1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Garis- garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas manusia Indonesia dimasa yang akan datang harus lebih baik dari sekarang. Kualitas manusia dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu segi sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Dari aspek gizi, kualitas manusia diartikan dalam 2 hal pokok, yaitu: kecerdasan otak atau kemampuan intelektual dan kemampuan fisik atau produktifitas kerja (Supariasa, 2002).

  Masa balita merupakan masa transisi yang sangat penting dimana pertumbuhan dan perkembangan yang sangat dominan tampak terjadi dalam masa ini mulai dari belajar merangkak, turun ke tanah, belajar mengunyah, berbicara bahkan masa ini disebut sebagai golden period karena ini merupakan suatu periode emas untuk masa pertumbuhan otak sebagai organ vital suatu sumber daya manusia. Menurut Sanoesi (2003) anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang sangat rawan terhadap masalah gizi. Mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dalam periode ini sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Seandainya terjadi kurang gizi bahkan sangat kurang maka dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial, dan intelektual yang lebih spsifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan dan keterlambatan perkembangan otak serta dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi.

  Oleh sebab itu masa ini merupakan periode yang sangat menentukan bagaimana kualitas seorang manusia dewasa nantinya sehubungan dengan anak sebagai bagian dari sumber daya manusia sebagai penerus estafet kepemimpinan bangsa di masa mendatang. Kita semua menaruh harapan agar anak-anak dapat tumbuh kembang sebaik-baiknya, sehingga kelak menjadi orang dewasa yang sehat fisik, mental dan sosial. Dengan demikian dapat mencapai produktifitas sesuai dengan kemampuannya dan berguna bagi nusa dan bangsa (Soetjiningsih, 2002). Generasi yang berkualitas sangat diperlukan untuk membangun bangsa menjadi lebih baik

  Menciptakan kesehatan yang baik dan kecerdasan anak maka faktor yang paling penting untuk mendukung adalah gizi dimana apabila terjadi kekurangan gizi maka dapat menyebabkan berat badan kurang, mudah terserang penyakit, badan letih, penyakit defisiensi gizi, malas, terhambat pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik, psikomotor, dan maupun mental (Rahayu, 2008).

  Menurut Alan Berg dan Robert (1985), keadaan kesehatan manusia dan juga kesehatan bangsa dapat ditingkatkan dengan jalan perbaikan gizi tetapi juga sangat tergantung pada keadaan ekonomi, pendidikan, lingkungan hidup. Gizi bukan merupakan titik pusat dari pembangunan, tetapi merupakan bagian penting dari pembangunan yang patut mendapatkan lebih banyak perhatian.

  Malnutrisi atau kerapkali disebut sebagai gizi buruk menjadi masalah yang masih terjadi pada balita yang berpengaruh terhadap rentannya terhadap penyakit infeksi khususnya Negara berkembang seperti Indonesia. Tak bisa dipungkiri bahwa anak-anak sebagai generasi penerus bangsa ini yang hidup di alam yang memberi lebih kekayaan flora dan fauna tetapi masih tidak sedikit yang mengalami gizi buruk atau kurang energi protein dalam jangka waktu yang lama.

  Masalah kekurangan gizi terjadi karena banyak faktor yang saling mempengaruhi. Di tingkat rumah tangga, kekurangan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku, dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya kekurangan gizi

  Pola asuh pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai.

anak dalam setiap keluarga tidak selalu sama. Secara keseluruhan mutu asuhan dan

perawatan anak yang kurang memadai disebabkan kurangnya pengetahuan dan

perhatian ibu dan merupakan pokok pangkal terjadinya malapetaka yang menimpa

bayi dan anak-anak menuju ke jurang kematian (Soekirman, 2000).

  Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi gizi buruk di Indonesia berdasarkan indeks BB/U sebesar 5,4%, gizi kurang 13%, sedangkan menurut indeks BB/TB sangat kurus 6,2%, kurus 7,4%. Pada tahun 2010 prevalensi gizi buruk berdasarkan indeks BB/U sebesar 4,9%, gizi kurang 13% Jika dibandingkan dengan prevalensi di Propinsi Sumatera Utara jauh lebih tinggi yaitu pada tahun 2007 menurut indeks BB/U gizi buruk 8,4%, gizi kurang 14,3%, menurut indeks BB/TB sangat kurus 9,1%, kurus 7,9% dan pada tahun 2010 prevalensi berdasarkan indeks BB/U gizi buruk 7,8%, gizi kurang 13,5%, sedangkan berdasarkan BB/TB kurus 5,6% dan kurus 8,4% (Riskesdas, 2010).

  Prevalensi balita gizi buruk dan kurang berdasarkan survey Penilaian Status Gizi (PSG) tahun 2005-2009 mengalami penurunan khususnya sejak tahun 2006. Penurunan ini cukup bermakna terutama pada kasus balita dengan gizi buruk yang mampu diturunkan hampir 50% dalam kurun waktu 3 tahun (2006- 2009) yaitu dari sekitar 8% menjadi 4%. Dilain pihak, dalam kurun waktu yang sama, penurunan kasus gizi kurang lebih lambat sekitar 20% yaitu dari sekitar 21% menjadi 16%. Dengan angka sebesar 20,2% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi (standar WHO; 5- 9% rendah, 10-19% medium, 20-39% tinggi, >40% sangat tinggi).

  Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan oleh Kemenkes tahun 2010, menunjukkan hasil yang sedikit berbeda dengan Survey PSG tahun 2009. Prevalensi balita dengan gizi buruk dan kurang di Provinsi Sumatera Utara yaitu 21,4%, dan angka ini mengalami penurunan dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2007 yaitu 22,7%. Pada Profil Kesehatan Kabupaten/Kota tahun 2012, dari 1.141.496 balita yang ditimbang, terdapat 42.190 (3,70%) balita yang menderita gizi kurang, sedangkan yang menderita gizi buruk ada sebanyak 1.208 (0,11%). Dibandingkan tahun 2011, persentase balita gizi kurang sebesar 2,81%, artinya mengalami peningkatan sebesar 0,69%. Sedangkan penderita gizi buruk tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 0,29% dari tahun 2011 sebesar 0,4%. Selain masalah balita dengan gizi buruk dan kurang, fenomena obesitas balita mengalami gizi lebih meningkat pada tahun 2012 menjadi sebesar 1,58% (Riskesdas, 2013).

  Berdasarkan data surveilans gizi buruk yang dilaksanakan pada tahun 2008 di Kota Medan berdasarkan indeks BB/U gizi buruk sebanyak 447 balita (0,6%), gizi kurang 6545 balita (9,6%), tahun 2009 terdapat gizi buruk sebanyak 761orang (0,6%), gizi kurang sebanyak 7036 orang ( 5,9%), tahun 2010 terdapat gizi buruk sebesar 1018 balita (0,8%), gizi kurang 5466 balita (4,6%) (Dinkes Kota Medan), 2010). Meskipun kota Medan bukan merupakan kota yang paling tinggi angka balita gizi buruknya namun ini tetap menjadi masalah yang harus ditangani hingga tuntas.

  Medan Utara merupakan salah satu daerah Medan yang angka balita gizi buruknya tinggi khususnya daerah Medan Labuhan dimana Puskesmas yang wilayah kerjanya di daerah tersebut adalah Puskesmas Medan Labuhan, Pekan Labuhan, dan Martubung.

  Apabila masalah ini diabaikan maka kemungkinan terburuk yang terjadi 30 tahun kedepan adalah lost generation dimana terjadi penurunan kualitas manusia dari berbagai aspek yang akan mempengaruhi kinerja/ produktifitas sehingga saat kinerja buruk maka hasil pun rendah. Sehingga menciptakan kualitas SDM yang lebih baik harus dimulai dari sejak dini yaitu memperhatikan status gizi balita

  Sesuai dengan rekomendasi dari World Health Organisation (WHO) dalam penanganan kasus gizi buruk, pemerintah membuat program PPG (Pusat Labuhan dan Pekan Labuhan. PPG merupakan tempat pemberian makanan tambahan disertai dengan terapi diet dan medis pada anak yang menderita gizi buruk (sangat kurus) yang bertujuan menurunkan angka kematian balita. Dalam pelaksanaan dietnya diberikan makanan tambahan pemulihan.

  Hasil penelitian Betti (2009) yang dilakukan di Kabupaten Rokan Hulu menunjukkan bahwa status gizi balita yang dilihat dari hasil pemantauan berdasarkan indeks BB/U setelah mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) selama 3 bulan mengalami peningkatan. Dimana sebelum mendapatkan PMTP balita dengan status gizi kurang sebanyak 48 orang(100%) tetapi setelah mendapatkan PMT-P pada bulan I satus gizi balita menjadi baik sebanyak 21 orang (43,3%) dan status gizi kurang sebanyak 27 orang (56,2%) serta tidak terdapat balita yang mempunyai status gizi lebih dan gizi buruk. Pada bulan II balita dengan status gizi baik sebanyak 33 orang (68,8%) dan status gizi kurang sebanyak 13 orang (27,1%) dan status gizi buruk ssebanyak 2 orang (4,1%) serta tidak terdapat balita yang mempunyai status gizi lebih. Sedangkan pada bulan III balita dengan status gizi baik sebanyak 36 orang (54,2%), kurang sebanyak 9 orang (18,8%) dan buruk sebanyak 3 orang (6,2%) serta tidak terdapat balita dengan status gizi lebih. Masih terdapatnya 3 orang balita dengan status gizi buruk disebabkan karena balita sering mengalami sakit terutama penyakit infeksi seperti diare dan ISPA.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas maka yang menjadi badan balita gizi buruk setelah mendapatkan PMT-Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan.

1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk mengetahui bagaimana perubahan berat badan balita gizi buruk di Puskesmas Pekan Labuhan setelah diberikan PMT-P.

  1.3.2 Tujuan Khusus

  1. Diketahuinya perubahan berat badan balita gizi buruk yang mendapat PMT-P di Puskesmas Labuhan tahun 2013

  2. Diketahuinya gambaran jenis,jumlah, dan frekuensi PMT-P balita gizi buruk di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

  1.4 Hipotesis Penelitian

  Ada pengaruh pemberian PMT-P pada balita gizi buruk di Puskesmas Pekan Labuhan terhadap berat badan balita

  1.5 Manfaat Penelitian 1.

  Untuk Puskesmas Sebagai sumber informasi untuk Puskesmas dalam hal pencapaian berat badan balita gizi buruk selama diberikan PMT-P.

2. Untuk masyarakat

  Sumber informasi tentang pengaruh PMT-P dengan peningkatan berat badan balita gizi buruk selama perawatan.

Dokumen yang terkait

2.1 Rancangan Faktorial - Aplikasi Metode Permukaan ResponTerhadap Kehilangan Minyak Berdasarkan Suhu, Waktu dan Tekanan Pada Proses Perebusan Kelapa Sawit di PT. Socfin Indonesia Bangun Bandar

0 0 11

Aplikasi Metode Permukaan ResponTerhadap Kehilangan Minyak Berdasarkan Suhu, Waktu dan Tekanan Pada Proses Perebusan Kelapa Sawit di PT. Socfin Indonesia Bangun Bandar

0 2 12

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Konsep Strategi - Peran Strategi Promosi Dalam Meningkatkan Volume Penjualan (Studi Pada Butik Keika Di Medan)

0 0 25

Kuesioner Penelitian Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah ( Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2015

0 0 30

Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105

0 0 7

Hubungan Faktor Resiko dengan Terjadinya Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) Pada Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) di Pelabuhan Belawan Medan Tahun 2105

0 0 16

Karakteristik Wanita Penderita Kista Ovarium di Rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar Tahun 2011-2013

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kista Ovarium - Karakteristik Wanita Penderita Kista Ovarium di Rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar Tahun 2011-2013

0 1 21

Karakteristik Wanita Penderita Kista Ovarium di Rumah Sakit Vita Insani Pematang Siantar Tahun 2011-2013

0 0 17

Peningkatan Berat Badan Balita Gizi Buruk yang Mendapat Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan di Puskesmas Pekan Labuhan Tahun 2013

0 2 25