BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan - Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Jampersal di Wilayah Kerja Puskesmas Parongil Kabupaten Dairi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

  Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama di suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan masyarakat. Dalam mengambil tindakan untuk mengobati atau mencegah penyakit, biasanya seseorang merasakan ia rentan terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain, tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul apabila seseorang telah merasakan bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.

  Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan proses pendayafungsian layanan kesehatan oleh masyarakat. Menurut Levey dan Loomba (1973), yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat (Ilyas, 2003).

  Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di masyarakat terutama di negara sedang berkembang sangat bervariasi (Ilyas, 2003).

  Menurut Green dalam Notoatmojo (2007) faktor keputusan pasien untuk tetap memanfaatkan jasa pelayanan medis yang ditawarkan rumah sakit tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu :

  1. Predisposing Factors Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.

  2. Enabling Factors Faktor ini adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor ini adalah keterampilan, sumber daya pribadi dan komunitas. Seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan dan perundangan.

  3. Reinforcing Factors Faktor ini adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien, penguat berasal dari perawat, dokter, pasien lain dan keluarga. Apakah penguat positif atau negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan, yang sebagian diantaranya lebih kuat daripada yang lain dalam memengaruhi perilaku.

  Kotler (2003) dalam Apsari (2006) menerjemahkan bahwa beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan oleh konsumen. Faktor pertama adalah marketing

  

stimuli . Faktor ini terdiri dari product, price, place dan promotion. Faktor kedua

  adalah stimuli lain yang terdiri dari technological, political, cultural. Dua faktor ini akan masuk dalam buyer box yang terdiri dari buyer characteristic yang memiliki variabel cultural, social, personal, dan psychological serta buyer decision process yang merupakan proses yang terjadi saat seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi suatu produk.

  Menurut Dever (1984) bahwa beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan antara lain :

  1. Faktor yang berhubungan dengan pemberi pelayanan Faktor ini berhubungan dengan karakteristik pemberi pelayanan kesehatan, misalnya perilaku dan kemampuan dokter, petugas kesehatan atau non kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan pasien, lingkungan kerja, jenis dan jumlah tenaga kesehatan tambahan, pekerja lain, peralatan dan penggunaan peralatan yang inovatif.

  2. Faktor Sosiokultural Faktor ini merupakan faktor sosial budaya yang terdiri dari teknologi dan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat.

  3. Faktor yang berhubungan dengan organisasi Faktor ini yang berhubungan dengan struktur dan proses yang memengaruhi proses dari pelayanan kesehatan, yaitu interaksi antara pasien dan penyedia pelayanan kesehatan. Hal ini meliputi ketersediaan sumber daya, akses geografi, akses sosial serta proses pelayanan kesehatan.

  4. Akses yang berhubungan dengan konsumen Menurut Donabedian dalam Dever bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan interaksi antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan yang dipengaruhi oleh faktor sosiokultural, faktor organisasi, faktor yang berhubungan dengan konsumen, faktor yang berhubungan dengan pemberi pelayanan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan perilaku seseorang dalam mencari pelayanan kesehatan terutama dalam persepsi individu atau masyarakat tentang sehat- sakit. Orang yang berpenyakit (having a desease) dan orang yang sakit (having a

  

illness ) adalah dua hal yang berbeda. Berpenyakit adalah suatu kondisi patologis yang

obyektif, sedangkan sakit adalah persepsi individu terhadap konsep sehat-sakit.

  Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit maka timbul berbagai macam perilaku dan usaha termasuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan karena persepsi mereka yang berbeda tentang sakit.

  Menurut Andersen faktor-faktor yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan meliputi :

  1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda yang digolongkan atas : a.

  Demografi Variabel demografi terdiri dari umur dan jenis kelamin. Menurut Notoatmojo (2003) menyatakan bahwa variabel-variabel sosiodemografi digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator fisologis yang berbeda (umur, jenis kelamin) dan siklus hidup (status perkawinan dan jumlah keluarga) dengan asumsi bahwa perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan, penggunaan pelayanan kesehatan akan berhubungan dengan variabel-variabel tersebut.

  b.

  Struktur Sosial Variabel struktur sosial terdiri dari pendidikan, pekerjaan, etnis, hubungan sosial dan kebudayaan. Variabel tingkat pendidikan, pekerjaan dan kesukuan mencerminkan keadaan sosial dari individu atau keluarga dalam masyarakat. Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini yang ditentukan oleh lingkungan sosial, fisik dan psikologis. Individu- individu yang berbeda etnis/suku, pekerjaan atau tingkat pendidikan mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan bereaksi terhadap kesehatan mereka.

  c. Kepercayaan terhadap Kesehatan Variabel kepercayaan terdiri dari sikap, nilai dan pengetahuan yang membuat individu peduli dan mencari pelayanan kesehatan.

  2. Faktor pemungkin (enabling factors) yang menjelaskan bahwa meskipun individu mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, tidak akan memanfaatkannya kecuali mampu memperolehnya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung pada kemampuan dan kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi anggota keluarganya. Yang termasuk karakteristik ini adalah : a.

  Sumber keluarga ( family resources), yang meliputi :

  1. Pendapatan keluarga, cakupan asuransi kesehatan dan pihak-pihak lain yang membiayai individu atau keluarga dalam mengkonsumsi pelayanan kesehatan.

  2. Lamanya waktu tempuh, jauhnya jarak tempuh.

  Lokasi pelayanan kesehatan adalah penting diperhatikan oleh pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan memengaruhi pencari pelayanan kesehatan.

  b. Sumber daya masyarakat (community resources), yang meliputi tersedianya pelayanan kesehatan bisa mencakup :

  • Tersedianya fasilitas yang memadai di pelayanan kesehatan.
  • Fasilitas pelayanan kesehatan yang baik akan memengaruhi sikap dan perilaku pasien, pengadaan fasilitas pada pelayanan kesehatan akan menciptakan perasaan sehat, aman dan nyaman.
  • Kualitas pelayanan kesehatan yang diterima.

  Pemanfaatan akan meningkat apabila masyarakat bebas dari masalah kesehatan mereka, kecepatan dan kemudahan dalam mendapatkan pelayanan (pelayanan yang cepat, tidak berbelit-belit dan mudah dimengerti) juga pelayanan personil (pelayanan dokter, perawat, bidan maupun tenaga non kesehatan) yang diterima oleh pengguna pelayanan kesehatan. Pelayanan personil dapat berupa pelayanan profesional maupun keramahan dan daya tanggap terhadap pasien juga kerjasama yang terdapat antara petugas kesehatan.

  • Biaya kesehatan sangat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya harga yang tinggi pada pelayanan kesehatan akan menyebabkan penurunan permintaan.

  Biaya atau tarif yang terjangkau

  • Informasi dapat berupa pengalaman pribadi di masa lalu, keluarga ataupun teman pada saat mendapatkan perawatan kesehatan atau informasi yang perlu diketahui oleh pasien dari dokter atau tenaga kesehatan yang sangat memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan

  Informasi medis yang diperlukan

  c. Kemungkinan lainnya, yang meliputi : faktor genetik dan karakteristik psikologis

3. Faktor kebutuhan (need factors)

  Faktor pemungkin dan faktor predisposisi dapat terwujud menjadi tindakan pencarian pengobatan apabila tindakan tersebut dirasakan sebagai kebutuhan.

  Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi : a.

  Kebutuhan yang dirasakan (perceived need) yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan pasien.

  b.

  Evaluated/clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

2.2 Puskesmas

  Puskesmas adalah kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan dijangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Kemenkes,2004).

2.2.1 Kegiatan Pokok Puskesmas

  Puskesmas melakukan upaya kesehatan masyarakat sebagai bentuk usaha pembangunan kesehatan dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok. Ada 6 upaya kesehatan wajib (basic six) yang harus dilaksanakan oleh puskesmas, yaitu upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan upaya pengobatan.

2.2.2 Indikator Keberhasilan Puskesmas

  Dalam mengukur keberhasilan Puskesmas, dinas kesehatan Kabupaten/Kota secara rutin menetapkan target atau standar keberhasilan masing-masing program.

  Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan mulai diterapkan tahun 2003 yang disesuaikan dengan Millenium Development Goal’s (MDG’s). SPM Bidang Kesehatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target Tahun 2010 – Tahun 2015: a. Pelayanan Kesehatan Dasar

  1. Cakupan kunjungan Ibu hamil K4 95 % padaTahun 2015

  2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 % pada Tahun 2015

  3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90% pada Tahun 2015

  4. Cakupan pelayanan nifas 90% pada Tahun 2015

  5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yangditangani 80% pada Tahun 2010

  6. Cakupan kunjungan bayi 90%, pada Tahun 2010

  7. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100% pada Tahun 2010

  8. Cakupan pelayanan anak balita 90% padaTahun 2010;

  9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24 bulan keluarga miskin100 % pada Tahun 2010

  10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada Tahun 2010

  11. Cakupan Penjaringan kesehatan siswa SD dansetingkat 100 % pada Tahun 2010

  12. Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010

  13. Cakupan penemuan dan penanganan penderitapenyakit 100% pada Tahun 2010

  14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015

  b. Pelayanan Kesehatan Rujukan

  1. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015

  2. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota 100 % pada Tahun 2015

  c. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa /KLB

  1. Cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam 100% pada Tahun 2015 d. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

  1. Cakupan Siaga Aktif 80% pada Tahun 2015 (Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 741/Menkes/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

2.3 Jampersal

2.3.1 Pengertian Jampersal

  Untuk menjamin terpenuhinya hak hidup sehat bagi seluruh penduduk termasuk penduduk miskin dan tidak mampu, pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang dapat memberikan kemudahan pembiayaan kepada seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan melalui kebijakan Jampersal. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2562/MENKES/PER/XII/2012 tentang Petunjuk Teknis Jampersal bahwa dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan angka dan mempercepat pencapaian MDG’s telah ditetapkan kebijakan bahwa setiap ibu yang melahirkan, biaya persalinannya ditanggung oleh pemerintah melalui Jampersal.

  Pada dasarnya Jampersal adalah perluasan kepesertaan dari jamkesmas dan tidak hanya mencakup masyarakat miskin saja. Manfaat yang diterima oleh penerima manfaat Jampersal terbatas pada pelayanan pemeriksaan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan.

  Peraturan Jampersal telah dilaksanakan sejak Tahun 2011 dikuatkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 631/MENKES/PER/III/2011, tetapi dikarenakan masih butuhnya perbaikan dalam pelaksanaan Jampersal tersebut maka peraturan tersebut diperbaiki tahun 2012 demi kemajuan pelaksanaan Jampersal di Indonesia.

2.3.2 Tujuan Jampersal

  2.3.2.1 Tujuan Umum

  Meningkatnya akses terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB.

  2.3.2.2 Tujuan Khusus

  a. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

  b. Meningkatnya cakupan pelayanan :

  • bayi baru lahir
  • KB pasca persalinan
  • Penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten

  c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel.

2.3.3 Sasaran Jampersal

  Sesuai dengan tujuan Jampersal yaitu untuk menurunkan AKI dan AKB, maka sasaran Jampersal dikaitkan dengan pencapaian tujuan Jampersal tersebut.

  Sasaran yang dijamin oleh Jampersal adalah : 1.

  Ibu hamil 2. Ibu bersalin

3. Ibu nifas (sampai 42 hari setelah melahirkan) 4.

  Bayi baru lahir (sampai dengan 28 hari) Sasaran yang dimaksud di atas adalah kelompok sasaran yang berhak mendapat pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan persalinan baik normal maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk mencegah AKI dan AKB dari suatu proses persalinan.

2.3.4 Manfaat Jampersal

  Manfaat pelayanan Jampersal meliputi : 1.

  Pemeriksaan Kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini mengacu pada buku pedoman KIA, dimana selama hamil ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi : a.

  1 kali pada triwulan pertama b.

  1 kali pada triwulan kedua c. 2 kali pada triwulan ketiga

  Pemeriksaan kehamilan yang jumlahnya melebihi frekuensi di atas pada tiap- tiap triwulan tidak dibiayai oleh program ini. Penyediaan obat-obatan, reagensia dan bahan yang habis pakai diperuntukkan bagi pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas dan KB pasca salin serta komplikasi yang mencakup seluruh sasaran ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir menjadi tanggung jawab Pemda atau Dinas Kesehatan Kab/Kota.

  Pada Jaminan Persalinan dijamin penatalaksanaan komplikasi kehamilan antara lain : a.

  Penatalaksanaan abortus imminen, abortus inkompletus dan missed abortion b. Penatalaksanaan mola hidatidosa c. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum d. Penanganan kehamilan Ektopik terganggu e. Hipertensi dalam kehamilan, pre eklamsi dan eklamsi f. Perdarahan pada masa kehamilan g.

  Decompensatio cordis pada kehamilan h. Pertumbuhan janin terhambat (PJT) : tinggi fundus tidak sesuai dengan usia kehamilan i.

  Penyakit lain sebagai komplikasi kehamilan yang mengancam nyawa

  2. Penatalaksanaan Persalinan a.

  Persalinan per vaginam

  • Persalinan per vaginam normal
  • Persalinan per vaginam melalui induksi
  • Persalinan per vaginam dengan tindakan
  • Persalinan per vaginam dengan komplikasi
  • Persalinan per vaginam dengan kondisi bayi kembar Persalinan per vaginam dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED dan/atau RS.

  b.

  Persalinan per abdominam

  • Seksio sesarea elektif (terencana), atas indikasi medis
  • Seksio sesarea segera (emergensi), atas indikasi medis
  • Seksio sesarea dengan komplikasi (perdarahan, robekan jalan lahir, perlukaan jaringan sekitar rahim, dan sesarean histerektomi) c.

  Penatalaksanaan komplikasi persalinan

  • Perdarahan - Eklampsia - Retensio plasenta
  • Penyulit pada persalinan
  • Infeksi - Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu bersalin d.

  Penatalaksanaan bayi baru lahir

  • Perawatan esensial neonatus atau bayi baru lahir
  • Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan komplikasi (asfiksia, BBLR, infeksi, ikterus, kejang, RDS)

  e. Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan

  • Persalinan normal dirawat inap minimal 1 (satu) hari
  • Persalinan per vaginam dengan tindakan dirawat inap minimal 2 hari
  • Persalinan dengan penyulit post section-caesaria dirawat inap minimal 3 hari

  3. Pelayanan Nifas (PNC) Pelayanan nifas (PNC) sesuai standar yang dibiayai oleh program ini ditujukan bagi ibu dan bayi baru lahir yang meliputi pelayanan ibu nifas, pelayanan bayi baru lahir, dan pelayanan KB pasca salin. Pelayanan nifas diintegrasikan antara pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir dan pelayanan KB pasca salin. Tata laksana asuhan PNC merupakan pelayanan ibu dan bayi baru lahir sesuai dengan Buku Pedoman KIA. Pelayanan bayi baru lahir dilakukan pada saat lahir dan kunjungan neo natal.

  Pelayanan ibu nifas dan bayi baru lahir dilaksanakan 4 kali, masing-masing 1 kali pada : a. Kunjungan pertama untuk Kf1 dan KN1 ( 6 jam s/d hari ke 2)

  b. Kunjungan kedua untuk KN2 (hari ke 3 s/d hari ke 7

  c. Kunjungan ketiga untuk Kf2 dan KN3 ( hari ke 8 s/d hari ke 28)

  d. Kunjungan keempat untuk Kf3 ( hari ke 29 s/d hari ke 42) Pada Jaminan Persalinan dijamin penatalaksanaan komplikasi nifas antara lain:

  a. Perdarahan

  b. Sepsis

  c. Asfiksia

  d. Ikterus

  e. BBLR

  f. Kejang

  g. Abses/infeksi diakibatkan oleh komplikasi pemasangan alat kontrasepsi

  h. Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu dan bayi baru lahir sebagai komplikasi persalinan.

  4. Keluarga Berencana (KB)

  A. Jenis pelayanan KB Pelayanan KB pasca salin antara lain : a.

  Kontrasepsi mantap ( Kontap) b.

  IUD, Implan c. Suntik

  B. Tata laksana pelayanan KB dan ketersediaan alokon Sebagai upaya untuk pengendalian jumlah penduduk dan keterkaitannya dengan Jampersal, maka pelayanan KB pada masa nifas perlu mendapatkan perhatian. Tata laksana pelayanan KB mengacu pada Pedoman Pelayanan KB dan KIA dan diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap) sedangkan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) KB ditempuh dengan prosedur sebagai berikut : a. Pelayanan KB di fasilitas kesehatan dasar :

  1. Alat dan obat kontrasepsi (alokon) disediakan oleh BKKBN terdiri dari

  IUD, Implan dan suntik

  2. Puskesmas membuat rencana kebutuhan alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan KB di Puskesmas maupun dokter/bidan praktik mandiri yang ikut program Jampersal. Selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola program keluarga berencana di Kabupaten/Kota setempat.

  3. Dokter dan bidan praktik mandiri yang ikut program Jampersal membuat rencana kebutuhan alokon untuk pelayanan KB dan kemudian diajukan permintaan ke Puskesmas yang ada di wilayahnya.

  4. Puskesmas setelah mendapatkan alokon dari SKPD Kabupaten/Kota yang mengelola program KB selanjutnya mendistribusikan alokon ke dokter dan bidan praktik mandiri yang ikut program Jampersal sesuai usulannya.

  5. Besaran jasa pelayanan KB diklaimkan pada program Jampersal.

  b. Pelayanan KB di fasilitas kesehatan lanjutan : 1.

  Alat dan obat kontrasepsi (alokon) disediakan oleh BKKBN 2. Rumah sakit yang melayani Jampersal membuat rencana kebutuhan alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan KB di rumah sakit tersebut dan selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola program KB di Kabupaten/Kota setempat.

3. Jasa pelayanan KB di pelayanan kesehatan lanjutan menjadi bagian dari penerimaan menurut tarif INA CBG’s.

2.3.5 Landasan Hukum Jampersal

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286) ;

  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan - Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355) ;

  3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400) ;

  4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan

  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) ;

  5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) ; sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844):

  6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) ;

  7. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456) ;

  8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063) ;

  9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) ;

  10.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737) ;

  11.Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara.

  12.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585).

  13.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 501).

  14.Peraturan menteri Kesehatan Nomor 903/Menkes/Per/V2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat.

2.3.6 Tata Laksana Pelayanan Kesehatan

  Pelayanan Jampersal diselenggarakan dengan pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan dan prinsip portabilitas. Dengan demikian Jampersal tidak mengenal batas wilayah. Fasilitas kesehatan adalah institusi pelayanan kesehatan sebagai tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, TNI/POLRI dan swasta.

  Puskesmas Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah puskesmas yang mempunyai kemampuan dalam memberikan pelayanan obstetrik (kebidanan) dan bayi baru lahir emergensi dasar. Rumah Sakit Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) adalah rumah sakit yang mempunyai kemampuan dalam memberikan pelayanan obstetrik (kebidanan) dan bayi baru lahir emergensi komprehensif.

  Adapun ruang lingkup pelayanan Jampersal terdiri dari : a. Pelayanan persalinan tingkat pertama

  Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB pasca salin) tingkat pertama.

  Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED (untuk kasus-kasus tertentu), serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta (bidan, dokter, klinik, rumah bersalin) yang memiliki Perjanjian Kerja Sama ( PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.

  Jenis pelayanan Jampersal di tingkat pertama meliputi : 1. Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali 2.

  Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir 3. Pertolongan persalinan normal 4. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit per vaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED

5. Pelayanan nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan

  KIA dengan frekuensi 4 kali 6. Pelayanan KB pasca persalinan serta komplikasinya 7. Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya b.

  Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi kegawatdaruratan kebidanan dan neo natal tidak diperlukan surat rujukan. Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan terencana atas indikasi ibu dan janin/bayinya.

  Pelayanan tingkat lanjutan untuk rawat jalan diberikan di poliklinik spesialis rumah sakit, sedangkan rawat inap diberikan di fasilitas perawatan kelas III di rumah sakit pemerintah dan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.

  Jenis pelayanan persalinan di tingkat lanjutan meliputi : 1. Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti) 2.

  Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.

  3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan.

  4. Pemeriksaan pasca persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti) 5.

  Penatalaksanaan KB pasca salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi.

  c.

  Pelayanan Persiapan Rujukan Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

  1. Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena keterbatasan SDM, keterbatasan peralatan dan obat-obatan.

  2. Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan.

  3. Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan.

  Fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta seperti Bidan Praktik Mandiri, Klinik Bersalin, Dokter praktik yang berkeinginan ikut serta dalam program ini harus mempunyai Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK atas nama Pemerintah Daerah setempat yang mengeluarkan ijin praktiknya. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan baik pemerintah maupun swasta harus mempunyai Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota yang diketahui oleh tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Provinsi.

2.3.7 Pencairan/Klaim

  Pembayaran atas pelayanan Jampersal dilakukan dengan cara klaim. Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani sasaran Jampersal dari luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal sasaran Jampersal tersebut. Tim Pengelola Jamkesmas Pusat dapat melakukan realokasi dana antar kabupaten/kota, dengan mempertimbangkan penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan dengan ketersediaan dana yang ada secara nasional.

2.3.8 Pendanaan

  Pendanaan Jampersal merupakan bagian integral dari pendanaan Jamkesmas, sehingga pengelolaannya pada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan Kab/Kota tidak dilakukan secara terpisah baik untuk pelayanan tingkat pertama/pelayanan dasar maupun untuk pelayanan tingkat lanjutan/rujukan. Pengelolaan dana Jamkesmas di pelayanan tingkat pertama atau pelayanan dasar dilakukan oleh Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola Jamkesmas Tingkat Kabupaten/Kota sedangkan pelayanan tingkat lanjutan/rujukan dilakukan oleh RS. Ketentuan Umum Pendanaan :

  1. Pendanaan Jamkesmas dan Jampersal di pelayanan dasar dan pelayanan rujukan merupakan belanja bantuan sosial (bansos) bersumber APBN yang dimaksudkan untuk mendorong pencapaian program, percepatan pencapaian MDG’s 2015 serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan termasuk persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

  2. Dana belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah dana yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan dan rujukan pelayanan dasar peserta Jamkesmas, pelayanan persalinan serta rujukan resiko tinggi persalinan peserta Jamkesmas dan masyarakat sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan sebagai penerima manfaat jaminan.

  3. Dana Jampersal di pelayanan kesehatan dasar disalurkan ke rekening Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, terintegrasi (menjadi satu kesatuan) dengan dana Jamkesmas.

  4. Setelah dana tersebut disalurkan Kementerian Kesehatan ke rekening Dinas Kesehatan sebagai penanggung jawab program tersebut berubah menjadi dana peserta Jamkesmas dan masyarakat penerima manfaat Jampersal.

  5. Dana Jamkesmas dan Jampersal yang disalurkan sebagaimana pada poin 1 s/d 4 di atas, bukan bagian dari dana transfer daerah ke Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga penggunaan dana tersebut tidak melalui Kas Daerah (Perdirjen Perbendaharaan Nomor : Per-21/PB/2011). Setelah hasil verifikasi klaim dibayarkan sebagai penggantian pelayanan kesehatan, maka status dana menjadi pendapatan fasilitas kesehatan untuk daerah yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD), sedangkan bagi fasilitas kesehatan daerah yang sudah menerapkan PPK-BLUD, pendapatan tersebut merupakan pendapatan lain-lain PAD yang sah, selanjutnya pemanfaatannya mengikuti ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

  6. Pembayaran pelayanan persalinan dan KB bagi peserta Jamkesmas maupun penerima manfaat Jampersal di pelayanan dasar dan di pelayanan rujukan oleh fasilitas kesehatan dilakukan dengan mekanisme “klaim”.

  7. Jasa pelayanan KB di pelayanan kesehatan dasar diklaimkan pada Tim pengelola Jamkesmas dan BOK di Dinas Kesehatan sesuai dengan besaran yang ditetapkan, sedangkan jasa pelayanan KB di pelayanan lanjutan mengikuti pola pembayaran INA-CBG’s.

  Pengorganisasian kegiatan Jampersal dimaksudkan agar pelaksanaan manajemen kegiatan Jampersal dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pengelolaan kegiatan Jampersal dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam pengelolaan Jampersal dibentuk Tim Pengelola di tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Pengelolaan kegiatan Jampersal terintegrasi dengan kegiatan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan BOK.

2.4 Penelitian Lain tentang Jampersal

  Melalui Jurnal Penelitian dengan judul Pengaruh Program Jampersal terhadap Pemilihan Tempat dan Penolong Persalinan di Desa Nagrak Kecamatan Ciater kabupaten Subang diketahui bahwa sebanyak 20% persalinan di desa tersebut masih ditolong oleh dukun dan 45% dilakukan di rumah karena alasan ekonomi. Hasil penelitian tersebut didapat bahwa pengetahuan tempat persalinan 60% kurang, tentang penolong persalinan 56,7% baik, dan tentang Jampersal 60% baik. Sebelum ada program Jampersal 60% ibu hamil memilih bersalin di rumah dan 57% memilih ditolong dukun. Setelah ada program Jampersal 46,67% ibu memilih bersalin di polindes dan 66,67% memilih ditolong bidan desa. Kesimpulan penelitian ini program Jampersal memiliki pengaruh yang bermakna pada pemilihan tempat persalinan pada ibu hamil di Desa Nagrak.

  Melalui Jurnal Penelitian dengan Judul Evaluasi Pelaksanaan Jampersal di Kota Semarang didapat hasil bahwa sebagian besar Bidan Swasta tidak mau ikut Program Jampersal karena proses klaim yang berbelit dan susah. Hal ini berbeda dengan proses klaim sebelum dilaksanakannya Jampersal.

2.5 Landasan Teori

  Menurut Andersen dalam Notoatmojo (2007) faktor-faktor yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan meliputi :

  1. Faktor predisposisi (predisposing factors), yang menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda yang digolongkan atas : a.

  Demografi Variabel demografi terdiri dari umur dan jenis kelamin. Menurut Notoatmojo (2003) menyatakan bahwa variabel-variabel sosiodemografi digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator fisologis yang berbeda (umur, jenis kelamin) dan siklus hidup (status perkawinan dan jumlah keluarga) dengan asumsi bahwa perbedaan derajat kesehatan, derajat kesakitan, penggunaan pelayanan kesehatan akan berhubungan dengan variabel-variabel tersebut.

  b.

  Struktur sosial Variabel struktur sosial terdiri dari pendidikan, pekerjaan, etnis, hubungan sosial dan kebudayaan. Variabel tingkat pendidikan, pekerjaan dan kesukuan mencerminkan keadaan sosial dari individu atau keluarga dalam masyarakat.

  Penggunaan pelayanan kesehatan adalah salah satu aspek dari gaya hidup ini yang ditentukan oleh lingkungan sosial, fisik dan psikologis. Individu-individu yang berbeda etnis/suku, pekerjaan atau tingkat pendidikan mempunyai kecenderungan yang tidak sama dalam mengerti dan bereaksi terhadap kesehatan mereka.

  c. Kepercayaan terhadap kesehatan Variabel kepercayaan terhadap kesehatan terdiri dari sikap, nilai dan pengetahuan yang membuat individu peduli dan mencari pelayanan kesehatan.

  2. Faktor Pemungkin (enabling factors) yang menjelaskan bahwa meskipun individu mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, tidak akan memanfaatkannya kecuali mampu memperolehnya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung pada kemampuan dan kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi anggota keluarganya. Yang termasuk karakteristik ini adalah : a.

  Sumber keluarga ( family resources), yang meliputi :

  1. Pendapatan keluarga, cakupan asuransi kesehatan dan pihak-pihak lain yang membiayai individu atau keluarga dalam mengkonsumsi pelayanan kesehatan.

  2. Lamanya waktu tempuh, jauhnya jarak tempuh.

  Lokasi pelayanan kesehatan adalah penting diperhatikan oleh pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan memengaruhi pencari pelayanan kesehatan. b.

  Sumber daya masyarakat (community resources), yang meliputi tersedianya pelayanan kesehatan bisa mencakup :

  1. Tersedianya fasilitas yang memadai di pelayanan kesehatan.

  2. Fasilitas pelayanan kesehatan yang baik akan memengaruhi sikap dan perilaku pasien, pengadaan fasilitas pada pelayanan kesehatan akan menciptakan perasaan sehat, aman dan nyaman.

  3. Kualitas pelayanan kesehatan yang diterima.

  Pemanfaatan akan meningkat apabila masyarakat bebas dari masalah kesehatan mereka, kecepatan dan kemudahan dalam mendapatkan pelayanan (pelayanan yang cepat, tidak berbelit-belit dan mudah dimengerti) juga pelayanan personil (pelayanan dokter, perawat, bidan maupun tenaga non kesehatan) yang diterima oleh pengguna pelayanan kesehatan. Pelayanan personil dapat berupa pelayanan profesional maupun keramahan dan daya tanggap terhadap pasien juga kerjasama yang terdapat antara petugas kesehatan.

  4. Biaya atau tarif yang terjangkau.

  Biaya kesehatan sangat memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya harga yang tinggi pada pelayanan kesehatan akan menyebabkan penurunan permintaan.

  5. Informasi medis yang diperlukan.

  Informasi dapat berupa pengalaman pribadi di masa lalu, keluarga ataupun teman pada saat mendapatkan perawatan kesehatan atau informasi yang perlu diketahui oleh pasien dari dokter atau tenaga kesehatan yang sangat memengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan.

  c. Kemungkinan lainnya, yang meliputi : faktor genetik dan karakteristik psikologis.

3. Faktor kebutuhan (need factors)

  Faktor pemungkin dan faktor predisposisi dapat terwujud menjadi tindakan pencarian pengobatan, apabila tindakan tersebut dirasakan sebagai kebutuhan.

  Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi : a.

  Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan pasien.

  b.

  Evaluated/clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

  2. 6 Kerangka Konsep

  Berdasarkan latar belakang teori di atas maka dapat disusun kerangka konsep penelitian : Variabel Independen Variabel Dependen

  Faktor Predisposisi :

  • Umur - Sikap - Pendidikan - Kepercayaan - Pengetahuan Faktor Pemungkin : Pemanfaatan Pelayanan - Pelayanan bidan Jampersal - Fasilitas Faktor Kebutuhan :
  • Kebutuhan ibu bersalin

Dokumen yang terkait

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Jampersal di Wilayah Kerja Puskesmas Parongil Kabupaten Dairi

5 67 131

Pengaruh Faktor Predisposisi, Faktor Pendukung Dan Faktor Kebutuhan Terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan Pada Ibu Bersalin Di Wilayah Kerja Puskesmas Binjai Serbangan Kabupaten Asahan

3 52 118

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung dan Kebutuhan Ibu Balita terhadap Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Alue Bilie Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya

0 31 129

Pengaruh Faktor Sosiodemografi dan Psikologis Pasien serta Faktor Penyedia Pelayanan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Poli Gigi dan Mulut di Puskesmas Buhit Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

2 49 128

Pengaruh Faktor Predisposisi, Kebutuhan dan Pemungkin Ibu Hamil terhadap Pemanfaatan Antenatal Care (ANC) di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Limun Kota Medan

12 76 133

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin Dan Kebutuhan Terhadap Pemanfaatan Sarana Pelayanan Antenatal Oleh Ibu Hamil Di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2010

0 49 98

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan - Hubungan Faktor Sosiodemografi dan Sosiopsikologi terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek di Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama PT. Jamsostek (Pers

0 0 31

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perilaku - Pengaruh Perilaku Ibu Balita Dan Dukungan Keluarga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi Dasar Di Wilayah Kerja Puskesmas Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

0 0 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfatan Pelayanan Kesehatan - Pengaruh Kepercayaan dan Kebutuhan Masyarakat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon terhadap Pemanfaatan RSUD Parapat

0 0 27