PERBEDAAN NILAI APE ANTARA PEKERJA PEMBUAT BATU - BATA DAN PETANI DI DESA SITIMULYO PIYUNGAN BANTUL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran GILDA DITYA ASMARA G0008102

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2012

Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

Skripsi dengan Judul : Perbedaan Nilai APE antara Pekerja Pembuat Batu –

Bata dan Petani di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul

Gilda Ditya Asmara, NIM: G0008102, Tahun: 2012

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari Kamis, Tanggal 12 April 2012

Pembimbing Utama

Nama

: Dr. Edy Surjanto, dr., Sp.P (K)

NIP

Pembimbing Pendamping

Nama

: Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P

NIP

Penguji Utama

Nama

: Prof. Dr. Suradi, dr., Sp. P (K), MARS

NIP

Penguji Pendamping

Nama

: Arif Suryawan, dr.

NIP

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi

Dekan FK UNS

Muthmainah, dr.,M.Kes NIP 19660702 199802 2 001

NIP 19510601 197903 1 002

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 12 April 2012

Gilda Ditya Asmara NIM. G0008102

Gilda Ditya Asmara, G0008102, 2012. Perbedaan Nilai APE antara Pekerja Pembuat Batu – Bata dan Petani di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Kemajuan di bidang industri akan memberikan dampak berupa peningkatan polutan. Di antara berbagai gangguan pernafasan akibat lingkungan kerja, debu dan asap merupakan salah satu sumber gangguan pernafasan yang paling utama. Industri pembuatan batu – bata merupakan salah satu sektor industri yang banyak menghasilkan polusi udara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya perbedaan nilai arus puncak ekspirasi antara pekerja pembuat batu – bata dan petani di Desa sitimulyo piyungan bantul .

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilaksanakan pada bulan Februari 2012 di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul. Subjek yang digunakan adalah pekerja industri pembuatan batu - bata dan petani di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul. Pengambilan sampel dilaksanakan secara purposive random sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Data diperoleh dari pengukuran langsung nilai arus puncak ekspirasi menggunakan Mini Wright Peak Flow Meter . Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji normalitas data Kolmogorov-Smirnov dan uji Mann Whitney melalui program SPSS 17.0 for Windows.

Hasil Penelitian: Hasil penelitian pada 33 sampel pekerja industri pembuatan batu – bata dan 33 petani di Desa Sitimulyo didapatkan nilai APE rata – rata untuk tenaga kerja industri pembuatan batu – bata adalah 441 L/menit atau 75,30% terhadap nilai APE prediksi dan kelompok petani adalah 483 L/menit atau 82,01% terhadap nilai APE prediksi. Kemudian melalui uji Mann-Whitney didapatkan p = 0,015 (p < 0,05). Dari data tersebut menunjukkan ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara nilai arus puncak ekspitasi pekerja industri pembuatan batu – bata dengan petani di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul.

Simpulan Penelitian: Didapat simpulan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara nilai arus puncak ekspirasi pekerja industri pembuatan batu – bata dengan petani di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul.

Kata kunci : APE, pekerja batu – bata, petani

Gilda Ditya Asmara, G0008102, 2012. The Difference of PEFR Value between Brick Making Workers and Farmers in Sitimulyo Piyungan Bantul. Mini Thesis. Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Background: Progress in the industry field will impact the environment in the form of an increasing pollutants. Among a variety of respiratory problems caused by the work environment, dust and smoke are the most sources of respiratory disorders. Brick making industry is one of the industrial sectors that produce a lot of air pollution. This study aims to analyze the difference in value between the peak expiratory flow of brick making industry’s workers and farmers in the village Sitimulyo Piyungan bantul.

Methods: This research was an analytical descriptive research using cross sectional approach and had been done in February 2012 in Sitimulyo Piyungan Bantul. The subjects were brick making workers and farmers in Sitimulyo Piyungan Bantul. Data was collected by using purposive random sampling method within inclusion and exclusion criteria. Data was collected by directed meaurement with mini wright peak flow meter. Data was analyzed using one sample Kolmogorov-Smirnov and Mann Whitney test through SPSS 17.00 for Windows.

Results: The results on research with 33 samples of brick making industry’s workers and 33 farmers in the Sitimulyo obtained average peak ekspiration flow rate value for brick making industry’s workers is 441 L/min or 75.30% of the predicted value of peak ekspiration flow rate and the farmers group was 483 L/min or 82.01% of the predicted value of peak ekspiration flow rate. Then through the Mann-Whitney test obtained p = 0.015 (p < 0.05). From these data showed there is statistically significant difference between the peak ekspiration flow rate value of brick making industry’s workers and farmers in Sitimulyo Piyungan Bantul.

Conclusion: There is a statistically significant difference between the peak ekspiration flow rate value of brick making industry’s workers and farmers in Sitimulyo Piyungan Bantul.

Keywords: PEFR, brick making worker, farmer

Segala puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Nilai APE antara Pekerja Pembuat Batu – Bata dan Petani di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul”. Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan dan penyusunan laporan skripsi ini kepada:

1. Prof.Dr.Zainal Arifin Adnan, dr., Sp. PD- KR- FINASIM , selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Dr. Edy Surjanto, dr., Sp.P (K) dan Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P (K). selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Suradi, dr., Sp. P (K), MARS selaku penguji yang telah memberikan

kritik, saran dan banyak bimbingan untuk perbaikan skripsi ini.

4. Arif Suryawan, dr. selaku pembimbing akademik dan penguji skripsi atas bimbingan dan dukungan kepada peneliti.

5. Muthmainah, dr.,M.Kes selaku Ketua Tim Skripsi beserta Staf Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

6. Kepala Desa Sitimulyo Piyungan Bantul izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

7. Ayah, ibu, dan adik yang telah memberikan doa, bantuan, dan motivasi yang begitu besar untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Salma Nusaiba, Fahmi Wahyu Rakhmanda, Annisa Setiawati, Gerry Febrian Rizaldi, Maythia Pratiwisitha, Arifatun Nisa, Wildan Syamsudin Fahmy, dan rekan seperjuangan di BEM FK UNS, LKMI FK UNS, dan Pendidikan Dokter 2008 FK UNS atas segala kerjasama dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Pihak-pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat peneliti harapkan untuk perbaikan di masa datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, September 2012

Peneliti

G. Rancangan Penelitian ....................................................................... 29

H. Alat dan Bahan Penelitian............................................................ .... 30

I. Cara Kerja ........................................................................................ 30 J. Teknik Analisis Data ........................................................................ 31 BAB IV. HASIL PENELITIAN ....................................................................... 32 BAB V. PEMBAHASAN ......................................................................... ..... 37 BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ......................................................................................... 40

B. Saran ................................................................................................ 40

DAFTAR PUSTAKA............................................................................ ........... 41 LAMPIRAN ...................................................................................................... 44

Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur pada Kelompok Pekerja

Pembuat Batu – Bata dan Kelompok Petani .......................................... 33 Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Tinggi Badan Pekerja Pembuat Batu –

Bata dan Kelompok Petani ..................................................................... 33 Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Masa Kerja pada Pekerja Pembuat

Batu – Bata dan Kelompok Petani ......................................................... 34 Tabel 4. Rata - Rata Presentase APE terhadap Nilai Prediksi pada Pekerja

Pembuat Batu – Bata dan Kelompok Petani .......................................... 35

Lampiran 1. Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ............................... 44 Lampiran 2. Data Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi pada Pekerja

Pembuat Batu – Bata .................................................................. 45 Lampiran 3. Data Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi pada Kelompok Petani ........................................................................ 46

Lampiran 4. Hasil Analisis Bivariat ................................................................ 47

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Udara merupakan komponen lingkungan yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup manusia. Sumber pembakaran utama yang diperlukan dalam pernafasan manusia adalah melalui kandungan oksigen dalam udara. Energi yang diperlukan manusia untuk melaksanakan semua aktifitas, diperoleh dari pembakaran zat makanan dengan menggunakan oksigen. Setiap hari,

jumlah udara yang keluar masuk saluran pernafasan sekitar 10 m 3 . Hal ini berarti, organ pernafasan terpapar secara terus-menerus oleh partikel-partikel yang terdapat dalam udara, termasuk partikel berbahaya yang mengganggu kesehatan. Kualitas udara sangat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang, terutama terhadap alat pernafasan ( Khumaidah, 2009 ).

Kemajuan bidang Industri di Indonesia memberikan berbagai dampak yang sangat positif bagi masyarakat Indonesia. Meluasnya lapangan pekerjaan dan angka pendapatan masyarakat merupakan dampak yang bisa dirasakan. Kualitas hidup masyarakat juga akan mengalami peningkatan seiring dengan mudahnya mengakses fasilitas - fasilitas hidup lainnya. Di lain pihak kemajuan di bidang industri tersebut disertai dengan peningkatan polutan. Perkembangan di bidang industri merupakan sektor yang potensial sebagai sumber pencemaran yang akan merugikan bagi kesehatan dan lingkungan (Alsagaf, 2004).

Di antara berbagai gangguan kerja akibat lingkungan kerja, debu dan asap merupakan salah satu sumber gangguan yang paling banyak terhirup dalam kehidupan sehari - hari. Dalam kondisi tertentu, debu dan asap merupakan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian besar. Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu dan asap, dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum ( Depkes, 2002 ).

Berbagai faktor dalam timbulnya gangguan pada saluran napas akibat debu dapat disebabkan oleh debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, serta lama paparan. Di samping itu, faktor individual yang meliputi mekanisme pertahanan paru, anatomi dan fisiologi saluran napas serta faktor imunologis. Penilaian paparan pada manusia perlu dipertimbangkan antara lain sumber paparan, jenis pabrik, lamanya paparan, paparan dari sumber lain. Pola aktivitas sehari-hari dan faktor penyerta yang potensial seperti umur, jenis kelamin, etnis, kebiasaan merokok dan faktor alergen (Khumaidah, 2006).

Industri batu - bata merupakan salah satu industri masyarakat yang menghasilkan banyak polusi. Polusi timbul dari pembakaran kayu dan sekam padi sebagai bahan bakar utama. Bahan - bahan utama dalam proses pembuatan batu - bata mengandung debu. Bahan utama pembuatan batu - bata yang

berpotensi menghasilkan debu adalah sekam (serbuk gergaji) dan batu kapur.

Polusi udara yang dihasilkan oleh bahan pencemar pada industri pembuatan batu – bata menyebabkan adanya gangguan pada paru manusia. Polusi tersebut memicu reaksi inflamasi yang dapat mengakibatkan gangguan saat ekspirasi. Hambatan pada saat ekspirasi dapat diukur dengan pengukuran Arus Puncak Ekspirasi. Gangguan pada proses ekspirasi akan menimbulkan perbedaan pada nilai arus puncak ekspirasi. Nilai arus puncak ekspirasi yang terukur ini selanjutnya dibandingkan dengan nilai arus puncak ekspirasi prediksi dan didapatkan presentase tingkat penurunan arus puncak ekspirasi.

Pemeriksaan gangguan pernafasan bisa dilakukan dengan pengukuran kapasitas vital paksa, volume ekspirasi paksa dalam 1 detik, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi. Pengukuran presentase nilai arus puncak ekpirasi merupakan metode yang mudah dan praktis untuk mengetahui adanya gangguan pernafasan. Berdasarkan latar belakang inilah peneliti ingin mengetahui perbedaan nilai arus puncak ekspirasi antara tenaga kerja industri pembuatan batu – bata dengan petani di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul.

B. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan nilai arus puncak ekspirasi antara pekerja pembuat batu – bata dengan petani di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul ?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui adanya perbedaan nilai arus puncak ekspirasi antara pekerja industri pembuatan batu – bata dengan petani di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan nilai arus puncak ekspirasi antara warga masyarakat yang memiliki profesi sebagai pekerja pembuat batu – bata dengan petani di Desa Sitimulyo Piyungan Bantul.

2. Manfaat Praktis:

a. Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi para tenaga kerja industri pembuatan batu - bata untuk lebih memperhatikan kesehatan paru dan meningkatkan motivasi untuk lebih menjaga kesehatan paru.

b. Penelitian Selanjutnya Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk pengembangan penelitian yang lebih spesifik dan mendalam terkait efek dari polusi pada industri pembuatan batu - bata.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sistem Pernafasan

Pernafasan Internal mengacu kepada reaksi metabolisme intrasel yang menggunakan O 2 dan menghasilkan CO 2 selama oksidasi molekul - molekul nutrien penghasil energi. Pernafasan eksternal mencakup berbagai langkah yang terlibat dalam pemindahan O 2 dan CO 2 antara lingkungan eksternal dan jaringan. Sistem pernafasan dan sirkulasi berfungsi bersama - sama untuk melaksanakan pernapasan eksternal.

Sistem pernafasan melaksanakan pertukaran udara antara atmosfer dan paru melalui proses ventilasi. Pertukaran O 2 dan CO 2 antara udara dalam paru dan darah dalam kapiler paru berlangsung melalui dinding kantung udara, atau alveolus, yang sangat tipis. Saluran pernapasan menghantarkan udara dari atmosfer ke bagian paru tempat pertukaran gas tersebut berlangsung. Paru terletak di dalam koartemen toraks yang tertutup, yang volumenya dapat diubah - ubah oleh aktivitas kontraktil otot - otot pernafasan (Sherwood, 2001).

Udara masuk melalui hidung melewati nasofaring , oralfaring masuk ke trakhea, ke percabangan trakhea (bronchus), kemudian masuk ke Udara masuk melalui hidung melewati nasofaring , oralfaring masuk ke trakhea, ke percabangan trakhea (bronchus), kemudian masuk ke

Pernafasan manusia dibedakan atas pernafasan dada dan pernafasan perut. Pernafasan dada terjadi melalui fase inspirasi dan ekspirasi, demikian juga untuk pernafasan perut.

a. Mekanisme pernafasan dada yaitu :

1) Fase inspirasi pernafasan dada

Mula - mula otot antartulang rusuk (muskulus intercostalis eksternal ) berkontraksi. Kemudian tulang rusuk terangkat. Paru- paru mengembang dan tekanan udara dalam paru-paru menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan udara luar. Hingga akhirnya udara luar masuk ke paru-paru.

2) Fase ekspirasi pernafasan dada.

Otot antartulang rusuk relaksasi sehingga tulang rusuk menurun dan paru-paru menyusut. Tekanan udara dalam paru-paru lebih besar dibandingkan dengan tekanan udara luar. Udara keluar dari paru- paru.

b. Mekanisme pernafasan perut yaitu :

1) Fase inspirasi pernafasan perut

Sekat rongga dada (diafraghma) berkontraksi. Terdapat perubahan posisi dari melengkung menjadi mendatar. Paru-paru mengembang Sekat rongga dada (diafraghma) berkontraksi. Terdapat perubahan posisi dari melengkung menjadi mendatar. Paru-paru mengembang

2) Fase Ekspirasi pernafasan perut

Otot diafraghma relaksasi sehingga posisi difraghma berubah dari mendatar kembali melengkung. Paru-paru mengempis dan tekanan udara di paru-paru lebih besar dibandingkan tekanan udara luar. Udara keluar dari paru-paru (Saragih, 2010).

2. Mekanisme Pertahanan Paru

Jenis dan ukuran partikel akan sangat mempengaruhi respon sistem pertahanan paru. Ketika partikel terhirup bersama dengan udara pernafasan maka partikel dengan ukuran yang lebih besar akan menempel pada saluran pernafasan bagian atas. Sedangkan partikel dengan ukuran yang lebih kecil akan terbuang bersama udara ekspirasi atau masuk terus masuk hingga alveolus. Hal ini disebabkan oleh adanya percabangan pada saluran pernafasan. Percabangan pada saluran pernafasan akan mengubah kecepatan dan momentum partikel di saluran pernafasan sehingga partikel yang lebih besar akan cenderung menempel pada dinding saluran pernafasan (Thurlbeck, 1995).

Lubang hidung dan nasofaring berfungsi sebagai sawar fisik terhadap partikel – partikel yang berukuran lebih besar dari 10µm. Partikel – partikel tersebut akan melekat dalam rambut dan mukus. Sedangkan partikel – partikel yang lebih kecil akan masuk ke dalam alveoli (Ward, 2008). Partikel

– partikel di dalam alveoli akan segera di fagositosis oleh makrofag dan selanjutnya partikel tersebut akan dikeluarkan melalui transpor mukosilier. Gerakan otot pernafasan dan rekoil elastik akan membantu pengeluaran partikel melalui sistem mukosilier (Thurlbeck, 1995).

Epitel respiratori dilapisi oleh lapisan mukus gelatinosa setebal 5-10µm. Silia pada sel – sel epitel berdenyut secara sinkron dan membawa partikel serta debris seluler ke arah rongga mulut. Waktu yang diperlukan mukus dari bronkus besar mencapai faring kurang lebih 40 menit dan dari bronkus respiratorius ke bronkiols perlu beberapa hari. Transpor mukosilier dapat mengalami penurunan akibat rokok, polutan, anestetik dan infeksi, serta pada fibrosis kistik. Transpor mukosilier yang berkurang dapat menyebabkan infeksi respirasi yang secara rekuren merusak paru (Ward, 2008).

Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan difagositosis oleh makrofag. Debu toksik seperti silika akan merangsang terbentuknya makrofag baru. Selanjutnya makrofag baru akan mengalami autolisis saat menfagositosis debu silika. Kejadian ini akan terjadi berulang – ulang sehingga terjadi destruksi makrofag. Destruksi makrofag yang terus - menerus akan membentuk jaringan ikat kolagen. Paru kemudian menjadi kaku sehingga menimbulkan gangguan paru restriktif (Yulaekhah, 2007).

Makrofag terletak di saluran pernafasan, alveoli dan interstisium paru. Makrofag merupakan sumber utama sitokin, kemokin dan mediator inflamasi lainnya. Makrofag dan sel epitel mensekresikan kemokin dan sitokin Makrofag terletak di saluran pernafasan, alveoli dan interstisium paru. Makrofag merupakan sumber utama sitokin, kemokin dan mediator inflamasi lainnya. Makrofag dan sel epitel mensekresikan kemokin dan sitokin

3. Gangguan Paru pada Lingkungan Kerja

Penyakit paru lingkungan adalah berbagai jenis penyakit paru yang terjadi akibat individu - individu yang hidup di area lingkungan tertentu dan menghirup udara yang sudah tercemari oleh bahan - bahan yang berbahaya bagi kesehatan (beberapa macam gas, partikel, bahan - bahan toksis, berbagai macam debu dan sebagainya). Lingkungan tertentu tadi termasuk tempat kerja bagi para pekerja suatu pabrik di mana pabrik tersebut mengeluarkan bahan - bahan yang mencemari lingkungan kerja. Penyakit paru tertentu dan mempunyai ciri di mana penyakit tersebut mengalami eksaserbasi atau memberat saat individu berada di tempat kerja dan berkurang atau hilang saat meninggalkan tempat kerja disebut penyakit paru kerja. Misalnya, serangan asma bronkial selalu timbul saat individu berada di tempat kerja dan hilang (berkurang) setelah meninggalkan tempat tersebut disebut asma kerja (occupational asthma) (Rahmatullah, 2007).

Penyakit ini disebut juga dengan penyakit paru akibat kerja (Occupational Lung Disease). Inhalasi berbagai debu akan menghasilkan dua fenomena yang utama pada paru, yakni menyebabkan pneumokoniosis dan Penyakit ini disebut juga dengan penyakit paru akibat kerja (Occupational Lung Disease). Inhalasi berbagai debu akan menghasilkan dua fenomena yang utama pada paru, yakni menyebabkan pneumokoniosis dan

Bentuk fisik agen polutan yang dapat ditemui di udara lingkungan tempat kerja dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok besar yaitu kelompok yang bukan partikel dan kelompok yang berbentuk partikel. Kelompok yang bukan partikel antara lain mencakup gas, uap, cairan, dan pelarut. Sedangkan kelompok yang berbentuk partikel antara lain mencakup debu, fume, asap, kabut dan serat (Moeljosoedarmo, 2008).

Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring (pengehentian bernafas). Kalau zat – zat ini menembus ke dalam paru – paru, dapat terjadi bronkitis toksik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mukus, suatu mekanisme yang khas pada bronkitis dan juga terlihat pada perokok tembakau.

Stimulasi saluran nafas berulang menyebabkan penebalan dinding bronki, meningkatkan sekresi mukus, merendahkan ambang refleks penyempitan dan batuk, meingkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan gejala – gejala asmatik. Debu – debu organik dapat merangsang suatu respons imun dengan penyempitan saluran nafas yang reversibel, namun kadang – kadang menyebabkan penyempitan menetap pada individu yang

rentan (WHO, 1993). Masa kerja memiliki peran dalam terjadinya gangguan faal paru pada tenaga kerja. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Kumendong (2012) pada tenaga kerja industri mebel di C.V. Sinar Mandiri Kota Bitung menunjukkan bahwa presentase pekerja dengan kapasitas paru normal lebih banyak pada tenaga kerja dengan masa kerja ≤ 5 tahun sebanyak 70,8% dibanding dengan lama kerja > 5 tahun sebanyak 66,7 %. Penelitian ini menunjukkan pengaruh lama paparan serbuk kayu terhadap kapasitas paksa ekspirasi pada 1 detik pertama. Objek penelitian dibagi menjadi 2 kategori paparan yaitu lama paparan < 5 tahun dan > 5 tahun. Penelitian tersebut menggambarkan bahwa timbulnya gangguan akibat paparan lebih signifikan pada lama paparan > 5 tahun. Pada orang dewasa sehat luas permukaan

parunya adalah 90 m 2 dan akan mengisap kira – kira 8,5 m 3 udara dalam 8 jam kerja/hari (Harrianto, 2010).

4. Tes Fungsi Paru

Penilaian yang akurat mengenai defek dalam aliran udara, volume paru, dan pertukaran gas sangat penting dalam penegakan berbagai diagnosis gangguan paru. Kisaran normal berbagai tes fungsi paru sangat luas dan penting untuk membandingkan nilai yang diukur dengan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan, dan jenis kelamin sesorang berdasarkan normogram standar (Ward, 2008).

Pemeriksaan fungsi paru secara rutin sangat dianjurkan bagi tenaga kerja. Alat yang direkomendasikan untuk digunakan yaitu spirometer karea pertimbangan biaya yang murah, ringan, praktis, mudah dibawa, akurasi tinggi, cukup sensitif, tidak invasi dan mampu memberi sejumlah informasi yang tepat. Dengan pemeriksaan spirometri dapat diketahui Volume tidal, volume cadangan inspirasi, volume cadangan ekspirasi, Kapasitas paru total, kapasitas vital, dan kapasitas inspirasi (Mengkidi, 2006).

Pemeriksaan fungsi paru yang sering dilakukan yaitu :

a. Kapasitas Vital (KV)

Kapasitas vital adalah volume udara maksimal yang dihembuskan setelah inspirasi maksimal. Berdasarkan fase yang diukur Kapasitas vital dibedakan menjadi dua macam, yaitu kapasitas vital inspirasi dan kapasitas vital ekspirasi. Kapasitas vital inspirasi adalah kapasitas vital yang diukur hanya pada saat inspirasi dan kapasitas vital ekspirasi adalah kapasitas vital yang diukur hanya pada saat ekspirasi. Kapasitas vital paksa adalah pengukuran kapasitas vital yang dilakukan dengan cara subjek diharuskan melakukan aktifitas pernafasan dengan kekuatan maksimal. Sedangkan pada kapasitas vital subjek tidak perlu melakukan aktifitas pernafasan dengan kekuatan penuh.

Pada orang normal tidak ada perbedaan antara kapasitas vital paksa dan kapasitas vital, sedangkan pada kelainan obstruksi terdapat perbedaan. Kapasitas vital merupakan refleksi dari kemampuan Pada orang normal tidak ada perbedaan antara kapasitas vital paksa dan kapasitas vital, sedangkan pada kelainan obstruksi terdapat perbedaan. Kapasitas vital merupakan refleksi dari kemampuan

b. Volume Ekspirasi Paksa dalam 1 detik (VEP 1 )

Volume ekspitasi paksa dalam 1 detik adalah besarnya volume udara yang dikeluarkan dalam satu detik pertama. Lama ekspirasi pertama pada orang normal berkisar 4 - 5 detik dan pada detik pertama orang normal dapat mengeluarkan udara pernafasan sebesar 80% dari nilai kapasitas vital. Fase detik pertama merupakan fase yang lebih penting daripada fase - fase berikutnya. Adanya obstruksi pernafasan didasarkan atas besarnya volume pada detik pertama tersebut. Interpretasi ini tidak didasarkan atas besarnya volume pada detik pertama tersebut tetapi pada perbandingan dengan kapasitas vital paksa

(kvp) nya. Bila VEP 1 /KVP kurang dari 75% berarti abnormal. Pada pennyakit obstruktif seperti bronkitis kronik atau emfisema terjadi pengurangan VEP 1 yang lebih besar dibandingkan kapasitas vital (kapasitas vital mungkin normal) sehingga rasio VEP 1 /KVP

kurang dari 75% (Mengkidi, 2006).

c. Arus Puncak Ekspirasi (APE)

APE adalah aliran udara ekspirasi terbesar yang didapat setelah dengan melakukan hembusan paksa setelah melakukan inspirasi maksimal. APE dapat diukur menggunakan alat mini wright peak flow meter maupun spirometer. Variasi nilai presentase APE dipengaruhi oleh umur, tinggi badan, jenis kelamin, ras dan aktivitas merokok. Angka normal nilai APE pada pria dewasa adalah 500-700 L/menit dan pada wanita dewasa adalah 380-500 L/menit (Mengkidi, 2006).

Ada 3 macam presentase APE:

1) APE sesaat Nilai ini didapatkan dari nilai tiupan pada waktu yang tidak tertentu. Presentase APE ini berguna untuk mengetahui adanya obstruksi pada saat itu dan mengetahui derajat obstruksi bila telah diketahui nilai standar normalnya (Rahayu, 2009).

2) APE tertinggi Nilai ini didapatkan dari hasil tiupan APE tertinggi setelah melakukan evaluasi tiupan pada pagi dan sora hari selama 2 minggu dalam keadaan stabil (Rahayu, 2009).

3) APE variasi harian Nilai ini didapatkan dari hasil tiupan APE selama 2 minggu.

Faktor – faktor yang mempengaruhi nilai APE antara lain :

1) Umur

Faal paru akan meningkat volumenya sejak masa anak – anak dan akan mencapai maksimal pada usia 19 – 21 tahun. Setelah itu nilai faal paru akan terus menurun sesuai dengan bertambahnya umur. Peningkatan umur akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap gangguan saluran pernafasan (Rahayu, 2009).

2) Jenis kelamin Sesudah usia remaja seorang anak laki – laki menunjukkan kapasitas faal paru yang lebih besar daripada perempuan. Kapasitas vital rata – rata pria dewasa muda adalah kurang lebih adalah 4,6 liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter (Antaruddin, 2003).

3) Ras Ras kulit hitam memerlukan koreksi pada hasil faal parunya bila dibandingkan dengan orang kulit putih karena ukuran thoraks kulit hitam lebih kecil daripada orang kulit putih. Di Indonesia belum didapatkan data – data antropologis yang menerangkan adanya perbedaan anatomis antara ukuran rongga dada dari berbagai suku bangsa

4) Tinggi Badan Tinggi badan memiliki korelasi positif dengan nilai APE sehingga semakin tinggi seseorang maka akan nilai APE nya akan bertambah.

5) Infeksi saluran pernafasan Adanya riwayat infeksi saluran nafas berat pada anak – anak menyebabkan penurunan faal paru dan keluhan respirasi waktu dewasa (Alsagaf, 2004).

6) Kebiasaan Merokok Merokok merupakan faktor utama yang dapat mempercepat penurunan faal paru. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas maupun parenkim paru. Perubahan struktur nafas jalan nafas besar berupa hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus (Antaruddin, 2003).

5. Pembuatan Batu – Bata

a. Proses pembuatan batu bata

Bahan dasar pembuat batu - bata adalah Lempung (tanah liat). Lempung adalah tanah hasil pelapukan batuan keras seperti : basalt (sebagai batuan dasar), andesit dan granit (batu besi). Lempung sangat tergantung pada jenis batuan asalnya. Umumnya batuan keras akan memberikan pengaruh warna pada lempung, seperti merah, sedangkan granit akan memberikan warna lempung menjadi putih. Lempung disebut juga sebagai batuan sedimen (endapan), karena pada umumnya setelah terbentuk dari batuan keras, lempung akan diangkut oleh air dan angin, diendapkan dalam suatu tempat yang lebih rendah. Lempung merupakan bahan alam yang sangat penting bagi manusia. Bagian luar dari lempung disebut tubuh tanah. Pada tubuh Bahan dasar pembuat batu - bata adalah Lempung (tanah liat). Lempung adalah tanah hasil pelapukan batuan keras seperti : basalt (sebagai batuan dasar), andesit dan granit (batu besi). Lempung sangat tergantung pada jenis batuan asalnya. Umumnya batuan keras akan memberikan pengaruh warna pada lempung, seperti merah, sedangkan granit akan memberikan warna lempung menjadi putih. Lempung disebut juga sebagai batuan sedimen (endapan), karena pada umumnya setelah terbentuk dari batuan keras, lempung akan diangkut oleh air dan angin, diendapkan dalam suatu tempat yang lebih rendah. Lempung merupakan bahan alam yang sangat penting bagi manusia. Bagian luar dari lempung disebut tubuh tanah. Pada tubuh

Di Indonesia pada pembuatan batu bata merah dan genteng pada umumnya menggunakan lempung alluvial, karena sawah-sawahnya rata-rata mengandung lempung alluvial dan jarang sekali menggunakan lempung marin.

Tanah liat memiliki komposisi kimia sebagai berikut:

1) Silika (SiO2), Silika dalam bentuk sebagai kuarsa jika memiliki kadar yang tinggi akan menyebabkan tanah liat menjadi pasiran dan mudah slaking, kurang plastis dan tidak begitu sensitif terhadap pengeringan dan pembasahan.

2) Alumina (Al2O3), terdapat dalam mineral lempung, feldspar dan mika. Kadar alumina yang tinggi akan memperlebar jarak temperature sintering.

3) Fe2O3, komponen besi ini dapat menguntungkan atau merugikan, tergantung jumlahnya dan sebar butirannya. Makin tinggi kadar besi tanah liat, makin rendah temperatur peleburan tanah liat. Mineral besi yang berbentuk kristal engan ukuran yang besar dapat menyebabkan cacat pada permukaan produknya seperti pada batu bata atau keramik.

4) CaO (kapur) terdapat dalam tanah liat dalam bentuk batu kapur. Bertindak sebagai pelebur bila temperatur pembakarannya mencapai lebih dari 11000C.

5) MgO, terdapat dalam bentuk dolomite, magnesit atau silikat. Dapat meningkatkan kepadatan produk hasil pembakaran.

6) K2O dan Na2O, Alkali ini menghasilkan garam-garam larut setelah pembakaran, dapat menyebabkan penggumpalan kolorid dan dalam pembakaran dapat bertindak sebagai pelebur yang baik.

7) Organik, bahan-bahan yang bertindak sebagai protektor koloid dan menaikkan keplastisan, misalnya : humus, bitumen dan karbon (Siregar, 2010).

b. Polusi industri pembuatan batu – bata.

Polusi yang dihasilkan oleh industri pembuatan batu – bata berasal dari proses pembakaran. Bahan bakar yang digunakan industri pembuatan batu – bata adalah sekam padi dan bubuk gergaji. Sekam padi memiliki kandungan silika hingga 16,98%. Kandungan silika yang tinggi ini menyebabkan aroma khas dari pembakaran batu – bata (Sihotang, 2009).

Abu hasil pembakaran batu – bata juga masih memiliki kandungan silika yang cukup tinggi. Proses pembakaran yang masih menggunakan teknologi tradisional menyebabkan hasil pembakaran batu – bata masih kurang sempurna sehingga menyebabkan asap hitam pekat di area Abu hasil pembakaran batu – bata juga masih memiliki kandungan silika yang cukup tinggi. Proses pembakaran yang masih menggunakan teknologi tradisional menyebabkan hasil pembakaran batu – bata masih kurang sempurna sehingga menyebabkan asap hitam pekat di area

Debu silika mampu memberikan efek toksis pada makrofag. Makrofag akan mengalami disintegrasi dan mengaktifkan makrofag yang lain. Bila makrofag baru memfagositosis partikel debu silika tadi, maka makrofag tersebut akan mengalami proses serupa dan seterusnya. Banyaknya makrofag yang rusak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh (Rahmatullah, 2007).

Debu sekam dan abu hasil pembakaran batu – bata yang menempel di permukaan saluran nafas akan melekat pada permukaan mukosa saluran nafas. Kemudian paru akan memberikan respons berupa inflamasi dan fagositosis terhadap debu tadi. Dinding saluran nafas akan mengalami penebalan dan otot – otot saluran pernafasan akan mengalami hipertrofi sehingga saluran pernafasan menjadi sempit. Penyempitan saluran nafas akan menyebabkan hambatan pada arus ekspirasi. Hambatan pada arus ekspirasi dapat dilihat dari nilai Arus Puncak Ekspirasi (Ward, 2008).

B. Kerangka Pemikiran

Desa Sitimulyo merupakan desa sentra industri pembuatan batu – bata. Penduduk Desa Sitimulyo sebagian besar bermata pencaharian sebagai pembuat batu – bata sehingga banyak terdapat gubuk – gubuk tempat pembuatan batu -

Desa Sitimulyo

Sentra Industri Pembuatan Batu - Bata

Asap pembakaran batu - bata

Tenaga kerja indsutri pembuatan batu - bata

Petani

Penebalan dinding saluran

nafas

Penebalan dinding saluran

nafas

Obstruksi Saluran nafas Obstruksi saluran nafas

Penurunan nilai Arus

Puncak Ekspirasi

Penurunan nilai Arus

Puncak Ekspirasi

Bandingkan

- Sekam padi - Abu hasil

pembakaran batu - bata

bata. Pembuatan batu – bata memerlukan proses pembakaran agar menghasilkan struktur batu – bata yang lebih awet dan lebih kuat. Pembakaran batu – bata akan menghasilkan polusi berupa asap. Asap yang dihasilkan akan mencemari udara di sekitar tempat pembuatan batu – bata.

Beberapa penduduk Desa Sitimulyo bermata pencaharian sebagai petani. Sawah – sawahnya berada di sekitar tempat pembuatan batu – bata sehingga secara tidak langsung para petani ikut menghirup asap hasil pembakaran batu – bata dalam jumlah kecil. Partikel – partikel asap pembakaran batu – bata dan pestisida yang terhirup oleh petani akan memicu terjadinya penebalan dinding saluran nafas dan reaksi imunologis saluran pernafasan. Saluran nafas kemudian akan menyempit dan terjadi obstruksi. Terjadinya obstruksi saluran nafas akan menurunkan nilai arus puncak ekspirasi.

Tenaga kerja industri pembuatan batu – bata tidak hanya terpapar oleh asap pembakaran batu – bata dalam secara langsung tetapi juga terkena dampak polusi yang ada di dalam gubug tempat pembakaran batu – bata. Selain asap pembakaran batu – bata, sumber polusi yang dapat mengganggu kesehatan paru adalah abu hasil pembakaran batu – bata dan debu sekam padi. Partikel – partikel tersebut kemudian akan memicu penebalan dinding saluran nafas dan selanjutnya akan terjadi penurunan nilai arus puncak ekspirasi.

Nilai arus puncak ekspirasi antara petani dan tenaga kerja industri pembuatan batu – bata selanjurnya akan dibandingkan dan dilakukan uji statistik dengan uji beda

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan nilai arus puncak ekspirasi antara tenaga kerja industri pembuatan batu – bata dengan petani di Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan Bantul.

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan pendekatan potong lintang. Pada penelitian ini peneliti hanya mengukur atau mengamati variabel – variabel yang diteliti dan tidak memberikan perlakuan kepada subjek penelitian. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan potong lintang (cross sectional). Peneliti melakukan pengukuran variabel pada waktu yang sama .

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sentra industri batu - bata di Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta.

C. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek penelitian ini adalah tenaga kerja pembuatan batu - bata dan petani di sekitar tempat pembuatan batu - bata di Desa Sitimulyo Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul Yogyakarta, dengan kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi

a. Jenis kelamin laki - laki

b. Usia 19 - 45 tahun

c. Masa Kerja lebih dari 5 tahun c. Masa Kerja lebih dari 5 tahun

2. Kriteria eksklusi

a. Memiliki riwayat pekerjaan sebelumnya yang dapat menimbulkan penyakit/gangguan saluran napas.

b. Mempunyai penyakit paru

c. Menderita penyakit gangguan saluran pernapasan akut

d. Sedang dalam masa terapi kortikosteroid

e. Sebagai perokok aktif dan peminum alkohol

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampling diambil secara purposive sampling, dengan pemilihan subjek berdasarkan atas ciri - ciri atau sifat tertentu yang sesuai dengan karakteristik populasi (Arief, 2004).

Sampel merupakan sebuah subset yang dicuplik dari populasi yang akan diamati dan diukur peneliti (Murti, 2006). Penentuan besar sampel pada penelitian ini menurut dengan rumus yang dikembangkan oleh Snedecor dan Cochran sebagai berikut (Budiarto, 2004) :

Keterangan : n = besarnya sampel p = perkiraan prevalensi yang diteliti q=1-p

Z α = simpangan rata - rata distribusi normal standar pada derajat kemaknaan α dimana α = 0,05 sehingga nilai Z α = 1,96.

d = kesalahan sampling yang masih dapat ditolerir.. Dalam penelitian ini karena belum diketahui proporsi variabel penting dalam penelitian maka diambil proporsi yang terbesar yaitu 50% (p = 0,5). Kesalahan sampling yang masih dapat ditolerir adalah 10 % sehingga dengan rumus di atas maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah :

Rumus di atas berlaku untuk populasi tak terhingga, sedangkan untuk populasi terbatas, misal kurang dari 10.000 maka rumus tersebut dilakukan koreksi sebagai berikut (Budiarto, 2004) :

Keterangan : n k = besarnya sampel setelah koreksi n = besarnya sampel sebelum koreksi N = besarnya populasi Besarnya populasi pada penelitian ini adalah 50 orang tenaga kerja sentra

industri batu - bata. Maka jumlah sampel menjadi :

Jadi pada penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran sampel sebanyak 33 tenaga kerja pabrik batu - bata dan 33 petani.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Tenaga Kerja Industri Pembuatan Batu – Bata dan Petani di sekitar tempat pembuatan batu – bata.

2. Variabel terikat

: Nilai Arus Puncak Ekspirasi

3. Variabel luar :

a. Terkendali

: umur, jenis kelamin, ras, tinggi badan, kebiasaan

merokok.

b. Tidak Terkendali : status gizi (nutrisi), penyakit saluran napas, debu

udara.

F. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas :

a. Tenaga Kerja Industri Pembuatan batu – bata. Tenaga kerja industri pembuatan batu – bata merupakan orang – orang yang memiliki mata pencaharian utama sebagai pembuat batu – bata. Orang – orang tersebut bekerja secara penuh di tempat pembuatan batu

– bata sehingga terpapar polusi industri pembuatan batu – bata secara langsung.

b. Petani di sekitar tempat pembuatan batu – bata. Petani di sekitar tempat pembuatan batu – bata adalah petani yang memiliki area persawahan di sekitar tempat pembuatan batu – bata. Petani terpapar secara tidak langsung oleh polusi yang dihasilkan oleh pembakaran batu – bata.

2. Variabel terikat : Nilai Arus Puncak Ekspirasi Besarnya aliran udara tertinggi pada saat manusia melakukan ekspirasi maksimal.

a. Alat ukur

: Mini Wright Peak Flow Meter.

b. Satuan

: presentase

c. Skala Pengukuran : Rasio

3. Variabel luar terkendali

a. Umur Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak kelahiran sampai ulang

tahun terlahir saat penelitian dilakukan.

1) Alar Ukur

3) Skala Pengukuran : Rasio

b. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah sifat keadaan laki - laki atau perempuan.

Alat ukur

: Kuesioner

Skala Pengukuran : Nominal

c. Ras Ras adalah penggolongan bangsa berdasarkan ciri - ciri fisik rumpun

bangsa.

1) Alat ukur

: Kuesioner

2) Hasil

: Indonesia Asli dan bukan indonesia asli

3) Skala pengukuran : Nominal

d. Kebiasaan merokok Kebiasaan merokok adalah kebiasaan sampel merokok minimal satu batang rokok perhari sampai tahun terakhir penelitian dilakukan. Derajat merokok dapat dihitung berdasarkan indeks Brinkman, yaitu jumlah batang rokok yang dihisap perhari dengan lama merokok (tahun). Pembagiannya yaitu ringan (0 - 200), sedang (200 - 400), dan berat (> 400).

1) Alat ukur

: Kuesioner

2) Skala pengukuran : Rasio

G. Rancangan Penelitian

Sentra Industri Pembuatan Batu - Bata

Desa Sitimulyo

Petani di sekitar Industri Pembuatan Batu – Bata

di Desa Sitimulyo

Sampel Tenaga Kerja Industri Pembuatan Batu

– Bata di Desa

Sitimulyo

Pengukuran Nilai APE

Pengukuran Nilai APE

Analisis data dengan uji beda

uji t

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi dan Eksklusi

H. Alat dan Bahan Penelitian :

1. Mini Wright Peak Flow Meter

2. Kapas dan alat alkohol 75% ( sterilisasi )

3. Tabel prediksi nilai normal APE.

4. Alat ukur tinggi badan.

5. Kuesioner.

I. Cara Kerja

1. Memilih sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

2. Tinggi badan sampel penelitian diukur dengan berdiri tegak dan tanpa alas kaki.

3. Pemeriksaan APE :

a. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan dalam keadaan berdiri tegak.

b. Skala pengukuran pada alat harus dibuat nol (kalibrasi).

c. Sampel penelitian diajarkan manuver meniup yang benar. Sampel penelitian menghirup udara sebanyak - banyaknya dengan cepat kemudian meletakkan alat pada mulut dan katupkan bibir di sekitar mothpiece, udara dikeluarkan dengan tenaga maksimal (secara cepat dan kuat) segera setelah bibir dikatupkan dan pastikan tidak ada kebocoran. Memberi aba - aba yang keras dan jelas agar sampel penelitian dapat melaksanakan dengan baik.

d. Pemeriksaan dilakukan 3 kali dan diambil nilai yang tertinggi (Menaldi, 2001).

4. Baca hasil pemeriksaan APE (nilai APE ukur) pada peak flow meter (dalam L/menit).

5. Berdasarkan umur dan tinggi badan sampel penelitian, dibaca nilai APE prediksi pada tabel nilai normal APE.

6. Persentase nilai APE diukur terhadap APE prediksi :

J. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini diuji dengan uji normalitas One Sample Kolmogorov Smirnov untuk mengetahui normalitas data. Selanjutnya dilakukan uji beda 2 kelompok tidak berpasangan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji Independent t test jika data memiliki distribusi normal dan Mann Whitney test jika data tidak memiliki distribusi normal.

Pengolahan pada data ini menggunankan program SPSS 17 for Windows.

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 di Desa Sitimulyo,

Kecamatan Piyungan Bantul. Subjek penelitian adalah pekerja pembuat batu - bata dan petani di sekitar tempat pembuatan batu – bata di Desa Sitimulyo. Penelitian ini sudah mendapat izin dari perangkat desa setempat dan warga bersedia mengikuti dengan sukarela. Pengambilan data dilakukan saat pekerja pembuat batu - bata bekerja dan petani bekerja di siang hari dan saat perkumpulan warga melalui rapat RT.

Pada penelitian ini menggunakan 66 orang sampel penelitian. Sebanyak 33 orang merupakan pekerja pembuat batu - bata dan 33 orang yang lain merupakan pertani di sekitar tempat pembuatan batu - bata. Seluruh sampel penelitian berjenis kelamin laki – laki. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pekerja pembuat batu - bata berjenis kelamin laki – laki sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel dan jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi faal paru manusia.

Dari pengambilan data dan pengisian kuesioner data diri pada pekerja pembuat batu - bata dan kelompok petani diperoleh hasil sebagai berikut : Dari pengambilan data dan pengisian kuesioner data diri pada pekerja pembuat batu - bata dan kelompok petani diperoleh hasil sebagai berikut :

Pekerja Pembuat Batu – Bata

Kelompok petani

Frekuensi

Presentase(%) Frekuensi

Dari tabel 1 dapat dilihat sampel pekerja pembuat batu - bata terbanyak adalah pada rentang usia 31 – 35 tahun yaitu sebanyak 9 orang (27%), sedangkan untuk kelompok petani terbanyak adalah pada rentang usia 26 – 30 tahun (27%) dan 31 – 35 tahun (27%).

Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan tinggi badan pada pekerja pembuat

batu – bata dan kelompok petani.

Tinggi Badan(cm)

Pekerja pembuat batu - bata

Kelompok Petani

Frekuensi

Presentase(%) Frekuensi

Presentase(%) 150 – 155

9 27 10 30 Jumlah

Tabel 3. Distribusi sampel berdasarkan masa kerja pada pekerja pembuat batu

– bata dan kelompok petani.

Masa Kerja (tahun)

Pekerja pembuat batu - bata

Kelompok Petani

Frekuensi

Presentase(%) Frekuensi

Dari tabel 3 didapatkan masa kerja sampel penelitian sebagian besar memiliki masa kerja antara 5 hingga 10 tahun pada kelompok pekerja pembuat batu - bata. Sedangkan pada kelompok petani sebagian besar sampel memiliki masa kerja 5 –

10 tahun.

pembuat batu - bata dan kelompok petani.

Kelompok

Rata - rata nilai

APE ukur

(L/menit)

Rata – rata presentase APE ukur terhadap APE

prediksi(%)

__ X±SD

Pekerja Pembuat Batu Bata

Dari tabel 4 didapatkan bahwa rata – rata presentase nilai arus puncak ekspirasi pada pekerja pembuat batu - bata lebih rendah daripada kelompok petani.

B. Analisis Data