Gaya Hidup dalam Genggaman Jurnalisme J (1)

“Gaya Hidup dalam Genggaman
Jurnalisme”

Subtema I
(Gaya Hidup dan Jurnalisme Gaya Hidup,
Kecenderungan Mempengaruhi atau Dipengaruhi?)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 55281, INDONESIA

TAHUN 2015

1

Sudah bukan pemandangan asing lagi ketika banyaknya gedung pusat
perbelanjaan menjulang di langit perkotaan. Di dalamnya, pengunjung ramai
berdesakan memburu koleksi pakaian terbaru atau sekedar mencicipi sajian yang
beraneka rasa. Hal itu menggambarkan sebuah aktivitas rutin bagi masyarakat
perkotaan kelas atas. Sebaliknya, jika menilik sisi lain, ada juga masyarakat yang
memilih untuk menghabiskan waktu luangnya

dengan berolahraga, atau


berkelana keliling dunia. Beragamnya gaya hidup manusia yang ada tentu akan
menjadi menarik jika dihubungkan dengan peran media massa yang mengemban
amanat sebagai salah satu pilar peradaban manusia.
Media dapat mebawa pengaruh luar biasa bagi umat manusia. Media
dapat mengubah manusia menjadi makhluk yang maju dan beradab. Namun,
bagaikan mata uang yang memiliki dua sisi, media juga dapat menyetir opini
publik dan mengantarnya menuju kehancuran. Ketika era globalisasi mulai
memasuki sendi-sendi kehidupan masyarakat, media hadir sebagai penyedia
informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu manusia. Hal yang tak luput dari
media sebagai sumber informasi adalah kemunculan rubrik gaya hidup sebagai
reaksi atas kebutuhan masyarakat akan informasi gaya hidup yang dinamis.
Seiring perkembangan teknologi, jurnalisme gaya hidup tidak hanya
mengambil peran melalui media cetak, tetapi juga melalui media digital.
Buktinya, banyak program khusus di ranah pertelevisian Indonesia yang
membahas gaya hidup manusia. Terpaan media tidak dapat dipungkiri telah
membawa dampak yang signifikan terhadap dinamika gaya hidup manusia.
Banyaknya manusia yang berlomba-lomba untuk mengenakan pakaian yang
glamour, meningkatnya pengetahuan manusia mengenai kesehatan, dan ramainya
pengunjung di suatu kawasan wisata yang tak terjamah sebelumnya, merupakan

beberapa dampak yang timbul akibat peran jurnalisme gaya hidup.
Namun, di balik segala pengaruh yang dibawa, kenyataan bahwa media
gaya hidup merupakan bagian dari sebuah bisnis yang bertujuan mendapatkan
laba tidak dapat dipungkiri. Meningkatnya budaya konsumerisme yang sebanding
dengan lamanya waktu luang yang dimiliki manusia, membawa dampak terhadap
permintaan akan informasi mengenai cara memanfaatkan waktu luang. Oleh
karena itu, media gaya hidup memanfaatkan situasi tersebut untuk mencari

2

keuntungan dengan cara menyajikan informasi sesuai dengan minat dan
perkembangan gaya hidup masyarakat. Kondisi ini menunjukkan bahwa media
gaya hidup juga dipengaruhi oleh kebutuhan dan minat masyarakat sekitar. Dari
beberapa gambaran di atas, muncul sebuah pertanyaan besar yang menarik untuk
didiskusikan. Gaya hidup dan jurnalisme gaya hidup, mempengaruhi atau
dipengaruhi?
Bagian I : Awal Kelahiran Jurnalisme Gaya Hidup
Di Luar Negeri : Sebuah Perbandingan
Perkembangan jurnalisme gaya hidup di Indonesia tidak bisa dipisahkan
dari perkembangan jurnalisme yang sedang berkembang di luar negeri. Ada

beberapa periodisasi sejarah yang dicantumkan di dalam buku Journalism
History. Salah satunya adalah perkembangan jurnalisme gaya hidup di Amerika.
Berita tentang kehidupan masyarakat memberikan variasi artikel yang lebih
banyak pada media cetak di tahun 1830. Munculnya artikel dengan tema yang
baru ini, memberikan kontibusi bermakna dalam perkembangan koran harian yang
populer di kalangan masyarakat. Kala itu, kolom-kolom media cetak di Amerika
Serikat menyajikan informasi mengenai kriminalitas, kehidupan masyarakat, dan
olahraga. Hal inilah yang mengawali apa yang kini dikenal sebagai jurnalisme
gaya hidup.
Jurnalisme gaya hidup semakin berkembang ketika kaum wanita mulai
tertarik dengan gaya hidup yang semakin dinamis. Ketertarikan tersebut membuat
beberapa perusahaan media cetak membuka lowongan pekerjaan bagi penulis
wanita yang bisa mendeskripsikan secara lebih jelas gaya hidup pada masa itu.
Pada tahun 1884, The World menampilkan kolom khusus yang dinamai “World of
Women”. Munculnya kolom tersebut membuat The World berkembang dengan
topik-topik pembahasan yang lebih luas. Ditambah lagi, banyak perkumpulan
wanita mulai meminta agar kolom gaya hidup wanita ditampilkan khusus di setiap
minggunya.
Di tahun 1990-an, mulailah masa dimana kolom gaya hidup wanita
menghiasi sebagian besar halaman di koran-koran metropolitan. Tidak

3

membutuhkan waktu lama bagi koran-koran lain di seluruh penjuru untuk
mengikuti jejak koran metropolitan dalam memberitakan gaya hidup. Kolom
tersebut membahas tentang tata busana, makanan, perabot rumah tangga,
masyarakat, dan tips-tips mengenai kehidupan sehari-hari. Tidak lama kemudian,
kemunculan kolom-kolom tersebut diiringi dengan kritik yang menyatakan bahwa
proporsi kolom wanita terlalu besar. Oleh karena itu, berita yang ditampilkan
tidak hanya terkait dengan gaya hidup, tetapi juga berita-berita yang terkait
dengan masalah kekinian pada masa itu, seperti perang dunia.
Meski perkembangan jurnalisme gaya hidup diwarnai dengan kritikan.,
kolom gaya hidup yang membahas kuliner, komunitas masyarakat, dan tata
busana mulai bangkit kembali pada tahun 1950. Sepuluh tahun kemudian, kolom
gaya hidup wanita menjadi pusat pembahasan media cetak dan berkontribusi
dalam perubahan-perubahan sosial. Hal ini didukung oleh maraknya kemunculan
gerakan sosial wanita yang menuntut hak kesetaraan gaji, perlindungan anak, dan
lain-lain.
Perubahan kembali terjadi pada tahun 1960 hingga awal 1970. Kay Mils,
seorang penulis sejarah jurnalisme,


menyatakan bahwa seluruh bagian dari

sebuah koran seharusnya dapat dibaca oleh semua kalangan, tidak hanya kalangan
wanita. Pendapat

itu diakomodasi oleh The Washington Post dengan

merestrukturisasi kolom wanita. Untuk menciptakan media cetak yang dapat
diterima baik pria maupun wanita, The Washington Post memutuskan untuk
menambah cakupan berita mengenai budaya lokal dan juga tinjauan mengenai
suatu tempat, yang dikemudian hari menjadi cikal bakal kolom travel. Munculnya
kolom-kolom dengan cakupan yang lebih luas membuat jurnalisme gaya hidup
dapat diterima oleh semua pembaca.
Berdasarkan kisah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa beragamnya
permintaan masyarakat sebagai pembaca media cetak membawa pengaruh
terhadap bertambahnya cakupan pembahasan suatu koran. Di sisi lain, informasi
yang dsampaikan oleh media cetak juga memiliki kontribusi bermakna dalam
perubahan-perubahan sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Lalu, bagaimana
dengan jurnalisme gaya hidup di Indonesia?


4

Kembali ke Indonesia
Pada era 1970-an, tema-tema media cetak seperti kesehatan, otomotif,
teknologi, interior, remaja, dan wanita semakin bermunculan di media massa
Indonesia. Perusahaan-perusahaan media seperti Gramedia, Femina, dan MRA
adalah beberapa di antara kelompok media yang aktif memberitakan hal-hal
mengenai gaya hidup. Kepemilikan media ini juga mendongkrak perolehan
pendapatan akibat tema-tema yang tersegmentasi. Nielsen Media Research
menyebutkan bahwa majalah yang berada di bawah naungan perusahaan besar
seperti Gramedia, Femina, Tempo, MRA, dan Jawa Pos menduduki posisi atas
karena banyaknya pembaca dan juga pengiklan di media tersebut.
Media cetak Kompas mulai membahas secara rinci mengenai gaya hidup
pada edisi 6 januari 1991. Di dalam edisi hari Minggu tersebut, Kompas
membahas gaya hidup di era 1900 yang menyoroti globalisasi dan kemajuan
teknologi. Artikel tersebut juga mengangkat kecenderungan gaya hidup
masyarakat yang berubah menjadi konsumtif. Sejak saat itu, Kompas kerap
membahas gaya hidup masyarakat mulai dari travelling, konsumsi teknologi,
makanan, dan fashion.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Femina Group. Femina Group

sebagai salah satu perusahaan media besar memiliki produk majalah seperti
Gadis, Cita Cinta, Femina, Cleo, Pesona, Estetika, Ayahbunda, Parenting, Fit,
Men’s Health, dan Reader’s Diggest. Banyaknya majalah dengan beragam tema
adalah salah satu upaya untuk menguasai pangsa pasar. Didirikan tahun 1972,
Femina Group memegang peran sebagai penghasil majalah wanita pertama.
Dilihat dari segmen usia, pembaca Femina kebanyakan berasal dari kalangan
muda sampai dewasa. Sedikit berbeda dengan Femina Group, MRA Media Group
yang didirikan pada tahun 1994, memiliki anak perusahaan yang tidak hanya
memproduksi majalah tetapi juga bergerak dalam bidang penyiaran, website,
mesin pencarian, dan hiburan. Majalah Cosmopolitan, Cosmogirl, Spice, Trax,
Autocar, dan Men’s fitness adalah beberapa majalah di bawah naungan MRA
Media Group.
Tiga media besar seperti Gramedia, Femina Group, dan MRA telah
memasukkan gaya hidup ke dalam bagian jurnalismenya. Cakupan tema yang
5

diberikan mulai semakin beragam dan kerap diulas di setiap edisi. Walaupun
masih terdapat kritik yang menyatakan bahwa jurnalisme ini bukanlah jurnalisme
yang mainstream, perkembangan jurnalisme gaya hidup terlihat menjanjikan bagi
pemilik perusahaan-perusahaan media.

Jurnalisme gaya hidup yang tumbuh seiring dengan kondisi masyarakat
mampu memberikan pengaruh bagi manusia. Faktanya, kita dapat melihat
berbagai kondisi dimana masyarakat melakukan hal-hal baru. Hal ini tentunya
tidak terlepas dari peran media massa yang kerap menangkap hal baru dan
menyebarluaskannya ke khalayak dalam bentuk informasi. Seiring perkembangan
zaman, informasi gaya hidup tidak hanya disebarluaskan melalui media cetak,
tetapi juga melalui media televisi.
Bagian II: Televisi Ubah Gaya Hidup Masyarakat
Perkembangan media televisi Indonesia diawali dengan berdirinya sebuah
stasiun televisi yang dimiliki oleh negara, yaitu Televisi Republik Indonesia
(TVRI). Berdirinya TVRI sebagai tonggak pertelevisian Indonesia pada tahun
1962 telah membawa masyarakat Indonesia menuju pintu peradaban baru. Kala
itu, TVRI menjadi satu-satunya saluran televisi yang dapat dinikmati hingga 27
tahun berikutnya. Ketika masa ini berlangsung, media kerap mendapat intervensi
dari pemerintah untuk mengambil hati rakyatnya.
Dunia pertelevisian Indonesia mulai berkembang ketika pada tahun 1989,
pemerintah mengizinkan RCTI untuk mengudara dan menghiasi layar kaca warga
Indonesia. Pada tahun-tahun berikutnya bermunculan pula stasiun-stasiun televisi
swasta baru yaitu SCTV (tahun 1990), TPI ( tahun 1991), Anteve (tahun 1993),
Indosiar (tahun 1995), Metro TV (tahun 2000), Trans TV (tahun 2001), dan Lativi

(tahun 2002). Industri pertelevisian tanah air terus berkembang pesat pasca
runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998. Menurut data Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Indonesia memiliki 6 stasiun televisi
hingga tahun 2008, dan 62 stasiun televisi pada tahun 2012.
Selama 24 jam, televisi terus menggulirkan berbagai macam program
guna memberikan informasi yang dibutuhkan penonton. Berita nasional dan
internasional, dokumenter, reality show, travel (jalan-jalan), musik, dan fashion
6

(tata busana) adalah beberapa di antaranya. Ketika masyarakat mulai jenuh
dengan berita yang bersifat hard news, program hiburan muncul sebagai
solusinya. Hal ini dibuktikan dengan riset AGB Nielsen yang menyatakan bahwa
porsi menonton pemirsa untuk tayangan hiburan (program non-berita seperti
musik, gaya hidup, reality show, dan lain-lain) adalah dua puluh lima persen
(25%). Pada tahun 2008, dua puluh empat persen (24%) dari total jam siaran
dialokasikan stasiun televisi nasional untuk program informasi selama bulan April
hingga Juni 2008. Persentase ini hampir menyamai alokasi waktu yang diberikan
stasiun televisi nasional untuk program hiburan yaitu 25%. Data ini menunjukan
bahwa kebutuhan masyarakat akan informasi dan hiburan hampir sebanding.
Seiring dengan kemajuan teknologi di era globalisasi, dunia seolaholah menjadi sempit tak berdinding. Segala peristiwa yang terjadi di berbagai

belahan dunia, dapat manusia ketahui dengan instan, tak terkecuali informasi
mengenai perkembangan gaya hidup. Gaya hidup barat seakan sudah menjadi
simbol modernisasi yang tertancap di opini setiap masyarakat Indonesia. Berbagai
macam gaya hidup yang akrab ditemukan di tengah kehidupan masyarakat adalah
gaya hidup hedonis, metropolis, atau gaya hidup global. Hal ini menyebabkan
masyarakat Indonesia, khususnya yang menetap di perkotaan, haus akan informasi
mengenai lifestyle. Oleh karena itu, media yang mengemban tanggung jawab
sebagai pemberi informasi memberikan tayangan-tayangan khusus mengenai gaya
hidup.
Jurnalisme Gaya Hidup, Penggerak Masyarakat
Hampir seluruh televisi nasional memberikan alokasi khusus untuk
program gaya hidup. NET TV yang resmi diluncurkan pada 26 Mei 2013,
memiliki program khusus gaya hidup seperti Dsign, Chef’s Table, ILook, Queen at
Home, dan Weekend List. Selain itu, Trans TV juga memiliki program gaya hidup
berbasis talkshow yang mengambil fokus kesehatan dan gaya hidup yang sehat,
yaitu Dr. OZ Indonesia. Kompas TV juga hadir dengan berbagai tayangan seperti
Jejak Nusantara, Tanya Dokter, dan Griya Gaya sementara Trans 7 menghadirkan
Jejak Petualang.

7


Dari jumlah 240 juta populasi di Indonesia, Nielsen melakukan survei
masyarakat urban di 10 kota besar (Jakarta,Surabaya, Medan, Semarang,
Denpasar, Bandung, Makassar, Palembang Yogyakarta dan Banjarmasin). Survei
Nielsen menemukan bahwa 94 persen masyarakat Indonesia lebih suka menonton
televisi dibandingkan saluran media lain. Masyarakat Indonesia ternyata
meluangkan waktu

sekitar lima setengah jam per hari untuk menonton

TV. Terpaan televisi yang lama dan dilakukan secara terus-menerus oleh sebagian
besar masyarakat setiap harinya membawa dampak yang signifikan terhadap gaya
hidup manusia.
Dr. OZ Indonesia, sebuah acara dengan konsep talkshow yang
ditayangkan setiap hari Sabtu dan Minggu di Trans TV, mengangkat isu-isu terkini
mengenai gaya hidup yang sehat. Program ini menghadirkan narasumber dan
pakar yang ahli di bidangnya untuk mengatasi berbagai macam masalah
kesehatan. Program yang hadir dengan dr. Ryan Thamrin sebagai pembawa
acaranya ini, berhasil meningkatkan pengetahuan para penontonnya. Sebuah
penelitian yang mengulas pengaruh tayangan Dr. OZ Indonesia terhadap perilaku
hidup sehat masyarakat di Samarinda menyatakan bahwa 16% perilaku hidup
sehat masyarakat dipengaruhi adanya program Dr. OZ Indonesia, sedangkan
sisanya dipengaruhi oleh variabel lainnya.
NET TV juga tidak ketinggalan dalam merebut hati para penonton.
Program ILook yang membahas mengenai penampilan dari ujung kepala hingga
ujung kaki, hadir setiap hari Sabtu dan Minggu untuk memberikan informasi
mengenai gaya berpakaian. Program yang dikemas secara sederhana namun
menarik ini, berhasil menyampaikan info-info yang dapat diaplikasikan di
kehidupan sehari-hari. Menurut sebuah riset, pengaruh program ILook terhadap
minat masyarakat untuk mengubah gaya berpakaian adalah sebesar 75,5%.
Artinya, tayangan ini membawa pengaruh yang signifikan dalam membentuk
opini penonton untuk memilih gaya hidup berpakaian.
Jika menengok ke sisi lain, pariwisata Indonesia juga tidak dapat
berkembang tanpa bantuan media massa. Jumlah pengunjung pariwisata yang
meningkat tak lepas dari usaha media dalam mempublikasikan informasi secara
konsisten. Jejak Petualang, salah satu segmen petualangan yang dihadirkan Trans

8

7, merupakan salah satu contoh media efektif untuk mengajak pemirsa
menjelajahi Indonesia. Sudah tak terhitung banyaknya lokasi yang diliput program
ini, mulai dari pantai, pegunungan, hingga kawasan pedalaman perut bumi.
Menurut Sawempi, terdapat korelasi yang kuat antara program ini dengan
keinginan masyarakat untuk berpetualang dan melestarikan lingkungan.
Bagian III : Dua Sisi Jurnalisme Gaya Hidup
Media Gaya Hidup sebagai Lahan Industri
Gaya hidup dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang ditunjukkan
dalam aktivitas, minat, dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri
untuk merefleksikan status sosialnya. Di sisi lain, media merupakan sarana yang
dapat menciptakan lapangan kerja, barang, jasa, serta dapat menghidupkan
industri lain yang terkait. Kaitannya dengan gaya hidup, kini para pemilik industri
media tertarik dan berkiblat pada gaya hidup modernisasi yang dianut sebagian
besar masyarakat. Industri media massa seakan fokus untuk memodifikasi konten
hiburan dalam menjalankan bisnisnya.
Di era globalisasi, media gaya hidup menjadi industri pasar yang besar.
Kekuatan utamanya terletak pada kemampuan sebuah perusahaan media
menyodorkan gagasan yang dapat dibuktikan secara empiris, yakni gagasan yang
menyangkut kondisi pasar. Para pemilik media menilai gaya hidup sangat cocok
sebagai produk untuk dijual. Hal ini disebabkan oleh tingginya minat konsumen
media tentang gaya hidup seperti kuliner, travel, tata busana, dan lain-lain.
Akibatnya, perusahaan media akan cenderung memproduksi program-program
sejenis yang dapat ditayangkan di seluruh jaringannya untuk meraup keuntungan.
Tabel 1 menunjukkan bahwa masyarakat dari berbagai kelas mengonsumsi
media mulai dari surat kabar, televisi, maupun internet hampir setiap hari.
Sebanyak 76% masyarakat kelas atas menggunakan internet sebagai alat untuk
menghimpun informasi mengenai berita, jejaring sosial, dan jual beli online.
Sebaliknya, hanya 6% masyarakat kelas sangat bawah yang menggunakan
internet. Masyarakat yang berada di kelas sangat bawah menggunakan media
televisi sebagai sumber informasi setiap hari. Dari data tersebut, dapat

9

disimpulkan bahwa perbedaan kelas di kalangan masyarakat membawa pengaruh
terhadap lamanya konsumsi media yang dilakukan.
Pada tahun 2011, Nielsen Newsletter melakukan survei terhadap para
penonton stasiun TV Nasional. Tabel 2 menunjukkan rata-rata tayangan yang
ditonton masyarakat pada umumnya merupakan salah satu dari rubrik gaya hidup,
yaitu program Hot Shot yang ditayangkan oleh SCTV. Hot Shot adalah program
yang mengungkapkan fakta-fakta berupa kejadian seputar misteri dan gaya hidup
para selebriti. Di antara lima program televisi pada tabel tersebut, Hot Shot
memiliki rating tertinggi sebesar 2,5% dan loyalitas penonton sebesar 74%.
Jumlah rata-rata penonton acara ini adalah 1.328.000 orang.
Data lain menunjukkan bahwa program gaya hidup yang disiarkan oleh TV
Nasional Indonesia tidak hanya dilakukan oleh satu stasiun TV saja, tetapi hampir
mencakup seluruh stasiun TV yang ada. Misalnya program Jelang, acara yang
menyajikan informasi kuliner maupun kerajinan yang ditayangkan Trans TV,
memiliki jumlah rata-rata penonton sebanyak 71.000 orang dan ratingnya
mencapai 2,4%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku konsumtif gaya hidup
semacam ini telah memasuki lapisan kehidupan masyarakat, sehingga perusahaan
media menjadikan hal ini sebagai peluang bisnis yang menjanjikan
Contoh lain segmen gaya hidup yang dirancang oleh media dalam berbisnis
adalah fashion. Gaya busana baru dikatakan “ngetren” jika selebriti atau kalangan
yang diekspos media memakai gaya busana tersebut. Selama ini, tidak ada yang
berhak menyandang gelar trendsetter karena masyarakat hanya meniru gaya
busana yang terus menerus muncul di media, kemudian saling mengikuti satu
sama lain. Tren tersebut bersemi untuk sementara, sampai media mengekspos
gaya busana yang baru. Media lah yang menjadi komandan what’s in and what’s
out.
Faktor yang membuat fashion semakin berkembang diantaranya adalah
adanya permintaan atau sifat konsumtif masyarakat yang menjadikan fashion
sebagai suatu kebutuhan di era modern ini. Dengan memanfaatkan kondisi seperti
ini, produsen atau kaum industri media dapat dengan mudah membaca situasi
seperti sekarang, dimana masyarakat menjadikan fashion sebagai suatu

10

kebutuhan. Kaum industri media tersebut jelas mendapatkan keuntungan yang
besar dari segmen fashion ini.
Penjelasan di atas merupakan contoh nyata yang media lakukan untuk
membentuk pola pikir masyarakat dalam berpakaian. Pembentukan pola pikir itu
sendiri akhirnya menimbulkan pasar di kalangan masyarakat yang merupakan
komoditas produsen pakaian ternama. Tanpa disadari, masyarakat membiarkan
pikirannya dikuasai oleh praktek-praktek kapitalis. Media sebagai alat yang
dijadikan masyarakat untuk memperoleh informasi di satu sisi menyebarkan pesan
kritis dan kebebasan, namun di sisi lain membuat masyarakat menjadi semakin
konsumtif.
Di Indonesia sendiri, industri media gaya hidup telah berkembang dengan
pesat dan telah menjadi bisnis yang berorientasi pada keuntungan, membentuk
kebutuhan publik dan kepentingan masyarakat. Hal ini tidak dapat ditepis karena
media harus membuat keuntungan dan melakukan pemasukan keuangan
(sirkulasi) yang cukup untuk bisa bertahan hidup. Namun, media gaya hidup tidak
hanya semata-mata sebuah industri untuk mendulang profit sebanyak-banyaknya,
melainkan sebuah badan pers yang mengemban amanah sebagai sumber informasi
dan peradaban manusia.
Media Gaya Hidup dan Gaya Hidup Masyarakat
Tanpa kita sadari, di era globalisasi ini, media gaya hidup memiliki
pengaruh yang kuat di segala dimensi kehidupan masyarakat. Informasi-informasi
yang diterima dari media tersebut mempengaruhi kehidupan sosial budaya suatu
masyarakat baik dalam persepsi sikap serta perilaku hidupnya. Informasi dalam
bentuk apapun dapat disebarluaskan dengan mudah dan cepat sehingga
mempengaruhi cara pandang, gaya hidup, serta budaya suatu bangsa. Maka, tidak
salah dengan apa yang dikatakan Dennis McQuil bahwa, “Media gaya hidup
merupakan salah satu sarana untuk pengembangan kebudayaan, bukan hanya
budaya dalam pengertian seni dan simbol tetapi juga dalam pengertian
pengembangan tata-cara, mode, gaya hidup dan norma-norma”.
Arus informasi yang cepat menyebabkan kita tidak mampu untuk menyaring
pesan yang datang. Akibatnya, tanpa disadari informasi tersebut sedikit demi

11

sedikit telah mempengaruhi pola tingkah laku dan budaya dalam suatu
masyarakat. Kebudayaan yang sudah lama ada dan menjadi landasan masyarakat
dalam berperilaku kini hampir hilang dan pupus dari perhatian masyarakat.
Akibatnya, semakin lama perubahan-perubahan sosial di masyarakat mulai
terangkat ke permukaan.
Keberadaaan media massa dalam menyajikan informasi cenderung memicu
perubahan serta banyak membawa pengaruh pada penetapan pola hidup
masyarakat. Beragam informasi yang disajikan dinilai dapat memberi pengaruh
yang berwujud positif dan negatif. Secara perlahan-lahan namun efektif, media
membentuk pandangan masyarakat terhadap bagaimana seseorang melihat
pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia
sehari-hari.
Media memperlihatkan pada masyarakat bagaimana standar hidup layak
bagi seorang manusia, sehingga secara tidak langsung menyebabkan masyarakat
menilai apakah lingkungan mereka telah memenuhi standar tersebut. Gambaran
ini banyak dipengaruhi dari apa yang dilihat, didengar dan dibaca dari berbagai
media. Pesan atau informasi yang disampaikan oleh media bisa jadi mendukung
masyarakat menjadi lebih baik dan membuat masyarakat merasa senang akan
pribadi mereka. Sebaliknya, media dapat mengempiskan kepercayaan diri
masyarakat atau merasa rendah dari yang lain. Pergeseran pola tingkah laku yang
diakibatkan oleh media gaya hidup dapat terjadi di lingkungan keluarga, sekolah,
dan kehidupan bermasyarakat.
Wujud perubahan pola tingkah laku lainnya yaitu gaya hidup. Contohnya,
perubahan gaya hidup dalam hal peniruan atau imitasi secara berlebihan terhadap
diri seorang figur yang sedang diidolakan, berdasarkan informasi yang diperoleh
dari media. Biasanya, seseorang akan meniru segala sesuatu yang berhubungan
dengan idolanya tersebut baik dalam hal berpakaian, berpenampilan, potongan
rambut, ataupun cara berbicara yang mencerminkan diri idolanya.
Dampak lainnya yaitu adanya kecenderungan semakin meningkatnya pola
hidup konsumerisme. Dengan perkembangan media gaya hidup apalagi dengan
munculnya media massa elektronik membuat masyarakat senantiasa diliputi
prerasaan tidak puas dan bergaya hidup yang serba instan. Gaya hidup seperti ini

12

tanpa sadar akan membunuh kreativitas yang ada dalam diri kita dikemudian hari.
Hal yang sama dikatakan oleh Ade Armando, seorang ahli komunikasi sekaligus
jurnalis Indonesia, bahwa media turut men-set agenda kehidupan konsumen
termasuk mempengaruhi apa yang dianggap penting dan tidak penting, apa yang
halal dan haram, apa yang bisa dinikmati dan tidak, melalui proses pembiasan.
Sehingga, gaya hidup secara luas dapat kita katakan terbentuk dari pesan media
massa yang masuk secara bertubi-tubi dalam kehidupan masyarakat.
Berbagai media elektronik memiliki pengaruh terhadap jurnalistik dan
kehidupan manusia modern. Dalam tataran paling sederhana, jurnalistik melalui
televisi dapat mengubah cara berpikir dan gaya hidup manusia, seperti destinasi
wisata, sudut pandang atas suatu peristiwa, topik perbincangan, dan sebagainya.
Dalam artian ini, media cenderung mempengaruhi gaya hidup seseorang.
Dalam teori norma-norma budaya dikatakan bahwa pesan atau informasi
yang disampaikan oleh media massa dengan cara-cara tertentu dapat
menimbulkan tafsiran yang berbeda-beda oleh masyarakat sesuai dengan
budayanya. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa media gaya hidup
mempengaruhi sikap individu tersebut. Masyarakat harus pandai-pandai
menafsirkan pesan yang disampaikan melalui media massa, agar tidak
memberikan pengaruh buruk terhadap diri sendiri dan orang lain.

13

LAMPIRAN
Lampiran 1: Tabel
Tabel 1. Pola Konsumsi Media
Media yang
Digunakan
SURAT
KABAR

Menengah
Atas

Kelas Atas

Menengah

Bawah

Sangat Bawah

1 kali
seminggu
hingga tiap hari
Eceran, pinjam
dan
berlangganan

Beberapa kali
dalam
seminggu

Mayoritas
tidak suka

Eceran dan
pinjam

Eceran dan
pinjam

Politik

Politik dan
olahraga

Olahraga dan
kriminalitas

1-2 jam

15-30 menit

15-30 menit

15-30 menit

Olahraga,
kriminalitas
dan harga
barang
15-30 menit

Waktu
menonton

Beberapa kali
seminggu
hingga tiap hari

Setiap hari

Setiap hari

Setiap hari

Setiap hari

Jenis program

Komedi dan
hiburan

Berita,
sinetron dan
film

Berita, sinetron
dan komedi

Lama menonton

30-45 menit

30-34 menit

Lebih dari 2
jam

Sinetron,
komedi dan
“infotainment”
Lebih dari 2
jam

Sinetron,
komedi dan
olahraga
Lebih dari 2
jam

34% tiap hari
dan tak tentu

15% Tidak
tentu

6% Tidak tentu

1-2 jam sehari

Tidak tentu

Tidak tentu

Laptop dan
ponsel pribadi

Ponsel pribadi
dan warnet

Ponsel pribadi
dan warnet

Situs berita,
jejaring social,
dan hiburan

Situs berita,
jejaring social,
dan hiburan

Situs berita,
jejaring social,
dan hiburan

Waktu baca

Setiap hari

1-7 kali
seminggu

Cara mengakses

Berlangganan

Berlangganan
dan eceran

Topik yang
dibaca

Ekonomi

Lama baca
TELEVISI

INTERNET
Pengguna

76% setiap hari

Waktu akses

45-120 menit
sehari

Alat

Laptop dan
ponsel pribadi

Situs yang
diakses

Situs berita,
jejaring social,
dan jual beli
“online”

58%
kebanyak tiap
hari
Lebih dari 3
jam sehari
Laptop,
komputer dan
ponsel pribadi
Situs berita,
jejaring social,
dan hiburan

Sumber : Kompas Litbang

Tabel 2. Program Informasi Gaya Hidup
Program
JOURNALIST
ON DUTY
DOKUMENTER
HOT SHOT
DUNIA
BINATANG
OASIS (R)

Channel

Tipe
Program

Loyalty %
(>50%)

Durasi

Rata-rata
jumlah
penonton

Rating
(%)

Metro

Documentary

78%

0:30:06

123.000

0,2

TVRI
SCTV

Documentary
Infotainment

77%
74%

0:28:21
0:31:23

70.000
1.328.000

0,1
2,5

Trans

Documentary

74%

0:28:09

865.000

1,7

Metro

Documentary

73%

0:24:07

117.000

0,2

Sumber : Nielsen Newsletter

14

Tabel. 3 Program Hobi & Majalah TV
Program
JENDELA
DUNIA
NGEMIX
KULINER
ALA CHEF
GRIYA UNIK
JELANG

Channel

Tipe
Program

Loyalty %
(>50%)

Durasi

Rata-rata
jumlah
penonton

Rating
(%)

TVRI

Skill/Hobbies

88%

0:25:09

5.000

0,2

Skill/Hobbies

87%

0:32:49

28.000

0,9

Skill/Hobbies
TV/Magazine
TV/Magazine

82%
81%
78%

0:32:41
0:30:27
0:29:30

84.000
61.000
71.000

2,8
2,1
2,4

Global
TV
Trans
Trans
Trans

Sumber : Nielsen Newsletter

15

Lampiran 2
Daftar Pustaka
Australia, Brisbase. 2012. Broadening the focus, The case for lifestyle journalism
as

a

field

of

scholarly

inquiry,

[pdf],

(http://eprints.qut.edu.au/68296/1/2012_-_Hanusch_-_JP__Broadening_the_focus.pdf, diakses tanggal 25 Februari 2015)
Colbert, Jean Ann.2009. Encyclopedia of Journalism. Thousand Oaks:SAGE
Publications, Inc.
Istanto, Freddy H. Peran Televisi dalam Citraan Masyarakat Dewasa Ini.
Fakultas Seni dan Desain, Universitas Kristen Petra: tidak diterbitkan.
Life, Spring Of. 2013. Spring of Life – Edisi April 2013,

[pdf],

(http://www.eastspring.co.id/dms/files/spring-of-life--april2013_20130423184912.pdf, diakses tanggal 25 Februari 2015).
Newsletter, Nieslen. 2012. Nielsen Newsletter – Edisi 14 | 28 Februari 2011,
[pdf],
(http://www.agbnielsen.net/Uploads/Indonesia/Nielsen_Newsletter_Feb_
2011-. Ind.pdf, diakses tanggal 25 Februari 2015).
Nurudin. 2009. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sawempi, Rahmat.2012. Pengaruh Tayangan Jejak Petualang di Trans 7
terhadap Perilaku Menjaga Kelestarian Alam Anggota UKM Klifonara.
Skripsi Sarjana Universitas Bina Nusantara: tidak diterbitkan.
Wulandari, Putri Nurlita. 2014. Pengaruh Tayangan Talkshow Dr.OZ Indonesia
Trans TV terhadap Perilaku Hidup Sehat Masyarakat Samarinda, dalam
jurnal

Ilmu

Komunikasi

Universitas

Mulawarman,

(http://ejournal.ilkom.fisipunmul.ac.id/site/wp/content/uploads/2014/07/eJournal%20ulan%20(0716-14-03-37-56).pdf, diakses tanggal 26 Februari 2015)

16

Lampiran 3
Biodata Peserta
Judul Naskah Esai

: Gaya Hidup dalam Genggaman Jurnalisme

Asal Perguruan Tinggi: Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada
Nama Tim

: BPPM EQUILIBRIUM

Identitas Anggota Kelompok
Anggota pertama
Nama
: Ulayya Gempur Tirani
Tempat, Tanggal Lahir: Mataram, 25 April 1996
Domisili
: Jatimulyo TR 1/730 RT 14, RW 03, Yogyakarta
E-mail
: ulayya69@gmail.com
Nomor Telepon
: 087839475469
Anggota kedua
Nama
: Alexander Michael Tjahjadi
Tempat, Tanggal Lahir: Jakarta, 17 September 1996
Domisili
: Jalan Kinanti, Sleman, Yogyakarta
E-mail
: alexandermichaeltj@gmail.com
Nomor Telepon
: 085888726685
Anggota ketiga
Nama
: Inayatul Azisah
Tempat, Tanggal Lahir: Tanete, 26 Juli 1996
Domisili
: Jalan Johar Nurhadi No.9, Kotabaru, Yogyakarta
E-mail
: inayatulazisah@gmail.com
Nomor Telepon
: 085240794709

17

Fotocopy dan Scan Tanda Pengenal

1)

18

2)

19

3)

20

Statement of Authorship

21