PERAN PEGAWAI PENCATAT NIKAH DALAM PENCEGAHAN PERNIKAHAN SIRRI ( Stadi kasus Desa Sumogawe Kecamatan Getasan)

  

PERAN PEGAWAI PENCATAT NIKAH DALAM

PENCEGAHAN PERNIKAHAN SIRRI

( Stadi kasus Desa Sumogawe Kecamatan Getasan )

  

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Dalam Ilmu Syari’ah

  

Oleh :

MULIYAH

  

21209012

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AS – SYAKHSHIYYAH

  

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2014

  

SKRIPSI

PERAN PEGAWAI PENCATAT NIKAH DALAM PENCEGAHAN

PERNIKAHAN SIRRI

Disusun Oleh

MULIYAH

  

2120901

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan

Syari’ah

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 24

  

September 2014 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh

gelar

Sarjana S1 Kependidikan Hukum Islam

  Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Ilyya Muhsin, M.Si. ___________________ Sekretaris Penguji : Sukron Ma’mun, M.Si. ___________________ Penguji I : Munajat, Ph.D. ___________________ Penguji II : Drs. Machfudz, M.Ag. ___________________ Penguji III : Drs. Mubasirun, M.Ag. ___________________

  Salatiga, 24 September 2014 Ketua STAIN Salatiga

  Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd

  NIP.196701121992031005

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi sering ketakutanlah yang membuatnya jadi sulit, jadi jangan mudah menyerah !

  

PERSEMBAHAN:

1.

  Skripsi ini saya persembahkan untuk Suamiku tercinta Widiyanto dan anak- anakku Enggar dan Iqlima yang selalu meyakinkan kalau aku pasti bisa.

  2. Ayah dan Ibu yang membimbingku dalam setiap doa.

  3. Bapak dan Ibu Dosen Al-ahwal asyakhsiyyah, yang begitu menoleransi kekuranganku.

  4. M. Fatwa, A. Kurniawan, Tri Yunianto, Pujo Wasono, Uswatun Hasanah, Syamsul Bahri, Raichan Rofi’I, Anief Latifah, Eka Jayanti,, Salim, Hj. Siti Zakiyah, Mulyani . Kalian penyemangatku.

  KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 TELP 0298323433 Salatiga 50721 Website Email administrasi @ stainsalatiga.ac.id

  Muh Zuhri, H. Frof. Dr. M.A. DOSEN STAIN SALATIGA

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 3 eksemplar Hal : Naskah Skripsi

  Saudari Muliyah Kepada

  Yth. Ketua STAIN Salatiga Di Salatiga Assalamu’alaikum Wr. Wb.

  Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudari : Nama : Muliyah NIM : 21209012 Jurusan / Prodi : Syari’ah / ahwal Al-Syakhsiyyah

  Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosyahkan.

  Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

  Salatiga, 4 September 2014 Pembimbing Muh Zuhri,H. Frof. Dr. M.A.

  NIP. 19530261978031001

  KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 TELP 0298323433 Salatiga 50721 Website Email administrasi @ stainsalatiga.ac.id

DEKLARASI

  Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Muliyah NIM : 21209012 Jurusan / Prodi : Syari’ah / ahwal Al-Syahkhsiyyah Judul : Peran Pegawai Pencatat Nikah Dalam Pencegahan

  Pernikahan Sirri Menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan. Apabila dikemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggung jawabkan keaslian skripsi ini dihadapan sidang munaqasyah skripsi. Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

  Salatiga, 4 September 2014 Yang Menyatakan

  MULIYAH

  NIM : 21209012

  

ABSTRAK

  Muliyah 2014. Peran Pegawai Pencatat Nikah dalam Pencegahan Pernikahan Sirri. Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal al-Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Prof.Dr. H. Muh Zuhri, M.A.

  Kata Kunci : Pegawai Pencatat Nikah, Nikah Sirri

  Skripsi ini membahas tentang Peran PPN dalam pencegahan Pernikahan Sirri.Skripsi ini di tulis berrawal dari kekawatiran penulis akan banyaknya kasus nikah sirri di Desa Sumogawe. Masih banyak warga Sumogawe yang tidak mencatatan pernkahan mereka di lembaga yang berwenang untuk mencatatat dalam hal ini adalah KUA. Hal ini menghawatirkan mengingat konskwensi Hukum baik menurut Undang-Undang maupun masyarakat, secara Hukum pernkahan sirri itu tidak sah dan di anggap tidak pernah terjadi. Hal inilah yang menarik minat penulis untuk meneliti lebih jauh bagaimana peran Pegawai Pencatat Nikah dalam pencegahan perrnikahan sirri di Desa Sumogawe.

  Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian lapangan, adapun langkah-langkah yang di tempuh penulis yaitu melalui observasi,mengumpulkan data para pelaku nikah sirri, serta wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, tokoh agama dan pelaku nikah sirri.

  Adapun hasi penelian meliputi pandangan masyarakat akan nikah sirri serta nikah sirri menurut Undang-undang di Indonesia. Pandangan masyarakat tentang nikah sirri adalah mereka menerima dan menganggap lebih baik nikah sirri dari pada zina dan mereka menerima dan mengakui selama tidak melanggar ketentuan syari’at agama. Sedangkan secara hukum di Indonesia nikah sirri itu tidak sah.

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

  Shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi Akhir zaman Muhammad SAW, sahabat, dan pengikut beliau pada akhir zaman.

  Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran penulis harapkan untuk sempurnanya penelitian ini.

  Keberhasilan penyusunan penelitian ini, selain atas ridho dari Allah SWT, juga tak lepas dari bantuan, dorongan, dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

  1. Bapak Dr.H. Rahmat Hariyadi,M.Pd. selaku ketua STAIN Salatiga.

  2. BapakBeny Ridwan M.Hum, selaku ketua jurusan STAIN Salatiga.

  3. Bapak Sukron Makmun,M.Si. selaku ketua Progdi studi al-Ahwal al- Syakhsiyyah STAIN Salatiga.

  4. Bapak Frof.Dr.H. Muh Zuhri, M.A selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini.

  5. Bapak dan Ibu dosen dan para akademika lingkungan Jurusan Syari’ah yang telah dengan sabar dan ikhlas membagi ilmunya.

  6. Teman-teman sekelasku non-reguler angkatan 2009 yang telah menjadi inspirasi, motivasi, dan penyemangatku.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... iii NOTA PEMBIMBING ......................................................................................... iv DEKLARASI ........................................................................................................ v ABSTRAK ............................................................................................................ vi KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii

  BAB I. PENDAHULUAN............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5 D. Kegunaan Penelitian.................................................................... 5 E. Penegasan Istilah ........................................................................ 6 F. Metode Penelitian........................................................................ 7 G. Sistematika Penulisan.................................................................. 10 BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERNIKAHAN SIRRI............ 12 A. Pernikahan Sirri menurut Pandangan masyarakat Desa Sumogawe

  1. Konsep nikah sirri masyarakat Desa Sumogawe . ................. 12

  2. Pandangan tokoh masyarakat Desa Sumogawe......................15 B.

  Pernikahan Sirri menurut per-Undang-Undangan di Indonesia...22

  1. Undang-Undang No 1 Tahun 1974..........................................22

  2. KHI No. 1 Tahun 1991............................................................25 BAB III. GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN NIKAH SIRRI...............

  DESA SUMOGAWE KEC. GETASAN......................................... 30 A.

  Kondisi Alam di Desa Sumogawe .............................................. 30 B. Kondisi Umum KUA Kecamatan Getasan ................................. 37 C. Hasil wawanara dengan Pelaku Nikah Sirri ............................... 39 D.

  Upaya Pegawai Pencatat Nikah Dalam Pencegahan Pernikahan Sirri .......................................................................... 47

  BAB IV. ANALISA HASIL PENELIIAN....................................................... 48 A. Alasan Nikah Sirri di Desa Sumogawe ....................................... 48 B. Status Hukum Nikah Sirri ........................................................... 51 C. Status Anak yang lahir dari Pernikahan Sirri.............................. 52 D. Upaya Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dalam Pencegahan Pernikahan Sirri ........................................................................... 62 BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 67 A. Kesimpulan ................................................................................. 67 B. Saran ............................................................................................ 68 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70 LAMPIRAN-LAMPIRAN.....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan makhluk di dunia ini dengan berpasang-pasangan dengan

  sumber pokok yang sama. Hal ini mengisyaratkan bahwa sesungguhnya keduanya adalah bermitra dan sejajar, yang harus saling membutuhkan, saling melengkapi, saling menghormati satu sama lain. Salah satu bentuk hidup bersama yang terkecil adalah keluarga. Keluarga ini dapat terbentuk karena adanya suatu ikatan pernikahan.

  Suatu pernikahan dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal yang diliputi peasaan cinta kasih dan sayang. Karena dalam pernikahan tidak hanya menyatukan dua insan yang dalam sebuah rumah tangga, pernikahan merupakan sebuah ritual yang sangat sakral yang menjadi tempat bertemunya dua insan yang saling mencintai, dua keluarga yang sebelumnya belum saling mengenal antara satu dengan yang lainnya tanpa ada lagi batasan yang menghalangi.”Pernikahan adalah satu sunatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan baik manusia, hewan, tumbuhan”. (Sabiq, 1990:6).

  Dengan pernikahan manusia dapat membentuk keluarga dan memgembangkan keturunan yang baik.

  Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa pernikahan adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqon ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan

  1 melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan (UUP) memberikan pengertian perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan pernikahan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangg yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.

  Meskipun demikian banyak pihak-pihak yang dengan sengaja mencoba untuk mengotori dan memanfaatkan sesuatu yang sakral ini hanya untuk mendapatkan keuntungan baik yang berupa materi maupun hanya untuk sekedar dapat terpenuhi hasrat biologisnya semata, atau mungkin dengan alasan-alasan yang lain. Oleh karena itu berbagai permasalahanpun akhirnya muncul.

  Dalam suatu pernikahan, syarat sah pernikahan harus diperhatikan baik menurut agama maupun hukum negara .Dalam fiqh sunnahnya,Sayyid Sabiq menyebutkan ada dua sarat sah nya pernikahan.Pertama,perempuannya halal di kawin oleh laki-laki yang ingin menjadikannya istri.Kedua,aqad nikahnya dihadiri para saksi ( Sabiq,1990:78).Dalam Kitab al-Fiqh ‘Ala al- Al-Arba’ah.Imam Safi’i mengemukakan bahwa rukun nikah ada lima yaitu calon mempelai laki-laki,calon mempelai perempuan,wali,dua orang saksi,dan sighat (ijab qabul) (Al Jaziri,1999:12).

  Di Indonesia pernikahan dikatakan sah apabila meenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan oleh KHI dan Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang pernikahan.Dalam KHI pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal dua ayat satu Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang pernikahan.

  Syarat sah pernikahan di Indonesia selanjutnya tentang pencatatan nikah yang sesuai dengan Undang-Undang No 1 tahun 1979 pasal 2 ayat 2 yang berbunyi: Tiap-tiap perkawinan di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Pernikahan yang dilakukan hanya sesuai dengan syarat rukun nikah dalam Islam,tetapi tidak dicatatkan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dinamakan sirri.(Nurhaidi,2003:5).Penikahan sirri adalah sah menurut agama tetapi “cacat” menurut hukum positif di Indonesia karna pernikahan mereka tidak di catat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) di KUA bagi yang beragama Islam dan di Kantor Catatan Sipil bagi yang non muslim,sehingga tidak mempunyai bukti yang otentik.Padahal jika mereka tau dan sadar aan hukum pernikahan sirri ini akan banyak menimbulkan persoalan-persoalan yang kelak mungkin terjadi bukan hanya bagi istri tetapi akan mungkin berdampak pula dengan anak yang dilahirkannya.

  Akibat jauh pernikahan sirri adalah dampaknya:dampak hukum bagi istri adalah tidak dianggap sebagai istri yang sah karena pernikahannya sulit dibuktikan,maka pernikahannya dianggap tidak pernah terjadi.Sedangkan dampak bagi anak,anak akan sulit bersosialisasi di masyarakat karena sering disebut sebagai anak haram.Ini jelas akan mengganggu proses sosialisasi anak di masyarakat dan akan menjadi beban bagi anak terhadap tubuh kembang nya secara spikologis yang mana anak yang belum siap dan mengerti tentang apa yang terjadi akibat nikah sirri.

  Namun pada prakteknya yang terjadi di masyarakat Desa Sumogawe Kecamatan Getasan masih sering terjadi pernikahan yang tidak sesuai dengan ketetapan yang telah ditentukan dalam KHI pasal 5 ayat 1 dan Undang-Undang No 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2. Mereka biasanya memanggil seorang sesepuh desa atau biasa disebut dengan istilah “modin” untuk mereka tunjuk sebagai penghulu guna menikahkan mereka. Masyarakat sekitarpun sudah menganggap nikah sirri sebagai sesuatu yang wajar. Mereka menerima dan tidak mempermasalahkannya.

  Hal ini karena minimnya akses informasi dan pendidikan.

  Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji dan mendalami lebih lanjut fenomena yang terjadi di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan dalam skripsi yang berjudul “ Peran Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dalam Pencegahan Pernikahan Sirri di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan.’’ B.

   Rumusan Masalah

  Adapun perumusan masalah pokok yang akan diteliti dan diuraikan dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Sumogawe tentang nikah sirri? 2.

  Bagaimana kedudukan pernikahan sirri dalam per-Undang-Undangan No. 1 Tahun 1974 dan KHI No 1 Tahun 1991 ? pencegahan 3.

  Upaya yang dilakukan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dalam pernikahan sirri?

C. Tujuan Penelitian

  Dalam mmelakukan penelitian ini ada hal-hal yang menjadi tujuan penulis yaitu :

  1. Mengetahui pandangan masyarakat Desa Sumogawe tentang nikah sirri.

  2. Untuk memperdalam pemahaman terhadap nikah sirri dalam Per-Undang- Undangan No 1 Tahun 1974 dan KHI No 1 Tahun 1991.

  3. Mengetahui tugas dan peran Pegawai Pencatat Nikah dalam Pencegahan pernikahan sirri di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan.

D. Kegunaan Penelitian

  Adapun kegunaan dan manfaat dari penelitian ini di antaranya sebagai berikut:

  1. Wawasan masyarakat yang lebih luas tentang pernikahan sirri.

  2. Memberikan informasi tentang tugas dan peran PPN di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan.

  Pernikahan Memberikan informasi tentang peran PPN dalam sirri.

  Pencegahan 3.

E. Penegasan Istilah

  Agar terdapat kejelasan tentang judul skripsi diatas dan tidak terjadi beda penafsiran kata-kata dalam judul maka penulis perlu menjelaskan makna yang terdapat dalam judul.

  1. Pegawai Pencatat Nikah Menurut peraturan mentri agama tahun 2007 pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) adalah pejabat yang melakukan pemeriksaan persyaratan pengawasan dan pencatatan peristiwa nikah / rujuk, pendaftaran cerai talak, cerai gugat, dan melakukan bimbingan perkawinan.

  2. Nikah Sirri Pernikahan Sirri adalah pernikahan yanng dilakukan sesuai dengan syarat rukun nikah dalam islam, tetapi tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) oleh Petugas Pencatat Nikah (PPN) ( Nurhaidi, 2003:5 ).

  3. Peran Pegawai Pencatat Nikah Berdasarkan penegasan istilah di atas yang di maksud dengan judul “peran pegawai pencatat nikah dalam pencegahan pernikahan sirri ( PPN ) dalam pencegahan pernikahan sirri di Desa Sumogawe . Kecamatan Getasan.” Adalah nikah sirri di pandang dari segi hukum baik Undang-Undang No 1 tahun 1974 dan KHI No 1 tahun 1991 dan peran daripada Pegawai Pencatat Nikah dalam pencegahan dan mencegah terjadinya pernikahan sirri kususnya di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan, untuk tidak lagi memilih menikah secara sirri.

F. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelian ini adalah penelitian lapangan yang menggunakan deskriftif kualitatif dengan menggunakan pedekatan normatif sosiologis. Penelian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deeskriftif ,ucapan atau tulisan perilaku yang dapat di amati dari orang-orang (subyek ) itu sendiri .

  ( Salim ,1991:781 ) Penelitian deskriftif yang bertujuan menggabarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik meengenai populasi atau bidang tertentu. ( Azwar, 2007 : 7 ).Pendkatan sosiologis di gunakan untuk mengetahui bagaimana pernikahan sirri di laksanakan di lapangan. Pendekaan normatif di gunakan untuk mengatahui praktik nikah sirri.

  2. Lokasi Penelitian Penelitian di lakukaan di wilayah Desa Sumogawe Kecamatan Getasan.

  Peneliti memilih lokasi ini karena di wilayah ini masih terdapat praktik nikah sirri.

  3. Sumber Data Adapun jenis data yang penulis gunakan dalam penulisan skrifsi ini meliputi : a.

  Data Primer yaitu data yang di peroleh langsung dari subyek peneliti dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung dari subyek sebagai sumber informasi yang di cari.( Azwar, 2007:91 ) dalam hal ini keterangan diperoleh dari pelaku nikah sirri, tokoh masyarakat, modin yang menikahkan, serta pihak-pihak yang terkait.

  b.

  Data Sekunder yaitu data yang di peroleh dari pihak lain , tidak langsung di peroleh oleh peneliti dari subyek penelitian (Azwar,2007 : 91) Dalam memperoleh data sekuder biasanya berwujut data dokumentasi atau laporan yang tersedia. Peneliti menggunakan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan KHI No 1 tahun 1991 sebagai sumber resmi serta buku-buku yang membahas tentang perkawinan. Dalam hal ini data sekunder juga bisa diperoleh dari keluarga, masyarakat sekitar, tokoh masyarakat tempat tinggal pelaku nikah sirri.

4. Prosedur Pengumpulan Data a.

  Metode Wawancara Metode wawancara yaitu sebuah dialok yang di lakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto ,

  1998 :115 ) . Adapun metode yang di lakukan dengan tanya jawab secara lisan mengenai masalah-masalah yang ada dengan berpedoman pada daftar pertanyaan sebagai rujukan yang telah dirumuskan sebelumnya terhadap pelaku nikah sirri, moden selaku pihak yang menikahkan dan masyarakat sekitar.

  b.

  Metode Dokumentasi

  Metode Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya.Metode ini sumber datanya masih tetap, dan belum berubah. Dengan metode Dokumentasi yang benda mati adalah bukan benda hidup tetapi benda mati.( Arikunto, 1998: 236)

  Dokumen-dokumen yang ada dipelajari untuk memperoleh data dan informasi dalam penelitian ini. Dokumen tersebut yang berkaitan dengan Tugas Pokok PPN, struktur organissi, data pelaku nikah, serta para pelaku nikah sirri.

  c.

  Analisis Data Analisis Data merupakan hal yang penting dalam metode ilmiah karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna untuk menyelesaikan masalah penilitian .Dalam analisis ini penulis menggunakan anilisis Deskriptif yang mendeskripsikan tinjauan hukum islam dan perundang-undangan di Indonesia, tentang pencatatan nikah d.

  Tahap-Tahap Penelitian Pemunculan ini dilakukan dengan berbagai tahap.Pertama pra lapangan, penelitian menentuan topik penelitian,mencari informai tentang adanya praktik nikah sirri. Tahap selanjutnya peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mencari data informan dan pelaku nikah sirri,obserfasi,dokumentasi dan wawancara terhadap informan yaitu pelaku nikah sirri, modin,masyarakat sekitar dan tetangga terdekat pelaku nikah sirri. Tahap terakhir yaitu penyusunan laporan penelitian dengan cara menganalisis data temuan kemudian memaparkannya degan narasi disktriptif dengan pendekatan normatif.

G. Sistematika Penulis

  Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut dan jelas dalam membaca penelitian ini maka disusunlah sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut :

  Bab I Pendahuluan; Bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah Metode Peneli-tian yang berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitisn, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Tahap- tahap Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Bab II membahas pembahasan tentang : Kosep pernikahan Sirri menurut pandangan masyarakat Desa Sumogawe, Pernikahan Sirri menurut per- Undang-Undangan di Indonesia yaitu UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 dan KHI No.1 Tahun 1991.

  Bab III Peran Pegawai Pencatat nikah (PPN) dalam Pencegahan Pernikahan Sirri di Desa Sumogawe kecamatan Getasan ; bab ini berisi tentang Profil Desa sumogawe Kecamatan Getasan, Struktur Organisasi KUA/ PPN Kecamatan Getasan, Tugas Pokok PPN, Upaya yang dilakukan PPN dalam Pencegahan nikah sirri, Pelaku Nikah Sirri beserta faktor-faktor yang melatar belakanginya.

  Bab IV Analisa terhadap banyaknya Nikah Sirri. Bab ini berisi tentang status hukum bagi para pelaku nikah sirri, status anak yang terlahir dari Nikah Sirri, Upaya-upaya yang di lakukan PPN dalam Pencegahan Pernikahan Sirri.

  Bab V Penutup; Berisi kesimpulan dan saran.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERNIKAHAN SIRRI A. Pernikahan Sirri menurut pandangan masyarakat Desa Sumogawe 1. Konsep Nikah Sirri dalam masyarakat Desa Sumogawe. Nikah sirri adalah nikah rahasia, terkadang ada juga yang sirri

  menurut pandangan masyarakat Desa Sumogawe nikah rahasia atau sembunyi-sembunyi. Konsep pernikahan sirri di desa Sumogawe tidak jauh beda dengan pernikahan pada umumnya, yaitu dengan mengundang para tetangga, pemuka agama setempat dan ada juga yang mengadakan walimahan secara besar-besaran (mantu) hanya saja tidak mengundang Pegawai Pencatat Nikah dan pernikahan mereka tidak tercatatkan di KUA setempat. Karna berbagai faktor yang melatar belakangi mengapa pernikahan sirri itu terjadi tetapi yang pasti masyarakat menerima dan mengakui pasangan nikah sirri.

  Tujuan daripada nikah sirri adalah untuk melegalkan perbuatan- perbuatan yang semula di anggap maksiat dan dosa dapat di ubah menjadi perbuatan yang sah menurut agama,selama syarat dan rukunnya terpenuhi dan sesuai dengan syari’at agama.

  Pandangan masyarakat Sumogawe tidak mempermasalahkan jika ada salah satu warganya meniikah secara sirri, asalkan asal-usulnya jelas dan tidak ada halangan untuk menikah. Masyarakat juga beranggapan lebih baik mereka menikah secara sirri daripada mereka berzina atau kumpul kebo. Selain itu masyarakat juga menganggap dengan mereka menikah secara sirri dulu maka status anak yang nantinya dilahirkan akan memiliki status yang jelas siapa orang tuanya, walaupun secara hukum status anak yang terlahir dari pernikahan sirri tidak termasuk anak sah. Karna anak sah adalah anak yang terlahir dari atau akibat perkawinan yang

  Dalam proses pernikahan sirri yang dilaksanakan adalah rukun atau wajibnya nikah, sedangkan untuk sunnah nikah tidak dilaksanakan, khususnya mengenai pengumuman nikah atau biasa disebut dengan walimah. Dengan demikian pernikahan tersebut hanya diketahui oleh orang-orang tertentu atau kalangan terbatas saja.

  Dalam perkembangan lebih lanjut istilah sirri bermakna kawin atau nikah yang tidak dicatatkan di KUA oleh Pegawai Pencatat Nikah, sehingga tidak sesuai dengan aturan-aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

  Pernikahan adalah akad, umumnya untuk akad-akad yang lain yang memerlukan persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan akad. Dalam Islam terdapat rukun dan syarat pernikahan yang menentukan sah atau tidaknya pernikahan. Dalam kitab Al Fiqh ‘Ala Madzahib Al Arbaah, di sebutkan bahwasanya menurut Imam Syafi’i rukun nikah ada 5(lima) yaitu calon mempelai laki-laki, colon mempelai perempuan, wali, dua orang saksi dan siqhat (ijab qobul) (Al-jaziri,1999:12). Menurut jumhur ulama rukun pernikahan ada lima yang masing-masing rukun tersebut memiliki syarat tertentu (Nuridin,2006:62). Syarat untuk calon suami adalah beragama Islam, laki-laki, jelas orangnya, dapat memberikan persetujuan dan tidak terdapat halangan perkawinan. Sedangkan syarat untuk mempelai perempuan adalah beragama, perempuan, jelas orangnya, dapat dimintai persetujuan dan tidak terdapat halangan pernikahan.

  Syarat yang ketiga adalah wali nikah, syarat untuk menjadi wali dalam pernikahan adalah laki-laki dewasa atau balig, mempunyai hak perwalian dan tidak terdapat halangan perwalian. Syarat selanjutnya adalah saksi: Berakal sehat, minimal 2 orang laki-laki dewasa atau balig yang beragama Islam, hadir dalam ijab qobul dan dapat mengerti maksud akad.

  Rukun yang terakir adalah ijab qabul, syaratnya adalah adanya pernyataan mengawinkan dari wali, adanya pernyataan menerima dari calon laki-laki, memakai kata-kata nikah tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut, antara ijab dan qabulnya harus bersambungan, antara ijab dan qabulnya harus jelas maksudnya, orang-orang yang terkait dalam ijab qabul tidak sedang dalam haji dan umroh. Rukun dan syarat tersebut di atas wajib dipenuhi karena jika tidak terpenuhi maka pernikahan tersebut dapat dianggap tidak sah.

2. Pandangan Tokoh Masyarakat Desa Sumumogawe Terhadap Nikah Sirri

  Isu tentang nikah sirri menimbukan pro dan kontra di masyarakat, seperti halnya dengan Undang-Undang tentang nikah sirri, tak sedikit pula yang menentang. Anggapan bahwa Negara terlalu ikut campur dalam kehidupan pribadi masyarakatnya tak urung menimbulkan keresahan di masyarakat. Sebagian orang berpendapat bahwa Undang-Undang nikah

  sirri bertentangan dengan hukum Islam, kerena dalam hukum Islam pernikahan dikatakan sah apabila telah terpenuhi syarat dan rukunnya.

  Berangkat dari sini maka penulis mencoba menggali beberapa tokoh masyarakat Sumogawe tentang pandangan mereka terkait soal nikah sirri, baik dari segi pengertian nikah sirri, pendapat mereka tentatang para pelaku nikah sirri, hingga tanggapan mereka mengenai Undang-Undang nikah sirri a.

  Al-ustadz Muhammad Munir (Kyai) Mbah Munir adalah sesepuh Desa Sumogawe. Beliau juga pendiri yayasan Al-Iman yang tepatnya berada di Dusun Pendingan

  Desa Sumogawe. Yayasan Al-Iman sendiri adalah yayasan pendidikan yang mulai berdiri Tahun 1998 namun mulai berkembang dalam bidang pendidikan sekitar tahun 2009. Yayasan Al-Iman sebelumnya mengalami kefakuman karena kurangnya sumber daya manusia yang memadai terutama dalam ilmu agama. Dalam menjawab pertanyaan tentang nikah sirri beliau mengemukakan pengertian nikah sirri adalah nikah yang tersembunyi (mumpet) dan kusus untuk agama Islam, pernikahan yang dilakukan sesuai dengan hukum Islam, syarat dan rukunnya jelas disebutkan tetapi tidak dicatatkan di KUA. Selanjutnya beliau juga menambahkan di dalam agama Islam sesuatu sing biso merubah hukum dari yang dilarang agama menjadi sesuatu yang sah menurut agama.

  Mbah Munir juga menambahkan biasanya mereka yang melakukan pernikahan sirri itu untuk menghindari dosa daripada mereka berbuat zina. Perbuatan semacam itu belum bisa menjadi tanda bukti artinya selesai nikah menurut agama, namun para pelaku nikah

  

sirri harus betanggung jawab dan melakukan pernikahan itu dengan

  iman percoyo karo Gusti Allah. Selanjutnya penulis juga bertanya tentang pendapatnya tentang hukum nikah sirri dan beliau menjawab secara gamblang, yaitu:

  “tergantung pribadine dewe tekan endi imane, sing klakoni

  nikah sirri kuwi kudu adue roso tanggung jawab lan iman, percoyo karo Gusti Allah, lan roso tanggung jawabe marang bojone mestine yo ora sepiro bakal klarani bojone utowo ninggalake bojone arepo ora duweni surat nikah”. Mbah Munir juga memaparkan bahwa dalam Agama Islam yang berhak untuk menikahkan adalah wali calon mempelai putri, tugas KUA hanyalah mewakili, mencatat, dan menguatkan. Mbah Munir juga menambahkan mengenai pandangan mayarakat khususnya wilayah Desa Sumogawe, kata beliau tergantung masyarakatnya sudah paham atau belum tentang nikah sirri jangan hanya manut-manut saja sama modinnya, dan membiarkan saja terhadap nikah sirri. Selain itu karena masyarakat sudah tawaduk dengan Mbah Munir mengenai nikah sirri, biasanya masyarakat akan berkata”anggere Mbah Munir entok yo ra popo ”.

  b.

  Ibu Hj. Latifah (Tokoh Ibu Desa Sumogawe) Pendapat berbeda dikemukakan oleh Bu Latifah, yaitu:

  ” Pengertian nikah sirri adalah pernikahan yang terjadi karena

dua kemungkinan yaitu pernikahan yang terjadi tanpa seijin walinya

atau nikah tanpa sepengetahuan pihak yang berwenang nikah dalam hal

ini adalah KUA, pernikahan semacam jelas tanpa disertai dengan

surat”.

  Adapun peryataan Bu Latifah terkait pertanyaan penulis tentang nikah sirri adalah “Saya selaku pribadi mendukung dengan undang-

  

undang nikah sirri, bukan berarti Negara ikut campur dengan masalah

pribadi warganya namun justru dengan

  diundangkanya Undang-Undang nikah sirri maka dapat memberikan perlindungan bagi korban pelaku nikah sirri. Misalnya jika ternyata dikemudian hari kehidupan pasangan nikah sirri tak lagi bahagia, rukunseperti yang diharapkan, maka salah satu pasanganya tidak bisa meninggalkan pasangaan lainnya tanpa memenuhi kewajibanya seperti terhadap pemeliharaan anak, dan kewajiban memberi nafkah bagi pasangannya seperti yang ditetapkan dalam hukum Islam”.

  Selanjutnya Bu Latifah menambahkan “Saya tidak menpunyai

  keberatan moral terhadap para pelaku nikah sirri, namun alangkah baiknya jika pernikahan di lakukan secara sah baik secara agama maupun negara, bukankah pernikahan di KUA itu sebenarnya murah? Tapi ndak tau juga ya mbak kalau prakteknya di luar” . Penulis juga

  menanyakan faktor yang menyebabkan maraknnya pernikaahan sirri di Desa Sumogawe terkait pertanyaan ini beliau menjawab ”Mungkin salah satu pasangan masih terkait dengan pasangan yang lain, atau mungkin karena pendidikan mereka yang rendah sehingga mudah di bohongi oleh laki-laki, beribu alasan mbak tapi yang pasti mereka mencari jalan yang gampang dan sah menurut agama.

  c.

  Bapak Marsudi Mulyo Utomo,SE (Lurah Desa Sumogawe) Wawancara ini di lakukan penulis dikediaman Pak Lurah tertanggal 3 Februari 2014 dalam wawancara singkat ini beliau memaparkan “Sepengetahuan saya nikah sirri itu adalah nikah yang tidak dicatatkan di KUA setempat, biasanya faktor yang mendasari cukup banyak , namun yang sering saya temui biasanya karena laki-laki dan perempuannya masih dibawah umur/salah satunya terutama untuk laki-lakinya, urusan admiministrasi yang mengalami hambatan, suami masih memiliki hubungan dengan orang lain, sehingga menurut Undang-Undang tidak memenuhi syarat untuk menikah. Biasanya Mbak.....kalau terjadi ” kecelakaan” sebagai bentuk dari tanggung jawab dari pihak laki-laki mereka harus di nikahkan.

  Menjawab pertanyaan penulis mengenai Undang-Undang nikah sirri Pak Lurah menjawab “ secara pribadi saya setuju Mbak, agar supaya pernikahan itu tertip sesuai dengan hukum yang berlaku dan syarat yang telah ditentukan baik secara agama maupun pemerintah, dengan maksud agar tidak ada lagi pasangan yang menikah secara sirri kususnya di Desa Sumogawe.

  d.

  Slamet (Modin) Wawancara dilakukan di Kantor Balai Desa Sumogawe tertanggal 4 pebruari 2014 dalam wawancara ini beliau memaparkan “

  Sepengetahuan saya nikah sirri itu nikah diam-diam yang tidak dicatatkan di KUA “. Terkait dalam hal ini penulis menanyakan kenapa beliau mau menikahkan secara sirri dan kenapa tidak menyuruh untuk menikah secara sah. Beliau menjawab “ Biasanya yang datang kerumah beliau tidak hanya masyarakat Sumogawe saja tapi terkadang ada juga penduduk dari luar daerah yang sengaja datang untuk melakukan nikah sirri, biasanya yang seperti itu karena perempuannya dijadikan istri kedua. Karena mereka ada saksi saya berani menikahkan to Mbak,,,tetapi setelah menikah biasanya saya sarankan kalau bisa untuk secepatnya menikah secara sah. Sedangkan untuk masyarakat Desa Sumogawe sendiri biasanya yang menikah sirri karena faktor umur yang masih kurang, karena salah satu pihak masih ada hubungan dengan orang lain, administrasi yang belum selesai.

  e.

  Bapak Molyoko, S.Ag (Kepala KUA Kec. Getasan) Wawancara di lakukan di Kantor KUA Kecamatan Getasan pada tanggal 23 pebruari 2014 . Menjawab pertanyaan tentang nikah sirri beliau mengemukakan bahwa nikah sirri itu nikah yang sembunyi- sembunyi yang tidak di catatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) setempat dalam hal ini KUA Kecamatan Getasan. Terkait pertanyaan penulis tentang nikah sirri beliau tidak setuju, kerena sebagai Kepala KUA Pak Mulyoko mengharapkan agar setiap pernikahan itu harus sah menurut agama maupun pemerintah.

  Selain melakukan wawancara dengan beberapa tokoh Agama dan masyarakat Desa Sumogawe mengenai nikah sirri, penulis juga memperoleh informasi seputar nikah sirri dari beberapa tokoh yang kompeten mengenai nikah sirri diantaranya : 1)

  Ahmad Zuhdi Menurut Ahmad Zuhdi Nikah Sirri adalah pernikahan yang di langsungkan di luar pengetahuan resmi Pegawai Pencatat Nikah

  (PPN) karenanya pernikahan itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), sehingga suami istri tersebut tidak mempunyai surat nikah.

  Dalam prakteknya pernikahan sirri adalah suatu pernikahan yang dilakukan oleh orang-orang Islam di Indonesia yang memenuhi rukun dan syarat pernikahan tetapi tidak di daftarka atau dicatatkan PPN seperti yang di atur dan ditentukan oleh Undang- Undang No.1 Tahun1974 dan Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975.

  2)

Dalam bukuya yang berjudul Praktik Nikah Sirri Mahasiswa Jogja

  karya dadi Nurhaedi (2003:14-23), terdapat tiga devinisi nikah sirri yang berbeda-beda. Pertama, konsep nikah sirri dimana akad dan transaksinya (antara laki-laki dan perempuan) tidak dihadiri oleh para saksi, tidak dipublikasikan, tida dicatatkan secara resmi sehingga hanya mereka berdua yan mengetahuinya. Para ahli Figh sepakat bahwa kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil pernikahan semacam itu tidak sakarena tidak ada saksi. Hadis Nabi yang A’mran ibn Husein menurut riwayat Ahmad (Syarifudin,2006 : 86)” Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil”.

  Kedua , Konsep nikah sirri yang biasa dilakukan berdsarkan

  cara – cara Islam, semacam ini pada umumnya di anggap sah karena telah memenuhi rukun nikah dalam Islam. Dari aspek pernikahanya, nikah sirritetap dianggap sah menurut maksiat. Karena pernikahan yang dilakukantelah memenuhi rukun- rukun pernikahan yang sudah ditetapkan oleh Alla SWT.

  Ketiga , Nikah Sirri yang mengikuti ketentuan agama Islam

  dan tercatat di Kantor Urusan Agama tetapi belum diadakan resepsi/walimah secara terbuka dan luas.

B. Pernikahan Sirri menurut Perundang-Undangan di Indonesia 1.

  Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 a.

  Pengertian Perkawinan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tantang Perkawinan di undangkan pada tanggal 2 Januari 1974 dan diberlakukan bersamaan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yaitu PP No.9 Tahun 1975 tentang

  Perkawinan. Dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 disebutkan bahwa:

   Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan

  seorang wanita sebagai suami istri dengantujuan untuk membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

  Mengenai sahnya pernikahan dan pencatatan nikah terdapat dalam pasal 2 UU Perkawinan, yang berbunyi : “(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaanya itu“

  Dalam pasal 2 ayat 2 UU Perkawinan disebutkan bahwa “ tiap- tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangaan yang berlaku”.

  Dari pasal 2 ayat 1 Undang-undang No 1 tahun 1974 dapat diketahui bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun sesuai dengan ketentuan syar’iat Islam maka pernikahantersebut dianggap sah di mata agama dan kepercayaan masyarakat. Tetapi sahnya suatu pernikahan tidak hanya sah menurut agama dan masyarakat tetapi juga harus sah menurut hukum Negara.

  Peraturan yang mengatur tentang pencatatan nikah terdapat dalam

  pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Perkawinan dan diperjelas dalam Bab II Pasal 2 PP No. 9 tahun 1975 tentang pencatatan perkawinan. Dalam PP ini dijelaskan bahwa mereka yang melakukan pernikahan agama Islam maka pencatatan pernikahanya di Kantor Urusan Agama (KUA). Tata cara pencatatan pernikahan sebagai mana sesuai dengan Pasal 3 sampai

  Pasal 9 PP No. 9 tahun 1975 ini antara lain menyebutkan bahwa setiap orang yang akan melangsungkan perkawinannya memberitahukan secara lisan atau tertulis rencana perkawinanya kepada pegawai pencatat nikah di tempat perkawinnya tersebut di langsungkan, selambat-lambatnya 10 hari kerja sebelum perkawinan tersebut di langsungkan. Selanjutnya oleh Petugas Pencatat Nikah mengumumkan dan menandatangani pengumuman tentang pemberitahuan kehendak nikah dengan cara menempel surat pengumuman tersebut pada tempat dimana pegumuman mudah terbaca dan dilihat oleh umum.

  b.

  Pernikahan Sirri Istilah Pernikahan Sirri muncul setelah Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan berlaku secara efektif tanggal 1 oktober 1975.

  Pernikahan Sirri adalah perkawinan yang tidak dilakukan menurut hukum yang berupa pengakuan hukum dan perlindungan hukum terhadap perkawinan tersebut (Zuhdi,1996:11)

  Pernikahan Sirri yaitu pernikahan yang telah terpenuhi syarat dan rukunnya hanya saja tidak dicatatkan di KUA oleh Pegawai Pencatat Nikah.

  Dengan demikian, pernikahan sirri membawa akibat atau dampak hukum. Karena walaupun secara agama pernikahan tersebut telah sah, namun karena belum dicatatkan oleh PPN maka pernikahan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak ada tanda bukti yang kuat maka pernikahan tersebut dianggab tidak ada.

  2. Kompilasi Hukum Islam (KHI)

  a. Pengertian Pernikahan Pada tanggal 10 juni 1991, Presiden RI Soeharto mengeluarkan Instruksi presiden (Inpres).

  RI No. 1 tahun 1991 yang berisi menyebar luaskan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang terdiri dari tiga (3) buku. Buku pertama tentang hukum pernikahan, buku kedua tentang kewarisan, buku ketiga tentang perwakafan. KHI menjadi pedoman dalam menetapkan perkara-perkara yang berhubungan dengan tiga masalah tersebut yang diperuntukkan bagi orang yang beragama Islam. KHI menjadi sesuatu bagian yang penting, karena KHI menjadi satu-satunya produk hukum di Indonesia terutama orang Islam.

  Dalam pasal 2 KHI Perkawinan menurut hukum Islam adalah Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mit Saqan Qhalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakanya merupakan ibadah“. Rukun pernikahan menurut KHI tertuang dalam Pasal 14 yang menyatakan bahwa untuk melaksanaknya pernikahan harus ada: calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi dan ijab qabul.

  b.

  Pencatatan Pernikahan Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa agar terjamin ketertiban bagi masyarakat Islam maka setiap perkawinan harus dicatat”. Dalam KHI pasal 6 ayat 1 bahwa setiap perkawinan harus dilangsungkan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah. Dalam ayat 2 juga ditegaskan bahwa perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) tidak mempunyai kekuatan hukum. Dalam pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa: “ perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh PPN “

  Pencatatan pernikahan ini mempunyai kedudukan yang sangat penting yaitu untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum bagi masyarakat (Nuruddin,2004:136 ). Untuk membuat kartu keluarga, akta kelahiran untuk anaknya dan untuk kepentingan-kepentingan yang lain maka seorang yang telah menikah harus menyerahkan atau menunjukan akta nikah sebagai salah satu syaratnya.

  c.

  Akibat Hukum Pernikahan Sirri Pernikahan yang dilakukan tidak dihadapan Pegawai Pencatat Nikah, maka sesungguhnya akan merugikan bagi perempuan. Apalagi jika dalam pernikahan tersebut melahirkan anak. Maka jika dalam pernikahan tersebut terjadi suatu hal yang tidak diharapkan atau terjadi ketidak cocokan hingga harus terjadi perpisahan atau perceraian maka perceraiannya tidak bisa dilakukan dihadapan Pengadilan, karena pernikahannya tidak dicatatkan sehingga tidak ada bukti yang menguatkan bahwa diantara mereka pernah atau telah terjadi suatu pernikahan, maka mereka tidak dianggap sebagai pasangan suami istri.

  Secara hukum, istri dari pernikahan sirri tidak dianggap sebagai istri yang sah. Apabila suami meninggal maka istri tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai ahli waris. Disamping itu istri tidak berhak atas harta gono- gini jika terjadi perpisahan atau perceraian, karena secara hukum pernikahan itu tidak pernah terjadi. Tidak hanya secara hukum tetapi dampak sosial di masyarakat yang sering memandang sebelah mata untuk passangan nikah sirri.

  Tidak sahnya status nikah sirri memiliki dampak yang negatif bagi status bagi anak yang dilahirkan di mata hukum Negara. Status anak yang dilahirkan dianggap anak tidak sah karena pernikahan orang tuanya tidak memenuhi pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang Perkawinan (Zuhdi,1996:17). Menurut hukum perdata anak yang terlahir dari pernikahan sirri hanya akan mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, seperti yang tertera dalam UU Perkawinan pasal 43 dan KHI pasal 100. Begitu pula dalam Undang-Undang Perkawinan pasal 42 bahwa anak yang sah adalah anak yang terlahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak disebutkan hak-hak anak yang antara lain memperoleh nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan, hak memperoleh pendidikan dan pengajaran, hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial serta hak mendapat perlindungan dari perlakuan deskriminasi dan eksploitasi.

  Anak yang terlahir dari pernikahan yang tidak sah (sirri) tetap diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah seperti yang tertuang dalam pasal 4 UU No.12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan. Tetapi untuk memperoleh kewarganegaraan harus memiliki akta kelahiran, dan untuk mendapatkanya harus memiliki akta nikah orang tuanya.