Evaluasi drug related problems (DRPs) pada pasien anak dengue shock syndrome (DSS) di instalasi rawat inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 - USD Repository
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK
DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS) DI INSTALASI RAWAT INAP
RSUP. DR. SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Bernadetta Ayu Wulandari
NIM : 05 8114 071
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK
DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS) DI INSTALASI RAWAT INAP
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu FarmasiOleh : Bernadetta Ayu Wulandari
NIM : 05 8114 071
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
!
! " # $% & &'( ) ! ! %
- !, !
- .
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus, karena atasberkat dan perlindunganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Anak Dengue Shock
Syndrome Di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008”
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan motivasi, bimbingan, perhatian, saran, kritik, dan bantuan materi
hingga selesainya skripsi ini, terutama kepada:
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji
yang telah memberikan ijin penulis untuk melakukan penelitian serta memberikan kritik dan saran pada skripsi ini.2. dr. Fenty M.Kes., Sp.PK, selaku dosen pembimbing yang telah
membimbimbing, memberi saran, kritik, dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
3. Yosef Wijoyo M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberi saran dan
kritik pada skripsi ini.
4. Direktur RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan
untuk melakukan penelitian dan mengambil data yang diperlukan.
5. dr. Endang Suparniati selaku pembimbing medis, Ibu Budi Kuswandari selaku pembimbing Instalasi Catatan Medis, Bapak Dirman, dan Bapak Sumardi, atas kerja samanya dalam membimbing dan mempersiapkan catatan medik yang dibutuhkan penulis.
6. Bapak Paul Harry Priyosusanto di surga dan Ibu Ignatia Dayati, terimakasih
atas doa, dukungan, cinta, kesabaran, dan harapan selama penulisan skripsi ini.
7. Adik-adik penulis Catrin, Yaya, Gusti, terimakasih untuk kebersamaan dan
dukungan selama ini.
8. Pakdhe Madji Dan Budhe Tutik terimakasih atas dukungannya sehingga
penulis dapat menempuh bangku kuliah.
9. Eyang, mbak Reni, dan keluarga di Manokwari, terimakasih untuk doanya
selama ini.
10. Gregorius Ryan Mario, terimakasih untuk kesetiaan dan kesabaran
mendampingi dalam setiap kesulitan yang dialami penulis.
11. Sahabat-sahabat penulis Kaka, Hesti, Putri terimakasih untuk kebersamaan
dan kisah yang telah dilalui.12. Linna Ferawati Gunawan teman berjuang dari awal penyusunan skripsi ini.
13. Teman-teman penulis selama pengambilan data di instalasi catatan medis
RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Imel, Vita, Dina, Sephin, Mbak Maya atas kebersamaannya selama ini.
14. Teman-teman kos Banana Home, Fita, Bethy, Mbak Wulan, Mbak Puput,
Tika, Ocha, Mbak Dian, Mumun, terima kasih untuk kebersamaan dan pengalaman yang telah diberikan.
15. Mas Bambang untuk perhatian dan bantuan mulai dari awal kuliah hingga
penulis menyelesaikan kuliah.
16. Teman-teman KKN Caben, Sophie, Andre, Yaya, Putri, Ditya, Datia, Diah,
Jimmy, Yoyok, terima kasih atas dukungan selama persiapan penulisan skripsi ini.
17. Teman-teman farmasi FKK 2005 terimakasih atas suka duka yang kita alami
bersama.
18. Teman-teman kelas B angkatan 2005 terimakasih untuk cerita yang pernah
kita lalui bersama.
19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, baik secara langsung
dan tidak langsung telah membantu terselesaikannya skripsi ini.Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata,
penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.Penulis
INTISARI Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febris akut yang
ditemukan di daerah tropis dan subtropik. Selama tahun 2008, jumlah kasus DBD
di Yogyakarta adalah 1.952 kasus, dan yang meninggal dunia sebanyak 20 kasus.
Salah satu manifestasi dari DBD adalah dengue shock syndrome (DSS). Penentu
keberhasilan terapi DBD adalah pemilihan obat dan cairan intravena yang tepat.
Dalam pemberian terapi obat sering timbul berbagai masalah. Masalah yang
timbul dalam pemberian terapi obat atau drug related problems (DRPs)
merugikan pasien. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi DRPs pada terapi
DSS anak di RSUP. Dr. Sardjito tahun 2008.Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan
rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Drug related
problems dievaluasi dengan melihat terapi yang dilakukan dan dibandingkan
dengan standar pelayanan medis RSUP. Dr. Sardjito, IONI, MIMS, dan DIH.Hasil penelitian ini adalah kasus DSS anak paling banyak diderita laki-
laki (59,26%), adanya hemokonsentrasi dan trombositopenia pada pasien DSS.
Sebanyak 11 kelas terapi diberikan dan yang terbanyak adalah rehidrasi (100%),
analgesik-antipiretik (88,89%), dan diuretik (40,74%). Analisis DRPs didapat 3
pasien mengalami DRPs dari total 27 pasien yang diteliti yaitu DRP tidak perlu
obat. Hasil pengobatan 59,26 % pasien pulang keadaan sembuh, dan 40,74%
pulang keadaan membaik.Kata kunci : drug related problems (DRPs), dengue shock syndrome (DSS), anak
ABSTRACT
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is an acute febrile viral disease thatfound in tropic and subtropic areas. During 2008, there were 1952 cases of DHF
in Yogyakarta. Among them, 20 cases were fatal. One of the manifestation of
DHF is dengue shock syndrome (DSS). A factor determining success of DHF
therapy is the way in choosing drugs and the proper intravenous fluid. There are
problems often occurring in giving drugs therapy called drug related problems
(DRPs), which harm the patients. The aim of this research is to evaluate DRPs on
children DSS therapy in hospitalized unit of RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta..This research is a kind of observational research with evaluative
descriptive research plan which is retrospective. Drug Related Problems were
evaluated by observing therapy which was done and compared with standard of
medical service of RSUP. Dr. Sardjito, IONI, MIMS, and DIH.The result of this research is children DSS cases the greatest number
suffered by males (59,26 %), presence of hemoconcetration and thrombocytopenia
on DSS patients. There were 11 therapeutic classes given and most of them were
rehydration (100%), analgesic-antipiretic (88,89%), and diuretic (40,74%). DRPs
analysis was got 3 cases have been experienced DRPs from total 27 cases. This is
drug related problems unnecessary drug. The outcomes were 59,26% patients got
recovery and 40,74% got better condition.
Keywords: drug related problems (DRPs), dengue shock syndrome (DSS),
childrenDAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ v
HALAMAN PUBLIKASI ............................................................................ vi
PRAKATA .............................................................................................. viii
INTISARI .............................................................................................. xi
ABSTRACT .............................................................................................. xii
DAFTAR ISI .............................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xix
BAB I PENGANTAR ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1. Perumusan Masalah ........................................................................... 3
2. Keaslian Penelitian ............................................................................ 4
3. Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
a. Manfaat Teoritis .............................................................................. 5
B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6
1. Tujuan Umum ................................................................................... 6
2. Tujuan Khusus .................................................................................. 6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ............................................................ 7
A. Demam Berdarah Dengue ...................................................................... 71. Definisi, Gejala, dan Tanda Demam Berdarah Dengue ...................... 7
2. Patofisiologi Demam Berdarah Dengue ............................................. 8
3. Diagnosis dan Klasifikasi Demam Berdarah Dengue ......................... 10
B. Dengue Shock Syndrome (DSS) ............................................................. 11
1. Definisi dan Gejala Dengue Shock Syndrome .................................... 11
2. Diagnosis Dengue Shock Syndrome ................................................... 12
C. Terapi Dengue Shock Syndrome ............................................................. 15
D. Pengobatan Pada Anak ........................................................................... 19
E. Drug Related Problems (DRPs) ............................................................. 20
F. Keterangan Empiris .............................................................................. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 24
A. Jenis Rancangan Penelitian .................................................................. 24B. Definisi Operasional ............................................................................ 24
C. Subjek Penelitian ................................................................................. 25
D. Bahan Penelitian .................................................................................. 26
E. Lokasi Penelitian ................................................................................. 26
F. Tata Cara Penelitian ............................................................................. 26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 28
A. Gambaran Profil Kasus Dengue Shock Syndrome Pada Anak ................. 281. Gambaran Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................ 29
2. Gambaran Berdasarkan Nilai Hematokrit Ketika Masuk Rumah
Sakit ................................................................................................ 30
3. Gambaran Berdasarkan Nilai Trombosit Ketika Masuk Rumah
Sakit ................................................................................................ 31B. Gambaran Umum Pola Pengobatan Pada Pasien Anak Dengue Shock
Syndrome .............................................................................................. 31
C. Analisis Drug Related Problems ............................................................ 39
D. Outcome Pasien Dengue Shock Syndrome Anak ..................................... 42
E. Rangkuman Pembahasan ........................................................................ 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 46LAMPIRAN .............................................................................................. 50
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................. 79
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel I. Klasifikasi Derajat Demam Berdarah Dengue ........................ 11
Tabel II. Drug Related Problems dan Penyebab Umum TerjadinyaDRPs ..................................................................................... 21 Tabel III. Distribusi Kelas Terapi Obat pada Kasus DSS Anak Di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 ....................................................................................... 31
Tabel IV. Distribusi Jenis Cairan pada Terapi DSS Anak Di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 ........ 32 Tabel V. Golongan dan Jenis Obat Antitukak yang Digunakan pada Pasien Anak DSS Di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun
2008 ....................................................................................... 35 Tabel VI. Golongan dan Jenis Obat Amina Simpatomimetika yang Digunakan pada Pasien Anak DSS Di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 ......................................................... 35
Tabel VII. Golongan dan Jenis Antibiotik pada Pasien Anak DSS Di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 .......................... 36 Tabel VIII. Golongan dan Jenis Obat Pencahar yang Digunakan pada Pasien Anak DSS Di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun
2008 ....................................................................................... 38 Tabel IX. Hasil Analisis DRPs Pasien Anak DSS Di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 ................... 39
Tabel X. Drug Related Problems Tidak Perlu Obat pada Pasien Anak DSS Di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 ............................................................................ 41
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambaran Skematis Kebocoran Plasma pada DBD ................ 9
Gambar 2. Alur Terapi Pemberian Cairan Dengue Shock Syndrome ........ 19
Gambar 3. Distribusi Usia pada Kasus DBD Anak Di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 ................... 28 Gambar 4. Distribusi Jenis Kelamin pada Kasus DSS Anak Di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun2008 ....................................................................................... 30 Gambar 5. Presentase Outcome Pasien DSS Anak Di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 ................... 42
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Analisis SOAP Pasien Anak DSS Di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008 ........................
51 Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian .................................................
79
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau dikenal sebagai penyakit demam
berdarah dengue (DBD) adalah penyakit febris akut yang ditemukan di daerah
tropis dan subtropis. Penyakit disebabkan oleh virus family flaviviridae dan
disebarkan oleh nyamuk Aedes. Penyakit demam berdarah dengue ditandai oleh
empat diagnosa klinis utama yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik, sering
dengan hepatomegali dan pada kasus berat sering terjadi tanda-tanda kegagalan
sirkulasi (Anonim, 1999).Frekuensi penyakit demam dengue di dunia pertahun mencapai 100 juta
kasus dan 250.000 kasus diantaranya adalah DBD dengan angka kematian
mencapai 25.000 per tahun. Banyak kasus demam berdarah dengue dilaporkan
berasal dari Asia dan menyebabkan kematian terutama pada anak-anak (Wilder-
Smith dan Schwartz, 2005), selain itu menurut WHO (2007) di Asia Tenggara
pada tahun 2006 sebanyak 57% kasus DBD yang dilaporkan berasal dari
Indonesia.Angka kejadian DBD di Yogyakarta pada tahun 2004 adalah 66,89 per
100.000 penduduk (Anonim, 2006 b), mengalami penurunan pada tahun 2005
menjadi 29 kejadian per 100.000 penduduk (Anonim, 2007 b), dan meningkat
pesat pada tahun 2006 sebesar 66,62 kejadian per 100.000 penduduk (Anonim,
2008 b). Pada tahun 2008, jumlah kasus DBD di Yogyakarta adalah 1.952 kasus
dengan angka kematian sebesar 20 kasus (Anonim, 2009), dan selama semester
pertama tahun 2008 di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta kasus DBD menempati
urutan ketiga dari 10 besar kasus penyakit di Instalasi Rawat Inap.Demam berdarah dengue dapat mempengaruhi orang pada semua area
dalam daerah endemik dengue dan kebanyakan kasus DBD terutama terjadi pada
anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun, karena anak-anak memiliki sistem
kekebalan tubuh yang rendah dibanding orang dewasa (Anonim,1999).Salah satu manifestasi dari DBD adalah dengue shock syndrome (DSS).
Dengue shock syndrome ditandai dengan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg), hipotensi, sianosis di sekitar
mulut, kulit dingin dan lembab serta gelisah. Gejala tersebut dapat semakin parah
menjadi tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba apabila tidak
mendapat penanganan yang tepat (Anonim, 1999).Angka kejadian DSS pada anak di RSUD. Dr. Abdul Aziz Singkawang
tahun 2005 sebesar 6,56% (Siregar, 2005), di RS. Wahidin Sudirohusodo Makasar
selama tahun 1998-2005 sebanyak 40% dari total 1157 kasus DBD adalah DSS
(Ganda dan Bombang, 2005), sedangkan angka kematian pasien DSS anak di RS.
Dr. Kariadi Semarang pada tahun 1996 adalah 26%, tahun 1998 mengalami
peningkatan menjadi 51,2 % dan pada tahun 2002 menurun menjadi 12% (Setiati,
2004). Angka kejadian dan angka kematian DSS yang dilaporkan tersebut menjadi
bukti bahwa DSS merupakan masalah serius pada anak karena apabila tidak
ditangani dengan cepat dan tepat dapat menyebabkan kematian.Proses terapi DBD membutuhkan waktu yang panjang dan melibatkan
banyak pihak antara lain dokter, apoteker, perawat, pasien, dan keluarga pasien.
Salah satu penentu keberhasilan terapi DBD adalah pemilihan obat-obatan dan
cairan intravena yang tepat (Anonim, 1999).Dalam penanganan terutama pemberian terapi obat sering timbul
berbagai masalah. Masalah yang sering timbul dalam pemberian terapi obat atau
drug related problems (DRPs) adalah tidak perlu obat, butuh obat, obat tidak
efektif, dosis kurang, dosis berlebih, efek samping obat, dan ketidaktaatan pasien
(Cipolle, Strand, dan Morley, 2004). Adanya DRPs akan merugikan pasien karena
dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien, meningkatkan biaya
pengobatan yang dikeluarkan oleh pasien, serta meningkatkan rata-rata angka
kematian pada pasien (Nguyen, 2000).Tingginya angka kejadian DBD pada anak dan pentingnya terapi dalam
mengatasi DSS terutama pada ketepatan pemilihan obat untuk anak, dianggap
menjadi alasan perlunya dilakukan penelitian mengenai evaluasi DRPs pada
pasien anak DSS. Pemilihan obat-obatan yang sesuai dapat membantu mengatasi
syok dan menghindarkan pasien dari komplikasi lain yang mungkin terjadi. Selain
itu kerasionalan terapi akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada pasien.1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan
beberapa masalah mengenai evaluasi DRPs pada pasien anak DSS di Instalasi
Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008 sebagai berikut:
a. Seperti apakah gambaran profil pasien anak DSS di Instalasi Rawat Inap
RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008?b. Seperti apakah pola pengobatan pada pasien anak DSS di Instalasi Rawat
Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008?c. Apakah muncul DRPs pada pengobatan pasien anak DSS di Instalasi Rawat
Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2008 yang meliputi : butuh obat (need for additional drug therapy), tidak perlu obat (unnecessary drug therapy), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis terlalu rendah (dosage too low), dosis terlalu tinggi (dosage too high), reaksi efek samping obat (adverse drug reaction)?
d. Seperti apakah outcome pasien anak DSS yang dirawat di RSUP. Dr. Sardjito
Yogyakarta tahun 2008?2. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, beberapa
penelitian yang pernah dilakukan di Universita Sanata Dharma Yogyakarta dan
berhubungan dengan DBD antara lain.
a. Pola Peresepan DBD Dewasa Non Komplikasi di Instalasi Rawat Inap RS.
Sardjito Yogyakarta Tahun 2002 oleh Setyoputranto (2005).
b. Kajian pengobatan pasien Anak DBD Non Komplikasi di Instalasi Rawat Inap
RS. Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Juni 2001 oleh Sapury (2003).
c. Pola Peresepan Obat DBD Tanpa Komplikasi pada Anak di Instalasi Rawat
Inap RS. Sardjito Yogyakarta oleh Kurniandari (2003).d. Pola Pengobatan Penyakit DBD pada Pasien Rawat Inap RS. Panti Rini tahun 1999 oleh Arianto (2001).
e. Pola Pengobatan Penyakit DBD Tanpa Komplikasi pada Pasien Di Instalasi
Rawat Inap RS. Panti Rapih Yogyakarta Periode Juli-Desember 1998 oleh Lisnawati (2000).Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada
penelitian ini lebih spesifik pada DBD grade III dan IV atau biasa disebut DSS
pada anak dengan rentang usia 6-12 tahun, serta adanya evaluasi pengobatan
menggunakan drug related problems (DRPs).3. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
a. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan wacana tentang DRPs dalam evaluasi pengobatan pasien anak DSS dan dapat digunakan untuk mengembangkan konsep pelayanan farmasi klinik khususnya mengenai DSS.
b. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta untuk meningkatkan mutu pelayanan dan menerapkan konsep farmasi klinik dalam pengobatan DSS terutama pada anak-anak.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Memberikan gambaran profil pasien anak DSS di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008.
2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan gambaran pola pengobatan pada pasien anak DSS di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta periode tahun 2008.
b. Mengevaluasi dan mengetahui ada atau tidak DRPs pada pengobatan pasien anak DSS yang meliputi butuh obat (need for additional drug therapy), tidak perlu obat (unnecessary drug therapy), obat tidak efektif (ineffective drug), dosis terlalu rendah (dosage too low), dosis terlalu tinggi (dosage too high), reaksi efek samping obat (adverse drug reaction).
c. Mendeskripsikan outcome pasien anak DSS yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta tahun 2008.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue
1. Definisi, Gejala, dan Tanda Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk
ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan
ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina, Isminah,
dan Wulandari, 2004).Demam berdarah dengue dapat menyerang semua orang dan dapat
menyebabkan kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian
luar biasa atau wabah (Anonim, 2005 b). Gejala pada penyakit DBD diawali
dengan demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 C-40C), manifestasi
pendarahan (dengan bentuk : uji torniquet positif, purpura, epitaksis, hematemesis
atau melena), hepatomegali, syok (tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau
kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah), trombositopenia
3
(pada hari ke tujuh ditemukan penurunan trombosit kurang dari 100.000/ mm ),
hemokonsentrasi atau meningkatnya nilai hematokrit, rasa sakit pada otot dan
persendian, dan juga gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai seperti
anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, dan sakit kepala (Kristina dkk,
2004).2. Patofisiologi Demam Berdarah Dengue
Ada dua perubahan patofisiologis utama terjadi pada DBD. Perubahan
pertama adalah peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan hilangnya
plasma dari kompartemen vaskular. Keadaan tersebut mengakibatkan
hemokonsentrasi, tekanan nadi rendah dan bahkan syok bila kehilangan plasma
sangat banyak. Perubahan kedua adalah gangguan pada hemostasis yang
mencangkup perubahan vaskular, trombositopenia, dan koagulopati (Anonim,
1999).Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan
perubahan biokimia pada DBD hingga kini belum diketahui secara pasti karena
sulit mendapat model binatang percobaan yang dapat digunakan untuk
menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. Sebagian besar ahli masih
menganut the secondary heterologous infection hypotesis yaitu bahwa DBD dapat
terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi dengan virus dengue pertama kali
kemudian mendapat infeksi ulangan dengan tipe virus dengue yang berbeda
(Soedarmo, Garna, dan Hadinegoro, 2002) .Secara teoritis tahapan perubahan permeabilitas dinding vaskuler dan
pengaruhnya terhadap perbedaan tekanan osmotik cairan intravaskuler dan
ekstravaskuler secara sederhana terlihat pada gambar 1 berikut (Samsi, 2000).
Gambar 1. Gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD (Samsi, 2000)
Pada saat terjadi kebocoran plasma, albumin, air, dan elektrolit keluardari kompartemen intravaskuler ke dalam kompartemen ektravaskuler (B).
Dengan adanya protein dalam kompartemen ektravaskuler tekanan osmotik cairan
ekstravaskuler meningkat dan perbedaan tekanan osmotik intravaskuler dan
esktravaskuler menurun. Akibatnya cairan yang masuk ke dalam intravaskuler
berkurang (Samsi, 2000).Berkurangnya cairan yang masuk kembali ke kompartemen intravaskuler
darah meningkat, aliran darah menurun, perfusi jaringan berkurang, dan mungkin
terjadi syok dengan komplikasi yang berat yaitu disseminated intravascular
coagulation (DIC). Manifestasi dari terkumpulnya cairan di kompartemen
ektravaskuler dapat berupa efusi pleura dan asites. Pada fase penyembuhan
permeabilitas dinding vaskuler membaik, kebocoran plasma berhenti, akan tetapi
sebagian albumin atau protein masih ada di kompartemen ekstravaskuler.
Sehingga perbedaan tekanan intravaskuler dan ekstravaskuler belum kembali
normal dan masih mungkin terjadi ketidakseimbangan antara cairan yang keluar
dan yang masuk kembali kedalam kompartemen intravaskuler (D). Pada saat
semua sisa protein atau albumin ekstravaskuler telah dimetabolisme maka
perbedaan tekanan osmotik intravaskuler dan ekstravaskuler menjadi normal
kembali (E). Cairan ekstravaskuler (efusi pleura, asites dll) diresorpsi kembali
dan menghilang (Samsi, 2000).3. Diagnosis dan Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis demam berdarah dengue ditegakan bila semua hal dibawah ini dipenuhi a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari.
b. Terdapat minimal satu dari manifestasi berikut: uji torniquet positif, ptekie,
ekimosis, purpura, perdarahan mukosa, hematemesis, atau melana.3 c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/mm ).
d. Terdapat minimal satu dari tanda kebocoran plasma berikut ini : peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin, penurunan hematokrit >20% setelah mendapat cairan dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya, efusi pleura, asites, hipoproteinemia, atau hiponatremia (Anonim, 2005 a) Pada pemeriksaan laboratorium sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan
Rumpel Leede (RL) serta darah lengkap selain trombosit dan hematokrit, yaitu
hemoglobin, leukosit, hitung jenis, dan hapusan darah serta pemeriksaan enzim
hati. Bila virus dengue menginfeksi hepatosit di hepar maka enzim hati akan
meningkat kadarnya (Aryati, 2008).Berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium DBD diklasifikasikan oleh WHO menjadi empat tingkatan keparahan berikut ini.
Dengue shock syndrome atau DBD grade III dan IV adalah kondisi
syok hipovolemik atau kegagalan sirkulasi yang dialami oleh penderita DBD
3 ), bukti ada kebocoran plasma
(<100.000/ mm
IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak terukur Trombositopenia
3 ), bukti ada kebocoran plasma
Trombositopenia (<100.000/ mm
III Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta gelisah)
3 ), bukti ada kebocoran plasma
(<100.000/ mm
II Gejala diatas ditambah perdarahan spontan Trombositopenia
3 ), bukti ada kebocoran plasma
(<100.000/ mm
I Demam disertai dua atau lebih gejala: nyeri kepala, nyeri retro orbital, mialgia, atralgia. Dan uji torniquet (+) Trombositopenia
Tabel I. Klasifikasi Derajat Demam Berdarah Dengue (Anonim, 2005 b) Derajat Gejala Laboratorium
B. Dengue Shock Syndrome (DSS)
1. Definisi dan Gejala Dengue Shock Syndrome
ditambah perdarahan dan kegagalan sirkulasi. Tanda kegagalan sirkulasi adalah
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20 mmHg), hipotensi, kulit lembab
atau dingin, serta gelisah (Anonim, 2005 b).Fase syok merupakan fase kritis DSS. Pada saat itu suhu badan
cenderung turun, penderita terlihat lemah, gelisah dan berkeringat. Kaki tangan
terasa dingin dan denyut nadi sukar diraba. Syok pada DSS terjadi karena
kebocoran pembuluh darah sehingga cairan plasma darah dapat merembes keluar
dari pembuluh darah dan berkumpul di rongga-rongga tubuh seperti rongga perut
dan rongga dada. Syok yang tidak teratasi dapat menimbulkan komplikasi seperti
sepsis, pneumonia, infeksi pada luka, dan hidrasi berlebihan (Anonim, 1999).Pemulihan pada pasien DSS teratasi singkat dan tidak rumit. Pada kasus
syok berat, begitu masa kritis dilewati maka kebocoran pembuluh darah akan
membaik dan cairan plasma kembali masuk ke pembuluh darah (Rampengan dan
Laurentz, 1993), dan pasien yang bertahan akan membaik dalam 2-3 hari,
meskipun efusi pleura dan asites masih tampak. Tanda prognosis yang baik adalah
ekskresi urine adekuat dan kembali mempunyai nafsu makan (Anonim, 1999).2. Diagnosis Dengue Shock Syndrome
Kriteria diagnosis dari DSS sama seperti kriteria penegakan diagnosis
pada DBD ditambah dengan bukti adanya kegagalan sirkulasi. Untuk memastikan
diagnosis DSS diperlukan bukti-bukti penunjang yang lain seperti pemeriksaan darah lengkap, serologi, radiologis, dan isolasi virus (Anonim, 2005 b). a. Pemeriksaan Darah Pemeriksaan darah lengkap yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD adalah melalui pemeriksaan.
1) Leukosit, jumlahnya dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok dapat meningkat.
2) Trombosit, umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8. 3) Hematokrit, kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥20% dari hematokrit awal. Peningkatan hematokrit biasanya ditemukan mulai hari ketiga. 4) Hemostasis, dilakukan pemeriksaan PT, APTT, fibrinogen, dan D Dimer pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah. 5) Protein atau albumin, karena dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
6) SGOT/ SGPT, nilainya dapat meningkat bila virus dengue telah menginfeksi hepatosit di hepar (Anonim, 2005 a).
b. Uji Serologi Pemeriksaan serologi yang biasa dilakukan antara lain.
1) Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) Diantara uji serologi yang ada uji ini dipakai sebagai baku emas. Uji HI sangat sensitif namun tidak spesifik untuk tipe virus yang menginfeksi.
Hasil uji dikatakan positif apabila terjadi proses aglutinasi oleh virus. Dinyatakan DBD positif akut apabila titer antibodi pada uji HI empat kali atau lebih dari titer spesimen pertama dan salah satu spesimen titernya menunjukan >1280 (Anonim, 2005 b). 2) Ig M/Ig G ELISA Saat ini banyak dikembangkan uji serologi dengan menentukan besarnya
IgM dan IgG secara ELISA. Pada infeksi primer diharapkan akan terdeteksi IgM sedang pada infeksi sekunder IgG akan lebih diharapkan.
Pada hari ke 4-5 infeksi primer virus dengue akan timbul IgM yang kemudian diikuti oleh IgG (Anonim, 2005 b).
c. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah foto dada dan USG abdomen. Pada kasus DSS, foto dada yang dilakukan akan tampak efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan, tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura juga dapat dideteksi dengan pemeriksaan USG (Anonim, 2005 a).
d. Isolasi Virus Isolasi virus yang terbaik adalah pada saat stadium viremia, yang berlangsung dalam waktu yang cukup singkat (optimal 3 hari) diluar waktu tersebut jumlah virus sudah berkurang atau tidak ada sama sekali (Anonim, 2005 b).
C. Terapi Dengue Shock Syndrome
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan (Soedarmo dkk, 2002). Tata laksana DBD dengan syok
harus agresif dan simultan. Hal yang perlu dilakukan saat menangani kasus DSS
sebagai berikut.
1. Penimbangan berat badan untuk menentukan semua dosis cairan atau obat
yang akan diberikan.
2. Memastikan keterbukaan jalan nafas dan kecukupan oksigen. Bila pasokan
oksigen dirasa kurang maka dapat dilakukan oksigenasi dengan dosis 1-2 literper menit. Dosis jangan terlalu tinggi karena akan merusak alveoli paru.
3. Meningkatkan preload dengan cairan intravaskuler yang diberikan secepatnya
dan jika penderita masih dapat minum maka berikan minuman.
4. Bila permasalahan hanya syok, obat lain pada umumnya tidak diperlukan
(Sutaryo, 2004).Secara klinis gejala sebelum syok dan pada saat syok penanganannya
sama saja. Cairan kristaloid diberikan pertama kali dengan dosis 20 cc/kgBB/jam.
Dosis ini dapat dipertahankan hingga 2-4 jam kemudian. Setelah syok teratasi,
cairan kristaloid dapat diberikan dengan dosis 10 cc/kgBB selama 4-8 jam.
Apabila keadaan umum penderita tetap stabil, hematokrit masih dapat ditoleransi
perubahannya, penurunan cairan kristaloid menjadi 6 cc/kgBB selama 4-8 jam
dapat dilakukan dan kemudian diturunkan kembali menjadi 3 cc/kgBB hingga
keadaan pasien stabil dan diuresis banyak (Sutaryo, 2004).Syok yang tidak teratasi 1 jam setelah resusitasi maka segera lagi
diberikan cairan koloid 20 cc/kgBB perjam dan dopamin 5-8 mcg/kg/menit.
Cairan koloid yang paling baik fresh plasma atau fresh frozen plasma (FFP).
Apabila tidak tersedia dapat diberikan Hydroxy Ethyl Starch (HES) steril.
Evaluasi dilakukan sama seperti langkah-langkah sebelumnya dan bila syok
teratasi dalam 1 jam, cairan koloid dipertahankan sampai 4-8 jam. Kemudian