indivualistik.
Berdasarkan masalah di atas, perlu adanya pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk mendukung kegiatan pembelajaran matematika pada materi
aritmatika sosial. Penelitian pengembangan ini berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Materi Aritmatika Sosial untuk Siswa Kelas VII SMP”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat diperoleh beberapa permasalahan sebagai beriktut.
1. Belum adanya perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS sesuai dengan Kurikulum 2013.
2. Berdasarkan observasi di sekolah, sumber belajar yang digunakan belum bervariasi.
3. Berdasarkan observasi pemberian contoh masih terpaku pada buku cetak dan kurang mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
4. Belum banyak Penggunaan LKS untuk kelas VII SMP yang memfasilitasi siswa terlibat aktif dalam pembelajaran karena masih berorientasi pada latihan soal-soal.
(25)
11 C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS berbasis Contexctual Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial untuk siswa kelas VII SMP.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial?
2. Bagaimana kualitas perangkat pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial untuk siswa kelas VII SMP.
2. Mendeskripsikan kualitas perangkat pembelajaran berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial untuk siswa kelas VII SMP ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.
(26)
12 F. Manfaat Penelitian
Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis Contexctual Teaching and Learning (CTL) pada materi Aritmatika Sosial untuk siswa kelas VII SMP ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1) Bagi siswa
Dengan menggunakan perangkat pembelajaran berupa LKS berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) diharapkan siswa dapat meningkatkan
pemahamannya pada materi aritmatika sosial. 2) Bagi Guru
Guru dapat memanfaatkan RPP sebagai referensi dalam pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran dan LKS dapat digunakan sebagai sumber belajar dalam pembelajaran.
3) Bagi peneliti
a. Meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika yang memenuhi aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan yang dapat membantu guru, pendidik, ataupun peneliti sebagai calon pendidik dalam kegiatan pembelajaran.
b. Sebagai referensi untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS pada materi lainya.
(27)
13 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori
1. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran secara harfiah berarti proses belajar. Pembelajaran dapat dimaknai sebagai proses penambahan pengetahuan dan wawasan melalui rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seorang dan mengakibatkan perubahan pada dirinya, sehingga terjadi perubahan yang sifatnya positif, dan pada akhir akan didapat ketrampilan, kecakapan, dan pengetahuan baru (Saefudin & Berdiati, 2014: 8).
Kurikulum 2013, mengisyaratkan bahwa kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi siswa menjadi kompetensi yang diharapkan.
Winkel (Saefudin & Berdiati, 2014: 9) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap rangkaian kejadian internal yang berlangsung dalam siswa.
(28)
14
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa, proses pembelajaran pada suatu pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Prinsip pembelajaran yang digunakan sebagai berikut.
a. Dari siswa diberi tahu menuju siswa mencari tahu.
b. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar.
c. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan pengunaan pendekatan ilmiah
d. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi. e. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu.
f. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi.
g. Dari pembelajaran verbalisme menjadi keterampilan aplikatif.
h. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills).
i. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat.
(29)
15
j. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.
k. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. l. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah, dan dimana saja adalah kelas.
m. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi siswa dan efektivitas pembelajaran.
n. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya siswa
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran tidak hanya sebatas melibatkan interaksi antara guru dengan siswa, namun juga melibatkan interaksi dengan hal-hal lain, termasuk di dalamnya sumber belajar, lingkungan, dan model pembelajaran. Kegiatan pembelajaran merupakan interaksi yang terjadi dalam suasana interaksi edukatif, yaitu interaksi yang sadar tujuan, artinya interaksi yang telah direncanakan untuk suatu tujuan tertentu untuk mencapai tujuan intruksional atau tujuan belajar yang telah dirumuskan pada satuan pelajaran (Alizamar, 2016: 3).
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar untuk mengembangakan potensi peseta didik yang diselenggarakan dalam suasana interaksi edukatif.
(30)
16
Terdapat beberapa mata pelajaran dalam pembelajaran di sekolah. Salah satu di antaranya adalah matematika. Matematika dapat didefinisikan dalam berbagai pandangan berdasarkan siapa yang mendefinisikan dan dari sudut pandang mana seseorang tersebut mendefinisikan matematika. Menurut Russeffendi (Erman Suherman, et al, 2003: 18) matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. James dan James (Erman Suherman, et al, 2003: 17) menyatakan bahwa matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya. Sedangkan Reys (Erman Suherman, et al, 2003: 17) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan, atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Sejalan dengan pernyataan tersebut Hudojo (2003: 41) menjelaskan bahwa matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih dititik-beratkan kepada hubungan, pola, bentuk dan strukur karena kenyataanya. Dengan demikian, dapat dikatakan matematika itu berkenaan dengan gagasan berstruktur yang hubungan-hubunganya diatur secara logis yang berarti matematika bersifat abstrak yaitu berkenaan dengan konsep-konsep abstrak dan penalaranya deduktif.
Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesi dengan penalaran di dalam struktur kognitif, sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep matematika (Erman Suherman, et al, 2003: 16). Matematika sebagai salah satu ilmu dipandang sangat bermanfaat dalam
(31)
17
kehidupan sehari-hari. Setiap individu dalam kehidupannya, tidak dapat terlepas dari ilmu matematika. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan, mata pelajaran matematika diberikan sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Sejalan dengan definisi matematika diatas, Ebbut dan Straker (Marsigit, 2008) mendefinisikan matematika sekolah sebagai berikut.
a. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan.
b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan.
c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving). d. Matematika sebagai alat berkomunikasi.
Menurut Erman Suherman, et al, (2003: 57) belajar matematika bagi siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu. Pembelajaran matematika juga memuat abstraksi dan generalisasi.
Berdasarkan pengertian pembelajaran dan definisi matematika tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar untuk mengembangkan potensi siswa yang diselenggarakan dalam situasi edukatif untuk membentuk pola pikir dan penalaran melalui kegiatan penelusuran pola hubungan dan pemecahan masalah dengan kreatif.
2. Karakteristik Siswa SMP
Jean Piaget (Santrock, 2009: 41-42) mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap yaitu sensorimotor (lahir – 2 tahun),
(32)
18
preoperational (2-7 tahun), concrete operational (7-11 tahun), dan formal
operational (11 tahun- dewasa). Usia siswa SMP sekitar 11- 15 tahun, maka
menurut teori Jean Piaget, siswa SMP tersebut berada pada tahapan perkembangan kognitif formal operational. Izzaty, et. al (2013: 37) menyatakan bahwa, implikasi pembelajaran pada tahapan formal-operational bagi siswa yaitu, (1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi banyak pertanyaan hipotesis, (2) memberikan siswa untuk menyelesaikan masalahnya dan menalarnya secara ilmiah dengan berbagai bentuk diskusi untuk menyimpulkan sesuatu.
Pada tahap formal operational, Santrock (2009: 46) menyatakan bahwa, “At this stage, individuals move beyond reasoning only about concrete experiences
and think in more abstract, idealistic, and logical ways”. Pada tahap formal-operational siswa berfikir melebihi penalaranya dimana siswa hanya mengetahui
hal yang konkret dan membuat mereka berfikir lebih abstrak, idealis, dan berfikir secara logis. Namun, teori perkembangan kognitif Jean Piaget ini juga mendapat kritik bahwa kemampuan kognitif dapat muncul lebih lambat dari perkiraan piaget. Remaja terkadang masih berfikir secara operasional konkret atau baru menguasai operasi-operasi formal (Santrock, 2009: 49). Jadi, pada tahapan ini siswa SMP masih berfikir berdasarkan pengalaman dan berfikir secara operasional konkret serta belum menyukai teori atau hal-hal yang bersifat abstrak. Sehingga, proses pembelajaran yang dilakukan dapat disesuaikan dengan tahapan kognitif yang dimiliki siswa (Sugihartono, et al, 2013: 110).
(33)
19 3. Perangkat Pembelajaran
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar Menengah menyebutkan bahwa, proses pembelajaran terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan penilaian. Proses pelaksanaan hingga penilaian pembelajaran akan berjalan dengan baik jika melalui proses perencaan yang baik pula. Proses perencaan pembelajaran salah satuya mencakup persiapan guru dalam menyiapkan perangkat pembelajaran, metode pembelajaran yang akan digunakan, media, bahan ajar, sumber belajar dan lainya. Pembelajaran dengan Kurikulum 2013 menekankan pada belajar dengan beraneka sumber. Sehingga secara tidak langsung seorang guru dituntut dapat mengembangan perangkat pembelajaran baik RPP maupun LKS untuk mendukung pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran matematika perlu dipersiapankan agar dapat berlangsung sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Salah satu hal yang penting dalam perencanaan pembelajaran adalah merancang dan mengembangkan perangkat pembelajaran.
Nazarudin (2007: 113) menyatakan bahwa, perangkat pembelajaran merupakan suatu persiapan yang disusun guru agar pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dapat dilakukan secara sistematis dan memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan. Perangkat pembelajaran dapat meliputi: program tahunan, program semester, silabus, RPP, LKS, instrumen penilaian, dan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Perangkat pembelajaran pada Kurikulum 2013 merupakan perencanaan pembelajaran yang meliputi silabus, RPP, media dan sumber belajar, dan perangkat penilaian pembelajaran.
(34)
20 a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Perencanaan yang baik melibatkan kegiatan mengalokasikan waktu, memilih metode pengajaran yang tepat-guna, menciptakan minat siswa, dan membangun lingkungan belajar yang produktif (Arends, 2008: 96).
E. Mulyasa (2009: 212) menyatakan bahwa, RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD) yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Sama halnya dengan E. Mulyasa, menurut Kunandar (2011: 262) RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu KD yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus.
Sedangkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 menyatakan bahwa, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran dalam upaya mencapai KD. Setiap guru berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. RPP disusun berdasarkan KD atau sub tema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Komponen yang harus ada di dalam RPP yaitu:
(35)
21
2) identitas mata pelajaran atau tema/subtema; 3) kelas/semester;
4) materi pokok;
5) alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai;
6) tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
8) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi;
9) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan KD yang akan dicapai;
10) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pelajaran;
11) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan;
12) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup;
(36)
22
Berikut adalah prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan RPP menurut Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
1) Perbedaan individual siswa antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan siswa.
2) Partisipasi aktif siswa.
3) Berpusat pada siswa untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.
4) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
5) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.
6) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
7) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
8) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi
(37)
23
Berdasarkan penjelasan-penjelasan mengenai RPP maka yang dimaksud RPP adalah rencana yang digunakan guru dalam mengorganisasikan pembelajaran untuk mencapai satu KD atau lebih yang disusun dengan memperhatikan komponen-komponen pembelajaran. Komponen-komponen RPP pada penelitian ini meliputi identitas, indikator/ tujuan pembelajaran, materi, pendekatan dan metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Depdiknas (2008: 14) mendefinisikan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) sebagai lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LKS merupakan petunjuk, langkah-langkah untuk memahami konsep dan menyelesaikan suatu tugas. Manfaat adanya LKS bagi pendidik adalah untuk memudahkan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran, sedangkan manfaat bagi siswa dapat belajar secara mandiri dan belajar memahami dan menjalankan suatu tugas untuk memahami konsep. Adapun tujuan penyusunan LKS menurut Depdiknas (2008) adalah sebagai berikut.
1) LKS membantu siswa dalam menemukan suatu konsep. Berdasarkan prinsip konstruktivisme pembelajaran, siswa akan belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri. LKS akan memuat apa yang harus dilakukan siswa yaitu mengamati, mengorganisasi, dan menganalisis.
2) LKS membantu siswa menerapkan konsep yang telah ditemukan. Setelah siswa menemukan konsep dari materi yang dipelajari, siswa akan ditunjukkan contoh dalam penerapannya melalui soal yang disediakan.
(38)
24
3) LKS berfungsi sebagai penuntun belajar. LKS merupakan bahan ajar yang digunakan sebagai pendukung pembelajaran selain buku pokok. Dengan demikian, siswa disarankan membaca buku lain agar dapat mengerjakan LKS dengan baik.
4) LKS berfungsi sebagai penguatan. Setelah siswa mempelajari suatu materi, LKS juga dikemas dengan mengarah pada penerapan materi.
5) LKS berfungsi sebagai petunjuk kegiatan penemuan. LKS disusun dengan langkah kerja sehingga nantinya siswa dapat menemukan sendiri konsep yang diharapkan dari suatu pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa LKS adalah suatu bahan ajar pendukung yang terdiri dari langkah kegiatan serta tugas-tugas yang dapat digunakan siswa untuk menemukan atau memahami konsep materi dan aplikasinya. Dalam mengembangkan LKS harus memperhatikan tujuan pembelajaran yaitu yang terkait dengan KD yang akan dicapai. Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum menyusun LKS sebagai berikut. 1) Analisis Kurikulum
Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Biasanya dalam menentukan materi dianalisis dengan cara melihat materi pokok dan pengalaman belajar dari materi yang akan diajarkan, kemudian kompetesi yang harus dimiliki oleh siswa.
2) Menyusun Peta Kebutuhan LKS
Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan LKS-nya juga dapat dilihat. Sekuens LKS
(39)
25
ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.
3) Menentukan Judul-judul LKS
Judul LKS ditentukan berdasarkan KD, materi-materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi itu tidak terlalu besar, sedangkan besarnya KD dapat dideteksi antara lain dengan cara apabila diuraikan ke dalam materi pokok mendapatkan maksimal 4 materi pokok, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Apabila diuraikan menjadi lebih dari 4 materi pokok, maka perlu dipikirkan kembali apakah perlu dipecah misalnya menjadi 2 judul LKS.
4) Penulisan LKS
Sementara itu penulisan LKS dapat dilakukan berdasarkan langkah-langkah berikut.
a) Perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai b) Menentukan alat Penilaian
c) Penyusunan Materi d) Struktur LKS e) Evaluasi dan Revisi
Berdasarkan Depdiknas (2008: 28) komponen evaluasi mencakup aspek kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafikan.
1) Komponen kelayakan isi mencakup, antara lain: kesesuaian dengan KI, KD, kesesuaian dengan perkembangan anak, kesesuaian dengan kebutuhan bahan
(40)
26
ajar, kebenaran substansi materi pembelajaran, manfaat untuk penambahan wawasan dan kesesuaian dengan nilai moral, dan nilai-nilai sosial.
2) Komponen kebahasaan antara lain mencakup: keterbacaan, kejelasan informasi, kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan kemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat).
3) Komponen Penyajian antara lain mencakup: kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai, urutan sajian, pemberian motivasi, daya tarik, interaksi (pemberian stimulus dan respon) dan kelengkapan informasi.
4) Komponen Kegrafikan antara lain mencakup: penggunaan font; jenis dan ukuran, lay out atau tata letak ilustrasi, gambar, foto dan desain tampilan.
Bahan ajar yang baik, dalam hal ini bahan ajar berbentuk LKS, harus sesuai dengan standar tertentu. Menurut Nieveen (1999: 126), kualitas bahan ajar yang dikembangkan dapat dikatakan berkualitas apabila memenuhi aspek yaitu: 1) validitas (validity), 2) kepraktisan (practicaly), dan 3) keefektifan (effectiveness). 1) Aspek Kevalidan
Suatu produk pembelajaran yang dikembangkan dikatakan valid jika “...the material (the intented curiculum) must be well considered and the component and
the material should be based on state-of-the-art knowledge (content validity) and
all components should be consistently linked to each other (construct validity)” (Nieveen, 1999: 127). Berdasarkan kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa, kevalidan suatu produk didasarkan pada penilaian yang dilakukan oleh ahli ataupun praktisi. Kelayakan produk LKS dinilai dari empat aspek kelayakan yang ditentukan oleh Depdiknas (2008: 28) yaitu meliputi kelayakan isi, kelayakan
(41)
27
kebahasaan, kelayakan penyajian, dan kelayakan kegrafikaan. Sedangkan, RPP ditentukan berdasarkan aspek yang ada dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016.
2) Aspek Kepraktisan
Suatu produk pembelajaran yang dikembangkan dikatakan praktis jika “...teacher (and other expert) consider the materials to be usable and that is easy for teachers and students to use the materials...” (Nieveen, 1999: 127). Artinya bahwa perangkat pembelajaran dapat dikatakan praktis jika produk yang dikembangkan dapat digunakan dengan mudah oleh guru dan siswa. Berdasarkan pernyataan tersebut praktis dapat diartikan bahwa perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dapat memberikan kemudahan bagi penggunanya. Kepraktisan produk dalam penelitian ini dapat diketahui dari hasil angket respon siswa yang dilakukan diakhir pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan.
3) Aspek Keefektifan
Bahan ajar dikatakan efektif jika bahan ajar tersebut dapat membantu siswa untuk mencapai indikator pada KD yang ditentukan. Sejalan dengan Nieveen (1999: 127-128) yang menyatakan bahwa, keefektifan suatu produk terjadi apabila “...students appreciate the learning program and that desired learning take place and it should impact the formative evaluation of the target group”. Berdasarkan kutipan tersebut diketahui bahwa, perangkat pembelajaran dikatakan efektif jika siswa mengapresiasi program pembelajaran dan berdampak pada evaluasi formatif kelompok sasaran yang diinginkan dalam hal ini adalah siswa dalam pembelajaran
(42)
28
klasikal. Hal tersebut berarti bahwa apresiasi siswa yang tinggi terhadap pembelajaran berdampak pada ketercapaian hasil belajar siswa. Pada penelitian ini, perangkat pembelajaran dikatakan efektif jika hasil tes belajar siswa menunjukkan tuntas secara klasikal dan di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah.
4. Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)
Proses pembelajaran akan lebih bermakna dan akan berjalan lebih efektif jika dalam proses pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan materi dan model pembelajaran tertentu. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalamai apa yang dipelajari. Burden (Suprihatiningrum, 2014: 147) menyatakan bahwa pendekatan adalah tata cara pembelajaran yang melibatkan para pendidik dan siswa mereka untuk membangun mencapai tujuan dengan informasi mereka telah didapatkan secara aktif, melalui kegiatan dan keikutsertaannya. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan merupakan cara yang dipilih dalam suatu pembelajaran untuk mencapai tujuan.
Johnson (2002: 24) menyatakan bahwa, “Contextual teaching and learning enables students to conncect the content of academic subject with the immediate
context of their daily lives to discover meaning”. Maksud dari kutipan tersebut adalah bahwa pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa untuk menghubungkan isi materi dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran lebih bermakna.
(43)
29
Menurut Suprihatiningrum (2014: 178) Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan pembelajaran yang dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Menurut Brooks (Suprihatiningrum, 2014: 178) Pendekatan CTL merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten/isi mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Dengan melalui landasan filosofi konstruktivisme, CTL merupakan salah satu strategi pembelajaran yang akan meningkatkan pemahaman siswa tentang materi yang dipelajarinya. Melalui CTL diharapkan siswa belajar untuk memahami, bukan hanya sekedar menghafal.
Pembelajaran CTL merupakan sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa (Johnson, 2009: 57). Ketika siswa dapat mengaitkan isi dari mata pelajaran akademik seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, atau sejarah dengan pengalaman mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar (Johnson, 2009: 90).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Pendekatan CTL merupakan suatu pendekatan yang dapat membantu siswa dalam mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna.
(44)
30
Menurut Johnson (2009: 68) pembelajaran CTL menggunakan beberapa prinsip, yaitu prinsip kesalingbergantungan, prinsip diferensial, dan prinsip pengaturan diri.
a. Prinsip kesalingbergantungan ini maksudnya ada keterkaitan antara siswa dengan beberapa komponen sekolah seperti siswa lain, guru lain, tukang kebun, tukang sapu, pegawai administrasi, sekretaris, orang tua, dan masyarakat di lingkungan sekitar sekolah. Prinsip ini memungkinkan para siswa untuk membuat hubungan yang bermakna, pemikiran kritis dan kreatif menjadi mungkin. Prinsip kesalinbergantungan mendukung kerja sama sehingga para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan membantu mereka mengetahui bahwa saling mendengarkan akan menuntun pada keberhasilan (Suprihatiningrum,2014:181).
b. Prinsip diferensial memberi kesempatan kepada siswa untuk menggali bakat dan memunculkan cara belajar mereka sendiri karena setiap individu itu unik (Suprihatiningrum,2014:181). Komponen pembelajaran kontekstual mencakup pembelajaran aktif dan langsung (hands-on), misalnya menantang para siswa untuk mencipta. Para siswa berfikir kreatif ketika mereka menggunakan pengetahuan akademik untuk meningkatkan kerjasama dengan kelas mereka, ketika mereka merumuskan langkah-langkah untuk menyelesaikan sebuah tugas sekolah, atau mengumpulkan dan menilai informasi mengenai suatu masalah masyarakat.
(45)
31
c. Prinsip pengaturan diri menuntut para guru untuk mendorong setiap siswa mengeluarkan potensinya. Sesuai prinsip pengaturan diri, sasaran utama CTL adalah menolong para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh ketrampilan karier, dan mengembangkan karakter dengan menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan pribadinya. Komponen CTL yang menggambarkan prinsip organisasi diri adalah komponen yang membantu siswa untuk tumbuh berkembang, penilaian autentik, tujuan yang jelas, dan standar tinggi dari individu tersebut (Johnson, 2009:84).
Trianto (2012: 111) menyatakan bahwa, pendekatan CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yaitu kontruktivisme (constructivism), inkuiri (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).
a. Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual. Konstruktivisme merupakan proses membangun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar mengajar (Trianto, 2012: 111). Sejalan dengan Trianto, menurut Sanjaya (2009: 264) kontruktivisme adalah proses membangun atau menysusun pengetahuan bari dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Pengetahuan memang berasal dari luar, tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, pengetahuan
(46)
32
terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengintepretasi objek tersebut sehingga, pengetahuan tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.
b. Menemukan (inquiry)
Sanjaya (2009: 265) menyatakan bahwa, inquiry merupakan proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum proses inquiry dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu: merumuskan masalah, mengajukan hipotesa, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan.
c. Bertanya (questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir (Sanjaya, 2009: 266). Aktivitas bertanya ditemukan dalam ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan, ketika mengamati, dan sebagainya (Trianto, 2012: 115). Dalam pembelajaran CTL guru tidak begitu saja menyampaikan informasi, tetapi memancing siswa agar dapat menemukan sendiri. Oleh karena itu, peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan siswa dapat menemukan sendiri setiap materi yang dipelajarinya dengan bimbingan dan arahan guru.
(47)
33 d. Masyarakat belajar (learning community)
Konsep pembelajaran CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain (Sanjaya, 2009: 267). Prinsip masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Adanya kelompok belajar ini akan memberikan hasil yang lebih baik karena di dalam kelompok belajar ini terjadi saling tukar pengetahuan dan pengalaman antar siswa atau antar kelompok.
e. Pemodelan (modelling)
Pemodelan merupakan proses penampilan suatu contoh agar orang lain berfikir, bekerja, dan belajar yang perannya sangat dibutuhkan dalam CTL. Menurut Sanjaya (2009: 267) melalui modeling siswa akan terhindar dari pembelajaran yang teoritis (abstrak). Pemodelan dapat berupa pemberian contoh tentang cara mengoperasikan sesuatu, menunjukkan hasil karya atau memperlihatkan suatu penampilan. Cara yang demikian akan lebih cepat dipahami oleh siswa daripada hanya memberikan penjelasan tanpa menunjukkan model atau contohnya.
f. Refleksi (reflection)
Menurut Sanjaya (2006: 268) dalam tahap refleksi terjadi pengendapan pengalaman yang telah dipelajari dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Pada akhir pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk mengingat kembali dan merangkum apa yang telah dipelajarinya. Kegiatan refleksi dapat berupa:
(48)
34 2) Catatan atau jurnal di buku siswa
3) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu 4) Diskusi
5) Hasil karya
g. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)
Penilaian autentik dalam CTL menilai pengetahuan dan keterampilan siswa. Adapun hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa (Trianto, 2012: 120), antara lain: (1) proyek/kegiatan dan laporanya, (2) PR (pekerjaan rumah), (3) kuis, (4) karya siswa, (5) presentasi atau penampilan siswa, (6) demonstrasi, (7) laporan, (8) jurnal, (9) hasil tes tulis, dan (10) karya tulis.
Menurut Crawford (2001: 3) strategi pembelajaran dalam pembelajaran kontekstual dapat dilakukan dengan cara relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring atau yang biasa disingkat menjadi REACT.
a. Relating
Crawford (2001: 3) mendefinisikan relating sebagai berikut ”Relating is learning in the context of one’s life experiences or preexisting knowledge”. Artinya bahwa relating merupakan suatu tahapan pembelajaran yang dilakukan berdasarkan pada konteks pengalaman atau kehidupan sehari-hari peserta didik. Kegiatan pembelajaran harus mampu menghadirkan situasi yang berkaitan dengan kehidupan nyata dan dekat dengan peserta didik sehingga peserta didik dapat menggali konsep-konsep baru maupun mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dari konsep tersebut. Tahap relating erat kaitanya dengan
(49)
35
contructivism, pada tahap ini siswa diharapkan dapat mengontruksi atau membangun pengetahuan barunya. Menurut Hosnan (2014: 278) pada tahapan relating guru juga menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada kegiatan pembelajaran pada hari itu.
b. Experiencing
Reating dan experiencing adalah dua strategi untuk meningkatkan kemampuan siswa belajar hal baru. Pada tahap experiencing terdapat tiga hal utama yang merupakan jantung dari pembelajaran kontekstual, yaitu exploration, discovery, dan invention (Crawford, 2001: 5). Tujuan dari experiencing adalah untuk memungkinkan peserta didik secara aktif dapat mengalami sendiri kegiatan yang berhubungan dengan kondisi di dunia nyata dalam pembelajaran yang diikutinya. Menurut Hosnan (2014: 279) dalam tahap experiencing peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan langkah-langkah penemuan konsep menjawab pertanyaan yang ada dalam LKS.
c. Applying
Crawford (2001: 8) menjelaskan bahwa “We define the applying strategy as
learning by putting the concepts to use”. Applying diartikan sebagai strategi pembelajaran dengan menerapkan konsep yang dipelajari dalam kegiatan pemecahan masalah. Pada tahap applying siswa tidak hanya memahami suatu konsep tertentu, tetapi lebih dari itu yaitu mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, siswa akan lebih termotivasi untuk belajar ketika ia mengetahui apa manfaat yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam pembelajaran sikap yang harus tertanam dalam diri siswa agar
(50)
36
lebih termotivasi untuk belajar adalah “I can learn this math” dan “I need to learn this math”. Menurut Hosnan (2014: 279) dalam tahap applying peserta didik juga diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
d. Cooperating
“Cooperating – learning in the context of sharing, responding, and communicating with other learners (Crawford, 2001: 11)”. Artinya bahwa cooperating merupakan pembelajaran dalam konteks yang dilakukan dengan saling berbagi, merespon, dan berkomunikasi antar siswa. Dalam implementasinya pembelajaran secara kooperatif dapat dilakukan dengan diskusi kelompok untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Keberhasilan dalam pembelajaran kooperatif karena adanya proses komunikasi, observasi, diskusi, saran, analisis, dan refleksi (Crawford, 2001: 11). Hal tersebut adalah bagian yang penting dari proses belajar siswa. Pembelajaran kooperatif mempunyai efek positif pada prestasi belajar siswa, hubungan interpersonal, dan kemampuan berkomunikasi.
e. Transfering
Crawford (2001: 14) menjelaskan bahwa, “Transfering is a teaching strategy that we define as using knowledge in a new context or novel situation— one that has not been covered in class”. Hal tersebut berarti bahwa transfering merupakan tahap penggunaan pengetahuan yang sudah ada maupun pengetahuan yang baru diperoleh peserta didik dalam konteks baru. Transfering dapat diwujudkan dalam bentuk pemecahan masalah dalam konteks dan situasi baru tetapi masih ada kaitannya dengan materi yang dipelajari.
(51)
37
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan Pendekatan CTL merupakan suatu pembelajaran yang mengaitkan konsep materi yang diajarkan dengan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari. Siswa diajarkan untuk menghubungkan konsep materi dengan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari (relating dan experiencing), mengaplikasikan konsep materi yang dipelajari dalam pemecahan masalah dengan diskusi (applying dan cooperating), dan menggunakan pengetahuan yang sudah ada maupun pengetahuan yang baru diperoleh peserta didik dalam konteks baru (transferring). Strategi pembelajaran CTL yaitu REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering) dilakukan dengan mengintegrasikan tujuh komponen utama dari
pendekatan CTL yaitu konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
5. Materi Aritmatika Sosial
Salah satu materi matematika yang harus dipelajari di kelas VII adalah aritmatika sosial. Sesuai dengan kurikulum 2013 maka materi aritmatika sosial merupakan salah satu pokok bahasan yang dipelajari di SMP kelas VII semester 2. Berikut Kompetensi Inti (KI), KD Kurikulum 2013, dan materi aritmatika sosial yang disampaiakan di kelas VII SMP tercantum pada Tabel 1.
(52)
38
Tabel 1. KI, KD dan Materi Aritmatika Sosial Kurikulum 2013 Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD) Materi 1. Memahami pengetahuan (faktual,
konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
2. Mencoba, mengolah, dan menyaji
dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori
3.9.Mengenal dan
menganalisis berbagai situasi terkait aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara). 4.9.Menyelesaikan masalah
berkaitan dengan aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara).
Aritmatika Sosial terdiri dari:
Penjualan & pembelian Keuntungan Kerugian Diskon
(potongan) Pajak
Bunga Tunggal Bruto, Neto,
Tara
6. Perangkat Pembelajaran Berbasis Contextual Teaching Learning (CTL) pada Materi Aritmatika Sosial
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya yang dimaksud perangkat pembelajaran berbasis Contextual Teaching Learning (CTL) adalah suatu perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP dan LKS yang disesuaikan dengan komponen-komponen RPP dan LKS yang disesuaikan dengan tujuh komponen CTL yaitu, konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), penilaian sebenarnya (authentic assessment),
(53)
39
dan menerapkan lima strategi pembelajaran CTL yaitu, REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transfering).
Perangkat pembelajaran dengan Pendekatan CTL yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan mampu membantu siswa dalam mengaitkan materi aritmatika sosial yang dipelajarinya dengan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran yang mereka dapatkan akan lebih bermakna.
7. Model Pengembangan ADDIE
Penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono (2013: 297) merupakan penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Penelitian pengembangan dapat dilakukan dengan mengadaptasi langkah-langkah model pengembangan yang ada, salah satunya adalah model pengembangan ADDIE yang dikembangkan oleh Dick and Carry. Menurut Branch (2009: 2) ADDIE merupakan singkatan dari analysis, design, development, implementation, dan evaluation yang dapat digunakan untuk mengembangkan produk. Model pengembangan ADDIE dapat digunakan untuk berbagai pengembangan produk seperti model, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media, dan bahan ajar (Mulyatiningsih, 2011: 184) Berikut ini adalah tahapan-tahapan pengembangan model ADDIE.
a. Analysis
Pada tahap ini, kegiatan utama adalah menganalisis perlunya pengembangan perangkat pembelajaran. Secara umum setiap produk tertentu membutuhkan analisis yang berbeda seperti analisis kebutuhan pengembangan, syarat
(54)
40
pengembangan produk sesuai dengan kebutuhan pengguna (Mulyatiningsih, 2011: 179). Pada tahap ini dilakukan tiga analisis yaitu analisis kompetensi (analisis kurikulum), analisis karakter peserta didik, dan analisis intruksional (Padmo, et al, 2004: 418). Mengadaptasi dari pernyataan di atas dalam penelitian pengembangan ini kegiatan analisis dilakukan beberapa kegiatan yaitu analisis kebutuhan, analisis kurikulum, dan analisis karakteristik peserta didik untuk mengetahui perlunya perangkat pembelajaran dikembangkan.
b. Design
Berdasarkan hasil analisis kemudian dilakukan kegiatan perancangan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan yaitu menyusun outline, menentukan sistematika, dan merancang evaluasi (Padmo, et al, 2004: 420). Penyusunan RPP dan LKS disusun dengan memperhatikan struktur, sistematika dan alat evaluasi yang digunakan. Pada tahap ini RPP disusun dengan memperhatikan komponen yang ada dalam RPP berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016.
Padmo, et al (2004: 420) menyatakan bahwa, outline bahan ajar yang baik memuat judul, komponen di dalamnya lengkap seperti pendahuluan, uraian, dan penutup, memperhatikann sistematika penulisan seperti penyajian materi dan visualisai yang digunakan serta merancang alat evaluasi. Dengan demikian, penysusunan LKS dalam penelitian ini dengan memperhatikan strukutur LKS yang terdiri dari pendahuluan (halaman sampul, halaman penulis, kata pengantar, fitur LKS, daftar isi, peta konsep), bagian isi yang terdiri dari beberapa LKS, dan penutup, serta menentukan alat evaluasi berupa latihan soal yang tertuang dalam
(55)
41
LKS yang dikembangkan. selain itu, pada tahap ini juga disusun instrumen penilaian perangkat pembelajaran untuk menilai kelayakan produk sebelum diujicobakan.
c. Development
Development dalam model ADDIE berisi kegiatan realisasi rancangan
produk (Mulyatingingsih, 2011: 185). Dalam tahap development rancangan perangkat pembelajaran pada tahap design yang masih konseptual direalisasikan menjadi produk yang siap diimplementasikan. Maka pada tahap development (pengembangan) dibuat perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan yaitu RPP dan LKS. Selain itu, sebelum perangkat pembelajaran diujicobakan dilakukan validasi perangkat pembelajaran oleh ahli materi, ahli media, dan guru matematika untuk mengetahui kelayakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.
d. Implementation
Tahap ini diimplementasikan rancangan perangkat pembelajaran yang dikembangkan pada situasi yang nyata yaitu pembelajaran dikelas. Tahap implemetasi perangkat pembelajaran dapat dilakukan dengan cara klasikal (Padmo, et al, 2004: 422). Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan RPP dan LKS yang dikembangkan. Pada akhir kegiatan, dilakukan tes hasil belajar untuk mengukur aspek keefektifan perangkat pembelajaran dan peserta didik juga diminta mengisi angket respon setelah menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan untuk mengukur aspek kepraktisan.
(56)
42
Tahap evaluasi dilakukan setelah kegiatan ujicoba perangkat pembelajaran selesai. Menurut Padmo, et al (2004: 423) pihak-pihak yang perlu diperhatikan pendapatnya dalam evaluasi adalah peserta didik, tenaga pengajar, penulis (dalam hal ini adalah peneliti), dan pakar. Tahap evaluasi memungkinkan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan perangkat pembelajaran yang dikembangkan setelah proses pembelajaran. Dengan demikian, pada tahap evaluasi peneliti melakukan perbaikan perangkat pembelajaran dengan mempertimbangkan pada masukan peserta didik dan beberapa kesalahan yang mungkin ada dalam perangkat pembelajaran setelah ujicoba.
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Berikut adalah kajian penelitian yang relevan dalam penelitian pengembangan ini.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Widyarini (2016) dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Pendekatan Kontekstual pada Materi Lingkaran untuk Siswa SMP Kelas VIII”. Penelitian ini menghasilkan RPP dan LKS yang memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. Kualitas kevalidan perangkat pembelajaran memenuhi kualifikasi valid ditunjukkan oleh skor rata-rata penilaian kevalidan RPP yaitu 4,64 dan skor rata-rata kevalidan LKS yaitu 4,44 dari skor maksimal 5,00. Kualitas kepraktisan perangkat pembelajaran memenuhi kualifikasi praktis ditunjukkan oleh skor rata-rata respon siswa yaitu 4,1 dan skor rata-rata respon guru yaitu 4,25 dari skor maksimal adalah 5,00, serta ditinjau dari persentase rata-rata keterlaksanaan pembelajaran yang mencapai 98,04%.
(57)
43
Kualitas keefektifan perangkat pembelajaran memenuhi kualifikasi efektif ditinjau dari perolehan hasil tes hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata 81,91 dari skor maksimal 100 dan persentase ketuntasan mencapai 81,25%. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Mawati (2002) dengan judul “Pengembangan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk Siswa SMP Kelas IX pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung melalui Pendekatan Kontekstual dan Metode Penemuan Terbimbing”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rencana pelakasanaan pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa (LKS) yang dibuat memenuhi kriteria kelayakan produk. RPP yang dikembangkan memiliki karakteristik sangat valid, sangat praktis, efektif, sedangkan LKS yang dikembangkan memiliki karakteristik valis, praktis, dan efektif.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Fakhrunnisa (2014) dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berbasis Pendekatan Kontekstual Pada Materi Logika Untuk Siswa Kelas X”. Hasil dari penelitian ini adalah perangkat pembelajaran matematika berupa RPP dan LKS dengan pendekatan kontekstual pada materi Logika untuk SMA kelas X. Kualitas kevalidan peerangkat pembelajaran memenuhi kriteria valid ditunjukkan oleh skro rata-rata RPP yaitu 4,29 dengan kriteria sangat baik dan skor rata-rata LKS yaitu 4,15 dengan kriteria baik. Kualitas kepraktisan perangkat pembelajaran memenuhi kriteria praktis ditunjukkan oleh skor rata-rata angket respon siswa 4 dengan kriteria baik dan skort rata-rata angket respon guru yaitu 4,69 dengan kriteria sangat baik. Kualitas keefektifan perangkat
(1)
-LKS ARITMATIKA SOSIAL KELAS VII SEMESTER 2- 42
1. Di dalam sekarung gabah, tentukan bagian-bagian yang disebutkan sebagai bruto, neto, dan taranya. Jelaskan!
Penyelesaian:
Bruto: berat keseluruhan dari sekarung gabah yaitu berat gabah ditambah berat karung
Neto: berat gabah Tara: Berat karung
2. Bruto dari 3 karung beras adalah 150 kg dan memiliki tara sebesar 1%. Tentukan berat bersih dari masing-masing karung beras!
Penyelesaian:
Diketahui: Bruto satu karung besar (B)= 50 kg t = 1%
Ditanya: Neto (N) masing-masing karung? Jawaban: Tara (T) =
Neto (N) = Bruto (berat kotor) - tara (potongan berat) = 50 kg - 0,5 kg
= 49,5 kg
Jadi, Neto (N) satu karung beras tersebut adalah 49,5 kg.
3. Suatu ketika Fandi berbelanja sabun mandi ke suatu minimarket. Ketika masuk di minimarket, Fandi melihat ada tiga jenis kemasan sabun mandi dengan merek yang sama. Sabun mana yang sebaiknya Fandi beli?
Ringkasan kemasan dan harga masing-masing sabun mandi tersebut disajikan sebagai berikut.
Neto (ml) Harga (Rupiah)
Kemasan 1 200 8.000
Kemasan 2 300 11.500
Kemasan 3 400 14.000
Penyelesaian:
Perbandingan Harga : Neto
Harga/Neto Kemasan 1 8.000/200 = 40 Kemasan 2 11.500/300 = 38,33 Kemasan 3 14.000/400 = 35
Dari perbandingan diatas, meskipun secara nominal harganya paling mahal, ternyata harga per miliLiternya paling murah. Oleh karena itu, Fandi sebaiknya membeli sabun pada kemasan 3.
(2)
-LKS ARITMATIKA SOSIAL KELAS VII SEMESTER 2- 43
4. Bruto dari 6 kantong gula pasir adalah 180 kg dan memiliki tara sebesar 1,5%. Tentukan berat neto dari masing-masing kantong gula tersebut!
Penyelesaian:
Diketahui: Bruto 6 karung gula pasir = 180 kg t = 1,5%
Ditanya: Neto (berat bersih) masing-masing karung? Jawaban:
Bruto 1 karung (B)= 180kg : 6 = 30kg Tara (T) =
Neto (N) = Bruto (B) - Tara (T) = 30 kg - 0,45 kg = 29,55 kg
Jadi, Neto satu karung gula pasir tersebut adalah 29,55 kg.
5. Seorang pedagang membeli sekarung beras beratnya 1 kuintal dengan tara 2,5%. Harga pembelian sekarung beras tersebut adalah Rp700.000,00. Jika beras tersebut kemudian dijual kembali dengan harga Rp7.800,00 per kg, tentukan besar keuntungan yang diperoleh pedagang tersebut!
Penyelesaian:
Diketahui: Bruto sekarung beras = 1 kuintal = 100kg t = 2,5%
HB = Rp700.000,00 HJ/kg = Rp7.800,00
Ditanya: Tentukan besar keuntungan yang diperoleh pedagang tersebut! Jawaban:
Tara (T) =
Neto (N) = Bruto (B) - Tara (T) = 100 kg – 2,5 kg = 97,5 kg
Harga jual total:
HJ = 97,5 Rp7.800,00= Rp760.500,00 Besar keuntungan:
U = HJ-HB = Rp760.500,00- Rp700.000,00= Rp60.500,00
Jadi, keuntungan yang diperoleh pedagang tersebut adalah Rp60.500,00
(3)
-LKS ARITMATIKA SOSIAL KELAS VII SEMESTER 2- 44
(4)
-LKS ARITMATIKA SOSIAL KELAS VII SEMESTER 2- 45
RANGKUMAN
1. Bruto (B) adalah berat dari suatu benda bersama kemasanya (pembungkusnya). Bruto juga dikenal dengan istilah berat kotor.
2. Neto (N) adalah berat dari suatu benda tanpa pembungkus benda tersebut. Neto juga dikenal dengan istilah berat bersih.
3. Tara (T) adalah selisih antara bruto dengan neto atau berat kemasan ( berat pembungkusnya)
4. Secara matematis bubungan bruto (B), neto (N), dan tara (T) dapat dinyatakan:
B = N
+
T N = B - T T = B - N(5)
-LKS ARITMATIKA SOSIAL KELAS VII SEMESTER 2- 46
Abdur Rahman, dkk. 2016. Matematika. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
. 2014. Matematika. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sukino & Wilson Simangunsong. 2007. Matematika Untuk SMP Kelas VII.
Jakarta: Erlangga.
Cholik Adinawan, dkk. 2004. Matematika Untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga.
(6)