BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Penerapan Balanced Scorecard Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

  Landasan teori diperlukan dalam penelitian karena merupakan alat untuk menjelaskan dan memprediksi realita atau fenomena yang diteliti. Landasan teori juga berfungsi untuk memperjelas masalah yang diteliti, sebagai dasar untuk merumuskan hipotesi, dan sebagai referensi untuk menyusun instrument penelitian (Sugiono,2008). Teori yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan pengaruh penerapan balanced scorecard terhadap kinerja pegawai pada sektor public yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan.

2.1.1. Pengertian dan Konsep Balanced Scorecard

  Balanced Scorecard terdiri dari 2 suku kata yaitu balanced (berimbang) dan kartu nilai (scorecard). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan (Mulyadi, 2001). Maksud dari kartu nilai untuk mengukur kinerja personil yang dibandingkan dengan kinerja yang direncanakan, serta dapat digunakan sebagai evaluasi. Maksud dari berimbang (balanced) adalah kinerja personil diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non- keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Karena itu jika kartu skor personil digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan, personil tersebut harus memperhitungkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non-keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja bersifat internal dan kinerja eksternal.

  Definisi balanced scorecard menurut Kaplan dan Norton (1996) adalah suatu kerangka kerja baru untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari starategi perusahaan. Balanced scorecard tidak hanya menggunakan ukuran kinerja keuangan masa lalu, tetapi juga memperkenalkan pendorong kinerja masa depan. Pendorong kinerja yang dimaksud adalah prespektif pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta pertumbuhan yang diturunkan dari proses penerjemahan strategi perusahaan yang dilaksanakan secara eksplisit dan ketat ke dalam berbagai tujuan dan ukuran yang nyata.

  Balanced scorecard memberi para eksekutif perusahaan suatu kerangka kerja yang komprehensif untuk menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang terpadu.

  Balanced Scorecard, merupakan metode penilaian yang dianggap sangat mutahir saat ini dan mampu diterapkan pada lembaga publik maupun lembaga privat. Pengukuran kinerja perusahaan yang modern dengan mempertimbangan empat perspektif (yang saling berhubungan) yang merupakan penerjemahan strategi dan tujuan yang diingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka panjang, yang kemudian diukur dan dimonitor secara berkelanjutan (Mahsun,2006). Balanced Scorecard merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh Robert Kaplan (Harvard Business School) dan David Norton (Renaissance Solution, Inc.). Pengakuan atas beberapa kelemahan dan ketidakjelasan dari pendekatan pengukuran kinerja keuangan sebelumnya. Balanced Scorecard menyajikan sebuah perspektif yang jelas sebagaimana sebuah perusahaan harus mengukur supaya tercapai keseimbangan perspektif keuangan. Balanced scorecard menekankan bahwa semua ukuran financial dan nonfinansial harus menjadi bagian sistem informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan.

  Balanced Scorecard pada awalnya memang ditujukan untuk memperluas area pengukuran kinerja organisasi swasta yang berorientasi pada profit.

  Pendekatan ini mengukur kinerja berdasarkan aspek finansial dan non finansial yang dibagi dalam empat perspektif, yaitu :

  1. Perspektif Keuangan Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian target keuangan. Perspektif keuangan memberikan petunjuk apakah strategi organisasi, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan. Tujuan financial menggambarkan tujuan jangka panjang pada pengembalian investasi yang tinggi, dengan penerapan balanced scorecard dapat membantu tercapainya tujuan yang penting ini.Balanced scorecard dapat membuat tujuan financial menjadi eksplisit dan dapat disesuaikan untuk setiap unit organisasi dalam berbagai tahap pertumbuhan dan siklus hidup yang berbeda. Jadi perspektif financial lebih berhubungan dengan peningkatan profitabilitas, pengembalian aktiva dan pendapatan, ini membuktikan adanya hubungan yang kuat antara balanced scorecard dengan tujuan unit organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

  Dengan balanced scorecard dapat menjelaskan strategi unit organisasi yang dimulai dengan tujuan finansial jangka panjang, keterkaitan antara tujuan dengan urutan tindakan yang harus diambil di dalam proses finansial, pelanggan, proses internal, pekerja, dan sistem dalam rangka mencapai kinerja ekonomi jangka panjang yang diinginkan.

  2. Perspektif Pelanggan.

  Perspektif pelanggan merupakan faktor-faktor seperti customer satisfaction, customer retention, customer profitability, dan market share . Perspektif pelanggan balance scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi ke dalam tujuan yang spesifik yang berkenaan dengan pelanggan dan segmen untuk dikomunikasikan ke seluruh organisasi. Selain untuk memuaskan dan menyenangkan pelanggan, para manajer unit organisasi harus menterjemahkan pernyataan misi dan strategi ke dalam tujuan yang disesuaikan dengan pasar dan pelanggan yang spesifik. Dalam balanced scorecard unit organisasi melakukan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang akan dimasuki. Mengidentifikasi berbagai segmen pasar, baik dalam populasi pelanggan yang ada saat ini maupun pelanggan yang potensi dan kemudian memilih segmen mana yang akan dimasuki. Mengidentifikasi nilai yang akan diberikan kepada segmen sasaran menjadi kunci dalam pengembangan tujuan dan ukuran perspektif pelanggan.

  3. Perspektif Proses Internal Perspektif proses bisnis internal, para manajer mengidentifikasi berbagai proses penting yang harus dikuasai organisasi dengan baik agar mampu memenuhi tujuan para pemegang saham dan segmen pelanggan sasaran. Dengan balanced scorecard tuntutan kinerja proses internal ditentukan berdasarkan harapan pihak eksternal tertentu. Suatu organisasi biasanya mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran untuk perspektif ini setelah merumuskan tujuan dan ukuran untuk perspektif keuangan dan pelanggan. Urutan ini memungkinkan organisasi memfokuskan pengukuran proses bisnis internal kepada proses yang akan mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan untuk pelanggan dan para pemegang saham.Tujuan dan ukuran perspektif bisnis internal diturunkan dari strategi dan pelanggan sasaran. Proses bertahap, dari atas ke bawah ini biasanya mengungkapkan segenap proses bisnis baru yang harus dikuasai dengan baik oleh sebuah organisasi.

  4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.

  Perspektif ini mengukur faktor-faktor yang berhubungan dengan teknologi, pengembangan pegawai, sistem dan prosedur, dan faktor lain yang perlu diperbaharui. Tujuan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan utama dalam tiga perspektif lainnya dapat dicapai, tujuan perspektif ini merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga perspektif balanced scorecard. Pada akhirnya, kemampuan untuk mencapai sasaran

  • – sasaran pokok tujuan financial, pelanggan dan proses bisnis tergantung kepada kapabilitas organisasi dalam pembelajaran dan pertumbuhan. Sumber utama dalam pembelajaran dan pertumbuhan berasal dari pekerja, sistem dan keselarasan organisasi. Strategi untuk mencapai kinerja yang superior pada umumnya membutuhkan investasi yang besar dalam sumber daya manusia, sistem dan proses yang membentuk kapabilitas organisasi oleh karenanya tujuan dan
ukuran kinerja masa depan yang superior harus menjadi bagian integral dari setiap balanced scorecard.

  Dalam Balanced Scorecard, keempat persektif tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat. Dalam aplikasinya, Balanced Scorecard sebagai mekanisme dalam mewujudkan visi dan misi lembaga/organisasi untuk mencapai tujuan masa depan yang tergambar dalam tindakan nyata setiap individu organisasi. Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen, sebagai perkembangan dari konsep pengukuran kinerja (performance measurement) yang mengukur kinerja perusahaan. Keberhasilan ukuran-ukuran dengan menggunakan harus dikaitkan dengan strategi lembaga.

  Balanced Scorecard

  Menurut Kapalan dan Norton (1996) balanced scorecard memiliki beberapa keunggulan yaitu :1) mampu menerjemahkan misi dan strategi organsiasi ke dalam sejumlah pengukuran kinerja yang berimbang; 2) mampu mengukur kinerja keuangan dan non keuangan, berwujud dan tidak berwujud; 3) mampu mengkombinasikan dan menghubungkan antara kinerja pemicu dengan kinerja hasil; 4) mampu menjelaskan kronologis pencapaian kinerja dan keterkaitannya dengan misi dan tujuan organisasi;5) mampu memberikan pandangan yang holistic tentang proses yang terjadi dalam organisasi; dan 6) mampu menumbuhkan motivasi karyawan karena kinerja dihubungkan dengan kompensasi . Mulyadi (2001) menyatakan bahwa keunggulan balanced scorecard terdiri dari dua aspek sebagai berikut: 1). Meningkatkan Kualitas Perencanaan secara signifikan. Balanced scorecard mampu meningkatkan kualitas perencanaan dengan menjadikan perencanaan strategi menjadi tiga tahap yang terpisah dan terpadu. Tiga tahapan tersebut:

  a) sistem perumusan strategi

  b) sistem perencanaan strategi c) sistem penyusunan program. 2). Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja personel.

  Tujuan pengelolaan kinerja personel adalah untuk meningkatkan akuntabilitas personil dalam memanfaatkan berbagai sumber daya dalam mewujudkan visi dan misi perusahaan. Tahapan pengelolaan kinerja personil adalah sebagai berikut: a). perencanaan kinerja yang akan dicapai oleh perusahaan.

  b). penerapan peran dan kompetensi inti personil

  c). pendasainan system penghargaan berbasis kinerja

  d). penilaian dan penilaian kinerja personil

  e). pendistribusian penghargaan berbasis hasil penilaian dan penilaian kinerja personil.

  Selain itu balanced scorecard mempunyai keunggulan dibanding manajemen tradisional. Keunggulan itu karena pendekatan yang digunakan dalam balanced scorecard mampu menghasilkan rencana strategi dengan karakteristik sebagai berikut ini.

  a). komperehensif, balanced scorecard memberikan tambahan cakupan perspektif yang digunakan dalam perencanaan strategi.

  b). koheren, dalam menjalankan manajenen strategi, balanced scorecard mengharuskan personil membangun hubungan sebab akibat diantara berbagai sasaran strategi yang dihasilkan dari perencanaan strategi. Dengan adanya kekoherenan ini akan menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan dalam jangka panjang.

  c). berimbang , balanced scorecard mampu memberikan keseimbangan dalam sasaran strategi yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategi. Hal ini sangat penting dalam pencapaian kinerja keuangan yang berkesinambungan. d). terukur, perspektif nonkeuangan merupakan perspektif yang sulit diukur.

  Namun dengan pendekatan balanced scorecard ketiga perspektif nonkeuangan tersebut dapat ditentukan ukurannya sehingga memudahkan dalam pengelolaannya.

  Dalam konsepnya balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran.Berbagai tujuan dan ukuran tersebut tersusun ke dalam empat presfektif. Kaplan dan Norton (1996) balanced scorecard memberikan kerangka kerja, bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi.

  Selain itu balanced scorecard juga menggunakan penilaian untuk memberi informasi kepada para pekerja tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan yang akan datang. Keempat perspektif ini memberi keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorongnya, dan antara ukuran objektif dan subjektif, dan balanced scorecard tidak hanya penilaian taktis yang operasional tetapi juga merupakan sebuah sistem manajemen strategis. Balanced scorecard dapat digunakan untuk menghasilkan berbagai proses manajemen yang penting seperti gambar berikut ini.

  KEUANGAN Untuk berhasil secara keuangan apa yang harus diperlihatkan kepada para pemegang

saham: tujuan, ukuran, sasaran dan inisiatif

PELANGGAN PROSES BISNIS INTERNAL

  

VISI DAN

Untuk mewujudkan vis apa yang harus Untuk menyenangkan pemegang

STRATEGI saham dan pelanggan apa yang harus diperlihatkan kepada pelanggan :Tujuan, dikuasai dengan baik :Tujuan, Ukuran, Ukuran, Sasaran dan Inisiatif

  Sasaran dan Inisiatif

PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN

Untuk mewujudkan visi bagaimana

memelihara kemampuan untuk berubah dan

meningkat, Ukuran, Sasaran dan Inisiatif

Gambar 2.1.

  Empat Perspektif Dalam Analisis BalanceScorecard Sumber : Kaplan and Norton (1996)

2.1.2. Kinerja Pegawai

  Kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.

  Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target- target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya (Mahsun,2006).

  Mangkunegara (2005) mengatakan kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Mahmudi (2013) mendefinisikan kinerja merupakan hasil kerja itu sendiri, karena hasil kerja memberikan keterkaitan yang kuat terhadap tujuan-tujuan strategik organisasi, kepuasan pelanggan, dan kontribusi ekonomi. Otlay ( 1999) menyatakan bahwa kinerja mengacu pada sesuatu yang terkait dengan kegiatan melakukan pekerjaan, dalam hal ini meliputi hasil yang dicapai kerja tersebut. Menurut Prawirosentono (2001) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Sedarmayanti (2001) kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan, atau merupakan perpaduan dari hasil kerja (apayang harus dicapai seseorang) dan kompetensi (bagaimana seseorang mencapainya).

  Mencermati berbagai uraian tentang kinerja pegawai di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kinerja selalu mengarah pada potensi kerja yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu, hasil kerja yang dapat dicapai baik perserorangan maupun kelompok dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggungjawabnya masing- masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan. Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat ditafsirkan bahwa kinerja pegawai erat kaitannya dengan hasil pekerjaan seseorang dalam suatu organisasi, hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu. Kinerja pegawai tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan dan keahlian dalam bekerja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh semangat kerjanya.Oleh sebab itu, kinerja merupakan suatu perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan perannya dalam organisasi.Dengan memiliki sumber daya manusia yang handal dan sumber daya non manusia yang mendukung maka suatu organisasi dapat memberikan hasil kerja yang baik sehingga kualitas dan kuantitas kerja yang dihasilkan juga ikut mendukung pencapaian tujuan organisasi.

2.1.3. Pengukuran Kinerja Pegawai

  Pada dasarnya seorang pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya diharapkan untuk menunjukkan suatu performance yang terbaik yang bisa ditunjukkan oleh pegawai tersebut, selain itu performance yang ditunjukan oleh seorang pegawai tentu saja dipengaruhi oleh berbagai fakor yang penting artinya bagi peningkatan hasil kerja yang menjadi tujuan dari organisasi atau instansi dimana pegawai tersebut bekerja. Performance atau kinerja ini perlu diukur oleh pimpinan agar dapat diketahui sampai sejauhmana perkembangan kinerja dari seorang pegawai pada khususnya dan organisasi pada umumnya.

  Kinerja organisasi dapat diketahui melalui pengukuran kinerja organisasi. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian kinerja yaitu untuk menilai sukses atau tidaknya suatu organisasi, program, atau kegiatan.

  Menurut Robertson (2002) pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan), hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan.

  Bastian (2001) mendefinisikan pengukuran atau penilaian kinerja sebagai proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalan arah pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses. Menurut Mulyadi (2001) penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan personelnya berdasarkan sasaran strategik, standard dan kriteria yang ditetapkan sebelumnya.

  Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi sebuah organisasi. Pengukuran tersebut, dapat digunakan untuk menilai keberhasilan organisasi. Selama ini pengukuran kinerja secara tradisional hanya menitik beratkan pada sisi keuangan. Manajer yang berhasil mencapai tingkat keuntungan yang tinggi akan dinilai berhasil dan memperoleh imbalan yang baik dari perusahaan.Penilaian kinerja perlu dilakukan untuk mengevaluasi tindakan dari masing-masing personel berdasarkan tujuan yang diinginkan oleh perusahaan. Kinerja dapat diukur dengan melihat apakah tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan telah tercapai.

  Penilaian kinerja bertujuan untuk memotivasi karyawan, dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindalan dan hasil yang diinginkan. Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik atau ekstrinsik. Pengukuran kinerja merupakan alat untuk menilai kesuksesan organisasi. Menurut Mahmudi (2013) pengukuran kinerja paling tidak harus mencakup tiga variabel penting yang harus dipertimbangkan, yaitu: pegawai, perilaku, dan hasil, merupakan variabel yang tidak dapat dipisahkan dan saling tergantung satu dengan lainnya. Penilaian kinerja merupakan sarana untuk pembelajaran pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak dan memberikan dasar dalam perubahan perilaku, sikap, ketrampilan atau pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai untuk mencapai hasil kerja terbaik.

  Proses penilaian kinerjanya dilakukan melalui refleksi terhadap kinerja masa lalu, evaluasi kinerja saat ini, identifikasi solusi permasalahan kinerja saat ini dan membuat keputusan untuk perbaikan kinerja yang akan datang. Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi (Mulyadi, 2001).

  Kinerja organisasi pada dasarnya merupakan tanggung jawab setiap individu yang bekerja dalam organisasi tersebut. Apabila dalam organisasi setiap individu bekerja dengan baik, berprestasi, bersemangat, dan memberikan kontribusi terbaik mereka terhadap organisai, maka kinerja organisasi secara keseluruhan akan baik.

  Dengan demikian, kinerja organisasi merupkan cermin dari kinerja individu.

  Ada beberapa indikator-indikator pengukuran kinerja pegawai menurut Gomes (2003 ) sebagai berikut : 1.

  Quantity of work : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.

  2. Quality of work : kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

  3. Job Knowledge : Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

  4. Creativeness : Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakan- tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

  5. Cooperation : kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi).

  6. Dependability : Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja tepat pada waktunya.

  7. Initiative : Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.

  8. Personal Qualities : Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah- tamahan, dan integritas pribadi.

  Menurut Sedarmayanti (2001) pengukuran kinerja pegawai meliputi beberapa aspek yaitu:

  1. Prom Quality of Work (Kualitas Kerja) 2.

  Promptness (Ketepatan Waktu)

  3. Initiative (Inisiatif) 4.

  8. Standar sejarah, yaitu standar yang menyatakan hubungan antara standar masa lalu dengan standar sekarang.

  7. Kemampuan dan pengetahuan pegawai berkaitan dengan pekerjaan utama 8.

  6. Ketepatan waktu, diukur dari ketepatan waktu pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan;

  Kualitas, yaitu mutu keluaran hasil kerja; 3. Efisiensi, diukur dari tingkat efisiensi penggunaan sumber daya oleh pegawai; 4. Usaha pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan; 5. Standar pegawai, diukur dari seberapa besar standar kualitas dan standar profesionalisme pegawai dalam bekerja;

  1. Kuantitas, yaitu jumlah keluaran hasil kerja; 2.

  Mas’ud (2004) menyatakan kinerja pegawai memiliki beberapa indikator sebagai berikut:

  9. Standar nol atau absolut, yaitu standar yang menyatakan tidak akan terjadi sesuatu.

  7. Metode pelaksanaan tugas, yaitu standar yang digunakan jika ada undang- undang, kebijakan prosedur, standar, metode, dan peraturan untuk menyelesaikan pekerjaan.

  Capability (Kemampuan) 5. Communication (Komunikasi

  6. Efek atas suatu upaya, yaitu berkaitan dengan hasil akhir yang diperoleh dari pelaksanaan suatu pekerjaan.

  5. Cara melakukan pekerjaan, yaitu berkaitan dengan sikap personal atau perilaku pegawai dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

  4. Efektifitas penggunaan sumber daya organisasi, yaitu berkaitan dengan sumber daya tertentu (misalnya uang atau peralatan) yang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

  3. Ketepatan waktu pelaksanaan tugas, yaitu kriteria yang menentukan keterbatasan waktu untuk memproduksi sesuatu atau melayani sesuatu.

  2. Kualitas (seberapa baik), yaitu seberapa baik atau seberapa lengkap hasil yang harus dicapai.

  Kuantitas (seberapa banyak), merupakan ukuran yang paling mudah untuk disusun dan diukur, yaitu dengan menghitung seberapa banyak unit keluaran kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.

  Wirawan (2009) menyebutkan terdapat beberapa kriteria yang biasa dipergunakan untuk mengukur kinerja pegawai. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1.

  Tingkat kreatifitas pegawai.

  Dari uraian tentang pengukuran indikator kinerja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan indikator kinerja merupakan proses identifikasi dan klasifikasi indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengelolahan data/informasi untuk menentukan capaian tingkatan kinerja program organisasi.

  Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dapat diketahui dengan menggunakan evaluasi atau penilaian kegiatan organisasi tersebut berdasarkan peraturan, norma, dan etika yang berlaku. Penilaian kinerja dalam kurun waktu tertentu ini disebut dengan pengukuran kinerja organisasi, hasilnya dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan organisasi.

2.1.4. Balanced Scorecad Dalam Pengukuran Kinerja Sektor Publik

  Sektor publik seringkali dipahami sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan Negara lain yang diatur dengan undang-undang. Sektor publik berhubungan langsung dengan penyediaan barang dan jasa untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat merupakan pelanggan yang harus dilayani dengan baik sehingga dalam rangka memenuhi customer satisfaction, sangat perlu ditanamkan pola pikir terhadap para pengelola organisasi layanan publik tentang bagaimana meningkatkan kepuasan masyarakat. Peningkatan pendapatan tanpa diimbangi dengan kepuasan masyarakat belum menunjukkan keberhasilan organisasi publik.

  Keberadaan organisasi sektor publik adalah untuk memberikan pelayanan, bukan mengejar laba semata sehingga pilihan alternatif tindakan dan pengukuran atas kinerja menjadi sangat sulit. Karena tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multikompleks. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya berupa kesejahteraan fisik yang bersifat material saja, namun termasuk kesejahteraan non fisik yang bersifat immaterial .

  Dalam suatu Negara yang berbentuk republik yang dimiliki Negara adalah rakyat atau masyarakat. Oleh karena itu, rakyat yang harus dilayani oleh Negara.

  Semakin kompleks pelayanan yang harus dilakukan organisasi sektor publik menciptakan tekanan baru mengenai perlunya dibuat sistem pengukuran kinerja yang lebih efektif.

  Perhatian terhadap pengukuran kinerja organisasi sektor publik menjadi sangat penting karena pengukuran kinerja memiliki kaitan yang erat dengan akuntabilitas publik. Hasil kerja organisasi sektor publik harus dilaporkan dalam bentuk pertanggungjawaban kinerja. Dalam konteks organisasi sektor publik, kesuksesan organisasi itu akan digunakan untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan publik. Masyarakat akan menilai kesuksesan organisasi sektor publik melalui kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan publik yang relatif murah dan berkualitas. Oleh pihak legislatif, ukuran kinerja digunakan untuk menentukan kelayakan biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa publik. Masyarakat tentu tidak mau terus-menerus ditarik pungutan sementara pelayanan yang mereka terima tidak ada peningkatan kualitas dan kuantitasnya.

  Untuk mengukur kinerja organisasi, diperlukan suatu sistem berbasis kinerja. Sistem pengukuran kinerja yang baik diperlukan sebagai instrumen dalam

  Pengukuran kinerja yang mengukur kinerja yang handal dan berkualitas. menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang mampu mengukur kinerja harta- harta tidak berwujud (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya

  manusia) perusahaan. Hal ini mendorong Kaplan dan Norton (2000) untuk merancang suatu sistem pengukuran kinerja yang lebih komprehensif yang disebut dengan Balanced Scorecard. Konsep Balanced Scorecard merupakan salah satu metode pengukuran kinerja yang berusaha untuk menyeimbangkan pengukuran aspek keuangan dengan aspek non keuangan dengan memasukkan empat aspek/perspektif di dalamnya yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

  Menurut Kaplan dan Norton (2004), rancangan balanced scorecard yang dilaksanakan pada organisasi publik adalah dalam rangka untuk mewujudkan misi organisasi tersebut. Penerapan balanced scorecard yang didukung oleh sistem pelaporan yang benar akan mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). Organisasi Publik merupakan organisasi yang didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat bukan mendapatkan keuntungan (profit). Organisasi ini bisa berupa organisasi pemerintah dan organisasi nonprofit lainnya. Meskipun organisasi publik bukan bertujuan mencari profit, organisasi ini dapat mengukur efektivitas dan efisiensinya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu organisasi publik dapat menggunakan balanced scorecard dalam pengukuran kinerjanya.

  Eagle (2004), menyampaikan salah satu alasan mengapa kerangka balanced scorecard penting untuk diimplementasikan ke organisasi yang bersifat publik yaitu untuk merespon tuntutan publik yang merupakan stakeholder akan akuntabilitas dan efisiensi organisasi publik. Kecenderungan saat ini adalah pengukuran kinerja telah dilakukan pada semua tingkatan organisasi pemerintahan. Tantangan utamanya adalah bagaimana memiliki sebuah sistem atau kerangka kinerja yang secara efektif mampu membagi dengan baik alokasi- alokasi prioritas terhadap keterbatasan sumberdaya yang ada dalam pelaksanaan prioritas tersebut dan mengukur hasilnya. Menurut Rohm (2005) untuk dapat memenuhi kebutuhan organisasi publik yang berbeda dengan organisasi bisnis, maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang dilakukan dalam konsep balanced scorecard. Perubahan yang terjadi antara lain: 1) perubahan framework dimana yang menjadi driver dalam balanced scorecard untuk organisasi publik adalah misi untuk melayani masyarakat 2) perubahan posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan 3) perspektif customers menjadi perspektif customers & stakeholders 4) perubahan perspektif learning dan growth menjadi perspektif employees and organization capacity.

  Pada awal-awal diterapkannya penerapan Balanced Scorecard tidak menjadi prioritas, alih-alih diperhatikan pun tidak. Barangkali sudah terlalu banyak alat untuk mengukur kinerja pegawai sehingga kesan penggunaan balanced scorecard seperti tidak berguna. Seorang pegawai negeri sipil di diukur kinerjanya dengan tiga alat ukur yaitu Daftar Penilaian Penyelesaian Pekerjaan (DP3), Formulir Penilaian Jabatan Pelaksana, dan Kontrak Kinerja berdasarkan balanced scorecard. Untuk tingkat unit ditambah satu lagi yaitu laporan kinerja instansi pemerintah (LAKIP) (Darwanto, 2008). Menurut Mardiasmo (2009), diperlukan pengukuran kinerja sektor publik untuk memenuhi tiga maksud yaitu : 1) pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik. 2) ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. 3) ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggung jawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

  Menurut Mahmudi (2013) tujuan dilakukan penilaian kinerja sektor publik adalah: 1) mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi 2) menyediakan saran pembelajaran pegawai 3) memperbaiki kinerja periode berikutnya 4) memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian reward dan punishment 5) memotivasi pegawai 6) menciptkan akuntanbilitas publik

  Penilaian kinerja pegawai di lingkungan Pegawai Negeri Sipil sampai dengan saat ini dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 melalui media Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan hukum dan diadakan penyempurnaan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011. Tujuannya untuk meningkatkan prestasi dan kinerja PNS . Berdasarkan ketentuan tersebut, kinerja

  unsur

  pegawai dinilai atas -unsur yang melekat pada personality pegawai yang bersangkutan yaitu kesetiaan, kejujuran, dan prestasi kerja serta ketaatan.

  Disamping itu juga dilakukan penilaian terhadap unsur kerjasama, prakarsa, dan kedisiplinan serta kepemimpinan dalam melaksanakan tugasnya. Prestasi kerja PNS akan dinilai berdasarkan 2 (dua) unsur penilaian, yaitu: 1.

  SKP (Sasaran Kerja Pegawai), yaitu: rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS.

2. Perilaku kerja, yaitu: setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan

  oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  

pril 2014

  Kuspriyomurdono (2011) menyatakan bahwa proses penilaian pelaksanaan pekerjaan melalui DP3 cenderung terjebak ke dalam proses formalitas, sehingga kehilangan makna substantif dan tidak berkait langsung dengan sesuatu yang telah dikerjakan oleh pegawai. Selain itu model penilaian dengan pendekatan tersebut secara substantif tidak dapat digunakan sebagai penilaian dan pengukuran seberapa besar produktivitas dan kontribusi pegawai terhadap organisasi. Melalui model penilaian tersebut juga tidak dapat diketahui seberapa besar keberhasilan dan atau kegagalan pegawai dalam melaksanakan tugasnya.

  Penilaian selama ini juga lebih berorientasi pada penilaian kepribadian dan perilaku serta terfokus pada pembentukan karakter individu dengan menggunakan kriteria behavioral. Fokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas dan pengembangan pemanfaatan potensi belum menjadi perhatian dalam model penilaian DP3. Selanjutnya pengukuran dan penilaian prestasi kerja juga tidak didasarkan pada target goal, sehingga proses penilaian cenderung terjadi bias dan bersifat subyektif.

  Untuk menyikapi berbagai kelemahan model penilaian kinerja DP3 di atas, beberapa Kementerian dan Lembaga pemerintah mengembangkan model penilaian kinerja pegawai yang dianggap lebih baik di masing-masing instansinya. Beberapa Kementerian dan lembaga pemerintah diantaranya menggunakan model penilaian kinerja dengan mengadopsi teori Balanced Scorecard dan beberapa instansi yang lain memadukan beberapa teori dikaitkan dengan job description masing-masing pegawai. Upaya tersebut sudah selayaknya diberikan apresiasi walaupun implementasinya belum berjalan secara efektif dan menyeluruh di semua lapisan jabatan pegawai negeri sipil. Model penilaian kinerja yang berbasis output nantinya diharapkan dapat secara obyektif mengukur dan menilai suatu tugas yang dilaksanakan oleh masing-masing pegawai sesuai dengan jabatannya.

  Penilaian kinerja tersebut menyangkut kinerja tugas sesuai dengan target goal yang telah ditetapkan dan perilaku pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.

  Dengan demikian capaian kinerja individu diharapkan akan dapat menggambarkan keterkaitannya dengan kinerja organisasi atau kinerja unit. Hal ini berarti bahwa jika capaian kinerja masing-masing pegawai bernilai baik, maka kinerja organisasi semestinya juga bernilai baik dan sebaliknya. Disamping itu capaian kinerja masing-masing pegawai semestinya menyumbang kinerja organisasi atau lebih jauh lagi mendukung capaian visi dan misi organisasi.

  Namun demikian untuk memastikan berjalannya model penilaian kinerja aparatur yang baru tersebut, masih banyak menghadapi hambatan dan tantangan Secara umum, penerapan konsep balanced socrecard dalam organisasi publik dapat dilakukan mulai dari proses pembelajaran dibidang keahlian, pengetahuan, data, maupun masyarakat. Proses pembelajaran ini akan mempengaruhi proses internal organisasi. Proses internal akan mewarnai mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat maupun para wakil rakyat, mempengaruhi nilai dan manfaat, secara keseluruhan akan bermuara pada misi organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

  Penerapan balanced scorecard dalam organisasi sektor public membutuhkan modifikasi, namun modifikasi tersebut tidak berarti harus berbeda dengan balanced scorecard untuk organisasi bisnis. Balanced Scorecard merupakan salah satu model pengukuran kinerja sebuah organisasi, yang bukan hanya menekankan pada seberapa jauh keberhasilan organisasi dilihat dari segi finansial saja, akan tetapi lebih ditekankan pada keseimbangan (Balanced) antara hasil (Result) yang dicapai dengan faktor pendorong (Enablers) untuk mencapai hasil tersebut. Balanced Scorecard bukan hanya sebagai pengukuran kinerja organisasi bisnis atau profit akan tetapi dalam jangka panjang penerapannya dapat digunakan pada organisasi publik, baik kinerja dari sisi keuangan (finansial) maupun kinerja non keuangan. Menurut Baharuddin ( 2006) ada empat aspek organisasi publik yang sangat relevan apabila dihubungkan dengan Balanced

  Scorecard dan memungkinkan untuk diadakan pengukuran yaitu :

  1) Aspek Pelayanan, yaitu sejauhmana kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Kepuasan tersebut dapat diukur dengan jumlah keluhan dan komplain masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah melalui aspirasi yang disampaikan masyarakat di DPR/DPRD, di media massa, media elektronik . Keluhan tersebut dapat terjadi karena pelayanan yang diberikan belum baik. Misalnya, keluhan karena lamanya waktu pelayanan publik, keluhan karena kualitas hasil pelayanan public belum baik dan keluhan yang terjadi karena sikap dan perilaku aparat pelayanan public yang memang belum bagus. 2) Aspek Bisnis Internal dikaitkan dengan proses internal pada organisasi publik, yakni kinerja pegawai, sejauhmana organisasi public mengadakan inovasi, maksimalisasi produk kebijakan dalam pelayanan internal serta interaksi masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan penilaian ini dikaitkan dengan sikap dan perilaku orang atau aparat yang melayani. 3) Aspek Pembelajaran dan Pertumbuhan di dalam organisasi publik mencakup tentang pemberdayaan sumber daya manusia sebagai perangkat dari organisasi publik. Pendidikan dan pembelajaran perlu diberikan kepada karyawan agar termotivasi memiliki keahliadan keterampilan kerja memperbaiki pola.

  4) Aspek Keuangan/Finansial merupakan hasil dari suatu proses yang berlanjut karena adanya peningkatan sumber daya yang dimiliki. Dengan adanya pelaksanaan kegiatan atau produk layanan yang baik selanjutnya akan memperoleh hasil respon positif dari masyarakat dalam bentuk pembayaran pajak dan retribusi daerah atau sumber lainnya. Ini adalah hasil akhir sebagai akibat dari tiga aspek berjalan dengan baik. Oleh karena itu keuangan organisasi public yang baik berimplikasi pada kualitas pelayanan, seperti penyerahan produk hasillayanan tepat waktu, kualitas produk/jasa layanan publik menjadi lebih baik, kesejahteraan pegawai meningkat dan pegawai termotivasi untuk bekerja lebih baik karena imbalan yang tersedia.

  Menurut Robertson (2000) instansi pemerintah sebagai pure nonprofit organization atau organisasi publik yang menyediakan atau menjual barang dan jasa dengan maksud untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimana tujuan paling utamanya peningkatan pelayanan publik balanced scorecard dapat diterapkan dengan memodifikasi dimana perspektif pelanggan ditempatkan dipuncak, diikuti perspektif keuangan, proses internal dan perspektif pembelajaran dan inovasi. Modifikasi dengan menempatkan perspektif pelanggan dipuncak hirarki mewujudkan bagaimana instansi pemerintah mampu menghasilkan outcome sebagaimana keinginan dan kebutuhan masyarakat seperti gambar berikut:

  Perspektif Pelanggan Perspektif Keuangan

  Perspektif Proses Internal Perspektif Pembelajaran dan Inovasi

Gambar 2.2. Model Balanced Scorecard Untuk Instansi Pemerintah

  Sumber : Robertson, Lokakarya Review Kinerja 2000

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Tinjauan peneliti terdahulu menjabarkan daftar peneliti dengan topik yang relevan dengan topik yang akan digunakan dalam penelitian (Lubis, 2012).

  Sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah terlebih dahulu mempelajari beberapa penelitian tentang pengukuran kinerja organisasi pemerintah yang menggunakan metode balanced scorecard. Masing-masing penelitian tersebut memiliki cara pembahasan dan penekanan analisis data yang berbeda-beda. Dari penelitian-penelitian tersebut, ada berapa yang dijadikan rujukan bagi penulis untuk meneliti kinerja pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara, dengan pertimbangan adanya kemiripan cakupan subjek/objek penelitian dan adanya kesamaan literatur dalam menetapkan indikator pengukuran kinerja

  balanced scorecard . Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengukuran kinerja

  dengan balanced scorecard membuktikan bahwa balanced scorecard dapat diterapkan pada organisasi sektor publik.

  Dalam Penelitian Ching dan Chan (2004) dengan judul Preformance measurement and adoption of balanced scorecard: A survey of municipal government in the USA and Canada. Variabel indenpen yang digunakan dalam penelitian ini keuangan, kepuasan pelanggan, efisiensi operasi, inovasi dan perubahan sedangkan kinerja karyawan sebagai variabel dependen. Hasil penelitian menunjukan bahwa keuangan, kepuasan pelanggan, efisiensi operasi, inovasi dan perubahan mempunyai pengaruh dalam peningkatan kinerja karyawan.

  Dalam penelitian Rokhaniyah (2007) dengan judul Pengukuran kinerja Menggunakan pendekatan balanced scorecard pada Direktorat Peraturan Perundang-undang Departemen Hukum dan Ham RI. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pelanggan dan perspektif keuangan merupakan variabel independen sedangkan akuntanbilias kinerja sebagai variabel dependen. Hasil penelitian Rokhaniyah penerapan balanced scorecard sebagai pengukuran kinerja adalah baik untuk digunaka pada Departemen Hukum dan Ham RI.

  Penelitian Purba (2008) yang berjudul Analisis Penerapan Konsep Balanced Scorecard sebagai Suatu Alat Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia pada PT. Excelcomindo Pratama, TBK Regional Sumatera dengan kepuasan dalam bekerja , pelatihan , turnover dan produktivitas karyawan sebagai variabel independen dan variabel dependen kinerja sumber daya manusia. Fokus penelitian ini pada konsep balanced scorecard pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan dalam bekerja , pelatihan , turnover dan produktivitas karyawan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja sumber daya manusia.

  Penelitian Leen (2009) dengan judul The e-balanced scorecard (e-BSC) for measuring academic staff performance excellence. Dengan variabel independen perencanaan kinerja, penilaian kinerja dan pembinaan kinerja, sebagai variabel dependen keunggulan kinerja staf akademik. Hasil penelitian menunjukkan dengan mengadopsi balanced scorecard dapat terciptanya komunikasi yang baik antara dosen dengan manajemen. Balanced scorecard efektif digunakan dalam pengukuran kinerja seluruh staf akademik.

  Dalam penelitian Azhar (2009) dengan judul Adaption of Performance

  measurement among Publik Sector in Malaysia. Variabel independen yang digunakan balanced scorecard sedangkan variabel dependen pengukuran kinerja pegawai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep balanced scorecard cukup baik dikembangkan untuk pengukuran kinerja sektor public.