Jurnal persepsi pengemis dalam perspekti (1)

1
PERSEPSI PENGEMIS DALAM PERSPEKTIF PELAKU DAN PEMERINTAH DI KOTA
SAMARINDA
oleh : Dwi Anggriani Soel, Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP)
Fakultas Ekonomi – Universitas Mulawarman
Email : [email protected]
Alamat: Jalan Tanah grogot kampus Gunung kelua Samarinda 75119
Telepon : (0541) 738913-738915-738916, Fax.(0541) 738913-743914

ABSTRAK
Dwi Anggriani Soel, “Persepsi Pengemis Dalam Perspektif Pelaku dan Pemerintah
Di Kota Samarinda” Tugas Akhir, Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman. Dibawah
bimbingan Bapak Dr. Rachmad Budi Suharto, SE, SH, MSi dan Bapak Dr. Juliansyah Roy, SE,
MSi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pengemis dari sudut
pandang pelaku dan pemerintah di Kota Samarinda. Metode penelitian menggunakan jenis
penelitian kualitatif. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dan
snowball sampling. Data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi dicatat
dalam catatan lapangan. Catatan lapangan pada umumnya memuat dua hal, yaitu catatan
deskriptif dan reflektif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara persepsi

pengemis dalam perspektif pelaku dan pemerintah. Pemerintah beranggapan bahwa pengemis
merupakan penyakit sosial yang harus diatasi. Sedangkan pelaku (pengemis), menjadi
pengemis merupakan nasib dan juga pilihan yang harus mereka jalani. Keadaan Pareto
Optimum merupakan pemecahan terbaik selama ini, dimana “tidak ada seorang yang menjadi
lebih baik tanpa seorang lainnya menjadi jelek”. Konsep keseimbangan ini penting bukan
karena posisi keseimbangan selalu dicapai, tetapi karena konsep ini menunjukkan kepada kita
arah dimana proses ekonomi bergerak. Jika posisi keseimbangan dikatakan stabil maka unit
ekonomi pada ketidakseimbangan bergerak ke arah posisi keseimbangan tersebut. Dimana
saat terjadi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Akan tetapi, pembangunan yang dilakukan tersebut disertai dengan masih
meningkatnya jumlah pengemis. Sehingga dapat dikatakan bahwa, kesejahteraan yang

2
diinginkan tidak dapat tercapai atau dengan kata lain kesejahteraan masyarakat secara umum
masih rendah.
Kata Kunci

: Pengemis, Pareto Optimum, Kualitatif

ABSTRACK

Dwi Anggriani Soel, “Perception of Beggars In The Perspective Of The Perpetrators
And The Government In Samarinda City” Final, Faculty of Economics, Mulawarman University.
Supervised by Mr Dr. Rachmad Budi Suharto, SE, MSi and Mr. Dr. Juliansyah Roy, SE, MSi.
The purpose of this study is to find out about perception of beggars in the perspective
of the perpetrators and the government in Samarinda City. Methods this study used type of
qualitative research. With sampling, which uses a purposive sampling and snowball sampling.
Data obtained from observation, interviews and documentation is recorded in field notes. Field
notes in general contain two things, namely descriptive and reflective notes.
The result of this research show difference between perception of beggars in the
perspective of the perpetrators and the government. Government assume beggar is a social
disease, that must be resolved. While perpetrators (beggar), be beggar is a chance and a
choice too, they must go through. Condition Pareto Optimum is the best solution for this. where
“no one is getting better without an other to be ugly.” The concept of balance is matters not
because the position of equilibrium is always reached, but because the concept is showing us
the direction in which the economic process moving. If the equilibrium position is said to be
stable in the imbalances of economic units moving toward the equilibrium position. Where
during the construction undertaken by the government will improve the welfare of the
community. However, the development undertaken is accompanied by the still rising number of
street children. So it can be said that, the desired welfare can not be reached or in other words
general welfare of society is still low.

Keywords

: Beggar, Pareto Optimum, Qualitative

PENDAHULUAN

3
Latar Belakang
Pengemis merupakan salah satu dari Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
(PMKS). Fenomena pengemis perkotaan mulai dipandang sebagai masalah serius, terutama
dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan politik yang ditimbulkannya.
Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu
yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi
dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan
kemiskinan perkotaan.
Keberadaan pengemis sudah lazim terlihat pada kota-kota besar di Indonesia. Samarinda
merupakan salah satu kota dimana jumlah pengemisnya cenderung bertambah setiap
tahunnya. Hal ini disebabkan, karena banyaknya wacana-wacana yang mengatakan bahwa
masyarakat Samarinda memiliki sikap dermawan yang tinggi terhadap pengemis yang ada
disekitarnya. Hal ini telah membuat, mengemis menjadi salah satu profesi yang paling favorit

dijalankan oleh orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap, mereka yang tak kunjung
mendapat pekerjaan, para manula (manusia lanjut usia), ataupun mereka yang menjadi korban
pemberhentian kerja sepihak.
Dinas Sosial Kota Samarinda berhasil menjaring 20 pengemis yang 18 diantaranya
berasal dari Sumenep dan Bandowoso, mereka mengaku pendapatan yang ia terima variatif,
namun penghasilan terbesar yang pernah diraih yakni 1,8 juta dalam waktu sehari beroperasi.
Pengemis yang terjaring kemudian diinapkan di Panti Jompo Tresna (Jl.Mayjen Sutoyo) lalu
dipulangkan ke Surabaya melalui KM Binaiya dari Pelabuhan Samarinda. (Media Online News,
Liputan 6)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis menyebutkan

1980 Tentang

bahwa pengemis tidak sesuai

dengan norma kehidupan bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undang
dasar 1945. Sehingga muncul usaha untuk menanggulangi hal tersebut bukan hanya dengan
pencegahan timbulnya pengemis tetapi juga bertujuan untuk memberikan rehabilitasi kepada
pengemis agar mampu mencapai taraf hidup, kehidupan, dan penghidupan yang layak sebagai

seorang warga negara Republik Indonesia.
Dampak umum dari adanya fenomena pengemis adalah masalah ketertiban dan
keamanan di daerah perkotaan. Dengan berkembangnya jumlah pengemis maka diduga akan
memberi peluang munculnya gangguan keamanan dan ketertiban, yang pada akhirnya akan
mengganggu stabilitas sehingga pembangunan akan terganggu.

4
Di Kota Samarinda jumlah pengemis yang tercatat di Dinas Kesejahteraan Sosial Kota
Samarinda pada tahun 2011 mencapai angka yang cukup fantastis yakni 136 pengemis.
Jumlah pengemis yang ditunjukkan setiap tahunnya bersifat fluktuatif, tahun 2012 pengemis
yang terjaring yakni sebanyak 22 pengemis lalu tahun 2013 naik kembali menjadi 77 pengemis.
Pada tahun 2014, hingga bulan Oktober ini, pengemis yang berhasil dijaring sebanyak 40
orang. Motif mendapatkan uang yang banyak, terkesan instan dan tak melihat umur maupun
pendidikan merupakan beberapa penyebab pengemis semakin marak.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti bertambahnya
jumlah pengemis di Kota Samarinda setiap tahunnya, dengan judul penelitian Persepsi
Pengemis Dalam Perspektif Pelaku Dan Pemerintah Di Kota Samarinda.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah sebagai berikut :
a. Apa penyebab munculnya pengemis di Kota Samarinda?

b. Apa pandangan pelaku dan pemerintah terhadap problema Pengemis di Kota
Samarinda?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui penyebab munculnya pengemis di Kota Samarinda.
b. Mengetahui pandangan pelaku dan pemerintah terhadap problema pengemis di
Kota Samarinda.
Manfaat Penelitian
Dengan rumusan dan tujuan penulisan diatas, maka diharapkan skripsi ini dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
a. Penulis, memberikan manfaat terkait dengan dampak maraknya pengemis di
Kota

Samarinda.

Sebagai

referensi

bagi


Peneliti

dan

Akademisi

mengembangkan disiplin Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP),
khususnya Ilmu Ekonomi Kependudukan serta menjadi alternatif kajian baru
guna membangun konsep yang lebih kompherensif sehingga dapat memberikan
kontribusi terhadap pembangunan ekonomi lokal.

5
b. Pemerintah

(regulator),

sebagai

referensi


dalam

merumuskan

pola

penanggulangan pengemis melalui perumusan kebijaksanaan, strategi dan
langkah-langkah penanggulangan pengemis.

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu indikator kemakmuran, baik dari segi individu,
masyarakat dan Negara. Pendapatan dapat diukur dengan uang yang kita peroleh, dimana
pendapatan tersebut dapat diperoleh dari cara baik yang bersifat produktif maupun non
produktif. Contoh pendapatan non produktif seperti hadiah, warisan maupun pemberian cumacuma. Dari hasil pendapatan tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, ataupun
sebagai persiapan untuk keperluan yang akan datang.
Melalui pendapatan maka kita dapat melihat perkembangan kegiatan ekonomi dari
waktu ke waktu. Perkembangan pendapatan akan memberikan gambaran secara umum hasil
dari pembangunan ekonomi. Jenis pekerjaan atau pendapatan seseorang bisa saja berbeda

satu sama lain, karena hasil tergantung pada keuletan dan produktifitas seseorang dalam
usahanya mewujudkan segala bentuk pendapatan. Berkaitan dengan hal ini, Sigit Purnomo
(1987:80) mengemukakan bahwa tinggi rendahnya pendapatan seseorang tergantung pada :
a. Kecakapan dan kegiatan bekerja.
b. Keahlian dan keuletan bekerja.
c. Kesempatan kerja yang tersedia.
d. Banyak sedikitnya modal yang digunakan, dan
e. Kekayaan yang dimiliki.
Karakteristik Sosial-Ekonomi
Karakteristik sosial-ekonomi dipandang sebagai ciri-ciri khusus yang melekat (pada
seseorang) yang membedakan satu dengan yang lainnya, yakni sesuatu hal atau aktivitas yang
menyangkut seseorang dalam hubungannya dengan orang lain dalam hal pemenuhan
kebutuhan hidupnya (ekonomi). Dalam penelitian ini lebih dikhususkan kepada penduduk
migrasi dan tingkatan umur penduduk.
Pengemis

6
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta
di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharap belas kasihan orang lain.
Weinberg (1970 :143-144) menggambarkan bagaimana pengemis yang masuk dalam kategori

orang miskin di perkotaan yang sering mengalami praktek diskriminasi dan pemberian stigma
yang negatif. Dalam kaitannya dengan ini, Rubington & Weinberg (1995 : 220) menyebutkan
bahwa pemberian stigma negatif justru menjauhkan orang pada kumpulan masyarakat pada
umumnya. Menurut Departemen Sosial R.I (1992) Pengemis adalah orang-orang yang
mendapat

penghasilan

dari

meminta-minta

dimuka

umum

dengan

berbagai


alasan

untukmengharapkan belas kasihan dari orang.
Tingkat Kesejahteraan Sosial/Harapan Hidup
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, baik kita suka atau tidak, hampir semua
yang kita lakukan dalam kehidupan kita berkaitan dengan orang lain (Jones, 2009). Kondisi
sejahtera (well-being) biasanya menunjuk pada istilah kesejahteraan social (social welfare)
sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non material. Menurut Midgley (2000:xi)
mendefinisikan kesejahteraan social sebagai “… a condition or state of human well-being.”
Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan
dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan pendapatan dapat terpenuhi; serta
manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam
kehidupannya.
Definisi Konsepsional
1. Pendapatan
Menurut Mulyanto Sumardi dkk. (2001:3), pendapatan adalah segala sesuatu
penghasilan berupa barang dan jasa yang sifatnya regular dan biasa, akan tetapi tidak
selalu berbentuk jasa dan diterima dalam bentuk barang atau jasa.
2. Usia Pengemis
Kamus Umum Bahasa Indonesia (1984) menyatakan bahwa, Usia (umur) adalah lama
waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan). Kategori pengemis menurut
usianya adalah pengemis usia produktif yakni usia 19-59 tahun dan pengemis usia lanjut
yakni usia 60 tahun keatas.
3. Pengemis

7
Pengemis adalah seseorang atau kelompok dan/atau bertindak atas nama lembaga
sosial yang mendapatkan penghasilan dengan cara meminta-minta dijalan/atau ditempat
umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.
Adapun kriteria pengemis terdiri dari:
a. Pengemis Usia Produktif adalah pengemis yang berusia 19-59 tahun
termasuk pengemis yang bertindak atas nama diri sendiri, lembaga sosial
dan panti asuhan.
b. Pengemis Lanjut Usia adalah pengemis yang berusia 60 tahun keatas.
c. Pengemis

Orang

Dengan

Kecacatan

adalah

pengemis

yang

memanfaatkan kecacatannya dengan cara meminta-minta di jalan /
ditempat umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas
kasihan dari orang lain.
Kerangka Konseptual

Persepsi

Pengemis

Pemerinta
h

Gambar 2.1 Kerangka Proses Berfikir

METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah peneltian untuk mengungkap makna dibalik semua tindakan yang
dilakukan oleh subyek penelitian, yaitu Pengemis Kota Samarinda. Tindakan subyek penelitian
yang diamati terkait dengan proses hubungan antara orang dalam lingkungannya. Dengan
demikian pendekatan penelitian yang dianggap relevan untuk digunakan adalah penelitian
kualitatif. Dimana instrument dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
Ruang Lingkup Penelitian

8
Adapun ruang lingkup penelitian ini mengambil lokasi di pusat-pusat kegiatan ekonomi,
ditempat inilah segala aktifitas ekonomi dilakukan oleh pengemis dalam mencari nafkah.
Populasi dan Sample
Pengambilan sampel digunakan dengan metode purposive sampling dan snowball
sampling. Teknik purposive sampling digunakan dengan alasan pada tujuan studi dan masalah
homogenitas, terutama responden dari masyarakat, sedangkan snowball sampling untuk lebih
mudah menjaring informasi yang diperlukan.
Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengambil sejumlah data yang diperlukan dalam penelitian ini maka peneliti
menggunakan teknik Field Work Research (penelitian lapangan), dimana penelitian langsung ke
objek yang akan diteliti guna memperoleh data yang diperlukan, yang antara lain dilakukan
dengan cara observasi dan pengumpulan data primer. Sedangkan teknik lain yang digunakan
yaitu Library Research (pengumpulan data dari hasil penelitian instansi lain atau penulisan yang
dibuat dalam bentuk laporan data dari hasil penelitian yang dibuat dengan menggunakan data
sekunder).
Pengujian Validitas Data
Data hasil penelitian yang telah terkumpul diuji keabsahan atau validitas datanya
dengan Teknik Triangulasi Data. Triangulasi data pada dasarnya adalah mencari data dan
informasi yang relevan dengan penelitian ini. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauhmana
data dan informasi yang relevan tersebut adalah benar dan representative. Teknik Triangulasi
Data dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 3.1 Triangulasi data yang akan digunakan
ialah melalui penggunaan metode, sumber data dan diskusi.

Metod
e
Sumbe
r Data

Diskus
i

9

Gambar 3.1 Teknik Triangulasi Data dalam Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada Observasi yang telah dilaksanakan pada tanggal 23 September – 02 November
2014 di beberapa titik keberadaan pengemis di Kota Samarinda. Diketahui bahwa para
pengemis di Kota Samarinda pada umumnya memiliki kecenderungan, yaitu :
a. Sebagian besar pengemis melakukan aktivitas di jalanan, pasar, tempat ibadah
dan warung makan.
b. Memperoleh makanan dengan cara membeli sendiri.
c. Lama tinggal di jalan dalam satu hari diatas 12 jam.
d. Memperoleh uang dari hasil mengemis.
e. Uang yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
f.

Intens waktu yang dimiliki dengan keluarga atau kerabatnya yakni jarang.

g. Saling mengenal pengemis yang satu dengan yang lainnya.
h. Sebagian besar pengemis memiliki penyakit cacat fisik.
i.

Tidak memiliki rasa ketakutan ketika ditangkap oleh petugas Satpol PP.

j.

Memiliki koordinator yang memantau aktivitas pengemis.

k. Bukan berasal dari Samarinda, melainkan pendatang.
l.

Tidak tercatat sebagai warga, tidak memiliki KTP.

m. Selalu menunjukkan sikap memelas untuk mendapatkan rasa iba.
Sedangkan jika ditinjau dari latar belakang Keluarga Pengemis, pada umumnya
kehidupan keluarga pengemis memiliki kecenderungan :
a. Tidak memiliki sanak saudara kandung.
b. Sebatang kara.
c. Jikapun ada yang memiliki sanak saudara, jumlah anaknya 3-4 orang.
d. Pernah mendapat penyuluhan tentang usaha bersama tetapi tidak pernah
mengikuti kegiatan tersebut karena berpandangan bahwa kegiatan tersebut tidak
membantu perekonomian keluarga.

10
e. Bekerja di sektor non-formal dengan pendapatan tidak tetap, dan
f.

Menempati rumah dengan status sewa atau tanah Negara.

Permasalahan yang sering dihadapi oleh para pengemis, pada umumnya dilator
belakangi oleh beberapa faktor yang sangat mempengaruhi. Faktor tersebut dapat
dikategorikan menjadi :
a. Menjadi pengemis merupakan pilihan, untuk mencari uang dengan cara yang
lebih mudah dijalan. (pengemis tanpa cacat fisik)
b. Menjadi pengemis merupakan nasib, untuk mencari uang dengan cara yang
lebih mudah dijalan. (pengemis cacat fisik)
c. Pengemis turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi keluarga sehingga ia
turun ke jalan guna mencari tambahan ekonomi keluarga.
d. Pendapatan menjadi seorang pengemis dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari.
e. Pengemis tidak memiliki keterampilan dalam pekerjaan yang lain.
f.

Pengemis memiliki kendala cacat fisik yang tidak memungkinkan ia untuk
mencari uang selain mengemis

g. Pengemis yang tidak memiliki cacat fisik, cenderung memiliki sikap malas dalam
berusaha mencari uang selain mengemis.
h. Sikap dermawan masyarakat Kota Samarinda dalam hal memberikan uang
kepada pengemis.
i.

Rendahnya pengawasan dari pihak pemerintah terhadap keberadaan pengemis
yang ada.

j.

Peran masyarakat dalam memberikan kontrol sosial masih sangat rendah, dan

k. Lembaga-lembaga

organisasi

sosial

belum

berperan

dalam

mendorong

partisipasi masyarakat menangani masalah pengemis.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam ekonomi
keluarga yang dirasakan pengemis merupakan salah satu faktor terbesar yang mendasari
keberadaan mereka.
Penjelasan Perbedaan Pandangan Antara Pelaku dan Pemerintah
(lihat bagan 1)

11
Solusi Masalah Pengemis Dalam Perspektif Pelaku, Pemerintah dan Peneliti
(lihat bagan 2)

PENUTUP
Pokok-Pokok Pikiran
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan data yang akurat untuk menjawab
tujuan penelitian maka didapat kesimpulan sebagai berikut : Menjadi pengemis di Kota
Samarida, merupakan keputusan yang diambil pengemis dengan pertimbangan “sudah nasib”
dan “pilihan”. Pengemis yang mengatakan menjadi pengemis merupakan nasib, adalah mereka
yang tergolong sudah lanjut usia dan memiliki cacat fisik yang tidak memungkinkannya untuk
beraktivitas seperti halnya orang lain dalam mencari pendapatan guna memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Pengemis yang mengatakan menjadi pengemis merupakan pilihan,
adalah mereka yang tergolong berusia produktiv (19-59 tahun). Mereka ini menjadikan
mengemis

sebagai

sarana

untuk

mendapatkan

pendapatan

dikarenakan

kurangnya

keterampilan mereka, susahnya mencari pekerjaan, sifat malas, dan keinginan untuk mendapat
uang secara instan.
Beberapa alternative yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah
pengemis yaitu :
a.

Melarang pemberian uang kepada para pengemis.

b.

Pemberdayaan Para Pengemis

c.

Pengembangan usaha ekonomi berbasis keluarga (home industry)

d.

Pola pengasuhan didalam panti

e.

Mengubah Sikap Mental

f.

Aparat keamanan dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk melakukan razia

g.

Memperluas pelayanan dan rehabilitas sosial kepada keluarga miskin

h.

Pendataan bagi para pendatang, yang belum memiliki kartu identitas akan
dipulangkan kembali.

Fenomena pengemis di Kota Samarinda saat ini menunjukkan ketidakseimbangan atau
ketidakstabilan ekonomi. Keadaan Pareto Optimum merupakan pemecahan terbaik saat ini.
Dimana kesejateraan ekonomi akan meningkat, jika seseorang menjadi lebih baik dan tidak ada
seorangpun yang menjadi lebih jelek. Masalah pengemis di Kota Samarinda saat ini
menunjukkan tidak berada dalam keadaan Pareto Optimum, akan tetapi justru menunjukkan
suatu keadaan kesenjangan sosial. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan potensi sumber

12
daya insani bagi pembangunan nasional, karena itu pembinaan dan pengembangannya
(pemberdayaan) dimulai sedini mungkin agar dapat berpartisipasi secara optimal bagi
pembangunan bangsa dan Negara.
Implementasi Hasil Pembahasan
Setelah masyarakat mengetahui masalah pengemis ini, diharapkan ada bantuan dari
masyarakat untuk mengurangi kendala-kendala yang dihadapi pemerintah. Karena masalah
pengemis bukan hanya masalah Negara dan pemerintah tetapi juga masalah kita semua.
Setelah mengetahui alternatif pemecahan masalah pengemis, sebagai masukan kepada
pemerintah untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemberdayaan
pengemis. Dan menganggarkan dana lebih untuk mendukung program demi mengurangi
pengemis. Dengan adanya pemberdayaan pengemis ini diharapkan dapat mengurangi jumlah
pengemis di Kota Samarinda.

DAFTAR PUSTAKA
Bahan Referensi
Dimas. Pengemis Undercover: Rahasia Seputar Kehidupan Pengemis, Surabaya : Titik Media.
2010
Dinas Kesejahteraan Sosial, 2003, Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 16 Tahun 2002
Tentang Penertiban dan Penanggulangan Pengemis, Anak Jalanan dan Gelandangan Dalam
Wilayah Kota Samarinda
Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Samarinda, 2011, Hasil Rekap Jaring Pengemis Kota
Samarinda
____________________________________2012,

Hasil

Rekap

Jaring

Pengemis

Kota

Hasil

Rekap

Jaring

Pengemis

Kota

Hasil

Rekap

Jaring

Pengemis

Kota

Samarinda
____________________________________2013,
Samarinda
____________________________________2014,
Samarinda
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Timur, 2014, Tentang Gelandangan Pengemis dan
Fenomenanya
Mantra, Ida Bagoes. Demografi Umum. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR. 2003.

13
Mantra, Ida Bagoes. Dinamika Kependudukan Dan Pembangunan Di Indonesia. Yogyakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam. 2002.
Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA. 2014
Rosyidi, Suherman. Pengantar Teori Ekonomi. Surabaya: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
2005.
Suwarno, Engkus. Fenomenologi Pengemis Kota Bandung. Bandung : Widya Padjajaran. 2011
Skripsi
Landowero, Gabrielle Orgianna. 2010, Problema Anak Jalanan Kota Surabaya Dalam
Perspektif Pelaku dan Pemerintah, Samarinda: Universitas Mulawarman
Jurnal
Sedana, Gede. 2007, Faktor Penyebab Terjadinya Gelandangan Pengemis; Kasus Di Kota
Denpasar, Gianyar, Tabanan dan Singaraja, Jurnal Universitas Dwijendra
Ahmad, Maghfur. 2010, Strategi Hidup Gelandangan-Pengemis (Gepeng), Jurnal Penelitian
Iqbali, Saptono. 2006, Gelandangan-Pengemis Di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem,
Jurnal UNUD.
Mukti, Pramudita Rah. 2013, Strategi Pengemis Dalam Hidup Bermasyarakat Di Kota
Surabaya, Jurnal UNAIR
Artikel Online
Anonim, 2007, Definisi dan Kriteria Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, www.dinsospemda-diy.go.id (14 Oktober 2014) 01.30 WITA
Anonim,

2009,

Dasar

Hukum

Mengenai

Pengemis,

,

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fee501013df8/sanksi-hukum-bagi-pengemis-danpemberi-uang-kepada-pengemis (1 Oktober 2014) 14:30 WITA
Apa Kabar Kaltim, 2014, Hukum Berat Koordinatornya, Anjal dan Gepeng Cueki Pemkot,
www.apakabarkaltim.com (01 Desember 2014) 16:00 WITA
Kaltim

Pos

Online,

2013,

Pengemis

Tertangkap

Satpol

http://www.kaltimpost.co.id/berita/detail/90841-mengemis-sehari-rp-315-ribu.html

(1

PP
Oktober

2014) 14:30 WITA
Samarinda

Pos

Online,

2013,

Hasil

Ngemis

1,8

http://www.sapos.co.id//berita/detail/Rubrik/15/8272 (1 Oktober 2014) 14:30 WITA)

Juta

,

14

BIODATA PENULIS
Nama

: Dwi Anggriani Soel

NIM

: 1101015010

Jurusan / Fakultas

: IESP (Reg) / Ekonomi

Tempat, tanggal lahir

: Ujung Pandang, 24 April 1993

Asal Universitas

: Universitas Mulawarman

Pekerjaan

: Mahasiswa

No.HP

: 081254221277

Alamat

: Perum. Bengkuring Blok. C Jl. Slada 3 RT. 80 No. 100,
Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara, Kota
Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur

Email

: [email protected]

15
IP Komulatif

: 3,80 (sampai semester 8)

Motto Hidup

: Tuhan itu baik. If you trusted Allah, you’ll have a greatest life.

Aktivitas Organisasi Internal

No
1
2

3

4

Jabatan

Tahun

Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi HMJ
IESP FE Unmul
Pimpinan Redaksi Deteksi Post FE Unmul
Bendahara

Umum

LKPE

(Lembaga

2012-2013
Kajian

Pengembangan Ekonomi) FE Unmul
Dewan Pertimbangan Pengurus (DPP) LKPE FE
Unmul

2012-2013

2013-2014

2014-2015