POSISIKAN REMAJA SEBAGAI SOLUSI

POSISIKAN REMAJA SEBAGAI SOLUSI
Membicarakan masalah remaja tidak pernah akan ada habisnya, baik remaja sebagai
obyek, pelaku ataupun sebagai subyek. Sayangnya remaja sekarang ini sering
diposisikan sebagai problem. Posisinya sebagai potensi dan bagian dari solusi sering
ditenggelamkan oleh wacana remaja sebagai masalah. Di sini lalu muncul bombardir isyu
dan pemberitaan tentang remaja dan narkoba, remaja dan kebebasan seks, remaja dan
tawuran, remaja dan tindak kejahatan dan berbagai tindak asosial lainnya. Benarkah
remaja itu semata-mata sebagai korban keadaan? Bagaimana sebaiknya kita
menggerakkan remaja sebagai potensi dan sebagai bagian dari solusi. Bisakah organisasi
seperti IRM melakukan reaktualisasi peran dan reaktualisasi gerakan?
Berikut kita ikuti wawancara Ton Martono dan Mustofa W. Hasyim dengan DR. Mansour
Fakih, tokoh pemberantasan buta HAM, Staf Pengajar bidang Hak Asasi Manusia dan
Islam pada Fakultas Pasca Sarjana IAIN Suka, Anggota Komnas HAM, pendiri dan
Direktur Institute For Social Transformation (Insist).
Selama ini remaja di Indonesia lebih sering dipandang atau diposisikan sebagai masalah
atau problem saja. Ada juga yang memandang kondisi para remaja semata-mata sebagai
korban keadaan dan korban dari aktor kehidupan. Posisinya sebagai potensi dan sebagai
bagian dari solusi kurang diperhatikan. Bagaimana kita memahami secara kritis keadaan
semacam ini?
Remaja selalu dijadikan bulan-bulanan oleh aktor orang tua, padahal sebenarnya remaja
itu juga memiliki Hak Asasi Manusia seperti halnya orang dewasa laki-laki dan

perempuan. Sekarang keadaan sudah mulai digugat sebab remaja itu juga manusia.
Pelanggaran hak anak atau remaja dianggap sebagai pelanggaran HAM. Jadi kalau ada
anak atau remaja se usia l4-l8 tahun yang mengamen di jalanan itu sebenarnya juga
melanggar HAM, anak atau remaja yang tidak bisa sekolah karena tekanan ekonomi, itu
negera bersalah, karena negara tidak bisa memenuhi hak anak atau remaja tersebut. Ada
kata lain bahwa wajib belajar pada anak atau remaja itu sampai usia l8 tahun. Tetapi
sebenarnya adalah kewajiban negera, yaitu kewajiban untuk menyediakan akses
pendidikan kepada anak atau remaja. Salah satu hak anak itu adalah hak untuk ikut
menentukan pembangunan, untuk mementukan nasa depan mereka, hak untuk ikut
membicarakan masalah politik negara. Jadi hak-hak itu adalah hak yang harus melekat
pada anak atau remaja. Selama ini kita menganggap bahwa anak sebagai masalah
ketimbang sebagai solusi. Hal ini mengakibatkan anak atau remaja tidak pernah
dilibatkan dalam menentukan negara ini mau dibawa kemana.. Anak atau remaja tidak
pernah diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan.
Dibanyak negara anak atau remaja diakui sebagai subyek harus dihormati oleh negaranegera maju. Di Indonesia sedang dirintis untuk mendirikan parlemen anak atau remaja,
jadi anak bisa menyumbangkan pemikiran-pemikiran mereka tentang masa depan bangsa.
Jadi remaja juga aktif terlibat menentukan masa depan mereka.
Kalau kita sering melihat tawuran remaja atau kebebasan seks remaja, biasanya mereka
tidak pernah dilibatkan dalam memecahkan masalah, mereka hanya dianggap obyek yang
harus diselesaikan. Oleh karena itu tawuran remaja tidak pernah selesai, karena remaja


tidak diakui sebagai subyek dan solusi dalam menyelesaikan masalah. Kalau memandang
remaja sebagai bagian dari solusi adalah kita harus memberikan ruang bagi remaja untuk
berorganisasi, mengembangkan dialog antar organisasi remaja dan ikut terlibat dalam
menentukan masa depan mereka, dan bahkan harus terlibat dalam menentukan kehidupan
bangsa ini. Itu artinya meletakkan remaja sebagai subyek. Lalu apa prasarat remaja
terlibat dan berhak ikut serta menentukan kebijakan negara dan dunia remaja? Syaratnya
negara harus memberikan dukungan dan memfasilitasi berbagai organisasi remaja untuk
mengembangkan diri dan ikut serta memajukan kehidupan bangsa dan negara, lewat
pendidikan politik bagi remaja. Untuk itu saya setuju di Indonesia ini didirikan parlemen
remaja. Sebagai upaya untuk menampung berbagai aspirasi mereka dalam menentukan
kebijakan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bagaimana sebaiknya kita menggerakkan remaja sebagai potensi dan sebagai bagian dari
solusi? Apakah organisasi seperti IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah) cukup memadai?
Organisasi remaja seperti IRM dan organisasi remaja lainnya, seharusnya menjadi ruang
untuk remaja untuk mulai mengembangkan ideologi politiknya atau ideologi masa
depannya. Memahami sistem dan struktur keadilan global maupun keadilan nasional. Di
samping itu remaja harus sudah mulai mengasah kepekaan sosial kemanusiaannya,
karena kita hidup di satu dunia yang prural. Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) adalah
merupakan satu ruang dimana para remaja mulai belajar untuk dialog dengan ormas

remaja yang lain untuk mengembangkan perdebatan tentang masa depan bangsa ini. Akan
tetapi persoalannya banyak organisasi baik tingkat nasional maupun internasional tidak
menganggap hal itu penting dan bukan prioritas, sehingga tidak pernah ada organisasi
anak atau remaja di Indonesia ini. Yang ada adalah organisasi orang tua yang isinya
anak-anak remaja, sehingga mereka selalu menjadi obyek dari sikap otoriter, sikap
kekerasan dan doktrin orang tua pada anak remaja.Hal ini sebenarnya merupakan
kejahatan bagi orang tua terhadap anak atau remaja. Mereka tidak pernah dilibatkan
sebagai subyek perubahan sosial.
Cara kita untuk memperlakukan remaja harus mulai berubah, remaja harus ditempatkan
sebagai subyek perubahan sosial, karena itu negara harus mendukung dan memfasilitasi
aktivitas remaja melalui organisasi-organisasi remaja seperti IRM. Jadi organisasi remaja
sebenarnya harus dilibatkan untuk mendukung kekuatan sosial politik, budaya dan
kekuatan penggerak perubahan sosial.
Lalu apa sesungguhnya kendala struktural dan kultural ormas remaja dan pelajar, seperti
IRM yang dapat mengurangi peran dan fungsinya sebagai pengembang potensi remaja?
Secara struktural dan secara konsepsional, karena kita sudah meratifikasi konvensi hak
anak atau remaja, maka Indonesia sudah mengikatkan diri dalam konvensi PBB tentang
hak anak, maka sudah waktunya remaja itu dilibatkan untuk mengawasi apakah hak asasi
mereka, hak untuk berorganisasi, hak untuk ikut mengatur kehidupan negara dan hak
ikut dalam menentukan arah bangsa ini dilanggar oleh negara atau tidak. Sayangnya

negara ini tidak pernah rela remaja memahami dan mempunyai kesadaran kritis tentang
politik, tentang budayanya, padahal itu adalah merupakan kewajiban negara dalam
melindungi hak-hak remaja untuk mengembangkan diri, secara fungsional. Tetapi secara

budaya, kita ini sayangnya masih mewarisi budaya feodal, orang tua itu harus d hormati,
harus disanjung, anak atau remaja harus taat dan mengikuti kehendak orang tua. Budaya
ini sangat menghambat berkembangnya organisasi-organisasi remaja. Dan kelihatannya
baik secara politik maupun secara budaya itu tidak pernah diberikan ruang untuk
berkembang. Padahal ruang untuk remaja itu adalah hak mereka. Karena orang tua tidak
pernah memberikan ruang bagi mereka, maka anak atau remaja harus merebutnya. Dan
saat ini kita harus menyiapkan organisasi-organisasi remaja untuk memahami hak-hak
anak atau remaja. Tanpa pendidikan hak asasi untuk remaja, mereka tidak pernah tahu
haknya dan mereka membiarkan pelanggaran hak itu. Pndidikan HAM untuk anak atau
remaja itu bisa menghindari pelanggaran hak asasi remaja, mereka bisa menuntut pada
orang tua mereka, sekolah mereka, lembaga pendidikan mereka untuk mengembalikan
hak mereka sebagai remaja.
Perlukah organisasi seperti IRM ini melakukan reaktualisasi peran, atau melakukan
revitalisasi gerakan?
Kita harus mulai membangun dari kesadaran kritis, remaja sebagai manusia dan hak –hak
yang melekat pada remaja tidak boleh diambil alih oleh siapapun, termasuk negara dan

organisasi induknya serta orang tua mereka. Jadi remaja itu juga perlu memahami bentukbentuk pelanggaran haknya, dan ini harus diintegrasikan dalam sistem pendidikan dan
pengkaderannya. Mereka harus menggunakan organisasi remaja sebagai payung atau
perisai untuk mempertahankan hak asasi remaja. Dengan cara itu kita akan mampu
menenggelamkan feodalisme yang melekat pada orang tua mereka, pada universitas, pada
organisasi-oraganisasi pemuda atau remaja dan feodalisme yang melekat pada negara.
Jadi sekarang sudah waktunya remaja merebut wilayah hak-hak remaja yang telah lama
disembunyikan oleh negara.
Bisakah para remaja yang terorganisir seperti IRM melakukan kerja-kerja kemanusiaan,
misalnya ikut meredam tawuran, kekerasan dan melakukan upaya resolusi konflik di
masyarakat? Kalau bisa bagaimana caranya?
Kalau mereka tidak terlibat dalam resolusi konflik remaja sendiri, maka saya tidak
menjamin bahwa konflik remaja tidak pernah akan selesai sampai hari ini, Tapi remaja
sebagai bagian dari masyarakat, maka tidak ada alasan untuk tidak melibatkan mereka
untuk memahami persoalan konflik dan ikut memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi oleh remaja. Saya memiliki kepercayaan yang mendasar bahwa remaja sebagai
manusia memiliki agenda dalam proses dehumanisasi dalam sistem ekonomi, budaya dan
politik global maupun nasional. Tanpa keterlibatan mereka dalam masalah-masalah
dehumanisasi dan penindasan kebudayaan ini merupakan salah besar karena nantinya
akan terjadi boom waktu, ketika remaja nanti menjadi dewasa akan menjadi masalah
besar. Jadi kalau kita tidak melibatkan remaja dalam masalah umat dan bangsa, maka itu

sebenarnya akan menjadi masalah sosial besar dimasa mendatang. Karena kita berdosa
ikut melanggengkan ketidak adilan sistemik, dan ini namanya bunuh diri massal.
Melihat fenomena tersebut, apa harapan anda terhadap masa depan organisasi pelajar dan
remaja di Indoensia, termasuk harapan anda terhadap IRM?

Biarkan remaja itu menentukan masa depan mereka sendiri, dan sebenarnya remaja bisa
membentuk karakternya yang sejati dan menjadi manusia yang kritis terhadap pelbagai
persoalan, dan kritis terhadap ketidak adilan sosial, ekonomi, budaya dan politik bangsa
ini. Remaja dimasa mendatang adalah remaja yang bisa membongkar belenggu-belenggu
yang diciptakan oleh orangtua, lembaga, organisasi dan negara. Renaja harus mulai
menentukan sikap alternatif terhadap fungsi kehidupan negara ini yang lebih manusiawi,
lebih memahami perbedaan, dan bisa membebaskan manusia dari sikap ketidak adilan
dan sikap semena-mena.
Dan organisai Ikatan Remaja Muhammadiyah bisa mempelopori harapan saya itu, karena
saya tahu mereka merupakan aset berharga di Persyarikatan Muhammadiyah dan
memiliki potensi yang besar sekali. Ton.
Sumber: 19-2002