BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis - Pola Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Pada Pasien Anak TB Paru Rawat Jalan di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari-Juni 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TB)

  2.1.1 Pengertian Tuberkulosis

  kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1889. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai BTA. Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab (Depkes RI, 2005).

  Cara penularan penyakit melalui batuk atau bersin pasien TB yang BTA positif mengeluarkan kuman-kuman ke udara sekitarnya dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman TB tersebut dapat bertahan di udara selama beberapa jam dan orang lain terinfeksi jika droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan (Amin, 2006).

  2.1.2 Sifat-Sifat Tuberkulosis

  TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil. Basil ini membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk dapat menyebabkan anak sakit atau membunuhnya. Penyakit TB biasanya menahun kecuali pada bayi, mungkin dapat meninggal dengan cepat. Adapun sifat-sifat dari TB pada anak ialah: a.

  Dapat menyerang segala bagian tubuh. Paling sering menyerang paru - paru, kelenjar getah bening, dan selaput otak (meningen, tulang dan ginjal) (Misnadiarly, 2006).

  b.

  Menyebabkan timbulnya keluhan sedikit, sebelum anak tersebut sakitnya i.

  Perut: nyeri, bengkak, pembesaran limpa atau hati. ii.

  Dada: batuk, mengi atau nyeri. iii.

  Anggota gerak: pembengkakan sendi, nyeri pada saat berjalan, kekakuan. iv.

  Tulang belakang: kekakuan atau bengkak. v.

  Kulit: luka atau nyeri. Anak-anak Afrika yang terkena TB sering kehilangan pigmentasi kulit (Jhon, 2002).

2.1.3 Cara Penularan Tuberkulosis

  Ada beberapa cara seorang anak dapat tertular atau terinfeksi penyakit TB dengan cara: a.

  Dari batuk atau sputum orang dewasa Ketika seorang dewasa mengalami batuk, maka akan meyebabkan percikan cairan ludah yang dikeluarkan ke udara. Jika seorang tersebut mengidap TB pada parunya, maka banyak terdapat tetesan ludah yang mengandung basil. Percikan ludah yang besar jatuh ke tanah sedangkan yang lebih kecil tidak terlihat. Di luar ruangan atau dalam ruangan dengan ventilasi yang baik percikan ludah kecil akan terbawa oleh gerakan udara, tetapi dalam ruang tertutup seperti di dalam rumah dan tempat kecil percikan akan terdapat dalam udara dan bertambah banyak sesuai dengan frekuensi batuk. Setiap orang yang satu ruangan dengan orang yang terkena TB dan bernapas dengan udara yang sama, maka akan memiliki resiko menghirup kuman TB, yang sering terjadi seorang anak yang terinfeksi dan infeksi berasal dari anggota keluarga atau tetangga dekat.

  Makanan atau susu TB dapat mengenai anak lewat makanan atau minuman susu dan infeksi dapat dimulai dari mulut atau usus. Susu dapat mengandung TB bovis pada sapi di daerah yang mengandung penyakit TB dan susu tidak dididihkan sebelum digunakan dapat menyebabkan infeksi primer dalam usus atau seringkali pada tonsil.

  c.

  Sentuhan kulit Kulit yang utuh akan tahan terhadap penyakit TB, tetapi bila terdapat robekan atau luka, TB dapat masuk dan terjadi infeksi sebagaimana yang terjadi pada paru-paru. Dapat diperkirakan, infeksi kulit akan banyak mengenai permukaan wajah atau kaki, tetapi hal ini sering dilupakan karena banyak cara penularan yang dimungkinkan untuk terkena TB, terutama bila kelenjar getah bening terdekat membesar (Jhon, 2002).

  Cara penularan lain yang sering adalah melalui saluran napas yang dikenal sebagai droplet infection dimana basil TB dapat masuk sampai alveolar

  sac . Penularan mudah terjadi bila terjadi hubungan erat dan lama dengan

  penderita TB paru yang aktif, yakni golongan penderita yang disebut open . Penularan lain yaitu dengan debu yang mengandung basil TB yang

  case berterbangan di udara (Amin, 1989).

  2. 2 Uji Tuberkulosis

  Uji TB yang sering digunakan adalah tes tuberkulin intradermal (Mantoux) yaitu dengan menyuntikkan tuberkulin sebanyak 0,1 ml secara intrakutan, pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah tuberkulin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik 26-27 G. Jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan ke atas dan ujungnya dimasukkan kebawah permukaan kulit, maka akan terbentuk satu gelembung berdiameter 6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml disuntikkan dengan tepat dan cermat (Anderson, 2005).

  Uji tes tuberkulin untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam sesudah penyuntikkan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut yaitu dalam cahaya yang terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk, yang harus dicatat dari reaksi ini adalah diameter indurasi dalam satuan milimeter. Indurasi dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi (meraba daerah tersebut dengan jari tangan). Tidak adanya indurasi sebaiknya dicatat sebagai 0 mm bukan negatif (Anderson, 2005).

  Interpretasi tes kulit menunjukkan adanya berbagai tipe reaksi. Daerah indurasi sebesar 5 mm atau lebih dianggap reaksi positif pada kelompok tertentu dan mencerminkan adanya sensitivitas yang berasal dari infeksi dengan basil. Daerah indurasi yang diameternya sebesar 10 mm atau lebih juga diklasifikasikan positif pada kelompok tertentu, sedangkan indurasi sebesar 15 mm atau lebih adalah positif pada semua orang dengan faktor resiko TB yang tidak diketahui. Reaksi positif terhadap tes tuberkulin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu terdapat penyakit secara klinis. Namun, tes ini adalah alat diagnostik penting dalam mengevaluasi seorang pasien dan juga berguna untuk menentukan prevalensi infeksi TB pada masyarakat (Anderson, 2005).

  rontgen thorax untuk menunjukan infeksi Mycobacterium tuberculosis secara akurat (Sinta, dkk., 2010).

  Pemeriksaan mikrobiologis dengan apusan bakteri dan pembiakan dalam medium juga dapat digunakan sebagai salah satu uji TB, tetapi uji ini kurang efektif dan efisien karena memerlukan waktu sangat lama sekitar 6-8 minggu untuk melihat pertumbuhan bakteri pada medium. Oleh karena itu, dibutuhkan uji yang lebih akurat seperti uji diagnostik molekular berbasis PCR. Uji diagnostik molekular secara garis besar dilakukan dengan pengambilan sampel dari dahak (sputum), selaput paru, atau biopsi kelenjar yang membesar, isolasi DNA, amplifikasi DNA dengan PCR, elektroforesis gel (Sinta, dkk., 2010).

2.3 Pengobatan

  Pencegahan penyebaran penyakit infeksi pada orang sehat dilakukan dengan vaksinasi yaitu vaksin BCG (Basil Calmette Guerin). Vaksin BCG dalam pengobatan infeksi ini dikenal dasar pengobatan seperti berikut: a.

  Pengobatan preventif, dengan memakai obat tunggal, diberikan kepada penderita yang secara subklinis terinfeksi dengan basil TB, memberikan tes kutan positif atau yang telah berkontak dengan penderita TB aktif. b.

  Pengobatan terhadap penderita yang secara klinis terinfeksi TB, dengan memberikan kombinasi obat untuk mencegah kemungkinan terjadi populasi mutan M. tuberculosis yang resisten terhadap obat antimikroba yang digunakan tunggal (Wattimena, 1991).

  Prinsip dasar pengobatan TB pada anak tidak berbeda dengan pada orang dewasa, tetapi ada beberapa hal yang memerlukan perhatian: a.

  Pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari.

  b.

  Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

  Susunan paduan obat TB anak adalah 2HRZ/4HR yaitu tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z) selama 2 bulan diberikan setiap hari (2HRZ) dan tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR).

  Pemantauan kemajuan pengobatan pada anak dapat dilihat antara lain dengan terjadinya perbaikan klinis, naiknya berat badan, dan anak menjadi lebih aktif dibanding dengan sebelum pengobatan (Depkes RI, 2005).

2.3.2 Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Pada Anak

  Prinsip dasar pengobatan TB pada anak tidak berbeda dengan orang dewasa, tetapi ada beberapa hal yang memerlukan perhatian yaitu pemberian obat pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari, dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak. Jenis-jenis OAT pada anak, yaitu isoniazid, rifampisin dan pirazinamid (Depkes, 2005).

  2.3.2.1 Isoniazid

  Isoniazid merupakan obat antituberkulosis yang kuat, dengan cepat dapat menembus semua jaringan dan luka serta kerjanya tidak dipengaruhi oleh pH. Efek samping tidak biasa terjadi tetapi pada neuropati perifer mungkin vitamin B-6 sehari sampai 10 mg. Pemberian vitamin B-6 dosis besar, mungkin akan menetralkan aktivitas antibakteri isoniazid. Hepatitis jarang terjadi meskipun kemungkinan dapat timbul. Isoniazid juga dapat menyebabkan terjadi reaksi hipersensitivitas, dengan disertai demam. Dosis untuk anak, fase intensif 10mg/kg dan fase lanjutan 15mg/kg (Sartono, 2005).

  Mekanisme kerja, pengaruhnya terhadap proses biosintesis lipid, protein, asam nukleat dan glikolisis merupakan aksi utama isoniazid untuk menghambat biosintesis asam mikolat, suatu konstituen penting dalam dinding sel mycobacteri. Perubahan pada biosintesis senyawa-senyawa di atas karena terbentuk kompleks enzim obat yang tidak aktif. Inaktivitas enzim ini terjadi melalui mekanisme perubahan nikotinamida dalam enzim oleh isoniazid.

  Konsentrasi rendah obat ini mungkin dapat menghambat proses perpanjangan molekul prazat asam lemak bakteri (Wattimena, 1991).

  2.3.2.2 Rifampisin

  Rifampisin merupakan obat yang sangat ampuh terhadap TB. Dosis untuk anak sehari 15mg/kg, kecuali meningitis 20mg/kg. Per oral dengan cepat akan terabsorbsi dan dikeluarkan dari tubuh perlahan-lahan melalui empedu. Muka merah disertai gatal dan berair dapat terjadi dalam waktu 2-3 jam setelah menelan obat, yang berlangsung selama beberapa jam. Efek samping ini akan hilang sendiri, meskipun pemberian obat diteruskan (Sartono, 2005).

  Masalah reaksi hati yang disebabkan oleh penggunaan rifampisin, lebih sedikit pada anak dibandingkan dengan pada orang dewasa. Selain itu juga pengobatan. Dosis untuk anak fase intensif 10 mg/kg dan fase lanjutan 15 mg/kg (Sartono, 2005).

  Mekanisme dari rifampisin yaitu menghambat RNA-polimerase yang tergantung pada DNA dari mycobacteri dan beberapa mikroorganisme, dimana terjadi penekanan inisiasi pembentukan rantai dalam sistesis RNA. Tempat kerja lebih spesifik obat ini adalah pada subunit

  β pada kompleks enzim yang bersangkutan. Penggunaan rifampisin pada konsentrasi tinggi untuk menginhibisi enzim bakteri dapat pula sekaligus menginhibisi sintesis RNA dalam mitokondria mamalia (Wattimena, 1991).

2.3.2.3 Pirazinamid

  Relatif pirazinamid merupakan obat antituberkulosis yang kuat, dan digunakan per oral. Daya kerjanya ampuh dalam lingkungan pH 5-5,5. Efek samping utama yang dapat terjadi ialah kerusakan hati. Pirazinamid tidak digunakan jika hati dan ginjal rusak atau terganggu fungsinya. Dosis untuk anak, fase intensif 35 mg/kg dan fase lanjutan 50 mg/kg atau seminggu 2 kali 750 mg (Sartono, 2005).

  Pirazinamid dapat diabsorbsi dengan baik dari saluran cerna. Konsentrasi puncak dapat tercapai setelah kira-kira dua jam. Pemberian secara oral sebanyak satu gram setelah dua jam konsentrasi dalam plasma kira-kira 45mcg/ml setelah 15 menit. Distribusinya baik ke seluruh tubuh. Ekskresi berlangsung terutama melalui filtrasi glomerulus dan ekskresi ini cepat.

  Konsentrasi dalam urin dapat ditemukan antara 50-100 mcg/ml setelah tubuh menjadi asam pirazinoat dan kemudian dihidroksilasi menjadi asam 5- hidroksipirazinoat yang merupakan produk ekskresi utama. Waktu paruh eliminasinya antara 10-16 jam (Wattimena, 1991).

2.4 Rumah Sakit Haji Medan

  Sejak awal tahun 1960-an sudah mulai terdengar suara-suara dari kalangan Umat di Sumatera utara, khususnya di Kotamadya Medan yang mendambakan sebuah rumah sakit yang benar-benar bernafaskan Islam (Chotimah, 2008).

  Pada tanggal 28 Februari 1991 di Jakarta, Presiden Republik Indonesia menandatangani Prasasti untuk keempat Rumah Sakit Haji, yakni Jakarta, Surabaya, Ujung Pandang dan Medan. Melalui Surat Keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara No. 445.05/712.K, tanggal 7 Maret 1991 dibentuk Panitia Pembangunan Rumah Sakit Haji Medan dan akhirnya diletakkan batu pertama pembangunan Rumah Sakit Haji Medan oleh Bapak Menteri Agama Republik Indonesia (Bapak H. Munawir Sjadzali) dan Bapak Gubernur Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 11 Maret 1991 (Chotimah, 2008).

  Kemudian pada tanggal 4 Juli 1992 Rumah Sakit Haji Medan diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto dan pada tanggal 15 Juli 1992 telah mulai melaksanakan pelayanan kesehatan pada masyarakat umum dan Jemaah Haji Embarkasi Bandara Polonia Medan (Chotimah, 2008).

  Fasilitas yang disediakan Rumah Sakit Haji Medan untuk pasien yang ingin rawat jalan, antara lain: poliklinik bedah, poliklinik kebidanan dan mata, poliklinik kulit dan kelamin, poliklinik syaraf, poliklinik jiwa, poliklinik paru, poliklinik gigi, poliklinik THT, poliklinik jantung, poliklinik fisioterapi, poliklinik orthopedi, klinik VCT (Voluntary Conseling and Testing), Instalasi Gawat Darurat (IGD) (Chotimah, 2008).

  Fasilitas yang disediakan Rumah Sakit Haji Medan untuk pasien yang ingin rawat inap, antara lain: kelas utama A, kelas utama B, kelas I-A, kelas I- B, kelas II, kelas III, ruang ICU, ranjang bayi (Chotimah, 2008).

  Pelayanan penunjang yang disediakan Rumah Sakit Haji Medan untuk para pasien, antara lain: rehabilitasi medis, farmasi, ambulance, laundry, dapur atau kitchen, incenerator, kerohanian (Chotimah, 2008).

Dokumen yang terkait

Profil Penggunaan Obat Anti Diare Pada Pasien Anak Rawat Rawat Jalan Di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari 2012 - Juni 2012

42 227 58

Pola Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Pada Pasien Anak TB Paru Rawat Jalan di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari-Juni 2012

13 104 92

Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Tentang Tuberkulosis Paru dengan Keteraturan Minum Obat Anti Tuberkulosis Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Poli Paru RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2011

0 49 84

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis - Implementasi Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas Pijorkoling Kota Padangsidimpuan tahun 2015

1 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis - Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Pekerjaan dengan Kejadian Tuberkuloso Paru di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun 2015

0 0 22

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1. Tuberkulosis (TB) Paru 2.1.1. Definisi TB Paru - Korelasi Konsep Diri dengan Kepatuhan Pasien TB Paru dalam Menjalani Pengobatan di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam

0 0 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tuberkulosis - Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Pada Balita yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010-2012

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Tuberkulosis 2.1.1 Pengertian - Hubungan Perilaku Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan Penderita TB Paru di Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2013

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Definisi antibiotik - Profil Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat Jalan Penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari – Juni 2012

0 0 16

Pola Penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Pada Pasien Anak TB Paru Rawat Jalan di Rumah Sakit Haji Medan Periode Januari-Juni 2012

1 4 46