Media sebagai alat propaganda politik 1

Media sebagai alat propaganda politik

1

MEDIA MASSA
Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi menyatakan

bahwa Media massa merupakan jenis media yang ditujukan kepada sejumlah
khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim sehingga pesan yang sama dapat
diterima secara serentak dan sesaat (Jalaluddin Rakhmat, 1994). Ditujukan kepada
khalayak yang tersebar bisa berupa banyaknya jangkauan media. Misalkan koran
dengan jumlah oplah yang mencapai ribuan maupun televisi yang menjadi media
primadona karena ditonton oleh sebagian besar masyarakat atau bisa juga baliho
yang terletak di tempat yang strategis hingga banyak orang berlalu-lalang yang
melihatnya. Dengan daya jangkau yang relatif luas, dan dalam waktu yang serentak,
mampu memainkan peran dalam propaganda.
Di era reformasi sekarang ini di mana media menjadi suatu sarana yang
sangat bebas untuk digunakan siapa saja membuat media seperti memegang
serangkaian hal-hal yang berhubungan dengan realitas yang nyata. Dalam artian
media memberikan sesuatu yang benar-benar nyata mengenai pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari dan ditransformasikan massa dalam lingkungan publik

sehingga bisa diakses anggota masyarakat secara luas.
Menurut Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, terdapat
ciri-ciri khusus media massa antara lain :
1. Memproduksi dan mendistribusikan “pengetahuan” dalam wujud informasi,
pandangan dan budaya.
2. Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain dari
pengirim ke penerima dan dari khalayak kepada anggota khalayak lainnya.
3. Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik.
4. Partisipasi anggota khalayak dalam institusi pada hakekatnya bersifat sukarela,
tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial.

1

5. Institusi media dikaitkan dengan industri pasar karena ketergantungannya pada
imbalan kerja, teknologi dan kebutuhan pembiayaan.
6. Meskipun media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu
berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media.
(McQuail, 1987)

2. MEDIA MASSA : SEBAGAI SALURAN PROPAGANDA POLITIK

Kalau merujuk kepada pendapat Blumler dan Gurevitch (1995), ada empat
komponen yang perlu diperhatikan dalam mengkaji sistem komunikasi politik.
Pertama institusi politik dengan aspek-aspek komunikasi politiknya. Kedua institusi
media dengan aspek-aspek komunikasi politiknya. Ketiga orientasi khalayak
terhadap komunikasi politik. Keempat aspek-aspek komunikasi yang relevan dengan
budaya politik.
Pendapat hampir senada dikemukakan Suryadi (1993), menurutnya sistem
komunikasi politik terdiri dari elit politik, media massa dan khalayak. Dari kedua
pendapat tadi dapat kita temui posisi penting media dalam propaganda politik. Setiap
persuasi politik yang mencoba memanipulasi psikologis khalayak sekarang ini,
sangat mempertimbangkan peranan media massa.
3. URGENSI MEDIA MASSA
Untuk memperkuat argumen bahwa media sangat urgen dalam proses propaganda
politik, baiknya kita memahami dulu karakteristik media massa. Media massa
merupakan jenis media yang ditunjukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan
sesaat.
Perkataan “dapat” menjadi sangat rasional karena seperti dikatakan Alexis S.Tan
(1981), komunikator dalam media massa ini merupakan suatu organisasi sosial yang
mampu memproduksi pesan dan mengirimkannya secara simultan kepada sejumlah

besar masyarakat yang secara spasial terpisah.
Dengan daya jangkau yang relatif luas, dan dalam waktu yang serentak, mampu
memainkan peran dalam propaganda. Relevan dengan pendapat Cassata dan Asante,

2

seperti dikutip Jalaluddin Rakhmat (1994), bila arus komunikasi massa ini hanya
dikendalikan oleh komunikator, situasi dapat menunjang persuasi yang efektif.
Sebaliknya bila khalayak dapat mengatur arus informasi, siatusi komunikasi akan
mendorong belajar yang efektif.
Dalam konteks era informasi sekarang ini institusi media massa seperti Televisi dan
surat kabar dipercaya memiliki kemampuan dalam menyelenggarakan produksi,
reproduksi dan distribusi pengetahuan secara signifikan. Serangkaian simbol yang
memberikan meaning tentang realitas “ada” dan pengalaman dalam kehidupan bisa
ditransformasikan media massa dalam lingkungan publik. Sehingga bisa diakses
anggota masyarakat secara luas.
Tentu saja dalam perkembangnnya, banyak pihak yang terlibat dalam pemanfaatan
media massa sebagai instrumen pemenuhan kepentingannya. Sebut saja negara
(state), pasar (market), kelompok kepentingan (interest group), kelompok penekan
(preasure group) dll. Menurut Denis McQuail (1987), terdapat ciri-ciri khusus media

massa antara lain :
pertama memproduksi dan mendistribusikan “pengetahuan” dalam wujud informasi,
pandangan dan budaya. Upaya tersebut merupakan respons terhadap kebutuhan
sosial kolektif dan permintaan individu. Dalam konteks propaganda, kerja produksi
dan distribusi ini akan efektif untuk wujud informasi, pandangan dan budaya sesuai
dengan yang diharapkan propagandis.
Kedua, menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang
lain dari pengirim ke penerima dan dari khalayak kepada anggota khalayak lainnya.
Dalam konteks propaganda sangat urgen dalam proses pengidentifikasian diri
khalayak sebagai anggota kelompok, entah itu partisan partai, anggota ideologi
tertentu atau dalam nasionalisme sebuah negara.
Ketiga, media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan
publik. Ini dalam konteks propaganda merupakan suatu hal yang strategis, karena
tujuan dari persuasinya ini juga adalah manipulasi psikologi khalayak.
Keempat, partisipasi anggota khalayak dalam institusi pada hakekatnya bersifat
sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial. Ini relevan dengan sifat
persuasi yang bukan berupa pembicaraan kekuasaan, bukan ancaman yang
mengatakan “jika anda melakukan (tidak melakukan ) X, maka saya akan melakukan

3


Y. Menurut Dan Nimmo mengutip Harold D. Lasswell (1993), pembicaraan
kekuasaan lebih dekat kepada kekerasan dan ancaman ketimbang kepada persuasi.
Persuasi juga bukan pembicaraan kewenangan atau autoritas yang memerintahkan
“lakukan X”. Namun, persuasi merupakan pembicaraan pengaruh yang bercirikan
kemungkinan (“jika anda melakukan X, maka anda akan melakukan Y”),
diidentifikasi melalui saling memberi dan menerima diantara pihak-pihak yang
terlibat, meskipun dalam kenyataannya tidak sesederhana itu.
Kelima, institusi media dikaitkan dengan industri pasar karena ketergantungannya
pada imbalan kerja, teknologi dan kebutuhan pembiayaan. Ini merupakan tuntutan
yang seringkali mengarahkan media massa untuk lebih menonjolkan aspek
komersialnya.
Keenam, meskipun media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini
selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian
media. Dalam konteks propaganda, media massa menjadikan dirinya sebagai
medium pesan politik sehingga kenyataannya kekuasaan dan pengaruh secara terus
menerus diproduksi dan didistribusikan oleh media massa.
4. PROPAGANDA
Politik yang merupakan (pengertian) mempunyai banyak strategi yang bisa
digunakan untuk mencapai sebuah tujuan. Salah satu strategi yang banyak digunakan

(bisa dikatakan wajib digunakan) adalah propaganda. Propaganda dalam politik
menjadi aspek yang sangat penting dalam berpolitik.
Propaganda sendiri mempunyai pengertian berupa rangkaian pesan yang
bertujuan untuk memengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sekelompok
orang. Sedangkan menurut Garth S. Jowett and Victoria O'Donnell dalam bukunya
Propaganda And Persuasion, propaganda adalah usaha dengan sengaja dan
sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan
kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan penyebar propaganda. Lain lagi
definisi dari Jacques Ellul yang mendefinikan propaganda sebagai komunikasi yang
“digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi
aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas individuindividu, dipersatukan secara psikologis dan tergabungkan didalam suatu kumpulan

4

atau organisasi. Tapi dari beberapa pengertian propaganda tersebut maksud dan
tujuannya kurang lebih sama, yaitu memengaruhi pendapat orang atau sekelompok
orang.
Dari pendapat berbagai sumber, propaganda sebenarnya belum tentu buruk
seperti persepsi yang kita yakini. Kadang propaganda menyampaikan informasi yang
benar namun yang kita dapati seringkali menyesatkan karena informasi yang

disampaikan tersebut tidak semua disampaikan. Orang yang menyampaikan
propaganda biasanya memberikan fakta-fakta yang menguntungkan dirinya saja
sedangkan fakta yang menyangkut pemberitaan buruk tentang dirinya atau
kelompoknya dengan disengaja disembunyikan. Tujuannya tidak lain untuk membuat
citra dirinya dan kelompoknya semakin terlihat baik di mata sebagian besar
masyarakat. Satu hal lagi yang membuat propaganda menjadi istilah buruk adalah
kecenderungan untuk menyebarkan informasi yang buruk untuk lawannya.
Informasinya memang biasanya berupa fakta yang ada tetapi sudah dibesar-besarkan
untuk meperburuk citra sang lawan.
Sebagus apapun propaganda yang kita lancarkan terhadap lawan kita tidak
akan menemui kelancaran tanpa adanya suatu alat. Alat tersebut merupakan sebuah
perantara bagi isi propaganda agar sampai kepada orang-orang yang kita tujukan atas
propaganda tersebut. Alat propaganda tersebut tidak lain adalah media massa. Media
masa tersebut melingkupi media dalam ruang seperti televisi maupun radio juga
media luar luang seperti baliho, spanduk dan sebagainya. Media non kontemporer
pun mempunyai andil yang besar dan berpengaruh untuk propaganda saat ini. Pada
makalah kali ini saya akan mencoba membahas pemanfaatan media sebagai alat
propaganda politik dan bagaimana pengaruhnya terhadap keberhasilan berpolitik
mereka. Bagaimana pula etika yang harus dijalankan mengingat media massa
merupakan sebuah tempat yang netral atau tidak memihak dan berita yang ada pada

suatu media massa harus merupakan fakta yang apa adanya tanpa ada suatu fakta
yang disembunyikan.
5. KASUS
Mengingat media yang mempunyai batasan atau space tersendiri, hendaknya
perlu diperhatikan segi keefektifan dalam kita melakukan propaganda. Jika

5

propaganda dilakukan melalui rapat akbar atau ceramah di lapangan, mungkin
propaganda bisa dilakukan dengan waktu yang lama karena space tersebut tak
terbatas tapi lain halnya dengan propaganda di media massa. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan pengemasan yang sesuai dengan space yang tersedia dimedia. Kita bisa
memadatkan propaganda tersebut dengan langsung merujuk pada inti dari isu yang
akan kita sampaikan dalam propaganda.
Hal penting lagi yang perlu dicermati dalam pengemasan propaganda politik
dimedia massa adalah kita harus mengetahui benar apa yang dibutuhkan masyarakat
saat ini. Istilah dalam komunikasinya adalah kita harus mengetahui agenda
masyarakat. Hal tersebut bisa diperoleh dengan menanyakan kepada anggota
masyarakat apa yang mereka pikirkan dan bicarakan dengan orang lain, atau apa
yang mereka anggap sebagai masalah yang tengah menarik perhatian masyarakat.

Masyarakat tentunya ingin tahu yang pada akhirnya isu-isu yang kita bawakan dalam
propaganda bisa menjadi permintaan publik. Media yang mempunyai kepentingan
teknis berperan dalam pemilihan dan pengemasan isu yang nantinya akan
didistribusikan kepada khalayak menjadi sesuatu yang penting. Pengemasan realitas
yang ada jika menggunakan media akan membuat realitas tersebut terlihat lebih
menojol.
6. CONTOH KASUS
Contoh nyata propaganda politik yang terjadi baru-baru ini adalah rivalitas
Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie dan Ketua Umum PAN, Hatta Radjasa yang
ingin memperebutkan kursi Presiden pada 2014 yang lalu. Aburizal Bakrie
melakukan manuver dengan mendekati partai politik berbasis Islam seperti PPP dan
PBR. Pria yang akrab dipanggil Ical ini mempunyai keuntungan sendiri jika
propaganda politiknya terus dilakukan. Mengapa demikian? Ical adalah pemilik dari
stasiun televisi tvOne dan ANTV. Oleh karena itu akses untuk melakukan
propaganda politiknya di dua stasiun televisi terbuka lebar. Pemberitaan yang baik
tentang dirinyabisa ditonjolkan sedangkan pemberitaan yang miring bisa
disembunyikan. Begitu pula dengan pemberitaan lawan politiknya. Ical melalui dua
stasiun televisi miliknya bisa menyembunyikan keunggulan dari lawan berpolitiknya
tersebut. Seperti yang dikatakan ahli strategi perang asal Cina, Sun Zi dalam


6

bukunya The Art of War ; semua pertempuran didasarkan pada prinsip penipuan.
Mau tidak mau dua media tersebut tidak dapat bersikap netral karena terjadi politik
kepentingan.
Media massa memang tidak dapat mempengaruhi orang untuk mengubah
sikap, tetapi media massa cukup berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan orang. Ini
berarti media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang anggap
penting. Bisa jadi kalau Ical terus menerus membuat pemberitaan yang baik terhadap
dirinya, masyarakat akhirnya mempersepsikan bahwa hal tersebut memang nyata.
Kemungkinan besar hal ini berpengaruh pada cara berpikir masyarakat. Saat media
selalu menampilkan tokoh tertentu, maka orang tersebut cenderung dianggap tokoh
penting. Singkatnya, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting
pula masyarakat dan apa yang dilupakan media akan dilupakan juga oleh
masyarakat. Dengan demikian propaganda melalui media massa akan efektif, kalau
ada upaya mengemas pesan propaganda dalam prioritas isi pesan media. Isi pesan
inilah yang menjadi tawaran dalam mempengaruhi cara berpikir khalayak.
Contoh lainnya adalah, Surya Paloh yang mendirikan organisasi masyarakat
“Nasional Demokrat” yang terus menerus memanfaatkan media massa miliknya
yaitu Metro TV untuk mempromosikan ormas yang dia bangun dan kemudian

berubah menjadi partai politik pada pemilu Presiden 2014 yang lalu.
Kemudian persaingan yang paling membingungkan publik adalah adanya persaingan
antara calon presiden yang bertarung pada pilpres yang lalu dimana capres prabowo
yang mendapat dukungan dari aburizal bakrie yang merupakan pemilik dari media tv
antv dan tv one, bertarung dengan joko Widodo yang didukung oleh surya paloh
yang merupakan pemilik dari media metro tv. Propaganda demi propaganda
dilakukan oleh kedua media tersebut dan seolah tiada berita lain selain
membanggakan calon presiden yang didukungnya demi membangun citra positiv
dimata masyarakat banyak, namun tidak jarang pula kedua media seolah saling
menjatuhkan citra capres lawannya dengan membandingkan kedua capres tadi.
Berdasarkan data Komisi Penyiaran Indonesia, sepanjang periode 19-25 Mei 2014
saja, Metro TV yang dimiliki oleh politisi Partai Nasdem Surya Paloh, menyiarkan

7

184 kali berita tentang pasangan capres nomor dua Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan
durasi total 33.577 detik.Sementara itu, berita tentang Prabowo-Hatta hanya diputar
110 kali dengan durasi 14.561 detik. Sebaliknya pada periode yang sama TVOne
yang dimiliki oleh politisi Golkar Aburizal Bakrie menyiarkan 153 kali pemberitaan
tentang Prabowo-Hatta dengan durasi 36.561 detik, Dan Pemberitaan tentang Joko
Widodo-Jusuf Kalla hanya ada 77 kali dengan durasi 10.731 detik.
Selain itu, pada saat kampanye pilpres 2009 partai demokrat yang
mencalonkan ketuanya sebagai calon presiden yaitu Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) memiliki keunggulan yang cukupsignifikan karena dibantu oleh MNC group
dalam mempromosikan partainya dan juga calon presidennya. Hal ini dapat terjadi
karena pengaruh dari si pemilik media tersebut yang saat itu sedang dekat dengan
SBY. Ada pepatah mengatakan bahwa orang yang bisa menguasai dunia adalah orang
yang menguasai media. Pada saat ini memang media tidak lagi pada posisinya yang
semula, yaitu posisi netral dan tidak memihak pada partai politik dan bahkan tokoh
politik sekalipun.
Jacques Ellul dalam bukunya Propaganda: The Formation of Men's Attitudes
menyatakan propaganda politik melibatkan usaha-usaha pemerintah, partai atau
golongan berpengaruh untuk mencapai tujuan strategis dan taktis. Ia beroperasi
melalui imbauan-imbauan khas berjangka pendek. Padahal dalam perspektif agenda
setting yang dipengaruhi oleh media massa itu adalah pengetahuan khalayak. Sesuatu
dianggap penting oleh khalayak kalau secara terus menerus ditampilkan dalam media
massa. (Ellul, 1951)

8

KESIMPULAN
Dari paparan diatas dapat kita simpulkan beberapa hal penting. Propaganda
merupakan salah satu pendekatan dalam persuasi politik, selain retorika dan
periklanan. Secara sederhana propaganda didefinisikan sebagai komunikasi yang
digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi
aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas individuindividu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan
digabungkan di dalam suatu organisasi. Karena kaitannya dengan karakteristik
propaganda sebagai transmisi pesan satu-kepada-banyak, maka media massa menjadi
medium pesan yang sangat efektif untuk digunakan. Melalui upaya manipulasi
psikologis, propaganda berupaya menyatukan khalayak kedalam suatu organisasi
atau tujuan propagandis.
Hanya saja, dalam perspektif agenda setting theory, media massa dalam mengemas
propaganda politik dipandang tidak seperkasa bullet thery yang memandang
khalayak sangat pasif. Media dipandang bisa menonjolkan pesan propaganda
tertentu, supaya menjadi hal yang penting bagi khalayak.

9

DAFTAR PUSTAKA
Bettinghaus, Erwin P., Persuasive Communication, Second Edition, (New York :
Reinhart and Winston, Inc., 1973)
Blumler, Jay G., and Gurevitch, Michael., The Crisis of Public Communication,
London and New York : Routledge, 1995)
Dan Nimmo, Komunikasi Politik Komunikator, Pesan dan Media, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1993)
McQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa, Agus Dharma (terj.), Jakarta : Erlangga,
1987
Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994)
Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1997)
Suryadi,Syamsu, Elit Politik dalam Komunikasi Politik di Indonesia, dalam Maswadi
Rauf dan Mappa Nasrun , Indonesia dan Komunikasi Politik, (Jakarta :
Gramedia, 1993)
Schudson, Michael, The Power of News, (Massachusetts, London : Harvard
University Press, 1995)
Sparrow, Bartholomew H., The News Media as A Political Institution Uncertain
Guardian,(Baltimore and London : The Johns Hopkins University Press, 1999)
Tan, Alexis S., Mass Communication Theories and Research, (Ohio : Grid Publising,
inc., 1981)

10