PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS MASALAH PADA MATERI ARITMETIKA SOSIAL UNTUK SISWA SMP KELAS VII.

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan/ keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Rukiyati, 2013:115). Pendidikan telah berlangsung sejak manusia ada. Pendidikan yang dimaksud adalah apa yang dilakukan orang dewasa, orang tua dalam mengajarkan anaknya cara hidup sehari-hari, tradisi yang berlaku, ketrampilan yang selama itu dikuasai oleh orang tuanya agar dikemudian hari anak dapat hidup dengan baik tanpa suatu kesulitan (Dwi Siswoyo, dkk, 2013:142). Pendidikan tidak hanya diperoleh di lingkugan keluarga, namun ada pula suatu lembaga pendidikan seperti sekolah yang mana mengajarkan berbagai ilmu serta membentuk karakter anak. Di Indonesia pemerintah mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan pendidikan selama minimal 9 tahun.

Menurut UU nomor 20 tahun 2003 pasal 3, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Diperlukan sistem pendidikan yang baik sehingga pendidikan nasional dapat berfungsi dengan sebagai mana mestinya. Pemerintah telah


(2)

melakukan usaha-usaha dalam rangka membangun sistem pendidikan yang baik tersebut. Salah satunya ialah dengan pembaruan kurikulum.

Kurikulum adalah segala kesempatan untuk memperoleh pengalaman yang dituangkan dalam bentuk rencana yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Amirin, T. M., dkk, 2013: 13). Kurikulum yang berlaku saat ini ialah kurikulum 2013. Walaupun masih ada beberapa sekolah yang masih menggunakan kurikulum KTSP namun dalam waktu dekat kurikulum 2013 akan diterapkan diseluruh sekolah di Indonesia. Dalam kurikulum 2013 tersebut, pemerintah telah mengatur sedemikian rupa dalam sistem pembelajarannya sehingga pendidikan yang terlaksana di Indonesia berjalan dengan lebih baik lagi dari sebelumnya. Salah satunya ialah pemerintah telah mengatur proses pembelajaran pada kurikulum 2013, yang mana telah dipaparkan secara jelas pada Permendikbud nomor 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah.

Menurut Permendikbud nomor 22 tahun 2016, setiap pendidik pada satuan pendidikan berwajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Berdasarkan Permendikbud nomor 22 tahun 2016, pendidik wajib membuat perencanaan pembelajaran. Pembelajaran yang baik dapat terwujud apabila pendidik telah merencanakan


(3)

pembelajaran tersebut dengan sebaik mungkin. Untuk mewujudkan pembelajaran yang baik dibutuhkan perangkat pembelajaran yang baik pula sehingga tujuan dari pembelajaran tersebut dapat terwujud. Terdapat banyak mata pelajaran yang dipelajari di sekolah, yang mana telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah untuk mewujudkan fungsi dari pendidikan nasional.

Dari beberapa mata pelajaran yang dipelajari di sekolah, salah satu mata pelajaran yang sangat penting yaitu matematika. Matematika wajib dipelajari bagi siswa, karena sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapat menguasai matematika serta dapat memecahkan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari apabila dapat memahami pelajaran matematika dengan baik. Sehingga pembelajaran matematika yang diterapkan haruslah baik.

Pembelajaran matematika di Indonesia pada saat ini belum dapat dikatakan baik, karena belum mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh TIMSS. TIMSS bertujuan untuk memberikan gambaran lengkap terkait posisi prestasi matematik dan sains negara-negara peserta sehingga menjadi titik acuan peningkatan kualitas pendidikan dan kurikulum di negara masing-masing. Penelitian TIMSS pada negara Indonesia telah dilakukan pada tahun 1999, 2003, 2007, dan 2011. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Penelitian TIMSS pada Negara Indonesia No Tahun Peringkat Indonesia Skor

1 1999 34 403

2 2003 35 411

3 2007 36 397

4 2011 38 386


(4)

Diketahui standar internasional untuk mahir 625, tinggi 550, sedang 475, dan rendah 400 (Sumber: https://timssandpirls.bc.edu). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa skor matematika siswa Indonesia termasuk kategori rendah. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kemampuan matematika siswa di Indonesia masih rendah. Oleh karena itu kualitas pembelajaran matematika di Indonesia harus ditingkatkan. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika, guru harus membuat perencanaan pembelajaran matematika dengan baik. Perencanaan pembelajaran matematika yang baik membutuhkan perangkat pembelajaran matematika yang baik.

Perangkat pembelajaran matematika yang baik ialah yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika. Salah satu tujuan dari belajar matematika adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal ini berdasarkan Lampiran Permendiknas No 22 tahun 2006 mengenai Standar Isi, salah satu tujuan siswa belajar matematika yaitu agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah, yang di dalamnya meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan penyelesaian masalah yang diperoleh. Oleh karena itu, peneliti ingin mengembangkan suatu perangkat pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Salah satu model perangkat pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa ialah perangkat pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran dimana masalah-masalah yang terjadi di dunia nyata digunakan sebagai konteks bagi siswa untuk belajar materi-materi


(5)

pembelajaran. Oleh karena itu perangkat pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Perangkat pembelajaran dapat berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Menurut Permendikbud nomor 65 tahun 2013, RPP merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. Lembar Kegiatan siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi petunjuk dan langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan tugas oleh siswa (Depdiknas, 2008:23-24). RPP dan LKS yang ditemukan oleh peneliti di SMP N 8 Yogyakarta masih memiliki kekurangan-kekurangan, sehingga pembelajaran yang terlaksana masih belum maksimal. Hal ini terlihat dari hasil observasi data yang telah dilakukan peneliti di SMP N 8 Yogyakarta. RPP yang digunakan oleh guru yang diteliti di SMP N 8 Yogyakarta tersaji pada lampiran G.1. Dalam RPP yang ditemukan oleh peneliti, peran guru tidak dijabarkan dengan detail sehingga sulit untuk dipahami dan digunakan. RPP yang ditemukan oleh peneliti juga menggunakan metode ceramah yang mana dalam kegiatan inti, diawali dengan guru memberikan contoh soal berserta penjelasan terkait cara mengerjakannya. Setelah itu, siswa mengerjakan latihan soal tersebut. Beberapa siswa yang belum memahami dengan baik penjelasan dari guru, tidak dapat mengerjakan latihan soal dengan benar. Hal ini dikarenakan siswa yang belum memahami konsep dan materi yang diberikan dengan baik, apalagi jika permasalahan yang ditemui adalah masalah-masalah nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan perlu untuk diubah. Salah satu pendekatan pembelajaran yang tepat agar siswa dapat


(6)

memahami konsep dan materi dengan baik serta dapat menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan masalah-masalah nyata adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Hal ini dikarenakan pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran dimana masalah-masalah yang terjadi di dunia nyata digunakan sebagai konteks bagi siswa untuk belajar materi-materi pembelajaran. Sehingga peneliti ingin mengembangkan RPP dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah.

Sedangkan LKS yang ditemukan oleh peneliti di SMP N 8 Yogyakarta masih memiliki kekurangan-kekurangan. LKS yang ditemukan peneliti tersaji pada lampiran G.2. Dalam LKS yang ditemukan peneliti, kegiatan yang dilakukan siswa adalah mengerjakan latihan soal, tanpa melalui tahap-tahap kegiatan yang menuntun siswa untuk memahami konsep dan materi yang diajarkan, apalagi bila permasalahan yang ditemui adalah masalah-masalah nyata. Sehingga beberapa siswa tidak dapat memahami konsep dan materi yang diberikan dengan baik, apalagi jika permasalahan yang ditemui adalah masalah-masalah nyata Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan pada LKS perlu untuk diubah. Salah satu pendekatan pembelajaran yang tepat agar siswa melalui tahap-tahap kegiatan agar siswa dapat memahami konsep dan materi dengan baik serta dapat menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan masalah-masalah nyata adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah. Hal ini dikarenakan pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran dimana masalah-masalah yang terjadi di dunia nyata digunakan sebagai konteks bagi siswa untuk


(7)

belajar materi-materi pembelajaran. Sehingga peneliti ingin mengembangkan LKS dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah.

Aritmetika Sosial merupakan salah satu materi yang dipelajari di sekolah menengah pertama (SMP) pada kelas VII. Berdasarkan laporan hasil ujian nasional terkait daya serap penguasaan materi aritmetika sosial pada tahun terakhir mendapatkan hasil yang belum baik dan lebih rendah dari tahun sebelumnya, yakni seperti pada tabel berikut.

Tabel 2. Laporan Hasil Ujian Nasional untuk Persentase Daya Serap Indikator Soal tahun 2014/2015

No Kemampuan yang Diuji Nasional Provinsi Yogyakarta 5 Menyelesaikan masalah yang

berkaitan dg perbankan atau koperasi dalam aritmetika sosial sederhana

65.88 69.75

Sumber: http://un.kemdikbud.go.id Tabel 3. Laporan Hasil Ujian Nasional untuk Persentase Daya Serap

Indikator Soal tahun 2015/2016

No Kemampuan yang Diuji Nasional Provinsi Yogyakarta 3 Diberikan tabel tiga jenis barang, harga

dan diskonnya, peserta didik dapat menentukan jumlah harga barang (yang

harus dibayar) dari a jenis pertama, b jenis kedua dan c jenis ketiga (a, b, c

hitungan asli kurang dari 5)

57.39 58.63

Sumber: http://un.kemdikbud.go.id Hasil tersebut menunjukkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah pada materi aritmetika sosial masih rendah. Hasil nilai UN yang belum baik tersebut dapat disebabkan oleh perangkat pembelajaran yang ada menggunakan pendekatan yang belum tepat. Pendekatan berbasis masalah tepat digunakan untuk materi aritmetika sosial. Sehingga peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa SMP kelas VII.


(8)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut.

1. Kemampuan matematika siswa di Indonesia masih rendah berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh TIMSS. (Sumber: Puspendik, 2011) 2. Kemampuan pemecahan masalah pada siswa belum berkembang

maksimal.

3. RPP yang ditemukan peneliti di SMP N 8 Yogyakarta masih memiliki kekurangan-kekurangan dalam menjadikan siswa mudah untuk memahami konsep dan materi yang diajarkan serta dapat menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan masalah-masalah nyata.

4. LKS yang ditemukan peneliti di SMP N 8 Yogyakarta masih memiliki kekurangan-kekurangan dalam menjadikan siswa mudah untuk memahami konsep dan materi yang diajarkan apalagi menyelesaikan persoalan masalah-masalah nyata.

5. Daya serap UN pada materi aritmetika sosial pada tahun terakhir mendapatkan hasil yang belum baik dan lebih rendah dari tahun sebelumnya (Sumber: http://un.kemdikbud.go.id).

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian menjadi lebih fokus, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pengembangan perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa SMP kelas VII. Perangkat pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini berupa RPP dan LKS.


(9)

D. Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa SMP kelas VII?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa SMP kelas VII.

F. Manfaat Peneltitian

Apabila tujuan yang dimaksud tercapai, terdapat beberapa manfaat yang dapat disumbangkan bagi guru, siswa serta peneliti.

1. Bagi siswa: melalui pembelajaran matematika dengan perangkat pembelajaran yang menggunakan pendekatan berbasis masalah diharapkan kemampuan pemecahan masalah siswa dapat meningkat.

2. Bagi guru: dapat membantu guru dalam proses pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika.

3. Bagi dunia pendidikan: perangkat pembelajaran ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bahan pengembangan lebih lanjut dalam pembuatan perangkat pembelajaran di masa mendatang dan hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan pendidikan matematika.


(10)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika untuk Siswa SMP a. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil optimal (Sugihartono, dkk, 2007:81). Belajar merupakan proses yang unik dan bersifat internal yang berlangsung dalam diri individu, sedangkan pembelajaran merupakan proses yang bersifat eksternal yang sengaja direncanakan. Belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan berlangsung terarah dan sistematik (Erman Suherman, 2001: 8).

Menurut Johnson dan Rising (1972) (dalam Erman Suherman, 2001: 19) mengatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Sehingga dalam pembelajaran matematika perlu dilakukan proses pengorganisasian siswa dengan lingkungan belajar sehingga terbentuk suasana belajar yang aktif bagi siswa dalam mengembangkan pola pikir, pola


(11)

pengorganisasian, dan pembuktian logis dalam upaya memecahkan masalah matematika. Pembelajaran matematika di sekolah harus mengutamakan proses pembangunan pengetahuan oleh siswa sendiri, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah (Erman Suherman, 2001: 67-69), yaitu:

a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)

Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang atau bertahap, yaitu dimulai dari hal konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari yang sederhana ke hal yang kompleks. Atau bisa dikatakan dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar.

b. Pembelajaran matematika mengikuti metoda spiral.

Dalam setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari, dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali. Pengulangan konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Metoda spiral bukanlah mengajarkan konsep hanya dengan pengulangan atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral naik bukan spiral datar.

c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif

Matematika adalah ilmu deduktif, matematika terssun secara deduktif aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan yang cocok dengan kondisi anak didik yang kita ajar. Misalnya sesuai dengan perkembangan intelektual siswa di SLTP, maka dalam pembelajaran matematika belum seluruhnya menggunakan pendekatan deduktif tapi masih campur dengan induktif.

d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah diterima kebenarannya. Dalam pembelajaran matemaika di sekolah, meskipun ditempuh pola induktif, tetapi tetap bahwa generalisasi suatu konsep haruslah bersifat deduktif. Kebenaran konsistensi tersebut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari.


(12)

Tujuan umum pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu pembelajaran ilmu pengetahuan lainnya (R. Soedjadi, 2000:43). Tujuan khusus pembelajaran matematika di SMP adalah agar:

1) Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.

2) Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah.

3) Siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

4) Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.

b. Karakteristik Siswa SMP

Rata-rata siswa SMP ada di rentang 13-15 tahun. Menurut Hurlock (2003) awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 tahun atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia mata secara hukum (Izzaty, R. E., dkk., 2013: 122). Jadi siswa SMP yang rata-rata berusia 13-15 tahun tergolong dalam kelompok masa remaja awal.

Jean Piaget membagi perkembangan kognitif menjadi empat tahapan yaitu (Sugihartono, 2013:109):


(13)

1) Tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun)

2) Tahap Praoperasional Thinking (usia 2-7 tahun) 3) Tahap Concrete Operations (usia 7-11 tahun)

4) Tahap Formal Operations (usia 11 tahun hingga dewasa)

Berdasarkan tahap perkembangan kognitif, siswa SMP termasuk pada tahap operasional formal. Pada tahap ini, anak-anak bisa menangani situasi hipotesis dan proses berpikir mereka tidak lagi tergantung pada hal-hal yang berlangsung riil dan memiliki penalaran yang logis.

Dalam teori perkembangan kognitif Piaget, masa remaja adalah tahap peralihan dari penggunaan operasi konkret ke penerapan operasi formal dalam penalaran. Remaja mulai menyadari keterbatasan pemikiran mereka. Mereka bergumul dengan konsep-konsep yang dihilangkan dari pengalaman mereka sendiri. Menurut Piaget penggunaan operasi formal bergantung pada ketidakasingan siswa dengan suatu materi tertentu. Saat siswa merasa tidak asing dengan suatu materi mereka lebih mungkin menggunakan operasi formal. Sebaliknya apabila mereka asing terhadap suatu materi, siswa cenderung menggunakan pola penalaran konkret dan tidak sering menggunakan ide-ide mereka sendiri (Slavin, 2008: 113).

Masa remaja merupakan masa yang sangat krusial dalam kehidupannya karena keberhasilan dalam menatapi masa depannya juga dipengaruhi oleh keberhasilan remaja dalam menjalani perkembangannya. Oleh karena itu diperlukan perhatian yang lebih dari para pendidik (baik orang tua maupun guru), Impikasinya dalam pendidikan perlu memperhatikan perkembangan yang terjadi


(14)

pada masa remaja tersebut (Izzaty, R. E.,dkk., 2013: 150). Oleh karena itu pembelajaran yang dilakukan, harus memperhatikan perkembangan yang terjadi pada masa remaja, khususnya anak SMP. Sehingga perangkat pembelajaran yang dikembangkan menggunakan tahap-tahap kegiatan yang dapat menuntun siswa dalam memahami konsep dan materi yang diajarkan serta menggunakan permasalahan nyata sebagai konteks bagi siswa belajar.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Dalam belajar matematika, masalah merupakan soal yang tidak biasa dijumpai oleh siswa. Menurut Erman Suherman, dkk. (2001: 86), suatu masalah memuat situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika seorang anak diberikan suatu soal dan dapat langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut bukan masalah bagi anak tersebut. Dalam Lampiran Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 mengenai Standar Isi disebutkan bahwa kemampuan memecahkan masalah merupakan kemampuan yang didalamnya meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Selain itu, kemampuan pemecahan masalah pada siswa dapat dilihat dari langkah-langkah pemecahan masalah yang dituliskannya. Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam matematika, kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan soal-soal berbasis masalah (Tina, 2016: 13).


(15)

Menurut Bransford dan Stein, langkah-langkah dalam menemukan pemecahan masalah yang efektif adalah sebagai berikut (Santrock, 2011: 113).

1. Menemukan dan menyusun masalah tersebut

2. Mengembangkan strategi pemecahan masalah yang baik. Beberapa strategi yang efektif adalah menentukan subtujuan dan algoritma

3. Menganalisis terhadap hasil akhir 4. Mengevaluasi hasil-hasil

Menurut Polya (1973: 6-14), terdapat empat langkah dalam memecahkan masalah, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pemeriksaan kembali.

a. Memahami masalah (understand the problem)

Pada langkah ini, siswa diharapkan dapat memahami permasalahan yang dihadapi. Kegiatan yang dilakukan siswa pada langkah ini, meliputi menuliskan bagian penting, hal yang tidak diketahui, data yang diketahui, dan syarat pada masalah. Selain itu, siswa juga menuliskannya dalam notasi matematika. Jika terdapat gambar terkait dengan masalah, siswa diharapkan dapat menggambarkannya.

b. Merencanakan penyelesaian masalah (devising a plan)

Tahap ini dilaksanakan setelah siswa memahami masalah yang dihadapi. Pada tahap ini, siswa menyusun strategi atau rencana yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Dalam merencanakan masalah, dibutuhkan pengalaman dan pengetahuan yang telah didapat siswa.


(16)

Pada tahap ini, siswa harus menyusun rincian yang sesuai dengan garis besar rencana yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Siswa harus menguji rincian tersebut satu persatu hingga tidak terdapat kesalahan.

d. Memeriksa kembali (looking back)

Pada tahap ini, siswa memeriksa kembali keseluruhan penyelesaian untuk menghindari kesalahan pada fase penting dalam langkah penyelesaian. Siswa mempertimbangkan kembali dan menguji kembali hasil penyelesaian dan langkah-langkahnya. Setelah memeriksa hasil dan setiap langkah penyelesaian, siswa dapat meyakini bahwa hasil penyelesaian yang didapat merupakan penyelesaian yang benar.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan untuk memahami masalah dan merencanakan pemecahan masalah, membuat proses penyelesaian suatu masalah, menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memerika kebenaran hasil atau jawabannya.

3. Perangkat Pembelajaran

Pembelajaran yang baik didapatkan apabila guru telah merencanakan pembelajaran dengan baik. Dalam melakukan perencanaan pembelajaran tersebut tentu guru membuat perangkat pembelajaran. Menurut Trianto (2011:96), perangkat pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar dapat berupa: buku siswa, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS), instrumen hasil belajar, juga media pembelajaran. Dalam


(17)

penelitian ini, peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS.

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Menurut Permendikbud nomor 22 tahun 2016, RPP merupakan rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP disusun berdasarkan KD atau sub tema yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Setiap guru berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi siswa untuk berperan aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Menurut Permendikbud nomor 22 tahun 2016, Komponen RPP terdiri atas:

1. identitas sekolah, yaitu nama satuan pendidikan; 2. identitas mata pelajaran atau tema/subtema; 3. kelas/semester;

4. materi pokok;

5. alokasi waktu ditentukan sesuai kebutuhan untuk pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang akan dicapai;

6. tujuan pembelajaran yang dirumuskan dalam KD, dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;


(18)

8. materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator ketercapaian kompetensi;

9. metode pembelajaran, digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;

10. media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pembelajaran;

11. sumber belajar, berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar, atau sumber belajar yang relevan;

12. langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, dan penutup; dan

13. penilaian hasil belajar.

Menurut Permendikbud nomor 22 Tahun 2016, dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.

a) Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.

b) Partisipasi aktif peserta didik.

c) Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.


(19)

d) Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

e) Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

f) Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. g) Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata

pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.

h) Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

b. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar kegiatan siswa adalah lembaran-lembaran berisi petunjuk dan langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan tugas oleh siswa (Depdiknas, 2008:23-24). LKS merupakan panduan peserta didik yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah (Trianto, 2013: 222). LKS merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk bahan ajar yang sering digunakan dalam pembelajaran. LKS memiliki peran yang sangat besar dalam proses pembelajaran dikarenakan LKS dapat membantu guru dalam mengarahkan siswanya menemukan konsep-konsep melalui aktivitas-aktivitas yang disusun dalam LKS tersebut. Selain itu LKS juga dapat mengembangkan


(20)

keterampilan proses, meningkatkan aktivitas peserta didik sehingga dapat mengoptimalkan hasil belajar (Novi Prayekti, 2013: 695). Lembar kegiatan siswa memuat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik untuk mencapai tujuan intruksional. Lembar kegiatan ini berisi petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan guru kepada siswanya.

Dalam menyusun LKS tentunya harus memenuhi beberapa syarat agar LKS tersebut dapat dikatakan baik serta dapat menunjang pencapaian peserta didik. Berikut ini terdapat berapa syarat penyusunan LKS menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R. E Kaligis (1992: 41-46).

1) Syarat didaktik

LKS sebagai salah satu bentuk sarana berlangsungnya proses pembelajaran haruslah memenuhi persyaratan didaktik, artinya LKS harus mengikuti asas-asas pembelajaran yang efektif, yaitu

a) LKS yang baik memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga dapat digunakan oleh siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda, b) LKS menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep,

sehingga LKS berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu,

c) LKS memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa, sehingga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menulis, menggambar, berdialog dengan temannnya, menggunakan alat, menyentuh benda nyata, dan sebagainya,

d) LKS dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa. Jadi tidak semata-mata ditujukan untuk mengenal fakta-fakta dan konsep-konsep materi. Oleh karena itu diperlukan bentuk kegiatan yang memungkinkan siswa dapat berhubungan dengan orang lain, mengkomunikasikan hasil kerjanya kepada orang lain, dan sebagainya,

e) LKS memuat pengalaman belajar yang ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa (intelektual, emosional, dan sebagainya), dan bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran.

2) Syarat konstruksi

Syarat konstruksi yang dimaksud di sini adalah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang pada hakikatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh siswa. Adapun syarat-syarat konstruksi dari LKS yang disusun adalah sebagai berikut.


(21)

a) LKS menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anak.

b) LKS menggunakan struktur kalimat yang jelas.

c) LKS memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak.

d) LKS hendaknya menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka. Dianjurkan menggunakan isian atau jawaban yang didapat dari hasil pengolahan informasi, bukan mengambil dari perbendaharaan pengetahuan yang tak terbatas.

e) LKS tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan siswa.

f) LKS menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS. Selain itu, LKS hendaknya memberikan tempat atau bingkai untuk menuliskan jawaban atau keperluan lain.

g) LKS menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. h) LKS menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. i) LKS dapat digunakan siswa yang lamban maupun cepat.

j) LKS memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat sebagai sumber motivasi.

k) LKS mempunyai identitas meliputi nama, kelas, tanggal, dan sebagainya untuk memudahkan siswa.

3) Syarat teknis

a) Tulisan, hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut. 1. Penggunaan huruf yang jelas dibaca meliputi jenis dan ukuran huruf. 2. Penggunaan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan

jawaban siswa bila perlu.

3. Memperhatikan perbandingan ukuran huruf dengan ukuran gambar. b) Gambar, gambar yang baik adalah gambar yang dapat menyampaikan

pesan atau isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS untuk mendukung kejelasan konsep.

c) Penampilan, penampilan LKS hendaknya dibuat menarik yaitu meliputi ukuran LKS, desain tampilan baik isi maupun kulit buku yang meliputi tata letak dan ilustrasi.

4. Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang dibutuhkan penyelidikan yang autentik yaitu penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan nyata (Trianto, 2013: 90). Arends (2008: 41) berpendapat bahwa


(22)

pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menyuguhkan situasi masalah autentik dan bermakna kepada siswa, dengan tujuan agar siswa dapat melakukan investigasi dan penyelidikan. Pendekatan pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu cara untuk mensimulasikan pemecahan masalah di dunia nyata dengan bantuan guru yang berperan sebagai fasilitator. Melalui model pembelajaran berbasis masalah siswa akan dapat mengembangkan kemampuan menemukan, menyelidiki, dan mengungkap ide mereka sendiri dalam memecahkan masalah matematika (Nurhayati Abbas, 2009:126). Pembelajaran berbasis masalah merupakan kegiatan belajar yang diharapkan dapat memberdayakan peserta didik untuk menjadi individu yang mandiri dan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi (Sri Rochani, 2016:275). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang mana menjadikan masalah-masalah nyata digunakan sebagai konteks bagi siswa untuk belajar materi-materi pembelajaran.

b. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah

Arends (2008:42) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (PBL) memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Pengajuan pertanyaan atau masalah

Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar mengenai masalah sosial yang penting bagi peserta didik. Peserta didik dihadapkan pada situasi kehidupan nyata, mencoba membuat pertanyaan terkait masalah dan memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan.

2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin

Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah terpusat pada pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Sejarah), namun permasalahan yang diteliti benar-benar nyata untuk dipecahkan. Peserta didik meninjau permasalahan itu dari berbagai mata pelajaran.


(23)

Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan peserta didik untuk melakukan penyelidikan autentik untuk menemukan solusi nyata untuk masalah nyata. Peserta didik harus menganalis dan menetapkan masalah, kemudian mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan percobaan (bila diperlukan) dan menarik kesimpulan.

4) Menghasilkan produk dan mempublikasi

Pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau peragaan yang dapat mewakili penyelesaian masalah yang mereka temukan.

5) Kolaborasi

Pembelajaran berbasis masalah ditandai oleh peserta didik yang saling bekerja sama, paling sering membentuk pasangan dalam kelompok-kelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk secara berkelanjutan dalam penugasan yang lebih kompleks dan meningkatkan pengembangan keterampilan sosial.

c. Langkah-Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat dilakukan dalam lima tahap sebagai berikut (Arends, 2008:57).

1) Mengorientasikan siswa pada masalah

Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menyiapkan logistik yang diperlukan selama proses pembelajaran, serta memotivasi siswa agar aktif dalam memecahkan masalah yang disediakan.

2) Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa memahami dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi yang dapat dimanfaatkan dalam pemecahan masalah dan mendorong siswa melakukan eksperimen untuk mencari penjelasan dan pemecahan.

4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, maupun presentasi, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangsungnya pemecahan masalah.


(24)

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah serta aktivitas siswa dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Tahapan Kegiatan Problem Based Learning No. Tahap Aktivitas Siswa

1 Orientasi siswa kepada masalah

Siswa dihadapkan pada permasalahan dengan kegiatan mengamati permasalahan dan bertanya terkait permasalahan.

2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Siswa menggali informasi untuk memahami permasalahan serta membuat rencana untuk menyelesaikan permasalahan.

3 Membimbing penyelidikan

Siswa menalar untuk menyelesaikan masalah serta memeriksa kembali terkait pemecahan masalah yang didapatkan.

4 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang siswa gunakan dengan kegiatan menyimpulkan. 5 Menyajikan hasil

karya

Siswa merencanakan dan menyajikan hasil penyelesaian masalah yang didapatkan dengan kegiatan mempresentasikan

5. Materi Aritmetika Sosial Kelas VII SMP

Materi aritmetika sosial diajarkan di siswa SMP kelas VII pada semester dua. Berikut adalah kompetensi inti dan kompetensi dasar pada materi aritmetika sosial berdasarkan Permendikbud nomor 24 tahun 2016. Kompetensi Inti

K1: Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.

K2: Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

K3: Memahami, menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

K4: Mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret (mengggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan


(25)

membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengurang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori. Kompetensi Dasar

3.11 Menganalisis aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara) 4.11 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika sosial

(penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara).

Indikator Pencapaian Kompetensi

3.11.1 Mendapatkan informasi yang terkait dengan artimetika sosial 3.11.2 Menentukan hubungan antara penjualan, pembelian, untung, dan

rugi

3.11.3 Menentukan bunga tunggal dan pajak

3.11.4 Menentukan hubungan antara, bruto, neto, dan tara

4.11.1 Memecahkan masalah terkait dengan aritmetika sosial baik melalui tanya jawab, diskusi, atau presentasi

Secara garis besar materi aritmetika sosial yang diajarkan pada siswa SMP adalah sebagai berikut.

a. Harga penjualan dan pembelian

Setiap barang yang dimiliki oleh penjual didapatkan dengan nilai harga yang disebut harga pembelian (modal), kemudian barang tersebut dijual dan memiliki suatu nilai harga yang disebut harga penjualan.

b. Keuntungan. Kerugian, dan impas

Keuntungan diperoleh apabila harga penjualan suatu barang lebih besar daripada harga pembelian (modal). Kerugian diperoleh apabila harga penjualan suatu barang lebih kecil daripada harga pembelian (modal). Impas diperoleh apabila harga penjualan suatu barang sama dengan harga pembelian (modal).


(26)

c. Persentase untung dan rugi

Persentase keuntungan digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan.

Misal: = Presentasi keuntungan = Harga beli (modal)

= Harga jual (total pemasukan)

Persentase keuntungan dapat ditentukan dengan rumus:

Persentase kerugian digunakan untuk mengetahui persentase kerugian dari suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan.

Misal: = Presentasi kerugian = Harga beli (modal)

= Harga jual (total pemasukan)

Persentase kerugian dapat ditentukan dengan rumus:

d. Diskon

Diskon adalah potongan atau pengurangan nilai terhadap nilai atau harga awal.


(27)

e. Pajak

Pajak adalah pertambahan nilai suatu barang atau jasa yang wajib dibayarkan oleh masyarakat kepada pemerintah.

f. Bruto, tara, dan netto

Bruto diartikan sebagai berat kotor. Neto diartikan sebagai berat bersih. Tara di artikan sebagai selisih antara bruto dengan netto.

Misal diketahui Netto , Tara , Bruto Persentase Netto , Persentase Tara Persentase netto dapat dirumuskan:

Persentase tara dapat dirumuskan: Nilai brutto dapat dirumuskan:

g. Bunga tunggal

Dalam menentukan bunga tunggal dari suatu tabungan atas pinjaman di bank dapat dirumuskan sebagai berikut.

Misalkan persentase bunga , Besarnya modal Besarnya bunga pertahun

Maka besarnya bunga pertahun ialah: Sehingga besarnya bunga perbulan ialah:

Berikut ini adalah contoh dari kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada materi aritmetika sosial yaitu sebagai berikut.

a. Mencermati kegiatan-kegiatan sehari-hari berkaitan dengan transaksi jual beli, kondisi untung, rugi, dan impas


(28)

b. Mencermati cara menentukan diskon dan pajak dari suatu barang

c. Mengamati konteks dalam kehidupan di sekitar yang terkait dengan bruto, neto, dan tara

d. Mengumpulkan informasi tentang cara melakukan manipulasi aljabar terhadap permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan artimetika sosial

e. Menyajikan hasil pembelajaran tentang aritmetika sosial f. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan artimetika sosial 6. Pengertian Valid, Praktis, Efektif

Nieveen dan Van den Akker mengemukakan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan perlu memperhatikan kriteria kualitas (Rochmad, 2012: 68). Perangkat pembelajaran dikatakan berkualitas apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

a. Kevalidan perangkat pembelajaran.

Aspek kevalidan adalah kriteria kualitas perangkat pembelajaran dilihat dari materi yang terdapat di dalam perangkat pembelajaran. Menurut Nieveen (Rochmad, 2012: 69) kevalidan suatu perangkat pembelajaran dapat merujuk pada dua hal, yaitu apakah perangkat pembelajaran yang dikembangkan sesuai teoritiknya serta terdapat konsistensi internal pada setiap komponennya. Validitas perangkat pembelajaran adalah dikatakan valid apabila perangkat pembelajaran dinyatakan layak digunakan dengan revisi atau tanpa revisi oleh validator. Penilaian kevalidan terhadap RPP dan LKS menggunakan instrumen penilaian kevalidan. Instrumen kevalidan ini juga divalidasi oleh dosen ahli sehingga dapat mengukur apa yang ingin diukur. Tingkat kevalidan pada perangkat pembelajaran


(29)

yang dikembangkan ditentukan oleh pendapat para ahli. Para ahli, dalam penelitian ini adalah dosen FMIPA UNY dan guru matematika, akan memberikan saran dan penilaian terkait dengan aspek kevalidan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

b. Kepraktisan perangkat pembelajaran.

Van Den Akker (Rochmad, 2012: 70) mengemukakan bahwa suatu perangkat pembelajaran dikatakan praktis jika praktisi atau ahli menyatakan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat diterapkan dilapangan. Nieveen (Rochmad, 2012: 70) mengemukakan bahwa kepraktisan suatu perangkat pembelajaran yang dikembangkan dapat dilihat dari tingkat kemudahan dan keterbantuan dalam penggunaannya. Kepraktisan perangkat pembelajaran juga dapat ditinjau dari apakah guru dapat melaksanakan pembelajaran di kelas (Rochmad, 2012: 70).

Kepraktisan dalam penelitian ini adalah ditentukan dengan angket respon guru dan siswa. Angket respon digunakan untuk mengetahui tanggapan pengguna perangkat pembelajaran yang dikembangkan mengenai seberapa cocok dan mudah penerapan perangkat pembelajaran tersebut. RPP dan LKS dapat dikatakan praktis apabila guru memberikan respon baik terhadap RPP dan LKS, serta siswa memberikan respon baik terhadap LKS. Penilaian respon terhadap RPP dan LKS tersebut dinilai berdasarkan instrumen yang telah divalidasi oleh dosen ahli. c. Keefektifan perangkat pembelajaran.

Keefektifan perangkat pembelajaran dapat dilihat dari tujuan penelitian dan pengembangan perangkat pembelajaran. Indikator yang menyatakan perangkat


(30)

pembelajaran efektif dapat dilihat dari hasil belajar siswa, aktivitas siswa, dan respon siswa (Rochmad: 2012, 71). Indikator yang digunakan antara penelitian satu dengan penelitian yang lain dapat berbeda-beda tergantung pada pendefinisian yang disebut efektif dalam penelitian tersebut. Apresiasi siswa yang tinggi akan meningkatkan keinginan siswa untuk belajar. Hal ini tentunya dapat meningkatkan pencapaian siswa. Pencapaian siswa dapat digunakan untuk mengukur tingkat keefektifan perangkat pembelajaran.

Keefektifan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah ditentukan dengan lembar keterlaksanaan kegiatan pembelajaran serta hasil belajar siswa menggunakan pretest dan posttest. RPP dan LKS dikatakan efektif apabila lembar keterlaksanaan pembelajaran serta hasil ujian belajar siswa mendapatkan hasil yang baik. Penilaian terhadap keterlaksanaan pembelajaran tersebut berdasarkan instrumen yang telah divalidasi oleh dosen ahli. Sedangkan hasil belajar siswa menggunakan soal pretest dan posttest yang telah divalidasi oleh dosen ahli. B. Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tina Sri Sumartini (2016) dalam jurnalnya yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa melalui Pembelajaran Berbasis Masalah.” Hasil penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, (2) Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa ketika mengerjakan soal-soal yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kesalahan karena kecerobohan


(31)

atau kurang cermat, kesalahan mentransformasikan informasi, kesalahan keterampilan proses, dan kesalahan memahami soal.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Rochani (2016) dalam jurnalnya yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah dan Penemuan Terbimbing Ditinjau dari Hasil Belajar Kognitif Kemampuan Berpikir Kreatif.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pembelajaran berbasis masalah efektif ditinjau dari hasil belajar kognitif dan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII SMP, (2) pembelajaran penemuan terbimbing efektif ditinjau dari hasil belajar kognitif dan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII SMP, dan (3) pembelajaran berbasis masalah lebih efektif daripada pembelajaran penemuan terbimbing ditinjau dari hasil belajar kognitif dan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII SMP.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Nila Hayati dan Fahrurozi (2015) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis.” Melalui proses pengembangan, telah dihasilkan: (1) perangkat pembelajaran berbasis masalah dan (2) instrumen penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran berbasis masalah telah memenuhi kriteria kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Kriteria kevalidan terlihat dari hasil analisis kevalidan perangkat pembelajaran matematika yang memenuhi kriteria valid, kriteria kepraktisan perangkat pembelajaran matematika dilihat dari kepraktisan menurut guru yang memenuhi kriteria mudah digunakan dan kepraktisan menurut siswa yang positif. Kriteria keefektifan perangkat


(32)

pembelajaran matematika berdasarkan pada persentase jumlah siswa yang mendapat skor kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis dengan katagori minimal tinggi adalah 80%.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Niluh Sulistyani dan Heri Retnawati (2015) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Bangun Ruang di SMP dengan Pendekatan Problem Based Learning.” Hasil penelitian ialah berupa perangkat pembelajaran bangun ruang yang terdiri atas silabus, RPP, LKS, dan instrumen evaluasi berupa tes pencapaian kompetensi dasar dan kemampuan berpikir kritis yang valid, praktis, dan efektif.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Siwi Khomsiatun & Heri Retnawati (2015) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah.” Hasil Penelitian ialah menghasilkan perangkat pembelajaran pada Kompetensi Dasar “Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah” yang telah memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif.

C. Kerangka Berpikir

Sebagian besar siswa SMP mengalami kesulitan saat mempelajari matematika. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut ialah dikarenakan siswa SMP masih belum memasuki tahap operasi formal. Materi aritmetika sosial merupakan materi yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Hal ini dapat dilihat dari laporan hasil ujian nasioanl pada daya serap indikator soal materi aritmetika sosial pada tahun terakhir yang rendah serta mengalami penurunan dari


(33)

pada tahun sebelumnya di provinsi Yogyakarta. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi ulang terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan di kelas. Hasil nilai UN yang rendah serta mengalami penurunan tersebut juga dikarenakan perangkat pembelajan yang ada menggunakan pendekatan yang belum tepat. Hasil UN yang rendah serta mengalami penurunan tersebut juga menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik masih rendah. Pendekatan berbasis masalah tepat digunakan untuk materi aritmetika sosial. Perangkat pembelajaran dapat berupa RPP dan LKS. RPP dan LKS yang nantinya akan dikembangkan ialah yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Berdasarkan uraian tersebut akan dikembangkan perangkat pembelajaran berbasis masalah yang memiliki kualifikasi valid menurut ahli yang digunakan untuk siswa SMP kelas VII, secara nyata dapat diterapkan dalam proses pembelajaran sehingga memenuhi keriteria praktis. Sehingga didapatkan hasil yang efektif yang mana kemampuan pemecahan masalah siswa meningkat.

D. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimana kriteria perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah pada materi aritmetika sosial ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan?

2. Bagaimana kualitas perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah pada materi aritmetika sosial ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan?


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah research and development (R&D). Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan pendidikan (educational research and development) dengan tujuan menghasilkan perangkat pembelajaran matematika berbasis masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa SMP kelas VII. Produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) berbasis masalah pada materi aritmetika sosial.

B. Prosedur Pengembangan

Model Pengembangan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, and Evaluation). Model ADDIE merupakan model pengembangan yang dikembangkan oleh Dick and Carry (Endang Mulyatiningsih, 2012: 184). Terdapat lima langkah pengembangan yang terdapat dalam model pengembangan ADDIE, yaitu Analisis (Analysis), Perancangan (Design), Pengembangan (Development), Implementasi (Implementation) dan Evaluasi (Evaluation).

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS berbasis masalah pada materi aritmetika sosial untuk siswa SMP kelas VII. Berikut ini adalah langkah-langkah pengembangan perangkat pembelajaran dengan mengikuti model pengembangan ADDIE (Endang Mulyatiningsih, 2012: 200-201).


(35)

1. Analysis (Analisis)

Tahap analisis merupakan tahap yang dilaksanakan sebelum tahap perencanaan pada proses pengembangan produk berupa perangkat pembelajaran berbasis masalah pada materi aritmetika sosial. Pada tahap analisis, dilakukan berbagai identifikasi agar produk yang dihasilkan sesuai dengan siswa, tujuan belajar, materi pembelajaran, dan lingkungan belajar. Oleh karena itu, terdapat tiga kegiatan analisis dalam tahap analisis, yaitu analisis kebutuhan, analisis karakteristik kurikulum, dan analisis karakteristik siswa.

a. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dilakukan untuk mengetahui masalah-masalah yang terdapat dalam pembelajaran matematika yang ada di lapangan, khususnya dalam materi aritmetika sosial, sehingga dibutuhkan pengembangan perangkat pembelajaran pada materi aritmetika sosial dengan pendekatan berbasis masalah. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini antara lain, menganalisis hasil observasi pembelajaran, dan menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

b. Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum meliputi, analisis Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, dalam penelitian ini adalah Kurikulum 2013, yang akan dikembangkan atau dicapai melalui pengembangan perangkat pembelajaran. Analisis Kurikulum mencakup Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD) serta merumuskan indikator pencapaian pembelajaran.


(36)

Hasil analisis ini kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

c. Analisis Karakteristik Siswa

Analisis karakteristik siswa dilakukan dengan melakukan identifikasi karakter siswa pengguna LKS yang dikembangkan, yaitu siswa kelas VII. Analisis tersebut dilakukan dengan memperhatikan aspek bakat, kematangan, kecerdasan, motivasi belajar dan kemampuan awal yang telah dimiliki siswa. Hasil analisis tersebut kemudian akan digunakan sebagai dasar dalam pengembangan perangkat pembelajaran agar sesuai dengan karakteristik penggunanya.

2. Design (Perancangan)

Pada tahap desain, dibuat rancangan konsep produk secara rinci (Endang Mulyatiningsih, 2012: 185). Tahapan ini meliputi pembuatan rancangan perangkat pembelajaran berbasis masalah berupa RPP dan LKS pada materi aritmetika sosial. Rancangan ini masih bersifat konseptual dan akan mendasari proses pengembangan berikutnya. Selain itu, pada tahap ini dibuat juga rancangan instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja produk yang telah dikembangkan untuk mengukur kinerja produk antara lain, lembar penilaian RPP dan LKS untuk mengukur kevalidan, angket respon siswa dan guru untuk mengukur kepraktisan, lembar observasi keteraksanaan pembelajaran untuk mengukur keefektifan perangkat pembelajaran, serta pretest dan posttest untuk mengukur keefektifan ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.


(37)

3. Development (Pengembangan)

Tahap pengembangan merupakan tahap realisasi rancangan produk (Endang Mulyatiningsh, 2012: 184). Rancangan produk yang telah disusun dalam tahap perencanaan direalisasikan menjadi produk yang siap untuk di implementasikan dalam tahap ini. Selain itu, dibuat instrumen yang digunakan untuk mengukur kinerja produk yang telah dikembangkan. Instrumen yang dibuat untuk mengukur kinerja produk antara lain, lembar penilaian RPP dan LKS untuk mengukur kevalidan, angket respon siswa dan guru untuk mengukur kepraktisan, lembar observasi pembelajaran untuk mengukur keefektifan perangkat pembelajaran, serta tes kemampuan pemecahan masalah berupa pretest dan posttest untuk mengukur keefektifan ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Perangkat pembelajaran berbasis masalah berupa RPP dan LKS pada materi aritmetika sosial yang telah dikembangkan kemudian dikonsultasikan kepada dosen ahli untuk divalidasi atau dinilai kelayakannya. Oleh karena itu, tahap ini akan menghasilkan data yang digunakan untuk mengukur kevalidan produk yang dikembangkan. Selain itu, pada tahap ini juga diperoleh saran-saran yang diberikan oleh dosen ahli yang akan digunakan untuk memperbaiki produk yang telah disusun sebelum produk diimplementasikan.

4. Implementation (Implementasi)

Pada tahap implementasi, produk yang telah dikembangkan diujicobakan pada situasi yang nyata di kelas (Endang Mulyatiningsih, 2012: 185). Uji coba dilakukan pada siswa yang dijadikan subjek penelitian untuk menguji kualitas produk berupa RPP dan LKS pada materi aritmetika sosial dengan pendekatan


(38)

berbasis masalah. Materi dalam pembelajaran akan disampaikan menggunakan produk. Tahap implementasi akan menghasilkan data yang digunakan untuk mengukur kepraktisan dan keefektifan produk yang dikembangkan. Selain itu, tahap implementasi menyediakan umpan balik yang akan digunakan dalam tahap evaluasi.

5. Evaluation (Evaluasi)

Tahap evaluasi merupakan tahap dimana ketercapaian tujuan pengembangan produk diukur (Endang Mulyatiningsih, 2012: 186). Dalam tahap ini, kepraktisan dan keefektifan perangkat pembelajaran berbasis masalah berupa RPP dan LKS pada materi aritmetika sosial yang dikembangkan akan diukur. Selain pengukuran ketercapaian tujuan pengembangan produk yang dikembangkan, dilakukan juga revisi terhadap produk sesuai dengan hasil evaluasi atau kebutuhan yang belum dapat dipenuhi oleh produk tersebut (Endang Mulyatiningsih, 2012: 185).

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 8 Yogyakarta, tahun pelajaran 2016/2017.

D. Waktu dan Tempat

Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian ini ialah pada tahun pelajaran 2016/2017 semester genap bulan maret 2017 di kelas VII SMPN 8 Yogyakarta E. Jenis Data

Data yang diperoleh dari tahap uji coba berfungsi untuk memberikan masukan dalam melakukan revisi kevalidan, kepraktisan dan keefektifan perangkat pembelajaran pada materi aritmetika sosial dengan pendekatan berbasis


(39)

masalah yang telah dikembangkan. Terdapat dua jenis data yang didapatkan dalam proses pengembangan, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.

Data kualitatif yang diperoleh dalam proses pengembangan ini berupa deskripsi masukan, respon, kritik dan saran dari dosen pembimbing serta dosen ahli berkaitan dengan perangkat pembelajaran berbasis masalah pada materi aritmetika sosial. Data kuantitatif yang diperoleh dalam proses penelitian ini berupa skor hasil penilaian kevalidan perangkat pembelajaran oleh dosen ahli, angket respon siswa dan guru, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, serta hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika berupa pretest dan posttest yang digunakan untuk menilai kualitas perangkat berbasis masalah pada materi aritmetika sosial yang dikembangkan.

F. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini meliputi: 1. Dosen Ahli

Dosen ahli dalam penelitian ini merupakan dosen yang memiliki kemampuan dalam bidang aritmetika sosial dan media pembelajaran.

2. Guru Matematika SMP N 8 Yogyakarta

Guru matematika yang menjadi sumber data adalah guru matematika yang mengajar siswa kelas VII SMP N 8 Yogyakarta.

3. Siswa kelas VII SMP N 8 Yogyakarta. G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat ukur yang digunakan dalam penelitian untuk mengukur ketercapaian tujuan penelitian. Instrumen dalam penelitian ini


(40)

akan digunakan untuk mengukur kriteria kualitas produk yang dikembangkan, meliputi kevalidan, kepraktisan dan keefektifan. Terdapat empat instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1. Lembar Penilaian Kevalidan RPP dan LKS

Lembar penilaian kevalidan digunakan untuk mengukur kevalidan perangkat pembelajaran berbasis masalah berupa RPP dan LKS pada aritmetika sosial yang dikembangkan. Lembar penilaian kevalidan ditujukan kepada dosen ahli. Sebelum digunakan, instumen yang digunakan untuk mengukur kevalidan divalidasi terlebih dahulu oleh dosen ahli. Sehingga instrumen yang digunakan dapat untuk mengukur apa yang hendak diukur yaitu penilaian kevalidan terhadap RPP dan LKS. Selain mengukur kevalidan produk, lembar penilaian juga menentukan apakah produk yang telah dikembangkan pada tahap development layak untuk diujicobakan tanpa perbaikan, dengan perbaikan, atau tidak layak diujicobakan.

Terdapat dua lembar penilaian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu lembar penilaian RPP yang digunakan untuk mengukur kevalidan RPP dan lembar penilaian LKS yang digunakan untuk mengukur kevalidan LKS. Lembar penilaian RPP dan LKS berbentuk angket yang memuat beberapa butir pernyataan untuk lembar penilaian RPP dan memuat pernyataan untuk lembar penilaian LKS. Masing-masing butir pernyataan memiliki lima alternatif pilihan, yaitu “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “kurang”, dan “sangat kurang”.


(41)

2. Angket Respon Guru dan Siswa terhadap Kepraktisan Perangkat Pembelajaran

Angket respon siswa dan guru digunakan untuk mengukur kepraktisan produk yang dikembangkan. Penggunaan angket respon siswa bertujuan untuk mendapatkan data mengenai respon siswa terhadap pembelajaran yang mereka alami menggunakan LKS dengan pendekatan berbasis masalah, sedangkan angket respon guru digunakan untuk mendapatkan data mengenai respon guru terhadap pembelajaran yang diselenggarakan menggunakan RPP dan LKS dengan pendekatan berbasis masalah. Hasil dari angket respon guru dan siswa akan menunjukkan apakah RPP dan LKS dengan pendekatan berbasis masalah dapat dan mudah digunakan atau tidak.

Terdapat dua jenis penyataan yang menyusun angket respon siswa yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan positif adalah pernyataan yang sesuai dengan yang diharapkan menjadi respon, sedangkan pernyataan negatif adalah pernyataan yang berlawanan dengan yang diharapkan menjadi respon. Angket respon guru disusun dari beberapa pernyataan dengan masing-masing butir pernyataan memiliki lima alternatif pilihan, yaitu “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”. Angket respon siswa disusun dari beberapa pernyataan positif dan beberapa pernyataan negatif dengan masing-masing butir pernyataan memiliki lima alternatif pilihan, yaitu “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”. Sebelum digunakan, angket respon guru dan siswa terlebih dahulu divalidasi oleh dosen ahli untuk mengetahui


(42)

apakah angket respon guru dan siswa yang disusun valid (mengukur apa yang hendak diukur) atau tidak.

3. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran menggunakan perangkat pembelajaran merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur keefektifan produk yang dikembangkan. Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran digunakan sebagai panduan bagi observer (pengamat) untuk mengamati kegiatan pembelajaran yang terselenggara menggunakan perangkat berbasis masalah pada materi aritmetika sosial. Lembar observasi ini disusun dari beberapa pernyataan.

4. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Tes kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur keefektifan produk yang dikembangkan. Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematika dibagi menjadi dua, yaitu pretest dan posttest. Instrumen pretest digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sebelum dilakukan tahap implementasi produk yang dikembangkan. Sedangkan, instrumen posttest digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa sesudah dilakukan tahap implementasi produk yang dikembangkan.

Penyusunan instrumen pretest dan posttest didasarkan pada indikator pembelajaran yang telah disusun berdasarkan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar. Selain itu, instrumen disusun berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah matematika, yaitu memahami masalah dan merencanakan


(43)

pemecahan masalah, membuat proses penyelesaian suatu masalah, menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memerika kebenaran hasil atau jawabannya. Sebelum digunakan, instrumen pretest dan posttest divalidasi terlebih dahulu oleh dosen ahli untuk menentukan apakah instrumen tersebut valid atau tidak.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan teknik yang digunakan untuk menganalisis data yang didapatkan dalam proses penelitian. Tujuan dilakukan analisis data adalah untuk mengetahui kualitas produk berupa perangkat pembelajaran berbasis masalah berdasarkan aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Analisis Data Kuantitatif a. Analisis Kevalidan

Lembar penilaian akan menghasilkan data yang akan digunakan untuk menentukan kevalidan produk berupa perangkat pembelajaran berbasis masalah yang dikembangkan. Data penilaian kevalidan RPP dan LKS diperoleh dari dua dosen ahli dari FMIPA UNY. Data lembar penilaian kevalidan RPP dan LKS dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Tabulasi data

Data yang diperoleh dari dua dosen ahli dari FMIPA UNY ditabulasi untuk memudahkan proses selanjutnya. Tabel berikut ini menunjukkan pedoman penilaian kevalidan pada lembar penilaian RPP dan LKS.


(44)

Tabel 5. Pedoman Penilaian Lembar Penilaian Kevalidan RPP dan LKS

Alternatif Pilihan Skor

Sangat Baik 5

Baik 4

Cukup 3

Kurang 2

Sangat Kurang 1

2) Penghitungan rata-rata skor tiap aspek

Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan setelah data skor penilaian kevalidan produk ditabulasi. Pada tahap ini, data skor penilaian kevalidan RPP dan LKS berbasis masalah yang telah ditabulasi kemudian dihitung rata-ratanya untuk tiap aspek. Rata-rata skor tiap aspek penilaian kevalidan RPP dan LKS dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

̅ ∑

Keterangan:

̅ = rata-rata skor tiap aspek penilaian kevalidan produk

= jumlah skor tiap aspek penilaian kevalidan produk

= jumlah butir penilaian tiap aspek penilaian kevalidan produk

3) Pembandingan rata-rata skor tiap aspek dengan kriteria yang ditentukan. Pada tahap ini, rata-rata skor tiap aspek yang telah di dapat pada tahap sebelumnya dinyatakan dalam nilai kualitatif. Cara yang digunakan untuk menyatakan rata-rata skor tiap aspek dalam nilai kualitatif adalah dengan membandingkannya dengan kriteria penilaian kualitas tertentu. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 5. (S. Eko Putro Widyoko, 2009: 238).


(45)

Tabel 6. Pedoman Klasifikasi Penilaian Lembar Penilaian Kevalidan RPP dan LKS

Alternatif Pilihan Klasifikasi

̅ Sangat Baik

̅ ̅ Baik

̅ ̅ Cukup

̅ ̅ Kurang

̅ Sangat Kurang

Keterangan:

̅ = rata-rata ideal

= (skor maksimum ideal + skor minimum ideal)

= simpangan baku ideal

= (skor maksimum ideal + skor minimum ideal) = Skor empiris

Dalam penelitian ini, skor maksimal ideal adalah 5 dan skor minimal ideal adalah 1. Berdasarkan Tabel 6, dapat diperoleh pedoman dalam menyatakan rata-rata skor tiap aspek menjadi data kualitatif. Pedoman pengubahan dapat dilihat dalam Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Pedoman Pengubahan Rata-Rata Skor Tiap Aspek Menjadi Data Kualitatif

Interval Rata-Rata Skor Klasifikasi

Sangat Baik

Baik

Cukup

Kurang

Sangat Kurang

4) Penghitungan rata-rata skor total penilaian produk.

5) Pembandingan rata-rata skor total dengan kriteria penilaian kualitas RPP dan LKS pada Tabel.

b. Analisis Kepraktisan

Kepraktisan produk yang dikembangkan berupa perangkat pembelajaran berbasis masalah dapat dilihat dari hasil analisis masing-masing angket respon


(46)

siswa dan guru. Analisis angket respon siswa dan guru dilakukan dengan langkah-langkah berikut.

1) Tabulasi data angket respon

Data yang diperoleh dari masing-masing angket respon siswa dan guru ditabulasi untuk memudahkan proses selanjutnya. Tabel berikut ini menunjukkan pedoman penilaian pada angket respon siswa dan guru.

Tabel 8. Pedoman Penilaian Angket Respon untuk Pernyataan Positif dan Negatif

Alternatif Pilihan untuk Pernyataan Positif

Alternatif Pilihan untuk Pernyataan Negatif

Skor Sangat Setuju Sangat Tidak Setuju 5

Setuju Tidak Setuju 4

Ragu-Ragu Ragu-Ragu 3

Tidak Setuju Setuju 2

Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju 1

2) Penghitungan rata-rata skor setiap aspek

Pada tahap ini, data yang telah ditabulasi dihitung rata-ratanya untuk tiap aspek. Penghitungan rata-rata skor tiap aspek pada angket respon siswa dilakukan dengan merujuk rumus penghitungan rata-rata skor tiap aspek pada lembar penilaian kevalidan RPP dan LKS.

3) Pembandingan rata-rata skor tiap aspek dengan kriteria yang ditentukan

Pada tahap ini, rata-rata skor tiap aspek yang telah di dapat pada tahap sebelumnya dinyatakan dalam nilai kualitatif. Cara yang digunakan untuk menyatakan rata-rata skor tiap aspek dalam nilai kualitatif adalah dengan membandingkannya dengan kriteria penilaian kualitas tertentu. Kriteria yang


(47)

digunakan dalam penelitian ini merujuk pada Tabel 7. Pedoman Pengubahan Rata-Rata Skor Tiap Aspek Menjadi Data Kualitatif.

4) Penghitungan rata-rata skor total kepraktisan produk

5) Pembandingan rata-rata skor total dengan kriteria kepraktisan yang merujuk pada Tabel 7. Pedoman Pengubahan Rata-Rata Skor Tiap Aspek Menjadi Data Kualitatif.

Perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS yang dikembangkan memenuhi kriteria praktis jika rata-rata skor keseluruhan pada angket respon siswa dan guru memenuhi kriteria minimal baik.

c. Analisis Keefektifan

Keefektifan produk yang dikembangkan berupa perangkat pembelajaran berbasis masalah dapat dilihat dari hasil analisis hasil lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran dan tes kemampuan pemecahan masalah matematika, yaitu pretest dan posttest. Analisis lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran didasarkan pada persentase keterlaksanaan kegiatan pada RPP dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan analisis skor hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa didasarkan pada Penilian Acuan Patokan (PAP), yaitu didasarkan pada nilai yang telah ditentukan sebagai acuan tercapainya ketuntasan.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan nilai yang menjadi acuan tercapainya ketuntasan adalah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan oleh sekolah. KKM yang ditentukan oleh sekolah untuk mata pelajaran


(48)

matematika adalah 80. Akibatnya, siswa dikatakan telah tuntas jika memiliki nilai lebih besar atau sama dengan 80.

Berikut merupakan langkah analisis lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran.

1) Menghitung banyaknya observer memilih pilihan “ya” pada aspek yang diamati dalam lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran untuk setiap pertemuan.

2) Menghitung persentase jumlah yang didapat pada langkah sebelumnya menggunakan rumus sebagai berikut.

3) Membandingkan persentase yang didapat dengan kriteria penilaian keterlaksanaan pembelajaran. Kriterian penilaian keterlaksanaan pembelajaran disajikan pada Tabel 9 (Yuni Yamasari, 2010: 4).

Tabel 9. Kriteria Penilaian Keterlaksanaan Pembelajaran

Interval Persentase Klasifikasi

Sangat Baik

Baik

Cukup

Kurang

4) Menentukan rata-rata persentase untuk keseluruhan pertemuan dan membandingkannya dengan kriteria penilaian keterlaksanaan pembelajaran pada Tabel 9.

Berikut merupakan langkah analisis hasil pretest dan posttest.

1) Menentukan hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pretest dan posttest berdasarkan pedoman penilaian.


(49)

2) Menentukan banyak siswa yang tuntas atau memiliki nilai lebih dari atau sama dengan 75.

3) Menentukan persentase banyak siswa yang tuntas bila dibandingan dengan keseluruhan siswa. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

4) Membandingkan persentase banyak siswa yang lulus dengan kriteria yang ditentukan.

Pada tahap ini, persentase banyak siswa yang tuntas dinyatakan dalam nilai kualitatif, yaitu dengan cara membandingkan persentasi banyak siswa yang tuntas dengan kriteria penilaian keefektifan tertentu. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 10 (S. Putro Widyoko, 2009: 242).

Tabel 10. Kriteria Penilaian Keefektifan RPP dan LKS

Persentase Banyak Siswa yang Tuntas Klasifikasi

Sangat Baik

Baik

Cukup

Kurang

Sangat Kurang

Keterangan:

= Persentase banyak siswa yang tuntas.

Pada penelitian ini, produk dikatakan efektif jika rata-rata persentase keterlaksanaan pembelajaran memiliki kriteria minimal baik dan hasil pretest dan posttest menunjukkan kenaikan persentase ketuntasan posttest jika dibandingan dengan persentase ketuntasan pretest.

2. Analisis Data Kualitatif


(50)

pengembangan perangkat pembelajaran akan digunakan sebagai bahan perbaikan perangkat pembelajaran pada revisi 1 dalam tahap develop dan evaluation.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Amirin. Tatang M., (2013). Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Arends, Richard. (2013). Belajar untuk Mengajar. Jakarta: Salemba Humanika. Depdiknas. (2008). Perangkat Pembelajaran: Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.

Dwi Siswoyo, dkk. (2013). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta. UNY Press.

Endang Mulyatiningsih. (2011). Riset Terapan: Bidang Pendidikan dan Teknik. Yogyakarta: UNY Press

Erman Suherman, dkk (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: penerbit JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.

Hendro Darmodjo & Jenry Kaligis. (1992). Pendidikan IPA 2. Jakarta: Depdikbud.

Izzaty R. E., dkk. (2013). Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta. UNY Press. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2016). Matematika

SMP/ MTs Kelas VII. Jakarta: Kemendikbud.

Muslimin Ibrahim. (2000). Pembelajaran Berdasarkan Masalah: Buku Ajar Mahasiswa. Surabaya: UNS.

Niluh Sulistyani & Heri Retnawati. (2015). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Bangun Ruang di SMP dengan Pendekatan Probem Based Learning. Jurnal Riset Pendidikan Matematika. Hlm. 197-210.

Novi Prayekti. (2013). Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Masalah untuk Siswa Kelas VIII SMP/MTs. Jurnal Pengembangan Lembar Kerja Siswa. Hlm. 694-701.

Nurhayati Abbas. (2009). Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penilaian Portofolio di SMPN 10 Kota Gorontalo. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (Volume 16, nomor 2). Hlm. 125-130.

Polya, G. (1988). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. Diakses dari https://notendur.hi.is/hei2/teaching/Polya_HowToSolveIt.pdf pada tanggal 27 Mei 2016, Jam 20.30 WIB.


(52)

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor

58 tahun 2014 Tentang Kurikulum SMP.

Puspendik. (2011). Survei Internasional TIMSS. Di akses dari http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/timss pada tanggal 25 Mei 2016, jam 08.35WIB.

R Soedjadi. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia : Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta: Dikti Depdiknas.

Rochmad. (2012). Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika. Jurnal Kreano (Volume 3, nomor 1). Hlm. 59-72.

Rukiyati, dkk. (2013). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. UNY Press.

S. Eko Putro Widyoko. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Santrock, John W. (2011). Psikologi Pendidikan Educational Psychology. Jakarta:

Salemba Humanika.

Siwi Khomsiatun & Heri Retnawati. (2015). Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah. Jurnal Riset Pendidikan Matematika. Hlm. 92-106.

Slavin, R.E. (2008). Psikologi Pendidikan : Teori dan Praktik. Penerjemah: Marianto Samosir. Jakarta: Indeks.

Sri Rochani. (2016). Keefektifan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah dan Penemuan Terbimbing Ditibjau dari Hasil Belajar Kognitif Kemampuan Berpikir Kreatif. Jurnal Riset Pendidikan Matematika. Hlm. 273-283. Sugihartono, dkk. (2013). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sumartini, T. S. (2016). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pendidikan Matematika. Hlm. 11-21.

Trianto. (2014). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.


(53)

Yuni Yamasari. (2010). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika Berbasis ICT yang berkualitas. Prosiding, Seminar Nasional. Surabaya: Pascasarjana X ITS.


(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian pengembangan yang telah dilakukan, diperoleh hasil penelitian untuk setiap langkah sebagai berikut.

1. Analysis (Analisis)

Tahap analisis dalam penelitian pengembangan ini terdiri dari tiga kegiatan analisis, yaitu analisis kebutuhan, analisis karakteristik kurikulum, dan analisis karakteristik siswa.

a. Analisis Kebutuhan

Siswa SMP kelas VII menurut Piaget masih dalam tahap peralihan dari penggunaan operasi konkret ke penerapan operasi formal dalam penalaran. Menurut Piaget penggunaan operasi formal bergantung pada ketidakasingan siswa dengan suatu materi tertentu. Saat siswa tidak asing dengan suatu materi mereka lebih mungkin menggunakan operasi formal. Siswa dalam memahami pengetahuan yang bersifat formal masih sangat memerlukan konteks masalah-masalah nyata yang dekat dalam diri siswa. Oleh karena itu perangkat pembelajaran yang dikembangkan memuat materi yang berorientasi pada masalah-masalah nyata yang dekat dalam diri siswa sebagai konteks bagi siswa belajar. Masalah nyata dapat digunakan sebagai cara untuk menstimulasikan kemampuan pemecahan masalah siswa. Pembelajaran matematika yang menggunakan pemecahan masalah sebagai stimulasi di awal pembelajaran adalah pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah memuat beberapa sintaks yaitu: orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasikan siswa untuk


(55)

belajar, membimbing penyelidikan, menganalisis, mengevaluasi proses pemecahan masalah, dan menyajikan hasil karya.

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan menggunakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran berbasis masalah yang telah difasilitasi dengan pendekatan saintific, yaitu orientasi siswa kepada masalah, yang mana siswa dihadapkan pada permasalahan dengan kegiatan mengamati permasalahan dan bertanya terkait permasalahan. Kemudian mengorganisasikan siswa untuk belajar, yakni siswa menggali informasi untuk memahami permasalahan serta membuat rencana untuk menyelesaikan permasalahan. Kemudian membimbing penyelidikan, yakni siswa menalar untuk menyelesaikan masalah serta memeriksa kembali terkait pemecahan masalah yang didapatkan. Kemudian menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, yakni siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang siswa gunakan dengan kegiatan menyimpulkan.Kemudian menyajikan hasil karya, yakni siswa merencanakan dan menyajikan hasil penyelesaian masalah yang didapatkan dengan kegiatan mempresentasikan.

b. Analisis Kurikulum

Analisis Kurikulum dilakukan dengan menetapkan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dari materi aritmetika sosial. Setelah itu, dirumuskan indikator pencapaian pembelajaran sesuai dengan cakupan materi yang akan disajikan dalam penelitian ini. Hasil analisis kurikulum tersebut adalah sebagai berikut:


(56)

K2: Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.

K3: Memahami, menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.

K4: Mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret (mengggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengurang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

Kompetensi Dasar

3.11 Menganalisis aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara)

4.11 Menyelesaikan masalah berkaitan dengan aritmetika sosial (penjualan, pembelian, potongan, keuntungan, kerugian, bunga tunggal, persentase, bruto, neto, tara).

Indikator Pencapaian Kompetensi

3.11.1 Mendapatkan informasi yang terkait dengan artimetika sosial

3.11.2 Menentukan hubungan antara penjualan, pembelian, untung, dan rugi 3.11.3 Menentukan bunga tunggal dan pajak

3.11.4 Menentukan hubungan antara, bruto, neto, dan tara

4.11.1 Memecahkan masalah terkait dengan aritmetika sosial baik melalui tanya jawab, diskusi, atau presentasi

Diketahui kurikulum yang berlaku saat ini adalah kurikulum 2013. Sehingga dalam menetapkan KI, KD berdasarkan permendukbud nomor 24 tahun 2016 serta merumuskan indikator pencapaian kompetensi yang berdasarkan KI dan KD yang telah ditetapkan yang mana telah dijabarkan pada hasil analisis kurikulum. Dalam mengembangkan RPP, komponen yang ada di dalam RPP adalah sesuai dengan yang tercantum dalam Permendikbud nomor 22 tahun 2016. Menurut Permendikbud nomor 58 tahun 2014 tentang kurikulum SMP, jumlah jam pelajaran dalam satu minggu untuk matematika di SMP adalah 5 jam pelajaran. Dalam satu minggu terdiri dari 2 kali pertemuan dengan pertemuan pertama 3 jam


(1)

(2)

Lampiran K

Lampiran K.1 Surat Ijin Observasi

Lampiran K.2 Surat Ijin Penelitian dari Fakultas Lampiran K.3 Surat Ijin Penelitian dari Kedinasan Lampiran K.4 Surat Ijin Penelitian dari Kesbangpol


(3)

Scanned by CamScanner


(4)

Scanned by CamScanner


(5)

(6)