HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN TINDAKAN

Review Jurnal, April-2018.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN TINDAKAN
PENCEGAHAN IBU DALAM MENGATASI KEJADIAN
DEHIDRASI DIARE PADA BALITA
Latifatul Kolbiyah (15670012)
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang, Jln. Gajayana 50 Lowokwaru Malang
E-mail : latifatul.qolbiyah@gmail.com

ABSTRAK
Salah satu masalah kesehatan balita di Indonesia yang masih
sering terjadi adalah diare. Diare merupakan penyakit yang
berisiko

untuk

menyebabkan

kematian.


Penyebab

utama

kematian diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit melalui feses. Penaykit diare sering menyerang pada
anak balita dari pada dewasa dikarenakan daya tabuhnya yang
masih lama. Untuk mengatasi kejadian dehidrasi diare pada
balita. Pada review ini kejadian dehidrasi diare pada balita dapat
dijegah dengan pengetahuan. pencegahan, dan pengobatan.
Berdasrkan hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
bahwa penyakit diare diakibatkan kerena faktor sanitasi lingkungan
yang kurang baik, persediaan air yang tidak hiegienis dan kurangnya pengetahuan,
jika penyakit diare tidak segera di tangani maka akan mengakibatkan kematian.
Oleh sebab itu di butuhkan suatu pengetahuan supaya dapat mencegah dan
mengobati penyakit diare tersebut.
Kata Kunci : Diare, dehidrasi, dan pengetahuan
1. Pendahuluan
Diare masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
balita di dunia. Hal ini dikarenakan daya tahan tubuh balita yang masih lemah.

Selain itu kehidupan balita juga masih sangat bergantung kepada orang tua
terutama pada ibu, sehingga masalah kesehatan pada balita pun menjadi tanggung
jawab orang tua yang tidak bisa dianggap remeh. Salah satu masalah kesehatan
balita di Indonesia yang masih sering terjadi adalah diare (Christy, 2014). Data
dari Riskesdas 2007 menyebutkan bahwa penyakit diare dari tahun ke tahun
1
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang

Review Jurnal, April-2018.

masih menjadi penyebab utama kematian bayi dan balita di Indonesia (Anggraeni
dan Farida, 2011).
Angka kematian yang tinggi akibat diare akan berdampak negatif pada
kualitas pelayanan kesehatan karena angka kematian anak (AKA) merupakan
salah satu indikator untuk menilai derajat kesehatan yang optimal, kurang
berhasilnya usaha dalam proses pencegahan diare merupakan salah satu faktor
yang harus diperhatikan. Jika upaya pencegahan tidak ditanggulangi dengan baik,
maka peningkatan penyakit diare pada balita akan semakin meningkat (Depkes,
2010). Banyak faktor resiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare.

Salah satu faktor antara lain adalah sanitasi lingkungan yang kurang baik,
persediaan air yang tidak hiegienis dan kurangnya pengetahuan (WHO, 2013).
Salah satu penyebab kematian balita di Indonesia disebabkan karena
kondisi lingkungan yang kurang baik, persediaan air yang tidak hiegienis dan
kurangnya pengetahuan. Penyakit diare dapat di tangani dengan cara yang benar
dan tepat untuk menghindari sesuatu yang tidak diharapkan (kematian). Oleh
sebab itu kita harus mengetahui cara penanggulanggannya atau pencegahannya
dengan benar dan tepat berdasarkan pengetahuan secara medis munurut
kesehatan. Kemudian menjaga kebersihan lingkungan sekitar yang bebas dari
kuman dan bakteri.
Diskusi
1. Diare
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24
jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut.
Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik.
Feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat
berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan tanda-tanda
dehidrasi(Amin, 2015).
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri

setidaknya ada dua mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan
absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin

2
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang

Review Jurnal, April-2018.

yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan
perdarahan atau adanya leukosit dalam feses (Farthing,dkk. 2013).
Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu jenis bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus. Gejala klinis berupa mulas sampai nyeri seperti kolik,
mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada
pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan lendir atau darah, mikroskopis
didapati sel leukosit polimorfonuklear (Farthing,dkk. 2013).
Diare yang berlangsung beberapa saat tanpa penanggulangan medis

adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan tubuh yang
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimia berupa asidosis
metabolik lanjut. Kehilangan cairan menyebabkan haus, berat badan berkurang,
mata cekung, lidah kering, tulang pipih menonjol, turgor kulit menurun, serta
suara serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik
(Farthing,dkk. 2013).
Hasil yang didapat dari penelitian terbaru menggunakan jenis penelitian
analisis deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dengan populasi pada
penelitian adalah orang tua balita yang menderita diare. Tekhnik sampling
menggunakan purposive sampling. Variabel bebas adalah, pengetahuan, manfaat
tindakan, hambatan yang dirasakan, kemampuan diri, sikap yang berhubungan
dengan aktifitas, kebersihan lingkungan, komitmen, dan variabel terikat adalah
kejadian diare.
2. Dehidrasi
Penyebab utama kematian diare adalah dehidrasi akibat
kehilangan

cairan

dan


elektrolit

melalui

feses.

Sementara

penyebab lainnya adalah disentri, kurang gizi, dan infeksi. Pada
balita yang mengalami diare berkepanjangan akan menyebabkan
dehidrasi. Dehidrasi akibat diare tergantung pada persentase
cairan

tubuh

yang

hilang.


Dehidrasi

diare

yang

terjadi

dikategorikan menjadi diare tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan
3
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang

Review Jurnal, April-2018.

atau

sedang,

dan


berat.

Dehidrasi

yang

dialami

balita

memerlukan penanganan yang tepat karena mengingat bahaya
yang disebabkan dehidrasi cukup fatal yaitu kehilangan cairan
yang dapat berujung pada kematian (Christy, 2014).
Untuk mencegah agar balita tidak mengalami dehidrasi akibat
diare perlu dilakukan salah satu upaya pokok yang berupa
pengobatan dan perawatan penderita. Salah satu pengetahuan ibu yang
sangat penting adalah bagaimana penanganan awal diare pada anak yaitu dengan
mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan
rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun parenteral

(melalui infus) telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada
ribuan anak yang menderita diare (Farida, 2016).
3. Kematian
Di Indonesia, pravelensi kejadian diare masih tinggi dan
menyebabkan angka kematian balita yang disebabkan oleh diare
sangat tinggi. Masih banyak orang tua yang menggap diare
adalah penyakit ringan dan dapat diobati dengan mudah (Rusdi,
dkk. 2012). Oleh karena itu rendahnya pengetahuan orang tua
dalam penanganan diare pada balita, maka perlu dilakukan
edukasi untuk meningkatkan pengetahuan orang tua dalam
penanganan diare secara tepat.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2007, diare merupakan
pola penyebab kematian semua umur. Penyebab kematian balita
usia 12-59 bulan, terbanyak adalah diare (25,2%) dan pneumonia
(15,5%). Menurut Oragnisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan
UNICEF, ada sekitar dua miliar kasus penyakit diare di seluruh
dunia setiap tahun, dan 1,9 juta balita-anak dibawah 5 tahun
meninggal karena diare setiap tahun.
4. Pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dapat diberikan melalui suatu

pendidikan kesehatan. Dengan pendidikan kesehatan maka pengetahuan, sikap,
dan perilaku ibu balita dapat diubah sehingga ibu balita tahu bagaimana cara
4
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang

Review Jurnal, April-2018.

dalam mengambil suatu tindakan dalammencegah diare agar dapat meningkatkan
derajat kesehatan balitanya.Tanpa pengetahuan, seseorang tidak mempunyai dasar
untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah
kesehatan yang dihadapinya. Salah satu pengetahuan ibu yang sangat penting
adalah bagaimana penanganan awal diare pada anak yaitu dengan mencegah dan
mengatasi keadaan dehidrasi.Pengetahuan merupakan domain perilaku seseorang
di mana perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan dan tindakan ibu
merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian daire. Makin banyak informasi
yang masuk maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang
penyakit diare. Orang tua dengan tingkat pendidikan rendah, khususnya buta
huruf tidak akan dapat memberikan perawatan yang tepat pada anak diare karena

kurang pengetahuan dan kurangnya kemampuan menerima informasi (Sukut, dkk.
2015).
Pengetahuan merupakan predisposisi perilaku, sehingga merupakan respon
awal terhadap stimulus sebelum seseorang melakukan sebuah perilaku, jadi
pengetahuan

akan

memberikan

dampak

kepada

pencapaian

indikator

kesehatannya. Pengetahuan yang baik akan dapat menerapkan di dalam kegiatan
sehari-hari dan berdampak di dalam kegiatan sehari-hari dan berdampak pada
menurunnya angka kejadian diare tetapi tidak demikian, terdapat sebagian ibu
memiliki tingkat pengetahuan yang baik tetapi tidak menerapkan dalam kegiatan
sehari-hari yang menyebabkan tidak menurunnya kejadian diare (Jannah, dkk.
2016). Jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang baik belum tentu dapat
menentukan sikap yang baik pula. Walaupun pengetahuannya baik, tapi jika tidak
diaplikasikan ke kehidupan sehari-hari maka akan berdampak buruk bagi
kesehatan.
5. Faktor Lain Terjadinya Diare
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita ada tiga. Faktor
yang pertama adalah faktor lingkungan. Diare dapat terjadi karena seseorang tidak
memerhatikan kebersihan lingkungan dan menggap bahwa masalah kebersihan
adalah masalah sepele. Kebersihan lingkungan merupakan kondisi lingkungan
yang optimum sehingga dapat memberikan pengaruh positif terhadap status
5
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang

Review Jurnal, April-2018.

kesehatan yang baik. Faktor lingkungan yang dominan dalam penyebaran
penyakit diare pada anak balita yaitu pembuangan tinja dan sumber air minum
(Utami, dkk. 2016).
Faktor yang kedua adalah faktor sosiodemografi. Faktor sosiodemografi yang
berpengaruh terhadap kejadiab diare pada anak balita yaitu pendidikan dan
pekerjaan orang tua, serta umur anak. Terdapat hubungan yang signifikan dengan
tingkat kolerasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku pencegahan
diare pada anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki, maka
perilaku pencegahan terhadap penyakit diare akan semakin baik. Kejadian diare
lebih sering muncul pada bayi dan balita yang status ekonomi keluarganya rendah.
Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan fasilitas kesehatan yang dimiliki
akan baik pula. Faktor lain ialah umur, semakin muda usia anak maka semakin
tinggi kecenderungan terserang diare (Utami, dkk. 2016).
Faktor ketiga adalah faktor perilaku. Pemberian air susu ibu (ASI) eksklutif dan
kebiasaan mencuci tangan merupakan faktor perilaku yang berpengaruh dalam
penyebaran kuman enterik dan menurunkan resiko terjadinya diare. Perilaku yang
dapat mengurangi resiko terjadinya diare adalah mencuci sayur dan buah sebelum
dikonsumsi, karena salah satu penyebaran diare adalah melalui penyajian
makanan yang tidak matang atau mentah (Utami, dkk. 2016).
6. Pengobatan dan Tindakan
Pada dasarnya, jika tidak mendapatkan penanganan yang
tepat, balita yang menderita diare dapat mengalami gangguan
pertumbuhan karena kurangnya asupan gizi. Untuk menghindari
akibat yang fatal, orang tua dan ahli kesehatan harus melakukan
pengobatan yang tepat. Beberapa prinsip pengobatan diare
dapat dilakukan diantaranya adalah :
Rehidrasi
Ketika balita mengalami diare, banyak cairan keluar dari
tubuhnya. Oleh karena itu, diperlukan penggantian cairan yang
hilang

atau disebut rehidrasi. Pemberian cairan bisa melalui

mulut (diminum) maupun insfus (jika balita mengalami dehidrasi
berat).
6
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang

Review Jurnal, April-2018.

Memberi asupan gizi yang baik
Saat balita mengalami diare, banyak zat yang dibutuhkan oleh
tubuh dikeluarkan bersama tinja. Oleh karena itu, makanan dan
asupan nutrisi yang memadai harus tetap diberikan agar balita
memiliki energi yang cukup, sehingga membantu pemulihan
kesehatannya.
Pemberian obat seperlunya
Pemberian obat secara berlebihan bukanlah cara yang tepat
dalam mengatasi diare yang diderita oleh balita. Bahkan, hal itu
dapat mengakibatkan diare kronik. Sebagian besar diare dapat
disembuhkan tanpa pemberian antibiotik dan antidiare

(Firda

dan Maya, 2013).
Dalam pelaksanaannya, terlihat prioritas pengobatan diare
pada balita adalah dengan mengganti cairan tubuh yang hilang,
untuk mengurangi angka kematian pada penderita karena
gangguan

keseimbangan

elektrolit

asam-basa.

WHO

menganjurkan untuk memberikan oralit yang digunakan sebagai
pengganti cairan tubuh yang hilang karena diare, mencegah
dehidrasi, mengobati dehidrasi dan mencegah dehidrasi kembali
pada penderita yang dehidrasinya sudah teratasi. Bila pemberian
oralit gagal, maka penderita harus diberikan cairan yang hilang
secara intravensi dan harus dirawat di rumah sakit (WHO, 2010).
Selain itu menurut Depkes (1990) dalam mengobati dehidrasi
perlu

diketahui

derajat

keparahan

dehidrasi

karena

pengobatannya digolongkan berdasarkan derajat keparahan
dehidrasi yaitu tanpa dehidrasi (rencana A), dehidrasi ringan
atau sedang (rencana B), dan dehidrasi berat (rencana C).
Tindakan pecengahan diare pada anak paling baik dari pada pengobatan,
caranya dengan menjaga kebersihan. Misalnya, pada saat pembuatan susu jangan
membuat susu dari air yang terkontaminasi kuman. Sesudah membuang kotoran,
cuci tangan dengan cairan antiseptik. Sedangkan jika anak diare diberikan cairan
pengganti untuk pertolongan pertama atau berikan oralit. Jika anak sudah mencret
7
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang

Review Jurnal, April-2018.

yang sangat hebat sampai buang air kecilnya sulit atau tidak ada dan anak lemas,
harus segera dibawa ke rumah sakit (Irianto, 2014).
7. Kesimpulan
Hubungan pengetahuan dan tindakan ibu dalam mengatasi kejadian dehidrasi pada
anak balita sangatlah penting. Karena jika konsep pengetahuan dari seorang ibu
rendah maka hal tersebut dapat mempengaruhi tindakan nya dalam mengatasi
kejadian dehidrasi pada naka balita sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hal
yang tidak di inginkan (kematian. Oleh sebab itu suatu pengetahuan sangatlah
penting untuk dipahami secara baik dan tepat supaya tindakan berupa pencegahan
dan pengobatan berjalan dengan baik. Dan berdampak pada kesembuhan yang
diharapkan.

8. Daftar Pustaka
Anggraeni, N.D., dan Farida. S., 2011. Situasi Diare di Indonesia.
Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Triwulan II: 1-6.
Depkes. R.I., 1990. Buku Ajar Diare. Penerbit : Ditjen PPM & PLP:
31-40. Jakarta.
Depkes R.I. 2011. Lintas Diare Lima Langkah Tuntaskan Diare.
Penerbit

:

Depertemen

Kesehatan

RI

Direktorat

Jendral

Pengendalian Penyakit dan penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Farida, 2016. Hubungan Pengetahuan Tentang Diare Dengan Sikap Ibu Balita
Dalam Penanganan Diare Di Posyandu Desa Kalibaru Kecamatan Kalidawir
Kabupaten Tulungagung. NurseLine Journal, Vol. 1, No, 1. Mei 2016.

8
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang

Review Jurnal, April-2018.

Farthing M, Salam MA, Lindberg G, Dite P, Khalif I, Salazar-Lindo E, et al.
Acute diarrhea in adults and children: A global perspective. World
Gastroenterology Organisation Global Guidelines. Journal Clin Gastroenterol.
2013; 47(1): 12-20.
Firda dan Maya, 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit : D-Medika.
Yogyakarta.
Irianto, Koes. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan
Klinis. Penerbit : Alfabeta. Bandung
Lukman, Zulkifli Amin, 2015. Tataklasana Diare Akut. Jurnal Continuing
Medical Education, vol. 42, No. 7. Tahun 2015.
Meivi, Yusinta Christy, 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Dehidrasi Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijudan. Jurnal
Berkala Epidemiologi, vol. 2, No. 3. September 2014.
Mentari F, Jannah, dkk. 2016. Hubungan Antara Pengetahuan Dan Tindakan
Pencegahan Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Tikala Baru
Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 5, No. 3. Agustus 2016.
Nurul, Utami, dkk. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada
Anak. Jurnal Majority, Vol. 5, No. 4, Oktober 2016.
Riset Kesehatan Dasar. 2007. Prevalensi Diare. Penerbit : Depkes
RI. Jakarta.
Rusdi, dkk. 2012. Evaluasi Penggunaan Obat Diare Terhadap Kesesuain Obat dan
Dosis pada Pasien Anak Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
Jakarta (Data Rekam Medis Periode 1 Juli – 31 Desember 2009). Skiripsi pdf.
Fakultas Farmasi Uhamka.
Susana, Surya Sukut, dkk. 2015. Faktor Kejadidan Diare Pada Balita Dengan
Pendekatan Teori Nola J. Pender Di IGD RSUD Ruteng. Jurnal Pediomaternal,
vol. 3, No. 2. April-Oktober 2015.
World Health Organization, 2010. WHO Recommendations On The Management
Of Diarrhea And Pneumonia In HIV-Infected Infants And Children. Penerbit :
Genava. World Health Organization.

9
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang

Review Jurnal, April-2018.

10
Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang