BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. - Hubungan Antara Konsep Diri Akademik Dengan Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Penghuni Asrama Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self-Regulated Learning

1. Pengertian Self-Regulated Learning

  Self-regulated learning adalah sebuah konsep mengenai bagaimana

  seseorang peserta didik menjadi regulator atau pengatur bagi belajarnya sendiri (Zimmerman & Martinez-Pons, dalam Schunk & Zimmerman,1998). Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) mengatakan bahwa self-regulation merupakan sebuah proses dimana seseorang peserta didik mengaktifkan dan menopang kognisi, perilaku, dan perasaannya yang secara sistematis berorientasi pada pencapaian suatu tujuan. Ketika tujuan tersebut meliputi pengetahuan maka yang dibicarakan adalah self-regulated learning.

  Self-regulated learning merupakan proses dimana peserta didik

  mengaktifkan pikirannya, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat mencapai tujuan khusus pendidikan (Zimmerman, Bonner & Kovach, 2003). Selain itu Schunk & Zimmermann (1998) menegaskan bahwa peserta didik yang bisa dikatakan sebagai self-regulated learners adalah yang secara metekognisi, motivasional dan behavioral aktif ikut serta dalam proses belajar. Peserta didik dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua, dan orang lain.

  Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning merupakan sebuah proses dimana peserta didik mengatur sistem pembelajarannya sendiri dengan melibatkan kognitif, afektif, dan perilakunya sehingga tujuan dari pembelajaran tercapai.

2. Perkembangan Self-regulated learning

  Schunk dan Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) mengemukakan model perkembangan self-regulated learning. Berkembangnya kompetensi self-regulated

  learning dimulai dari beberapa faktor yaitu: a.

  Pengaruh sumber sosial: Berkaitan dengan informasi mengenai akademik yang di peroleh dari lingkungan teman sebaya.

  b.

  Pengaruh lingkungan: Berkaitan dengan orang tua dan lingkungannya, sehingga peserta didik dapat menetapkan rencana dan tujuan akademiknya secara maksimal.

  c.

  Pengaruh personal atau diri sendiri. Berkaitan dengan diri sendiri peserta didik yang memiliki andil untuk memunculkan dorongan bagi dirinya sendiri untuk mencapai tujuan belajarnya. Di dalam faktor-faktor ini terdapat beberapa level berkembangnya self regulated

  learning, a.

  Level pengamatan (observasional) Peserta didik yang baru awalnya memperoleh hampir seluruh strategi- strategi belajar dari proses pengajaran, pengerjaan tugas, dan dorongan dari lingkungan sosial. Pada level pengamatan ini, sebagian peserta didik dapat menyerap ciri-ciri utama strategi belajar dengan mengamati model, walaupun hampir seluruh peserta didik membutuhkan latihan untuk menguasai kemampuan self-regulated learning.

  b.

  Level pesamaan (emultive) Pada level ini peserta didik menunjukkan performansi yang hampir sama dengan kondisi umum dari model. Peserta didik tidak secara langsung meniru model, namun mereka berusaha menyamai gaya atau pola-pola umum saja. Oleh karena itu, mereka mungkin menyamai tipe pertanyaan model tapi tidak meniru kata-kata yang digunakan oleh model.

  c.

  Level kontrol diri (self-controlled) Peserta didik sudah menggunakan dengan sendiri strategi-strategi belajar ketika mengerjakan tugas. Strategi-strategi yang digunakan sudah terinternalisasi, namun masih dipengaruhi oleh gambaran standar performansi yang ditujukan oleh model dan sudah menggunakan proses

  self-reward .

  d.

  Level pengaturan diri Level ini merupakan level terakhir dimana peserta didik mulai menggunakan strategi-strategi yang disesuaikan dengan situasi dan termotivasi oleh tujuan serta self-efficacy untuk berprestasi. Peserta didik memilih kapan menggunakan strategi-strategi khusus dan mengadaptasinya untuk kondisi yang berbeda, dengan sedikit petunjuk dari model atau tidak ada.

  Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi berkembangnya self-regulated learning adalah faktor (1). Internal, berkaitan dengan kemampuan individu memunculkan dorongan dari dalam diri sendiri, dan (2). Eksternal, berkaitan dengan dukungan orangtua, lingkungan dan informasi akademik yang diterima individu. Kemudian level perkembangan self-

regulated learning antara lain (1). Level pengamatan, (2). Level persamaan, (3).

  Level kontrol diri, (4). Level pengaturan diri.

3. Strategi Self-regulated learning

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Boerkarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) ditemukan empat belas strategi self-regulated learning sebagai berikut.

  a.

  Evaluasi terhadap diri (self evaluating) Merupakan inisiatif peserta didik dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas dan kemajuan pekerjaannya.

  b.

  Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming) Peserta didik mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan efektivitas proses belajar. Perilaku ini dapat bersifat covert dan overt.

  c.

  Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning) Strategi ini merupakan pengaturan peserta didik terhadap tugas, waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut. d.

  Mencari informasi (seeking information) Peserta didik memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas.

  e.

  Mencatat hal penting (keeping record & monitoring) Peserta didik berusaha mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari.

  f.

  Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring) Peserta didik berusaha mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik.

  g.

  Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating) Peserta didik mengatur atau membayangkan reward dan punisment bila sukses atau gagal dalam mengerjakan tugas atau ujian.

  h.

  Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing) Peserta didik berusaha mengingat bahan bacaan dengan perilaku overt dan covert . i.

  Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance) Bila menghadapi masalah yang berhubungan dengan tugas yang sedang dikerjakan, peserta didik meminta bantuan teman sebaya. j.

  Meminta bantuan guru/pengajar (seek teacher assistance) Bertanya kepada guru di dalam atau pun di luar jam belajar dengan tujuan untuk dapat membantu menyelesaikan tugas dengan baik. k.

  Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance) Meminta bantuan orang dewasa yang berada di dalam dan di luar lingkungan belajar bila ada yang tidak dimengerti yang berhubungan dengan pelajaran . l.

  Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work) Pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas yang telah dikerjakan dijadikan sumber infoemasi untuk belajar. m.

  Mengulang catatan (review notes) Sebelum mengikuti tujuan, peserta didik meninjau ulang catatan sehingga mengetahui topik apa saja yang akan di uji. n.

  Mengulang buku pelajaran (review texts book) Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukung catatan sebagai sarana belajar.

  Maka dapat disimpulkan strategi pengaturan diri antara lain adalah (a)

  

Evaluasi terhadap diri (self evaluating), (b) Mengatur dan mengubah materi pelajaran

(organizing and transforming), (c) Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting

&planning ), (d) Mencari informasi (seeking information), (e) Mencatat hal penting

(keeping record &monitoring), (f) Mengatur lingkungan belajar (envirotmental

structuring ), (g) Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating), (h)

Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing), (i) Meminta bantuan teman

sebaya (seek peer assistance), (j) Meminta bantuan guru (seek teacher assistance), (k)

Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance), (l) Mengulang tugas atau test

sebelumnya (review test /work), (m) mengulang catatan (review notes), dan (n)

mengulang buku pelajaran (review texts book).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning

  Cobb (2003) menyatakan bahwa self regulated learning dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah self efficacy, motivasi dan tujuan.

  a.

  Self efficacy

  Self efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau

  kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, atau mengatasi hambatan dalam belajar (Bandura dalam Cobb, 2003). Self efficacy dapat mempengaruhi peserta didik dalam memilih suatu tugas, usaha, ketekunan, dan prestasi. Peserta didik yang memiliki self efficacy yang tinggi akan meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self regulated learning. Peserta didik yang merasa mampu menguasai suatu keahlian atau melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk berpartisipasi, bekerja keras, lebih ulet dalam menghadapi kesulitan, dan mencapai level yang lebih tinggi.

  b.

  Motivasi Menurut Cobb (2003) motivasi yang dimiliki peserta didik secara positif berhubungan dengan self regulated learning. Motivasi dibutuhkan peserta didik untuk melaksanakan strategi yang akan mempengaruhi proses belajar. Peserta didik cenderung akan lebih efisien mengatur waktunya dan efektif dalam belajar apabila memiliki motivasi belajar. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (intrinsic) cenderung akan lebih memberikan hasil positif dalam proses belajar dan meraih prestasi yang baik. Motivasi ini akan lebih kuat dan lebih stabil/menetap bila dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar diri

  

(extrinsic) . Walaupun demikian bukan berarti motivasi dari luar diri (extrinsic) tidak penting. Kedua jenis motivasi ini sangat berperan dalam proses belajar. Peserta didik kadang termotivasi belajar oleh keduanya, misalnya mereka mengharapkan pemenuhan kepuasan atas keingintahuannya dengan belajar giat, namun mereka juga mengharapkan ganjaran (reward) dari luar atas prestasi yang mereka capai.

  c.

  Tujuan (goals) Menurut Cobb (2003) tujuan merupakan penetapan target apa yang hendak dicapai seseorang. Tujuan merupakan kriteria yang digunakan peserta didik untuk memonitor kemajuan mereka dalam belajar. Tujuan memiliki dua fungsi dalam

  

self regulated learning yaitu menuntun peserta didik untuk memonitor dan

  mengatur usahanya dalam arah yang spesifik. Selain itu tujuan juga merupakan kriteria bagi peserta didik untuk mengevaluasi performansi mereka. Efek dari tujuan tergantung atas hasil (outcomes) yang diharapkan. Hasil ini dapat dikategorikan menjadi dua orientasi yaitu: orientasi pada pembelajaran (learning) dan orientasi pada penampilan (performance). (Meece dalam Cobb, 2003) menjelaskan bahwa orientasi pada pembelajaran (learning goals) fokus pada proses pencapaian kemampuan dan pemahaman betapa pun sulitnya usaha yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan orientasi pada penampilan (performance goal) fokus pada pencapaian penampilan yang baik di pandangan orang lain atau penghindaran penilaian negatif dari lingkungan.

  Menurut Cobb (2003) learning goals menghasilkan prestasi akademik yang tinggi dan menunjukkan penggunaan strategi self-regulated learning melalui proses informasi yang mendalam (deep).

  Berdasarkan uraian di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi self-regulated learning ada tiga, yaitu (a). Self-efficacy, (b).

  Motivasi, (c). Tujuan (goal).

B. Konsep Diri Akademik

1. Pengertian Konsep Diri Akademik

  Konsep diri didefenisikan sebagai pandangan pribadi yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri (Calhoun dan Acocella, 1990). Konsep diri juga dapat diartikan sebagai penilaian keseluruhan terhadap penampilan, perilaku, perasaan, sikap-sikap, kemampuan serta sumber daya yang dimiliki seseorang (Labenne dan Greene, 1969). Demikian juga Paik dan Micheal (2002) menjelaskan konsep diri sebagai sekumpulan keyakinan-keyakinan yang kita miliki mengenai diri kita sendiri dan hubungannya dengan perilaku dalam situasi- situasi tertentu. Maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gambaran keyakinan yang dimiliki individu untuk menilai diri sendiri baik itu dari penampilan, perilaku, sikap, kemampuan serta sumber daya yang dimiliki oleh diri sendiri.

  Untuk membantu siswa dalam menampilkan seluruh potensi yang dimiliki, maka siswa perlu memiliki konsep diri yang positif, khususnya dalam konsep diri akademis (Gage & Berliner, 1990). Konsep diri akademis dapat dikatakan sebagai konsep diri yang khusus berhubungan dengan kemampuan akademis siswa.

  Skaalvik (1990) merumuskan konsep diri akademis sebagai perasaan umum individu dalam melakukan yang terbaik di sekolah dan kepuasan terhadap prestasi yang diperoleh.

  Hattie (dalam Kavale & Mostert, 2004) mendefinisikan konsep diri akademis sebagai penilaian individu dalam bidang akademis. Penilaian tersebut meliputi kemampuan dalam mengikuti pelajaran dan berprestasi dalam bidang akademis, prestasi yang dicapai individu, dan aktivitas individu di sekolah atau di dalam kelas. Huit (2004) juga menjelaskan bahwa konsep diri akademis menunjukkan seberapa baik performa individu di sekolah atau seberapa baik dirinya belajar. Menurut Byrne (dalam Marsh, 2000), konsep diri akademis merupakan salah satu komponen dalam peningkatan prestasi akademis.

  Marsh (2003) mengungkapkan bahwa konsep diri akademis dapat membuat individu menjadi lebih percaya diri dan merasa yakin akan kemampuan mereka karena sebenarnya konsep diri akademis itu sendiri mencakup bagaimana individu bersikap, merasa, dan mengevaluasi kemampuannya. Pengertian lain dari konsep diri akademik juga dikemukakan oleh Carlock (1999) yang menyatakan bahwa konsep diri akademik merupakan pandangan diri yang meliputi pengetahuan, harapan, dan penilaian individu mengenai kemampuan akademis yang dimiliki.

  Dari uraian beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri akademis merupakan pandangan diri yang meliputi pengetahuan, harapan, dan penilaian individu mengenai kemampuan akademis yang dimiliki.

2. Aspek-aspek Konsep Diri Akademik

  Carlock (1999) mengungkapkan bahwa aspek-aspek konsep diri akademik tidak berbeda dengan konsep diri, yaitu adanya pengetahuan, harapan, dan penilaian individu mengenai kemampuan akademis yang dimiliki. Ketiga aspek tersebut dijelaskan sebagai berikut: a.

  Pengetahuan Pengetahuan meliputi apa yang dipikirkan individu tentang diri sendiri.

  Dalam hal kemampuan akademis, individu dapat saja memiliki pikiran-pikiran mengenai kemampuannya tersebut, seperti pelajaran yang dikuasai, nilai, dan sebagainya (Carlock, 1999). Individu juga mengidentifikasi kemampuan dirinya dalam satu kelompok. Kelompok tersebut memberinya sejumlah informasi lain yang dimasukkannya ke dalam potret diri mentalnya. Akhirnya dalam membandingkan dirinya dengan anggota kelompok, individu menjuluki dirinya dengan orang lain.

  b. Harapan Ketika individu mempunyai satu set pandangan lain, yaitu tentang siapa dirinya, ia juga mempunyai satu set pandangan lain, yaitu tentang kemungkinan ia akan menjadi apa di masa depan. Carlock (1999) menyatakan bahwa individu memiliki harapan mengenai kemampuan akademis yang dimiliki seperti halnya harapan terhadap dirinya secara keseluruhan. Harapan atau tujuan individu, tentunya akan membangkitkan kekuatan yang mendorong dirinya untuk mengembanngkan kemampuannya tersebut. c. Penilaian individu Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya setiap hari.

  Menurut Carlock (1999) bersamaan dengan penilaian ini, misalnya saya lamban, tidak menarik, kikuk, cerdas, dan sebagainya, akan timbul perasaan-perasaan dalam diri individu terhadap dirinya sendiri. Hasil pengukuran ini disebut dengan harga diri. Jika dihubungkan dengan bidang akademisnya, menurut Marsh (2003), hal ini berarti seberapa besar individu menyukai kemampuan akademisnya.

3. Jenis-jenis Konsep Diri Akademik

  Carlock (1999) menyatakan konsep diri akademis terbagi atas konsep diri akademis positif dan konsep diri akademis negatif. Siswa yang memiliki konsep diri akademis yang positif akan membawa perasaan nyaman bagi siswa dalam menjalankan tugas belajarnya. Untuk siswa dengan konsep diri akademis negatif memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam berbuat kecurangan dalam tes daripada siswa dengan konsep diri akademis positif. Ini dikarenakan siswa yang memiliki konsep diri akademis positif umumnya cukup mampu menerima dirinya apa adanya. Mereka menyadari dengan baik kekuatan dan kelemahannya untuk berkembang dan memperbaiki diri.

C. MAHASISWA PENGHUNI ASRAMA

  Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi. Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa (Takwin, 2008). Menurut Sukadji (2001) mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di perguruan tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan akan mendapat manfaat yang sebesar-besarnya dalam pendidikan tersebut.

  Asrama merupakan bangunan tempat tinggal bagi orang-orang yang bersifat homogen (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Asrama adalah suatu tempat penginapan yang ditujukan untuk anggota suatu kelompok, umumnya murid- murid sekolah. Asrama biasanya merupakan sebuah bangunan dengan kamar- kamar yang dapat ditempati oleh beberapa penghuni disetiap kamarnya. Para penghuninya menginap di asrama untuk jangka waktu yang lebih lama daripada di hotel atau losmen.

  Alasan untuk memilih menghuni sebuah asrama bisa berupa tempat tinggal asal sang penghuni yang terlalu jauh, maupun untuk biayanya yang terbilang lebih murah dibandingkan bentuk penginapan lain, miasalnya apartemen. Menurut Ernest Burden, dormitory is a multiple-occupancy building

  which contains a series of sleeping rooms, bath rooms, and common areas (Illustrated Dictionary of Architecture).

  Maka dapat disimpulkan bahwa asrama mahasiswa adalah sebuah bangunan tempat tinggal yang ditujukan untuk suatu kelompok orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah perguruan tinggi. Sementara mahasiswa penghuni asrama adalah sekelompok orang yang belajar di perguruan tinggi, baik universitas, institusi atau akademi yang tinggal disuatu penginapan yang disediakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan.

  Universitas Sumatera Utara, sebagai salah satu perguruan tinggi negeri yang ada di Indonesia juga memiliki asrama mahasiswa. Asrama mahasiswa Universitas Sumatera Utara terdapat di dua tempat yaitu asrama putri yang terletak di Jl. Universitas dan asrama putra yang terletak di Jl. Dr. T. Mansur di lingkungan kampus Padang Bulan. Asrama ini dimaksudkan untuk mempermudah mahasiswa dalam melakukan aktifitas sehari-hari karena berada di dalam kampus.

a. Asrama Putri

  Mahasiswa yang diperkenankan tinggal di asrama putri adalah : 1)

  Mahasiswa putri program reguler jenjang S1, D4 dan D3 yang telah duduk sekurang-kurangnya di semester IV serta mempunyai IPK minimal 2,50.

  2) Mahasiswa yang ingin bertempat tinggal di asrama putri ini bersedia membayar uang pangkal Rp 50.000 serta membayar iuran setiap bulan sebesar Rp 50.000 melalui kepala asrama putri.

  3) Mahasiswa bersangkutan berasal dari orangtua yang tidak mampu serta berasal dari luar kota Medan.

  4) Mempunyai minat dan bakat khusus di bidang tertentu seperti kesenian, olahraga, organisasi intra, serta belum menikah.

b. Asrama Putra

  Mahasiswa yang diperkenankan tinggal di asrama putra adalah : 1) Mahasiswa USU dan mempunyai nomor induk (NIM tahun ajaran baru). 2) Mengisi Formulir penghuni diketahui Fakultas. 3) Berbadan sehat dibuktikan dengan surat keterangan dokter. 4)

  Menandatangani surat pernjanjian yang disetujui unit asrama mahasiswa KKB USU dan peraturan penghunian asrama mahasiswa KKB USU.

  5) Menyediakan pas photo ukuran 1,5x2 cm = 2 lembar, 3x4 = 2 lembar. 6) Membayar biaya masuk (sewa kamar Rp.75.000, uang jaminan Rp.

  150.000, uang pendaftaran Rp.15.000).

  

D. HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI AKADEMIK DENGAN

SELF-REGULATED LEARNING Self-regulated learning merupakan proses dimana peserta didik

  mengaktifkan pikirannya, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat mencapai tujuan khusus pendidikan (Zimmerman, Bonner & Kovach, 2003). Selain itu, Schunk & Zimmermann (1998) menegaskan bahwa peserta didik yang bisa dikatakan sebagai self-regulated learners adalah yang secara metekognisi, motivasional dan behavioral aktif ikut serta dalam proses belajar. Peserta didik dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua, dan orang lain.

  Self-regulated learning dapat berlangsung apabila peserta didik secara

  sistematis mengarahkan perilakunya dan kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi-instruksi, tugas-tugas, melakukan proses dan menginterpretasikan pengetahuan, mengulang-mengulang informasi untuk mengingatnya serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positifnya tentang kemampuan belajar dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya (Schunk, dalam Schunk & Zimmerman, 1998).

  Konsep self-regulated learning bukan kemampuan mental seperti intelegensi atau kemampuan akademik tetapi lebih kepada proses mengarahkan diri untuk mengubah kemampuan mental menjadi kemampuan akademik (Zimmerman dalam Schunk & Zimmerman, 1998). Individu tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar mereka secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang mereka inginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua, dan orang lain. Jika individu sudah mulai menerapkan usaha belajar secara langsung tanpa bergantung pada orang lain, maka individu sudah mampu menjadi pengatur bagi dirinya sendiri. Dengan demikian individu akan mampu mengarahkan diri pada strategi-strategi belajar yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

  Kemampuan individu untuk mengarahkan diri yang dimaksud harus diimbangi dengan pemahaman akan kelebihan dan kelemahan yang ada dalam dirinya di bidang akademik. Pandangan individu tentang bagaimana dirinya sendiri di bidang akademik inilah yang disebut dengan konsep diri akademik.

  (Calhoun dan Acocella, 1990).

  Konsep diri akademik yang dimiliki mahasiswa turut mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa, dimana jika mahasiswa memandang positif terhadap kemampuan yang dimilikinya maka mereka akan memiliki keyakinan untuk meraih prestasi. Sebaliknya jika mahasiswa memiliki pandangan yang negatif terhadap kemampuan yang dimilikinya maka mereka akan merasa tidak mampu untuk meraih prestasi (Gage & Berliner, 1988). Dalam peningkatan prestasinya, mahasiswa perlu untuk menampilkan seluruh potensi akademik yang dimiliki. Hal ini dapat tercapai apabila siswa memiliki konsep diri yang positif, khususnya dalam konsep diri akademis (Gage & Berliner, 1988). Dikaitkan dengan self

  

regulated learning hal yang sama juga dikemukakan oleh Cobb (2003), bahwa

  ada tiga faktor yang mempengaruhi self regulated learning salah satunya adalah motivasi. Jika motivasi positif berasal dari dalam diri individu cenderung akan memberikan hasil yang positif dalam proses belajar dan meraih prestasi yang baik.

  Konsep diri akademis dapat dikatakan sebagai konsep diri yang khusus berhubungan dengan akademis siswa. Konsep diri akademis dapat membuat individu menjadi lebih percaya diri dan merasa yakin akan kemampuan mereka karena sebenarnya konsep diri akademis itu sendiri mencakup bagaimana individu bersikap, merasa, dan mengevaluasi kemampuannya (Marsh, 2003).

  Pemahaman terhadap kemampuan akademis akan membawa seseorang pada pengembangan potensi yang dimiliki. Begitu juga dengan pemahaman akan kelemahan diri akan membawa diri pada peningkatan potensi dan mampu mengatasi kelemahan diri. Pemahaman terhadap kemampuan akademik yang ada dalam diri individu juga akan mempengaruhi bagaimana individu menetapkan strategi belajar yang tepat untuk diri sendiri agar tujuan dari belajar dapat tercapai.

E. HIPOTESA

  Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ada hubungan antara konsep diri akademik dengan self-regulated

  

learning mahasiswa penghuni asrama”. Hipotesis ini memiliki makna semakin

  positif konsep diri mahasiswa maka semakin baik pula kemampuan self-regulated learning mahasiswa tersebut.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

2 48 124

Hubungan Antara Konsep Diri Akademik Dengan Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Penghuni Asrama Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

5 106 108

Efektivitas Terapi Realitas untuk Meningkatkan Self Regulated Learning pada Mahasiswa Underachiever di Universitas Sumatera Utara

4 61 219

Perbedaan Self Regulated Learning antara Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja dengan yang Tidak Bekerja.

8 55 146

Hubungan antara Konsep Diri dan penyesuaian Diri dengan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Baru Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

3 78 155

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan penghuni - Kriteria Kepuasan Penghuni Hunian Sewa 9Rumah Kost) Mahasiswa di Sekitar Kawasan Universitas Sumatera Utara

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Efikasi Diri terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Singkat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara - Mekanisme Pelayanan Di Bagian Akademik Terhadap Kepuasan Mahasiswa Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Self Regulated Learning 1. Definisi Self Regulated Learning - Gambaran Strategi Self Regulated Learning Siswa Sekolah Menengah Pertama di Masyarakat Pesisir Percut Sei Tuan

0 1 17

Case Processing Summary - Hubungan Antara Konsep Diri Akademik Dengan Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Penghuni Asrama Mahasiswa Universitas Sumatera Utara

0 0 30