Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Syari'ah

PERMOHONAN IJIN POLIGAMI

  

(Studi Penetapan Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL)

SKRIPSI

  

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Dalam Ilmu Syari'ah

  

Oleh :

M. TARGHIBUL HASAN

NIM. 21107013

JURUSAN SYARI’AH

  

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

SALATIGA

  

MOTTO

”KUNCI TERCAPAINYA KESUKSESAN ADALAH BELAJAR DAN BELAJAR DARI KEGAGALAN”

”JANGAN MENJADI ORANG PANDAI JIKA TAK PERNAH MAU BELAJAR”

  PERSEMBAHAN

  Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

  Ø

  Tuhan Yang Maha Esa

  Ø

  Untuk Bapak dan Ibuku tercinta Haji Ahmad Said dan Nayiroh yang selalu memberikan dukungan dan do’a

  Ø

  Untuk adik dan kakakku Ikul, Sahil, Maftukhin dan Salis

  Ø

  Dosen pembimbingku Drs. H. Mubasirun, M.Ag

  Ø

  Sahabat-sahabatku di UKM SSC STAIN Salatiga angkatan 2007

  Ø

  Sahabatku Eko Haryanto, S.PdI

KATA PENGANTAR

  Bismillahir rahmanir rahim

  Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam pencipta langit dan bumi beserta isinya yang telah memberikan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  Shalawat serta Banyubiru penulis sampaikan kepada pemimpin umat dan penutup para Rasul, Muhammad SAW yang telah membimbing dan mendidik manusia dari masa kegelapan menuju masa yang sangat terang benderang dengan syariatnya yang lurus.

  Skripsi yang berjudul “PERMOHONAN IJIN POLIGAMI (Studi Penetapan Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL)” ini, Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu Syari'a pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN ) Salatiga.

  Dalam skripsi ini, penulis akan memaparkan: Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan poligami, Bagaimana tinjauan Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia terhadap penetapan Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL) tentang izin poligami terhadap isteri yang tidak mampu menjalankan kewajibanya dan Apa dasar hukum hakim Pengadilan Agama Salatiga kepada suami. penulis mengucapkan terima kasih kepada Yang terhormat:

  1. Ketua STAIN Salatiga Bpk. DR.Imam Sutomo, M.Ag

  2. Bapak Drs. H. Mubasirun, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

  3. Segenap Hakim, Panitera, serta Pegawai Pengadilan Agama Salatiga yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

  4. Untuk Bapak dan Ibuku tercinta Ahmad Said dan Nayiroh yang slalu memberikan dukungan dan do’a

  5. Untuk adik dan kakak ku Ikul, Sahil, Maftukhin dan Salis yang selalu memberi dukungan.

  6. Untuk Ita Anjarwati yang selalu menungguku

  7. Sahabat ku Eko Haryanto, S.PdI, yang telah memberikan motivasi dan memberikan masukan. sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga segala amal yang telah diperbuat akan menjadi amal saleh, yang akan mendaptakan pahala yang setimpal dari Allah SWT, kelak dikemudian hari. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.Amin.ya rabbal

  ‘alamin Salatiga, 15 Augustus 2012

  Penulis

  

ABSTRAKSI

  Hasan, M. Targhibul.2012. Permohonan Ijin Poligami (Studi Penetapan Pengadilan

  Agama Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL) . Skripsi. Jurusan

  Syari’ah. Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Drs. H. Mubasirun, M.Ag

  

Kata kunci: Permohonan Ijin Poligami (Studi Penetapan Pengadilan Agama Salatiga

No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL).

  Penelitian ini membahas tentang. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan poligami, Bagaimana tinjauan Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia terhadap penetapan Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL) tentang izin poligami terhadap isteri yang tidak mampu menjalankan kewajibanya dan Apa dasar hukum hakim Pengadilan Agama Salatiga menetapkan izin poligami terhadap isteri yang tidak mampu menjalankan kewajibanya kepada suami. adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan poligami, untuk mengetahui dasar hukum penetapan perkawinan poligami dan untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam dan Perundang- undangan di Indonesia

  Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian yang digunakan adalah penelitian analisis penetapan (deskriptif analisis) dengan pendekatan yuridis empiris. Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi, wawancara, dan obeservasi (pengamatan). Metode analisis datanya menggunakan teknik analisis deskriptif. Jenis data yang dipergunakan adalah data primer dan alternatif. Sumber data adalah sumber data primer melalui wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Salatiga dan dokumen (arsip penetapan nomor No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL), sedangkan sumber data alternatif adalah pasal 4 ayat (2) UU No.1 Th.1974 tentang Peradilan Agama dan syarat kumulatif pasal 5 ayat (1) UU No.1 Th.1974.

  Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalam memutuskan perkara ijin poligami nomor No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL hakim telah menggunakan Kompilasi Hukum Islam. Penerapan Kompilasi Hukum Islam tersebut didukung oleh proses persidangan yang teliti dalam menilai saksi dan bukti serta persidangan tentang kewenangan mengadili dalam bidang keijin poligamian telah memenuhi seperti yang tertuang dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974.

  DAFTAR ISI

JUDUL.................................................................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................iii

PENGESAHAN KELULUSAN......................................................................iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.......................................................v

MOTTO..............................................................................................................vi

PERSEMBAHAN.............................................................................................vii

KATA PENGANTAR.....................................................................................viii

ABSTRAK.........................................................................................................x

DAFTAR ISI.....................................................................................................xi

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...................................................................1 B. Rumusan Masalah.............................................................................6 C. Tujuan Penelitian..............................................................................6 D. Kegunaan Penelitian.........................................................................7 F. Telaah Pustaka……………………………………………………..8 G. Metode Penelitian………………………………………………...10

  1. Pendekatan dan Jenis Penelitian................................................10

  2. Sumber Data …………………………………………………..10

  3. Metode Pengumpulan data .......................................................10

  4. Analisis Data..............................................................................11

  H. Sistematika Penulisan.....................................................................12

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Poligami dalam Perspektif Islam ......................................14

  1. Pengertian Poligami ………………………...............................14

  2. Bentuk-bentuk Hubungan suami isteri ………………………...15

  3. Dasar Hukum Poligami................................................................18

  4. Alasan Poligami …….................................................................20

  5. Batas Maksimal Wanita yang Dapat Dipoligami ……………... 22

  B. Poligami dalam Perspektif Undang-Undang ………………………25

  C. Pandangan Islam terhadap seorang Isteri yang tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai seorang isteri kepada suami ………..27 D. Etika dan kebebasan seksual dalam Islam ………………………….29

  BAB III PAPARAN DATA A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga…..…………………36

  1. Lahirnya Pengadilan Agama Salatiga..........................................36

  2. Perkara di Pengadilan Agama Salatiga ……………………........38

  3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Salatiga ……….………44

  B. Penetapan Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/Pdt. G/2010 Tentang Diterimanya Ijin Poligami …………………….………….51

  1. Permohonan Ijin Poligami Perkara No. 0525/Pdt. G/2010/PA.SAL ………………………51

  2. Proses Penyelesaian Perkara No. 0525/Pdt. G/2010/PA.SAL ………………………………..53

  3. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim …………………………..54

  4. Dasar Hukum …………………………………………………55

  5. Penetapan Majelis Hakim Atas perkara No. 0525/Pdt. G/2010/PA.SAL ………………..55

BAB IV ANALISIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA No.

  0525/Pdt. G/2010/PA.SAL TENTANG DITERIMANYA IJIN POLIGAMI

  A. Penyelesaian Terhadap Perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL ……………………………56

  B. Analisis Terhadap Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Menetapkan Perkara No. 0525/Pdt.G/2010/PA.SAL ……….63

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.......................................................................................69 B. Saran.................................................................................................71 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan Agama yang sempurna, Islam tidaklah otoriter dalam

  menghadapi fenomena yang ada, tetapi lebih lentur dalam konteks kemaslahatan untuk terciptanya masyarakat rahmatan lilalamin yang diridloi Allah SWT. Pernikahan merupakan peristiwa yang sakral, dan Islam mengaturnya dengan tata cara yang diatur oleh syari’at untuk memuliakan makhluknya sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk yang lainnya. Jika ada surga di dunia maka surga itu adalah pernikahan yang bahagia, tetapi jika ada neraka di dunia adalah rumah tangga yang penuh pertengkaran dan kecurigaan- kecurigaan yang menakutkan diantara suami istri (Adhim, 1998:28).

  Allah SWT. Menciptakan manusia dengan baik, di mana Allah menciptakan seorang laki-laki dari jenisnya sendiri, agar dia merasa tentram di sisinya, kemudian Allah mengikat mereka berdua dengan tali pernikahan, kasih sayang dan cinta (As- Sanan, 1998:21) Sebagaimana firman Allah SWT.: Artinya: “Maha suci Allah yang telah menjadikan pasangan-pasangan semuanya

  

baik dari apa yang ditumbuhkan di muka bumi dan dari diri mereka maupun dari apa

yang tidak mereka ketahui.” (Q.S. Yasin: 36) (Departemen Agama RI, 2005:801)

  Dalam Islam perkawinan mempunyai tujuan yang jelas dan ada etika yang harus dijaga dan dipatuhi oleh suami sitri. Misalnya untuk mencapai ketenangan dan kebahagiaan (Drajat, 1982:121). Dalam UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 pernikahan dilakukan dengan tujuan untuk kebahagiaan yang kekal dan abadi. Begitu juga dalam KHI dijelaskan bahwa tujuan pernikahan yaitu Sakinah, Mawaddah, Warahmah (Abdurrahman, 1999:114). Islam membuat konsep untuk kebaikan manusia supaya kehidupannya terhormat sesuai dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri, karena rumah tangga yang bahagia dan sejahtera memang menjadi dambaan setiap orang.

  Ketenangan dan kebahagian yang penuh dengan rasa kasih dan sayang dalam kehidupan suami Istri perlu dipertahankan sepanjang hayatnya. Dengan demikian keluarga yang dibinanya akan muncul sebagai komponen masyarakat sesuai dengan cita-cita (Al-Quthb, 1999:116). Ketika pasangan tersebut tidak mampu lagi mengemban tanggung jawab dan menegakkan kehidupan sesuai tuntutan syariat Islam, yaitu ini, pasangan tersebut tidak lagi layak meneruskan bahtera rumah tangga. Untuk menjaga keutuhan rumah tangga dan kebahagiaan bersama, maka apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, salah satu pihak harus secepatnya mencari solusi permasalahannya. Apabila sang istri tidak bisa memberikan keturunan atau melayani suami dengan layak, sebuah alternatif yang bisa ditawarkan oleh syari’at Islam yaitu poligami. Berkenaan dengan poligami, KHI mengatur dengan kriteria sang istri tidak bisa memberi keturunan, tidak bisa melayani suami atau cacat badan dan sakit yang tidak bisa disembuhkan (Al-Quthb, 1999:11).

  Berkenaan dengan poligami, UU No.1 tahun 1974 dalam Pasal 3 memuat beberapa ketentuan sebagai berikut :

  1. Pada dasarnya dalam suatu perkawinan, seseorang hanya mempunyai seorang istri, wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

  2. Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

  Di dalam masyarakat begitu banyak alasan yang menyebabkan sesorang melakukan poligami. Dari hal-hal yang sepele yang terkadang tidak dapat diterima dengan akal pikiran dan bertentangan dengan nilai keadilan dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan sampai kepada hal-hal yang memang diperbolehkan oleh syariat serta tidak menodai rasa keadilan dan hati nurani. Salah satunya adalah karena alasan seorang isteri tidak mampu memenuhi kewajiban sebagai seorang isteri terhadap suami.

  Hal ini menjelaskan agar manusia tidak terjerumus ke dalam jurang yang menyalurkan hasrat biologisnya (Hakim, 2000:15). Menurut fitrahnya, manusia dilengkapi Tuhan dengan kecenderungan seks (libido seksualitas). Oleh karena itu Tuhan menyediakan wadah yang legal untuk terselenggaranya penyaluran tersebut yang sesuai dengan derajat kemanusiaan. Akan tetapi, perkawinan tidaklah semata-mata dimaksudkan untuk menunaikan hasrat biologis tersebut.

  Rumusan tujuan perkawinan diatas dapat diperinci sebagai berikut:

  2. Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih.

  3. Memperoleh keturunan yang sah.

  Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Pengadilan dapat memberikan izin kepada suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan. Dalam syari’at Islam lebih disukai bila laki-laki hanya mempunyai seorang isteri, bahkan kalau mungkin ia tetap mempertahankannya sampai akhir hayatnya. Perkawinan yang diajarkan Islam harus menciptakan suasana yang sakinah,

  

mawaddah, dan rahmah. Suasana yang sulit dilaksanakan seandainya seorang laki-laki

  memiliki lebih dari seorang (Hakim, 2000:113). Poligami merupakan salah satu bentuk aturan hidup yang ada sebelum Islam. Biasanya, poligami dilakukan oleh orang-orang perkasa atau memiliki kekuasaan, seperti para raja dan atau para panglima perang. Tradisi poligami kala itu dijadikan sebagai bentuk keperkasaannya seseorang. Banyak para raja yang memiliki banyak isteri dan selir. Hal ini sudah lumrah dilakukan oleh kaum-kaum terdahulu sebelum Islam datang (Husein, 1999:2).

  Poligami bukanlah suatu hal yang dianjurkan dalam agama Islam, sebaliknya juga bukan merupakan suatu larangan. Tetapi Islam memberikan peluang untuk berpoligami sebagai upaya untuk mengatasi kepentingan yang bertalian dengan kemaslahatan masyarakat dan para pelakunya dan bukan sebagai ajang coba-coba atau sekedar untuk menyalurkan seks semata. Poligami adalah rahmat Allah SWT. kepada manusia yang telah disediakan untuk mengatasi kesulitan dan merupakan jalan keluar bagi mereka yang belum atau tidak menemukan tujuan yang didambakan dalam menghapus poligami, walaupun Islam menghapus poliandri. Alih-alih itu Islam membatasinya sampai empat orang isteri. Lagi pula Islam menetapkan syarat dan batasannya, dan tidak mengizinkan setiap orang mempunyai beberapa isteri (Muthahari, 2003:217). Meski Islam sudah mengatur masalah ini, namun kerap kali timbul permasalahan dari sebagian orang yang berpoligami. Hal ini bisa terjadi karena para isteri yang tidak pandai merebut hati suami, atau karena ketidaktahuan dan kesalahan suami dalam menginterpretasikan hukum tersebut sehingga dapat mendorong suami memperlakukan isteri-isterinya dengan tidak adil (Muthahari, 2003:6).

  Dengan alasan-alasan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dikabulkannya permohonan izin poligami di Pengadilan Agama, maka yang menjadi perhatian penulis ialah tentang izin poligami terhadap isteri yang tidak mampu memenuhi kewajibanya kepada suami, hal (alasan) tersebut menjadi pertanyaan penulis, apakah ketidakmampuan seorang isteri dalam memenuhi kewajiban terhadap suami itu dapat diqiyaskan dengan syarat yang ada dalam pasal 4 ayat (2) sub (b) UU No. 1 Tahun 1974 yaitu “Apabila isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan”, dan terlebih lagi seorang isteri tidak sanggup menjalankan kewajibanya menjalankan kewajibannya sebagai isteri dengan dikaruniai 5 orang anak. Akan tetapi Pengadilan Agama Salatiga memutuskan untuk menerima dan mengabulkan permohonan poligami tersebut. Untuk mengetahui keadaan sebenarnya dalam menyelesaikan perkara tersebut maka penulis perlu mengadakan penelitian dan analisa dalam skripsi dengan judul:

  

Permohonan Ijin Poligami (Studi Penetapan Pengadilan Agama Salatiga No.

0525/pdt.G/2010/PA.SAL)

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang ada diatas, agar lebih praktis maka dalampenelitian dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

  1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan poligami?

  2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia terhadap penetapan Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL) tentang izin poligami terhadap isteri yang tidak mampu menjalankan kewajibanya?

  3. Apa dasar hukum hakim Pengadilan Agama Salatiga menetapkan izin poligami terhadap isteri yang tidak mampu menjalankan kewajibanya kepada suami?

  C. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah:

  1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan poligami

  2. Untuk mengetahui dasar hukum penetapan perkawinan poligami

  3. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam dan Perundang-undangan di Indonesia D.

   Manfaat penelitian

  Studi ini diharapkan sekurang-kurangnya dapat memberikan manfaat sebagai

  1. Secara teoritis : untuk menambah hazanah keilmuan mengenai izin poligami. Maka dengan itu dapat dijadikan salah satu bahan untuk melakukan kajian atau penelitian lanjutan bagi akademis atau penelitian berikutnya.

  2. Secara praktis : dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tentang izin poligami yang mungkin terjadi dikemudian hari. Bagi praktisi hukum, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah kontribusi pemikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan sebagai masukan bagi para pejabat yang berkompeten dalam menangani dan melaksanakan tugasnya, khususnya hakim Pengadilan Agama Salatiga.

  E. Penegasan istilah

  Untuk memahami judul sebuah skripsi perlu adanya pendefinisian judul secara operasional agar dapat diketahui secara jelas dan Untuk menghindari terjadinya kesalahfahaman dalam pengertian maksud dari judul di atas, maka penulis memberikan definisi yang menunjukkan ke arah pembahasan sesuai dengan maksud yang dikehendaki dengan maksud dari judul tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Poligami : Ikatan perkawinan di mana salah satu pihak mempunyai atau menikah beberapa lawan jenis (Sudarsono, 1999:148). Suatu perkawinan antara seorang pria dengan lebih dari seorang wanita dalam waktu yang sama (Soemiyati, 1999:74).

  2. Hukum Islam : Peraturan yang bersumber dari hukum fiqih yang berdasarkan

  3. Menurut Bapak Drs. H. Musaddad Zuhdi Wawancara pada hari selasa, 4 Desember 2012 jam 12.30 WIB. “Penetapan : Putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum dari Pengadilan Agama Salatiga”.

  4. Pengadilan Agama Salatiga : Badan peradilan khusus untuk orang beragama Islam perceraian, talak, waris, wasiat, wakaf, hibah dan lain-lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  F. Tinjauan pustaka

  Dalam pembahasan mengenai poligami. Penulis dalam penelitian ini akan mengacu pada beberapa literatur, baik berupa buku maupun skripsi. Beberapa buku yang dianggap dapat mewakili dan dijadikan referensi dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. DR. Musfir Aj-Jahrani (1996) dalam bukunya yang berjudul Poligami dari Berbagai

  Persepsi. Dalam buku ini dijelaskan tentang definisi, jenis, sejarah dan hikmah

  poligami. Disamping itu juga dijelaskan tentang berbagai pendapat ulama terkait dengan poligami.

  2. DR. Abdul Nasir Taufiq Al ‘Atthar (1976) dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Dra. Chadidjah Nasution dengan judul Poligami Ditinjau Dari Segi Agama, Sosial

  Dan Perundang-Undangan. Dalam buku ini dijelaskan tentang tinjauan agama,

  sosial, dan perundang-undangan terhadap poligami. Lebih menarik buku ini menjelaskan tentang berbagai argumen beberapa pihak yang pro dan kontra terhadap poligami dan mensinergikan antara poligami dengan tatanan sosial dalam masyarakat.

  3. Haidar Abdullah (2003) dalam bukunya yang berjudul Kebebasan Seksual dalam

  Islam. Buku inimenjelaskan tentang etika seksual dalam Islam disamping

  mendeskripsikan tentang etika seks yang dianut oleh dunia barat. Dijelaskan pula tentang asas monogamy dan poligami dalam perkawinan. Menariknya buku ini mengkorelasikan poligami dengan kontrol populasi masyarakat.

  ‘s guide to Boosting Their Marriage Libido” yang kemudian diterjemhkan oleh Susi Purwoko dengan judul yang sama. Dalam buku ini dijelaskan secara gambling tentang pernikahan dan problema seksnya. Dipaparkan juga tentang petunjuk bagi para lelaki yang mempunyai libido seks yang rendah dan tinggi. Buku ini dijadikan pedoman untuk mendapatkan gambaran tentang hiperseks dan mencari solusinya.

  5. dr Boyke Dian Nugraha, DSOG dengan bukunya yang berjudul “Problema Seks dan Organ Intim”. Dalam bukunya dijelaskan tentang berbagai persoalan kelainan seks dan dampak yang ditimbulkan, serta berusaha menyodorkan solusinya, seperti onani, gay, keperawanan, WTS, biseks, hiperseks, alat kelamin, dan lain-lain. Buku ini seolah menjadi penjelas bahwa hiperseks merupakan salah satu kelainan atau problema seksual.

  6. Pada pokoknya pasal 5 UU Perkawinan menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suami yang akan melakukan poligami, yaitu: a. adanya persetujuan dari istri;

  b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka (material); c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka (immaterial). Idealnya, jika syarat-syarat diatas dipenuhi, maka suami dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Namun dalam prakteknya, syarat-syarat yang diajukan tersebut tidak sepenuhnya ditaati oleh suami. Sementara tidak ada bentuk kontrol dari pengadilan untuk menjamin syarat itu dijalankan. Bahkan dalam beberapa kasus, meski belum atau tidak ada persetujuan dari istri sebelumnya, poligami bisa dilaksanakan

   Metode Penulisan Skripsi

  a. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yakni sebuah penelitian yang menggunakan informasi yang diperoleh dari buku atau kutipan dengan mengkaji penetapan hakim Pengadilan Agama Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL

  b. Sumber Data

  1. Sumber Data Primer

  Sumber data primer dalam penelitian ini adalah dokumen, yaitu penetapan hakim No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL tentang isteri yang tidak mampu menjalankan kewajibanya kepada suami sebagai salah satu alasan di diperbolehkannya poligami.

  2. Sumber Data Skunder Sumber data skunder yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah buku- buku penunjang yang berkaitan dengan skripsi ini.

  3. Metode Pengumpulan Data

  a) Dokumentasi Pengumpulan data dokumentasi diperlukan karena sumber data tidak hanya tempat dan orang, tetapi juga ada arsip – arsip dan dokumen,. Oleh karena itu, penulis menggunakan metode documenter (Arikunto, 1998:236). yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa tulisan- tulisan, buku, artikel-artikel yang relevan dengan tema penulisan skripsi ini.

  Dokumentasi utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar penetapan PA No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL Yaitu sebuah tehnik pengumpulan data melaui kepustakaan yakni dengan membaca dan mengkaji antara satu buku dengan buku yang lainnya, ini dimaksudkan untuk menggali data literatur yang dapat dipastikan sebagai landasan teoritis bagi permasalahan yang dibahas.

  4. Metode Analisis Data Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode Content

  Analisys ,(Muhadjir, 1996:46). yakni mengnganalisis mengenai isi dari sebuah keputusan. Segala pendekatan dalam skripsi ini penulis menggunakan pendekatan tekstual yuridis (Muhadjir, 1996:159-160). Yaitu suatu cara pendekatan maslah dengan meneliti dan mengkaji yang berdasarkan pada teks- teks yang mempunyai relevansi dengan permaslahn yang sedang di bahas baik berupa kitab suci al-Qur’an, al-Hadits, kitab-kitab keagamaan maupun buku- buku kepustakaan lainnya

H. Sistematika Penulisan Skripsi

  Sebagai karya ilmiah skripsi ini disusun dengan menggunakan sistematika tertentu sehingga secara global materi penulisan terbagi menjadi beberapa bab, yang secara keseluruhan dikemukakan sebagai berikut :

  BAB I : Pendahuluan Bab ini adalah bagian pembuka yang memuat Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penulisan skripsi, dan sistematika penulisan skripsi.

  BAB II : Ketentuan Umum Tentang Poligami dalam Islam Bab ini berisi pengertian umum Poligami (Pengertian, dasar hukum, alasan- alasan poligami), Pandangan Islam terhadap poligami dan Pandangan Islam terhadap seorang Isteri yang tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai seorang isteri kepada suami. Bab ini merupakan landasan teori yang dipergunakan untuk melangkah ke bab selanjutnya.

  BAB III : Gambaran Umum Pengadilan Agama Kota Salatiga dan Penetapan No.

  0525/Pdt. G/2010/PA.SAL Pada bab ini penulis mengemukakan kedalam tiga sub bab, yaitu sekilas diperbolehkannya poligami karena alasan Isteri tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai seorang isteri kepada suami dan isi amar penetapan serta dasar penetapan PA Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL

  BAB IV : Analisis Penetapan PA Salatiga No. 0525/pdt.G/2010/PA.SAL tentang diperbolehkannya Poligami dengan alasan Isteri tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai seorang isteri kepada suami. Pada bab ini penulis akan menganlisis beberapa permasalahan tentang putusan isi amar serta dasar penetapan Pengadilan Agama Salatiga No.

  0525/pdt.G/2010/PA.SAL, yang memperbolehkan poligami dengan alasan suami Isteri tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai seorang isteri kepada suami dan akan dikemukakan pula pandangan penulis tentang diperbolehkannya poligami dengan alasan Isteri tidak dapat memenuhi kewajiban sebagai seorang isteri kepada suami.

  BAB V: Penutup berisi kesimpulan, saran-saran dan penutup.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Poligami dalam Perspektif Islam 1. Pengertian Poligami

  yang artinya banyak, dan kata gamain atau gamus yang berarti kawin atau perkawinan, maka ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas. Namun dalam Islam poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih dari satu dengan batasan umumnya dibolehkan sampai empat wanita ( Nasution, 2002:284).

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, poligami diartikan dengan ikatan perkawinan dimana yang laki-lakinya boleh mengawini beberapa wanita dalam waktu yang sama (Departemen P dan K, 1994:261). Poligami juga diartikan sebagai perkawinan lebih dari seorang istri (Mujib, 1994:261).

  Menurut Ny. Soemiyati,SH, poligami diartikan sebagai perkawinan antara seorang laki-laki dengan wanita lebih dari seorang dalam jangka waktu yang sama (Soemiyati, 1999:47). Dalam pengertian umum yang berlaku dimasyarakat, perkawinan poligami itu diartikan dengan perkawinan seorang laki-laki dengan banyak wanita.

2. Bentuk-bentuk Hubungan Suami Isteri

  Di dalam suatu masyarakat terdapat beberapa bentuk hubungan suami isteri antara lain; poligami, yaitu seorang suami yang memiliki banyak istri, poliandri, seorang istri yang memiliki banyak suami, dan gabungan antara poligami dan poliandri. Di samping itu ada peraturan suami istri tunggal (monogami) dan juga Free Sex yang melegalisasi wanita bebas bagi laki-laki tanpa perkawinan yang sah (Aj-Jahrani, 1996:32). tersebut adalah sebagai berikut: a. Seorang Suami Memiliki Banyak Istri (Poligami).

  Peraturan perkawinan poligami sudah dikenal sebelum Islam di setiap masyarakat yang berperadaban tinggi maupun masyarakat yang masih terbelakang, baik penyembah berhala maupun bukan. Dalam hal ini, seorang laki-laki diperbolehkan menikah dengan lebih dari seorang istri. Aturan seperti itu sudah berlaku sejak dahulu pada masyarakat Cina, India, Mesir, Arab Persia, Yahudi, Sisilia, Rusia, Eropa Timur, Jerman, Swiss, Austria, Belanda, Denmark, Swedia, Inggris, Norwegia, dan lain-lain (Aj-Jahrani, 1996:34).

  Di kalangan Arab sebelum Islam, seorang laki-laki berhak menikahi sejumlah wanita yang dikehendaki tanpa ikatan maupun syarat. Di dalam

  

Sunan Tirmidzi disebutkan bahwa Ghailan bin salamah ats-Tsaqafi ketika

  masuk Islam masih memiliki sepuluh orang istri, Naufal bin Mu’awiyah memiliki lima orang istri, dan Tsabit bin Qais memiliki delapan orang istri sebelum memeluk Islam. Masyarakat Yahudi pun membolehkan poligami tanpa batas jumlah wanita yang di nikahinya.Di dalam Taurat diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. memiliki 700 orang istri wanita merdeka dan 300 orang istri dari kalangan budak; dan Nabi Daud a.s. memiliki 99 orang istri.

  Dengan demikian dapat dikatakan secara umum, bahwa poligami telah dikenal pada berbagai bangsa sebelum Islam tanpa batasan ataupun ikatan. Umat manusia berbeda dalam membatasi jumlah istri sehingga muncullah aturan liki di Cina bahwa seorang laki-laki boleh menikahi wanita seorang laki-laki memiliki istri hingga 25 orang.

  Dalam masyarakat tertentu, poligami tidak dibatasi, sedangkan dalam masyarakat lain dibatasi jumlahnya. Dalam masyarakat dunia ketiga, para pengusaha tidak dibatasi oleh ketetapan jumlah istri yang telah ditentukan.

  Sebagian ulama’ berpendapat bahwa praktik poligami banyak terjadi di kalangan masyarakat yang berbudaya dan berperadaban tinggi. Poligami jarang terjadi di lingkungan masyarakat yang terbelakang karena mereka telah terbiasa memiliki seorang istri (monogami), terutama yang pekerjaannya berburu dan mengumpulkan buah-buahan. Banyak kalangan ulama berpendapat bahwa poligami berkembang seiring dengan laju perkembangan budaya dan peradaban suatu masyarakat (Aj-Jahrani, 1996:36).

  b. Seorang Istri Memiliki Banyak Suami (Poliandri).

  Dalam sistim perkawinan poliandri, banyak laki-laki dibolehkan mengawini seorang istri dan itu merupakan hak mereka yang diakui oleh masyarakat. Poliandri banyak terjadi di daerah selatan dan utara India dan di beberapa wilayah Rusia. Di daerah India, kakak beradik boleh mengawini bersama seorang wanita. Jika laki-laki tertua menikahi seorang wanita, maka saudara laki-lakinya yang lain turut memiliki wanita tersebut. Pemuda yang tidak memiliki saudara-saudara akan sulit mendapatkan pasangan hidup.

  Di dalam komunitas masyarakat India, seorang wanita boleh memiliki lima, enam, atau sepuluh orang suami. Bahkan, dia boleh bersuami lebih dari sepuluh laki-laki dengan syarat laki-laki yang bersangkutan

  c. Gabungan Poligami dengan Poliandri Jenis perkawinan yang menggabungkan poligami dan poliandri terjadi pada golongan tertentu dari laki-laki menggauli golongan tertentu dari wanita sebagai suami istri dengan hak yang di akui antara mereka. Perkawinan seperti ini terjadi dalam masyarakat primitif, seperti masyarakat daerah pegunungan Tibet, pegunungan Himalaya India, dan Australia.

  Di daerah-daerah tersebut tidak jarang juga terjadi seorang laki-laki yang menggauli adik dan kakak sendiri. Perkawinan yang seperti itu mereka namakan sebagai perkawinan persaudaraan yang terbagi dalam dua jenis, yaitu: 1) Diperbolehkanya laki-laki mengawini beberapa wanita, baik saudaranya sendiri maupun orang lain.

  2) Diperbolehkannya seorang laki-laki mengawini saudaranya sendiri demi persaudaraan seperti yang terjadi di kepulauan Polinesia dan India. Di selatan India, yaitu di masyarakat suku Taudan, jika seorang wanita menikah dengan seorang laki-laki, maka dia sekaligus menjadi istri dari adik-adik suaminya. Dan mereka juga sekaligus menjadi suami dari adik-adik wanita tersebut. Anak pertama yang lahir bernasab kepada saudara tertua, dan anak kedua bernasab kepada adiknya, begitu seterusnya.

3. Dasar Hukum Poligami a. Dasar Hukum Poligami dalam Al-Qur’an seluruh alam telah mengabsahkan poligami yang telah berjalan jauh sebelumnya.

  Hanya saja pengabsahan ini disertai dengan pembatasan dan persyaratan- persyaratan tertentu, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT, surat An-Nisa ayat 3 :

  Artinya: “Dan jika kamu takut tidak bisa berlaku adil terhadap (hak-hak)

  perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya). Maka kawinilah wanita- wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak- budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak

berbuat aniaya ”.(QS. An Nisa: 3) (Departemen Agama RI, 1999:115).

  Firman Allah SWT : Artinya: “Dan kamu sekali-kali kamu tidak akan dapat berlaku adil

  diantara istri-istrimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ”.(QS. An Nisa: 129) (Departemen Agama RI, 1999:143-144).

b. Dasar Hukum Poligami dalam Hadits

  Bagi mereka yang berpoligami tetapi tidak berlaku adil berarti mereka telah melakukan tindak kezaliman. Nabi memberikan gambaran (ancaman) terhadap mereka yang zalim seperti dalam sabdanya :

  (Abu al-Husain bin al-Hajjaj al-Qusyairy an-Naisabury, 1992:1902) Hadis ini menginformasikan bahwa seorang suami yang berpoligami tidak adil terhadap para isterinya akan menjadi pincang sebagai tanda yang tidak bisa diingkari nanti di hari pembalasan. Meskipun hukuman ini bersifat moral, tetapi seorang yang memiliki kualitas ketaqwaan yang baik tidak akan melakukan kezaliman tersebut 4.

   Alasan Poligami

  Islam merupakan aturan yang sesuai dengan fitrah dan diciptakannya manusia dan sejalan kepentingan kehidupannya. Islam juga sangat memperhatikan moralitas manusia, memelihara kebersihan masyarakat, serta mencegah timbulnya materialisme yang mendorong terjadinya kerusakan ahlak dan masyarakat.

  Allah SWT menjadikan usrah (keluarga sebagai tonggak kehidupan), kaidah pembangunan, asas pertumbuhan sosial kemasyarakatan, dan perkembangan peradaban. Demikian Allah mengokohkan bangunan keluarga dan masyarakat dengan pondasi yang kuat untuk melindungi keluarga dari apa yang dapat melemahkannya, diantara kaidah-kaidah tersebut adalah perempuan hingga empat orang dengan syarat hal itu bukan hanya dituturkan sebagai sarana mengumbar hawa nafsu laki-laki (Aj-Jahrani, 1996:66).

  Menurut Abdurrahman, ada beberapa alasan berpoligami yang diterima di antaranya adalah: a. Mengikuti Rasullullah tatkala wajar beliau meninggalkan seorang isteri tanpa ada keraguan. Rasullah adalah teladan yang baik bagi kaum muslimin dalam semua urusan kecuali hal yang dikhususkan bagi beliau. b. Bila istri menderita suatu penyakit yang berbahaya, seperti lumpuh, ayan atau penyakit menular lainnya.

  c. Bila istri lanjut usia dan sedemikian lemahnya sehingga tidak mampu memenuhi kewajibannya sebagai istri.

  d. Bila suami mendapatkan bahwa istrinya memiliki sifat buruk dan tidak dapat diperbaiki lagi.

  e. Bila istri terbukti mandul setelah melalui pemeriksaan medis, serta istri sakit ingatan.

  f. Bila istri pergi dari rumah suaminya dan membangkangnya serta suami sulit untuk memperbaikinya.

  g. Pada masa perang dimana kaum laki-laki banyak yang terbunuh meninggalkan wanita yang sangat banyak jumlahnya.

  h. Selain hal-hal tersebut di atas, bila seorang laki-laki (suami) itu merasa bahwa dia tidak dapat bekerja tanpa adanya istri kedua serta dia memiliki harta yang cukup untuk membiayainya, maka sebaiknya ia mengambil istri yang lain (Abdurrahman, 1990:211). telah diatur dalam Pasal 4 dan 5 Undang-Undang No. 1 tahun 1974.

5. Batas Maksimal Wanita yang Dapat Dipoligami

  Kita telah mengerti bahwa Al-Qur’an menetapkan berlakunya poligami Al-Qur’an juga memberikan batasan tentang jumlah wanita yang boleh dipoligami. Dalam menetapkan poligami serta merumuskan batas-batasnya, Islam mempunyai tujuan jangka panjang, yaitu meratakan kesejahteraan keluarga, dan untuk menjaga ketinggian nilai dari masyarakat Islam dan meningkatkan budi pekerti kaum muslimin (Al-Atthar, 1976:194). Adapun mengenai batas-batas poligami adalah sebagai berikut : a. Pembatasan jumlah istri dalam poligami

  Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 3, memberikan pembatasan dalam hal berpoligami yaitu dua, tiga atau empat dan tidak boleh melebihi dari jumlah tersebut. Barang siapa yang khawatir akan tidak berlaku adil kalau sampai empat, supaya dicukupkannya sampai tiga saja , dan kalau tiga itupun masih khawatir akan tidak berlaku adil, supaya dicukupkan dua saja, dan kalau yang dua itu pun masih juga dikhawatirkan akan tidak adil, maka hendaklah menikah dengan seorang saja. Oleh karena itu, barang siapa yang masih ingin lebih dari empat istri, maka tidak ada jalan lagi baginya dalam Islam, kecuali kalau dia berani melanggar batas-batas yang dititipkan oleh Allah SWT dan mengerjakan yang haram.

  Ada beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang penafsiran an-Nisa’ ayat 3 tersebut, antara lain: diperbolehkan.

  Kelompok ini berpendapat, pertama, kalimat “an-Nisa’” dalam ayat tersebut menunjukkan pemahaman bilangan-bilangan tanpa batas.

  Kedua , kalimat matsna, tsulasta, dan ruba’ pada ayat tersebut tidak layak

  dijadikan alasan untuk mentakhshish (membatasi) bilangan perempuan yang boleh dikawini dari kalimat nisa’ , yang tergolong kalimat ‘am (menunjukan bilangan umum). Pemahaman yang mengatakan bahwa wanita yang boleh dikawini itu hanya sebatas empat saja kurang tepat. Karena hanya mengkhususkan sebagian(menyebutkan 2,3 dan 4), bukan berarti hukum sebagian lain (bilangan lebih dari empat) tidak berlaku lagi. Ketiga, huruf wawu disana mengindikasikan penjumlahan sehingga kawin sampai sembilan (2+3+4) bahkan delapan belas (2+2+3+3+4+4) pun dipandang absah-absah saja. Keempat, alasan ini diperkuat dengan hadits yang menganjurkan untuk senantiasa mengikuti apa yng dilakukan oleh Rasulullah SAW. Padahal, Rasul kawin lebih dari empat. Dengan demikian, kawin lebih dari empat adalah termasuk sunnah yang dianjurkan Rasul. 2) Kelompok yang membatasi kebolehan mengawini wanita hanya sampai empat. Kelompok ini mendasarkan pendapatnya pada kisah seorang sahabat yang bernama Ghailan. Sebelum masuk Islam, ia mempunyai sepuluh orang istri. Setelah Ghailan masuk Islam, Rasulullah menyuruh untuk menetapkan istrinya hanya sampai empat saja. Sedangkan yang lainnya diceraikan atas perintah Rasul. kontemporer seperti Muhammad Abduh yang berpendapat bahwa poligami hukumnya tidak boleh. Kelompok ini berasalan bahwa di zaman modern ini sulit bahkan tidak ada orang yang bisa berlaku adil kepada istri-istri mereka (Yasid, 2005: 346-350).

  Di samping itu, ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya ialah supaya suami datang ketempat istrinya sedikitnya sekali empat hari, dan mungkin hal ini sesuai dengan peredaran bulanan dalam mens wanita, karena biasanya menstruasi itu lamanya satu minggu dalam satu bulan, jadi seorang laki-laki meninggalkan istrinya yang dalam keadaan menstruasi dan pergi ke rumah yang lain yang ahkirnya pada minggu keempatnya dia datang lagi dan menemukan istrinya dalam keadaan suci (Yasid, 2005: 196).

  Pembatasaan ini untuk menjadi alasan bagi seorang laki-laki yang senang dengan wanita karena jumlah empat ini sudah dapat mencukupi bermacam-macam jenis wanita, menurut biasanya dan seorang laki-laki berhak utuk memilih istrinya yang tinggi, yang rendah, yang kurus dan yang gemuk atau yang putih, yang sawo matang, yang kuning dan yang kemerah- merahan atau yang beragama , yang cantik, yang kaya dan yang bangsawan atau yang tabi’atnya kasar, halus, suka menurut dan yang tengah-tengah.