PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR

PENGARUH UKURAN RISER TERHADAP CACAT PENYUSUTAN DAN CACAT POROSITAS PRODUK COR ALUMINIUM CETAKAN PASIR SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh :

I. HARMONIC KRISNAWAN NIM. I 0408037 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

PENGARU PENYUSUTAN

Dosen Pembimbi

Bambang Kusharjant NIP. 19691116 199702

Tel

ah dipertahankan November 2012

1. Teguh Triyono., ST NIP . 1971043019980

2. Ir. Wijang Wisnu R NIP. 1968100419990

Ketua Jurusan Tekni

Didik Djoko Susilo., S NIP . 19720313199702

ii

UH UKURAN RISER TERHADAP C TAN DAN CACAT POROSITAS PROD

ALUMINIUM CETAKAN PASIR

Disusun oleh :

I Harmonic Krisnawan NIM. I 0408037

mbing I

Dosen Pembim

anta., ST., MT

Wahyu Purwo R

1997021001

NIP. 19720229200012

an di hadapan Tim Dosen Penguji pada

ono., ST

……………… 197104301998021001

nu Raharjo., MT ……………… 196810041999031002

Mengetahui:

eknik Mesin

Koordinator Tu

ilo., ST., MT Wahyu Purwo R . 197203131997021001

NIP. 19720229200012

CACAT ODUK COR

bimbing II

o R., ST., MT 197202292000121001

da hari Rabu, 14

…………...

…………...

Tugas Akhir

o R., ST., MT 197202292000121001

commit to user

iii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :

Ibunda Sri Astutik dan Ayahanda Drs. Minarwan terimakasih atas doa, tetesan air mata, dan semua nasihat yang menjadikan ananda bisa seperti sekarang.

Saudara tercinta Inderawati Kusumaningtiyas, Amd. Kep, terimakasih atas semua dukungan dan doa kepada adikmu ini.

Astrid atas semua doa, dukungan, dan kesabaranmu. COSINUS 08 atas persaudaraan yang telah kalian ajarkan kepadaku.

commit to user

iv

MOTTO

Jika berhasil bersyukurlah, jika gagal bersabarlah.

( Bambang Kusharjanta )

Jadilah manusia yang manusiawi.

( K.H. Anwar Zahid )

Dadio wong sing duwe rumangsa, ojo dadi wong sing rumangsa duwe. ( Krisnawan )

Meraih kejayaan dengan hati, rasional, keadilan, dan membuang ego. ( Cosinus 08 )

commit to user

Pengaruh Ukuran Riser Terhadap Cacat Penyusutan Dan Cacat Porositas Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir

I Harmonic Krisnawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia E-mail : krisna.mesin@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap cacat penyusutan dan cacat porositas paduan aluminium pada proses pengecoran menggunakan cetakan pasir.

Pada penelitian ini bahan baku aluminium berasal dari limbah piston bekas sepeda motor. Saluran penambah (riser) yang digunakan berbentuk botol dengan ukuran leher (neck) diameter 25 mm dan tinggi 5 mm. Variasi ukuran saluran penambah (riser) yaitu : diameter 30 mm dengan tinggi 100 mm, diameter

40 mm dengan tinggi 56 mm, dan diameter 50 mm dengan tinggi 36 mm. Pengujian penuyusutan dengan membandingkan volume produk dengan volume cetakan. Pengamatan rongga penyusutan dengan membelah produk cor menjadi dua bagian. Pengujian porositas dengan membandingkan densitas teoritis dengan densitas terukur. Pengujian densitas teoritis menggunakan standar ASTM E-252.

Berdasarkan penelitian kesimpulan yang dapat diambil adalah untuk menghasilkan produk cor dengan nilai persentase penyusutan dan persentase porositas yang rendah digunakan riser dengan ukuran diameter besar dan tinggi.

Kata kunci : saluran penambah, penyusutan, porositas, paduan aluminium.

commit to user

vi

Influence of Riser Size on Shrinkage and Porosity Defect of Aluminium Castings by Using Sand Molds

I Harmonic Krisnawan Departement of Mechanical Engineering Engineering Faculty of Sebelas Maret University Surakarta, Indonesia E-mail : krisna.mesin@yahoo.com

Abstract

This experiment is aimed to determine the influence of riser size on shrinkage and porosity defect of aluminium castings by using sand molds.

The raw material of aluminium alloy in this experiment is derived from waste of motorcycle piston. Bottle shape riser is used with the size of neck is 25 mm of diameters and 5 mm of height. Variations of riser size are: 30 mm of diameters with 100 mm of height, 40 mm of diameters with 56 mm of height, and

50 mm of diameters with 36 mm of height. The shrinkage testing is conducted by comparing the castings volume to the molds volume. The observation of shrinkage cavity is done by cleaving the castings into two pieces. The porosity is tested by comparing the true density to the apparent density. The true density testing uses ASTM E-252 standard.

The result of this experiment are is to produce castings which low shrinkage and porosity defect is used riser which large of diameters and height size.

Keywords : riser, shrinkage, porosity, aluminium alloy.

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pengaruh Ukuran Riser Terhadap Cacat Penyusutan Dan Cacat Porositas Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir”

ini dengan baik. Adapun tujuan dari

penulisan skripsi ini adlah senagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana teknik di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemui kesulitan yang dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua dan keluarga atas dukungan secara moral, material, dan spiritual.

2. Bapak Didik Djoko Susilo, ST. MT sebagai Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Bambang Kusharjanta, ST. MT dan Bapak Wahyu Purwo Raharjo, ST. MT atas bimbingan yang diberikan kepada penulis.

4. Bapak Teguh Triyono, ST dan Bapak Ir. Wijang Wisnu Raharjo, MT sebagai dosen penguji.

5. Staf tata usaha Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Mas Maruto, Mas Endri,dan Mas Arifin atas bantuannya dalam pengambilan data.

7. Staf Laboratorium Pengujian Bahan Politeknik Manufaktur Ceper.

8. Syaiful, Widi, dan Addin atas semua bantuan selama mengerjakan skripsi ini, semoga langkah kalian senantiasa diberkahi Tuhan.

9. Saudaraku COSINUS 08 atas persaudaraan kita selama ini.

10. Astrid atas doa, dukungan, dan kesabaranmu. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

commit to user

viii

Penulis sangat menyadari atas banyaknya kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Terima kasih.

Surakarta, November 2012

Penulis

commit to user

3.5 Diagram Alir Penelitian………………………………………..

29

3.6 Jadwal Penelitian……………………………………….. ...........

31

BAB IV Data Dan Analisis ...........................................................................

32

4.1 Produk Cor Hasil Pengecoran Cetakan Pasir ..............................

32

4.2 Cacat Penyusutan ………………………………………… ........

33

4.2.1 Perhitungan Modulus Cor .................................................

34

4.2.2 Persentase Penyusutan Produk Cor ...................................

35

4.2.3 Pengamatan Rongga Penyusutan…………………………

38

4.3 Persentase Porositas ....................................................................

40

BAB V Kesimpulan Dan Saran ....................................................................

Daftar Pustaka ...............................................................................................

48

Lampiran .......................................................................................................

49

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel variasi ukuran saluran penambah (riser)..............................

24

Tabel 3.2 Jumlah spesimen pengujian ...........................................................

29

Tabel 3.3 Jadwal penelitian ............................................................................

31

Tabel 4.1 Hasil uji komposisi kimia ..............................................................

32

Tabel 4.2 Nilai modulus cor saluran penambah (riser)..................................

35

Tabel 4.3 Volume produk cor ........................................................................

35

Tabel 4.4 Hasil perhitungan persentase penyusutan ......................................

36

Tabel 4.5 Data perhitungan densitas nyata sesuai ASTM E-252 ...................

41

Tabel 4.6 Hasil perhitungan densitas semu ....................................................

42

Tabel 4.7 Persentase porositas .......................................................................

43

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur kolom ..........................................................................

7 Gambar 2.2 Bagian-bagian sistem saluran .....................................................

10 Gambar 2.3 Diagram fasa paduan aluminium-silikon ...................................

13 Gambar 2.4 Bentuk cacat shrinkage...............................................................

14 Gambar 2.5 Cacat porositas pada penampang potong produk cor ................

15 Gambar 3.1 Limbah piston bekas …………….. ...........................................

17 Gambar 3.2 Dapur peleburan …………….. ..................................................

18 Gambar 3.3 Termometer inframerah …………….........................................

18 Gambar 3.4 Stopwatch …………….. ............................................................

19 Gambar 3.5 Timbangan digital …………….. ...............................................

19 Gambar 3.6 Gelas breker ……………...........................................................

19 Gambar 3.7 Kotak kaca …………….. ...........................................................

19 Gambar 3.8 Mikroskop optik …………….. ..................................................

20 Gambar 3.9 Pola sistem saluran .....................................................................

21 Gambar 3.10 Basin tampak depan .................................................................

21 Gambar 3.11 Basin tampak atas .....................................................................

21 Gambar 3.12 Saluran turun tampak samping .................................................

22 Gambar 3.13 Penampang waduk (well) .........................................................

22 Gambar 3.14 Penampang pengalir (runner) ..................................................

23 Gambar 3.15 Penampang saluran masuk (ingate)..........................................

23 Gambar 3.16 Bagian-bagian saluran penambah.............................................

23 Gambar 3.17 Penampang benda cor tampak depan …………….. ................

24 Gambar 3.18 Penampang benda cor tampak atas...........................................

24 Gambar 3.19 Potongan spesimen pengamatan rongga penyusutan ...............

27 Gambar 3.20 Daerah pengamatan rongga penyusutan ...................................

27 Gambar 3.21 Diagram alir penelitian .............................................................

29 Gambar 3.21 Diagram alir penelitian (lanjutan) ............................................

31 Gambar 4.1 Produk cor lengkap dengan sistem salurannya ..........................

33 Gambar 4.2 Spesimen pengujian cacat penyusutan .......................................

34 Gambar 4.3 Hubungan antara persentase penyusutan–variasi ukuran riser ..

37 Gambar 4.4 Cacat rongga penyusutan pada produk cor ................................

38 Gambar 4.5 Sampel uji densitas .....................................................................

40 Gambar 4.6 Hubungan antara persentase porositas–variasi ukuran riser ......

43 Gambar 4.7 Struktur mikro sampel uji variasi I

(perbesaran 200X). ......................................................................

45 Gambar 4.8 Struktur mikro sampel uji variasi II

(perbesaran 200X) .......................................................................

46 Gambar 4.9 Struktur mikro sampel uji variasi III

(perbesaran 200X) .......................................................................

46

commit to user

xiii

DAFTAR NOTASI

A c : Luas permukaan cor

A g : Luas permukaan ingate

A r : Luas permukaan runner

A s : Luas penampang sprue M c : Modulus cor

: massa produk cor

: persentase penyusutan

: tinggi riser

%P

: persentase porositas produk cor

V c : Volume cor

V cetakan : Volume cetakan

V produk

: Volume produk

: true density

: apparent density

: diameter riser

commit to user

xiv

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industri pengecoran logam tumbuh seiring dengan perkembangan teknik dan metode pengecoran serta berbagai model produk cor yang membanjiri pasar domestik. Produk cor banyak dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari perabotan rumah tangga, komponen otomotif, pompa air sampai propeler kapal. Permintaan pasar akan produk logam cor yang prospektif dan luas ini, kurang diimbangi dengan peningkatan kualitas produk (Hidayat, 2010).

Pada coran dapat terjadi berbagai macam cacat tergantung pada bagaimana keadaannya, sedangkan cacat-cacat tersebut boleh dikatakan jarang berbeda menurut bahan dan macam coran. Banyak cacat ditemukan dalam coran secara biasa. Seandainya sebab-sebab dari cacat-cacat tersebut diketahui, maka pencegahan terjadinya cacat dapat dilakukan. Cacat-cacat tersebut umumnya disebabkan oleh perencanaan, bahan yang dipakai (bahan yang dicairkan, pasir dan sebagainya), proses (mencairkan, pengolahan pasir, membuat cetakan, penuangan, penyelesaian dan sebagainya) atau perencanaan coran (Surdia, 2000).

Salah satu hal yang mempengaruhi terjadinya cacat pada produk cor adalah desain sistem saluran yang kurang baik. Sistem saluran pada cetakan pasir meliputi cawan tuang, saluran turun (sprue), dam atau waduk, saluran pengalir (runner), saluran penambah (riser), dan saluran masuk (ingate). Penelitian ini akan mendalami tentang ukuran saluran penambah (riser). Saluran penambah memberikan logam cair yang mengimbangi penyusutan dalam proses pembekuan dari coran.

Pada proses pengecoran kecepatan solidifikasi mempengaruhi sebagian besar mikrosrtuktur dari besi cor, dimana terjadi perubahan sifat mekanik dari besi cor seperti ketangguhan, kekerasan, mampu mesin, dan lain-lain. Perencanaan yang baik dari riser atau pengumpan harus menghasilkan pembekuan terarah, hal ini penting karena perencanaan riser yang tidak baik akan menghasilkan cacat yang lain seperti penyusutan atau rendahnya kekuatan luluh produk. Oleh karena

commit to user

itu, perencanaan risering system yang lebih baik diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk cor (Nandi dkk, 2011).

Ukuran saluran penambah (riser) seringkali digunakan sebagai parameter untuk mengamati perilaku pembekuan logam pada proses pengecoran. Dalam hal ini yang menjadi perhatian adalah pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya cacat penyusutan. Sedangkan pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya cacat produk yang lain seperti porositas tidak begitu diperhatikan. Padahal terjadinya cacat porositas akan menyebabkan menurunnya sifat mekanik dari produk coran.

Pada penelitian ini akan dilakukan kajian ukuran saluran penambah (riser) tidak hanya terhadap terjadinya cacat penyusutan saja tetapi juga pengaruhnya terhadap terjadinya cacat porositas produk pada pegecoran aluminium dengan cetakan pasir. Dengan mempertimbangkan ukuran saluran penambah (riser) diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk cor aluminium.

1.2. Perumusan Masalah

1. Adakah pengaruh variasi ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya cacat penyusutan produk cor aluminium.

2. Adakah pengaruh variasi ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya cacat porositas produk cor aluminum.

1.3. Batasan Masalah

Untuk mengurangi kopleksitas permasalahan serta menentukan arah penelitian yang lebih baik maka ditentukan batasan masalah sebagai berikut:

1. Paduan aluminium yang digunakan berasal dari piston bekas sepeda motor.

2. Kecepatan penuangan logam cair dianggap seragam.

3. Cetakan yang digunakan yaitu cetakan pasir basah.

4. Penampang sprue berbentuk lingkaran dengan ketinggian = 50 mm dan luas

penampang masuk sprue (A s ) = 130 mm 2 .

5. Penampang saluran masuk (ingate) berbentuk persegi panjang dengan panjang ingate 20 mm.

commit to user

6. Komposisi pasir cetak yang dipakai yaitu 80% pasir silika, 10% bentonit, dan 10% air (% berat).

7. Volume logam cair di dalam riser seragam sebesar 7.065 mm 3 .

8. Sistem saluran menggunakan unpressurised system dengan rasio A s : A r : A g yaitu 1 : 2 : 2.

1.4. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mengetahui pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya cacat penyusutan aluminium paduan pada pengecoran menggunakan cetakan pasir.

2. Mengetahui pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya cacat porositas aluminium paduan pada pengecoran menggunakan cetakan pasir.

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Menambah pengetahuan tentang teknologi pengecoran logam khususnya logam aluminium paduan.

2. Menambah pengetahuan tentang perencanaan sistem saluran yang baik pada proses pengecoran aluminium paduan dengan menggunakan cetakan pasir.

3. Menambah pengetahuan tentang ukuran saluran penambah (riser) yang sesuai

untuk menghasilkan produk cor yang baik pada pengecoran pasir.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Dasar teori, berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan pengaruh ukuran saluran penambah (riser) terhadap terjadinya cacat penyusutan dan cacat porositas paduan aluminium pada pengecoran menggunakan cetakan pasir, dasar teori tentang proses pengecoran, pembekuan coran, pembekuan terarah, pola, sistem

commit to user

saluran, perhitungan casting modulus, pasir cetak, cetakan pasir, aluminium paduan, cacat penyusutan (shrinkage defects), cacat porositas.

BAB III : Metodologi penelitian menjelaskan tempat penelitian, alat dan bahan penelitian, prosedur penelitian, jumlah spesimen pengujian, diagram alir penelitian, dan jadwal penelitian.

BAB IV : Data dan analisa, menjelaskan data hasil penelitian serta analisa

hasil dari perhitungan.

BAB V

: Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Tjitro (2001) melakukan penelitian tentang pengaruh bentuk riser terhadap cacat penyusutan produk cor aluminium cetakan pasir. Penelitian ini menggunakan 3 variasi yaitu variasi riser I berbentuk silinder dengan diameter 10 mm dan tinggi 60 mm. Variasi riser II berbentuk kerucut terpancung dengan diameter 10 mm dan 25 mm serta tingginya 60 mm. Riser terakhir berbentuk kerucut terpancung pula dengan diameter 10 mm dan 100 mm dimana tingginya

60 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi riser III mengahasilkan coran tanpa cacat penyusutan. Sedangkan Variasi riser I dan II terjadi cacat penyusutan akibat tidak berfungsinya riser dengan baik. Ini dapat disimpulkan bahwa cacat penyusutan (shrinkage defect) dipengaruhi oleh nilai casting modulus . Selain itu, diameter leher riser harus memiliki batas minimal untuk menghindari tidak berfungsinya riser.

Tjitro dan Gunawan (2003) melakukan penelitian tentang pengaruh bentuk penampang riser terhadap cacat porositas. Bentuk penampang riser yang digunakan yaitu bulat dan segi empat. Dari hasil penelitian menggunakan pemeriksaan mikrografi menunjukkan bahwa bentuk penampang riser mempunyai pengaruh terhadap timbulnya cacat porositas. Timbulnya cacat penyusutan dapat diawali dengan terbentuknya cacat porositas. Persentase cacat porositas produk coran dengan penampang riser segi empat lebih besar dibandingkan penampang riser bulat.

Shafiee, dkk (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh desain saluran terhadap ketangguhan mekanik hasil pengecoran. Pada penelitian ini digunakan aluminium paduan Al-7Si-Mg dengan melakukan variasi terhadap bentuk dari belokan runner yaitu bentuk L dan bentuk radius. Metode penelitian ini dengan melakukan simulasi menggunakan ADSTEFAN simulation software. Hasil dari penelitian ini adalah pada runner dengan belokan radius dapat menghasilkan produk cor yang memiliki ketangguhan sifat mekanik yang lebih baik dan cacat porositas yang lebih kecil dibandingkan runner dengan belokan L.

commit to user

Hidayat (2010) mengatakan dalam penelitiannya tentang pengaruh model saluran tuang pada cetakan pasir terhadap hasil cetakan dengan menggunakan variasi cawan tuang (basin) yaitu offset basin dan stepped offset basin. Hasil dari penelitian yang menggunakan pemeriksaan mikrografi menunjukkan bahwa menggunakan cawan tuang offset basin maupun offset stepped basin dapat menghasilkan coran dengan cacat porositas kecil dibandingkan tanpa menggunakan cawan tuang.

Nandi, dkk (2011) melakukan penelitian tentang perilaku pembekuan dari aluminium cor (LM6) dengan menggunakan Computer-Aided Simulation Software . Pada penelitian ini dilakukan variasi terhadap ukuran riser dan ukuran leher riser dan mempelajari pengaruhnya terhadap terjadinya cacat penyusutan. Metode penelitiannya adalah dengan membandingkan hasil simulasi komputer dengan metode pengecoran konvensional. Hasil dari penelitian ini adalah pada riser dengan ukuran ø 44 mm x 88 mm tinggi dengan ukuran leher riser ø 20 mmx 5 mm tinggi tidak terjadi cacat penyusutan.

Murjoko (2011) melakukan penelitian terhadap pengaruh letak saluran masuk terhadap cacat porositas aluminum paduan pada proses pengecoran menggunakan cetakan pasir. Pada penelitian ini dilakukan variasi letak saluran masuk (ingate) yaitu saluran masuk atas dan saluran masuk bawah. Hasil dari penelitian ini rata-rata persentase porositas yang terjadi pada variasi letak saluran masuk atas sebesar 10,34 %, nilai ini lebih besar dibandingkan persentase rata-rata porositas yang terjadi pada spesimen dengan variasi letak saluran masuk bawah yang hanya sebesar 8,16 %.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Proses Pengecoran

Surdia (2000) menyatakan dalam pembuatan produk cor harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam, membuat cetakan, menuang membongkar dan membersikan coran. Untuk mencairkan logam bermacam-macam tanur dipakai. Umumnya yang digunakan adalah kupola dan tanur induksi. Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang dipakai kadang- kadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan

commit to user

pasir mudah dibuat dan tidak mahal bila digunakan pasir yang cocok. Kadang- kadang dicampurkan pengikat khusus misalnya semen atau resin, karena penggunaan zat-zat tersebut dapat memperkuat cetakan. Pada umumnya logam cair dituangkan dengan pengaruh gaya berat, walaupun kadang-kadang dipergunakan tekanan pada logam cair selama atau setelah penuangan. Setelah penuangan, coran dikeluarkan dari cetakan dan dibersihkan, bagian-bagian yang tidak perlu dibuang dari coran. Kemudian coran diselesaikan dan dibersihkan agar memberikan rupa yang baik.

2.2.2. Pembekuan Coran

Pembekuan coran dimulai dari bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan mendingin sampai titik beku, di mana kemudian inti-inti kristal tumbuh. Bagian dalam dari coran mendingin lebih lambat daripada bagian luar, sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom, yang disebut struktur kolom (Surdia, 2000).

Gambar 2.1 Struktur kolom (ASM Handbook Vol.15, casting)

commit to user

Tjitro (2001) menyatakan pembekuan (solidification) selama pengecoran mengalami tiga jenis penyusutan yaitu: liquid contraction, solidification contraction dan solid contraction . Liquid contraction adalah penyusutan yang terjadi pada logam cair jika logam cair didinginkan dari temperatur tuang menuju temperatur pembekuan (solidification temperature). Solidification contraction adalah penyusutan yang terjadi selama logam cair melalui phasa pembekuan (perubahan phasa cair menjadi phasa padat). Solid contraction adalah penyusutan yang terjadi selama periode solid metal didinginkan dari temperatur pembekuan menuju temperatur ruang. Liquid contraction dan solidification contraction dapat ditangani dengan merancang sistem riser yang baik dan tepat. Kekosongan (void) yang ditimbulkan oleh dua jenis penyusutan tersebut diisi cairan logam yang disuplai dari riser. Sedangkan solid contraction dapat diatasi dengan membuat dimensi pola lebih besar daripada dimensi produk cor untuk mengkompensasi penyusustan yang terjadi.

2.2.3. Pembekuan Terarah (Directional Solidification)

Masing-masing area pada produk cor memiliki laju pendinginan yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya variasi luas penampang, perbedaan laju pelepasan panas, dan sebagian area yang cenderung membeku lebih cepat dibandingkan area lainnya. Gejala ini bila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan kekosongan atau shrinkage akibat solidification contraction. Solidification contraction biasanya terjadi pada bagian produk cor yang mengalami pembekuan terakhir. Solidification contraction menimbulkan cacat shrinkage pada produk cor. Para ahli pengecoran menggunakan prinsip dasar itu untuk membuat produk cor yang bebas cacat dengan cara menambahkan volume logam di bagian produk yang membeku terakhir. Cadangan logam pengumpan ini disebut riser. Arah pembekuan berhubungan dengan casting modulus. Casting modulus menunjukkan ratio antara volume cor dengan luas permukaannya. Jika volume cor cetakan meningkat berarti semakin banyak logam cair maka waktu untuk mendinginkan memerlukan waktu lebih lama. Sebaliknya panas yang ada di dalam cor harus dilepaskan melalui permukaan cor, semakin besar luas permukaan cor akan semakin cepat cor tersebut dingin. Jadi casting modulus

commit to user

semakin besar maka waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan (solidification) semakin lama (Tjitro, 2001).

2.2.4. Pola

Surdia (2000) menyatakan pola diperlukan dalam pembuatan coran. Pola yang dipergunakan untuk pembuatan cetakan benda coran dapat digolongkan menjadi pola logam dan pola kayu (termasuk pola plastik). Pola logam dipergunakan agar dapat menjaga ketelitian ukuran benda coran, terutama dalam masa produksi, sehingga unsur pola bisa lebih lama dan produktivitas lebih tinggi. Bahan dari pola logam bisa bermacam-macam sesuai dengan penggunaannya. Sebagai contoh, logam tahan panas seperti : besi cor, baja cor, dan paduan tembaga adalah cocok untuk pola pada pembuatan cetakan kulit, sedangkan paduan ringan adalah mudah diolah dan dipilih untuk pola yang dipergunakan untuk masa produksi dimana pembuatan cetakan dilakukan dengan tangan. Pola kayu dibuat dari kayu, murah, cepat dibuatnya dan mudah diolahnya dibanding dengan pola logam. Oleh karena itu pola kayu umumnya dipakai untuk cetakan pasir. Faktor penting untuk menetapkan macam pola adalah proses pembuatan cetakan dimana pola tersebut dipakai, dan lebih penting lagi pertimbangan ekonomi yang sesuai dengan jumlah dari biaya pembuatan cetakan dan biaya pembuatan pola.

2.2.5. Sistem Saluran

Surdia (2000) menyatakan sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, mulai dari cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Sistem saluran terdiri dari :

1. Cawan tuang (pouring basin) Merupakan penerima yang menerima cairan logam langsung dari ladel. Cawan tuang biasanya berbentuk corong atau cawan dengan saluran turun di bawahnya. Cawan tuang harus mempunyai konstruksi yang tidak dapat melalukan kotoran yang terbawa dalam logam cair dari ladel. Oleh karena itu cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal.

commit to user

2. Saluran turun (sprue) Saluran turun adalah saluran yang pertama yang membawa cairan logam dari cawan tuang ke dalam pengalir dan saluran masuk. Saluran turun dibuat lurus dan tegak dengan irisan berupa lingkaran.

3. Pengalir (runner) Pengalir saluran yang membawa logam cair dari saluran turun ke bagian- bagian yang cocok pada cetakan.

4. Saluran masuk (ingate) Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir ke dalam rongga cetakan.

5. Penambah (riser) Penambah memberi logam cair yang mengimbangi penyusutan dalam pembekuan dari coran, sehingga ia harus membeku lebih lambat dari coran.

Gambar 2.2 Bagian-bagian sistem saluran

Tjitro (2002) menyatakan riser adalah sistem saluran yang berfungsi untuk menampung kelebihan logam cair, sebagai cadangan logam cair bila terjadi penyusutan dan pengumpan untuk menyuplai cairan logam kepada produk cor bila terjadi penyusutan. Oleh karena itu, ukuran riser harus diperhitungkan dengan baik sehingga efisiensi penambah dapat dioptimalkan.

Pada penelitian ini metode yang digunakan dalam menetukan ukuran riser adalah metoda casting modulus. Riser yang digunakan memiliki bentuk menyerupai botol. Riser ini terdiri dari dua bagian yaitu neck dan riser. Menurut Nandi (2011) secara umum ukuran diameter neck adalah 40 % sampai dengan

Basin

Sprue

Well

Runner

Ingate

Riser

commit to user

50% dari ukuran diameter riser, tinggi neck adalah sepertiga sampai setengah kali diameternya, dan tinggi riser adalah dua kali diameternya.

Tjitro (2002) menyatakan bahwa untuk menetukan ukuran riser dengan metode casting modulus maka casting modulus riser harus lebih besar dibandingkan casting modulus produk cor.

2.2.6. Perhitungan Modulus Cor (Casting Modulus)

Pada ASM Handbook, untuk menentukan nilai modulus cor perhitungan dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

(2.1) (ASM Handbook Vol.15, casting)

Dimana, M c : Modulus cor

(mm)

V c : Volume cor

(mm 3 )

A c : Luas permukaan cor

(mm 2 )

2.2.7. Pasir Cetak

Surdia (2000) menyatakan pasir cetak yang paling lazim adalah pasir gunung, pasir pantai, pasir sungai, dan pasir silica yang disediakan alam. Pasir cetak memerlukan sifat-sifat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Mempunyai sifat mampu bentuk sehingga mudah dalam pembuatan cetakan dengan kekuatan yang cocok. Cetakan yang dihasilkan harus kuat sehingga tidak rusak karena dipindah-pindah dan dapat menahan logam cair waktu dituang ke dalamnya. Karena itu kekuatannya pada temperatur kamar dan kekuatan panasnya sangat diperlukan.

2. Permeabilitas yang cocok. Dikhawatirkan bahwa hasil coran mempunyai cacat seperti rongga penyusutan, gelembung gas atau kekesaran permukaan, kecuali jika udara atau gas yang terjadi dalam cetakan waktu penuangan disalurkan melalui rongga-rongga diantara butir-butir pasir keluar dari cetakan dengan kecepatan yang sesuai.

commit to user

3. Distribusi besar butir yang cocok. Permukaan coran diperhalus kalau coran dibuat di dalam cetakan yang berbutir halus. Tetapi kalau butir pasir terlalu halus, gas akan sulit keluar dan menyebabkan cacat. Sehingga diperluka distribusi besar butir yang sesuai.

4. Tahan terhadap temperatur logam yang dituang. Butir pasir harus mempunyai derajat tahan api tertentu terhadap temperatur tinggi ketika logam cair bertemperatur tinggi dituang ke dalam cetakan.

5. Komposisi yang cocok. Butir pasir bersentuhan dengan logam yang dituang mrngalami peristiwa kimia dan fisika karena logam cair mempunyai temperatur yang tinggi. Bahan-bahan yang tercampur yang mungkin menghasilkan gas atau larut dalam logam adalah tidak dikehendaki.

6. Mampu dipakai lagi. Pasir harus dapat dipakai berulang-ulang supaya ekonomis.

7. Pasir harus murah.

2.2.8. Cetakan Pasir

Akuan (2009) menyatakan pemilihan cetakan pasir yang akan digunakan pada proses pengecoran logam dipengaruhi oleh beberapa faktor teknis dan pertimbangan ekonomisnya. Ada beberapa jenis cetakan pasir yang biasa dipergunakan, yaitu antara lain:

a. Cetakan pasir basah

b. Cetakan pasir kering

c. Cetakan pasir CO2 proses

d. Cetakan pasir kulit

e. Cetakan pasir yang mengeras sendiri lainnya Proses pengecoran dengan cetakan pasir dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi secara natural agar logam cair dapat mengisi rongga cetakan dengan baik, oleh karena itu desain sistem saluran (gating system) akan sangat menentukan kualitas produk cor.

commit to user

2.2.9. Aluminium Paduan

Surdia (2000) menyatakan aluminium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat- sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. Kekuatan mekaniknya sangat meningkat dengan penambahan Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan sebagainya, secara satu persatu atau bersama-sama, memberikan juga sifat-sifat baik lainnnya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah dan sebagainya. Material ini dipergunakan di dalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, konstruksi, dan sebagainya. Paduan aluminium utama antara lain :

1. Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

2. Paduan Al-Mn

3. Paduan Al-Si

4. Paduan Al-Mg

5. Paduan Al-Mg-Si

6. Paduan Al-Mg-Zn

Gambar 2.3 Diagram fasa paduan aluminium-silikon

(ASM Handbook Vol.15, casting)

commit to user

Pada penelitian ini digunakan bahan paduan aluminium-silikon. Paduan aluminium-silikon merupakan jenis paduan aluminium yang paling banyak digunakan dalam proses pengecoran dibandingkan dengan jenis paduan aluminium yang lain. Hal ini disebabkan antara lain sifat fluiditas yang baik. Silikon ditambahkan dengan tujuan untuk meningkatkan mampu cor (castability) serta memperbaiki sifat mekanis dari aluminium murni (Tjitro, 2002).

2.2.10. Cacat Penyusustan (Shrinkage Defects)

Beeley (2001) menyatakan cacat shrinkage timbul dari kegagalan mengganti kekurangan cairan logam dan penyusutan pembekuan. Kejadian ini biasanya gejala ketidaktepatan sistem saluran (gating system) dan teknik pengumpanan (risering). Cacat ini juga dapat timbul antara lain jika temperatur tuang terlalu tinggi. Cacat tersebut dapat dieliminir atau dikurangi dengan mendesain pembekuan yang terarah atau menggunakan chill. Berbagai bentuk cacat shrinkage yang sering dijumpai seperti diperlihatkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.4 Bentuk cacat shrinkage (a) primary type, (b) secondarycavities, (c) discrete porosity , (d) sink, (e) puncture (Beeley, 2001) Berbeda dengan cacat primary shrinkage, secondary shrinkage terjadi di bagian dalam produk cor dan biasanya timbul pada tempat yang jah dari riser (pengumpan). Cacat shrinkage yang terjadi pada bagian dalam produk cor akan

commit to user

mengurangi tegangan produk cor. Cacat ini teridentifikasi pada saat produk cor dilakukan proses permesinan.

2.2.11. Cacat Porositas

Pada proses pengecoran logam memungkinkan munculnya gas-gas yang bereaksi menjadi komposisi kimia atau menjadi rongga-rongga udara. Gas tersebut muncul karena adanya udara yang terjebak selama proses penuangan, kontak antara logam cair dengan cetakan, atau dari lapisan yang terbentuk selama proses pembekuan sebagai hasil dari reaksi kimia atau perubahan mampu larut logam cair terhadap suhu (Beleey,2001).

Jumlah gas yang terserap atau ikut larut bersama cairan logam bergantung pada jenis logam yang dileburkan. Aluminium merupakan jenis logam yang kemampuan melarutkan hidrogennya cukup tinggi. Porositas oleh gas hidrogen dalam produk coran paduan Al-Si akan memberikan pengaruh yang buruk pada kekuatan serta kesempurnaan dari produk coran tersebut. Cacat porositas dapat dikurangi dengan mendesain ukuran dan penempatan riser yang tepat. Dengan ukuran dimensi riser yang tepat diharapkan gas mampu mengalir secara bebas ke arah riser (Tjitro, 2003).

Gambar 2.5 Cacat porositas pada penampang potong produk cor (Tjitro, 2003)

commit to user

2.3. Hipotesis

Ukuran saluran penambah (riser) berpengaruh terhadap terjadinya cacat penyusutan dan cacat porositas produk cor aluminium cetakan pasir.

commit to user

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengecoran, Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan Laboratorium Pengecoran Logam Politeknik Manufaktur Ceper.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Paduan aluminium yang berasal dari limbah piston bekas yang berasal dari sepeda motor.

Gambar 3.1 Limbah piston bekas

2. Pasir cetak Pasir cetak terdiri dari campuran pasir silika 80%, bentonit 10%, dan air 10% (persen berat).

3. Kayu Kayu ini digunakan sebagai bahan untuk pembuatan pola.

4. Serbuk karbon Sebuk karbon digunakan untuk mengolesi permukaan pola agar pasir cetak tidak mudah menempel pada pola saat pembuatan cetakan pasir.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Timbangan Timbangan ini digunakan untuk menimbang komposisi pasir silika, bentonit, dan air.

commit to user

2. Cethok pasir Digunakan untuk mencampur pasir cetak.

3. Penumbuk

Digunakan untuk memadatkan pasir pada saat pembuatan cetakan pasir.

4. Dapur peleburan Digunakan untuk tempat melebur paduan aluminium.

Gambar 3.2 Dapur peleburan

5. Arang, briket, dan solar Digunakan sebagai bahan bakar pada proses peleburan.

6. Blower Digunakan sebagai peniup pada proses peleburan.

7. Kowi

Digunakan sebagai tempat logam paduan aluminium yang akan dilebur

8. Ladle

Digunakan untuk mengambil dan menuang logam cair ke dalam cetakan.

9. Termometer Inframerah

Digunakan sebagai sensor suhu untuk mengetahui temperatur logam cair.

Gambar 3.3 Termometer inframerah

commit to user

10. Stopwatch Digunakan untuk menghitung waktu tuang.

Gambar 3.4 Stopwatch

11. Timbangan digital Digunakan untuk menimbang massa spesimen.

Gambar 3.5 Timbangan digital

12. Gelas breker dan kotak kaca Digunakan untuk mengukur volume spesimen.

Gambar 3.6 Gelas breker

Gambar 3.7 Kotak kaca

commit to user

13. Gergaji Digunakan untuk memotong kayu untuk pembuatan flask dan pola serta gergaji besi untuk memotong spesimen yang akan diuji.

14. Amplas Digunakan untuk menghaluskan permukaan spesimen yang akan diuji. Amplas yang digunakan yaitu nomor 60 sampai dengan 1500.

15. Autosol Digunakan untuk menghilangkan goresan yang timbul pada permukaan spesimen uji setelah dilakukan pengamplasan.

16. Mikroskop optik Mikroskop ini digunakan untuk membantu mengamati struktur mikro spesimen.

Gambar 3.8 Mikroskop optik

commit to user

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Persiapan Pola

Membuat pola sesuai dengan desain yang telah dibuat (gating ratio 1:2:2).

Gambar 3.9 Pola sistem saluran

Dimensi sistem saluran (dalam mm)

1. Basin.

Gambar 3.10 Basin tampak depan

Gambar 3.11 Basin tampak atas

Basin

Sprue

Well

Runner

Ingate

Benda Cor

Riser

commit to user

2. Saluran turun (sprue)

Gambar 3.12 Saluran turun tampak samping

3. Waduk (well)

Gambar 3.13 Penampang waduk (well)

Luas penampang sprue (A s ) = 130 mm 2

commit to user

4. Pengalir (runner)

Gambar 3.14 Penampang pengalir (runner)

5. Saluran masuk (ingate)

Gambar 3.15 Penampang saluran masuk (ingate)

6. Saluran penambah (riser)

Gambar 3.16 Bagian-bagian saluran penambah

Riser

Neck

Luas penampang runner (A r ) = 260 mm 2 Panjang runner = 150 mm

Luas penampang ingate (A g ) = 260 mm 2 Panjang ingate = 20 mm

commit to user

Tabel 3.1 Tabel variasi ukuran saluran penambah (riser)

Tinggi (mm)

1 30 100

25 5

2 40 56 25 5

3 50 36 25 5

Dimensi benda cor

Gambar 3.17 Penampang benda cor tampak depan

Gambar 3.18 Penampang benda cor tampak atas

commit to user

3.3.2. Pembuatan pasir cetak

1. Mempersiapkan pasir silika, bentonit, dan air.

2. Menimbang pasir silika, bentonit, dan air dengan komposisi berat 80%, 10%, 10%.

3. Mencampur semua bahan sampai tercampur rata.

3.3.3. Pembuatan cetakan pasir

1. Mempersiapkan kerangka cetak (flask), pola produk cor, dan pola saluran.

2. Mempersiapkan papan kayu yang diletakkan di bawah kerangka cetak sebagai alas kerangka cetak bawah (drag).

3. Mengoleskan serbuk grafit di atas papan kayu dan pola agar pasir cetak tidak mudah menempel pada pola.

4. Memasukkan pola ke dalam kerangka cetak bawah dan disusun di atas papan kayu yang telah dipersiapkan.

5. Menuangkan pasir cetak ke dalam kerangka cetak sambil ditumbuk hingga padat.

6. Membalik kerangka cetak bawah setelah terisi penuh dengan pasir cetak dan menyingkirkan papan kayu dari kerangka cetak bawah.

7. Meletakkan kerangka cetak atas (cope) di atas kerangka cetak bawah dan dikaitkan sehingga pasangan kerangka tidak mudah bergeser atau bergerak.

8. Mengoleskan serbuk grafit pada permukaan pola cetakan pasir.

9. Memasang pola cawan tuang (basin), saluran turun (sprue), dan saluran penambah (riser) pada pola.

10. Menuangkan pasir cetak ke dalam kerangka cetak atas sambil menumbuk pasir cetak hingga padat.

11. Mengangkat kerangka cetak atas dari kerangka cetak bawah setelah kerangka cetak atas terisi penuh dengan pasir cetak.

12. Mengeluarkan pola, cawan tuang (basin), saluran turun (sprue), dan saluran penambah (riser) dari cetakan pasir. Dengan terangkatnya pola dari cetakan pasir akan meninggalkan rongga cetak (cavity).

commit to user

13. Memasang kembali kerangka cetak atas di atas kerangka cetak bawah. Pada tahap ini, cetakan pasir sudah siap untuk dituangkan logam cair dan membuat produk cor.

14. Mengulangi langkah 1 – 13 untuk variasi ukuran saluran penambah (riser).

3.3.4. Peleburan logam

1. Mempersiapkan dapur peleburan.

2. Mempersiapkan kowi kemudian memasukkan piston bekas ke dalam kowi.

3. Memasukkan arang dan briket ke dalam tungku peleburan kemudian menyalakan api

4. Menghidupkan blower.

3.3.5. Penuangan logam cair

1. Mengukur suhu aluminium cair sampai didapat suhu 700 O C.

2. Mendekatkan cetakan pasir di dekat dapur peleburan untuk menghindari penurunan temperature yang terlalu besar.

3. Mengambil alumunium cair kemudian menuangkannya di atas cawan tuang secara kontinyu.

4. Mencatat waktu tuang dan suhu tuang logam cair.

3.3.6. Pembongkaran cetakan pasir

Cetakan pasir dibongkar untuk mengeluarkan produk cor. Sisem saluran dipisahkan dari produk cor. Produk cor dibersihkan dan diberi tanda untuk membedakan setiap variasi saluran penambah (riser). Kemudian spesimen difoto.

3.3.7. Pengujian cacat penyusutan

1. Mempersiapkan spesimen pengujian.

2. Menghitung volume cetakan (V cetakan )

3. Mengukur volume produk cor (V produk ) dengan menggunakan kotak kaca berukuran 150 mm x 150 mm x 150 mm.

4. Perhitungan prosentase penyusutan menggunakan cara yang dipergunakan Febriantoko (2011) dengan persamaan :

commit to user

100 %

(3.1)

Dimana : S

: persentase penyusutan

V cetakan : volume cetakan (mm 3 )

V produk : volume produk (mm 3 )

5. Membelah produk cor untuk mengamati terjadinya rongga penyusutan.

Gambar 3.19 Potongan spesimen pengamatan rongga penyusutan

Gambar 3.20 Daerah pengamatan rongga penyusutan

3.3.8. Pengujian cacat porositas

1. Mempersiapkan sampel pengujian.

2. Menguji komposisi kimia produk cor.

3. Menghitung nilai true density dengan menggunakan ASTM E-252.

4. Mengukur massa produk cor dengan menggunakan timbangan digital.

5. Mengukur volume produk cor dengan menggunakan gelas breker.

commit to user

6. Menghitung nilai apparent density dengan menggunakan cara yang dipergunakan Tipler (2001) dengan persamaan :

(3.2)

dimana,

ρ s : apparent density (gr/mm 3 )

m : massa produk cor (gr)

V : volume produk cor (mm 3 )

7. Menghitung persentase porositas dengan menggunakan cara yang dipergunakan Tjitro (2003) dengan persamaan :

%= 100 % (3.3)

dimana : %P

: persentase porositas produk cor (%)

: true density (gr/mm 3 )

: apparent density (gr/mm 3 )

3.3.9. Pengamatan struktur mikro

Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk mengetahui struktur mikro produk dan mengamati terjadinya cacat porositas secara mikroskopis. Adapum langkah-langkah pengamatan struktur mikro adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pengamplasan dengan tingkat kekasaran bertahap yaitu mulai nomor 60 sampai dengan nomor 1500.

2. Melakukan pemolesan pada spesimen uji menggunakan autosol.

3. Mengamati struktur mikro menggunakan mikroskop optik dengan perbesaran 200X.

commit to user

3.3.10. Analisa data

1. Menganalisa cacat penyusutan yang terjadi dan membandingkan pada setiap variasi

2. Menganalisa cacat porositas yang terjadi dan membandingkan pada setiap variasi.

3. Mengamati struktur mikro sampel uji pada setiap variasi.

4. Menarik kesimpulan.

3.4. Jumlah spesimen pengujian

Tabel 3.2 Jumlah spesimen pengujian

No Jenis pengujian

Variasi spesimen

1 Penyusutan

5 5 5 15

2 Porositas

3.5. Diagram alir penelitian

Gambar 3.21 Diagram alir penelitian

UJI KOMPOSISI KIMIA

PENGUJIAN CACAT

PENYUSUTAN

FINISHING SPESIMEN

MULAI

PEMBUATAN CETAKAN PASIR

(Untuk semua variasi ukuran riser)

PEMBUATAN POLA

PENGECORAN

commit to user

Gambar 3.22 Diagram alir penelitian (lanjutan)

SELESAI

ANALISA DATA

UJI DENSITAS 1. Menghitung true density spesimen uji (ASTM E-252) 2. Menghitung apparent density dengan rumus

%= ρ ! _ρ # ρ

UJI POROSITAS Menghitung persentase porositas menggunakan rumus

METALOGRAFI

KESIMPULAN

commit to user

3.6. Jadwal Penelitian

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian

JENIS KEGIATAN

Studi pustaka Pembuatan proposal penelitian

Persiapan alat Pelaksanaan penelitian & Pengambilan data

Analisa data Hasil & Kesimpulan penelitian

Pembuatan laporan

commit to user

BAB IV DATA DAN ANALISIS

4.1. Produk Cor Hasil Pengecoran Cetakan Pasir

Setelah dilakukan proses pengecoran logam, maka perlu dilakukan uji komposisi kimia untuk mengetahui kompisisi unsur-unsur kimia yang terdapat di dalam produk cor. Pada penelitian ini pengujian komposisi kimia dilakukan di Politeknik Manufaktur Ceper. Hasil pengujian komposisi kimia ditampilkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil uji komposisi kimia

Unsur

Komposisi (% wt)

Al

84,98

Si

12,0 Fe 0,734

Cu

0,99

Mn

0,06

Mg

<0,05

Cr

<0,015

Ni

0,038

Zn

0,307

Sn

<0,05

Ti

<0,01

Pb

0,131

Be 2 x 10 -4 Ca 5,9 x 10 -3

Sr

<5x 10 -4

Zr

*0,642

Berdasarkan hasil uji komposisi kimia diketahui bahwa sampel produk merupakan paduan Al-Si hypoeutectic dengan kadar Si sebesar 12,0 %.

commit to user

(a) (b)

(c)

Gambar 4.1 Produk cor lengkap dengan sistem salurannya, (a) variasi I,(b) variasi II, (c) variasi III

4.2. Cacat Penyusutan

Sebelum melakukan analisis cacat penyusutan, sistem saluran dipisahkan terlebih dahulu dari produk cor. Sehingga diperoleh bentuk spesimen seperti pada gambar 4.2. Spesimen berupa balok dengan ukuran 140 mm x 140 mm x 1 mm yang mengalami perubahan penampang pada sisi bawahnya berupa silinder dengan diamneter 50 mm dan tinggi 10 mm.

Pada penelitian ini ukuran saluran penambah (riser) digunakan untuk menentukan modulus cor dari riser pada setiap variasi. Modulus cor ini yang akan dipergunakan untuk memperkirakan arah pembekuan dari produk cor. Analisa

commit to user

cacat penyusutan ada dua tahap yaitu menghitung persentase penyusutan produk cor dan pengamatan secara visual terhadap rongga penyusutan.

Dokumen yang terkait

PERUMUSAN STRATEGI DAN ROADMAP STRATEGI HOTEL XYZ MENGGUNAKAN PENDEKATAN QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX (QSPM) STRATEGY FORMULATION AND STRATEGY ROADMAP HOTEL XYZ USING APPROACH QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX (QSPM)

0 0 10

PERBAIKAN KUALITAS PELAYANAN PRODUK T-CASH DI KOTA BANDUNG MENGGUNAKAN INTEGRASI METODE E-SERVICE QUALITY DAN MODEL KANO QUALITY IMPROVEMENT OF T-CASH PRODUCT SERVICE IN BANDUNG CITY USING INTEGRATION OF E-SERVICE QUALITY METHOD AND KANO MODEL

0 0 10

PERANCANGAN USULAN PENGELOLAAN SPAREPART DAN KEBIJAKAN MAINTENANCE PADA MESIN ILA-0005 MENGGUNAKAN METODE RELIABILITY CENTERED SPARES (RCS) DAN RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) DI PT.XYZ DESIGN OF SPAREPART PROPOSAL MANAGEMENT AND MAINTENANCE POLICY

1 5 7

PERANCANGAN SISTEM PENGISI DAN PENYALUR DAYA BATERAI PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA HYBRID DESIGN OF CHARGE AND DISCHARGE BATTERY SYSTEM FOR HYBRID POWER PLANT

0 0 12

PENGARUH EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava, Linn) TERHADAP MORTALITAS Ascaris suum, GOEZE IN VITRO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 54

PERBEDAAN NILAI ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) ANTARA PEREMPUAN YANG MEMASAK DENGAN KAYU BAKAR DAN

0 0 57

SKRIPSI KARAKTERISASI MORFOLOGI TANAMAN DURIAN PETRUK DAN DURIAN LOKAL BRONGKOL (Durio zibethinus Murr.) DI JAWA TENGAH Irfian Trias Yunanto H 0708118

1 3 61

PERANCANGAN SISTEM PENGENDALI SUHU DAN KELEMBABAN UNTUK BUDIDAYA JAMUR KUPING

0 1 32

PERBEDAAN NILAI APE ANTARA PEKERJA PEMBUAT BATU - BATA DAN PETANI DI DESA SITIMULYO PIYUNGAN BANTUL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 49

PERBEDAAN KECERDASAN EMOSI ANTARA SISWA KELAS II SMA BERBASIS AGAMA DAN SMA REGULER SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

0 0 62