BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Efikasi Diri terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri

1. Definisi Efikasi Diri Efikasi diri merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu.

  Konsep efikasi diri pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Efikasi diri mengacu pada keyakinan seseorang atas kemampuannya dalam mengorganisasikan dan melaksanakan performa yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang telah ditentukan sebelumnya (Bandura, 1997). Sejalan dengan pendapat Baron dan Byrne (2006) bahwa efikasi diri adalah kepercayaan bahwa individu dapat mencapai tujuan sebagai hasil dari tindakannya sendiri. Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan oleh Schultz (2005) yang mendefinisikan efikasi diri sebagai perasaan individu terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan dalam mengatasi masalah kehidupan. Lebih tegas lagi yang diungkapkan oleh Pintrich & Schunck (1996) yang menyatakan bahwa efikasi diri merupakan pertimbangan manusia terhadap kemampuan mereka dalam mengorganisasikan dan melaksanakan rangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang sudah direncanakan.

  Bandura (1997) menguraikan ada beberapa proses psikologis yang mempengaruhi efikasi diri manusia. Proses-proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara dibawah ini:

  11 a) Proses kognitif Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya. Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadian-kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi.

  b) Proses motivasi Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori nilai-pengharapan.

  Fritson (dalam Bandura, 1997) mengatakan bahwa efikasi diri memiliki korelasi yang positif dengan keinginan yang kuat untuk sukses dalam area yang berhubungan dengan life function. Dengan keinginan yang kuat maka efikasi diri juga akan meningkat. Efikasi diri mempengaruhi atribusi penyebab. Hal ini dimaksudkan individu yang memiliki efikasi diri akademik yang tinggi menilai kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu dengan efikasi diri yang rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan.

  c) Proses afeksi Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.

  d) Proses seleksi Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Efikasi diri dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan. Berdasarkan definisi-definisi di atas, efikasi diri adalah keyakinan bahwa individu dapat mencapai tujuan dan mengatasi masalah kehidupan dengan mengorganisasikan tindakannya untuk mendapat performa yang sudah direncanakan.

2. Dimensi Efikasi Diri

  Bandura (1997) mengemukakan bahwa efikasi diri individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu : a) Tingkat (level)

  Efikasi individu dalam mengerjakan suatu tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Kemampuan seorang individu dilihat berdasarkan perwakilan tingkat tugas yang dianggap sebagai tantangan atau hambatan. Individu memiliki efikasi diri yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya.

  b) Keluasan (generality) Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap suatu atau beberapa bidang kegiatan. Penguasaan ini dapat terlihat dari kemampuan mengekpresikan dan mengatur diri yang mengarah pada tujuan yang ingin dicapai. Individu dengan efikasi diri yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas sedangkan individu yang memiliki efikasi diri yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas.

  c) Kekuatan (strength) Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Efikasi diri menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu. Efikasi diri menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.

3. Sumber-sumber Efikasi Diri

  Bandura (dalam Feist & Feist, 2010) menjelaskan bahwa efikasi diri pada individu dapat ditingkatkan atau berkurang. Peningkatan atau penurunan efikasi dipengaruhi oleh salah satu atau kombinasi dari empat sumber efikasi diri, yaitu:

  a) Pengalaman menguasai sesuatu (mastery experiences) Pengalaman menguasai sesuatu adalah sumber yang paling besar pengaruhnya terhadap efikasi diri individu karena didasarkan pada pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan efikasi diri individu meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya efikasi diri, khususnya jika kegagalan terjadi ketika efikasi diri individu belum benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan efikasi diri individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh dari keadaan luar. b) Modeling sosial (vicarious experiences) Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber efikasi dirinya. Efikasi diri juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan efikasi diri individu tersebutpada bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan sukses, maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendir dan mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan efikasi diri individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya pemahaman individu akan kemampuannya sendiri.

  c) Persuasi sosial Persuasi sosial dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang diinginkan.

  d) Kondisi fisik dan emosional Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi yang menekan cenderung dihindari.

  Informasi dari keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di atas kemampuannya.

  Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses efikasi diri meliputi proses kognitif yang memprediksi kejadian-kejadian yang berpengaruh dimasa depan, proses motivasi yang berguna untuk menetapkan keyakinan pada tindakan yang dilakukan, proses afeksi yang menentukan intensitas pengalaman emosional yang berguna untuk mengontrol kecemasan, dan proses seleksi yang bertujuan menyeleksi perilaku dan lingkungan yang tepat.

B. Mahasiswa yang Bekerja

1. Pengertian Mahasiswa

  Menurut Papalia dan Olds (2007), umur 17 atau 18 sampai dengan umur 21 tahun termasuk dalam kategori masa dewasa muda. Tugas perkembangan dewasa muda menurut Hurlock (1993), yaitu mendapatkan suatu pekerjaan, mencari pasangan hidup, belajar hidup bersama pasangan membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak, mengatur rumah tangga, menerima tanggung jawab sebagai warga negara dan bergabung dalam suatu kelompok sosial yang sesuai dengannya. Akan tetapi di Indonesia kategori umur tersebut masih belum mandiri. Pada masa ini diharapkan individu sebagai mahasiswa dapat belajar dengan baik kemudian bekerja, akan tetapi ada juga individu yang kuliah sambil bekerja, pendidikan dan pekerjaan dijalankan pada waktu yang sama.

  Kuliah merupakan bagian penting dari tahap menuju masa dewasa. Universitas atau perguruan tinggi dijadikan tempat untuk mempelajari dan meningkatkan intelektual dan pertumbuhan diri, khususnya keterampilan verbal, berpikir kritis, dan penalaran moral. Pengalaman kuliah dapat mengarahkan perubahan fundamental pada cara berpikir individu sebagai mahasiswa sekaligus sebagai pencari nafkah untuk dirinya sendiri. Individu telah memasuki ranah sudut pandangan dan ide yang luas, mereka diserang oleh ketidakpastian dalam hidup. Individu akan mengganggap hal ini hanya sementara saja dan berharap akan mendapat jawaban yang benar dari ketidakpastiannya. Seiring berjalannnya waktu mereka akan menyadari bahwa opini mereka maupun orang lain memiliki kebenaran (valid), bahkan orang tua dan guru tidak dapat mengajari cara menemukan makna atau nilai dalam sistem dan kepercayaan yang rumit tersebut, semua itu akan dipelajarinya sendiri pada masa ini. Selanjutnya mereka akan melihat bahwa semua pengetahuan dan nilai saling berkaitan. Akhirnya mereka dapat membuat keputusan sendiri dan memilih kepercayaan dan nilai meskipun terdapat ketidakpastian di dalamnya, dan mengenal kemungkinan lain yang valid.

  Menurut Sarwono (2003), mahasiswa adalah kelompok pelajar yang sudah menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah umum/kejuruan kemudian mendaftar dan diterima di universitas.

2. Bekerja

  Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

  pasal 1 ayat (3), pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Waktu kerja penuh menurut UU No. 13 tahun 2003 pasal 77 ayat (1), yaitu setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan kerja. Ayat (2) yaitu waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu (Marbun, 2013).

  Berdasarkan ketentuan kerja di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa bekerja sambilan atau bekerja sampingan adalah pekerja yang melakukan kerja dalam waktu kurang dari 40 jam selama 1 minggu. Mahasiswa yang bekerja dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang melakukan suatu kerja dan menerima upah atau imbalan berupa uang dengan ketentuan waktu kerja kurang dari 40 jam seminggu.

C. Prestasi Akademik

1. Pengertian Prestasi Akademik

  Chaplin (2008) dalam bukunya menyatakan bahwa prestasi adalah sesuatu yang telah dicapai. Secara akademis, prestasi merupakan suatu tingkat khusus dari kesuksesan karena mempelajari tugas-tugas, atau tingkat tertentu dari keahlian dalam tugas akademis yang dinilai oleh pembimbing atau pengajar dengan tes yang dibakukan. Menurut Djamarah (2002), prestasi adalah suatu kegiatan belajar berupa serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

  Sejalan dengan dengan pendapat Suryabrata (1994), prestasi akademik adalah hasil penilaian belajar untuk mengetahui sejauh mana peserta didik berusaha belajar dan berlatih.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik

  Suryabrata (2002) menyatakan ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi akademik seorang peserta didik, yaitu: a. Faktor yang berasal dari luar diri peserta yang disebut faktor eksternal. Faktor eksternal ini meliputi:

  (a) Faktor non-sosial Contohnya: keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat, peralatan yang dipakai dalam proses belajar akan mempengaruhi prestasi akademik peserta didik.

  (b) Faktor sosial Misalnya ketika sedang ujian, suara kendaraan yang lalu lalang membuat peserta didik tidak dapat berkonsentrasi menjawab pertanyaan ujian, hal ini tentu mempengaruhi prestasi akademik peserta didik.

b. Faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik yang disebut faktor internal.

  Faktor internal ini meliputi: (a) Faktor fisiologis Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor jasmani dan keadaan fungsi fisiologis peserta didik. Faktor jasmani, misalnya peserta didik belajar dalam keadaan lapar, tentu akan menganggu konsentrasinya saat belajar daripada ketika dalam keadaan tidak lapar. Saat belajar, fungsi fisiologis harus bekerja baik, misalnya mata, jika saat mengerjakan soal ujian peserta didik kurang tidur sehingga matanya merah, berair, dan kabur, tentu hal itu akan mempengaruhi prestasi akademik peserta didik tersebut.

  (b) Faktor psikologis Ada beberapa hal yang mendorong peserta didik untuk belajar dan berprestasi, yaitu: 1) Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia 2) Adanya sifat kreatif dan keinginan untuk maju 3) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman 4) Adanya rasa aman bila menguasai pelajaran

  

5) Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar, dll.

  3. Indikator Prestasi Akademik Muhibbin (2010) menyatakan bahwa salah satu indikator untuk mengukur prestasi akademik yang dicapai oleh mahasiswa adalah melalui IPK

  (Indeks Prestasi Kumulatif). Sesuai dengan pendapat Azwar (2004) bahwa prestasi atau keberhasilan belajar dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator- indikator, salah satunya berupa IPK. IPK sering digunakan sebagai prediktor utama kemampuan mahasiswa. IPK yang rendah memiliki dampak yang kurang menguntungkan bagi mahasiswa, yakni mahasiswa tidak dapat menyelesaikan studinya tepat waktu dan bisa dikeluarkan dari perguruan tinggi karena nilai IPK yang tidak mencukupi (Nugrahasanti, 2006). Rentang IPK dan predikat yang berlaku di Universitas Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 1.

  Tabel 1. Kategorisasi IPK

  IPK Predikat 0,00-1,99 Tidak Memuaskan 2,00-2,75 Memuaskan 2,76-3,50 Sangat Memuaskan 3,51-4,00 Cumlaude (tidak melebihi batas waktu studi dan tidak ada nilai D)

  (Sumber: Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Psikologi USU tahun 2008) Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa prestasi akademik dapat diukur melalui IPK. IPK adalah hasil penilaian yang diperoleh dari hasil tes, tugas-tugas kuliah, dan keaktifan mahasiswa di dalam kelas.

D. Pengaruh Efikasi Diri terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa yang Bekerja Efikasi adalah kemampuan pengaturan diri yang ada dalam diri individu.

  Tingkat motivasi, keadaan afeksi, dan tindakan seorang individu lebih didasarkan pada apa yang diyakininya daripada kenyataan yang ada. Efikasi diri ini dimiliki oleh setiap individu, akan tetapi kadarnya berbeda dalam tiap diri individu. Efikasi diri merupakan kemampuan generatif pada sub keahlian kognitif, sosial, emosional, dan perilaku yang terorganisasi dan secara efektif tersusun untuk mencapai tujuan tertentu. Pada mahasiswa yang menjalani perkuliahan sambil melakukan pekerjaan sampingan, efikasi diri ini sangat penting. Mahasiswa yang bekerja harus memiliki keyakinan bahwa keputusan yang telah ditetapkannya akan memiliki akhir yang baik sehingga mahasiswa tersebut akan melakukan berbagai tindakan yang mendukung dan atau mendorong agar tujuan yang ditetapkannya tercapai. Ketika mahasiswa memutuskan untuk bekerja, dia harus yakin pada dirinya bahwa dia bisa mengikuti kegiatan perkuliahan sambil melakukan pekerjaan sampingan dengan baik. Hal ini sangat penting karena ketika mahasiswa tersebut yakin, maka dia akan bisa belajar membagi waktu untuk belajar dan bekerja sampingan sehingga kegiatan ekstra yang dilakukan tidak membuat prestasi yang dimiliki mahasiswa tersebut menurun. Ada beberapa pekerjaan sampingan yang umumnya dilakukan oleh mahasiswa, yaitu menjual pulsa, makanan, pakaian, menjaga toko, menjadi guru les, tutor, asisten laboratorium, dll. Semua pekerjaan sampingan itu dapat dilakukan karena waktunya yang fleksibel sehingga ketika ada tugas yang mengharuskan mahasiswa untuk terjun ke lapangan, mahasiswa tersebut bisa melakukannya tanpa mengganggu pekerjaan sampingannya tersebut.

  Efikasi diri ini memiliki tiga dimensi, yakni dimensi tingkat (level), keluasaan (generality), dan kekuatan (strength). Pada dimensi tingkat (level), individu yakin dapat mengerjakan suatu tugas dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Individu yang memiliki keyakinan yang tinggi akan cenderung memilih tugas yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, ataupun tugas-tugas yang membutuhkan kompetensi yang tinggi. Pada mahasiswa yang bekerja, pemilihan keputusan untuk menjalani perkuliahan sambil bekerja merupakan suatu tugas yang membutuhkan kompetensi yang tinggi sehingga individu tersebut memiliki keyakinan positif pada dimensi ini. Ketika seorang mahasiswa bekerja, dia akan menghadapi dua tantangan yakni tantangan dalam menghadapi tugas dan kegiatan dalam perkuliahan serta tantangan dalam melakukan kerja sampingan. Kedua tantangan ini memiliki tingkat kesulitan yang berbeda, tergantung dengan materi tugas yang diberikan oleh dosen dan juga jenis pekerjaan sampingan yang dikerjakan oleh mahasiswa tersebut. Jika mahasiswa ini memiliki keyakinan diri yang kuat, maka ia akan sanggup mengerjakan dan menyelesaikan beberapa tugas perkuliahan sekaligus sebelum tenggat waktu tugas tersebut berakhir serta bisa mengerjakan pekerjaan sampingan lainya tanpa memiliki kendala yang berarti. Misalnya ketika dia sedang mengerjakan laporan kegiatan perkuliahan, tiba-tiba ada temannya yang ingin membeli pulsa atau menanyakan tentang harga produk yang dijualnya, mahasiswa tersebut bisa dengan tenang memberikan respon tanpa harus mengganggu penyelesaian laporan yang sedang dibuatanya.

  Pada dimensi ke dua, yakni keluasan (generality), berkaitan dengan penguasaan individu terhadap suatu bidang atau beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yakin dapat menggunakan satu atau beberapa keahlian yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas. Pada mahasiswa yang bekerja, kemampuan untuk menguasai beberapa bidang sekaligus menjadi penting karena adanya peran atau tugas yang harus dikerjakan pada suatu waktu yang bersamaan. Misalnya ketika ada beberapa tugas perkuliahan yang menumpuk, maka mahasiswa yang bekerja ini akan mencoba menyesuaikan diri dengan cara membagi waktu untuk mengerjakan tugas serta menguasai materi perkuliahan sembari melakukan melakukan pekerjaan sampingannya. Selain harus memahami dan menguasai materi perkuliahan, mahasiswa ini juga harus memahami dan menguasai kekurangan dan kelebihan pekerjaan sampingan yang dikerjakannya agar dapat menyeimbangkan diri saat melakukan kedua hal tersebut dalam waktu yang bersamaan. Apabila keyakinan yang dimiliki mahasiswa ini tinggi maka ia akan berusaha menguasai dan mengerjakan tugasnya sebaik mungkin agar tidak terjadi kesalahan di dalam tugas-tugas yang dikerjakannya walaupun sambil melakukan pekerjaan sampingan.

  Sedangkan pada dimensi yang ke tiga (strength), yakni kekuatan, menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan invidu terhadap keyakinannya. Individu yang memiliki keyakinan tinggi terhadap hal yang diyakininya akan berusaha melakukan segala sesuatu yang mendukung tercapainya tujuan tersebut, maka dari itu diimensi ini dapat dilihat dari hasil yang telah dicapai individu. Pada mahasiswa yang bekerja, keputusan untuk berkuliah sambil kerja pasti disertai dengan harapan bahwa kedua kegiatan terserbut bisa berhasil sehingga untuk mencapai keberhasilan tersebut mahasiswa ini harus berusaha sebaik mungkin menjalani semua kegiatan kuliah dan melakukan pekerjaan sampingan secara bersamaan. Hasil akhir dari keyakinan mahasiswa ini dapat dilihat melalui Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang dicapai oleh mahasiswa tersebut. Misalnya, mahasiswa bekerja yang memiliki keyakinan tinggi akan berusaha mengerjakan segala tugas perkuliahan dari yang sederhana sampai yang paling rumit dan melakukan pekerjaan sampingan walaupun pada waktu yang bersamaan. Kemudian mahasiswa tersebut akan menggunakan keahlian-keahlian yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut sehingga keahlian-keahlian yang dia miliki akan secara tidak langsung terasah dan akhirnya akan membuat mahasiswa tersebut terampil dalam menggunakan keahlian-keahlian yang dimilikinya. Dalam proses-proses ini akan terlihat seberapa kuatnya atau mantapnya keyakinan yang dimiliki mahasiswa dalam menjalani perkuliahannya. Hasil yang dapat dilihat secara jelas dalam menjalani perkuliahannya adalah IPK mahasiswa tersebut.

  Prestasi akademik merupakan sebuah indikator keberhasilan seorang mahasiswa dalam menjalankan perkuliahannya. Suryabrata (1994)

  mendefenisikan prestasi akademik adalah hasil penilaian belajar untuk mengetahui sejauh mana peserta didik berusaha belajar dan berlatih. Hal ini dapat dilihat melalui Indeks Prestasi yang dicapai oleh mahasiswa tersebut. Ketika seorang mahasiswa tidak mampu dalam memenuhi setiap tuntutan dalam proses perkuliahan, maka seorang mahasiswa mulai merasa cemas atau mengalami tekanan yang akan berdampak pada menurunnya prestasi akdemik. Tuntutan untuk mencapai prestasi akademik yang memuaskan juga disebabkan oleh lapangan pekerjaan yang menjadikan prestasi akademik sebagai salah satu indikator utamanya. Oleh sebab itu, mahasiswa yang menjalani perkuliahan sambil bekerja harus mempunyai keyakinan diri yang tinggi untuk dapat menjalani perkuliahan dan pekerjaan secara bersamaan tanpa mengesampingkan yang lainnya.

  Berdasarkan verbatim dari proses pengamatan di dalam lapangan terhadap beberapa subjek, peneliti mendapatkan hasil yang berbeda. Pada subjek pertama, individu mendapatkan prestasi akademik yang baik, dilihat dari hasil studinya, meskipun individu melakukan pekerjaan sampingan berupa mengajar les dan menjual pulsa sembari melakukan perkuliahan. Sedangkan subjek kedua, individu memutuskan untuk berhenti kuliah dan memilih untuk melakukan pekerjaan sampingan karena merasa tertekan dengan tuntutan perkuliahan yang semakin lama semakin banyak. Dari komunikasi personal di atas, diperoleh bahwa keyakinan individu terhadap keputusan yang diambil berbeda-beda. Berdasarkan uraian di atas, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh efikasi diri terhadap prestasi akademik pada mahasiswa USU yang bekerja.

E. Hipotesis Penelitian

  Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “adanya pengaruh efikasi diri terhadap prestasi akademik pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang bekerja.”

Dokumen yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Suara - Penerapan Perintah Suara Berbahasa Indonesia untuk Mengoperasikan Perintah Dasar di Windows

0 1 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kolaborasi 2.1.1 Defenisi Kolaborasi - Analisis Kepuasan Perawat Dalam Pelaksanaan Kolaborasi Perawat-Dokter Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

1 2 14

Lampiran 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN Pengaruh Latihan Fleksibilitas Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Di Klinik Ginjal Dan Hipertensi Rasyida Medan

0 0 30

BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1 Konsep Remaja 2.1.1 Defenisi Remaja - Perkembangan Psikososial Remaja Pasca Erupsi Gunung Sinabung di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 1 13

Pengendalian Nyeri (Pain Control) pada Pasien Kanker Kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 33

Pengendalian Nyeri (Pain Control) pada Pasien Kanker Kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 21

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Mahasiswa Sarjana Keperawatan Kelas Reguler Menjalani Pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

0 1 34

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Motivasi Mahasiswa Sarjana Keperawatan Kelas Reguler Menjalani Pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Gambaran Tingkat Depresi pada Lansia di Desa Ulunuwih Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah

0 0 23

Pengaruh Efikasi Diri terhadap Prestasi Akademik pada Mahasiswa Universitas Sumatera Utara yang Bekerja

0 1 26