Makalah Seminar Studi Pustaka (1)

Seminar Studi Pustaka

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI SAWIT
TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN
SAPI PERANAKAN ONGOLE

Oleh :

ANDI NURUL AINUN ARIF
I 111 11 045

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

1

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI SAWIT
TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN

SAPI PERANAKAN ONGOLE

Oleh :

Andi Nurul Ainun Arif
I 111 11 045

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

2

HALAMAN PENGESAHAN
Nama

: Andi Nurul Ainun Arif


Nim

: I 111 11 045

Judul

: Potensi Pemanfaatan Limbah Industri Sawit terhadap
Pertambahan Berat Badan Sapi Peranakan Ongole

Makassar,

Desember 2014

Telah disetujui,
Panitia Seminar

Dosen Pembimbing

Dr. Muh. Ihsan A. Dagong, S.Pt, M.Si
NIP. 19770526 200212 1 003


Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc
NIP. 19641231 198903 1 025

Mengetahui,
Ketua Program Studi Peternakan

Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc.
NIP. 19640712 198911 2 002

3

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah studi
literatur yang berjudul “Potensi Pemanfaatan Biomassa Sawit Terhadap
Pertambahan Berat Badan Sapi Peranakan Ongole”, sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan tugas dari mata kuliah seminar.
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H Sudirman Baco, M.Sc selaku

pembimbing penulisan makalah seminar studi pustaka yang telah mencurahkan
perhatian untuk membimbing dan mengarahkan Penulis dalam penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak terdapat kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu kritik dan
saranyang membangun sangat Penulis harapkan untuk perbaikan makalah ini.

Makassar , Desember 2014

Penulis

4

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................


ii

KATA PENGANTAR .................................................................................

iii

DAFTAR ISI ................................................................................................

iv

DAFTAR TABEL .......................................................................................

v

PENDAHULUAN .......................................................................................

1

A. Latar Belakang .......................................................................


1

B. Rumusan Masalah ..................................................................

2

PEMBAHASAN ..........................................................................................

3

A. Gambaran Umum Sapi Peranakan Ongole .............................

3

B. Bahan Pakan Sapi Potong .......................................................

4

C. Kelapa Sawit ...........................................................................


6

D. Pertambahan Bobot Badan .....................................................

12

E. Pertambahan Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole (PO) yang
Diberi Biomassa Sawit............................................................

13

PENUTUP ....................................................................................................

18

A. Kesimpulan .............................................................................

18


B. Saran .......................................................................................

18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

19

LAMPIRAN

5

DAFTAR TABEL

No.

Teks

Halaman


1.

Komposisi Gizi Limbah Sawit ................................................................ 7

2.

Formulasi Pakan Perlakuan ..................................................................... 14

3.

Rataan pertambahan berat badan sapi yang diberi pelepah sawit ...........
14

4.

Kenaikan bobot badan ternak yang diberi pakan tambahan solid
15

5.


Kenaikan bobot badan kelompok Sapi PO ............................................. 16

6.

Hasil penimbangan bobot badan Sapi PO ............................................... 17

6

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ternak potong adalah jenis ternak yang dipelihara untuk menghasilkan
daging sebagai produk utamanya. Tingginya permintaan masyarakat
atas

kebutuhan

daging

membuat


pemerintah

harus

melaksanakan swasembada daging. Data Dirjen Peternakan
(2008) pada tahun 2006-2007 menyatakan bahwa kebutuhan
nasional daging sapi pada tahun 2006 adalah 395,80 ton. Hal ini
juga terjadi pada tahun 2007 yaitu sebanyak 418,20 ton
akibatnya terjadi perlambatan peningkatan produksi daging.
Daging merupakan salah satu produk utama ternak di
samping telur dan susu yang hampir tidak dapat dipisahkan dari
kehiupan manusia. Permintaan akan daging meningkat seiring
dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang baik
dan meningkatnya pendapatan masyarakat baik di negara yang
sedang berkembang maupun negara-negara maju. Salah satu
jenis ternak di Indonesia yang cukup populer untuk menghasilkan
daging adalah Sapi Peranakan Ongole.
Permintaan daging sapi di Indonesia cenderung terus meningkat sejalan
dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pertambahan penduduk.
Mulai akhir tahun 1980-an sampai tahun 2003 kesenjangan antara permintaan

7

dengan pasokan daging dalam negeri semakin besar yang menyebabkan impor
daging sapi bakalan meningkat terus menerus sekitar 500.000 ekor/tahun, bahkan
diperkirakan telah mencapai 1.200.000 ekor yaitu sapi bakalan 400.000 ekor
tambah daging setara 400.000 ekor dan jeroan setara 400.000 ekor. Hal itu
disebabkan karena sebagian besar usaha penggemukan sapi yang dilakukan di
peternakan rakyat hanya digunakan sebagai usaha tradisional dengan pemberian
pakan seadanya sehingga mempunyai produktivitas yang rendah.
Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi
keberhasilan suatu usaha peternakan. Salah satu upaya untuk menyediakan pakan
yang cukup bagi ternak adalah memanfaatkan seoptimal mungkin lahan, serta
pemanfaatan limbah dan produk samping komoditi perkebunan dan pertanian,
baik dengan pola integrasi maupun dengan diversifikasi. Usaha ini sekaligus dapat
memberi nilai tambah bagi perkebunan, petani, dan peternak.
Dari uraian tersebut di atas maka salah satu langkah yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah itu adalah dengan melakukan penggemukan.
Penggemukan untuk mendapatkan penambahan bobot badan merupakan usaha
terbaik dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas ternak sapi, karena pada
usaha penggemukan dapat diberikan pakan yang sesuai dengan kebutuhan,
berenergi tinggi dan bermutu baik. Atas dasar inilah dilakukan seminar pustaka
tentang potensi pemanfaatan biomassa sawit terhadap pertambahan berat badan
Sapi Peranakan Ongole.
B. Rumusan Masalah
Melihat penambahan bobot badan Sapi Peranakan Ongole yang diberi
konsumsi pakan hasil limbah perkebunan kelapa sawit.

8

BAB II
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Sapi Peranakan Ongole (PO)
Sapi Peranakan Ongole terbentuk sebagai Grading Up sapi jawa dengan
sapi Sumba Ongole (SO) disekitar tahun 1930. Sapi PO mempunyai warna kelabu
kehitam-hitaman, dengan bagian leher, kepala dan lutut berwarna gelap sampai
hitam. Bentuk tubuhnya besar dengan kepala relatif pendek, profil dahi cembung,
bertanduk pendek. Punuknya besar mengarah ke leher, mempunyai gelambir dan
lipatan-lipatan kulit di bawah perut dan leher (Hadjosubroto, 1994).
Menurut Blakely and Bade (1985), klasifikasi zoologis sapi Peranakan
Ongole adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo : Artiodaktila
Sub Ordo : Ruminansia
Family : Bovidae
Genus : Bos
Species : Bos indicus

9

Sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Peranakan Ongole
(PO) karena sapi PO lebih banyak dijumpai di masyarakat. Menurut Sarwono
(2003), sapi Ongole adalah sapi keturunan sapi liar Bos indicus yang berhasil
dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi 2 kelompok,
yaitu Sumba Ongole (SO) dan Peranakan Ongole (PO). Persilangan antara SO
dengan sapi setempat di Jawa menghasilkan anakan yang mirip sapi Ongole
sehingga disebut dengan istilah Peranakan Ongole (PO).
Populasi sapi potong pada tahun 1991 adalah 10 juta dan dari jumlah
tersebut 46% (4,6 juta) adalah sapi PO. Dari jumlah ini 3,7 juta (80%) sapi PO
berada di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pada tahun 2001 perkiraan
jumlah sapi potong di Indonesia adalah 11,1 juta terdiri dari 5,4 juta sapi asli dan
sapi lokal serta 5,7 juta bangsa sapi lainnya. Dari total populasi tersebut 7,81%
(874.000) berupa sapi PO dan 74,58% berada di Jawa (Astuti, 2004).
Ciri khas sapi Ongole adalah berbadan besar, berpunuk besar, bergelambir
longgar dan berleher pendek. Kepala, leher, gelambir (gumba) dan lutut berwarna
hitam, terutama pada sapi jantan. Kulit berwarna kuning dengan bulu putih atau
putih kehitam-hitaman. Kulit disekeliling mata, bulu mata, moncong, kuku dan
bulu cambuk pada ujung ekor berwarna hitam. Kepala pendek dengan profil
melengkung, mata besar dengan sorot yang tenang. Tanduk pendek dan tanduk
pada sapi betina berukuran lebih panjang dibandingkan sapi jantan. Telinganya
panjang dan menggantung (Astuti, 2004).
B. Bahan Pakan Sapi Potong
Pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak, berupa
bahan organik maupun anorganik yang sebagian maupun seluruhnya dapat dicerna

10

serta tidak menganggu kesehatan ternak. Pakan yang baik berpengaruh positif
terhadap pertambahan bobot badan, selain itu pakan merupakan faktor terpenting
yang mempengaruhi pertumbuhan (Susetyo, 2001). Hal ini sejalan dengan
pendapat Parakkasi (1995) yang menyatakan bahwa pakan merupakan semua
bahan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak serta tidak menimbulkan
pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas
tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak untuk
kehidupannya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, dan mineral.
Pakan merupakan sumber zat gizi yang diperlukan untuk hidup pokok dan
pertumbuhan. Karena pakan merupakan sumber zat gizi, ternak sapi tidak saja
perlu pakan dalam jumlah yang cukup (kuantitasnya) namun juga diperlukan
pakan yang berkualitas. Kualitas dan kuantitas pakan dapat mempengaruhi pola
pertumbuhan ternak yang bersangkutan sehingga kombinasi keduanya akan
memberikan peluang kepada ternak untuk mendapatkan sejumlah zat gizi yang
dibutuhkan. Pakan yang berkualitas baik biasanya dapat dikonsumsi oleh ternak
dalam jumlah yang banyak, dibanding dengan pakan berkualitas rendah. Ternak
yang mampu mengkonsumsi pakan yang lebih banyak maka produksinya relatif
tinggi. Kualitas pakan hijauan rumput dapat ditingkatkan dengan penambahan
konsentrat untuk memacu pertumbuhan pada penggemukan ternak (Chalidjah,
Sariubang, Pongsapan dan Prasowo, 2000).
Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar
atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk
kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, menggantikan sel yang rusak dan
untuk produksi (Widayawati dan Widalestari, 1996).

11

Bahan pakan dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu pakan kasar
(hijauan) dan konsetrat. Pakan kasar adalah pakan yang mengandung serat kasar
18 %, jenis pakan kasar (hijauan) antara lain hay, silase, rumput-rumputan,
leguminosa. Hijauan pakan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia
dan berfungsi sebagai sumber nutrisi yaitu protein, energi, vitamin, dan mineral.
Hijauan yang ada di daerah tropis

pada umumnya cepat tumbuh, namun

kualitasnya lebih rendah dari hijauan di daerah sub tropis. Oleh karena itu, ternak
ruminansia yang diperuntukkan bagi produksi daging harus memperoleh
konsentrat selain pemberian hijauan agar tercapai pertumbuhan ternak yang cepat
(Siregar, 1994). Konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar
kurang dari 18%, dimana konsentrat mudah dicerna dan merupakan sumber zat
pakan utama seperti energi dan protein bagi ternak (Murtidjo, 1993). Pilliang
(1997)

disitasi

Waruwu

(2002)

menyatakan

ternak

ruminansia

harus

mengkonsumsi hijauan sebanyak 10% dari berat badannya setiap hari dan
konsentratnya sekitar 1,5-2% dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin
dan mineral. Oleh karena itu, hijauan dan sejenisnya terutama dari berbagai
spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia.
C. Kelapa Sawit
Di Indonesia, tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) telah dikenal
sejak tahun 1848 yang pertama kali ditanam di kebun Raya Bogor, sementara
pengembangannya sebagai penghasil minyak kelapa sawit yang sangat dibutuhkan
umat manusia dimulai pada tahun 1911. Laju pertumbuhan luas tanam kelapa
sawit setiap tahunnya di Indonesia mencapai 12,6%. Diperkirakan luas tanam
kelapa sawit, khususnya perkebunan swasta dan perorangan akan terus bertambah
12

dan hingga saat ini (2011) luas tanam telah mencapai 8,1 juta Ha serta menduduki
urutan pertama dunia dalam luas tanam (Devendra, 1977).
Bahan pakan dari pelepah sawit dan ikutan pabrik sawit memenuhi syarat
untuk dijadikan sebagai pakan ternak sapi potong. Sebagai perbandingan
kandungan nutrisi pelepah sawit dengan limbah sawit lainnya dapat dilihat pada di
bawah ini.
Tabel 1. Komposisi Gizi Limbah Sawit
Jenis Limbah Sawit

Protein
kasar (%)

Pelepah
4,7
Bungkil inti sawit
17,2
Limbah cair sawit
12,5
Serat Mesokarp
5,4
Tandan kosong
3,7
Sumber : PPKS Medan, 2010

Serat kasar
(%)

Abu (%)

37,6
17,1
20,1
41,2
48,8

1,1
4,3
19,5
5,3
-

Energi
Metabolisme
(MJ/kg)
5,95
11,13
8,37
4,21
-

Sebagai konsekuensi makin meningkatnya luas tanam kelapa sawit, adalah
makin meningkatnya pula produk samping tanaman dan hasil ikutan pengolahan
buah kelapa dan inti sawit yang sedikit banyak akan menimbulkan problem baru
dan perlu diantisipasi. Salah satu cara pemecahannya adalah dengan
memanfaatkan ternak, khususnya ternak ruminansia sebagai pabrik biologis yang
dapat memanfaatkan biomasa produk samping industri tersebut sebagai bahan
baku pakan, sekaligus dapat dijadikan media penyedia bahan baku pupuk organic
(Devendra, 1977).
Pelepah Daun Sawit
Tingkat kecernaan bahan kering pelepah dan daun kelapa sawit pada sapi
mencapai 45%. Demikian pula daun kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber
atau pengganti pakan hijauan. Namun, adanya lidi pada pelapah daun kelapa sawit

13

akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah tersebut dapat diatasi
dengan pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan penggilingan.
Pemanfaatan pelapah daun kelapa sawit sebagai bahan pakan ruminansia
disarankan tidak lebih dari 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan
pelapah daun kelapa sawit, dapat ditambahan produk sampingan lain dari kelapa
sawit. Pemberian pelapah daun kelapa sawit sebagai bahan pakan dalam jangka
panjang menghasilkan kualitas karkas yang baik (Balai Penelitian Ternak, 2003).
Penggunaan pelepah daun sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi
pedaging dan perah dan ternyata dapat diberikan sebesar 30-40% dari keseluruhan
pakan (Devendra, 1977).
Bungkil Inti Sawit
Menurut Devendra (1977), Bungkil Inti Sawit (BIS) adalah limbah hasil
ikutan dari ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau
cara mekanik. Walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi karena serat
kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok bagi
ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia.
Bungkil inti sawit merupakan produk samping yang berkualitas karena
mengandung protein kasar yang cukup tinggi 16-18%. Sementara kandungan serat
kasar mencapai 16%. Pemanfaatan perlu disertai produk samping lainnya untuk
mengoptimalkan penggunaan bungkil ini bagi ternak. Bungkil inti sawit dapat
diberikan 30% dalam pakan sapi (Batubara et al., 1993).
Serat Perasan Buah Kelapa Sawit
Serat perasaan buah merupakan limbah yang diperoleh dari buah dalam
proses pemerasan. Limbah ini dapat digunakan sebagai bahan bakar dan abunya
14

digunakan sebagai pupuk. Sebagai bahan campuran makanan ternak, serat perasan
buah kelapa sawit ini cenderung cocok diberikan kepada ternak ruminansia karena
kandungan serat kasarnya, terutama ligninnya tinggi. Tingkat penggunaan serat
perasan kelapa sawit dalam pakan sapi dan kerbau adalah 10-20%, sedangkan
untuk domba dan kambing 10-15% (Jalaludin dan Hutagalung, 1982).
Menurut Hasan dan Ishida (1991) serat perasan buah dapat digunakan
sebagai pakan ruminansia walaupun nilai kandungan gizi rendah, serat perasan
buah kelapa sawit yang dapat diberikan lebih kurang 20% dari total ransum.
Solid
Merupakan limbah padat hasil samping prosesing pengolahan tandan buah
segar (TBS) kelapa sawit menjadi minyak mentah kelapa sawit atau Crude Palm
Oil (CPO) bentuk dan konsistensinya seperti ampas tahu namun berwarna coklat
gelap, berbau asam-asam manis, masih mengandung minyak CPO sekitar 1,5%.
Limbah tersebut merupakan limbah pabrik pengolahan kelapa sawit. Solid dalam
bahasa Jawa disebut “Blondho Sawit”. Tujuan pemanfaatan solid adalah untuk
mengatasi masalah ketersediaan pakan terutama pada saat musim kemarau
(Utomo et al., 1999).
Di Sumatera, solid dikenal sebagai lumpur sawit, namun solid biasanya
sudah dipisahkan dengan cairannya sehingga merupakan limbah padat. Ada dua
macam limbah yang dihasilkan pada produksi CPO, yaitu limbah padat dan
limbah cair. Persentase limbah padat dan cair yang dihasilkan berdasarkan jumlah
tandan buah segar (TBS) yang diolah. Saat sekarang ini produksi limbah solid di
dua pabrik pengolahan CPO di Kabupaten Kotawaringin Barat sekitar 36−42
t/hari (rata-rata 20 t/pabrik/hari). Jumlah limbah solid yang dihasilkan bergantung

15

pada TBS yang diolah. Produksi TBS akan makin bertambah pada masa
mendatang seiring dengan makin luasnya area perkebunan kelapa sawit yang
berproduksi. Diharapkan dalam setiap 10.000 ha berdiri satu pabrik pengolahan
CPO (Widjaja et al. 2000b).
Perluasan kebun kelapa sawit di Kalimantan Tengah ditargetkan mencapai
area 1.557.752 ha. Apabila tanaman kelapa sawit sudah berproduksi semua, dan
setiap 10.000 ha terdapat satu pabrik, maka dalam kebun seluas itu akan terdapat
155 pabrik pengolahan kelapa sawit. Apabila tiap pabrik rata-rata menghasilkan
solid 20 t/hari maka setiap hari akan diperoleh 3.100 ton solid. Apabila seekor
sapi dapat mengkonsumsi solid + 20 kg/hari (jumlah yang biasa diberikan
peternak pada sapi dengan rata-rata bobot badan 250 kg), maka produksi limbah
tersebut akan dapat mencukupi kebutuhan pakan bagi + 155.000 ekor sapi/ hari.
Dengan demikian, keberadaan perkebunan kelapa sawit sangat menkadukung
pengembangan peternakan di masa mendatang. Hingga kini solid dapat diambil
secara cuma-cuma di pabrik pengolahan kelapa sawit. Alangkah sayangnya
apabila potensi yang sangat besar ini terabaikan begitu saja (Widjaja et al. 2000b).
Sejauh ini solid masih belum dimanfaatkan oleh pihak pabrik, tetapi hanya
dibuang begitu saja sehingga dapat mencemari lingkungan. Pihak pabrik
memerlukan dana yang relatif besar untuk membuang limbah tersebut, yaitu
dengan membuatkan lubang besar. Tentunya akan sangat menguntungkan bagi
pihak pabrik apabila solid dapat dimanfaatkan secara luas, antara lain sebagai
pakan ternak (Widjaja et al. 2000b).
Kelemahan solid untuk pakan adalah tidak tahan lama disimpan. Hal ini
karena solid masih mengandung 1,50% CPO sehingga akan mudah menjadi

16

tengik bila dibiarkan di tempat terbuka serta mudah ditumbuhi kapang yang
berwarna keputihan. Namun dari hasil pemeriksaan di laboratorium, kapang
tersebut tidak bersifat patogen (Utomo et al. 2002).
Solid dapat tahan lama apabila disimpan dalam tempat tertutup, misalnya
dalam kantong plastik hitam dengan meminimumkan jumlah oksigen yang masuk.
Teknologi sederhana ini terinspirasi oleh teknologi “silo”. Kantong plastik hitam
akan menggantikan fungsi bangunan silo. Jumlah oksigen dalam kantong plastik
diminimumkan dengan cara mengisap udara memakai pompa sepeda. Kantong
plastik dibuat rangkap tiga. Kantong plastik pertama diisi dengan solid kemudian
udaranya diisap dan ujungnya diikat. Selanjutnya bungkusan plastik dimasukkan
ke dalam kantong plastik kedua dan sebelum diikat, udara yang ada di dalamnya
diisap terlebih dahulu. Setelah diikat, bungkusan dimasukkan ke dalam kantong
plastik ketiga, dikeluarkan udaranya kemudian diikat. Daya simpan solid sangat
bergantung pada tempat penyimpanan (kualitas kantong plastik). Dengan cara ini
solid tahan disimpan lebih dari 1 bulan dengan warna relatif tidak berubah, yaitu
cokelat muda. Solid yang disimpan di tempat terbuka menjadi tengik (busuk) dan
warnanya menjadi kehitaman. Walaupun permukaan solid sudah berubah warna
(busuk), bagian dalamnya memiliki konsistensi dan warna yang tidak berubah
(Utomo et al. 2002).
Cara lain mengawetkan solid adalah dengan dibuat pakan blok
(dikeringkan). Dengan cara ini, selain daya simpan solid lebih lama, juga
kandungan nutrisinya lebih lengkap karena adanya beberapa bahan pakan lain
yang ditambahkan. Pakan solid dalam bentuk blok bisa diberikan baik untuk
ternak rumina besar maupun kecil (Utomo et al. 2002).

17

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa solid berpotensi
sebagai sumber nutrisi baru untuk ternak dengan kandungan bahan kering
81,56%, protein kasar 12,63%, serat kasar 9,98%, lemak kasar 7,12%, kalsium
0,03%, fosfor 0,003%, dan energi 154 kal/100 g (Utomo et al. 1999). Pada uji
preferensi terhadap 25 ekor sapi Madura, solid pada akhirnya sangat disukai,
namun perlu waktu adaptasi 4−5 hari.
Pemanfaatan solid sebagai pakan ternak diharapkan dapat membantu
mengatasi masalah ketersediaan pakan terutama pada musim kemarau, serta
meningkatkan produktivitas ternak. Ratarata pertambahan bobot badan harian
(PBBH) sapi milik petani di Kabupaten Kotawaringin Barat yang tidak diberi
pakan solid jauh di bawah PBBH ternak yang diberi solid, yaitu hanya 250 g/ekor/
hari (Zulbardi et al. 1995). Hal ini disebabkan kualitas dan kuantitas pakan yang
diberikan, dalam hal ini rumput alam, relatif rendah. Sapi hanya dilepas di padang
penggembalaan yang umumnya hanya ditumbuhi alang-alang tanpa diberi pakan
tambahan (konsentrat). Solid sangat berpotensi sebagai sumber pakan lokal
mengingat kandungan nutrisinya cukup memadai, jumlahnya melimpah,
kontinuitas terjamin, terpusat pada satu tempat, murah karena dapat diminta
secara cuma-cuma, dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, solid memungkinkan untuk menjadi titik tolak agroindustri
pakan.
D. Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan

adalah

merupakan

aktivitas

fisiologis

yang

dapat

dinyatakandengan PBB rata-rata persatuan waktu. Laju PBB rata-rata harian atau

18

Avarage Daily Gain (ADG) dari individu atau sekelompok ternak dapat
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
W −W
ADG= t 2−t 1
1
2
Dimana W2 dan W1 masing-masing adalah BB akhir dan awal
penimbangan, sedangkan t1 dan t2 adalah periode lama waktu antara
penimbangan awal sampai akhir (Cole, 1966). Kecepatan PBB ini diantarnya
dipengaruhi oleh jumlah kosumsi pakan yakni makanan yang dihabiskan (Tillman
dkk., 1998).
PBB merupakan salah satu hal yang cukup penting untuk diperhatikan
karena dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi dari pakan yang diberikan
(Davis,1983). PBB terjadi cepat sekali pada fase-fase sebelum dewasa tubuh,
setelah itu kecepatan pertumbuhan berkurang terus hingga pada ahirnya akan tetap
setalah ternak mencapai dewasa (Tulloh, 1978). Pertumbuhan yang cepat pada
ternak muda dapat dipacu dengan pemberian pakan yang berkualitas tinggi dan
dalam jumlah yang cukup, tetapi untuk ternak dewasa peningkatan BB yang
terjadi sebagai akibat penimbunan lemak (Reddy, 1982).
Menurut

Edey

(1983)

bahwa

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pertumbuhan setelah disapih adalah pakan, jenis kelamin, umur dan BB saat
penyapihan serta lingkungan tempat ternak berada.
E. Pertambahan Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi
Biomassa Sawit
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu bentuk manifestasi dari
adanya pertumbuhan pada seekor ternak. Pertumbuhan terjadi karena adanya

19

penambahan jumlah sel atau hyperplasia yang selanjutnya diikuti oleh proses
penambahan ukuran hypertrophy (Anggorodi, 1979; Edey, 1983; Payne, 1988).
Pertambahan berat badan ternak sapi diperoleh dari hasil penimbangan
berat badan akhir dikurangi dengan hasil penimbangan berat badan awal (Tillman
et al, 1993).
Tua Parulian Sianipar (2009) telah mengadakan penelitian tentang efek
pelepah daun kelapa sawit dan limbah industrinya sebagai pakan terhadap
pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole dengan formulasi pakan sebagai berikut.
Tabel 2. Formulasi pakan perlakuan
Formula Pakan
P2
P3
Pelepah Kelapa Sawit
40
45
50
Bungkil Inti Sawit
30
25
25
Dedak
20
21
17
Serat Perasan
4
3
2
Molases
4
4
4
Garam
1
1
1
Urea
1
1
1
Total
100
100
100
Sumber : Tua Parulian Sianipar, 2009
Bahan Pakan

P1

Penelitian yang terdiri dari 4 macam perlakuan ini

P4
55
25
13
1
4
1
1
100
menunjukkan rataan

pertambahan berat badan tertinggi pada Perlakuan P1 (pelepah 40%) yaitu sebesar
0,82 kg/ekor/hari, sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P4 (pelepah
55%) yaitu sebesar 0,60 kg/ekor/hari.
Tabel 3. Rataan pertambahan berat badan sapi yang diberi pelepah sawit
Perlakuan
P1 (40%)
P2 (45%)
Rataan PBB 0,82 kg/ekor/ 0,71 kg/ekor/
Sapi
hari
hari
Sumber : Tua Parulian Sianipar, 2009

P3 (50%)
0,71 kg/ekor/
hari

P4 (55%)
0,60
kg/ekor/hari

20

Dari tabel hasil penelitian diatas menunjukkan terdapat perbedaan
pertambahan bobot badan dari empat perlakuan yang berbeda. Hal ini disebabkan
karena sapi yang diberi terlalu banyak pelepah kelapa sawit dan kurang atau tanpa
pakan tambahan lainnya menyebabkan sapi bisa kekurangan nutrien, baik untuk
keperluan hidup pokok maupun produksi karena pelepah kelapa sawit ini hanya
mengandung sekitar 4% protein. Hal ini sesuai dengan pendapat Devendra (1977)
yang menyatakan bahwa penggunaan pelepah daun sawit dalam pakan telah
dicobakan pada sapi pedaging dan perah dan ternyata dapat diberikan sebesar 3040% dari keseluruhan pakan. Namun pada perlakuan P2 (pelepah 45%) dan P3
(pelepah 50%) tidak terdapat perbedaan. Hal ini juga dapat terjadi karena ternak
sapi mengkonsumsi pakan yang jumlahnya tidak berbeda nyata.
Sedangkan hasil penelitian Ermin Widjaja (2000) yang memanfaatkan
solid sebagai pakan Sapi Peranakan Ongole mampu meningkatkan pertambahan
bobot badan ternak secara nyata dibandingkan yang tidak diberi solid. Sapi PO
jantan yang diberi solid segar secukupnya (ad libitum) selama 3 bulan
memberikan rata-rata PBBH 0,77 kg/ekor/hari. Sedangkan rata-rata PBBH sapi
yang tidak diberi solid hanya mencapai 0,22 kg/ekor/hari.

21

Tabel 4. Kenaikan bobot badan ternak yang diberi pakan tambahan solid
Konsumsi Pakan

BB Awal
(kg)
315,60

Rumput alam (pola petani)
Solid segar ad libitum +
211,40
rumput alam
Sumber : Ermin Widjaja, 2000

BB Akhir
(kg)
334,60

PBBH
(kg/ekor/hari)
0,22

274,40

0,77

Berdasarkan hasil penelitian tentang pemanfaatan solid sebagai pakan
ternak yang dapat dilihat hasilnya pada tabel diatas menunjukkan bahwa solid
memberikan respon positif terhadap kenaikan bobot badan sapi. Hal ini
disebabkan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan, dalam hal ini rumput
alam relatif rendah. Sapi hanya dilepas di padang penggembalaan yang umumnya
hanya ditumbuhi alang-alang tanpa diberi pakan tambahan (konsentrat). Jika
dibandingkan dengan solid yang jumlahnya melimpah dan kandungan nutrisinya
yang cukup memadai dengan kandungan protein kasar 12,63%, serat kasar 9,98%,
lemak kasar 7,12%, kalsium 0,03%, dan energi 154 kal/100g (Utomo et al., 1999)
sehingga mampu meningkatkan bobot badan ternak.
Dalam Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2013 yang
membahas hasil penelitian tentang integrasi sawit - sapi diperoleh hasil
pertambahan bobot badan pada sapi Peranakan Ongole sebagai berikut.
Tabel 5. Kenaikan bobot badan kelompok Sapi PO
Uraian
Kenaikan BB (kg/hari)

Kelas A
0,7-1,2
Postur tubuh
tegap, mata
Postur tubuh
cerah, gumba di
punggung rata
Jumlah sampel (ekor)
26 (60%)
Sumber : Sulaiman I, 2013

Kelas B
0,4-0,6

Kelas C
0,1-0,3

Postur tubuh
sedang, sorot
mata cerah

Postur tubuh
kecil, mata sayu,
gumba tidak rata

12 (28%)

5 (12%)

22

Pengamatan pertumbuhan sapi PO yang dilihat pada tabel diatas
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kenaikan bobot badan. Hal ini akibat
adanya perbedaan keseragaman bakalan sapi yang berakibat kenaikan bobot badan
harian sapi tidak seragam. Hal ini sejalan dengan Tomaszewka et al. (1993) yang
mengatakan bahwa laju pertambahan berat badan dipengaruhi oleh umur,
lingkungan, dan genetik, dimana berat tubuh awal fase penggemukan
berhubungan dengan berat dewasa.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Siswani (2010) selama 90 hari untuk
kegiatan penggemukan sapi PO jantan dengan tiga perlakuan yaitu Teknologi
Introduksi dengan komposisi pakan hijauan 5% dari bobot badan, solid 5 kg,
pelepah sawit 3 kg, dedak padi 1 kg, Teknologi Perbaikan dengan komposisi
hijauan 10% dari bobot badan, solid 3 kg, dedak padi 2 kg, Teknologi Peternak
dengan pakan hijauan 10% dari bobot badan menunjukkan hasil yang berbeda
seperti pada tabel berikut.
Tabel 6. Hasil penimbangan bobot badan Sapi PO
Perlakuan
BB awal (kg)
Teknologi Introduksi
207,00
Teknologi Perbaikan
172,67
Teknologi Peternak
190,33
Sumber : Siswani Dwi Daliani, 2010

BB akhir (kg)
248,00
229,17
225,33

PBB (kg)
0,46
0,63
0,39

Hasil pengkajian penggemukan sapi PO menunjukkan bahwa sapi PO
jantan yang diberi pakan dengan Teknologi Perbaikan menunjukkan hasil yang
tertinggi dengan rata-rata pertambahan bobot badan 0,63 kg/ekor/hari dan hasil
terendah pada pakan Teknologi Peternak dengan rata-rata pertambahan bobot
badan 0,39 kg/ekor/hari. Hasil ini menunjukkan pemberian pakan tambahan
berupa solid dan dedak padi menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih

23

baik dibandingkan dengan hanya diberi pakan hijauan saja. Hal ini didukung juga
oleh Soeparno dan Davies (1987) yang menyatakan bahwa jenis, kandungan gizi,
dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa
limbah perkebunan berbasis biomassa sawit dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ternak ruminansia yang memberikan

respon positif terhadap kenaikan bobot

badan ternak Sapi Peranakan Ongole.
B. Saran
Dari hasil perbandingan di atas, penulis menyarankan memanfaatkan
limbah perkebunan kelapa sawit sebagai pakan untuk menambah bobot badan
ternak sapi potong Peranakan Ongole.

24

DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Anonimous. 2005. Botani Aren. http//ftp.ui.edu/v12/artikel/ttg-tanamanobat/
depkes/buku1/1033.pdf.Tanggal akses29 mei 2007.
Anonimous. 2007. Potensi Sapi Peranakan Ongole. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Astuti, M. 2004. Potensi dan Keragaman Sumber Daya Genetik Sapi Peranakan
Ongole
(PO).
http://72.14.253.104/search?q=cache:bPGsomKEca8J:
peternakan.litbang.deptan.go.id/download/sapipotong/sapo04-6.pdf+sapi+
potong+ peranakan+ ongole&hl=id&ct=clnk&cd=3&gl=id diakses tanggal
18 juli 2007.
Balai Penelitian Ternak. 2003. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Vol 25 No 5, Ciawi, Bogor. http://www.balitnak@indo.net.co.id(2003)
Bambang. N. U. dan Widjaja, Ermin. 2004. Limbah Padat Pengolahan Minyak
Sawit sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. Jurnal Litbang
Penelitian, 23 (1). Palangkaraya.
Batubara, L.P., M. Boer dan S. Eliesar, 1993. Pemberian BIS/Moleses dengan
atau tanpa Mineral Dalam Ransum Kerbau. Jurnal Penelitian Peternakan
Sungai Putih, Vol 1 Nomor 3, Hal 11.
Blakely, J dan D. H. Bade.1985. Ilmu Peternakan. Edisi IV. Penerjemah B.
Srigandono. Penyunting Sudarsono. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

25

Chalidjah, M. Sariubang, P. Pongsapan, dan Prasowo. 2000. Dampak seleksi
pejantan dan perbaikan pakan terhadap bobot lahir anak sapi Bali di
padang pengembalaan. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Gowa. 3 (1):7-10.
Cole, H.H. 1966. Introduction to Livestock Production. 2nd. Ed. W. H. Foreman
and Company, San Fransisco. P. 432-449 dalam Pengaruh Kombinasi
Pemberian Pakan Silase Jerami Padi Cairan Rumen Kerbau dan Molasee
Terhadap Pertambahan Bobot Badan Sapi Peranakan Ongole.
Davis, H. L. 1983. A Course Manual in Nutrition and Growth. The Australian
University International Development Program (AUIDP). Melbourne.
Devendra, C. 1977. Utilization of Feedingstuff from Palm Oil. P.16.
Malaysian Agricultural Research and Development Institute Serdang,
Malaysia.
Edey, T. N. 1983. A Course Manual in Tropical Sheep and Goat Production.
Australian Universities International Development Program (AUIDP).
Melbourne.
Hasan, A.O. and M. Ishida, 1991. Effect of water, Molases and urea Addition Oil
Palm Frond Silage Quality Fermentation Characteristic and Palatability to
Kedaah kelantan Bulls. In proceedings of the third International
Symposium on the Nutrition of Herbivores, Penang. Malaysia.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT.
Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Hatmono, H. dan I. Hastoro. 2001. Urea Molases Blok Pakan Suplemen Ternak
Ruminansia. Trubus Agriwidya. Ungaran.
Jalaluddin, S. And R.I. Hutagalung, 1982. Feeds for Farm Animals from the Oil
Palm. University Pertanian Malaysia, Malaysia.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak
Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.
Murtidjo, B.A. 1993. Memelihara Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah.
Kanisius. Yogyakarta.
Parakkasi, A. 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminansia. Universitas
Indonesia Press, Jakarta
Payne, W. J. A. 1988. Cattle and Buffalo Meat Production in The Tropics.
Longman Scientific and Technical. USA.
Reedy, A. W. 1982. Sheep Production. Longan Scientific and Technical. England.
Safari, A.1993. Teknik Membuat Gula Aren. Karya Anda. Surabaya.
Sanford, P.C and F.G. Woodgate. 1979. The Domestic Rabbit. 3nd Edition.
Granada Publishing Inc. London.

26

Sarwono, B dan Hario, B. A. 2003. Penggemukan Sapi Secara Cepat Cet 3.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Siegar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siswani, D. D., dkk. 2010. Pengkajian Penggunaan IB pada Pembibitan Sapi
Peranakan Ongole (PO) dan Pemanfaatan Limbah Sawit (Solid dan
Pelepah) untuk Efesiensi Penggunaan Pakan Hijauan 50% pada
Penggemukan Sapi PO dalam Rangka Meningkatkan Pertambahan Bobot
Harian >10%. Laporan Akhir Tahun. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Bengkulu.
Sunanto, H. 1993. Aren Budidaya dan Multi Gunanya. Kanisius. Yogyakarta.
Susetyo. 2001. Hijauan pakan ternak. Direktorat Peternakan Rakyat, Direktorat
Jendral Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan. Volume VIII(4): 291- 301.
Tillman, A. D., H. Hartadi dan S. Reksohadiprodjo. 1998. Ilmu makanan Ternak
Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tua Parualin. 2009. Efek Pelepah Daun Kelapa Sawit dan Limbah Industrinya
sebagai Pakan terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Ongole pada Fase
Pertumbuhan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tulloh, N. M. 1978. A Course Manual in Beef Cattle Management and Economic.
Australian Vice Chancellor Comite. Australia.
Utomo, B.N., E. Widjaja, S. Mokhtar, S.E. Prabowo, dan H. Winarno. 1999.
Laporan Akhir Pengkajian Pengembangan Ternak Potong pada Sistem
Usaha Tani Kelapa Sawit. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Palangkaraya, Palangkaraya. Utomo, N.U. 2001. Potential of Oil Palm
Solid Wastes as Local Feed Resource for Cattle in Central Kalimantan,
Indonesia. MSc. Thesis, Wageningen University, The Netherlands.
Waruwu, E. 2002. Pengaruh Suplementasi Probiotik BIO-SF2 pada Pakan
Limbah Kelapa Sawit terhadap Karkas dan Panjang Usus pada Domba
Sei Putih dan Domba Lokal Sumatera, Skripsi Jurusan Peternakan USU.
Medan.
Widjaja, E., B.N. Utomo, dan R. Ramli. 2000b. Potensi limbah kelapa sawit
“solid” sebagai pakan suplemen ternak sapi. Prosiding Hasil Penelitian
dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Palangkaraya 10 Oktober 2000. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Palangkaraya, Palangkaraya. hlm.
145−154.
Widyawati, E. Dan Widalestari, Y. 1996. Limbah untuk Pakan Ternak. Tubus
Agrisorana. Surabaya.
Williamson, G. Dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

27

Zulbardi, M., M. Sitorus, Maryono, dan L. Affandy. 1995. Potensi dan
pemanfaatan pakan ternak di daerah sulit pakan. Edisi Khusus Kumpulan
Hasil-hasil Penelitian Tahun Anggaran. 1994/1995. Ternak Ruminansia
Besar. Balai Penelitian Ternak, Bogor

28