MATA KULIAH ANALISIS LOKASI DAN KERUANGA

wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuio
pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghj
klzxcvbnmqwertyuiopdfghjklzxcvbnm
qwertyuiopasdfghjklzxcnmqwertyuio
pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghj
klzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty
uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf
ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw
ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiop
asdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjkl
zxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnm
rtyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopa
sdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklz
xcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuio
pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghj

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penentuan Lokasi Fasilitas
Pendidikan Baru Studi kasus SMA Kompleks di Kota Surabaya dengan Analysis
Hierarchy Process ” sebagai tugas dari mata kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan.
Penulis berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah banyak membantu
dalam proses penyusunan dan penyelesaian makalah ini. Dan terima kasih kami
sampaikan kepada :
1. Dosen mata kuliah Analisa Lokasi dan Keruangan Bapak Ir Eko Budi
Susanto, Lic. Rer. reg yang, Ibu Vely Kukinul Siswanto, S.T, M.T, M.Sc dan
Ibu Ajeng Nugrahaning Dewanty, S.T, M.T, M.Sc yang telah memberi tugas
serta membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.
2. Rekan rekan yang telah membantu terselesainya makalah ini.
Tujuan dari pembuatan tugas mata kuliah ini adalah diharapkan penulis
memahami alat analisa yaitu Analisis Hirarki Proses yang digunakan dalam penentuan
lokasi faislitas pendidikan SMA baru di kota Surabaya dengan memperhatikan
beberapa faktor – faktor yang berpengaruh
Demikian makalah Analisa Lokasi dan Keruangan ini yang kiranya masih jauh
dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan dapat memberikan masukan informasi serta wacana yang bermanfaat
bagi masyarakat pada umumnya.


Surabaya, Mei 2015

Tim Penulis

2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................4
1.2 Tujuan.....................................................................................................................................5
1.3 Sasaran...................................................................................................................................5
1.4 Sistematika Penulisan.............................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................................7
2.1.TEORI TENTANG PENENTUAN LOKASI....................................................................................7
2.2.JANGKAUAN PELAYANAN FASILITAS PENDIDIKAN...................................................................9
2.3.STANDAR PELAYANAN MINIMAL FASILITAS PENDIDIKAN UNTUK SMA.................................10
2.4.FAKTOR PENENTU LOKASI PENDIDIKAN...............................................................................11

2.4.1 Aksesbilitas....................................................................................................................11
2.4.2 Lingkungan....................................................................................................................12
2.4.3 Kependudukan..............................................................................................................12
2.4.4 Fisik................................................................................................................................13
2.4.5 Pola Distribusi................................................................................................................14
BAB III METODE ANALISIS..........................................................................................................14
3.1.GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN..........................................................................16
3.2.JENIS PENELITIAN.................................................................................................................16
3.3.VARIABEL PENELITIAN..........................................................................................................16
3.4.METODE PENGUMPULAN DATA...........................................................................................18
3.5.TEKNIK ANALISIS DATA..........................................................................................................19
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................................22
BAB V KESIMPULAN...................................................................................................................26
5.1 KESIMPULAN........................................................................................................................26
5.2 SARAN..................................................................................................................................26
LAMPIRAN.................................................................................................................................26

3

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu modal yang sangat penting untuk menjalani
kehidupan bermasyarakat, dengan adanya asupan pendidikan moral, kedisiplinan,
agama, sosial dan ilmu lainnya guna memecahkan kesenjangan melalui pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan sekaligus akan meningkatkan taraf hidup setiap
individu. Pendidikan sebagai pengembangan human capital harus mempunyai
perspektif yang tepat dalam menentukan kebijakan dan pengalokasian pendidikan.
Penetapan fasilitas pendidikan bertujuan untuk memberikan pelayanan
fasilitas/sarana pendidikan yang optimal. Sarana pendidikan adalah semua fasilitas
yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang bergerak, maupun tidak
bergerak, agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur,
efektif dan efisien (Tim Penyusun Pedoman Media Pendidikan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan). Untuk mencapai pelayanan yang optimal, maka faktor
yang perlu ditetapkan meliputi jangkauan pelayanan sekolah, jumlah penduduk yang
diperlukan untuk mendukung adanya fasilitas tersebut (Eko, 1987). Karena faktor
utama didirikannya

sekolah adalah untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan


masyarakat. Letak lokasi suatu sekolah harus tepat sasaran pada masyarakat, apabila
tidak tersedia sarana transportasi atau kemudahan akses yang memadai, harus
diusahakan berada pada radius yang memungkinkan murid sekolah menjangkaunya.
Sekolah juga tidak akan efisien apabila berada di tempat yang sunyi atau terpencil.
Grigg menyatakan jangkauan pelayanan ditentukan oleh beberapa kondisi
jumlah penduduk dan tujuan pengguna seimbang dengan jumlah fasilitas dan fasilitas
umum harus berada dalam relative jangkauan pencapaian dari pusat kelompok
penduduk, maka factor yang didapat adalah: Jumlah penduduk dan Jarak menuju
tujuan pengguna (Grigg, 2000). Idealnya kegiatan belajar mengajar disekolah
diperlukan sarana belajar yang kondusif, lingkungan sehat dan asri, dan didukung
penataan yang indah sangat membantu dalam meningkatkan kegiatan pembelajaran.
Sebelum diadakan penataan dan pengaturan kebutuhan, diperlukan perencanaan,
pengadaan, dan penyimpanan serta penempatan barang, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan pada penempatan diantaranya adalah mudah dijangkau (ada
kendaraan umum), jauh ari keramaian, jauh dari tempat berbahaya, lingkungan yang
aman dan kondusif.

4

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menentukan faktor-faktor lokasi
yang tepat sebagai fasilitas pendidikan dan kesesuaian pemilihan lokasi pendidikan
yang ideal.

1.3 Sasaran
Untuk mencapai tujuan, sasaran yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Menentukan faktor-faktor penentuan lokasi pendidikan berdasarkan preferensi
masyarakat
2) Mengidentifikasi kesesuaian antara faktor-faktor penentu lokasi Fasilitas
Pendidikan berdasarkan preferensi masyarakat
3) Mengidentifikasi kesesuaian lokas Fasilitas Pendidikan dengan faktor-faktor
penentuan lokasi perumahan berdasarkan preferensi masyarakat

1.4 Sistematika Penulisan
Adapun penyusunan makalah ini akan dibahas sesuai dengan sistematika
penulisan yang disajikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN :Bab ini berisikan latar belakang, tujuan penulisan, serta
sistematika pelaporan dalam penyusunan faktor-faktor penentuan lokasi fasilitas
pendidikan yang ideal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA: Bab berisi landasan teori yang digunakan atau

dijadikan pedoman dalam melakukan suatu proses analisa. Tinjauan pustaka pada
penelitian ini menyangkut teori dan konsep mengenai penentuan lokasi fasilitas
pendidikan
BAB III METODE STUDI : Bab ini berisi gambaran umum, bagan alur studi, metode
pengambilan data, dan metode analisis yang digunakan dalam melakukan analisis
dalam studi ini.
BAB IV PEMBAHASAN : Bab ini akan dijelaskan pembahasan mengenai hasil dari
analisis dalam pelitian tentang Penentuan Lokasi Fasilitas Pendidikan di Surabaya
dngan studi kasus SMA Kompleks Surabaya

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.TEORI TENTANG PENENTUAN LOKASI
Petter E.Lioyd dalam bukunya Location in Space (1977) melihat bahwa
jangkauan / luas pasar dari setiap komoditas ada batasnya yang dinamakan range dan
batas minimal dari luas pasarnya agar produsen bisa tetap bertahan hidup
(berproduksi). ( Robinson, 2005 : 79)

Suatu kawasan / wilayah / tempat dan faktor yang ada di sekitarnya berkaitan
dengan lokasi sekolah dapat mempengaruhi perkembangan sosial masyarakat. Lokasi
pendidikan dapat dikaitkan dengan konsep teori tempat sentral ( central place theory )
menurut Christaller dalam Sitohang (1990: 132 ) , yaitu :
1.

Terdapat suatu hirarki dari komponen-komponen jasa, berlingkup mulai dari
pelayanan pada tingkat rendah yang terdapat pada setiap pusat-pusat kota
atau kampung sampai pelayanan pada tingkat tinggi yang hanya terdapat di
pusat-pusat yang besar. Kota-kota besar cenderung untuk memiliki hampir
segala macam kegiatan jasa, sedangkan kota-kota kecil dan kampung hanya
memiliki jumlah yang terbatas. Masing-masing kegiatan jasa mempunyai
penduduk ambang dan lingkup pasar. Penduduk ambang (Threshold
population) adalah jumlah minimum penduduk yang harus ada untuk dapat
menopang kegiatan jasa.

2.

Lingkup pasar ( market range) dari suatu kegiatan jasa adalah jarak yang
ditempuh oleh penduduk untuk mencapai tempat penjualan jasa tersebut,

dengan catatan bahwa penempuhan jarak itu adalah berdasarkan kesediaan
orang yang bersangkutan. Lingkup ini adalah batas terluar dari daerah pasar
bagi suatu kegiatan jasa, diluar batas mana orang akan mencari pusat lain.
Lingkup pasar dapat merupakan suatu fungsi sederhana dari jarak linier tetapi

lebih besar kemungkinan dipengaruhi oleh faktor konstan, karena lingkup dapat
berbeda-beda. Menurut faktor-faktor seperti besar dan pentingnya pusat yang
bersangkutan dan tingkat pendapatan penduduk di daerah belakang. Lokasi sekolah
dalam ruang perkotaan dapat dipelajari dengan menggunakan teori lokasi. Teori ini,
dipelopori oleh Von Thunen yang menyimpulkan bahwa karena keawetan produk yang
dihasilkan dan biaya transportasi, maka daerah yangberdekatan dengan pasar akan
cocok untuk tanaman yang lekas rusak, makin jauh dari pasar, maka biaya angkutan
akan makin dipertimbangkan (Djojodipuro, 1992 : 4).

6

Dalam perkembangannya, teori ini lebih dikenal dengan teori guna lahan. Hal
penting yang memegang peranan dalam penentuan lokasi adalah jarak. Yang bisa
digunakan sebagai penentuan fasilitas umum diantaranya fasilitas pendidikan. Lokasi
sekolah juga dapat dikaitkan dengan lokasi industri maka setidaknya mengetahui

tentang struktur ruang. Menurut Glasson dalam Sitohang,1990 : 132 bahwa setidaknya
terdapat 3 unsur pokok dalam struktur ruang yaitu :
1. Kelompok lokasi industri jasa atau tersier, termasuk pelayanan administrasi
keuangan, perdagangan eceran dan besar, dan pelayanan jasa-jasa lainnya,
yang cenderung mengelompok menjadi sistem tempat sentral yang tersebar
secara seragam pada hamparan daerah yang mempunyai hubungan yang
mudah dengan pasar-pasar terbesar;
2. Lokasi-lokasi

yang

manufacturing,

memencar

pertambangan

dengan
dan


spesialisasi

rekreasi

yang

industri

seperti

cenderung

untuk

mengelompok menjadi “cluster” atau aglomerasi menurut lokalisasi sumber
daya fisik seperti batubara, dan sifat-sifat fisik seperti lembah sungai dan
pantai;
3. Pola jaringan pengangkutan, umpamanya jalan raya dan kereta api, yang dapat
menimbulkan pola pemukiman yang linear.
Letak suatu sekolah, diharapkan dalam suatu lokasi yang baik atau optimal.
Menurut Daldjoeni (1992 : 61), lokasi optimal adalah lokasi yang terbaik secara
ekonomis. Model yang sederhana dari teori lokasi adalah memperoleh keuntungan
ekonomi dengan cara meminimkan biaya transportasi. Para ahli ekonomi mempunyai
kecocokan dengan model biaya transportasi, produk yang mempunyai biaya
pengiriman tinggi, cenderung sensitif terhadap biaya transportasi (Blair, 1995 : 43).
Menurut John P.Blair dan Robert Premus, dalam perkembangannya, variasi mengenai
ruang di dalam ukuran pasar, perbedaan biaya produksi, kenyamanan wilayah,
kemajuan teknologi dan faktor lain, terintegrasi ke dalam model yang kompleks dalam
proses pengambilan keputusan mengenai lokasi (Bingham dan Miered., 1993 : 3).
Guna mengidentifikasi suatu tempat atau lokasi, perlu diketahui unsur utama
apa yang membentuk tempat tersebut. Canter (1977 : 158), menggambarkan unsur
tersebut pada gambar 2.1 sebagai berikut :
AKTIVITAS

TEMPAT

ATRIBUT FISIK

KONSEPSI

7

Indikasi adanya suatu tempat adalah hasil hubungan antara (a) aktivitas, (b)
atribut Fisik, dan (c) konsepsi. Artinya, suatu tempat belum secara penuh dikenali,
sebelum mengetahui perilaku yang dihubungkan dengan tempat tersebut, parameter
mengenai pengaturan fisik dan konsepsi orang mengenai perilaku dalam lingkungan
fisik tersebut (Canter, 1977 : 159).

2.2.JANGKAUAN PELAYANAN FASILITAS PENDIDIKAN
Jangkauan atau radius sekolah yang harus ditempuh oleh penduduk menuju
lokasi sekolah secara nasional jarak capai yang diperhitungkan ialah jarak perjalanan
32 kaki dalam keadaan normal. Untuk sekolah lanjutan jarak 5 km yaitu 1 jam jalan
kaki. ( Indrafachrudi, dkk (1989: 142)
Terkait dengan pelayanan dalam kota, Weber Walter Christaller (1933) dan
August Lösch (1936), secara terpisah mengembangkan teori tempat pusat (central
place theory). Konsep utama dalam teori ini adalah apa yang dinamakan dengan the
range of good dan the threshold value (United Nation, 1979 : 53). Range of good
service merupakan jarak yang ditempuh para konsumen menuju suatu tempat untuk
mendapatkan

pelayanan,

adapun

threshold

value

atau

threshold

population

merupakan jumlah penduduk minimal yang dibutuhkan suatu unit pelayanan sebelum
dapat beroperasi secara menguntungkan (Daldjoeni : 1992 : 104).
Apabila dikaitkan dengan fasilitas pendidikan maka luas jangkauan pelayanan
pendidikan minimal sangat tergantung pada tingkat kepadatan penduduk pada wilayah.
Makin tinggi kepadatan penduduk makin kecil wilayah jangkauan pelayanan
pendidikan begitu juga sebaliknya. Menurut Teori tempat central jenis pelayanan jasa
dapat dikelompokkan kepada :
a. pelayanan perbaikan (repair work) dan pekerjaan lain dari yang sejenis
b. distribusi dan pengankutan barang-barang
c. pelayanan akan administrasi, pendidikan dan informasi
d. pelayanan keamanan dan kesehatan
Luas pemasaran dari kegiatan pelayanan itu ialah sejauh mana seseorang
bersedia untuk berjalan mencapai itu. Apabila jarak ini dilampui maka seseorang akan
akan mencari pelayanan lain yang lebih dekat. (Sinulingga, 2005 : 27)
Perihal jangkauan / radius sekolah yang harus ditempuh oleh penduduk menuju
lokasi sekolah, berbagai literatur berbeda-beda seperti :

8

1. Badan Standar Nasional Pendidikan tahun 2006 tentang standar sarana dan
prasarana SMA/MA yaitu satu SMA/MA dengan tiga rombongan belajar
melayani maksimum 6000 jiwa. Untuk pelayanan penduduk lebih dari 6000 jiwa
dapat dilakukan penambahan rombongan belajar di sekolah yang telah ada
atau pembangunan SMA/MA baru.
2. Indrafachudi, dkk (1989: 142) secara nasional jarak capai yang diperhitungkan
ialah jarak perjalanan kaki dalam keadaan normal. Untuk sekolah lanjutan
diambil jarak 5 km yaitu 1 jam jalan kaki.
3. Badan Standar Nasional Indonesia tentang saran dan prasarana yaitu satu
kelompok permukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduk lebih
dari 1000 jiwa dilayani oleh satu SMA/MA dalam jarak tempuh bagi peserta
didik yang berjalan kaki maksimum 6 km melalui lintasan yang tidak
membahayakan.
2.3.STANDAR PELAYANAN MINIMAL FASILITAS PENDIDIKAN UNTUK SMA
Mengacu pada SNI 03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan
perkotaan

di

perumahan.

Dasar

penyediaan

sarana

pendidikan

ini

juga

mempertimbangkan pendekatan desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan
yang ada. Tentunya hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang
nantinya

terbentuk

sesuai

konteks

lingkungannya.

Sedangkan

penempatan

penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait
dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani pada area
tertentu.
Perencanaan sarana pendidikan harus didasarkan pada tujuan pendidikan
yang akan dicapai, dimana sarana pendidikan dan pembelajaran ini akan menyediakan
ruang belajar harus memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, serta sikap secara optimal. Oleh karena itu dalam merencanakan sarana
pendidikan harus memperhatikan:
a) berapa jumlah anak yang memerlukan fasilitas ini pada area perencanaan;
b) optimasi daya tampung dengan satu shift;
c) effisiensi dan efektifitas kemungkinan pemakaian ruang belajar secara terpadu;
d) pemakaian sarana dan prasarana pendukung;
e) keserasian dan keselarasan dengan konteks setempat terutama dengan berbagai
jenis sarana lingkungan lainnya.
Sarana pendidikan sekolah menengah umum (SMU)

merupakan satuan

pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan menengah mengutamakan
9

perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Sedangkan untuk kebutuhan ruang dan lahan
pada sarana pendidikan sekolah menengah umum (SMU) diuraikan berikut ini :
-

Kebutuhan program ruang minimum memiliki minimum 6 ruang kelas @40
murid dilengkapi dengan ruang – ruang lain dan ruang terbuka atau bermain
kurang lebih 3000-7000m2

-

Kebutuhan sarana pendidikan dan pembelajaran pada jenis sarana SMU harus
memiliki jumlah penduduk pendukung sebesar 4.800 jiwa, untuk kebutuhan per
satuan sarana luas lantai minimum 3.835 m2 dan luas lahan minimal 12.500
m2, sedangkan radius pencapaian 3.000 m dapat dijangkau dengan kendaraan
umum, disatukan dengan lapangan olah raga dan tidak selalu di pusat
lingkungan.

-

Pembakuan tipe SMU dibagi menjadi tipe A,B, dan C dengan rombongan
belajar 27 untuk tipe A dengan peserta didik 1.080 siswa, rombongan belajar 18
untuk tipe B dengan peserta didik 720 jiwa, dan rombongan belajar 9 untuk tipe
C dengan peserta didik 360 siswa.

2.4.FAKTOR PENENTU LOKASI PENDIDIKAN
2.4.1 Aksesbilitas
Menurut Robinson (2003) Aksesibilitas adalah kemudahan mencapai suatu
wilayah dari wilayah lain yang berdekatan. Aksesibilitas (kemudahan jarak tempuh)
akan mempengaruhi kestrategisan suatu lokasi, karena menyangkut kemudahan untuk
menuju lokasi tersebut dari berbagai lokasi yang berada di sekitarnya atau wilayah
lainnya. Menurut Chiara dalam Yuliantarti (2003), aksesibilitas yang baik merupakan
salah satu faktor strategis dalam penentuan suatu lokasi sekolah karena akan
mempermudah siswa atau peserta didik dari dan ke lokasi sekolah. Selain itu
dikemukakan juga bahwa salah satu kriteria dalam pemilihan lokasi adalah tingkat
daya hubung yang baik yakni ketersediaan angkutan umum, jaringan jalan, frekuensi
keberangkatan dan jarak.
Faktor aksesibilitas ini dianalisis berdasarkan wilayah terdekat yang mampu
diakses sesuai peta jaringan jalan berdasarkan batasan jarak atau waktu minimum
yang diberikan antara tempat tinggal-sekolah. Jarak tempuh maksimal tempat tinggalsekolah berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia dengan tidak membedakan
transportasi yang dipilih dan kondisi jalan yang ditempuh. Indikator yang menentukan

10

aksesibilitas ini, yaitu: kedekatan lokasi dengan jaringan transportasi dan kedekatan
lokasi dengan pusat kota.
Menurut Srour (2003) dalam jurnalnya menyebutkan bahwa tingkat aksesibilitas
adalah meminimumkan waktu tempuh (travel time). Dalam kondisi yang ideal bahwa
suatu aksesibilitas yang baik di suatu lokasi diukur berdasarkan seberapa baik jaringan
transportasinya pada lokasi tersebut terhubung dengan pusat-pusat kegiatan lainnya.
2.4.2 Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap
pembentukan dan perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar. Faktor lingkungan
disini terdiri dari keamanan dan ketenangan suatu lokasi. Keamanan ditujukan dengan
lokasi fasilitas pendidikan yang aman terhadap gangguan dari luar, misal saja
premanatau pencuri anak. Ketenangan ditujukan dengan lokasi fasilitas pendidikan
yang bersih dari polusi udara maupun kebisingan
2.4.3 Kependudukan
Menurut Emil Salim (Conny R. Semiawan, 1991: 18) Gambaran pertambahan
penduduk adalah sebagai berikut: dari sekarang hingga abad XXI, terus menerus
bahan pendudukan akan terjadi pertambahan jumlah penduduk meskipun gerakan
berhasil. Sebabnya karena tingkat kematian menurun labih cvepat yaitu sebesar 4.5 %
dari turunnya tinggi kelahiran, yaitu sebesar 3,5 %. Hal tersebut juga mengakibatkan
berubahnya susunan umur penduduk. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka
penyedian

prasarana

dan

sarana

pendidikan

serta

komponen

penunjang

terselenggaranya pendidikan harus ditambah. Dan ini berarti beban pembangunan
nasional menjadi bertambah. Dan juga terjadi pergeseran permintaan akan fasilitas
pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan cenderung lebih meningkat dibanding dengan
permintaan akan fasilitas sekloah dasar.
Penyebaran penduduk diseluruh pelosok tanah air tidak merata. Ada daerah
yang dapat penduduk, terutama dikota-kota besar dan daerah yang padat penduduk,
terutama dikota-kota besar dan daerah yang penduduknya jarang yaitu didaerah
pedalaman khususnya didaerah terpencil yang berlokasi dipegunungan dan pulaupulau. Sebaran penduduk seperti digambarkan itu menimbulkan kesulitan dalam hal
penyediaan dan penempatan guru.

11

2.4.4 Fisik
Menurut Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 bahwa luas minimum lahan yang
dibutuhkan untuk jenjang sekolah menengah adalah 2.170 m2 dan lahan untuk satuan
pendidikan SMA/MA memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta
didik seperti tercantum pada Tabel.
Tabel Rasio Minimum Luas Lahan terhadap Peserta Didik

Sumber:Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007.
Untuk satu orang siswa dibutuhkan luas lahan 0.75 m lokal) = 56 m. Selanjutnya 0.75 x
56 didapatkan 42 siswa per kelas. Selain itu faktor

kondisi fisik lahan sangat

menentukan dalam pemilihan lokasi suatu sekolah. Yang termasuk dalam pembahasan
kondisi fisik lahan adalah kondisi topografi, kondisi hidrologi, kondisi tanah bebas dari
bencana alam.
1. Kondisi topografi
Menurut Widyasa (2001) mengemukakan bahwa semakin landai lahan maka
akan semakin banyak aktivitas. Artinya bahwa untuk penentuan sebuah lokasi
sekolah diutamakan didirikan pada lokasi yang landai. Hal ini sejalan dengan
pendapat yang menyatakan bahwa kondisi topografi meliputi permukaan tanah
yang relatif cukup datar, lahan sekolah relatif tidak berbukit, kemiringan
permukaan tanah maksimal 10%, ketinggian lahan relatif masih wajar, lahan tidak
dekat dengan lereng sungai dan dalam lokasi tidak terdapat tebing curam. Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 disebutkan bahwa
lahan sekolah kemiringan lahan rata-ratanya kurang dari 15%, tidak berada di
dalam garis sempadan sungai dan jalur kereta api. Lahan bukan merupakan
daerah hutan lindung, bukan merupakan daerah resapan air, bukan merupakan
daerah cadangan air, bukan merupakan daerah purbakala dan bukan merupakan
tempat keramat.
2. Kondisi hidrologi

12

Kondisi hidrologi lebih menyoroti keberadaan dan kondisi air pada lahan
sekolah tersebut. Jika kondisi air kurang baik maka akan berakibat tidak baik pada
seluruh warga sekolah. Sebab air yang ada pada lahan tersebut dipergunakan
untuk: MCK dan keperluan lainnya. Selain itu lahan harus terhindar dari
pencemaran air. Hal ini sesuai dengan Permendiknas No. 24 Tahun 2007 dan PP
RI No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
3. Kondisi tanah
Kondisi tanah perlu diperhatikan karena berkaitan erat dengan tingkat
kepekaan terhadap erosi. Ada beberapa kondisi tanah yang mempunyai kepekaan
tinggi terhadap erosi ini, yaitu: regosol, litosol, organosol, dan renzina. Kepekaan
terhadap erosi ini semakin rawan apabila tingkat kemiringan lahan makin curam
karena menyebabkan aliran air di permukaan makin deras dengan daya angkut
yang semakin banyak. Kondisi tanah yang ideal untuk lokasi sekolah adalah:
berupa tanah darat atau tanah bekas kebun/ladang; lahan yang berupa tanah
rawa/sawah atau bekas rawa/sawah harus siap bangun tanpa perlakuan khusus;
lahan tidak berupa tanah bekas kuburan atau bekas timbunan sawah atau bekas
limbah kimia. Intinya bahwa lahan untuk sekolah harus mempunyai kondisi yang
memungkinkan hidupnya vegetasi untuk kebun percobaan, kenyamanan dan
keindahan. Tanah idealnya mencukupi seperti jenis tanah berupa bebatuan, kerikil,
pasir dan lempung keras.
Dalam perencanaan pembangunan sebuah sekolah perlu diperhatikan faktor
alam sebagai salah satu faktor kenyamanan sekolah. Lahan yang digunakan untuk
lokasi sekolah hendaknya terhindar dari gangguan binatang buas, berada di
wilayah bebas banjir, tidak termasuk daerah atau lingkungan yang sering dilanda
oleh angin puyuh atau topan (Depdiknas).
2.4.5 Pola Distribusi
Faktor pola distribusi dimaksudkan untuk menganalisis penyebaran sekolah dengan
melihat

kesesuaian

terhadap

persediaan-permintaan

sekolah

(supply-demand)

sekolah. Proyeksi penduduk di masa yang akan datang dalam rangka mengetahui
jumlah kebutuhan fasilitas SLTA juga akan dilakukan. Supply (jumlah daya tampung
sekolah) dianalisis berdasarkan standar luas minimum sekolah, luas sekolah per
siswa, jumlah siswa per kelas, serta jumlah siswa per guru sedangkan demand
(kebutuhan) dianalisis berdasarkan jumlah penduduk usia sekolah menengah yakni 1618 tahun. Analisis terhadap pola distribusi ini dilakukan untuk meminimalisir
kesenjangan antarwilayah untuk rasio jumlah penduduk usia sekolah dengan jumlah
13

sekolah, ketidakseimbangan antara kapasitas dan kebutuhan, serta keterbatasan
lahan untuk pengembangan dan pembangunan sekolah.
Payung hukum untuk pola distribusi ini juga diatur di dalam standar nasional sarana
dan prasarana pendidikan yang dimuat dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007
tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD, SMP, SMA atau sederajat. Pada
satu sisi, secara kuantitas sekolah harus menjawab kebutuhan masyarakat yang
senantiasa tumbuh dan secara kualitas sekolah dituntut mampu memfasilitasi kegiatan
belajar dengan standar yang terus meningkat. Pada sisi lain, sekolah harus “bersaing”
dengan berbagai kepentingan dalam penggunaan lahan sebagai konsekuensi
pertumbuhan penduduk dan kota, demografi mengalami perubahan dan kebutuhan
ruang terus meningkat. Hal ini memicu terjadinya pelanggaran master plan dan
perubahan tata guna lahan sehingga sedikit banyak mempengaruhi lingkungan
sekolah.

14

BAB III
METODE ANALISIS

3.1.GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Pada penelitian ini lokasi yang diambil berada pada area SMA Kompleks
dengan batas administrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara

: Jalan Ambengan

Sebelah Selatan

: Jalan Jimerto

Sebelah Barat

: Jalan Wijaya Kusuma

Sebelah Timur

: Jalan Kusuma Bangsa

Gb. Lokasi SMA Kompleks
(Sumber : survey sekunder, 2015)

3.2.JENIS PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan pada
ranking faktor – faktor yang paling mempengaruhi dalam penentuan penentuan
lokasi pendidikan SMA baru di Kota Surabaya. Pendekatan ini bertujuan untuk
mncapai sasaran dalam penelitian
3.3.VARIABEL PENELITIAN
Berdasarkan faktor penentu lokasi fasilitas pendidikan, terdapat beberapa variabel dan
Indikator untuk menentukan pemilihan lokasi fasilitas pendidikan :
No.

Variabel

Indikator

Keterangan
15

1

Aksesbilitas

Jarak lokasi pusat fasilitas
pendidikan

SMA

Aksesbilitas

dengan terhadap

tempat tinggal
Waktu capai dari lokasi tempat

dalam

dilandasi
kemudahan

menjangkau

fasilitas

pendidikan

tinggal dengan lokasi pusat

dengan
unsur
fasilitas pendidikan SMA
penunjang lainnya
Kemudahan
mendapatkan
2

Lingkungan

sarana transportasi umum
Keamanan
Ketenangan

(tingkat

polusi

udara dan suara/kebisingan)

Lingkungan

dalam

penentuan

lokasi

pendidikan

lebih

ditekankan pada faktor
eksternal yang berupa
fisik

yang

mempengaruhi
3

Kependudukan

Kepadatan penduduk

kegiatan belajar.
Kepadatan
prosentase

Persebaran Penduduk Usia 16
– 18 tahun

faktor yang mendukung
dalam penentuan lokasi
penduduk
objek

Fisik

Topografi
Hidrologi
Kondisi Tanah

penduduk

usia sekolah salah satu

sekolah

4

dan

karena
merupakan
dalam

penyediaan fasiltas.
Fisik Lahan merupakan
penentu potensi lahan
yang dipengaruhi oleh
Topografi,

Hidrologi,

dan Kondisi Tanah
5

Pola Distribusi

Luas sekolah

16

Daya tampung sekolah

Pola
dimaksudkan

distribusi
untuk

menganalisis
penyebaran

sekolah

dengan

melihat

kesesuaian

terhadap

persediaan

/

permintaan sekolah
Tabel Variabel yang mempengaruhi
(sumber : survey sekunder, 2015)

3.4.METODE PENGUMPULAN DATA
Pada metde pengumpulan data dalam proses penelitian ini terdiri atas 2
metode, yakni dengan melakukan survey primer dan survey sekunder :
3.4.1 SURVEY PRIMER
Survei primer dilakukan untuk mendapatkan data eksisting primer
berdasarkan lokasi penelitian. Teknik pengambilan data yang dilakukan
adalah :
1) Teknik observasi atau pengamatan langsung
Teknik observasi atau pengamatan langsung dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung dengan menggunakan alat
bantu kamera dan catatan. Alat bantu kamera memudahkan peneliti
dalam perekaman situasi atau kondisi eksisting di kawasan lokasi
penelitian.
2) Kuisioner
Survey kuisioner terhadap stakeholder terkait dalam penentuan lokasi
pendidikan. Dengan kuisioner ini diharapkan mampu memberikan data
sehingga dapat mengetahui faktor yang paling berpengaruh dalam
penentuan lokasi pendidikan yaitu SMA kompleks di Surabaya. Sampel
yang diambil dalam penelitian ini terdiri dari unsur sampel penelitian
kualitatif yaitu dari pihak masyarakat dan pemerintah
3.4.2 SURVEY SEKUNDER
Survey sekunder dilakukan untuk memperoleh data yang berasal dari
kepustakaan dengan melakukan studi, yaitu :

17

1) Studi literatur/pustaka, dilakukan melalui studi kepustakaan di buku, hasil
penelitian dan peraturan yang berhubungan dengan tema penelitian
2) Tinjauan media yaitu informasi-informasi yang diperoleh sebagai input
dalam penelitian ini diperoleh dari internet

3.5.TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian penentuan lokasi ini adalah
dengan menggunakan teknik analisis data AHP (Analytical Hirarchy Process). AHP
adalah prosedur yang berbasis matematis yang sangat baik dan sesuai dengan kondisi
evaluasi atribut-atribut kualitatif. Penilaian yang diberikan dalam penggunaan metode
AHP ini memberikan kita keluwuesan dalam menilai, yaitu AHP menunjukkan
pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis (Saaty, 1993:23). Metode Saaty
(Analisis Hirarki Proses) yang digunakan dalam studi ini dikarenakan metode ini
mempunyai keuntungan antara lain (Saaty, 1993:27):
1.

Mekanisme pendekatan, yaitu suatu konsep operasional guna menyelesaikan studi
proyek ini secara terarah dan sesuai dengan kerangka acuan kerja. Termasuk dalam
pola dan konsep operasional tersebut adalah cara yang digunakan dalam menggali
dan menemukan permasalahan yang ada. Selanjutnya setiap data dan fakta yang
masuk dianalisis dengan metode standar dan berbagai pemanfaatan ilmiah lainnya,
serta standar perencanaan tata ruang yang berlaku. Metode ini adalah suatu cara
praktis untuk menangani secara kualitatif bermacam hubungan fungsional dalam suatu
jaringan yang kompleks.

2.

mempunyai kemampuan memadukan perencanaan ke depan (yang diproyeksikan)
dan perencanaan ke belakang (yang diinginkan) dengan cara yang interaktif, yang
mencerminkan pertimbangan dari semua staf manajerial yang berkepentingan.

3.

Merupakan cara baru untuk menganalisa suatu permasalahan dengan kemampuan
antara lain:

·

Memadukan data yang sudah ada dengan pertimbangan subyektif tentang faktorfaktor tak wujud

·

Memasukkan pertimbangan beberapa orang dalam memecahkan konfliks.

·

Melakukan analisis sensitivitas dan revisi biaya murah

·

Menggunakan prioritas marginal maupun prioritas rata-rata untuk membimbing
pengalokasian

·

Meningkatkan kemampuan manajemen untuk melakukan pertimbangan secara
eksplisit.
18

4.

Suatu teknik yang melengkapi berbagai teknik lain, prioritas (meminimaumkan
resiko) untuk memilih proyek atau aktivitas.

5.

Suatu pengganti tunggal untuk aneka ragam skema untuk memproyeksikan masa
depan dan melindungi terhadap resiko dan ketidakpastian.
Kelemahan metode Saaty yang dapat dinyatakan disini adalah metode
penjagaan ini tidak dibuat kaku karena dimaksudkan untuk menampung aspek
pertimbangan

non

teknis

yang

umumnya

merupakan

pertimbangan

politis.

Kelonggaran tersebut, dapat memungkinkan pertimbangan non teknis yang akan
mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan pedoman teknis yang
diusulkan.
Berikut ini kerangka berfikir penentuan lokasi fasilitas pendidikan SMA
Kompleks di Surabaya :
Penentuan Lokasi Fasilitas Pendidikan
SMA Kompleks Di Surabaya

Aksesbilitas

Lingkungan

Kependudukan

Fisik

Pola Distribusi

Jarak lokasi
pusat fasilitas
pendidikan SMA
dengan tempat
tinggal

Keamanan

Kepadatan
penduduk

Topografi

Luas Sekolah

Ketenangan
(tingkat
polusi udara
dan
suara/kebisin
gan)

Persebaran
Penduduk
Usia 16 –
18 tahun

Hidrologi

Daya Tampung
Sekolah

Waktu capai
dari lokasi
tempat tinggal
dengan lokasi
pusat fasilitas
pendidikan SMA

Kondisi
Tanah

Kemudahan
mendapatkan
sarana
transportasi
umum
19

Dalam penelitian kali ini analisis AHP digunakan untuk mengetahui nilai bobot faktor
penentuan lokasi fasilitas pendidikan, yang datanya didapatkan dari hasil wawancara
dan pengisian kuisioner kepada stakeholder terkait. Kemudian setelah terbentuk grafik
tersebut dibuat kuisioner dalam mengetahui preferensi msyarakat terhadap penentuan
lokasi tersebut. Kuisioner tersebut disebar ke para stakeholder dan masyarakat Kota
Surabaya. Hasil kuisioner dimasukkan ke dalam software expert choice 11 sehingga
bisa menghasilkan data aspek yang memiliki prioritas lebih tinggi dalam penentuan
lokasi fasilitas pendidikan SMA kompleks kota Surabaya.

20

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dijelaskan pembahasan mengenai hasil dari analisis dalam pelitian
tentang Penentuan Lokasi Fasilitas Pendidikan di Surabaya dngan studi kasus SMA
Kompleks Surabaya. Sesuai yang dijelaskan pada bab sebelumnya tentang teknik
analisis yang digunakan dalam penentuan lokasi adalah menggunakan teknik analisis
data AHP (Analytical Hirarchy Process). Dalam penelitian ini analisis AHP digunakan
untuk mengetahui nilai bobot faktor penentuanlokasi fasilitas pendidikan, yang datanya
didapatkan dari hasil wawancara dan pengisian kuisioner pada stakeholder terkait.
Penentuan lokasi fasilitas Pendidikan di Kota Surabaya dengan merujuk pada studi
kasus SMA kompleks dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor
aksesilitas, lingkungan, kependudukan, fisik, pola distribusi. Adapun beberapa langkah
yang dilakukan dalam proses menganalisa menggunakan analisa data AHP yang
dijelaskan lebih lanjut pada lampiran 1. Sebelum melakukan penggabungan dari hasil
terlebih dahulu dilakukan pemasukan data permasing masing faktor hingga masing
masing sub faktor.
Pada langkah yang pertama penentuan faktor prioritas dalam penentuan lokasi fasilitas
pendidikan dilakukan pada kelima faktor dengan hasil sebagai berikut :

Gambar xx hasil analisis faktor penentu lokasi fasilitas pendidikan
Sumber: Hasil Analisis 2015
Dapat diperhatikan bahwa pada data diatas terdapat lima faktor yang mempengaruhi
penetuan lokasi fasilitas pendidikan yaitu aksesbilitas, lingkungan, kependudukan, fisik
dan pola distribusi. Nilai tertinggi yaitu aksesbilitas dengan nilai0,325 selanjutnya
lingkungan dengan nilai 0,228 , fisik dengan nilai 0,191 , pola distribusi dengan nilai
0,180 dan yang terakhir adalah kependudukan dengan nilai 0,076.

Data diatas

memiliki inconsistency sebesar 0,09 dan telah valid sebab standart validitas suatu data
>0,1. Dari data diatas telah diperlihatkan bentuk hirarki faktor dalam penentuan lokasi
fasilitas pendidikan dimana faktor yang menjadi proritas adalah faktor aksesbilitas.
Selain menentukan prioritas pada faktor yang utama, penentuan prioritas juga
dilakukan pada masing-masing faktor berdasarkan sub faktor.
Faktor pertama adalah faktor aksesbilitas dimana hasil dari proses pengolahan data
dapat dilihat pada gambar berikut :

21

Gambar xx hasil analisis faktor aksesbilitas
Sumber : Hasil analisis 2015
Pada faktor aksesbilitas terdapat beberapa sub faktor diantaranya jarak lokasi pusat
fasilitas pendidikan SMA dengan tempat tinggal, waktu capai dari lokasi tempat tinggal
dengan lokasi fasilitas pendidikan, dan kemudahan mendapatkan sarana transportasi
umum. Dari hasil analisis didapatkan nilai tertinggi yaitu kemudahan mendapatkan
sarana trasnportasi dengan nilai 0,516. Disusul oleh jarak lokasi fasilitas pendidikan
SMA dengan tempat tinggal dengan nilai 0,282 dan terakhir adalah waktu capai dari
lokasi tempat tinggal dengan lokasi fasilitas pendidikan dengan nilai 0,202. Data diatas
memiliki inconsistency sebesar 0,06 dan telah valid sebab standart validitas suatu data
>0,1. Jadi dapat disimpulkan bahwa dari faktor aksesbilitas pengaruh paling besar
dalam penentuan lokasi fasilitas pendidikan adalah kemudahan mendapatkan sarana
trasnportasi.
Faktor kedua adalah faktor lingkungan dimana hasil dari proses pengolahan data dapat
dilihat pada gambar berikut :

Gambar xx hasil analisis faktor lingkungan
Sumber : Hasil analisis 2015
Pada faktor lingkungan terdapat dua sub faktor diantaranya keamanan dan
ketenangan. Dari hasil analisis didapatkan nilai tertinggi yaitu ketenangan dengan nilai
0,675 dan selanjutnya keamanan dengan nilai 0,325. Data diatas memiliki
inconsistency sebesar 0dan telah valid sebab standart validitas suatu data adalah
>0,1. Jadi dapat disimpulkan bahwa dari faktor lingkungan pengaruh paling besar
dalam penentuan lokasi fasilitas pendidikan adalah ketenangan.
Faktor ketiga adalah faktor kependudukan dimana hasil dari proses pengolahan data
dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar xx hasil analisis faktor kependudukan

22

Sumber : Hasil Analisis 2015
Pada faktor kependudukan terdapat dua sub faktor diantaranya kepadatan penduduk
dan persebaran penduduk usia 16-18 tahun. Dari hasil analisis didapatkan nilai
tertinggi yaitu persebaran penduduk usia 16-18 tahun dengan nilai 0,570 dan
selanjutnya

kepadatan

penduduk

dengan

nilai

0,430.

Data

diatas

memiliki

inconsistency sebesar 0 dan telah valid sebab standart validitas suatu data adalah
>0,1. Jadi dapat disimpulkan bahwa dari faktor kependudukan, pengaruh paling besar
dalam penentuan lokasi fasilitas pendidikan adalah persebaran penduduk usia 16-18
tahun.
Faktor keempat adalah faktor fisik dasar dimana hasil dari proses pengolahan data
dapat dilihat pada gambar berikut :

Pada faktor fisik terdapat tiga sub faktor diantaranya topografi, hidrologi dan kondisi
tanah. Dari hasil analisis didapatkan nilai tertinggi yaitu topografi dengan nilai 0,482
dan selanjutnya hidrologi dengan nilai 0,318 dan terakhiradalah kondisi tanah dengan
nilai 0,201. Data diatas memiliki inconsistency sebesar 0,04 dan telah valid sebab
standart validitas suatu data adalah >0,1. Jadi dapat disimpulkan bahwa dari faktor
fisik dasar yang berpengaruh paling besar dalam penentuan lokasi fasilitas pendidikan
adalah topografi.
Faktor kelima adalah faktor pola dasar dimana hasil dari proses pengolahan data dapat
dilihat pada gambar berikut :

Pada faktor pola dasar terdapat dua sub faktor diantaranya luas sekolah dan daya
tampung sekolah. Dari hasil analisis didapatkan nilai tertinggi yaitu daya tampung
sekolah dengan nilai 0,813 dan selanjutnya luas sekolah dengan nilai 0,187. Data
diatas memiliki inconsistency sebesar 0 dan telah valid sebab standart validitas suatu
data adalah >0,1. Jadi dapat disimpulkan bahwa dari faktor pola distribusi yang
berpengaruh paling besar dalam penentuan lokasi fasilitas pendidikan adalah daya
tampung sekolah.

23

Setelah kelima faktor di jabarkan dapat ditentukan prioritas masing masing sub faktor,
dengan kembali mengacu pada hirarki hasil penentuan lokasi fasilitas pendidikan
berdasarkan faktor yang umum, maka dapat dilakukan dan dibentuk sebuah kebijakan
bahwasanya dalam membangun fasilitas pendidikan harus memperhatikan dan
memprioritaskan faktor aksesbilitas dimana sub faktornya adalah kemudahan dalam
memperoleh kendaraan umum, selanjutnya memperhatikan faktor lingkungan dengan
sub faktorya adalah ketenangan , dari fisik yaitu topografi, pola distribusi yaitu daya
tampung sekolah dan yang terakhir kependudukan adalah persebaran penduduk usia
16-18tahun. Dengan memperhatikan priortas faktor dan sub faktor yang telah
dianalisis, tentunya dalam menentukan lokasi fasilitas pendidikan lebih baik lagi.

24

BAB V
KESIMPULAN

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang tealh dilakukan diketahui bahwa faktor yang
mempengaruhi penentuan lokasi fasilitas pendidikan SMA Kompleks di Kota Surabaya
terdiri atas faktor Aksesbilitas, Lingkungan, Kependudukan, Fisik, Pola Distribusi.
Kemudian setelah dilakukan analisa bahwa dari kelima faktor tersebut yang sangat
mempengaruhi yaitu aksesbilitas sebagai prioritas. Kemudian pada sub – sub faktor
dilakukan juga analisis untuk diketahui prioritasnya. Sehingga didapatkan bahwa pada
faktor aksesbilitas prioritas utama yaitu kemudahan mendapatakan sarana transportasi
umum, untuk faktor lingkungan prioritas utama yaitu ketenangan, untuk faktor
kependudukan prioritas utama yaitu persebabran penduduk usia 16 -18, untuk faktor
fisik prioritas utama yaitu topografi dan untuk faktor pola distribusi prioritas utama yaitu
daya tampung sekolah.
Dengan demikian dalam penentuan lokasi baru untuk SMA Kompleks perlu
diperhatikan bahwa faktor aksesbilitas karena kemudahan untuk mendapatkan
transportasi umum untuk mencapai lokasi serta lamanya waktu tempuh menjadi
pertimbangan berikutnya dan hal ini sejalan dengan teori Christaller. Dengan diketahui
pertimbangan utama aksesbilitas telah diketahui dengan begitu variabel seperti sarana
transportasi umum, ketenangan pada lokasi tersebut, persebaran penduduk usia 16
-18, topografi wilayah, serta daya tampung sekolah merupakan pendukung dalam
penentuan lokasi fasilitas pendidikan tersebut.
5.2 SARAN
Dalam penentuan lokasi pendidikan ini disarankan :


Penentuan Lokasi Pendidikan SMA Kompleks disarankan dekat dengan
aksesbilitas, dekat dan mudah dijangkau oleh masyarakat



Peletakan lokasi yang dekat dengan jalan raya sehingga mudah dilalui dan
dilewati oleh angkutan umum yang akan memberikan kemudahan dalam
mengakses fasilitas pendidikan tersebut.



Dalam penentuan lokasi ini diperhatikan juga faktor lingkungan yaitu bebas dari
kebisingan yang nantinya menciptakan ketenangan dan disarankan juga lokasi
sekolah ini berada jauh dari pusat kegiatan seperti pasar maupun bengkel.

25



Perlunya mengetahui pesebaran jumalh penduduk usia sekolah dalam
penentuan penentuan lokasi baru dalam penentuan lokasi sekolah SMA
dengan begitu membuat penyebaran sekolah merata.



Kemudian untuk wilayah diperhatikan wilayah tersebut harus datar dan tidak
berada pada kemiringan untuk menaggulangi atau meminimalisir terkena
bencana



Serta pentingnya penentuan tipe sekolah A, B dan C untuk mengetahui daya
tampung sekolah tersebut.

26

LAMPIRAN
Lampiran 1
Proses menganalisa menggunakan analisis data AHP dilakukan dengan beberapa
langkah langkah diantaranya.
1. Langkah pertama masukkan faktor beserta faktor yang akan diolah

2. Selanjutnya tentukan jumlah responden dan tuliskan responde pada gamber
berikut

3. Setelah menenttukan jumlah responden, pilih slah satu responden untuk
dimasukkan input data mulai dari faktor hingga sub faktor

27

4. Setelah semua input data dimasukkan pada masing masing responden
selanjutnya dilakukan combine agar semua data responden menjadi satu
bagian utuh

5. Sehingga data yang didapatkan berupa data prioritas pada faktor utama dan
masing masing faktor.

Lampiran 2
Penentuan Lokasi fasilitas Pendidikan
Studi Kasus : SMA KOMPLEKS KOTA SURABAYA
Bapak/Ibu, Sodara/i yang kami hormati
Kami mahasiswa Program Sarjana (S-1) Perencanaan Wilayah dan Kota ITS
mengadakan sebuah penelitian tentang penentuan lokasi fasilitas pendidikan studi
kasus: SMA Kompleks Kota Surabaya. Dalam penentuan lokasi fasilitas pendidikan
terlebih dahulu dilakukan perumusan kriteria-kriteria lokasi sehingga lokasi tersebut
layak dan strategis.
Pembobotan kriteria dilakukan dengan menggunakan alat analisis AHP (Analytical
Hierarchy Process). AHP merupakan salah satu metode yang bisa digunakan untuk
memecahkan maslah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok
kelompok, dan mengatur kelompok tersebut ke dalam suatu hirarki. Alat ini

28

memerlukan suatu nilai numeric sebagai pengganti persepsi seseorang untuk
mendapatkan perbandingan relatif sehingga diperoleh nilai prioritas kriteria.
Dalam penelitian ini kami mengharapkan bantuan Bapak/Ibu, Saudara/i untuk
berkenan

menjawab

beberapa

pertanyaan

dibawah

ini

sesuai

dengan

pendapat/persepsi Bapak/Ibu, Saudara/i terhadap perbandingan tingkat kepentungan
antara dua kriteria atau subkriteria yang disajikan dalam masing-masing pertanyaan.
Biodata Responden
Nama

: Meilissa Imaniyah N.

Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat

: Jl. Lapangan Dharmawangsa No. 8, Surabaya

Umur

: 27

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

No. Hp

: 08155006545

Petunjuk :
Dalam melakukan pembandingan tingkat kepentingan antara dua kriteria/subkriteria
ditentukan nilai kepentingan 1 sampai 9. Jawaban perbandingan yang menurut
Bapak/Ibu, Saudara/i paling tepat denan arti penilaian sebagai berikut :
Skala Matriks Perbandingan Berpasangan
Intensitas

Definisi

Kepentingan
1
Elemen yang satu sama pentingnya
dibanding dengan elemen yang lain
3

Penjelasan
Kedua elemen menyumbang
sama

besar

(equal importance)
tersebut
Elemen yang satu sedikit lebih penting Pengalaman

pada

sifat

menyatakan

daripada elemen yang lain (moderate sedikit memihak pada satu
5

more importance)
elemen
Elemen yang satu jelas lebih penting Pengalaman

menunjukkan

daripada elemen yang lain (essential secara kuat memihak pada
7

strong more importance)
Elemen yang satu sangat jelas lebih

satu elemen
Pengalaman

penting daripada elemen yang lain secara
(demonstrated importance)

kuat

didominasi

menunjukkan
disukai
oleh

dan

sebuah

elemen yang tampak dalam
9

praktek
Elemen yang satu mutlak lebih penting Pengalaman

menunjukkan
29

2,4,6,8

daripada elemen yang lain (absolutely

satu elemen sangat jelas

more importance)
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang

lebih penting
Nilai ini diberikan

berdekatan (grey area)
Sumber : Saaty (1993)

bila

diperlukan kompromi

Contoh :
Manakah di dua daerah ini yang membutuhkan penambahan fasilitas pendidikan?
Utara 9

8

7

6

5

4

3

2

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Selatan

Hal ini berarti bahwa Daerah Utara lebih membutuhkan penambahan fasilitas
pendidikan daripada di Selatan (berdasarkan persepsi responden).
PERTANYAAN I
Pertanyaan I berisi tentang perbandingan tingkat kepentingan antara faktor kriteria
penentuan lokasi fasilitas pendidikan.
Aksesbilitas
Aksesbilitas
Aksesbilitas
Aksesbilitas
Lingkungan
Lingkungan
Lingkungan
Kependudukan
Kependudukan
Fisik

9
9
9
9
9
9
9
9
9
9

8
8
8
8
8
8
8
8
8
8

7
7
7
7
7
7
7
7
7
7

6
6
6
6
6
6
6
6
6
6

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

3
3
3
3
3
3
3
3
3
3

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

3
3
3
3
3
3
3
3
3
3

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

6
6
6
6
6
6
6
6
6
6

7
7
7
7
7
7
7
7
7
7

8
8
8
8
8
8
8
8
8
8

9
9
9
9
9
9
9
9
9
9

Lingkungan
Kependudukan
Fisik
Pola Distribusi
Kependudukan
Fisik
Pola Distribusi
Fisik
Pola Distribusi
Pola Distribusi

PERTANYAAN II
Pertanyaan II berisi tentang perbandingan tingkat kepentingan antar indikator kriteria
Aspek Aksesbilitas dalam penentuan lokasi Fasilitas pendidikan.
Waktu capai
Jarak

lokasi

dari

pusat fasilitas
pendidikan
SMA dengan

lokasi

tempat
9

8

7

6

5

4

3

2

1

2

3

4

5

6

7

8

9

tinggal
dengan lokasi

tempat

pusat fasilitas

tinggal

pendidikan

Jarak

SMA
Kemudahan

lokasi 9

8

7

6

5

4

3

2

1

2

3

4

5

6

7

8

9

30

pusat fasilitas

mendapatkan

pendidikan

sarana

SMA dengan

transpo