APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS dan ARAHAN FUNGSI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI SAMPEAN
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK
IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS dan ARAHAN FUNGSI LAHAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI SAMPEAN
Runi Asmaranto, ST. MT
Dr. Ery Suhartanto, ST. MT
Bias Angga Permana, ST
Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjend. Haryono 167 Malang 65145
Email : biaz.angga@yahoo.com
ABSTRAK
DAS Sampean merupakan daerah aliran sungai yang kondisi topografinya rata-rata sangat
curam. Kondisi tata guna lahan yang sebagian besar sawah irigasi ini cukup memungkinkan
terjadinya erosi. Apalagi tataguna lahan lainnya berupa ladang, semak dan sawah tadah hujan
yang tanamannya merupakan tanaman berkedalaman akar rendah dan berperan besar dalam
proses penyebab terjadinya kerusakan tanah, mempercepat laju erosi dan meningkatkan volume
limpasan permukaan. Berdasarkan kondisi tersebut, studi ini mengkaji tingkat bahaya erosi yang
terjadi saat ini pada tata guna lahan eksisting Das Sampean serta menentukan arahan penggunaan
lahan yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan kawasannya dengan mempertimbangkan
kondisi DAS Sampean.
Metode yang digunakan dalam menghitung besarnya laju erosi adalah metode MUSLE
dimana metode tersebut menggunakan pendekatan dari faktor limpasan permukaan. Pengolahan
data-datanya menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) karena memudahkan dalam
penganalisaan dan pengelompokan data.
Dari hasil analisa diperoleh debit limpasan permukaan yang terjadi sebesar 247,967 m3/
dt. Total Erosivitas Limpasan Permukaan yang terjadi adalah 48.129,73 m2/jam, hal ini memicu
terjadinya laju erosi yang rata-ratanya mencapai 43.939,94 ton/ha/thn, atau identik dengan
kehilangan tanah sebesar : 258,470 cm/thn. Besarnya laju erosi pada DAS Sampean ini
mengakibatkan tingkat bahaya erosi sebesar 95,54% dari luas wilayahnya termasuk sangat berat.
Sedangkan untuk tingkat bahaya erosi lainnya yaitu, berat : 2,72%, sedang : 1,02%, ringan :
0,72%. Analisa kemampuan lahan didominasi kemampuan kelas VII (75,39%), yang merupakan
daerah Pengembalaan Terbatas. Sedangkan ARLKT di DAS Sampean terdiri dari 3 (tiga)
kawasan, yaitu Kawasan lindung (10,53%), Kawasan Penyangga (52,23%), Kawasan Budidaya
Tanaman Tahunan (37,23%).
Kata – kata kunci: Sistem Informasi Geografis, Erosi, MUSLE ( Modified Universal Soil Loss
Equation), Daerah Aliran Sungai (DAS)
ABSTRACT
Sampean watershed is a condition of watershed topography is very steep on average. Land used
mostly irrigated is quite possible occurrence of erosion. Moreover, other land use form fields,
shrubs and the planting rainfed lowland berkedalaman plant roots is low and plays a major role
in the process cause damage to the soil, accelerating erosion and increasing the volume of
surface runoff. Under these conditions, this study investigates the level of danger of erosion that
occurred today on the existing land use Sampean Das and determine the direction of land use
appropriate to the region by taking into account land capability Sampean watershed conditions.
The method used in calculating the erosion rate is MUSLE method where the method uses the
approach of surface runoff factor. Data-processing data using Geographic Information System
(GIS) for ease in analyzing and grouping data.
From the analysis results obtained by surface runoff which occurs at 247.967 m3 / sec. Total
runoff erosivity is 48129.73 m2/jam happens, this triggers the occurrence of erosion, which the
average is reached 43939.94 tons / ha / yr, or identical with the loss of land registration: 258.470
cm / yr. The amount of erosion on the watershed Sampean resulted in erosion hazard rate of
95.54% of the size of its territory, including very heavy. While for others the rate of erosion
hazard, weight: 2.72%, medium: 1.02%, mild: 0.72%. Analysis of land capability class VII
dominated ability (75.39%), which is an area Pengembalaan Limited. Whereas in the watershed
Sampean ARLKT consists of 3 (three) areas, ie protected areas (10.53%), Buffer Zone (52.23%),
Perennial Plant Cultivation Area (37.23%).
Key - words: Geographic Information Systems, Erosion, MUSLE (Modified Universal Soil Loss
Equation), Watershed (DAS)
meter. Saat ini kedalamannya kurang dari 10
PENDAHULUAN
DAS Sampean adalah suatu DAS
meter. Akibatnya, volume tampung Dam
yang terletak pada tiga daerah, yaitu
Sampean Baru yang didesain 1,5 juta meter
Bondowoso, Situbondo, dan Jember. Hulu
kubik, tinggal 60 persen. Namun, sampai
sungai Sampean berada sekitar 800 meter di
sekarang pemerintah belum membangun
atas permukaan air laut (mdpl), sedangkan
sistem pengendali banjir di Sungai Sampean.
muaranya di 3 mdpl. Dengan panjang sungai
Akibat dari komposisi DAS di
itu
bawah standar itu, daerah tangkapan air
menjadikan gradien sungai cukup miring.
menjadi tak memadai. Debit air maksimal
Dalam kondisi normal pun aliran sungai
banjir di Kota Situbondo pada 8 Februari
tergolong deras. Berdasarkan data Perum
2008 sebesar 2.480 meter kubik per detik.
Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan
Pada banjir 2002 debit air maksimal hanya
Bondowoso 2007, luas hutan di Kabupaten
1.960 meter kubik per detik. Artinya, terjadi
Bondowoso 59.867,95 hektar (ha). Areal itu
peningkatan hingga 126 persen. Daya
terdiri atas 30.863,70 ha hutan lindung dan
dukung alam daerah aliran sungai (DAS)
29.004,25 ha hutan produksi. Dari jumlah
Sampean rendah. Jika turun hujan deras
itu, 53.023 ha atau 88 persen berada di areal
cukup lama di hulu, tanah tidak mampu
DAS Sampean dan menutup 33,99 persen
menyerap. Air hujan langsung masuk ke
lahan DAS. Komposisi areal lain di DAS
sungai dan mengalir sangat deras ke muara.
Sampean juga tidak ideal. Perkebunan yang
Peristiwa itu dikenal sebagai banjir bandang.
semestinya 28,71 persen, hanya ada 7,59
Pada tanggal 4 Februari 2002, 18 Januari
persen.
padahal
2008 dan 8 Februari 2008, banjir bandang
idealnya tak lebih dari 3,12 persen. Tegalan
telah terjadi di Sungai Sampean Kabupaten
idealnya maksimal 20,27 persen, yang ada
Situbondo, Jawa Timur.
72
kilometer,
Sawah
perbedaan
19,76
tinggi
persen,
27,70 persen. Permukiman maksimal 3,22
Berdasarkan uraian diatas, sangatlah
persen, ternyata ada 4,62 persen. Komposisi
diperlukan suatu perencanaan pengelolaan
DAS
menyebabkan
dan teknik konservasi yang terpadu sehingga
sedimentasi di Sungai Sampean. Menurut
penggunaan kebutuhan sekarang terpenuhi
Kinaryo, kedalaman Dam Sampean Baru di
dan menyimpan untuk penggunaaan di masa
Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso,
yang akan datang. Hal ini dapat terjadi jika
saat dinormalisasi tahun 2002 adalah 20
segera dilakukan pengelolaan yang tepat
yang
tidak
ideal
Erosi terjadi melalui proses
yaitu pengelolaan yang mempertimbangkan
aspek konservasi dan hidrologi. Usaha
penghancuran/pengikisan,
konservasi
dan
DAS
Sampean,
telah
pengendapan.
pengangkutan
Dengan
demikian
untuk
intensitas erosi ditentukan oleh faktor-faktor
mengembangkan arahan fungsi lahan yang
yang mempengaruhi ketiga proses tersebut.
aplikatif sesuai dengan kondisi lapangan.
Hudson (1976) melihat erosi dari dua segi
Sehingga sangatlah diperlukan penggunaan
yaitu faktor penyebab, yang dinyatakan
program
untuk
dalam erosivitas, dan faktor tanah yang
identifikasi lahan kritis dan arahan fungsi
dinyatakan dalam erodibilitas. Jadi apabila
lahan
dinyatakan dalam fungsi maka :
memberikan
dorngan
perangkat
di
DAS
lunak
Sampean,
GIS
yang
hasil
analisisnya akan sangat membantu dan dapat
E = f {Erosivitas, Erodibilitas}
dipertanggungjawabkan baik secara teori
Di alam, proses erosi tidak sederhana
hasil kali erosivitas dan erodibilitas saja.
dan praktis.
Tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
LANDASAN TEORI
yang berpengaruh terhadap kedua variabel
Pendugaan Laju Erosi
tersebut.
Erosivitas
dalam
erosi
air
Erosi adalah suatu peristiwa hilang
merupakan manivestasi hujan, dipengaruhi
atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari
oleh adanya vegetasi dan kemiringan, dan
suatu tempat yang terangkut ke tempat lain,
erodibilitas juga dipengaruhi oleh adanya
ataupun angin (Arsyad, 1983). Didaerah
vegetasi. Dan akhirnya aktivitas manusia itu
tropis basah seperti Indonesia erosi terurama
dapat dikemukakan pula bahwa erosi adalah
disebabkan oleh air. Erosi air timbul apabila
fungsi dari hujan (H), tanah (T), kemiringan
terdapat aksi dispersi dan tenaga pengangkut
(K), vegetasi (V) dan manusia (M). Jadi
oleh air hujan yang mengalir di permukaan
apabila dinyatakan dalam fungsi, maka :
tanah. Selama terjadi hujan,
limpasan
permukaan berubah terus dengan cepat,
E = f {H,T,K,V,M}
tetapi pada waktu mendekati akhir hujan,
Artinya erosi akan dipengaruhi oleh
limpasan permukaan berkurang dengan laju
sifat hujan, tanah, derajat dan panjang
yang sangat rendah dan pada saat ini tidak
lereng, adanya penutup tanah yang berupa
terjadi erosi.
vegetasi
dan
aktifitas
manusia
dalam
hubungannya dengan pemakaian tanah.
A
Untuk memperkirakan besarnya erosi dalam
studi ini menggunakan metode MUSLE (
= Besarnya kehilangan tanah
per satuan luas lahan (ton/ha)
Rw = Indeks erosivitas limpasan
Modified Universal Soil Loss Equation) atau
MPUKT (Modifikasi Persamaan Umum
permukaan (mm)
Kehilangan Tanah). Metode ini merupakan
K
= Indeks erodibilitas tanah
modifikasi dari USLE (Universal Soil Loss
L
= Faktor panjang lereng
Equation) atau PUKT (Persamaan Umum
S
= Faktor kemiringan lereng
Kehilangan Tanah) yang dikembangkan oleh
C
=
Faktor
tanaman/faktor
vegetasi penutup tanah
Williams (1995).
Metode USLE dikembangkan oleh
P
Wischmeir dan Smith (1965, 1978) dimana
tanaman
= Faktor tindakan pengelolaan
USLE memperkirakan besarnya erosi ratarata
tahunan
secara
kasar
dengan
menggunakan pendekatan dari fungsi energy
Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan
(Rw)
hujan, sedangkan pada metode MUSLE
Erosivitas merupakan kemampuan
faktor energi curah hujan ini digantikan
hujan untuk menyebabkan terjadinya erosi.
dengan
Untuk
faktor
limpasan
permukaan,
menghitung
membutuhkan
menjadi lebih besar dan tidak memerlukan
diperoleh dari stasiun pencatat hujan. Ada 2
perhitungan
macam alat pencatat hujan yaitu alat
(SDR).
Perhitungan
pelepasan
SDR
sedimen
ini
tidak
pencatatan
hujan
curah
erosivitas
sehingga besarnya perkiraan hasil sedimen
nisbah
data
indeks
otomatis
hujan
dan
yang
alat
diperlukan dalam perhitungan perkiraan
pencatatan hujan manual/sederhana. Pada
hasil sedimen dengan MUSLE , karena
alat pencatatan hujan otomatis, kenaikan
faktor limpasan permukaan menghasilkan
curah hujan dicatat sebagai fungsi waktu
energi
pada
yang
digunakan
dalam
proses
kertas
grafik
yang
diganti
tiap
pelepasan dan pengangkutan sedimen.
hari/minggu/bulan, intensitas didapat dari
Adapun persamaan MUSLE (Utomo, 1994:
tingkat
27) adalah sebagai berikut :
tercatat. Pada alat pencatatan manual, data
perubahan
jumlah
hujan
yang
intensitas curah hujan didapat dari membagi
A = Rw x K x L x S x C x P
jumlah hujan dengan lamanya kejadian
Dimana :
hujan.
Indeks erosivitas untuk pendugaan
besarnya laju erosi dapat dihitung dengan
Qp
permukaan (m3/det/ha)
analisa Rw menurut Williams. Rumus ini
digunakan pada daerah aliran yang cukup
dipengaruhi
oleh
limpasan
R
= Jumlah curah hujan bulanan
Rn
= Jumlah hari hujan bulanan
Ro
= Hujan Satuan (mm/hari)
(mm)
luas, selama erosi juga terjadi pengendapan
dalam proses pengangkutan. Hasil endapan
= Laju maksimal aliran air
(hari)
permukaan.
Dalam rumus ini, Williams mengadakan
Ms =
Kandungan
Modifikasi PUKT untuk menduga hasil
kapasitas lapang (%)
endapan dari setiap kejadian limpasan
ρd
permukaan dengan cara mengganti indeks
tanah atas (mg3/m)
erosivitas (R) dengan erosivitas limpasan
permukaan (Rw).
(
Rw = 9,05. Vo .Q p
)
pada
Berat jenis volume lapisan
RD = Kedalaman perakaran efektif
(m),
1, 56
=
lengas
didefinisikan
sebagai
lapisan
impermeable.
Dimana :
Besarnya ditentukan sebagai berikut:
R. exp .(− Rc / Ro )
Vo
=
Rc
= 1000. Ms.
Ro
= R / Rn
ρd .RD.(Et / EO )
0, 50
Dengan :
2
permukaan (m /jam)
3
(m /ha)
Untuk tanaman pohon, tanaman
kayu = 0,10
•
Untuk tanaman semusim dan
rumput = 0,05
Rw = Indeks erosivitas limpasan
Vo
•
=
Volume limpasan permukaan
Et/Eto =
evapotranspirasi
Perbandingan
actual
Evapotranspirasi potensial.
(Et)
dengan
Tabel - 1. Nilai MS,ρb dan K
Tekst ur Tanah
MS
ρb
% w/ w
Mg m
K
-3
gj
RD
-1
m
Liat (clay)
45
1.1
0.02
Lempung berliat
40
1.3
0.4
Liat berdebu
30
-
-
Lempung berpasir
28
1.2
0.3
Lempung berdebu
25
1.3
-
Lempung
20
1.3
-
Pasir halus
15
1.4
0.2
Pasir halus
8
1.5
0.07
*)
*) nilai RD dapat digunakan 0.05 m untuk rumput dan padi-padian; 0.10 m untuk tanaman keras
Sumber : Utomo, 1994:155
Tabel - 2. Nilai C dan Et/Eo beberapa macam tanam untuk model MMF
Tanaman
Padi Sawah
A (%)
C
Et / Eo
-
0.1-0.2
1.35
Wheat
43
0.1-0.2
0.6
Jagung
25
0.2
0.67-0.70
Cassava
-
0.4-0.9
0.62
Kentang
Beans
Kacang Tanah
Tea
Karet
Kelapa Saw it
12
0.2-0.3
0.70-0.80
20-25
0.2-0.4
0.62-0.69
25
0.2-0.8
0.50-0.87
-
0.1-0.3
0.85-1.00
20-30
0.2
0.9
30
0.1-0.3
1.2
Rumput prairie
25-40
0.01-0.10
0.80-0.95
Hutan
25-30
0.011-0.002
0.90-1.00
0
1
0.05
Tanah Bero
Sumber: Utomo, 1994:57
adalah besar kehilangan tanah per unit
Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Beberapa tanah tererosi lebih mudah
indeks
erosi untuk
tanah
telah
pengukuran
pada
dari pada yang lain meskipun faktor-faktor
terspesifikasi
lainnya memiliki kesamaan. Perbedaan ini
satuan unit plot. Satu unit plot adalah
dinamakan sebagai Erodibilitas tanah dan
sepanjang 22.1 m, dengan keseragaman
yang disebabkan oleh propertis tanah itu
kemiringan sebesar 9 %, tanah kosong tanpa
sendiri.
Wischmeier
mendefinisikan
faktor
dan
Smith
penutup,
erodibiltas
tanah
peninggian
melalui
yang
dengan
dan
diberikan
penurunan
perlakuan
kemiringan.
Perlakuan pada tanah kosong ini adalah
dengan menurunnya kandungan silt, yang
dimaksudkan sebagai lahan dalam kondisi
berhubungan
yang telah diolah dan terjaga dari vegetasi
kandungan pasir dan lempung. Sehubungan
selama lebih dari 2 tahun. Satuan faktor
dengan pengukuran faktor erodibilitas tanah
erodibilitas tanah USLE dalam MUSLE
sangat membutuhkan waktu dan biaya yang
adalah ekuvalen secara numerik terhadap
tinggi, maka Wischmeier dan Smith (1971)
satuan Inggris sebesar 0.01 (ton acre hr) atau
mengembangkan persamaan umum untuk
(acre ft-inch).
menghitung
faktor
peningkatan
erodibilitas
berikut:
Wischmeier dan Smith mencatat
bahwa beberapa type
dengan
tanah umumnya
memiliki erodibilitas yang kecil seiring
Tabel - 3. Klasifikasi Struktur Tanah
Kelas
1
2
3
4
Keterangan
Granuler sangat halus (very fine granular)
Granuler halus (fine granular)
Granuler sedang-kasar (medium or coarse granular)
Massif kubus, lempeng (blocky, platy, prismlike or massive)
Sumber : Utomo, 1987: 74 (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 218)
Tabel - 4. Klasifikasi Ukuran Partikel Struktur Tanah
Klasifikasi
Ukuran
Platy
Very fine
Fine
Medium
Coarse
Very coarse
< 1 mm
1-2 mm
2-5 mm
5-10 mm
> 10 mm
Bentuk Struktur
Prismatic dan
Blocky
Columnar
< 10 mm
< 5 mm
10-20 mm
5-10 mm
20-50 mm
10-20 mm
50-100 mm
20-50 mm
> 100 mm
> 50 mm
Granular
< 1 mm
1-2 mm
2-5 mm
5-10 mm
> 10 mm
Sumber : (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 218)
Kode yang dimaksud pada faktor cperm adalah sebagi berikut :
Tabel - 5. Klasifikasi Permebilitas
Permeabilitas (cm/jam)
(Utomo, 1987)
Permeabilitas (mm/jam)
Kelas
Keterangan
1
Cepat
> 12,5
> 150
2
Agak cepat
6,25 – 12,5
50-150
3
Sedang
2,00 – 6,25
15-50
(SWAT 2000, 2003)
sebagai
4
Agak lambat
0,50 – 2,00
5-15
5
Lambat
0,125 – 0,50
1-5
6
Sangat lambat
< 0,125
20 %
4. Tanpa tindakan konservasi
Sumber : Arsyad, 2000 : 259
Erosi Yang Di Perbolehkan (Edp)
Pada
dasarnya
erosi
merupakan
Nilai P
0,04
0,15
0,35
0,40
0,40
0,50
0,75
0,90
1,00
tertentu yang tidak merugikan. Nilai erosi
dikenal
dengan
“Erosi
Diperbolehkan”
proses perataan kulit bumi. Jadi selama kulit
(Edp) atau disebut Permissible Erosion,
bumi belum merata, erosi akan tetap terjadi
Acceptable Erosion atau Tolerate Limit
dan tidak mungkin menghentikan erosi.
Erosion. Secara sederhana seharusnya Edp
Oleh karena itu, usaha konservasi tanah
tidak boleh melebihi proses pembentukan
tidak berusaha menghentikan erosi, tetapi
tanah. Dengan adanya aktivitas manusia,
hanya menghentikan laju erosi ke suatu nilai
Bannet (1939) memperkirakan bahwa untuk
membentuk lapisan tanah sedalam 25 mm
fungsi dari bahan induk, iklim, topografi,
diperlukan waktu lebih kurang 300 tahun.
vegetasi, dan manusia. Oleh karena itu,
Dengan dasar perhitungan ini maka batas
menghitung laju proses pembentukan tanah
laju
persatuan
erosi
dapat
diterima
adalah
waktu
bukan
12.5ton/ha/tahun. Di Amerika Edp 10
pekerjaan yang mudah.
ton/ha/tahun untuk tanah sawah dan 12.5
Edp =
ton/ha/tahun
untuk
tanah
tegalan.
KedalamanTanahEkuivalen
KelestarianTanah
Kedalaman
Pembentukan tanah merupakan proses yang
merupakan
ekuivalen
diperoleh
sangat kompleks dan merupakan fungsi
dengan mengalikan data kedalam tanah
berbagai variable yang saling berinteraksi.
dengan faktor kedalaman.
Dalam teori pembentukan tanah, merupakan
Tabel – 9. Nilai Edp Berdasarkan Kedalaman Daerah Perakaran
Kedalaman Solum Tanah (cm)
152
Tanah Terbaharui
2.2.
4.5
67
9.6
11.2
Edp (ton/ha/thn)
Tanah Tak Terbaharui
2.2
2.2
4.5
6.7
11.2
Sumber: Utomo ,1994:17
pada suatu unit lahan dengan kedalaman
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Tingkat bahaya erosi (TBE) diperoleh
efektif. Klasifikasi tingkat bahaya erosi
dengan cara membandingkan tingkat erosi
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel – 10. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi
Erosi
Solum Tanah
Dalam (>90)
Sedang (60-90)
Dangkal (30-60)
Sangat dangkal ( 45%
Sumber: Asdak, 2004:415
(datar)
(landai)
(agak curam)
(curam)
(sangat curam)
Nilai skor
20
40
60
80
100
Tabel - 12. Skor Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi
Tanah menurut kepekaannya terhadap erosi
Kelas 1 : Aluvial, Planosol, Hidromorf Kelabu, laterik (tidak peka)
Kelas 2 :Latosol (agak peka)
Kelas 3 : Tanah hutan coklat,tanah medeteran (kepekaan sedang)
Kelas 4 : Andosol, Laterik, Grumosol, Podsol, Podsolic (peka)
Kelas 5 : Regosol, Litosol, Organosol, Renzina (sangat peka)
Nilai skor
15
30
45
60
75
Sumber: Asdak, 2004:416
Tabel - 13. Skor Intensitas Hujan Harian Rata-rata (Asdak,2004)
Intensitas hujan harian rata-rata
Kelas 1 : < 13,6
mm/hari (sangat rendah)
Kelas 5 : > 34,8%
mm/hari (sangat tinggi)
Kelas 3 : 20,7 – 27,7 mm/hari (sedang
Kelas 4 : 27,7 – 34,8 mm/hari (tinggi)
Kelas 2 : 13,6 – 20,7 mm/hari (rendah)
Nilai skor
10
20
50
40
30
Sumber: Asdak, 2004:416
Penetapan penggunaan lahan setiap
§ Tanah dengan klasifikasi sangat rawan
satuan lahan ke dalam suatu kawasan
erosi dan mempunyai kemiringan lereng
fungsional dilakukan dengan menjumlahkan
> 15%
nilai skor ketiga factor tersebut di atas
dengan
mempertimbangkan
keadaan
setempat.
Dengan cara demikian, dapat
dihasilkan
kawasan
lindung,
kawasan
penyangga, kawasan budidaya. Berikut ini
§ Merupakan jalur pengamanan aliran
sungai, minimal 100 m di kiri- kanan
alur sungai
§ Merupakan pelindung mata air, yaitu
200 m dari pusat mata air
adalah kriteria yang digunakan oleh BRLKT
§ Berada pada ketinggian > 2.000 m dpl
( Balai Lahan dan Konservasi Tanah,
§ Guna kepentingan khusus dan ditetapkan
Departemen Kehutanan ) untuk menentukan
oleh
status kawasan berdasarkan fungsinya.
lindung
pemerintah
sebagai
kawasan
a. Kawasan Lindung
Satuan lahan dengan jumlah skor
ketiga factor fisiknya sama dengan atau
lebih besar dari 175 dan memenuhi salah
b. Kawasan Penyangga
Satuan lahan dengan jumlah skor
satu atau beberapa syarat di bawah ini :
ketiga faktor fisik antara 125 – 174 serta
§ Mempunyai kemiringan lereng > 45%
memenuhi kriteria umum sebagi berikut :
§ Keadaan
memungkinkan
(tanaman perkebunan, tanaman industri).
untuk dilakukan budidaya pertanian
Selainitu, areal tersebut harus memenuhi
secara ekonomis
kriteria umum untuk kawasan penyangga.
§ Lokasinya
fisik
areal
secara
dikembangkan
ekonomis
sebagai
mudah
d. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim
kawasan
Satuan lahan dengan kriteria seperti
dalam penetapan kawasan budidaya tanaman
penyangga
§ Tidak
merugikan
dari
segi
tahunan serta terletak di tanah milik, tanah
adat, dan tanah Negara yang seharusnya
ekologi/lingkungan hidup
c. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
dikembangkan usaha tani tanaman semusim.
Satuan lahan dengan jumlah skor
ketiga faktor fisik < 124 serta sesuai untuk
dikembangkan usaha tani tanaman tahunan
3.
PEMBAHASAN
a) Tingkat bahaya erosi yang terjadi
pada Sub DAS Sampean sebagian besar
Berdasarkan
hasil
perhitungan
analisa data, maka didapat hasil
dan
sangat berat yaitu 95,54% dari luas
sebagai
wilayah, sedangkan tingkat bahaya erosi
berikut:
yang lain yaitu berat : 2,72%, sedang :
1.
Erosivitas limpasan permukaan yang
1,02%, ringan 0,72%.
totalnya mencapai 48.129,73 m2/jam
b) Tingkat kekritisan lahan yang terjadi
dan mengakibatkan nilai rata-rata laju
pada Sub DAS Sampean sebagian besar
erosi sebesar 43.939,94 ton/ha/tahun,
sangat kritis yaitu 95,54% dari luas
identik
tanah
wilayah, sedangkan tingkat kekritisan
sebesar: 258,470 cm/tahun. Sedangkan
yang lain yaitu kritis : 2,72%, dan semi
nilai laju erosi maksimum sebesar
kritis : 1,74%.
dengan
kehilangan
c) Kelas kemampuan lahan di Sub DAS
Sampean di klasifikasikan menjadi 6
2.
171.142,95 ton/ha/tahun, identik dengan
(enam) kelas, yaitu kelas III (1,35%
kehilangan tanah sebesar: 1.006,72
(terdiri dari IIIe & IIIg)) untuk pertanian
cm/tahun.
sedang, kelas IV (0,913% (terdiri dari
IVe)) untuk pertanian terbatas, kelas V
(0,058%
(terdiri
Vg))
Ukir,
Cermec,
Campoan,
Rajekwesi, Sumber Pinang, Sumber
(terdiri
untuk
Anyar, Waroboyo, Alas Bayur, Leprak,
VII
Sumber Canting, Suling Wetan, Banyu
(75,39% (terdiri dari VIIe & VIIg))
Putih, Wringin, Lumutan, Banyuwulu,
untuk pengembalaan terbatas, kelas VIII
Gubrih, Glingseran, Jati Tamban, Jati
(21,54% (terdiri dari VIIIe)) untuk
Sari,
hutan lindung atau cagar alam.
Sumber Kalong, Silolembu, Binakal,
Pada Sub DAS Sampean, terdiri dari 3
Sumber Suko, Wonokusumo, Pasarejo,
(tiga) kawasan, yaitu Kawasan lindung
Bondoarum, Kota Kulon, Taman sari,
(10,53%),
Kejayan,
Koncer
(52,23%), Kawasan Budidaya Tanaman
Sumber
Gading,
Tahunan (37,23%). Dari hasil tersebut,
Lombok Kulon,
maka rekomendasi penggunaan lahan
Pekalangan,
yang paling disarankan adalah sawah
Patemon,dan lain sebagainya.
dari
VIe
&
sedang,
VIs))
kelas
Kawasan
Penyangga
irigasi, tanaman industri dan hutan
5.
Tambak
untuk
pengembalan intensif, kelas VI (0,731%
pengembalaan
4.
dari
6.
Blimbing,
Petung,
Baratan,
Kidul,
Padasan,
Sumber
Salam,
Randu Cangkring,
Kasemek,
Pengarang,
Debit limpasan rata-rata permukaan di
produksi.
Das Sampean sebesar 7,514 m3/dtk,
Sejumlah 93 desa yang mengalami
sedangkan
kondisi sangat kritis antara lain Desa
permukaan
Ardirejo, Sliwung, Sumber Tengah,
dilapangan sebesar 6,698 m3/dtk.
debit
limpasan
hasil
rata-rata
pengamatan
dengan cara sipil maupun non sipil. Upaya
KESIMPULAN
penanganan secara non sipil diantaranya
Berdasarkan hasil penelitian diatas,
adalah
maka dapat disimpulkan bahwa, kondisi
dengan
DAS Sampean sekarang dalam kondisi
dianalisis
sangat kritis dan segera perlu dilakukan
penanganan
upaya pengendalian erosi lahan berupa
dilakukan analisis lebih lanjut.
penataan
kawasan
DAS.
Upaya
pengendalian erosi lahan dapat dilakukan
penataan
kawasan
fungsinya
dalam
yang sesuai
sebagaimana
studi
secara
ini,
yang
sedangkan
sipil/struktur
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.
IPB. Bogor.
Asdak, C. (2002). Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (edii
kedua).
Asmaranto, Runi. 2005. Pelatihan GIS –
SDA. Tidak Diterbitkan. Jurusan
Teknik
Pengairan
Universitas
Brawijaya Malang.
Asmaranto, Runi. 2007. Jurnal Teknik –
Analisa Laju Erosi dan Arahan
Konservasi di Das Pikatan Berbasis
SIG. Tidak Diterbitkan. Fakultas
Teknik
Universitas
Brawijaya
Malang.
Chow, V.T, (1964), Handbook of Applied
Hydrology. Prentice Hall Inc. USA.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Hardjowigeno, Sarwono. 1995. Ilmu Tanah.
Akademika Pressindo. Jakarta.
Harto, Sri. 1993. Analisa Hidrologi. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi
Geografis. Informatika Bandung.
Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode
Statistik Untuk Analisa Data Jilid 1.
Bandung: Nova.
Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. (1987).
Hidrologi Untuk Pengairan. PT.
Citra Aditya Bakti. Bandung.
Soemarto, C. D. (1993). Hidrologi Teknik.
Usaha Nasional. Surabaya.
Suhartanto, Ery. 2008. Panduan AVSWAT
2000 dan Aplikasinya di Bidang
Teknik Sumber Daya Air. Malang:
CV: Asrori Malang
Suripin. (2002). Pelestarian Sumber Daya
Tanah Dan Air. Andi. Yogyakarta.
Utomo,
Hadi,
Wani.1994.
Erosi
dan
Konservasi Tanah. IKIP. Malang.
xiii
Tabel – 14. Hasil Perhitungan Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat Bahaya Erosi
Sangat Berat
Berat
Sedang
Total
Luas
Prosentase
118874.86
3395.789
2148.409
124419.06
Gambar 1. Lokasi DAS Sampean
95.54
2.73
1.73
100
Gambar 2. Nilai Laju Erosi
Gambar 3. Tingkat Bahaya Erosi DAS Sampean
Gambar 4. Arahan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
DAS Sampean
Gambar 5. Foto Lokasi Desa Grujugan Kabupaten Bondowoso
Gambar 6. Foto Lokasi Desa Grujugan Kabupaten Bondowoso
IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS dan ARAHAN FUNGSI LAHAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI SAMPEAN
Runi Asmaranto, ST. MT
Dr. Ery Suhartanto, ST. MT
Bias Angga Permana, ST
Jurusan Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjend. Haryono 167 Malang 65145
Email : biaz.angga@yahoo.com
ABSTRAK
DAS Sampean merupakan daerah aliran sungai yang kondisi topografinya rata-rata sangat
curam. Kondisi tata guna lahan yang sebagian besar sawah irigasi ini cukup memungkinkan
terjadinya erosi. Apalagi tataguna lahan lainnya berupa ladang, semak dan sawah tadah hujan
yang tanamannya merupakan tanaman berkedalaman akar rendah dan berperan besar dalam
proses penyebab terjadinya kerusakan tanah, mempercepat laju erosi dan meningkatkan volume
limpasan permukaan. Berdasarkan kondisi tersebut, studi ini mengkaji tingkat bahaya erosi yang
terjadi saat ini pada tata guna lahan eksisting Das Sampean serta menentukan arahan penggunaan
lahan yang tepat sesuai dengan kemampuan lahan kawasannya dengan mempertimbangkan
kondisi DAS Sampean.
Metode yang digunakan dalam menghitung besarnya laju erosi adalah metode MUSLE
dimana metode tersebut menggunakan pendekatan dari faktor limpasan permukaan. Pengolahan
data-datanya menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) karena memudahkan dalam
penganalisaan dan pengelompokan data.
Dari hasil analisa diperoleh debit limpasan permukaan yang terjadi sebesar 247,967 m3/
dt. Total Erosivitas Limpasan Permukaan yang terjadi adalah 48.129,73 m2/jam, hal ini memicu
terjadinya laju erosi yang rata-ratanya mencapai 43.939,94 ton/ha/thn, atau identik dengan
kehilangan tanah sebesar : 258,470 cm/thn. Besarnya laju erosi pada DAS Sampean ini
mengakibatkan tingkat bahaya erosi sebesar 95,54% dari luas wilayahnya termasuk sangat berat.
Sedangkan untuk tingkat bahaya erosi lainnya yaitu, berat : 2,72%, sedang : 1,02%, ringan :
0,72%. Analisa kemampuan lahan didominasi kemampuan kelas VII (75,39%), yang merupakan
daerah Pengembalaan Terbatas. Sedangkan ARLKT di DAS Sampean terdiri dari 3 (tiga)
kawasan, yaitu Kawasan lindung (10,53%), Kawasan Penyangga (52,23%), Kawasan Budidaya
Tanaman Tahunan (37,23%).
Kata – kata kunci: Sistem Informasi Geografis, Erosi, MUSLE ( Modified Universal Soil Loss
Equation), Daerah Aliran Sungai (DAS)
ABSTRACT
Sampean watershed is a condition of watershed topography is very steep on average. Land used
mostly irrigated is quite possible occurrence of erosion. Moreover, other land use form fields,
shrubs and the planting rainfed lowland berkedalaman plant roots is low and plays a major role
in the process cause damage to the soil, accelerating erosion and increasing the volume of
surface runoff. Under these conditions, this study investigates the level of danger of erosion that
occurred today on the existing land use Sampean Das and determine the direction of land use
appropriate to the region by taking into account land capability Sampean watershed conditions.
The method used in calculating the erosion rate is MUSLE method where the method uses the
approach of surface runoff factor. Data-processing data using Geographic Information System
(GIS) for ease in analyzing and grouping data.
From the analysis results obtained by surface runoff which occurs at 247.967 m3 / sec. Total
runoff erosivity is 48129.73 m2/jam happens, this triggers the occurrence of erosion, which the
average is reached 43939.94 tons / ha / yr, or identical with the loss of land registration: 258.470
cm / yr. The amount of erosion on the watershed Sampean resulted in erosion hazard rate of
95.54% of the size of its territory, including very heavy. While for others the rate of erosion
hazard, weight: 2.72%, medium: 1.02%, mild: 0.72%. Analysis of land capability class VII
dominated ability (75.39%), which is an area Pengembalaan Limited. Whereas in the watershed
Sampean ARLKT consists of 3 (three) areas, ie protected areas (10.53%), Buffer Zone (52.23%),
Perennial Plant Cultivation Area (37.23%).
Key - words: Geographic Information Systems, Erosion, MUSLE (Modified Universal Soil Loss
Equation), Watershed (DAS)
meter. Saat ini kedalamannya kurang dari 10
PENDAHULUAN
DAS Sampean adalah suatu DAS
meter. Akibatnya, volume tampung Dam
yang terletak pada tiga daerah, yaitu
Sampean Baru yang didesain 1,5 juta meter
Bondowoso, Situbondo, dan Jember. Hulu
kubik, tinggal 60 persen. Namun, sampai
sungai Sampean berada sekitar 800 meter di
sekarang pemerintah belum membangun
atas permukaan air laut (mdpl), sedangkan
sistem pengendali banjir di Sungai Sampean.
muaranya di 3 mdpl. Dengan panjang sungai
Akibat dari komposisi DAS di
itu
bawah standar itu, daerah tangkapan air
menjadikan gradien sungai cukup miring.
menjadi tak memadai. Debit air maksimal
Dalam kondisi normal pun aliran sungai
banjir di Kota Situbondo pada 8 Februari
tergolong deras. Berdasarkan data Perum
2008 sebesar 2.480 meter kubik per detik.
Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan
Pada banjir 2002 debit air maksimal hanya
Bondowoso 2007, luas hutan di Kabupaten
1.960 meter kubik per detik. Artinya, terjadi
Bondowoso 59.867,95 hektar (ha). Areal itu
peningkatan hingga 126 persen. Daya
terdiri atas 30.863,70 ha hutan lindung dan
dukung alam daerah aliran sungai (DAS)
29.004,25 ha hutan produksi. Dari jumlah
Sampean rendah. Jika turun hujan deras
itu, 53.023 ha atau 88 persen berada di areal
cukup lama di hulu, tanah tidak mampu
DAS Sampean dan menutup 33,99 persen
menyerap. Air hujan langsung masuk ke
lahan DAS. Komposisi areal lain di DAS
sungai dan mengalir sangat deras ke muara.
Sampean juga tidak ideal. Perkebunan yang
Peristiwa itu dikenal sebagai banjir bandang.
semestinya 28,71 persen, hanya ada 7,59
Pada tanggal 4 Februari 2002, 18 Januari
persen.
padahal
2008 dan 8 Februari 2008, banjir bandang
idealnya tak lebih dari 3,12 persen. Tegalan
telah terjadi di Sungai Sampean Kabupaten
idealnya maksimal 20,27 persen, yang ada
Situbondo, Jawa Timur.
72
kilometer,
Sawah
perbedaan
19,76
tinggi
persen,
27,70 persen. Permukiman maksimal 3,22
Berdasarkan uraian diatas, sangatlah
persen, ternyata ada 4,62 persen. Komposisi
diperlukan suatu perencanaan pengelolaan
DAS
menyebabkan
dan teknik konservasi yang terpadu sehingga
sedimentasi di Sungai Sampean. Menurut
penggunaan kebutuhan sekarang terpenuhi
Kinaryo, kedalaman Dam Sampean Baru di
dan menyimpan untuk penggunaaan di masa
Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso,
yang akan datang. Hal ini dapat terjadi jika
saat dinormalisasi tahun 2002 adalah 20
segera dilakukan pengelolaan yang tepat
yang
tidak
ideal
Erosi terjadi melalui proses
yaitu pengelolaan yang mempertimbangkan
aspek konservasi dan hidrologi. Usaha
penghancuran/pengikisan,
konservasi
dan
DAS
Sampean,
telah
pengendapan.
pengangkutan
Dengan
demikian
untuk
intensitas erosi ditentukan oleh faktor-faktor
mengembangkan arahan fungsi lahan yang
yang mempengaruhi ketiga proses tersebut.
aplikatif sesuai dengan kondisi lapangan.
Hudson (1976) melihat erosi dari dua segi
Sehingga sangatlah diperlukan penggunaan
yaitu faktor penyebab, yang dinyatakan
program
untuk
dalam erosivitas, dan faktor tanah yang
identifikasi lahan kritis dan arahan fungsi
dinyatakan dalam erodibilitas. Jadi apabila
lahan
dinyatakan dalam fungsi maka :
memberikan
dorngan
perangkat
di
DAS
lunak
Sampean,
GIS
yang
hasil
analisisnya akan sangat membantu dan dapat
E = f {Erosivitas, Erodibilitas}
dipertanggungjawabkan baik secara teori
Di alam, proses erosi tidak sederhana
hasil kali erosivitas dan erodibilitas saja.
dan praktis.
Tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor
LANDASAN TEORI
yang berpengaruh terhadap kedua variabel
Pendugaan Laju Erosi
tersebut.
Erosivitas
dalam
erosi
air
Erosi adalah suatu peristiwa hilang
merupakan manivestasi hujan, dipengaruhi
atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari
oleh adanya vegetasi dan kemiringan, dan
suatu tempat yang terangkut ke tempat lain,
erodibilitas juga dipengaruhi oleh adanya
ataupun angin (Arsyad, 1983). Didaerah
vegetasi. Dan akhirnya aktivitas manusia itu
tropis basah seperti Indonesia erosi terurama
dapat dikemukakan pula bahwa erosi adalah
disebabkan oleh air. Erosi air timbul apabila
fungsi dari hujan (H), tanah (T), kemiringan
terdapat aksi dispersi dan tenaga pengangkut
(K), vegetasi (V) dan manusia (M). Jadi
oleh air hujan yang mengalir di permukaan
apabila dinyatakan dalam fungsi, maka :
tanah. Selama terjadi hujan,
limpasan
permukaan berubah terus dengan cepat,
E = f {H,T,K,V,M}
tetapi pada waktu mendekati akhir hujan,
Artinya erosi akan dipengaruhi oleh
limpasan permukaan berkurang dengan laju
sifat hujan, tanah, derajat dan panjang
yang sangat rendah dan pada saat ini tidak
lereng, adanya penutup tanah yang berupa
terjadi erosi.
vegetasi
dan
aktifitas
manusia
dalam
hubungannya dengan pemakaian tanah.
A
Untuk memperkirakan besarnya erosi dalam
studi ini menggunakan metode MUSLE (
= Besarnya kehilangan tanah
per satuan luas lahan (ton/ha)
Rw = Indeks erosivitas limpasan
Modified Universal Soil Loss Equation) atau
MPUKT (Modifikasi Persamaan Umum
permukaan (mm)
Kehilangan Tanah). Metode ini merupakan
K
= Indeks erodibilitas tanah
modifikasi dari USLE (Universal Soil Loss
L
= Faktor panjang lereng
Equation) atau PUKT (Persamaan Umum
S
= Faktor kemiringan lereng
Kehilangan Tanah) yang dikembangkan oleh
C
=
Faktor
tanaman/faktor
vegetasi penutup tanah
Williams (1995).
Metode USLE dikembangkan oleh
P
Wischmeir dan Smith (1965, 1978) dimana
tanaman
= Faktor tindakan pengelolaan
USLE memperkirakan besarnya erosi ratarata
tahunan
secara
kasar
dengan
menggunakan pendekatan dari fungsi energy
Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan
(Rw)
hujan, sedangkan pada metode MUSLE
Erosivitas merupakan kemampuan
faktor energi curah hujan ini digantikan
hujan untuk menyebabkan terjadinya erosi.
dengan
Untuk
faktor
limpasan
permukaan,
menghitung
membutuhkan
menjadi lebih besar dan tidak memerlukan
diperoleh dari stasiun pencatat hujan. Ada 2
perhitungan
macam alat pencatat hujan yaitu alat
(SDR).
Perhitungan
pelepasan
SDR
sedimen
ini
tidak
pencatatan
hujan
curah
erosivitas
sehingga besarnya perkiraan hasil sedimen
nisbah
data
indeks
otomatis
hujan
dan
yang
alat
diperlukan dalam perhitungan perkiraan
pencatatan hujan manual/sederhana. Pada
hasil sedimen dengan MUSLE , karena
alat pencatatan hujan otomatis, kenaikan
faktor limpasan permukaan menghasilkan
curah hujan dicatat sebagai fungsi waktu
energi
pada
yang
digunakan
dalam
proses
kertas
grafik
yang
diganti
tiap
pelepasan dan pengangkutan sedimen.
hari/minggu/bulan, intensitas didapat dari
Adapun persamaan MUSLE (Utomo, 1994:
tingkat
27) adalah sebagai berikut :
tercatat. Pada alat pencatatan manual, data
perubahan
jumlah
hujan
yang
intensitas curah hujan didapat dari membagi
A = Rw x K x L x S x C x P
jumlah hujan dengan lamanya kejadian
Dimana :
hujan.
Indeks erosivitas untuk pendugaan
besarnya laju erosi dapat dihitung dengan
Qp
permukaan (m3/det/ha)
analisa Rw menurut Williams. Rumus ini
digunakan pada daerah aliran yang cukup
dipengaruhi
oleh
limpasan
R
= Jumlah curah hujan bulanan
Rn
= Jumlah hari hujan bulanan
Ro
= Hujan Satuan (mm/hari)
(mm)
luas, selama erosi juga terjadi pengendapan
dalam proses pengangkutan. Hasil endapan
= Laju maksimal aliran air
(hari)
permukaan.
Dalam rumus ini, Williams mengadakan
Ms =
Kandungan
Modifikasi PUKT untuk menduga hasil
kapasitas lapang (%)
endapan dari setiap kejadian limpasan
ρd
permukaan dengan cara mengganti indeks
tanah atas (mg3/m)
erosivitas (R) dengan erosivitas limpasan
permukaan (Rw).
(
Rw = 9,05. Vo .Q p
)
pada
Berat jenis volume lapisan
RD = Kedalaman perakaran efektif
(m),
1, 56
=
lengas
didefinisikan
sebagai
lapisan
impermeable.
Dimana :
Besarnya ditentukan sebagai berikut:
R. exp .(− Rc / Ro )
Vo
=
Rc
= 1000. Ms.
Ro
= R / Rn
ρd .RD.(Et / EO )
0, 50
Dengan :
2
permukaan (m /jam)
3
(m /ha)
Untuk tanaman pohon, tanaman
kayu = 0,10
•
Untuk tanaman semusim dan
rumput = 0,05
Rw = Indeks erosivitas limpasan
Vo
•
=
Volume limpasan permukaan
Et/Eto =
evapotranspirasi
Perbandingan
actual
Evapotranspirasi potensial.
(Et)
dengan
Tabel - 1. Nilai MS,ρb dan K
Tekst ur Tanah
MS
ρb
% w/ w
Mg m
K
-3
gj
RD
-1
m
Liat (clay)
45
1.1
0.02
Lempung berliat
40
1.3
0.4
Liat berdebu
30
-
-
Lempung berpasir
28
1.2
0.3
Lempung berdebu
25
1.3
-
Lempung
20
1.3
-
Pasir halus
15
1.4
0.2
Pasir halus
8
1.5
0.07
*)
*) nilai RD dapat digunakan 0.05 m untuk rumput dan padi-padian; 0.10 m untuk tanaman keras
Sumber : Utomo, 1994:155
Tabel - 2. Nilai C dan Et/Eo beberapa macam tanam untuk model MMF
Tanaman
Padi Sawah
A (%)
C
Et / Eo
-
0.1-0.2
1.35
Wheat
43
0.1-0.2
0.6
Jagung
25
0.2
0.67-0.70
Cassava
-
0.4-0.9
0.62
Kentang
Beans
Kacang Tanah
Tea
Karet
Kelapa Saw it
12
0.2-0.3
0.70-0.80
20-25
0.2-0.4
0.62-0.69
25
0.2-0.8
0.50-0.87
-
0.1-0.3
0.85-1.00
20-30
0.2
0.9
30
0.1-0.3
1.2
Rumput prairie
25-40
0.01-0.10
0.80-0.95
Hutan
25-30
0.011-0.002
0.90-1.00
0
1
0.05
Tanah Bero
Sumber: Utomo, 1994:57
adalah besar kehilangan tanah per unit
Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Beberapa tanah tererosi lebih mudah
indeks
erosi untuk
tanah
telah
pengukuran
pada
dari pada yang lain meskipun faktor-faktor
terspesifikasi
lainnya memiliki kesamaan. Perbedaan ini
satuan unit plot. Satu unit plot adalah
dinamakan sebagai Erodibilitas tanah dan
sepanjang 22.1 m, dengan keseragaman
yang disebabkan oleh propertis tanah itu
kemiringan sebesar 9 %, tanah kosong tanpa
sendiri.
Wischmeier
mendefinisikan
faktor
dan
Smith
penutup,
erodibiltas
tanah
peninggian
melalui
yang
dengan
dan
diberikan
penurunan
perlakuan
kemiringan.
Perlakuan pada tanah kosong ini adalah
dengan menurunnya kandungan silt, yang
dimaksudkan sebagai lahan dalam kondisi
berhubungan
yang telah diolah dan terjaga dari vegetasi
kandungan pasir dan lempung. Sehubungan
selama lebih dari 2 tahun. Satuan faktor
dengan pengukuran faktor erodibilitas tanah
erodibilitas tanah USLE dalam MUSLE
sangat membutuhkan waktu dan biaya yang
adalah ekuvalen secara numerik terhadap
tinggi, maka Wischmeier dan Smith (1971)
satuan Inggris sebesar 0.01 (ton acre hr) atau
mengembangkan persamaan umum untuk
(acre ft-inch).
menghitung
faktor
peningkatan
erodibilitas
berikut:
Wischmeier dan Smith mencatat
bahwa beberapa type
dengan
tanah umumnya
memiliki erodibilitas yang kecil seiring
Tabel - 3. Klasifikasi Struktur Tanah
Kelas
1
2
3
4
Keterangan
Granuler sangat halus (very fine granular)
Granuler halus (fine granular)
Granuler sedang-kasar (medium or coarse granular)
Massif kubus, lempeng (blocky, platy, prismlike or massive)
Sumber : Utomo, 1987: 74 (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 218)
Tabel - 4. Klasifikasi Ukuran Partikel Struktur Tanah
Klasifikasi
Ukuran
Platy
Very fine
Fine
Medium
Coarse
Very coarse
< 1 mm
1-2 mm
2-5 mm
5-10 mm
> 10 mm
Bentuk Struktur
Prismatic dan
Blocky
Columnar
< 10 mm
< 5 mm
10-20 mm
5-10 mm
20-50 mm
10-20 mm
50-100 mm
20-50 mm
> 100 mm
> 50 mm
Granular
< 1 mm
1-2 mm
2-5 mm
5-10 mm
> 10 mm
Sumber : (SWAT Theoretical Documentation 2000, 2002 : 218)
Kode yang dimaksud pada faktor cperm adalah sebagi berikut :
Tabel - 5. Klasifikasi Permebilitas
Permeabilitas (cm/jam)
(Utomo, 1987)
Permeabilitas (mm/jam)
Kelas
Keterangan
1
Cepat
> 12,5
> 150
2
Agak cepat
6,25 – 12,5
50-150
3
Sedang
2,00 – 6,25
15-50
(SWAT 2000, 2003)
sebagai
4
Agak lambat
0,50 – 2,00
5-15
5
Lambat
0,125 – 0,50
1-5
6
Sangat lambat
< 0,125
20 %
4. Tanpa tindakan konservasi
Sumber : Arsyad, 2000 : 259
Erosi Yang Di Perbolehkan (Edp)
Pada
dasarnya
erosi
merupakan
Nilai P
0,04
0,15
0,35
0,40
0,40
0,50
0,75
0,90
1,00
tertentu yang tidak merugikan. Nilai erosi
dikenal
dengan
“Erosi
Diperbolehkan”
proses perataan kulit bumi. Jadi selama kulit
(Edp) atau disebut Permissible Erosion,
bumi belum merata, erosi akan tetap terjadi
Acceptable Erosion atau Tolerate Limit
dan tidak mungkin menghentikan erosi.
Erosion. Secara sederhana seharusnya Edp
Oleh karena itu, usaha konservasi tanah
tidak boleh melebihi proses pembentukan
tidak berusaha menghentikan erosi, tetapi
tanah. Dengan adanya aktivitas manusia,
hanya menghentikan laju erosi ke suatu nilai
Bannet (1939) memperkirakan bahwa untuk
membentuk lapisan tanah sedalam 25 mm
fungsi dari bahan induk, iklim, topografi,
diperlukan waktu lebih kurang 300 tahun.
vegetasi, dan manusia. Oleh karena itu,
Dengan dasar perhitungan ini maka batas
menghitung laju proses pembentukan tanah
laju
persatuan
erosi
dapat
diterima
adalah
waktu
bukan
12.5ton/ha/tahun. Di Amerika Edp 10
pekerjaan yang mudah.
ton/ha/tahun untuk tanah sawah dan 12.5
Edp =
ton/ha/tahun
untuk
tanah
tegalan.
KedalamanTanahEkuivalen
KelestarianTanah
Kedalaman
Pembentukan tanah merupakan proses yang
merupakan
ekuivalen
diperoleh
sangat kompleks dan merupakan fungsi
dengan mengalikan data kedalam tanah
berbagai variable yang saling berinteraksi.
dengan faktor kedalaman.
Dalam teori pembentukan tanah, merupakan
Tabel – 9. Nilai Edp Berdasarkan Kedalaman Daerah Perakaran
Kedalaman Solum Tanah (cm)
152
Tanah Terbaharui
2.2.
4.5
67
9.6
11.2
Edp (ton/ha/thn)
Tanah Tak Terbaharui
2.2
2.2
4.5
6.7
11.2
Sumber: Utomo ,1994:17
pada suatu unit lahan dengan kedalaman
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Tingkat bahaya erosi (TBE) diperoleh
efektif. Klasifikasi tingkat bahaya erosi
dengan cara membandingkan tingkat erosi
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel – 10. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi
Erosi
Solum Tanah
Dalam (>90)
Sedang (60-90)
Dangkal (30-60)
Sangat dangkal ( 45%
Sumber: Asdak, 2004:415
(datar)
(landai)
(agak curam)
(curam)
(sangat curam)
Nilai skor
20
40
60
80
100
Tabel - 12. Skor Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi
Tanah menurut kepekaannya terhadap erosi
Kelas 1 : Aluvial, Planosol, Hidromorf Kelabu, laterik (tidak peka)
Kelas 2 :Latosol (agak peka)
Kelas 3 : Tanah hutan coklat,tanah medeteran (kepekaan sedang)
Kelas 4 : Andosol, Laterik, Grumosol, Podsol, Podsolic (peka)
Kelas 5 : Regosol, Litosol, Organosol, Renzina (sangat peka)
Nilai skor
15
30
45
60
75
Sumber: Asdak, 2004:416
Tabel - 13. Skor Intensitas Hujan Harian Rata-rata (Asdak,2004)
Intensitas hujan harian rata-rata
Kelas 1 : < 13,6
mm/hari (sangat rendah)
Kelas 5 : > 34,8%
mm/hari (sangat tinggi)
Kelas 3 : 20,7 – 27,7 mm/hari (sedang
Kelas 4 : 27,7 – 34,8 mm/hari (tinggi)
Kelas 2 : 13,6 – 20,7 mm/hari (rendah)
Nilai skor
10
20
50
40
30
Sumber: Asdak, 2004:416
Penetapan penggunaan lahan setiap
§ Tanah dengan klasifikasi sangat rawan
satuan lahan ke dalam suatu kawasan
erosi dan mempunyai kemiringan lereng
fungsional dilakukan dengan menjumlahkan
> 15%
nilai skor ketiga factor tersebut di atas
dengan
mempertimbangkan
keadaan
setempat.
Dengan cara demikian, dapat
dihasilkan
kawasan
lindung,
kawasan
penyangga, kawasan budidaya. Berikut ini
§ Merupakan jalur pengamanan aliran
sungai, minimal 100 m di kiri- kanan
alur sungai
§ Merupakan pelindung mata air, yaitu
200 m dari pusat mata air
adalah kriteria yang digunakan oleh BRLKT
§ Berada pada ketinggian > 2.000 m dpl
( Balai Lahan dan Konservasi Tanah,
§ Guna kepentingan khusus dan ditetapkan
Departemen Kehutanan ) untuk menentukan
oleh
status kawasan berdasarkan fungsinya.
lindung
pemerintah
sebagai
kawasan
a. Kawasan Lindung
Satuan lahan dengan jumlah skor
ketiga factor fisiknya sama dengan atau
lebih besar dari 175 dan memenuhi salah
b. Kawasan Penyangga
Satuan lahan dengan jumlah skor
satu atau beberapa syarat di bawah ini :
ketiga faktor fisik antara 125 – 174 serta
§ Mempunyai kemiringan lereng > 45%
memenuhi kriteria umum sebagi berikut :
§ Keadaan
memungkinkan
(tanaman perkebunan, tanaman industri).
untuk dilakukan budidaya pertanian
Selainitu, areal tersebut harus memenuhi
secara ekonomis
kriteria umum untuk kawasan penyangga.
§ Lokasinya
fisik
areal
secara
dikembangkan
ekonomis
sebagai
mudah
d. Kawasan Budidaya Tanaman Semusim
kawasan
Satuan lahan dengan kriteria seperti
dalam penetapan kawasan budidaya tanaman
penyangga
§ Tidak
merugikan
dari
segi
tahunan serta terletak di tanah milik, tanah
adat, dan tanah Negara yang seharusnya
ekologi/lingkungan hidup
c. Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan
dikembangkan usaha tani tanaman semusim.
Satuan lahan dengan jumlah skor
ketiga faktor fisik < 124 serta sesuai untuk
dikembangkan usaha tani tanaman tahunan
3.
PEMBAHASAN
a) Tingkat bahaya erosi yang terjadi
pada Sub DAS Sampean sebagian besar
Berdasarkan
hasil
perhitungan
analisa data, maka didapat hasil
dan
sangat berat yaitu 95,54% dari luas
sebagai
wilayah, sedangkan tingkat bahaya erosi
berikut:
yang lain yaitu berat : 2,72%, sedang :
1.
Erosivitas limpasan permukaan yang
1,02%, ringan 0,72%.
totalnya mencapai 48.129,73 m2/jam
b) Tingkat kekritisan lahan yang terjadi
dan mengakibatkan nilai rata-rata laju
pada Sub DAS Sampean sebagian besar
erosi sebesar 43.939,94 ton/ha/tahun,
sangat kritis yaitu 95,54% dari luas
identik
tanah
wilayah, sedangkan tingkat kekritisan
sebesar: 258,470 cm/tahun. Sedangkan
yang lain yaitu kritis : 2,72%, dan semi
nilai laju erosi maksimum sebesar
kritis : 1,74%.
dengan
kehilangan
c) Kelas kemampuan lahan di Sub DAS
Sampean di klasifikasikan menjadi 6
2.
171.142,95 ton/ha/tahun, identik dengan
(enam) kelas, yaitu kelas III (1,35%
kehilangan tanah sebesar: 1.006,72
(terdiri dari IIIe & IIIg)) untuk pertanian
cm/tahun.
sedang, kelas IV (0,913% (terdiri dari
IVe)) untuk pertanian terbatas, kelas V
(0,058%
(terdiri
Vg))
Ukir,
Cermec,
Campoan,
Rajekwesi, Sumber Pinang, Sumber
(terdiri
untuk
Anyar, Waroboyo, Alas Bayur, Leprak,
VII
Sumber Canting, Suling Wetan, Banyu
(75,39% (terdiri dari VIIe & VIIg))
Putih, Wringin, Lumutan, Banyuwulu,
untuk pengembalaan terbatas, kelas VIII
Gubrih, Glingseran, Jati Tamban, Jati
(21,54% (terdiri dari VIIIe)) untuk
Sari,
hutan lindung atau cagar alam.
Sumber Kalong, Silolembu, Binakal,
Pada Sub DAS Sampean, terdiri dari 3
Sumber Suko, Wonokusumo, Pasarejo,
(tiga) kawasan, yaitu Kawasan lindung
Bondoarum, Kota Kulon, Taman sari,
(10,53%),
Kejayan,
Koncer
(52,23%), Kawasan Budidaya Tanaman
Sumber
Gading,
Tahunan (37,23%). Dari hasil tersebut,
Lombok Kulon,
maka rekomendasi penggunaan lahan
Pekalangan,
yang paling disarankan adalah sawah
Patemon,dan lain sebagainya.
dari
VIe
&
sedang,
VIs))
kelas
Kawasan
Penyangga
irigasi, tanaman industri dan hutan
5.
Tambak
untuk
pengembalan intensif, kelas VI (0,731%
pengembalaan
4.
dari
6.
Blimbing,
Petung,
Baratan,
Kidul,
Padasan,
Sumber
Salam,
Randu Cangkring,
Kasemek,
Pengarang,
Debit limpasan rata-rata permukaan di
produksi.
Das Sampean sebesar 7,514 m3/dtk,
Sejumlah 93 desa yang mengalami
sedangkan
kondisi sangat kritis antara lain Desa
permukaan
Ardirejo, Sliwung, Sumber Tengah,
dilapangan sebesar 6,698 m3/dtk.
debit
limpasan
hasil
rata-rata
pengamatan
dengan cara sipil maupun non sipil. Upaya
KESIMPULAN
penanganan secara non sipil diantaranya
Berdasarkan hasil penelitian diatas,
adalah
maka dapat disimpulkan bahwa, kondisi
dengan
DAS Sampean sekarang dalam kondisi
dianalisis
sangat kritis dan segera perlu dilakukan
penanganan
upaya pengendalian erosi lahan berupa
dilakukan analisis lebih lanjut.
penataan
kawasan
DAS.
Upaya
pengendalian erosi lahan dapat dilakukan
penataan
kawasan
fungsinya
dalam
yang sesuai
sebagaimana
studi
secara
ini,
yang
sedangkan
sipil/struktur
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.
IPB. Bogor.
Asdak, C. (2002). Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (edii
kedua).
Asmaranto, Runi. 2005. Pelatihan GIS –
SDA. Tidak Diterbitkan. Jurusan
Teknik
Pengairan
Universitas
Brawijaya Malang.
Asmaranto, Runi. 2007. Jurnal Teknik –
Analisa Laju Erosi dan Arahan
Konservasi di Das Pikatan Berbasis
SIG. Tidak Diterbitkan. Fakultas
Teknik
Universitas
Brawijaya
Malang.
Chow, V.T, (1964), Handbook of Applied
Hydrology. Prentice Hall Inc. USA.
Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Hardjowigeno, Sarwono. 1995. Ilmu Tanah.
Akademika Pressindo. Jakarta.
Harto, Sri. 1993. Analisa Hidrologi. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi
Geografis. Informatika Bandung.
Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi Metode
Statistik Untuk Analisa Data Jilid 1.
Bandung: Nova.
Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. (1987).
Hidrologi Untuk Pengairan. PT.
Citra Aditya Bakti. Bandung.
Soemarto, C. D. (1993). Hidrologi Teknik.
Usaha Nasional. Surabaya.
Suhartanto, Ery. 2008. Panduan AVSWAT
2000 dan Aplikasinya di Bidang
Teknik Sumber Daya Air. Malang:
CV: Asrori Malang
Suripin. (2002). Pelestarian Sumber Daya
Tanah Dan Air. Andi. Yogyakarta.
Utomo,
Hadi,
Wani.1994.
Erosi
dan
Konservasi Tanah. IKIP. Malang.
xiii
Tabel – 14. Hasil Perhitungan Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat Bahaya Erosi
Sangat Berat
Berat
Sedang
Total
Luas
Prosentase
118874.86
3395.789
2148.409
124419.06
Gambar 1. Lokasi DAS Sampean
95.54
2.73
1.73
100
Gambar 2. Nilai Laju Erosi
Gambar 3. Tingkat Bahaya Erosi DAS Sampean
Gambar 4. Arahan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
DAS Sampean
Gambar 5. Foto Lokasi Desa Grujugan Kabupaten Bondowoso
Gambar 6. Foto Lokasi Desa Grujugan Kabupaten Bondowoso