T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Pendekatan Lean Six Sigma untuk Peningkatan Mutu Lulusan (Studi pada PPs. MMP UKSW Salatiga) T2 BAB II
Bab 2
Telaah Pustaka
2.1 Mutu
Mutu adalah hasil dari mengetahui kebutuhan
pelanggan sehingga mampu menyediakan output yang
mampu
menciptakan kepuasan pelanggan (Wijaya,
2011). Baik tidaknya mutu suatu produksi barang
manufaktur
atau
jasa
ditentukan
berdasarkan
kepuasan pelanggan. Secara teoritis maupun praktis,
mutu jasa lebih sulit diukur daripada mutu barang
manufaktur. Hal ini dilatarbelakangi adanya perbedaan
kebutuhan
dan
harapan
setiap
konsumen
atau
pelanggan dalam menerima pelayanan jasa. Sehingga,
salah satu hal utama yang perlu diketahui untuk
menciptakan
mutu
yang baik
adalah
mengetahui
kebutuhan dan harapan setiap konsumen.
Mutu sendiri dalam dunia pendidikan memiliki
peran yang perlu diperhitungkan. Sallis (2002) secara
singkat menuliskan lima nama guru yang memiliki
peran penting dalam sejarah memperkenalkan dan
menjelaskan arti mutu. Dari kelima guru tersebut
Deming dan Juran setuju bahwa hal utama yang perlu
diperhatikan dalam menciptakan output yang bermutu
adalah
terletak
kurangnya
pada
manajemennya
kemampuan
pekerja
bukan
yang
pada
terlibat
didalamnya.
Selain Deming dan Juran, salah satu pencetus
ide mutu yang dikenal dunia adalah Crosby, dua idenya
1
yang menarik tentang mutu adalah “quality is free” dan
“zero defect”. Mutu dapat didapatkan secara “gratis”
ketika kita melakukan sesuatu hal dengan baik dan
benar. Misalnya dalam mengerjakan ujian akhir, hasil
yang bermutu akan didapatkan ketika kita mampu
mengerjakan soal ujian dengan baik dan benar. Hal ini
mengarah pada zero defect. Semakin baik dan benar
hal yang dilakukan maka semakin kecil “defect” yang
dihasilkan.
Meskipun
tidak
semua
pengamat
menyetujui pendapat ini dengan pertimbangan human
error tapi adalah baik jika tujuan ini mampu dicapai.
Selanjutnya pendapat Peters & Austin
mengutamakan
kepemimpinan
manajemen
yang
sebagai
kunci keberhasilan menciptakan output yang bermutu.
Peters
menegaskan bahwa tugas seorang pemipin
adalah sebagai fasilitator yang bukan hanya mampu
memberikan motivasi kepada rekan kerjanya tapi juga
mampu memberikan teladan dan contoh yang baik
sebagai
seorang
pemimpin.
Keberhasilan
seorang
pemimpin dalam mengelola organisasinya menentukan
pencapaian
mutu
yang
menjadi
sasaran
tujuan
organisasi.
Pendapat berikutnya adalah menurut Ishikawa.
Berbeda dengan pemikiran yang disampaikan oleh
Deming
dan
Juran,
Ishikawa
menyatakan
bahwa
pencapaian mutu adalah tentang kemampuan orangorang
yang
terlibat
didalamnya
yang
mampu
meningkatkan mutu output melalui suasana kerja yang
menyenangkan.
Meskipun
tidak
setuju
pendapat
ini,
dengan
semua
tapi
pengamat
dalam
dunia
2
pendidikan tidak dapat dihindari bahwa kemampuan
tenaga
akademik
dan
pengelola
suatu
institusi
pendidikan dalam melaksanakan proses pendidikan
perlu juga diperhitungkan dalam menghasilkan output
yang bermutu.
Melalui beberapa pendapat yang sudah dijelaskan
diatas,
dapat
pendidikan
dilihat
bahwa
adalah
mutu
mengenai
dalam
bagaimana
dunia
untuk
menciptakan lulusan sebagai output yang bermutu
dibutuhkan manajemen yang baik yang disusun dan
dijalankan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan
untuk
melaksanakannya
yang
berfokus
pada
kepentingan pelanggan. Pelanggan sendiri dalam dunia
pendidikan terbagi atas empat kelompok yaitu: (1)
peserta didik sebagai pelanggan eksternal primer, (2)
orangtua/ pengelola pendidikan sebagai pelanggan
eksternal
sekunder,
(3)
pasar
tenaga
kerja/
pemerintah/ masyarakat sebagai pelanggan eksternal
tersier dan (4) pengajar/ staff sebagai pelanggan
internal (Sallis, 2002).
2.1.1 Lulusan Magister yang Bermutu
Setiap
institusi
pendidikan
mengharapkan
seluruh lulusan yang dihasilkannya bermutu. Salah
satu indikator yang digunakan untuk menentukan
mutu
dalam
dunia
pendidikan
adalah
melalui
akreditasi. UU No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan
nasional menjelaskan bahwa akreditasi merupakan
kegiatan penilaian kelayakan terhadap suatu program
pendidikan
dengan
menilai
berdasarkan
kriteria-
kriteria yang sudah ditentukan dan dilakukan oleh
3
pemerintah atau lembaga mandiri yang berwenang
sebagai bentuk akuntablitias publik.
Terdapat
beberapa
standar
penilaian
yang
tercantum dalam akreditasi program studi. Hasil dari
keseluruhan standar penilaian tersebut menentukan
mutu
dari
mengenai
program
lulusan
studi. Salah
satunya
adalah
yang tercantum dalam standar
nomor 4 tentang mahasiswa dan lulusan. Tabel 2.1
menunjukkan instrument penilaian akreditasi program
studi magister khusus tentang lulusan yang diambil
dari standar penilaian mahasiswa dan lulusan.
Tabel 2. 1 Instrumen Akreditasi Penilaian Standar
Lulusan
Elemen Penilaian
Deskriptor
3.2.1Efektivitas
implementasi 3.2.1.4 Rata-rata masa studi
sistem
rekrutmen
calon lulusan
mahasiswa untuk menghasilkan
calon mahasiswa yang bermutu
yang diukur dari jumlah peminat, 3.2.1.5
Rata-rata
IPK
proporsi pendaftar terhadap daya lulusan
tampung
dan
proporsi
yang
diterima dan yang registrasi
3.2.3
Ketepatan
waktu 3.2.3.1 Persentase kelulusan
penyelesaian
studi,
proporsi tepat waktu
mahasiswa yang menyelesaikan
studi dalam batas studi
3.3.1 Upaya pelacakan dan
perekaman data lulusan.
3.3.2.1 Pendapat pengguna
(employer) lulusan terhadap
mutu alumni.
3.3
Pelacakan dan perekaman
data
lulusan,
serta 3.3.2.2 Pemanfaatan hasil
pelacakan untuk perbaikan
tindaklanjutnya.
dalam aspek:
(1) proses pembelajaran,
(2) penggalangan dana,
(3) informasi pekerjaan,
(4) membangun jejaring.
4
3.4
Partisipasi alumni dalam
mendukung
pengembangan
akademik dan non-akademik
program studi.
3.4 Partisipasi alumni dalam
mendukung pengembangan
program studi dalam bentuk:
(1) Sumbangan dana
(2) Sumbangan fasilitas
(3) Masukan
untuk
perbaikan
proses
pembelajaran
(4) Pengembangan jejaring
Sumber: BAN-PT, 2009
Dari keempat elemen penilaian pada tabel 2.1 dapat
diidentifikasi lebih lanjut ciri-ciri lulusan yang bermutu
berdasarkan akreditasi program studi magister yang
dijelaskan pada tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Ciri-ciri Program Studi dan Lulusan yang Bermutu
berdasarkan Akreditasi Program Studi Magister
Program studi yang bermutu
Lulusan yang bermutu
Lulusannya memiliki masa studi Memiliki masa studi dan hasil
dan hasil IPK sama atau lebih IPK sama atau lebih dari
dari batas ideal yang ditentukan
batas ideal yang ditentukan
Mampu melacak dan merekam
data
lulusan
serta
menindaklanjutinya
Almuninya
aktif
dalam
partisipasi
mendukung
pengembangan akademik dan
non akademik program studi
Memiliki
hasil
evaluasi
yangmemuaskan
dari
pengguna (employer)
Mampu
memberikan
partisipasi secara aktif untuk
mendukung
pengembangan
akademik dan non akademik
program studi
Seperti yang disebutkan sebelumnya tentang
pengertian
mutu
yang
berfokus
pada
kepuasan
pelanggan, maka ketiga ciri lulusan yang bermutu yang
disebutkan pada tabel 2.2 dipusatkan pada kepuasan
pelanggan juga.
5
2.1.2 Faktor Penentu Mutu Lulusan
Deming (dalam Salis, 2002) mengidentifikasikan
ada dua jenis penyebab rendahnya mutu output dalam
pendidikan. Penyebab pertama dikategorikan sebagai
jenis
penyebab
umum
yang
terdiri
dari
desain
kurikulum yang lemah, perawatan sarana prasarana
yang
kurang,
lingkungan
kerja
yang
kurang
mendukung, sistem dan prosedur yang tidak tepat,
penyusunan jadwal kreatif (creative timetabling) yang
tidak
cukup,
kurangnya
sumber-sumber
yang
diperlukan dan pengembangan staff yang tidak cukup.
Kemudian yang kedua jenis penyebab khusus yang
terdiri dari kurangnya pengetahuan dan kemampuan
staff
atau
tenaga
pengajar
dalam
melaksanakan
tugasnya, kurangnya motivasi, kesalahan komunikasi,
atau masalah dengan sarana prasarana tertentu.
Lebih lanjut Asmaswi (2005) dalam penelitiannya
menemukan
bahwa
ada
empat
hal
yang
perlu
diperhatikan guna meningkatkan mutu lulusan dalam
perguruan tinggi yaitu: (1) kualifikasi dosen pengajar,
(2) kualifikasi mutu pendidikan yang diharapkan pasar
dan
standar
kerjasama
nasional,
yang
sinerji
(3)
kualifikasi
antara
input,
pemerintah,
(4)
dunia
usaha/industri, dan pengelola pendidikan. Pernyataan
Deming dan penemuan Asmawi ini merupakan salah
satu referensi yang dapat digunakan program studi di
peguruan tinggi untuk meningkatkan mutu lulusannya,
melihat semakin tingginya tingkat persaingan mutu
saat ini.
6
2.1.3 Strategi Peningkatan Mutu Lulusan Magister
Strategi
menurut
Salusu
(2004)
merupakan
suatu seni menggunakan keterampilan dan sumber
daya yang ada dalam suatu organisasi yang bertujuan
untuk
mencapai
sasaran
organisasi
yang
sudah
ditentukan melalui hubungannya yang efektif dengan
lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan.
Dengan
menarik
esensi
dari
definisi
ini,
dapat
dituliskan bahwa strategi peningkatan mutu lulusan
magister adalah rencana yang disusun program studi
untuk mencapai tujuan sasaran yang sudah ditentukan
dengan secara terus menerus meningkatkan mutu
output/produk/lulusannya. Tujuan dan sasaran yang
dimaksud didasarkan pada kebutuhan pelanggan.
Untuk membangun strategi peningkatan mutu
lulusan ini, sebelumnya perlu dipahami terlebih dahulu
sistem yang ada di dalamnya. Komponen – komponen
yang termasuk di dalam sistem yang dimaksud dapat
dilihat pada gambar 2.1.
Input
Proses
Output
Perkuliahan
Lulusan
Magister
yang
bermutu
Mahasiswa
Program Studi
Lingkungan :
Stakeholders
Tujuan
Sasaran
Gambar 2. 1 Sistem dalam Strategi Peningkatan Mutu Lulusan
7
Berdasarkan sistem yang diperlihatkan dalam
gambar 2.1, fungsi akhir dari sebuah sistem ditentukan
oleh proses-proses komponen yang bekerja di dalam
sistem yang bersangkutan. Baik tidaknya mutu output
yang dihasilkan akan menentukan tercapainya tujuan
sasaran
yang
sebelumnya.
diterapkan
sudah
Salah
ditentukan
satu
dalam
program
pendekatan
proses
untuk
studi
yang
bisa
menciptakan
output/lulusan yang bermutu adalah dengan Lean Six
Sigma. Melalui Lean Six Sigma akar permasalahan yang
menyebabkan
tidak
maksimalnya
hasil
proses
perkuliahan dapat diketahui sehingga solusi yang tepat
untuk
mengatasinya
dapat
diketahui
juga
demi
peningkatan mutu selanjutnya.
2.2 Lean Six Sigma
Pendekatan
Lean
Six
Sigma
merupakan
gabungan dari Lean dan Six Sigma. Lean adalah suatu
pendekatan yang berpusat pada pelanggan, yang
bertujuan untuk menciptakan nilai tambah dengan
penggunaan sumber daya yang lebih sedikit namun
efektif (Lean Enterprise Institute, 2009). Lebih lanjut
oleh Gaspersz & Fontana (2011) menjelaskan
bahwa
Lean adalah upaya untuk meningkatkan nilai tambah
(value added) pelayanan jasa bagi pelanggan dengan
menghilangkan
pemborosan
(waste)
atau
segala
aktivitas yang tidak bernilai tambah selama proses
secara
terus
menerus.
Sedangkan
Six
Sigma
merupakan suatu metodologi yang tujuan utamanya
adalah
dalam
hal
penghematan
biaya
melalui
8
perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus
untuk memenuhi kepuasan pelanggan (Saludin, 2010:
xiii). Ditambahkan oleh Gaspersz bahwa Six Sigma
merupakan upaya untuk meningkatkan mutu produk
dengan target minimum 3,4 kesalahan per satu juta
kesempatan melalui perbaikan secara terus menerus
untuk menurunkan variasi dari proses (Gaspersz &
Fontana, 2011).
Melalui penjelasan diatas, secara sederhana Lean
Six
Sigma
dalam
pendidikan
merupakan
pengaplikasian pendekatan lean untuk meningkatkan
kecepatan masa studi perkuliahan dengan mengurangi
pemborosan dan digabungkan dengan six sigma untuk
meningkatkan mutu dari proses perkuliahan demi
terciptanya lulusan yang bermutu. Pencapaian mutu
ini berorientasi pada suara pelanggan yaitu mahasiswa
dan lulusan. Dengan berdasar pada definisi ini Lean
Six Sigma diharapkan memberikan strategi yang dapat
digunakan program studi untuk mencapai tujuannya
dalam hal peningkatan mutu yang berkelanjutan.
2.2.1 Lean
Lean
dikembangkan
berdasarkan
konsep
manajemen Toyota. Tujuan dan sasaran utama Lean
adalah untuk mengejar keunggulan yaitu menghasilkan
produk
tepat
pemborosan/waste
terciptanya
suatu
waktu
dengan
sepanjang
produk
yang
mengeliminasi
pemetaan
proses
didasarkan
pada
kebutuhan yang diinginkan pelanggan (Pande, dkk.,
2003).
Untuk
mengejar
keunggulan
tersebut,
dibutuhkan pencarian secara berkelanjutan untuk
9
menemukan berbagai teknik dan alat peningkatan yang
sesuai dengan kondisi dan situasi objek.
Terdapat
8
jenis
pemborosan
yang
sering
ditemukan dalam bidang jasa menurut Gaspersz &
Fontana (2011) yaitu kesalahan dalam dokumen (errors
in
documents)
documents),
dan
pengirimannya
melakukan
(transport
pekerjaan
yang
of
tidak
seharusnya yang hanya memakan waktu dan tenaga
(doing work not request), menunggu untuk proses
selanjutnya
(waiting
for
the
next
step),banyaknya
langkah-langkah untuk mencapai persetujuan proses
selanjutnya (process steps and approval), kegiatan yang
berlebihan yang tidak memiliki nilai tambah dalam
proses (unnecessary motion), menimbun
dengan
menunda
(backlog
of
pekerjaan
work),
dan
tidak
memaksimalkan potensi kerja karyawan (underutilized
employees). Contoh pemborosan yang mungkin terjadi
dalam hubungannya di dunia pendidikan khususnya
dalam perguruan tinggi adalah pemborosan dalam hal
waktu
ketika
pembuatan
tugas
akhir.
Beberapa
keadaan yang sering ditemukan diantaranya yaitu
mahasiswa
sering
menunda
waktu
untuk
mulai
menulis proposal, padahal sudah banyak kesempatan
yang terlewat selama masa perkuliahan khususnya
selama pengambilan mata kuliah metode penelitian.
Keadaan
sejenis
ini
dapat
dikategorikan
sebagai
pemborosan jenis waiting karena mahasiswa menunggu
dan menunda untuk menulis. Selain waiting kondisi ini
juga
termasuk
dalam
kategori
pemborosan
underutilized employees karena tidak memaksimalkan
10
kemampuan mahasiswa untuk menulis pada setiap
kesempatan yang ada selama proses perkuliahan.
2.2.2 Six Sigma
Sigma (∑ atau σ) merupakan simbol dari bahasa
Yunani yang sering digunakan dalam statistik sebagai
standar deviasi. Standar deviasi sendiri adalah nilai
yang menentukan variasi yaitu persebaran data dalam
sampel.
Semakin
besar
tingkat
variasinya
maka
semakin jauh titik data individu dari nilai rata-rata
atau mean.
Secara
statistik
jika
mengikuti
distribusi
normal, hasil maksimal yang bisa diperoleh dari suatu
proses
produksi
adalah
3
sigma dimana
tingkat
keberhasilannya hanya mencapai 99,38% dengan nilai
6210 DPMO. Oleh
Motorola
untuk
penelitian
yang dikembangkan
memaksimalkan
tingkat
keberhasilannya yaitu sebesar 99,96% dengan nilai 3,4
DPMO adalah dengan pergeseran sebesar 1,5 sigma
sehingga mendapatkan 6 sigma (Pande, dkk., 2003)
seperti yang diperlihatkan gambar 2.2.
11
Gambar 2. 2 Konsep Six Sigma Motorola (Gaspersz & Fontana
2011)
Pergeseran
1,5
sigma
ini
membawa
kemungkinan cacat yang diperoleh selama proses
produksi mendekati nol. Dengan demikian, semakin
tinggi level kualitas sigma maka semakin kecil peluang
suatu
proses
produksi
menghasilkan
cacat
dan
semakin sedikit variasinya.
2.2.3 Implementasi Lean Six Sigma
Implementasi
dikembangkan
pendekatan
dengan
tujuan
Lean
Six
Sigma
meningkatan
mutu
dalam dunia manufaktur yang berfokus pada proses
produksinya.
Melihat
manufaktur,
para
pengimplementasiannya
keberhasilannya
peneliti
dalam
dalam
menguji
pelayanan
jasa,
misalnya pada jasa layanan asuransi, pelayanan bank
(Wang & Chen, 2010), pelayanan hotel dan dalam dunia
pelayanan
kesehatan.
Bahkan
untuk
Six
Sigma,
implementasinya dalam dunia pendidikan sudah bisa
ditemukan (Al-altiqi, dkk.,2009; Ramasubramanian,
2012).
12
Untuk
menerapkan
Lean Six
Sigma dalam
industri jasa, Gaspersz & Fontana (2011) menuliskan
beberapa tahapan yang perlu dilalui: Langkah pertama,
spesifikasi nilai jasa pelayanan (service value) yang
diharapkan pelanggan. Langkah kedua,
melakukan
Service Value Stream Mapping sepanjang moments of
truth atau memberikan kesempatan kepada pelanggan
untuk menilai setiap kejadian selama proses pelayanan
untuk membentuk opini tentang proses pelayanan jasa
tersebut.
Langkah
ketiga,
mengidentifikasi
akar
penyebab permasalahan yang menjadi pemborosan
atau
aktivitas-aktivitas
yang
dinilai
tidak
bernilai
tambah dari semua aktivitas sepanjang service value
stream dalam rantai proses pelayanan jasa. Langkah
keempat, mengatur supaya material, informasi dan
aktivitas-aktivitas
yang
perlu
dijalankan
dengan
semestinya dapat berjalan dengan lancar, efektif, dan
efisien sepanjang rantai proses pelayanan jasa (service
value
stream)
melalui
berbagai
solusi
yang
dikemukakan. Langkah kelima, mencari secara terusmenerus berbagai teknik dan alat (improvement tools
and
techniques)
yang
bisa
digunakan
untuk
peningkatan mutu yang bebas kesalahan.
Biasanya kelima langkah tersebut diterapkan
dalam suatu metodologi yang sering digunakan dalam
Six Sigma yang disebut DMAIC yaitu Define, Measure,
Analysis, Improvement, Control. Dalam menganalisis
setiap tahapan/langkah DMAIC diperlukan pirantipiranti/tools yang sesuai dan mendukung. Pirantipiranti yang digunakan dalam setiap tahapan tersebut
13
terdiri dari berbagai macam pilihan piranti yang
biasanya digunakan dalam pendekatan Six Sigma dan
Lean. Secara umum penjelasan DMAIC dapat dilihat
pada gambar 2.3.
Gambar 2. 3 Proses DMAIC yang digunakan Xerox (Gaspersz
& Fontana 2011)
Gambar 2.3 merupakan satu siklus, dimana proses
DMAIC ini perlu dijalankan berulang secara terus
menerus untuk mencapai tujuan tingkat keberhasilan
99,96%.
2.3 Peran
Lean
Six
Sigma
untuk
Meningkatan Mutu Lulusan
Lean Six Sigma merupakan salah satu pendekatan
dalam proses yang dapat digunakan input untuk
mencapai output yang diharapkan. Pendekatan ini
diterapkan
pada
memperbaiki
dijalankan
proses
proses
demi
untuk
perkuliahan
meningkatkan
menilai
dan
yang
sementara
mutu
lulusan
selanjutnya. Proses penilaian ini dipusatkan kepada
mahasiswa dan lulusan sebagai pelanggan/konsumen
pertama
yang
menurut
Sallis
(2002)
sekaligus
merupakan output/produk.
14
Dalam
pengaplikasian
Lean
Six
Sigma,
Lean
berfokus pada menghasilkan produk tepat waktu yang
didapatkan secara efisien dengan mereduksi prosesproses
yang
dianggap
sebagai
pemborosan
yang
memakan waktu dan tenaga. Sedangkan Six Sigma
berfokus pada menghasilkan produk bebas “cacat” dan
bermutu dengan menurunkan variasi (Gaspersz &
Fontana,
2011).
Keduanya
berorientasi
pada
peningkatan kepuasan pelanggan. Dalam penelitian ini,
akreditasi digunakan sebagai acuan indikator penilaian
karena penilaian tentang ketepatan waktu (masa studi)
dan mutu produk (IPK, kompetensi dan partisipasi) ada
dalam elemen-elemen penilaian akreditasi. Sehingga
melalui akreditasi, permasalahan yang bisa diperbaiki
melalui Lean Six Sigma dapat teridentifikasi. Secara
garis besar, hubungan antara strategi peningkatan
mutu lulusan dengan Lean Six Sigma diperlihatkan
melalui gambar 2.4.
Input
Proses
Output
Perkuliahan
Lulusan yang
bermutu
berdasarkan
elemen penilaian
akreditasi progdi
magister
Mahasiswa
Program Studi
Lingkungan :
Stakeholders
Lean Six Sigma:
DMAIC
Akreditasi
Progdi
Gambar 2. 4 Sistem Hubungan Peningkatan Mutu Lulusan dan Lean Six Sigma
15
Gambar 2.4 memperlihatkan bahwa penerapan Lean
Six
Sigma
dalam
proses
diharapkan
mampu
meningkatkan mutu lulusan sebagai produk/output
dengan
mengacu
kepada
elemen
penilaian
dalam
akreditasi. Penerapan Lean Six Sigma dalam proses
tidak secara otomatis menginidikasikan bahwa mutu
input
dalam
sistem
diabaikan,
namun
dengan
menerapkannya dalam proses maka mutu input yang
sebenarnya
diperlukan
dapat
diketahui.
Dengan
demikian untuk siklus selanjutnya mutu input dapat
terkualifikasi
dengan
lebih
baik.
Akreditasi
disini
digambarkan sebagai salah satu pencerminan mutu
program
studi
sebagai
perolehan
dari
baiknya
lulusan/output yang dihasilkan.
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan
Seperti
yang
sudah
disebutkan
sebelumnya,
pendekatan Lean Six Sigma merupakan pengembangan
dari pengendalian mutu industri manufaktur, namun
sudah berkembang masuk dalam dunia pelayanan jasa.
Berikut beberapa penelitian dalam bidang jasa yang
dikaji lebih lanjut menurut metodologi DMAIC untuk
menjelaskan tentang penelitian ini:
2.4.1 Define
Program studi memiliki tujuan yang diharapkan
mampu
dicapai
oleh
mahasiswa,
tujuan
tersebut
didasarkan pada kebutuhan mahasiswa dan digunakan
juga sebagai alat ukur untuk akreditasi program studi
oleh
pemerintah.
Tahap
ini
bertujuan
untuk
16
mengindentifikasi
hal
pokok
yang
menjadi
permasalahan utama program studi dalam mencapai
tujuan yang sudah disusun. Salah satu tujuan yang
hendak
dicapai
yaitu
terciptanya
lulusan
yang
bermutu.
Waktu adalah salah satu permasalahan utama
yang sering muncul dalam usaha peningkatan mutu
pada penelitian sebelumnya. Penelitian Wang & Chen
(2010)
mengenai
pelayanan
bank,
Wisnubroto
&
Anggoro (2012) mengenai pelayanan hotel, serta Cheng
& Chang (2012) pada organisasi non-profit merupakan
contoh dari penelitian yang menemukan bahwa jangka
waktu yang diterapkan tidak sesuai dengan yang
diharapkan pelanggan sehingga terdapat penurunan
tingkat
kepuasan
pelanggan
yang berakibat
pada
berkurangnya jumlah pelanggan. Jika melihat temuan
penelitian tersebut, maka hal yang perlu diperhatikan
untuk penelitian ini adalah waktu selama masa studi.
Waktu masa studi yang dimaksud terdiri dari jangka
waktu yang dibutuhkan selama masa perkuliahan dan
masa penulisan proposal serta penyelesaian tesis.
Dalam penerapannya, penggunaan piranti dalam
tahap define tidak diharuskan khusus hanya satu
piranti tertentu, tapi ada beberapa pilihan piranti yang
tersedia yang bisa digunakan (Gapersz, 2011). Hal ini
berlaku untuk langkah-langkah lain selanjutnya yang
juga memiliki banyak pilihan piranti yang tersedia.
2.4.2 Measure
Tahap
measure
bertujuan
untuk
mengukur
tingkat kinerja proses saat ini. Tingkat kinerja proses
17
dapat diukur
dengan menggunakan piranti-piranti
statistik yang biasa digunakan pada Six Sigma. Dalam
menentukan kapabilitas proses kinerja saat ini yang
diperlihatkan melalui level sigma contoh alat bantu
yang biasa digunakan adalah kuesioner pelanggan
(Iriani, 2011; Wisnubroto & Anggoro, 2012).
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa
level sigma dari
kapabilitas proses suatu
organisasi sebelum diterapkan pendekatan
Lean Six
Sigma adalah masih jauh dari target yang diharapkan
yaitu 6 sigma. Gaspersz & Fontana (2011) menyatakan
bahwa jangan terjebak dengan hasil nilai indeks
kapabilitas proses yang sudah mencapai 1,33 karena
ini hanya menunjukkan kemampuan proses pada
tingkat 4 sigma, dan itu sudah memuaskan jika
berdasarkan referensi pengendalian kualitas 3 sigma,
sedangkan target penelitian ini adalah berdasarkan
referensi pengendalian kualitas 6 sigma.
2.4.3 Analyze
Tahap analyze bertujuan untuk menunjukkan
aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah atau
pemborosan yang kemudian dicarikan sumber utama
penyebab sebagai akar permasalahan. Ada beberapa
pilihan piranti yang dapat digunakan dalam tahap ini,
piranti tersebut antara lain adalah diagram tulang ikan
(Chen, Shyu & Kuo, 2010; Cheng & Chang, 2012) dan
piranti FMEA (Wang & Chen, 2010; Prasad, dkk., 2012).
Meskipun menggunakan piranti yang berbeda, hasil
yang tidak jauh berbeda ditemukan pada penelitianpenelitian tersebut, yaitu salah satu faktor penyebab
18
utama masalah yang sering dihadapi adalah faktor
manusia yang terlibat langsung didalam proses. Dari
hasil
penelitian
tersebut
maka
hal
yang
perlu
diperhatikan dalam penelitian ini adalah masalah
kompetensi yang dimiliki baik oleh mahasiswa, tenaga
akademik dan pengelolanya.
2.4.4 Improvement
Langkah selanjutnya yang dilakukan merupakan
tindak lanjut dari tahap analyze. Hasil yang didapatkan
dari tahap analyze berupa akar permasalahan, dalam
tahap
ini
akan
mempertimbangkan
dicarikan
segala
solusinya
dengan
faktor lingkungan
yang
mempengaruhi dan konsekuensinya. Hasil dari tahap
ini biasanya diperlihatkan juga melalui piranti Future
Service Value Stream Mapping (Wang & Chen, 2010).
Piranti ini menunjukkan usulan gambaran perjalanan
proses selanjutnya yang dapat diterapkan yang sudah
direduksi aktivitas-aktivitas yang dianggap merupakan
pemborosan.
2.4.5 Control
Tahap selanjutnya adalah Control. Tujuan dari
tahap Control adalah untuk memastikan bahwa solusi
yang
sudah
ditemukan
dapat
terlaksana
dengan
semestinya demi peningkatan secara terus menerus.
Secara teoritis, yang bisa dilakukan dalam tahap ini
adalah
menyerahkan
sepenuhnya
kepada
pihak
program studi untuk secara rutin dan aktif dalam
melaksanakan evaluasi kinerja.
19
Dari
beberapa
penelitian
yang
dikaji,
implementasi pendekatan Lean Six Sigma ataupun Six
Sigma dalam dunia jasa menunjukkan hasil akhir yang
baik. Wang & Chen (2010) dalam penelitiannya pada
pelayanan
bank
mampu
meningkatkan
mutu
pelayanan dengan mereduksi biaya dan waktu sehingga
pelayanannya menjadi jauh lebih efisien, dan itu
nampak pada meningkatnya level sigma dari sebelum
Lean Six Sigma diaplikasikan. Hal yang kurang lebih
serupa ditemukan dalam penelitian milik Cheng &
Chang (2012) dan Chen, Shyu & Kuo (2010).
Penelitian lain yang ada adalah milik Wisnubroto
& Anggoro (2012) kemudian Prasad, dkk (2012).
Penelitian mereka tidak sampai pada mengukur tingkat
keberhasilan
sesudah
Lean
Six
Sigma
diimplementasikan seperti penelitian yang dibahas
sebelumnya, tapi hanya sebatas mengetahui sampai
sejauh mana tingkat kinerja saat ini dan bagaimana
strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
tingkat
kinerjanya.
Namun
pada
dasarnya
hasil
penelitian-penelitian tersebut memiliki kesamaaan satu
sama lain. Hasil tersebut
sejalan dengan berbagai
pengertian mutu yang dikemukakan keempat guru
yang disebutkan Sallis (2002) yang sudah disebutkan
sebelumnya. Untuk menghasilkan output yang bermutu
dibutuhkan manajemen yang baik (Deming & Juran)
yang dikelola dan dilaksanakan oleh orang-orang yang
berkompetensi (Ishikawa) serta dipimpin oleh kepala
manajemen sebagai fasilitator yang baik (Peters &
Austin).
20
2.5 Kerangka Pikir
Implementasi metodologi DMAIC dalam Lean Six
Sigma merupakan suatu siklus berjalan dimana prosesproses dalam setiap langkah DMAIC diperlihatkan pada
gambar 2.5. Gambar ini sekaligus secara garis besar
Piranti
/Tools
Keluaran
/Hasil
Define
Mengidentifikasi
Masalah
Studi
Dokumentasi,
Wawancara
Permasalahan
Measure
Mengukur
kinerja
Alat bantu
statistik
Uraian Proses,
Level Sigma
Menganalisis
pemborosan
Diagram
Fishobone,
FGD, 5Whys,
wawancara
Akar
Permasalahan
Control
Improvement
Maksud
Analyze
mendeskripsikan kerangka pikir penelitian ini.
Mereduksi
pemborosan
Mengontrol
pelaksanaan
strategi
FGD,
wawancara
Diskusi
Solusi dan
Strategi
Teknik
mempertahan
kan solusi
Gambar 2. 5 Kerangka Berpikir
21
Telaah Pustaka
2.1 Mutu
Mutu adalah hasil dari mengetahui kebutuhan
pelanggan sehingga mampu menyediakan output yang
mampu
menciptakan kepuasan pelanggan (Wijaya,
2011). Baik tidaknya mutu suatu produksi barang
manufaktur
atau
jasa
ditentukan
berdasarkan
kepuasan pelanggan. Secara teoritis maupun praktis,
mutu jasa lebih sulit diukur daripada mutu barang
manufaktur. Hal ini dilatarbelakangi adanya perbedaan
kebutuhan
dan
harapan
setiap
konsumen
atau
pelanggan dalam menerima pelayanan jasa. Sehingga,
salah satu hal utama yang perlu diketahui untuk
menciptakan
mutu
yang baik
adalah
mengetahui
kebutuhan dan harapan setiap konsumen.
Mutu sendiri dalam dunia pendidikan memiliki
peran yang perlu diperhitungkan. Sallis (2002) secara
singkat menuliskan lima nama guru yang memiliki
peran penting dalam sejarah memperkenalkan dan
menjelaskan arti mutu. Dari kelima guru tersebut
Deming dan Juran setuju bahwa hal utama yang perlu
diperhatikan dalam menciptakan output yang bermutu
adalah
terletak
kurangnya
pada
manajemennya
kemampuan
pekerja
bukan
yang
pada
terlibat
didalamnya.
Selain Deming dan Juran, salah satu pencetus
ide mutu yang dikenal dunia adalah Crosby, dua idenya
1
yang menarik tentang mutu adalah “quality is free” dan
“zero defect”. Mutu dapat didapatkan secara “gratis”
ketika kita melakukan sesuatu hal dengan baik dan
benar. Misalnya dalam mengerjakan ujian akhir, hasil
yang bermutu akan didapatkan ketika kita mampu
mengerjakan soal ujian dengan baik dan benar. Hal ini
mengarah pada zero defect. Semakin baik dan benar
hal yang dilakukan maka semakin kecil “defect” yang
dihasilkan.
Meskipun
tidak
semua
pengamat
menyetujui pendapat ini dengan pertimbangan human
error tapi adalah baik jika tujuan ini mampu dicapai.
Selanjutnya pendapat Peters & Austin
mengutamakan
kepemimpinan
manajemen
yang
sebagai
kunci keberhasilan menciptakan output yang bermutu.
Peters
menegaskan bahwa tugas seorang pemipin
adalah sebagai fasilitator yang bukan hanya mampu
memberikan motivasi kepada rekan kerjanya tapi juga
mampu memberikan teladan dan contoh yang baik
sebagai
seorang
pemimpin.
Keberhasilan
seorang
pemimpin dalam mengelola organisasinya menentukan
pencapaian
mutu
yang
menjadi
sasaran
tujuan
organisasi.
Pendapat berikutnya adalah menurut Ishikawa.
Berbeda dengan pemikiran yang disampaikan oleh
Deming
dan
Juran,
Ishikawa
menyatakan
bahwa
pencapaian mutu adalah tentang kemampuan orangorang
yang
terlibat
didalamnya
yang
mampu
meningkatkan mutu output melalui suasana kerja yang
menyenangkan.
Meskipun
tidak
setuju
pendapat
ini,
dengan
semua
tapi
pengamat
dalam
dunia
2
pendidikan tidak dapat dihindari bahwa kemampuan
tenaga
akademik
dan
pengelola
suatu
institusi
pendidikan dalam melaksanakan proses pendidikan
perlu juga diperhitungkan dalam menghasilkan output
yang bermutu.
Melalui beberapa pendapat yang sudah dijelaskan
diatas,
dapat
pendidikan
dilihat
bahwa
adalah
mutu
mengenai
dalam
bagaimana
dunia
untuk
menciptakan lulusan sebagai output yang bermutu
dibutuhkan manajemen yang baik yang disusun dan
dijalankan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan
untuk
melaksanakannya
yang
berfokus
pada
kepentingan pelanggan. Pelanggan sendiri dalam dunia
pendidikan terbagi atas empat kelompok yaitu: (1)
peserta didik sebagai pelanggan eksternal primer, (2)
orangtua/ pengelola pendidikan sebagai pelanggan
eksternal
sekunder,
(3)
pasar
tenaga
kerja/
pemerintah/ masyarakat sebagai pelanggan eksternal
tersier dan (4) pengajar/ staff sebagai pelanggan
internal (Sallis, 2002).
2.1.1 Lulusan Magister yang Bermutu
Setiap
institusi
pendidikan
mengharapkan
seluruh lulusan yang dihasilkannya bermutu. Salah
satu indikator yang digunakan untuk menentukan
mutu
dalam
dunia
pendidikan
adalah
melalui
akreditasi. UU No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan
nasional menjelaskan bahwa akreditasi merupakan
kegiatan penilaian kelayakan terhadap suatu program
pendidikan
dengan
menilai
berdasarkan
kriteria-
kriteria yang sudah ditentukan dan dilakukan oleh
3
pemerintah atau lembaga mandiri yang berwenang
sebagai bentuk akuntablitias publik.
Terdapat
beberapa
standar
penilaian
yang
tercantum dalam akreditasi program studi. Hasil dari
keseluruhan standar penilaian tersebut menentukan
mutu
dari
mengenai
program
lulusan
studi. Salah
satunya
adalah
yang tercantum dalam standar
nomor 4 tentang mahasiswa dan lulusan. Tabel 2.1
menunjukkan instrument penilaian akreditasi program
studi magister khusus tentang lulusan yang diambil
dari standar penilaian mahasiswa dan lulusan.
Tabel 2. 1 Instrumen Akreditasi Penilaian Standar
Lulusan
Elemen Penilaian
Deskriptor
3.2.1Efektivitas
implementasi 3.2.1.4 Rata-rata masa studi
sistem
rekrutmen
calon lulusan
mahasiswa untuk menghasilkan
calon mahasiswa yang bermutu
yang diukur dari jumlah peminat, 3.2.1.5
Rata-rata
IPK
proporsi pendaftar terhadap daya lulusan
tampung
dan
proporsi
yang
diterima dan yang registrasi
3.2.3
Ketepatan
waktu 3.2.3.1 Persentase kelulusan
penyelesaian
studi,
proporsi tepat waktu
mahasiswa yang menyelesaikan
studi dalam batas studi
3.3.1 Upaya pelacakan dan
perekaman data lulusan.
3.3.2.1 Pendapat pengguna
(employer) lulusan terhadap
mutu alumni.
3.3
Pelacakan dan perekaman
data
lulusan,
serta 3.3.2.2 Pemanfaatan hasil
pelacakan untuk perbaikan
tindaklanjutnya.
dalam aspek:
(1) proses pembelajaran,
(2) penggalangan dana,
(3) informasi pekerjaan,
(4) membangun jejaring.
4
3.4
Partisipasi alumni dalam
mendukung
pengembangan
akademik dan non-akademik
program studi.
3.4 Partisipasi alumni dalam
mendukung pengembangan
program studi dalam bentuk:
(1) Sumbangan dana
(2) Sumbangan fasilitas
(3) Masukan
untuk
perbaikan
proses
pembelajaran
(4) Pengembangan jejaring
Sumber: BAN-PT, 2009
Dari keempat elemen penilaian pada tabel 2.1 dapat
diidentifikasi lebih lanjut ciri-ciri lulusan yang bermutu
berdasarkan akreditasi program studi magister yang
dijelaskan pada tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Ciri-ciri Program Studi dan Lulusan yang Bermutu
berdasarkan Akreditasi Program Studi Magister
Program studi yang bermutu
Lulusan yang bermutu
Lulusannya memiliki masa studi Memiliki masa studi dan hasil
dan hasil IPK sama atau lebih IPK sama atau lebih dari
dari batas ideal yang ditentukan
batas ideal yang ditentukan
Mampu melacak dan merekam
data
lulusan
serta
menindaklanjutinya
Almuninya
aktif
dalam
partisipasi
mendukung
pengembangan akademik dan
non akademik program studi
Memiliki
hasil
evaluasi
yangmemuaskan
dari
pengguna (employer)
Mampu
memberikan
partisipasi secara aktif untuk
mendukung
pengembangan
akademik dan non akademik
program studi
Seperti yang disebutkan sebelumnya tentang
pengertian
mutu
yang
berfokus
pada
kepuasan
pelanggan, maka ketiga ciri lulusan yang bermutu yang
disebutkan pada tabel 2.2 dipusatkan pada kepuasan
pelanggan juga.
5
2.1.2 Faktor Penentu Mutu Lulusan
Deming (dalam Salis, 2002) mengidentifikasikan
ada dua jenis penyebab rendahnya mutu output dalam
pendidikan. Penyebab pertama dikategorikan sebagai
jenis
penyebab
umum
yang
terdiri
dari
desain
kurikulum yang lemah, perawatan sarana prasarana
yang
kurang,
lingkungan
kerja
yang
kurang
mendukung, sistem dan prosedur yang tidak tepat,
penyusunan jadwal kreatif (creative timetabling) yang
tidak
cukup,
kurangnya
sumber-sumber
yang
diperlukan dan pengembangan staff yang tidak cukup.
Kemudian yang kedua jenis penyebab khusus yang
terdiri dari kurangnya pengetahuan dan kemampuan
staff
atau
tenaga
pengajar
dalam
melaksanakan
tugasnya, kurangnya motivasi, kesalahan komunikasi,
atau masalah dengan sarana prasarana tertentu.
Lebih lanjut Asmaswi (2005) dalam penelitiannya
menemukan
bahwa
ada
empat
hal
yang
perlu
diperhatikan guna meningkatkan mutu lulusan dalam
perguruan tinggi yaitu: (1) kualifikasi dosen pengajar,
(2) kualifikasi mutu pendidikan yang diharapkan pasar
dan
standar
kerjasama
nasional,
yang
sinerji
(3)
kualifikasi
antara
input,
pemerintah,
(4)
dunia
usaha/industri, dan pengelola pendidikan. Pernyataan
Deming dan penemuan Asmawi ini merupakan salah
satu referensi yang dapat digunakan program studi di
peguruan tinggi untuk meningkatkan mutu lulusannya,
melihat semakin tingginya tingkat persaingan mutu
saat ini.
6
2.1.3 Strategi Peningkatan Mutu Lulusan Magister
Strategi
menurut
Salusu
(2004)
merupakan
suatu seni menggunakan keterampilan dan sumber
daya yang ada dalam suatu organisasi yang bertujuan
untuk
mencapai
sasaran
organisasi
yang
sudah
ditentukan melalui hubungannya yang efektif dengan
lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan.
Dengan
menarik
esensi
dari
definisi
ini,
dapat
dituliskan bahwa strategi peningkatan mutu lulusan
magister adalah rencana yang disusun program studi
untuk mencapai tujuan sasaran yang sudah ditentukan
dengan secara terus menerus meningkatkan mutu
output/produk/lulusannya. Tujuan dan sasaran yang
dimaksud didasarkan pada kebutuhan pelanggan.
Untuk membangun strategi peningkatan mutu
lulusan ini, sebelumnya perlu dipahami terlebih dahulu
sistem yang ada di dalamnya. Komponen – komponen
yang termasuk di dalam sistem yang dimaksud dapat
dilihat pada gambar 2.1.
Input
Proses
Output
Perkuliahan
Lulusan
Magister
yang
bermutu
Mahasiswa
Program Studi
Lingkungan :
Stakeholders
Tujuan
Sasaran
Gambar 2. 1 Sistem dalam Strategi Peningkatan Mutu Lulusan
7
Berdasarkan sistem yang diperlihatkan dalam
gambar 2.1, fungsi akhir dari sebuah sistem ditentukan
oleh proses-proses komponen yang bekerja di dalam
sistem yang bersangkutan. Baik tidaknya mutu output
yang dihasilkan akan menentukan tercapainya tujuan
sasaran
yang
sebelumnya.
diterapkan
sudah
Salah
ditentukan
satu
dalam
program
pendekatan
proses
untuk
studi
yang
bisa
menciptakan
output/lulusan yang bermutu adalah dengan Lean Six
Sigma. Melalui Lean Six Sigma akar permasalahan yang
menyebabkan
tidak
maksimalnya
hasil
proses
perkuliahan dapat diketahui sehingga solusi yang tepat
untuk
mengatasinya
dapat
diketahui
juga
demi
peningkatan mutu selanjutnya.
2.2 Lean Six Sigma
Pendekatan
Lean
Six
Sigma
merupakan
gabungan dari Lean dan Six Sigma. Lean adalah suatu
pendekatan yang berpusat pada pelanggan, yang
bertujuan untuk menciptakan nilai tambah dengan
penggunaan sumber daya yang lebih sedikit namun
efektif (Lean Enterprise Institute, 2009). Lebih lanjut
oleh Gaspersz & Fontana (2011) menjelaskan
bahwa
Lean adalah upaya untuk meningkatkan nilai tambah
(value added) pelayanan jasa bagi pelanggan dengan
menghilangkan
pemborosan
(waste)
atau
segala
aktivitas yang tidak bernilai tambah selama proses
secara
terus
menerus.
Sedangkan
Six
Sigma
merupakan suatu metodologi yang tujuan utamanya
adalah
dalam
hal
penghematan
biaya
melalui
8
perbaikan mutu pelayanan secara terus menerus
untuk memenuhi kepuasan pelanggan (Saludin, 2010:
xiii). Ditambahkan oleh Gaspersz bahwa Six Sigma
merupakan upaya untuk meningkatkan mutu produk
dengan target minimum 3,4 kesalahan per satu juta
kesempatan melalui perbaikan secara terus menerus
untuk menurunkan variasi dari proses (Gaspersz &
Fontana, 2011).
Melalui penjelasan diatas, secara sederhana Lean
Six
Sigma
dalam
pendidikan
merupakan
pengaplikasian pendekatan lean untuk meningkatkan
kecepatan masa studi perkuliahan dengan mengurangi
pemborosan dan digabungkan dengan six sigma untuk
meningkatkan mutu dari proses perkuliahan demi
terciptanya lulusan yang bermutu. Pencapaian mutu
ini berorientasi pada suara pelanggan yaitu mahasiswa
dan lulusan. Dengan berdasar pada definisi ini Lean
Six Sigma diharapkan memberikan strategi yang dapat
digunakan program studi untuk mencapai tujuannya
dalam hal peningkatan mutu yang berkelanjutan.
2.2.1 Lean
Lean
dikembangkan
berdasarkan
konsep
manajemen Toyota. Tujuan dan sasaran utama Lean
adalah untuk mengejar keunggulan yaitu menghasilkan
produk
tepat
pemborosan/waste
terciptanya
suatu
waktu
dengan
sepanjang
produk
yang
mengeliminasi
pemetaan
proses
didasarkan
pada
kebutuhan yang diinginkan pelanggan (Pande, dkk.,
2003).
Untuk
mengejar
keunggulan
tersebut,
dibutuhkan pencarian secara berkelanjutan untuk
9
menemukan berbagai teknik dan alat peningkatan yang
sesuai dengan kondisi dan situasi objek.
Terdapat
8
jenis
pemborosan
yang
sering
ditemukan dalam bidang jasa menurut Gaspersz &
Fontana (2011) yaitu kesalahan dalam dokumen (errors
in
documents)
documents),
dan
pengirimannya
melakukan
(transport
pekerjaan
yang
of
tidak
seharusnya yang hanya memakan waktu dan tenaga
(doing work not request), menunggu untuk proses
selanjutnya
(waiting
for
the
next
step),banyaknya
langkah-langkah untuk mencapai persetujuan proses
selanjutnya (process steps and approval), kegiatan yang
berlebihan yang tidak memiliki nilai tambah dalam
proses (unnecessary motion), menimbun
dengan
menunda
(backlog
of
pekerjaan
work),
dan
tidak
memaksimalkan potensi kerja karyawan (underutilized
employees). Contoh pemborosan yang mungkin terjadi
dalam hubungannya di dunia pendidikan khususnya
dalam perguruan tinggi adalah pemborosan dalam hal
waktu
ketika
pembuatan
tugas
akhir.
Beberapa
keadaan yang sering ditemukan diantaranya yaitu
mahasiswa
sering
menunda
waktu
untuk
mulai
menulis proposal, padahal sudah banyak kesempatan
yang terlewat selama masa perkuliahan khususnya
selama pengambilan mata kuliah metode penelitian.
Keadaan
sejenis
ini
dapat
dikategorikan
sebagai
pemborosan jenis waiting karena mahasiswa menunggu
dan menunda untuk menulis. Selain waiting kondisi ini
juga
termasuk
dalam
kategori
pemborosan
underutilized employees karena tidak memaksimalkan
10
kemampuan mahasiswa untuk menulis pada setiap
kesempatan yang ada selama proses perkuliahan.
2.2.2 Six Sigma
Sigma (∑ atau σ) merupakan simbol dari bahasa
Yunani yang sering digunakan dalam statistik sebagai
standar deviasi. Standar deviasi sendiri adalah nilai
yang menentukan variasi yaitu persebaran data dalam
sampel.
Semakin
besar
tingkat
variasinya
maka
semakin jauh titik data individu dari nilai rata-rata
atau mean.
Secara
statistik
jika
mengikuti
distribusi
normal, hasil maksimal yang bisa diperoleh dari suatu
proses
produksi
adalah
3
sigma dimana
tingkat
keberhasilannya hanya mencapai 99,38% dengan nilai
6210 DPMO. Oleh
Motorola
untuk
penelitian
yang dikembangkan
memaksimalkan
tingkat
keberhasilannya yaitu sebesar 99,96% dengan nilai 3,4
DPMO adalah dengan pergeseran sebesar 1,5 sigma
sehingga mendapatkan 6 sigma (Pande, dkk., 2003)
seperti yang diperlihatkan gambar 2.2.
11
Gambar 2. 2 Konsep Six Sigma Motorola (Gaspersz & Fontana
2011)
Pergeseran
1,5
sigma
ini
membawa
kemungkinan cacat yang diperoleh selama proses
produksi mendekati nol. Dengan demikian, semakin
tinggi level kualitas sigma maka semakin kecil peluang
suatu
proses
produksi
menghasilkan
cacat
dan
semakin sedikit variasinya.
2.2.3 Implementasi Lean Six Sigma
Implementasi
dikembangkan
pendekatan
dengan
tujuan
Lean
Six
Sigma
meningkatan
mutu
dalam dunia manufaktur yang berfokus pada proses
produksinya.
Melihat
manufaktur,
para
pengimplementasiannya
keberhasilannya
peneliti
dalam
dalam
menguji
pelayanan
jasa,
misalnya pada jasa layanan asuransi, pelayanan bank
(Wang & Chen, 2010), pelayanan hotel dan dalam dunia
pelayanan
kesehatan.
Bahkan
untuk
Six
Sigma,
implementasinya dalam dunia pendidikan sudah bisa
ditemukan (Al-altiqi, dkk.,2009; Ramasubramanian,
2012).
12
Untuk
menerapkan
Lean Six
Sigma dalam
industri jasa, Gaspersz & Fontana (2011) menuliskan
beberapa tahapan yang perlu dilalui: Langkah pertama,
spesifikasi nilai jasa pelayanan (service value) yang
diharapkan pelanggan. Langkah kedua,
melakukan
Service Value Stream Mapping sepanjang moments of
truth atau memberikan kesempatan kepada pelanggan
untuk menilai setiap kejadian selama proses pelayanan
untuk membentuk opini tentang proses pelayanan jasa
tersebut.
Langkah
ketiga,
mengidentifikasi
akar
penyebab permasalahan yang menjadi pemborosan
atau
aktivitas-aktivitas
yang
dinilai
tidak
bernilai
tambah dari semua aktivitas sepanjang service value
stream dalam rantai proses pelayanan jasa. Langkah
keempat, mengatur supaya material, informasi dan
aktivitas-aktivitas
yang
perlu
dijalankan
dengan
semestinya dapat berjalan dengan lancar, efektif, dan
efisien sepanjang rantai proses pelayanan jasa (service
value
stream)
melalui
berbagai
solusi
yang
dikemukakan. Langkah kelima, mencari secara terusmenerus berbagai teknik dan alat (improvement tools
and
techniques)
yang
bisa
digunakan
untuk
peningkatan mutu yang bebas kesalahan.
Biasanya kelima langkah tersebut diterapkan
dalam suatu metodologi yang sering digunakan dalam
Six Sigma yang disebut DMAIC yaitu Define, Measure,
Analysis, Improvement, Control. Dalam menganalisis
setiap tahapan/langkah DMAIC diperlukan pirantipiranti/tools yang sesuai dan mendukung. Pirantipiranti yang digunakan dalam setiap tahapan tersebut
13
terdiri dari berbagai macam pilihan piranti yang
biasanya digunakan dalam pendekatan Six Sigma dan
Lean. Secara umum penjelasan DMAIC dapat dilihat
pada gambar 2.3.
Gambar 2. 3 Proses DMAIC yang digunakan Xerox (Gaspersz
& Fontana 2011)
Gambar 2.3 merupakan satu siklus, dimana proses
DMAIC ini perlu dijalankan berulang secara terus
menerus untuk mencapai tujuan tingkat keberhasilan
99,96%.
2.3 Peran
Lean
Six
Sigma
untuk
Meningkatan Mutu Lulusan
Lean Six Sigma merupakan salah satu pendekatan
dalam proses yang dapat digunakan input untuk
mencapai output yang diharapkan. Pendekatan ini
diterapkan
pada
memperbaiki
dijalankan
proses
proses
demi
untuk
perkuliahan
meningkatkan
menilai
dan
yang
sementara
mutu
lulusan
selanjutnya. Proses penilaian ini dipusatkan kepada
mahasiswa dan lulusan sebagai pelanggan/konsumen
pertama
yang
menurut
Sallis
(2002)
sekaligus
merupakan output/produk.
14
Dalam
pengaplikasian
Lean
Six
Sigma,
Lean
berfokus pada menghasilkan produk tepat waktu yang
didapatkan secara efisien dengan mereduksi prosesproses
yang
dianggap
sebagai
pemborosan
yang
memakan waktu dan tenaga. Sedangkan Six Sigma
berfokus pada menghasilkan produk bebas “cacat” dan
bermutu dengan menurunkan variasi (Gaspersz &
Fontana,
2011).
Keduanya
berorientasi
pada
peningkatan kepuasan pelanggan. Dalam penelitian ini,
akreditasi digunakan sebagai acuan indikator penilaian
karena penilaian tentang ketepatan waktu (masa studi)
dan mutu produk (IPK, kompetensi dan partisipasi) ada
dalam elemen-elemen penilaian akreditasi. Sehingga
melalui akreditasi, permasalahan yang bisa diperbaiki
melalui Lean Six Sigma dapat teridentifikasi. Secara
garis besar, hubungan antara strategi peningkatan
mutu lulusan dengan Lean Six Sigma diperlihatkan
melalui gambar 2.4.
Input
Proses
Output
Perkuliahan
Lulusan yang
bermutu
berdasarkan
elemen penilaian
akreditasi progdi
magister
Mahasiswa
Program Studi
Lingkungan :
Stakeholders
Lean Six Sigma:
DMAIC
Akreditasi
Progdi
Gambar 2. 4 Sistem Hubungan Peningkatan Mutu Lulusan dan Lean Six Sigma
15
Gambar 2.4 memperlihatkan bahwa penerapan Lean
Six
Sigma
dalam
proses
diharapkan
mampu
meningkatkan mutu lulusan sebagai produk/output
dengan
mengacu
kepada
elemen
penilaian
dalam
akreditasi. Penerapan Lean Six Sigma dalam proses
tidak secara otomatis menginidikasikan bahwa mutu
input
dalam
sistem
diabaikan,
namun
dengan
menerapkannya dalam proses maka mutu input yang
sebenarnya
diperlukan
dapat
diketahui.
Dengan
demikian untuk siklus selanjutnya mutu input dapat
terkualifikasi
dengan
lebih
baik.
Akreditasi
disini
digambarkan sebagai salah satu pencerminan mutu
program
studi
sebagai
perolehan
dari
baiknya
lulusan/output yang dihasilkan.
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan
Seperti
yang
sudah
disebutkan
sebelumnya,
pendekatan Lean Six Sigma merupakan pengembangan
dari pengendalian mutu industri manufaktur, namun
sudah berkembang masuk dalam dunia pelayanan jasa.
Berikut beberapa penelitian dalam bidang jasa yang
dikaji lebih lanjut menurut metodologi DMAIC untuk
menjelaskan tentang penelitian ini:
2.4.1 Define
Program studi memiliki tujuan yang diharapkan
mampu
dicapai
oleh
mahasiswa,
tujuan
tersebut
didasarkan pada kebutuhan mahasiswa dan digunakan
juga sebagai alat ukur untuk akreditasi program studi
oleh
pemerintah.
Tahap
ini
bertujuan
untuk
16
mengindentifikasi
hal
pokok
yang
menjadi
permasalahan utama program studi dalam mencapai
tujuan yang sudah disusun. Salah satu tujuan yang
hendak
dicapai
yaitu
terciptanya
lulusan
yang
bermutu.
Waktu adalah salah satu permasalahan utama
yang sering muncul dalam usaha peningkatan mutu
pada penelitian sebelumnya. Penelitian Wang & Chen
(2010)
mengenai
pelayanan
bank,
Wisnubroto
&
Anggoro (2012) mengenai pelayanan hotel, serta Cheng
& Chang (2012) pada organisasi non-profit merupakan
contoh dari penelitian yang menemukan bahwa jangka
waktu yang diterapkan tidak sesuai dengan yang
diharapkan pelanggan sehingga terdapat penurunan
tingkat
kepuasan
pelanggan
yang berakibat
pada
berkurangnya jumlah pelanggan. Jika melihat temuan
penelitian tersebut, maka hal yang perlu diperhatikan
untuk penelitian ini adalah waktu selama masa studi.
Waktu masa studi yang dimaksud terdiri dari jangka
waktu yang dibutuhkan selama masa perkuliahan dan
masa penulisan proposal serta penyelesaian tesis.
Dalam penerapannya, penggunaan piranti dalam
tahap define tidak diharuskan khusus hanya satu
piranti tertentu, tapi ada beberapa pilihan piranti yang
tersedia yang bisa digunakan (Gapersz, 2011). Hal ini
berlaku untuk langkah-langkah lain selanjutnya yang
juga memiliki banyak pilihan piranti yang tersedia.
2.4.2 Measure
Tahap
measure
bertujuan
untuk
mengukur
tingkat kinerja proses saat ini. Tingkat kinerja proses
17
dapat diukur
dengan menggunakan piranti-piranti
statistik yang biasa digunakan pada Six Sigma. Dalam
menentukan kapabilitas proses kinerja saat ini yang
diperlihatkan melalui level sigma contoh alat bantu
yang biasa digunakan adalah kuesioner pelanggan
(Iriani, 2011; Wisnubroto & Anggoro, 2012).
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa
level sigma dari
kapabilitas proses suatu
organisasi sebelum diterapkan pendekatan
Lean Six
Sigma adalah masih jauh dari target yang diharapkan
yaitu 6 sigma. Gaspersz & Fontana (2011) menyatakan
bahwa jangan terjebak dengan hasil nilai indeks
kapabilitas proses yang sudah mencapai 1,33 karena
ini hanya menunjukkan kemampuan proses pada
tingkat 4 sigma, dan itu sudah memuaskan jika
berdasarkan referensi pengendalian kualitas 3 sigma,
sedangkan target penelitian ini adalah berdasarkan
referensi pengendalian kualitas 6 sigma.
2.4.3 Analyze
Tahap analyze bertujuan untuk menunjukkan
aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah atau
pemborosan yang kemudian dicarikan sumber utama
penyebab sebagai akar permasalahan. Ada beberapa
pilihan piranti yang dapat digunakan dalam tahap ini,
piranti tersebut antara lain adalah diagram tulang ikan
(Chen, Shyu & Kuo, 2010; Cheng & Chang, 2012) dan
piranti FMEA (Wang & Chen, 2010; Prasad, dkk., 2012).
Meskipun menggunakan piranti yang berbeda, hasil
yang tidak jauh berbeda ditemukan pada penelitianpenelitian tersebut, yaitu salah satu faktor penyebab
18
utama masalah yang sering dihadapi adalah faktor
manusia yang terlibat langsung didalam proses. Dari
hasil
penelitian
tersebut
maka
hal
yang
perlu
diperhatikan dalam penelitian ini adalah masalah
kompetensi yang dimiliki baik oleh mahasiswa, tenaga
akademik dan pengelolanya.
2.4.4 Improvement
Langkah selanjutnya yang dilakukan merupakan
tindak lanjut dari tahap analyze. Hasil yang didapatkan
dari tahap analyze berupa akar permasalahan, dalam
tahap
ini
akan
mempertimbangkan
dicarikan
segala
solusinya
dengan
faktor lingkungan
yang
mempengaruhi dan konsekuensinya. Hasil dari tahap
ini biasanya diperlihatkan juga melalui piranti Future
Service Value Stream Mapping (Wang & Chen, 2010).
Piranti ini menunjukkan usulan gambaran perjalanan
proses selanjutnya yang dapat diterapkan yang sudah
direduksi aktivitas-aktivitas yang dianggap merupakan
pemborosan.
2.4.5 Control
Tahap selanjutnya adalah Control. Tujuan dari
tahap Control adalah untuk memastikan bahwa solusi
yang
sudah
ditemukan
dapat
terlaksana
dengan
semestinya demi peningkatan secara terus menerus.
Secara teoritis, yang bisa dilakukan dalam tahap ini
adalah
menyerahkan
sepenuhnya
kepada
pihak
program studi untuk secara rutin dan aktif dalam
melaksanakan evaluasi kinerja.
19
Dari
beberapa
penelitian
yang
dikaji,
implementasi pendekatan Lean Six Sigma ataupun Six
Sigma dalam dunia jasa menunjukkan hasil akhir yang
baik. Wang & Chen (2010) dalam penelitiannya pada
pelayanan
bank
mampu
meningkatkan
mutu
pelayanan dengan mereduksi biaya dan waktu sehingga
pelayanannya menjadi jauh lebih efisien, dan itu
nampak pada meningkatnya level sigma dari sebelum
Lean Six Sigma diaplikasikan. Hal yang kurang lebih
serupa ditemukan dalam penelitian milik Cheng &
Chang (2012) dan Chen, Shyu & Kuo (2010).
Penelitian lain yang ada adalah milik Wisnubroto
& Anggoro (2012) kemudian Prasad, dkk (2012).
Penelitian mereka tidak sampai pada mengukur tingkat
keberhasilan
sesudah
Lean
Six
Sigma
diimplementasikan seperti penelitian yang dibahas
sebelumnya, tapi hanya sebatas mengetahui sampai
sejauh mana tingkat kinerja saat ini dan bagaimana
strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
tingkat
kinerjanya.
Namun
pada
dasarnya
hasil
penelitian-penelitian tersebut memiliki kesamaaan satu
sama lain. Hasil tersebut
sejalan dengan berbagai
pengertian mutu yang dikemukakan keempat guru
yang disebutkan Sallis (2002) yang sudah disebutkan
sebelumnya. Untuk menghasilkan output yang bermutu
dibutuhkan manajemen yang baik (Deming & Juran)
yang dikelola dan dilaksanakan oleh orang-orang yang
berkompetensi (Ishikawa) serta dipimpin oleh kepala
manajemen sebagai fasilitator yang baik (Peters &
Austin).
20
2.5 Kerangka Pikir
Implementasi metodologi DMAIC dalam Lean Six
Sigma merupakan suatu siklus berjalan dimana prosesproses dalam setiap langkah DMAIC diperlihatkan pada
gambar 2.5. Gambar ini sekaligus secara garis besar
Piranti
/Tools
Keluaran
/Hasil
Define
Mengidentifikasi
Masalah
Studi
Dokumentasi,
Wawancara
Permasalahan
Measure
Mengukur
kinerja
Alat bantu
statistik
Uraian Proses,
Level Sigma
Menganalisis
pemborosan
Diagram
Fishobone,
FGD, 5Whys,
wawancara
Akar
Permasalahan
Control
Improvement
Maksud
Analyze
mendeskripsikan kerangka pikir penelitian ini.
Mereduksi
pemborosan
Mengontrol
pelaksanaan
strategi
FGD,
wawancara
Diskusi
Solusi dan
Strategi
Teknik
mempertahan
kan solusi
Gambar 2. 5 Kerangka Berpikir
21