BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman padi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman padi
Tanaman padi merupakan tanaman musiman, termasuk golongan rumputrumputan dengan klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monotyledonae

Keluarga

: Gramineae (Poaceae)

Genus


: Oryza

Spesies

: Oryza sp.

Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah O. sativa dengan dua sub
spesies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere).
Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di dataran
tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan tanaman
padi dapat hidup dengan baik di daerah yang berhawa panas dan banyak
mengandung uap air. Dengan kata lain, padi dapat hidup baik pada daerah
beriklim panas yang lembab (AAK, 1990).
Tanaman padi membutuhkan proses penggilingan supaya dapat dihasilkan
bulir padi atau yang biasa disebut beras. Beras tersebutlah merupakan produk
utama dari tanaman padi yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. Penggilingan
padi menjadi beras menghasilkan produk samping antara lain menir, beras pecah,
sekam, dan dedak. Menir dan beras pecah dapat digiling menjadi tepung sebagai
bahan berbagai kue dan makanan lainnya. Sekam dapat dimanfaatkan untuk bahan

bakar serta kompos. Dedak padi merupakan limbah dalam proses pengolahan
gabah menjadi beras yang mengandung “bagian luar” beras yang tidak terbawa,
tetapi tercampur pula dengan bagian penutup beras itu.

Hal inilah yang

mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Rasyaf,
1990).

4

2.2 Dedak padi
Dedak padi merupakan hasil ikutan penggilingan padi yang berasal dari
lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Proses pengolahan
gabah menjadi beras akan menghasilkan dedak padi kira-kira sebanyak 10%
pecahan-pecahan beras atau menir sebanyak 17%, tepung beras 3%, sekam 20%
dan berasnya sendiri 50%. Persentase tersebut sangat bervariasi tergantung pada
varietas dan umur padi, derajat penggilingan serta penyosohannya (Grist, 1972).
Banyak sekali manfaat dedak untuk kebutuhan manusia, dilihat dari
komposisinnya, dedak ( bekatul ) mengandung protein 13 %, lemak 2-5%,

karbohidrat 58-74% dan serat kasar kalori sehingga bekatul dapat dimanfaatkan
untuk makanan dan pakan (Suparyono, Agus Setyono 1997).
Dedak padi mengandung komponen bermanfaat, berbagai vitamin, mineral,
asam lemak, asam lemak esensial, dan antioksidan. Kandungan kaya gizi itu,
membuat dedak padi menjadi bahan pangan fungsional yang penting, yang
mengurangi resiko terjangkitnya penyakit dan meningkatkan status kesehatan
tubuh. Dedak padi juga sumber serat makan (diatery fiber) yang baik. Dedak padi
berpotensi dikembangkan dalam indutri pangan, farmasi, dan pangan suplemen.
Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai ciri fisik seperti baunya khas,
tidak tengik, teksturnya halus, lebih padat dan mudah digenggam karena
mengandung kadar sekam yang rendah, dedak yang seperti ini mempunyai nilai
nutrisi yang tinggi (Rasyaf, 2002). Anggorodi (1994) menyatakan bahwa, dedak
padi yang berkualitas tinggi mempunyai kandungan sekam lebih rendah.
Tabel 2.1. spesifikasi persyaratan mutu dedak padi
Komposisi
Air (%, maksimum)
Protein kasar (%, minimum)
Serat kasar (%, maksimum)
Abu (%, maksimum)
Lemak (%, maksimum)

Asam lemak bebas terhadap
lemak maksimum
(%, maksimum)
Ca (%, maksimum)
P (%, maksimum)

Mutu I

Mutu II

Mutu
III
12
8
16
5
20

12
11

11
11
15

12
10
14
13
20

5

8

8

0,04-0,30
0,60-1,60

0,04-0,30

0,60-1,60

0,04-0,30
0,60-1,60

5

Aflatoksin(ppb, maksimum)
50
Silica (%, maksimum)
2
Sumber: Dewan Standarisasi Nasional (2001)

50
3

50
4

Produksi dedak padi di Indonesia cukup besar dan hanya terbatas pada pakan

ternak karena ketengikan yang disebabkan hidrolisis, yang dikatalisis oleh enzim
lipase, terhadap minyak yang terkandung di dalam dedak padi.
2.3 Minyak jelantah
Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah
adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti
halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya. Minyak ini
merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga yang dapat
digunakan kembali untuk keperluan kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari
komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang
bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan sehingga dapat
menyebabkan penyakit kanker dalam jangka waktu yang panjang.
Menurut Mahreni (2010), minyak goreng bekas adalah minyak makan nabati
yang telah digunakan untuk menggoreng dan biasanya dibuang setelah warna
minyak berubah menjadi coklat tua. Proses pemanasan selama minyak digunakan
merubah sifat fisika-kimia minyak. Pemanasan dapat mempercepat

hidrolisis

trigliserida dan meningkatkan kandungan asam lemak bebas (FFA) di dalam
minyak. Sifat fisika dan sifat kimia dari minyak jelanta dapat dilihat pada Tabel

2.2 sebagai berikut.
Tabel 2.2. Klasifikasi sifat fisik dan sifat kimia minyak jelantah
Sifat Fisik Minyak Jelantah
Sifat Kimia Minyak Jelantah
Warna coklat kekuning-kuningan
Berbau tengik
Terdapat endapan

Hidrolisa, minyak akan diubah
menjadi asam lemak bebas dan
gliserol
Proses oksidasi berlangsung bila
terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak
Proses hidrogenasi bertujuan
untuk menumbuhkan ikatan
rangkap dari rantai karbon asam

6


lemak pada minyak
Sumber : Geminasti,2012
Minyak jelantah dapat diolah menjadi produk yang lebih bermutu. Salah
satunya adalah sebagai bahan pembuatan biodiesel. Akan tetapi minyak jelantah
yang akan diproses untuk pembuatan biodiesel ini harus melalui proses pemurnian
yang menggunakan katalis dalam proses esterifikasi dan transesterifikasi (Gareso,
2010).
Jelantah merupakan salah satu pilihan yang menarik untuk digunakan sebagai
bahan bakar karena memiliki beberapa keunggulan antara lain kandungan energi
yang dimiliki cukup besar, sehingga dengan bobot atau volume yang tidak besar
terdapat potensi kalor yang cukup tinggi, kondisinya relatif masih dalam fase cair
sehingga pengaturan dalam operasional pembakaran relatif mudah, tidak gampang
meledak sehingga aman dan penyimpanan persediaannya tidak membutuhkan
prosedur ataupun persyaratan khusus (Hutomo, 2013).
2.4 Metanol
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus,
adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol merupakan bentuk
alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang
ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan
bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai

bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi
etanol industri.
Metanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran dalam,
dikarenakan metanol tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bensin. Metanol
campuran merupakan bahan bakar dalam model radio kontrol. Salah satu
kelemahan metanol sebagai bahan bakar adalah sifat korosi terhadap beberapa
logam, termasuk aluminium. Metanol, merupakan asam lemah, menyerang lapisan
oksida yang biasanya melindungi aluminium dari korosi. Adapun sifat-sifat
metanol dapat dilihat pada Tabel 2.3 sebagai berikut.

7

Tabel 2.3. Sifat – Sifat Fisika dan Kimia Metanol (Perry, 1984)
Massa molar
32,04 g/mol
Wujud
Cairan tidak berwarna
Spesific gravity

0,7918


Titik leleh

–97 °C, -142.9 °F (176 K)

Titik didih

64.7 °C, 148.4 °F (337.8 K)

Kelarutan dalam air
Keasaman (pKa)

Sangat larut
̴15,5

2.5 Reaksi transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol,
dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Secara teoritis, reaksi
transesterifikasi adalah reaksi kesetimbangan. Dalam reaksi ini sejumlah besar
alkohol digunakan untuk mengarahkan reaksi ekuilibrium ke kanan dan
memproduksi metil ester, produk akhir yang diinginkan, dalam jumlah tinggi
(Mahreni, 2010).
Transesterifikasi atau alkoholisis adalah proses reaksi lemak atau minyak
dengan alkohol membentuk ester alkohol dan gliserol. Proses ini menggunakan
katalis asam ataupun basa guna meningkatkan yield ester alkohol. Reaksi
transesterifikasi adalah reaksi reversibel sehingga diperlukan penggunaan alkohol
berlebih untuk menggeser kesetimbangan kearah produk. Metanol, etanol,
propanol, butanol dan amyl alkohol banyak digunakan dalam reaksi ini. Metanol
lebih banyak digunakan karena berharga lebih murah, merupakan senyawa polar
berantai karbon terpendek sehingga bereaksi lebih cepat dengan trigliserida, dan
melarutkan semua jenis katalis baik basa maupun asam (Zhang et al., 2003).

8

Gambar 2.1. reaksi transesterifikasi
(Mahreni,2010)
Terdapat tiga jenis reaksi transesterifikasi yaitu, transesterifikasi berkatalis
basa, transesterifikasi berkatalis asam, dan transesterifikasi berkatalis lipase.
Transesterifikasi berkatalis basa umum digunakan pada proses produksi biodiesel
secara komersial. Metode ini dapat mencapai 90% konversi methyl ester dengan
1-2 jam reaksi pada suhu ruang. Sedangkan transesterifikasi berkatalis asam
berlangsung pada suhu tinggi >100oC dengan 3-48 jam reaksi kecuali jika reaksi
dilakukan pada tekanan tinggi. Transesterifikasi lipase memerlukan kemurnian
bahan baku tinggi sehingga diperlukan pretreatment bahan baku (degumming dan
dewaxes untuk minyak mentah dedak padi) dan penggunaan jenis katalis lipase
yang tahan terhadap alkohol.
2.6 Sentrifugasi
Sentrifugasi adalah cara untuk memisahkan padatan dengan cairan. Metode
ini sering dilakukan sebagai penganti filtrasi bilapartikel padatan sangat halus dan
jumlah campurannya sedikit. Komponen utama pada proses sentrifugasi ialah
Instrumen sentrifus, rotor, dan tabung (wadah sampel). Sedangkan bagian yang
sifatnya asesoris umumnya bergantung mengikuti aplikasi yang akan dilakukan
pada proses tersebut. Instrumen sentrifus, adalah bagian yang menjadi alat
penggerak proses sentrifugasi karena di dalamnya memiliki motor yang mampu
berputar dan memiliki pengaturan kecepatan perputaran (Budiman, 2010).
2.7 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat
diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui

9

esterifikasi dengan alkohol (Özgul dan Türkay 1993; Pamuji, dkk. 2004; Gerpen
2004). Biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin diesel. Biodiesel
bersifat biodegradable, hampir tidak mengandung sulfur, dan bahan bakar
terbarukan, meskipun masih diproduksi dengan jalan yang tidak ramah
lingkungan. Alternatif bahan bakar terdiri dari metil atau etil ester, hasil
transesterifikasi baik dari triakilgliserida (TG) atau esterifikasi dari asam lemak
bebas (FFA) (Ma et al., 1999). Bahan bakar biodisel menjadi lebih menarik
karena manfaatnya terhadap lingkungan. Tanaman dan minyak nabati serta lemak
hewani adalah sumber biomassa yang dapat diperbaharui (Zheng, S. et al.,2006).
Saat ini, sebagian besar biodiesel muncul dari transesterifikasi sumber daya yang
dapat dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak
goreng, dengan proses katalis kondisi basa. Namun, konsumsi tinggi katalis,
pembentukan sabun, dan rendahnya hasil panen membuat biodisel saat ini lebih
mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi (Haas, M.J.,
2005).
Tabel 2.4. Persyaratan Kualitas Biodiesel menurut SNI-04-7182-2006
No.
Parameter
Satuan
Nilai
Metode Uji
o
3
1 Massa jenis pada 40 C
Kg/m
850-890
ASTM D 1298
Viskositas kinematik
Mm2/s
2
2,3-60
ASTM D 445
40oC
(cst)
3 Angka cetane
Min 51
ASTM D 613
ASTM D 92o
C
4 Titik nyala
Min 100
90
o
5 Titik kabut
Maks 18
ASTM D2500
C
Korosi lempeng tembaga
6
Mas no 3
ASTM D 130
(3 jam pada 50oC)
Residu karbon
ASTM D 4530
- Dalam contoh asli
Maks 0,05
ASTM D
7
Maks 0,30
2709/ ASTM
- Dalam 10% ampas
D 1796
distilasi
8 Air dan sediment
%vol
Maks 0,5
o
9 Temperatur distilasi 90%
Maks 360
ASTM D 1160
C
10 Abu tersulfaktan
% massa
Maks 0,02
ASTM D 874
ASTM D
Ppm-m
11 Belerang
Maks 100
5453/
(mg/kg)
ASTM D 1266
Ppm-m
AOCS Ca 1212 Fosfor
Maks 10
(mg/kg)
55

10

MgKOH/g

Maks 0,8

Gliserol bebas

% massa

Maks 0,02

15

Gliserol total

% massa

Maks 0,24

16

Kadar fosfor alkyl

Maks 96,5

17

Angka Iodium

% massa
% massa
(9gI2/100)

18

Uji Helphen

13

Angka asam

14

AOCS Cd 3d36/ ASTM D
664
AOCS Ca1456/ ASTM D
6584
AOCS Ca 1456/ ASTM D
6584
Dihitung*

Maks 115

AOCS Cd 125

Negatif

AOCS Cb 125

Sumber : Persyaratan Kualitas Biodiesel, Soerawidjaja, 2006
2.8 GC-MS
Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang
menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan
untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga
menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas (Fowlis, 1998).
Kromatografi gas-spektrometer massa (GC-MS) adalah metode yang
mengkombinasikan

kromatografi

gas

dan

spektrometri

massa

untuk

mengidentifikasi senyawa yang berbeda dalam analisis sampel. Kromatografi gas
dan spketometer masa memiliki keunikan masing-masing dimana keduanya
memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan menggambungkan kedua teknik
tersebut diharapkan mampu meningkatkan kemamapuan dalam menganalisis
sampel dengan mengambil kelebihan masing-masing teknik dan meminimalisir
kekurangannya.
GC-MS terdiri dari dua bagian yaitu gas chromatography (GC) dan mass
spectrometry (MS) yang masing-masing mempunyai fungsi berbeda. GC
berfungsi untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam sampel. Pemisahan terjadi
pada bagian kolom. Prinsip pemisahan berdasarkan perbedaan tingkat volatilitas
dari senyawa dan juga berdasarkan interaksi dengan fase diam (stationary phase).

11

Pada kolom diberlakukan gradien suhu dan holding untuk mengoptimalkan proses
pemisahan senyawa tersebut.
Senyawa-senyawa yang sudah terpisah pada kolom GC, akan memasuki MS.
MS terdiri dari tiga bagian yaitu sumber ion, mass analyzer dan detektor.
Senyawa yang masuk ke MS akan mengalami ionisasi dan fragmentasi menjadi
ion-ion fragmen. Ionisasi terjadi karena adanya elektron yang berasal dari sumber
ion.
Ion-ion fragmen akan memasuki mass analyzer dan akan dipisahkan
berdasarkan nilai m/z-nya. Ion fragmen yang mempunyai nilai m/z kecil akan
memasuki detektor lebih cepat dibandingkan ion fragmen yang mempunyai nilai
m/z besar. Output dari detektor berupa diagram hubungan antara nilai m/z dengan
intensitas relatif ion-ion fragmen dari suatu senyawa. Setiap senyawa mempunyai
pola m/z yang berbeda-beda, sehingga kita dapat mengidentifikasi suatu senyawa
dengan membandingkan dengan pola spektra yang ada pada library. Skema
sederhana dari alat GC-MS dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut.

Gambar 2.2. Skema alat GC-MS

12