Baskoro & Wardhani, SNA 2014, Volatilitas, Mgt Laba, kebijakan investasi

ANALISIS PENGARUH VOLATILITAS LABA DAN MANAJEMEN LABA RIIL DAN AKRUAL TERHADAP KEBIJAKAN INVESTASI MAHARDHIKA PRASETYADI BASKORO, RATNA WARDHANI PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DEPOK

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis pengaruh volatilitas laba yang dimiliki oleh perusahaan terhadap praktek manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2010 dengan menggunakan 102 perusahaan sampel sehingga total observasi berjumlah 408 observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volatilitas laba berpengaruh secara positif terhadap praktek manajemen laba, yaitu manajemen laba riil melalui manipulasi biaya produksi. Selain itu, volatilitas laba yang tinggi berpengaruh positif lebih besar terhadap praktek manajemen laba riil dibandingkan manajemen laba akrual.

Penelitian ini juga menganalisis pengaruh praktek manajemen laba yang dilakukan perusahaan tersebut terhadap kebijakan over/ under investment perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek manajemen laba akrual- lah berhubungan positif dengan adanya kebijakan over/ under investment perusahaan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa manajemen laba akrual memberikan pengaruh positif lebih besar pada kebijakan over/ under investment perusahaan dibandingkan dengan jenis manajemen laba riil. Kata kunci: Volatilitas laba, kebijakan over/ under investment perusahaan,

manajemen laba, diskresi akrual, biaya produksi abnormal, arus kas operasi abnormal.

ABSTRACT

This research discusses about the analysis of the impact of earning volatility toward the practice of earning management through real activities and accrual manipulation on the manufacture sector company listed on the Indonesia Stock Exchange in 2007-2010 by using 102 companies as samples, result in 408 total observations. The result shows that earning volatility has a positive relationship with the practice of real activities earning management through production cost manipulation. Then, the earning volatility has bigger positive relationship with the earning management through real activities than earning management through accruals.

This research also discusses the impact analysis of earning management toward the over/ under investment policy of the company. The result shows that only earning management through accruals has positive relationship with over/ under investment policy. This research also shows that earning management through accruals has bigger positive relationship with the over/ under investment policy than earning management through real activities.

Key words: Earning volatility, the over/under investment policy, earning management, discretionary accruals, abnormal production cost, abnormal cash flow from operation.

Pendahuluan

Bagi perusahaan dan para pemegang kepentingan di dalamnya, laba perusahaan merupakan sebuah indikator baik buruknya sebuah perusahaan dalam mengelola kegiatan bisnisnya. Kemampuan menghasilkan laba oleh perusahaan sangat didukung oleh kemampuan manajemen memaksimalkan sumber daya yang dimiliki perusahaan dan kondisi pasar tempat perusahaan berada. Perusahaan dalam kenyataannya tidak selalu memiliki laba yang terus meningkat, melainkan mengalami naik turun di sepanjang tahun operasinya. Volatilitas laba inilah yang mempengaruhi pengambilan keputusan oleh para pemegang kepentingan atau stakeholder perusahaan tersebut. Menurut penelitian Fudenberg dan Tirole (1995) para pemegang saham tidak begitu menyukai fluktuasi laba yang besar tiap tahunnya karena dengan adanya fluktuasi atau volatilitas laba yang besar akan menganggap investasi yang dilakukan investor tersebut memiliki suatu resiko yang dapat mempengaruhi motivasi investor untuk berinvestasi.

Manajemen sebagai pihak yang menguasai informasi, termasuk informasi mengenai laba perusahan yang berfluktuasi, memiliki kewenangan dalam menentukan informasi yang disajikan kepada pihak lain termasuk keleluasaan (diskresi) memilih dan mengganti metode akuntansi dan nilai estimasi akuntansi yang akan mempengaruhi informasi laporan keuangan. Investor dan kreditur merupakan pengguna laporan keuangan yang sering kali terkena dampak dari diskresi manajemen tersebut. Dari sekian banyak informasi yang diperhatikan investor dalam suatu laporan keuangan,pada umumnya yang menjadi pusat perhatian adalah informasi laba. Para investor sering kali fokus pada laba perusahaan tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut (Beattie et al, 1994). Kondisi inilah yang sering dimanfaatkan manajer untuk melakukan manajemen laba.

Manajemen laba (earning management) memiliki definisi sebagai upaya manajerial untuk mengintervensi informasi yang ada di dalam laporan keuangan dengan cara memanfaatkan kebebasan memilih dan menggunakan metode akuntansi dan menentukan nilai estimasi akuntansi. Menurut Peasnell et al. (2000) dijelaskan bahwa ada dua instrument manajemen laba yaitu keputusan terkait pelaporan keuangan murni seperti perubahan metode akuntansi, yang selanjutnya yang kemudian disebut manajemen laba akrual dan keputusan operasi riil seperti penjualan asset dan perubahan pada pengeluaran R&D yang kemudian disebut manajemen laba riil.

Penelitian mengenai manajemen laba telah banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian Ashari et al. (1994) menyimpulkan bahwa di Indonesia terdapat indikasi perataan laba dan yang menjadi sasaran umum atas perataan laba tersebut adalah laba operasi. Kesimpulannya adalah perataan laba cenderung dilakukan oleh perusahaan yang profitabilitasnya rendah dan cenderung beresiko (Rahmania, 2007). Dalam penelitian Salno dan Baridwan (2000) mengenai return, resiko saham dan praktik perataan laba menyimpulkan tidak adanya perbedaan antara return dari perusahaan smoothers ataupun non-smoothers dalam pemberian return saham mereka. Oktorina (2008) berhasil menemukan bukti bahwa perusahaan melakukan manajemen laba riil melalui arus kas kegiatan operasi dan mempengaruhi kinerja pasar pada kelompok 50 perusahaan terbaik menurut SWA100 yang memiliki total aktiva diatas Rp 1 triliun dan EVA terbaik pada periode tahun 2001 sampai dengan 2006. Sahabu (2009) menemukan adanya motivasi manajemen laba pada saat perusahaan melakukan right issue dengan menggunakan ukuran manajemen laba klasik, yaitu proksi akrual diskresioner jangka pendek dan akrual diskresioner jangka panjang serta manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi, tetapi tidak dapat membuktikan adanya manipulasi aktivitas riil pada biaya produksi dan biaya diskresioner.

Praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer juga mempengaruhi kebijakan investasi yang dilakukan perusahaan. Adanya volatilitas laba yang dihasilkan dari kegiatan operasi perusahaan menyebabkan penilaian terhadap perusahaan oleh pihak luar seperti pemegang saham, kreditur, dan supplier menjadi tidak menentu. Penilaian ini yang kemudian berpengaruh kepada besar kecilnya kemungkinan perusahaan untuk mendapat dana segar dari kreditur. Dana segar ini didapatkan dari para kreditur seperti bank atau lembaga pinjaman lainnya yang kemudian oleh manajer akan digunakan untuk menjalankan proyek baru bagi perusahaan.

Beberapa penelitian untuk meneliti pengaruh manajemen laba terhadap investasi sudah pernah dilakukan. Biddle, Hillary dan Verdi (2006) menemukan bahwa kualitas informasi akuntansi yang baik dapat mengurangi informasi asimetris antara manajer dengan penyedia modal yang kemudian akan menciptakan investasi perusahaan yang lebih efisien. Verdi (2006) menemukan juga bahwa kualitas akrual perusahaan berhubungan negatif signifikan terhadap kebijakan over/under investment perusahaan. Belum banyak penelitian yang dilakukan untuk mengungkap pengaruh volatilitas laba, pengaruhnya terhadap manajemen laba, baik akrual maupun riil dan pengaruhnya

Dalam penelitian kali ini, penulis bermaksud meneliti mengenai pengaruh volatilitas laba perusahaan terhadap manajemen laba, baik akrual maupun riil, dan pengaruh manajemen laba tersebut terhadap kebijakan perusahaan dalam menentukan kebijakan investasi mereka di masa depan, apakah investasi yang dilakukan manajer tersebut melebihi target investasi (over-investment) atau justru malah berada di bawah target investasi (under-investment) pada perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini perlu dilakukan mengingat Indonesia merupakan lahan investasi segar bagi para investor asing dan besarnya investasi yang akan dilakukan perusahaan didasarkan dari ekspektasi investor, kreditor dan pihak-pihak lain yang berkepentingan yang bergantung pada besarnya pertumbuhan pendapatan perusahaan. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penelitian ini ingin menyeldiki secara empiris beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah volatilitas laba yang terjadi pada perusahaan berpengaruh pada tingkat praktik manajemen laba?

2. Apakah perusahaan yang melakukan praktik manajemen laba di tahun sebelumnya akan melakukan over atau under-investment di tahun selanjutnya ?

3. Apakah praktik manajemen laba riil memberikan pengaruh positif yang lebih besar daripada manajemen laba akrual bagi perusahaan dalam melakukan investasi?

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Teori Keagenan

Perusahaan merupakan pusat perjanjian kontrak antara berbagai pihak yang masing-masing memiliki kepentingan berbeda, yaitu pemegang saham, manajemen yang diwakili oleh manajer, supplier dan pihak-pihak lainnya termasuk calon investor dan karyawan. Teori yang menjelaskan hubungan antara pihak-pihak tersebut (pihak principal dan agent) disebut teori keagenan (agency theory). Masalah yang mendasari dari teori keagenan adalah konflik kepentingan antara pemilik dan manajer dalam perusahaan tersebut. Manajer yang disebut agen dan pemilik yang disebut principal merupakan dua pihak yang masing masing memiliki tujuan berbeda dalam mengendalikan perusahaan terutama menyangkut bagaimana memaksimumkan kepuasan dan kepentingan dari hasil yang dicapai melalui aktivitas usaha (Tjager, 2003)

Wolk et al. (2004) menyebutkan bahwa perbedaan kepentingan yang terdapat dalam perusahaan antar pemilik dan manajer merupakan dua kepentingan yang saling berbeda. Pemilik perusahaan lebih tertarik untuk memaksimalkan return on investment (ROI) dan menginginkan kestabilan harga, sementara manajer cenderung memiliki motivasi yang lebih luas baik dari sisi ekonomi maupun psikologi untuk memaksimumkan total kepuasannya. Teori keagenan ini berlaku terhadap kegiatan manajemen dalam pembuatan keputusan akan investasi di mana manajer yang berperan sebagai agent tersebut melakukan kebijakan untuk mengelola investasi perusahaan pada tahun berjalan sebagai perwakilan dari para pemegang saham sebagai principal. Manajer dituntut untuk melaporkan laporan keuangan perusahaan dengan wajar dan dapat diandalkan kepada pihak-pihak yang menggunakan laporan keuangan tersebut. Adanya tindakan manajemen laba,baik manajemen laba riil maupun akrual yang dilakukan saat manajer mengusulkan untuk diadakannya suatu proyek investasi baru bagi perusahaan, menunjukkan adanya agency problem yang timbul yang dapat merugikan para stakeholder perusahaan di masa depan.

Manajemen Laba

`Menurut Aprilia (2010), praktik manajemen laba merupakan hasil dari pertimbangan manajer dalam pelaporan dan penyusunan laporan keuangan untuk merubah informasi yang terkandung dalam laporan keuangan akan kinerja ekonomi organisasi atau untuk mempengaruhi hasil sesuai dengan kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dapat menyesatkan pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya. Secara umum, praktek manajemen laba yang biasa dilakukan perusahaan terbagi dua yaitu manajemen laba melalui aktivitas riil perusahaan dan manajemen laba melalui kebijakan akrual.

Manajemen Laba melalui Manipulasi Aktivitas Riil

Menurut Roychowdhury (2006) kegiatan manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil merupakan kegiatan yang berangkat dari praktik operasional yang normal, yang dimotivasi oleh manajer yang berkeinginan untuk menyesatkan beberapa stakeholder untuk percaya bahwa tujuan pelaporan keuangan tertentu telah dipenuhi dalam operasi normal. Kegiatan manipulasi aktivitas riil sebenarnya tidak memberikan Menurut Roychowdhury (2006) kegiatan manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil merupakan kegiatan yang berangkat dari praktik operasional yang normal, yang dimotivasi oleh manajer yang berkeinginan untuk menyesatkan beberapa stakeholder untuk percaya bahwa tujuan pelaporan keuangan tertentu telah dipenuhi dalam operasi normal. Kegiatan manipulasi aktivitas riil sebenarnya tidak memberikan

Gunny (2005) melakukan penelitian tentang konsekuensi dari manajemen laba riil. Empat aktivitas utama manajemen laba riil yang digunakan adalah: a) mengurangi biaya diskresioner riset dan pengembangan, b) mengurangi biaya diskresioner penjualan dan biaya administrasi dan umum, c) melakukan timing penjualan aktiva tetap untuk menaikkan laba, dan d) overproduction, diskon harga atau keringanan kredit untuk menaikkan penjualan atau mengurangi biaya produksi. Terdapat dua alasan yang mendasari dipilihnya manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil daripada manipulasi akrual yaitu (1) manipulasi akrual lebih sering dijadikan pusat pengamatan atau inspeksi oleh auditor dan regulator daripada keputusan tentang penentuan harga dan produksi. Sehingga pilihan akuntansi yang dilakukan terkait dengan akrual pada perusahaan mempunyai risiko yang lebih besar terhadap pemeriksaan oleh pihak yang berwenang di pasar modal dan perusahaan akan mendapatkan sangsi apabila terbukti melakukan penyimpangan standar akuntansi yang berlaku umum dengan tujuan untuk memanipulasi laba, dan (2) hanya menitikberatkan perhatian pada manipulasi akrual merupakan tindakan yang berisiko. Selain itu, perusahaan mungkin mempunyai fleksibilitas yang terbatas untuk mengatur akrual, misalnya keterbatasan dalam melaporkan akrual diskresioner (Graham et al, 2005). Menurut Roychowdhury (2006), manajemen laba riil dapat dideteksi melalui 3 hal yaitu arus kas operasi, biaya produksi dan biasa diskresioner perusahaan.

Cara yang digunakan oleh manajer dalam praktik manipulasi arus kas operasi tersebut di antaranya adalah dengan melakukan manipulasi penjualan. Manajer menggunakan kebijakan diskon besar-besaran sebagai salah satu tools untuk meningkatkan penjualan dan berdampak pada arus kas operasi yang masuk ke dalam perusahaan. Dengan demikian, volume penjualan perusahaan pada tahun tersebut akan naik. Cara yang lainnya adalah dengan pemberian kredit ringan yang akan meningkatkan penjualan namun memperkecil arus kas operasi yang masuk ke dalam perusahaan atau penundaan pembayaran bahan baku kepada supplier sehingga volume arus kas di dalam perusahaan menjadi tinggi.

Dalam biaya produksi, pihak manajemen kerap kali memanipulasinya dengan cara membesarkan volume produksi di tahun berjalan. Pada penelitian yang dilakukan Roychowdhury (2006) biaya produksi merupakan jumlah dari harga pokok penjualan Dalam biaya produksi, pihak manajemen kerap kali memanipulasinya dengan cara membesarkan volume produksi di tahun berjalan. Pada penelitian yang dilakukan Roychowdhury (2006) biaya produksi merupakan jumlah dari harga pokok penjualan

Proxy dari manajemen laba riil yang selanjutnya adalah biaya diskresioner. Biaya diskresioner merupakan biaya yang outputnya tidak bisa diukur secara moneter dan bergantung pada kebijakan manajemen. Roychowdhury (2006) menyebutkan bahwa biaya diskresioner merupakan penjumlahan dari biaya iklan, biaya penelitian dan pengembangan, biaya pemeliharaan serta biaya penjualan, umum dan administrasi. Di Indonesia, biaya iklan, biaya penelitian dan pengembangan sering ditemukan sudah termasuk dalam biaya penjualan, umum dan administrasi yang dinyatakan sebagai beban usaha (Aprilia, 2010). Manajemen kerap kali mengurangi volume biaya diskresioner ini karena biaya – biaya ini tidak segera menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Dengan berkurangnya biaya diskresioner ini , laba perusahaan akan meningkat dan arus kas operasi juga akan meningkat.

Manajemen Laba melalui Kebijakan Akrual

Manajemen laba berbasis akrual dilakukan karena adanya keleluasaan kebijakan dari manajemen dalam menentukan suatu praktik akuntansi terhadap suatu account dalam neraca. Menurut Sri Sulistyanto (2008), praktik akrual ini dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan dan menyusun laporan keuangan.

Praktik manajemen laba berbasis akrual dapat dilakukan apabila manajemen telah memiliki pengetahuan yang baik dalam bidang akuntansi. Manajer sama sekali tidak melibatkan arus kas perusahaan dan hanya bermain pada pos - pos neraca di akhir tahun neraca. Praktik berbasis akrual menyatakan bahwa perusahaan dapat mengakui pendapatan atau beban sesuai dengan waktu substansinya dan tidak memperhatikan kapan arus kas masuk atau keluar. Biaya dapat diakui dalam waktu tertentu walaupun pengeluaran kas telah terjadi pada waktu sebelumnya, begitu juga sebaliknya, jika biaya baru diakui di periode akan datang walaupun pengeluaran kas telah terjadi di periode berjalan.

Manajemen Laba dan Kegiatan Investasi

Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no 13 (revisi 2007), investasi memiliki definisi sebagai suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, dividen dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi, atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Investasi berupa properti (tanah atau bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai oleh pemilik atau penyewa untuk menghasilkan nilai sewa dan tidak digunakan dalam kegiatan produksi, barang dan jasa atau kegiatan administratif dan tidak dijual dalam kegiatan sehari-hari.

Penelitian mengenai hubungan investasi perusahaan dan informasi asimetris dilakukan oleh Biddle, Hilary dan Verdi (2006) mengenai hubungan kualitas informasi akuntansi terhadap investasi perusahaan yang efisien, McNichols dan Stubben (2008) yang meneliti tentang hubungan praktek manajemen laba yang dilakukan perusahaan- perusahaan di Amerika yang dituntut oleh SEC terhadap kebijakan over-under investment perusahaan dalam kegiatan investasinya. Manajer melakukan manajemen laba untuk mendapatkan dana dari investor maupun kreditur kemudian mereka menginvestasikan dana tersebut secara besar-besaran pada tahun penerbitan laporan keuangan kemudian mengurangi jumlah investasi mereka secara signifikan di tahun berikutnya (McNichols dan Stubben, 2008).

Pengembangan Hipotesis

Dalam penelitian ini, penulis ingin meneliti pengaruh dari volatilitas laba dan pengaruhnya terhadap praktik manajemen laba, baik akrual maupun riil dan pengaruh manajemen laba tersebut terhadap keputusan over / under investment manajer. Seperti yang sudah dijelaskan, manajer memiliki kecenderungan untuk lebih memilih manajemen laba riil dibandingkan manajemen laba akrual dengan alasan manajemen laba riil tidak beresiko seperti manajemen laba akrual dan aman dari jangkauan auditor, walaupun efek negatifnya adalah perusahaan dapat kehilangan arus kas operasinya di masa depan. Namun demikian, di Indonesia ternyata lebih banyak perusahaan yang menggunakan manajemen laba akrual dibandingkan manajemen laba riil, terbukti dari banyaknya penelitian mengenai manajemen laba akrual yang telah dilakukan oleh para peneliti.

Volatilitas Laba dan Manajemen Laba

Menurut Fudenberg dan Tirole (1995) serta Jones (2007), perusahaan cemas akan adanya fluktuasi laba yang timbul karena dapat menyebabkan investor mencabut investasi mereka di perusahaan. Adanya kemungkinan perusahaan tidak membagikan dividen akibat fluktuasi laba mereka atau mereka tidak mampu membayarkan barang yang mereka beli atau membayar pokok pinjaman yang diberikan kepada perusahaan membuat pihak-pihak eksternal seperti investor, kreditur maupun supplier menghindari perusahaan dengan fluktuasi laba yang tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Bradley et al. (1984) yang menyatakan bahwa adanya kenaikan volatilitas laba dapat menurunkan penawaran hutang terhadap perusahaan oleh kreditur.

Dalam penelitiannya, Wang dan Williams (1994) membuktikan bahwa fluktuasi laba yang tinggi menyebabkan pihak manajemen melakukan praktik manajemen laba. Maka dari itu penulis membuat hipotesis sebagai berikut : H1 : Volatilitas laba berpengaruh secara positif terhadap praktik manajemen laba

akrual. H2a : Volatilitas laba berpengaruh secara positif terhadap praktik manajemen laba riil melalui arus kas operasi. H2b : Volatilitas laba berpengaruh secara positif terhadap praktik manajemen laba riil melalui biaya produksi

Adanya pilihan dari praktik manajemen laba yang dapat dilakukan manajer menyebabkan manajer dapat memilih atau memprioritaskan salah satu dari teknik- teknik manajemen laba tersebut. Mereka menyesuaikannya dengan segala resiko yang menjadi konsekuensi penerapan manajemen laba tersebut, kondisi pasar serta ketatnya regulasi dari pemerintah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahman dan Hutagaol (2008), manajemen laba akrual merupakan teknik manajemen laba yang biasa digunakan oleh manajer dalam memanipulasi laporan keuangan. Namun pada penelitian lainnya, Graham et al. (2005), menemukan bahwa manajer lebih memilih untuk melakukan praktik manajemen laba riil dibandingkan manajemen laba akrual karena ketatnya peraturan dan pengawasan auditor akan praktik manajemen laba akrual dan sulitnya mendeteksi praktik manajemen laba riil. Maka dari itu, penelitian ini menambahkan hipotesis tambahan yaitu : H3 : Volatilitas laba yang tinggi memberikan pengaruh positif lebih besar terhadap

Manajemen Laba dan Keputusan Investasi Perusahaan

Dalam penelitian McNichols dan Stubben (2008) dan Cohen dan Zarowin (2008), perusahaan yang melakukan manajemen laba dalam laporan keuangannya di tahun sebelumnya akan mengalami kenaikan atau penurunan investasi (over-under investment ) secara abnormal di tahun selanjutnya. Pada penelitian lainnya, Polk dan Sapienza (2008) menyatakan bahwa akrual diskresioner berhubungan positif dengan investasi abnormal perusahaan atau dalam penelitian ini over-under investment. Maka dari itu, penulis membuat hipotesis berikut : H4 : Manajemen laba akrual tahun sebelumnya berpengaruh secara positif terhadap

kebijakan over-under investment perusahaan di tahun – tahun selanjutnya. H5a : Manajemen laba riil melalui arus kas operasi tahun sebelumnya berpengaruh secara positif terhadap kebijakan over-under investment perusahaan di tahun – tahun selanjutnya.

H5b : Manajemen laba riil melalui biaya produksi tahun sebelumnya berpengaruh secara positif terhadap kebijakan over-under investment perusahaan di tahun – tahun selanjutnya.

Di Indonesia, penelitian mengenai perbandingan pengaruh manajemen laba, baik akrual maupun riil, dilakukan terhadap kinerja perusahaan yang melakukan IPO (initial public offering ) dilakukan oleh Rahman dan Hutagaol (2008). Hasilnya adalah motivasi perusahaan untuk melakukan manajemen laba pada saat perusahaan melakukan IPO dapat dideteksi dengan akrual diskresioner, namun tidak dengan dengan manipulasi aktivitas riil. Manajemen laba akrual merupakan teknik manajemen laba yang disukai manajemen karena kemudahan dalam penggunaannya. Maka dari itu, setelah melihat efek dari masing-masing praktik manajemen laba, penulis ingin mengetahui mana yang berpengaruh positif terhadap adanya kebijakan over-under investment perusahaan maka penulis memberikan satu hipotesa berikut : H6 : Manajemen laba akrual tahun sebelumnya memberikan pengaruh positif yang

lebih besar terhadap keputusan over-under investment perusahaan tahun berjalan daripada manajemen laba riil tahun sebelumnya.

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam penelitian ini, populasi yang dipilih penulis adalah perusahaan publik, yakni perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebagai sampelnya penulis memilih perusahaan di sektor manufaktur pada tahun 2006-2011. Alasan penulis memilih perusahaan manufaktur di BEI adalah karena jumlahnya yang relatif besar terhadap perusahaan yang bergerak di industri lainnya (sekitar 43%). Perusahaan manufaktur juga relatif sensitif terhadap perubahan kondisi eknomi yang terjadi. Sumber perolehan data berasal dari datastream Thomson-Reuters, laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan di dalam situs Bursa Efek Indonesia ( www.idx.co.id ) dan situs yang menyediakan data finansial perusahaan lainnya seperti Yahoo Finance.

3.4.1 Model 1 : Pengaruh Volatilitas Laba terhadap Manajemen Laba

Dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan variabel independen, variabel dependen dan variabel kontrol. Untuk menguji hipotesa 1, 2 dan 3 mengenai pengaruh volatilitas laba terhadap manajemen laba penulis menggunakan model yang dimodifikasi dari penelitian Minton et al. (1999) sebagai berikut :

Model 1

Untuk manajemen laba akrual, model yang digunakan untuk menentukan akrual diskresioner sebagai berikut :

DA = α 0 + α 1 VOLT it + α 2 Δ Sales it + α 3 MTB it +ε i,t………………………… (1A)

Untuk manajemen laba riil, model yang digunakan sama hanya berbeda variabel dependennya.

1) AbnCFO = α 0 + α 1 VOLT it + α 2 Δ Sales it + α 4 MTB it +ε i,t…………..(1B)

2) AbnPROD = α 0 + α 1 VOLT it + α 2 Δ Sales it + α 3 MTB it +ε i,t………..(1C)

Di mana VOLT : merupakan proxy dari volatilitas laba yang meduplikasi penelitian Bradley et al. (1984) yaitu pengukuran volatilitas menggunakan laba perusahaan, ditunjukkan dengan EBITDA (Earning Before Interest Depreciation and Amortization ) dari tahun perusahaan dihitung dengan rumu s = σ / Total Asset tahun t * 100% di mana σ adalah standar deviasi EBITDA tiap 3 tahun..

Δ Sales it : perubahan penjualan bersih tahun tersebut, diukur dengan = sales t – sales t-1 / sales t-1 MTB : market-to-book ratio perusahaan, dihitung dengan market value

perusahaan di akhir tahun berjalan dibagi dengan total ekuitas perusahaan di akhir tahun berjalan.

DA : akrual diskresioner perusahaan yang telah diprediksi dengan model manajemen laba akrual

AbnCFO : nilai arus kas operasi abnormal yang telah diprediksi dengan model

Dalam Model 1, hipotesis 1, 2(a), 2(b) dan 3 dibuktikan dengan melihat pengaruh variabel independen VOLT terhadap variabel dependen DA, AbnCFO dan AbnPROD sebagai proxy dari manajemen laba baik akrual maupun riil.

3.4.2 Model 2 : Pengaruh Manajemen Laba terhadap Investasi Perusahaan

Dalam menentukan pengaruh praktik manajemen laba, baik akrual maupun riil terhadap perusahaan yang melakukan over/under investment, penelitian ini menggunakan model yang digunakan dalam penelitian McNichols dan Stubben (2008) sebagai berikut.

Model 2

Untuk manajemen laba akrual digunakan : OVERUNDERIVT = β 0+ β 1 DA i,t-2 + β 2 DA i,t-1 + β 3 DA i,t + β 4 DA i,t+1 + ε i,t ……(2A) Untuk manajemen laba riil digunakanlah model : Manajemen laba riil melalui arus kas operasi

OVERUNDERIVT = β 0 +β 1 AbnCFO i,t-2 + β 2 AbnCFO i,t-1 + β 3 AbnCFO i,t +

β 4 AbnCFO i,t+1 + ε i,t…………………………………………………………………………….(2B)

Manajemen laba riil melalui biaya produksi

OVERUNDERIVT = β 0 + β 1 AbnPRODi ,t-2 + β 2 AbnPROD i,t-1 + β 3 AbnPROD i,t + β 4 AbnPROD i,t+1 + ε i,t……………………………………………….(2C)

Di mana :

OVERUNDERIVT

: nilai over / under investment suatu perusahaan pada tahun t

DA : nilai akrual diskresioner perusahaan, dilihat dari t-2, t-1,

t dan t+1

AbnCFO

: nilai arus kas operasi abnormal perusahaan, dilihat dari t-2, t-1, t dan t+1

AbnPROD

: nilai biaya produksi abnormal perusahaan, dilihat dari t-

2, t-1, t dan t+1

Penelitian ini menggunakan t-2, t-1, t dan t+1 sebagai tahun sampel penelitian karena diasumsikan pada tahun t-2, t-1 hingga t-0 manajer dapat melakukan manipulasi Penelitian ini menggunakan t-2, t-1, t dan t+1 sebagai tahun sampel penelitian karena diasumsikan pada tahun t-2, t-1 hingga t-0 manajer dapat melakukan manipulasi

Operasionalisasi Variabel

Manajemen Laba Akrual :

Untuk memperoleh nilai akrual diskresionernya, penulis menggunakan model Jones (1991):

TA it

= k1 1 + k2 ΔRev it

+ k3 PPE it +ε i,t

Assets i,t-1

Assets i,t-1 Koefisien estimasi dari persamaan di atas kemudian digunakan untuk memperkirakan level normal accruals (NA it ) perusahaan secara spesifik :

Assets i,t-1

Assets i,t-1

NA it = k1 1 + k2 (ΔRev it - ΔAR it ) + k3 PPE it +ε i,t

i,t-1 Assets Untuk manajemen laba akrual, penulis mengukur akrual diskresioner dari nilai absolut selisih perbedaan dari total akrual dan akrual normal dari model di atas, seperti berikut :

Assets i,t-1

Assets i,t-1

DA it = ( TA it / Assets i,t-1 ) - NA it

Di mana :

TA it

: Total akrual yang dimiliki perusahaan pada tahun t , ditentukan dari TA it = EBXI it - CFO it

NA it

: Nilai akrual normal yang dimiliki perusahaan pada tahun t

EBXI

: Earning before extraordinary items and discontinued operations perusahaan i

3.4.1.1 Manajemen Laba Riil pada tahun t.

CFO it

: Arus kas operasi perusahaan i pada tahun t Assets i,t-1 : Total asset perusahaan i pada tahun t-1

ΔRev it

: Perubahan pendapatan dari tahun ke tahun

ΔAR it

: Perubahan piutang perusahaan dari tahun ke tahun

: total nilai tanah, properti dan perlengkapan perusahaan pada tahun t

PPE it

Untuk manajemen laba riil, digunakanlah variabel dependen PROD (untuk biaya produksi abnormal) dan CFO (untuk arus kas operasi abnormal).

Manajemen Laba Riil

Untuk memperoleh nilai arus kas abnormal dan biaya produksi abnormal, penelitian ini menggunakan model yang digunakan dalam penelitian Roychowdhury (2006) yaitu :

a) Tingkat arus kas operasi abnormal

CFO it

= k1 1 + k2 Sales it

+ k3 Δ Sales it +ε i,t

Assets i,t-1

Assets i,t-1

Assets i,t-1

Assets i,t-1

Arus kas operasi abnormal merupakan nilai absolut dari CFO actual dikurangi tingkat CFO normal yang dihitung dari koefisien model regresi.

b) Tingkat biaya produksi abnormal. Biaya produksi ditentukan dari total COGS ditambah perubahan dari persediaan selama tahun berjalan.

PROD it = k1 1 + k2 Sales it + k3 Δ Sales i t-1 + k4 Δ Sales it + ε i,t Assets i,t-1 Assets i,t-1

Assets i,t-1

Assets i,t-1

Assets i,t-1

Biaya produksi abnormal merupakan nilai absolut dari biaya produksi actual dikurangi tingkat biaya produksi normal yang dihitung dari koefisien model regresi.

Di mana :

CFO it

: Arus kas operasi perusahaan i pada tahun t

PROD it

: Biaya produksi perusahaan i pada tahun t, ditentukan dengan COGS it + Δ INV it

Sales it

: Penjualan bersih perusahaan i pada tahun t

Δ Sales i t-1

: Pertumbuhan penjualan bersih perusahaan i dari tahun t-2 ke t-1

Δ Sales it

: Pertumbuhan penjualan bersih perusahaan i dari tahun t-1 ke t

Assets i,t-1

: Total asset perusahaan i pada tahun t-1

Over/ Under Investment pada Investasi Perusahaan

Untuk mengetahui nilai over/ under investment, penulis menentukan dahulu besarnya investasi hasil prediksi dari model yang digunakan oleh Cohen dan Zarowin (2008) serta Biddle, Hilary dan Verdi (2009) sebagai berikut :

CAPEX = γ 0 + γ 1 LOG_ASSET i,t-1 + γ 2 MKT_BK i,t-1 + γ 3 LEVERAGE i,t-1 + γ 4 SLACK i,t-1 + γ 5 OP_CYCLE i,t-1 + γ 6 LOSS i,t-1 + γ 7 TANGIBLE i,t-1 +

γ 8 DIVIDEND i,t-1 + ε i,t

Di mana :

CAPEX

: besarnya pengeluaran investasi yang dikeluarkan perusahaan diskalakan dengan total asset tahun t

LOG_ASSET : proxy untuk mengetahui ukuran perusahaan

MKT_BK

: rasio dari nilai pasar ekuitas dibagi nilai buku dari total asset

LEVERAGE

: rasio dari long term debt terhadap nilai pasar ekuitas

SLACK

: rasio dari kas terhadap properti,tanah dan peralatan

OP_CYCLE

: nilai dari logaritma piutang terhadap penjualan ditambah nilai persediaan terhadap harga pokok penjualan kemudian dikalikan 360

LOSS

: variabel dummy yang bernilai satu apabila laba bersih sebelum extraordinary items

negatif atau nol jika tidak

TANGIBLE

: rasio dari properti,tanah dan peralatan terhadap total asset

DIVIDEND

: variabel dummy yang bernilai satu apabila perusahaan membayarkan dividen atau nol jika

Setelah menentukan besarnya nilai investasi normal, dalam penelitian ini menggunakan capital expenditure perusahaan, langkah selanjutnya adalah menentukan besarnya over/under investment dengan mengurangkan nilai investasi tersebut dengan nilai investasi atau capital expenditure perusahaan yang sebenarnya. Tanda positif atau negatif yang didapatkan dari hasil pengurangan tersebut menunjukkan perusahaan melakukan investasi yang melebihi dari kebutuhan investasi seharusnya (over investment ) atau perusahaan justru mengurangi tingkat investasi mereka dari yang seharusnya (under investment)

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

Statistik Deskriptif Model 1

Dari tabel 1.1 diketahui bahwa dari 408 sampel penelitian memiliki rata-rata akrual diskresioner sebesar 8,63% dengan standar deviasi sebesar 7,4%. Untuk variabel manajemen laba riil melalui arus kas operasi, diketahui bahwa dari 408 sampel penelitian memiliki rata-rata arus kas operasi abnormal sebesar 9,80% dengan standar deviasi sebesar 8,78%. Hal ini berarti dari 408 sampel tahun perusahaan yang diambil, memiliki standar nilai rata-rata sebesar 9,80% dari nilai rata-rata arus kas operasi abnormal.

Untuk variabel manajemen laba riil melalui biaya produksi diketahui bahwa dari 408 sampel penelitian memiliki rata-rata biaya produksi sebesar 15,69% dan standar deviasi sebesar 14,34%. Rata-rata biaya produksi abnormal yang positif ini menunjukkan bahwa perusahaan sampel memiliki biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan biaya produksi normalnya.

Variabel volatilitas laba menunjukkan rata-rata sebesar 61,46% dengan standar deviasi yang cukup besar antar sampel. Variabel kontrol pertumbuhan penjualan menggambarkan pengaruh pertumbuhan penjualan perusahaan terhadap praktik manajemen laba, diskalakan dengan total asset pada tahun t-1 perusahaan sampel. Variabel ini memiliki rata-rata sebesar 8,23% dan standar deviasi 19,28%. Variabel kontrol kedua adalah market-to- book ratio menggambarkan pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap praktik manajemen laba. Variabel ini memiliki rata-rata sebesar 81,3% dan standar deviasi sebesar 35,91%.

Pengujian hipotesis 1, 2(a), 2(b) dan 3

Untuk hasil pengujian hipotesis 1,2(a) dan 2(b), dapat dilihat pada Tabel 1.2 bahwa probabilitas t-statistik untuk variabel volatilitas laba VOLT menunjukkan probabilitas yang berada dalam tingkat signifikansi 10% ada pada penelitian yang menggunakan akrual diskresioner sebagai proxy manajemen laba akrual dan biaya produksi sebagai proxy manajemen laba riil. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Williams (1994) yang menunjukkan bahwa volatilitas laba memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba. Dari kedua praktek manajemen laba yang terbukti berpengaruh signifikan tersebut, volatilitas laba yang memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kemungkinan terjadinya manajemen laba yaitu melalui aktivitas riil biaya produksi, dilihat dari R-squared nya. Dengan demikian, hipotesis 2(b) dan hipotesis (3) juga diterima karena volatilitas laba berpengaruh secara positif terhadap praktik manajemen laba riil, yaitu melalui manipulasi biaya produksi. Hal ini disebabkan karena sektor dari sampel penelitian ini adalah sektor manufaktur di mana kebanyakan perusahaan di dalamnya merupakan perusahaan yang berproduksi dalam volume yang besar sehingga manipulasi laba dapat lebih mudah dilakukan di dalam penghitungan biaya produksi, misalnya dari overproduction sehingga nilai persediaan akhir meningkat. Selain itu, hasil dari pengujian ini juga konsisten dengan Untuk hasil pengujian hipotesis 1,2(a) dan 2(b), dapat dilihat pada Tabel 1.2 bahwa probabilitas t-statistik untuk variabel volatilitas laba VOLT menunjukkan probabilitas yang berada dalam tingkat signifikansi 10% ada pada penelitian yang menggunakan akrual diskresioner sebagai proxy manajemen laba akrual dan biaya produksi sebagai proxy manajemen laba riil. Hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang dan Williams (1994) yang menunjukkan bahwa volatilitas laba memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba. Dari kedua praktek manajemen laba yang terbukti berpengaruh signifikan tersebut, volatilitas laba yang memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kemungkinan terjadinya manajemen laba yaitu melalui aktivitas riil biaya produksi, dilihat dari R-squared nya. Dengan demikian, hipotesis 2(b) dan hipotesis (3) juga diterima karena volatilitas laba berpengaruh secara positif terhadap praktik manajemen laba riil, yaitu melalui manipulasi biaya produksi. Hal ini disebabkan karena sektor dari sampel penelitian ini adalah sektor manufaktur di mana kebanyakan perusahaan di dalamnya merupakan perusahaan yang berproduksi dalam volume yang besar sehingga manipulasi laba dapat lebih mudah dilakukan di dalam penghitungan biaya produksi, misalnya dari overproduction sehingga nilai persediaan akhir meningkat. Selain itu, hasil dari pengujian ini juga konsisten dengan

Statistik Deskriptif Model 2

Dapat dilihat pada variabel DA, terjadi penurunan rata-rata akrual diskresioner dari tahun 2007 hingga tahun 2010 namun tetap menunjukkan tanda positif. Standar deviasi yang terus mengecil dari tahun 2007 hingga 2009 menunjukkan rentang tingkat nilai akrual diskresioner yang makin kecil dan makin sedikit persentase akrual diskresioner yang digunakan perusahaan dalam praktik manajemen laba akrual dalam pelaporan keuangan mereka walaupun pada tahun 2010 standar deviasi kembali membesar yang menunjukkan kembali meningkatnya praktik manajemen laba akrual saat itu. Terjadi penurunan rata-rata, nilai terkecil dan nilai terbesar akrual diskresioner yang mengindikasikan adanya penurunan penggunaan akrual diskresioner dalam manajemen laba yang disebabkan adanya regulasi yang ketat dan kualitas audit yang semakin baik dari tahun ke tahun.

Pada variabel AbnProd diketahui terjadi penurunan rata-rata biaya produksi abnormal dari tahun 2007 hingga 2009 kemudian kembali meningkat di tahun 2010. Menurut Roychowdurry (2006) adanya kenaikan biaya produksi abnormal mengindikasikan adanya praktik manajemen laba riil yang dilakukan oleh perusahaan sampel. Begitu juga yang terjadi pada standar deviasi yang terus mengecil dari tahun 2007 hingga 2009 menunjukkan rentang tingkat nilai biaya produksi abnormal yang makin kecil dan kemungkinan makin sedikitnya persentase biaya produksi abnormal yang muncul akibat praktik manajemen laba riil.

Pada variabel AbnCFO dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi rata-rata arus kas abnormal dari tahun 2007 hingga 2010. Hal yang sama juga terjadi pada standar deviasinya. Terjadinya penurunan rata-rata arus kas operasi abnormal pada tahun 2008 ke tahun 2009 menunjukkan adanya kegiatan praktik manajemen laba riil, sesuai dengan pernyataan Roychowdhury (2006) yang menyatakan ketika perusahaan melakukan manajemen laba riil untuk tujuan income increasing, nilai arus kas operasi abnormal mereka akan semakin rendah.

Pengujian Hipotesis 4, 5(a), 5(b) dan 6

Untuk hasil pengujian hipotesis 4,5(a), 5(b) dan 6, dapat dilihat pada Tabel 2.2 bahwa hanya model pengaruh manajemen laba akrual saja yang dapat berpengaruh signifikan terhadap over/under investment perusahaan di tahun selanjutnya. Dengan demikian maka hipotesis 4 yang menyatakan bahwa manajemen laba akrual tahun sebelumnya berpengaruh secara positif terhadap kebijakan over/under investment perusahaan di tahun – tahun selanjutnya diterima dan hipotesis 5(a) dan 5(b) ditolak. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Polk dan Sapienza (2008) yang menyatakan bahwa akrual diskresioner memiliki hubungan positif dengan investasi abnormal perusahaan. Adanya praktik manajemen laba dan pembuatan kebijakan over/under investment dalam perusahaan tersebut dapat menurunkan nilai perusahaan di mata investor. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Cohen dan Zarowin (2008) namun tidak dengan hasil penelitian dari pengaruh manajemen laba riil terhadap over/under investment karena model (2B) dan (2C) tidak menunjukkan bahwa variabel independen manajemen laba riil tidak menunjukkan hubungan yang signifikan secara bersama-sama terhadap praktik over/under investment . Hal ini diduga disebabkan karena manajer di perusahaan Indonesia yang terlalu optimis dengan kemampuan perusahaan mengelola komponen akrual mereka dari tahun ke tahun seperti penyisihan piutang. Dengan demikian, perusahaan terlihat seolah memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola asset mereka sehingga terjadilah investasi yang over-invest atau under-invest. Dugaan lainnya adalah perbedaan karakteristik data perusahaan sampel yang digunakan berasal dari Indonesia dan karakteristik data perusahaan sampel yang digunakan dalam penelitian Cohen dan Zarowin (2008) yang berasal dari Amerika Serikat.

Akhirnya, sejalan dengan penelitian Rahman dan Hutagaol (2008), hipotesis 6 yang menyatakan bahwa praktik manajemen laba yaitu manajemen laba akrual tahun sebelumnya memberikan pengaruh positif lebih besar pada tahun selanjutnya daripada manajemen laba riil tahun sebelumnya, yang mempengaruhi adanya praktik kebijakan over/under investment perusahaan tahun berjalan diterima, terlihat dari model manajemen laba akrual-lah yang hanya dapat digunakan untuk memprediksi pengaruhnya terhadap over/under investment dari tahun ke tahun penilitian dibandingkan dengan model-model manajemen laba riil seperti arus kas operasi dan biaya produksi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari hasil penelitian adalah sebagai berikut :

a. Penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa volatilitas laba memberikan pengaruh positif signifikan terhadap praktik manajemen laba akrual dan manajemen laba riil melalui manipulasi biaya produksi yang dilakukan manajer namun pengaruh volatilitas yang lebih besar ditemukan pada model manajemen laba riil. Hal ini disebabkan karena manajer lebih menyukai praktik manajemen laba riil dibandingkan dengan manajemen laba akrual karena lebih sulit untuk dideteksi oleh auditor (Graham et al. 2005).

b. Hanya manajemen laba akrual yang berpengaruh terhadap kebijakan over-under investment yang dilakukan perusahaan, sedangkan manajemen laba riil melalui arus kas operasi dan biaya produksi tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan investasi tersebut. Hal ini bertentangan dengan penelitian Cohen dan Zarowin (2008) yang menyatakan bahwa manajemen laba riil dan akrual berpengaruh terhadap adanya over investment yang dilakukan perusahaan. Namun hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Polk dan Sapienza (2008) yang menyatakan bahwa manajemen laba akrual berpengaruh positif terhadap kebijakan over/under investment perusahaan.

c. Manajemen laba akrual-lah yang memberikan efek positif signifikan terhadap kebijakan over-under investment perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian serupa yang dilakukan Rahman dan Hutagaol (2008). Mereka berhasil membuktikan bahwa manajemen laba akrual memiliki pengaruh positif terhadap kegiatan manajer yang menurunkan nilai perusahaan dibanding manajemen laba riil, yang dalam penelitian mereka adalah manipulasi laba saat perusahaan IPO.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian yang dapat dijelaskan meliputi hal berikut :

a. Sampel yang digunakan hanya terbatas untuk industri manufaktur dalam jangka waktu 5 tahun (2006-2011). Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada industri yang berbeda dengan rentang waktu yang lebih lama agar dapat benar- a. Sampel yang digunakan hanya terbatas untuk industri manufaktur dalam jangka waktu 5 tahun (2006-2011). Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan pada industri yang berbeda dengan rentang waktu yang lebih lama agar dapat benar-

b. Pengukuran volatilitas laba yang menggunakan model Bradley et al. (1984) yang digunakan untuk menghitung volatilitas arus kas, tetapi penelitian ini memodifikasi variabelnya dari arus kas menjadi laba sebelum pajak, dperesiasi, bunga dan amortisasi (EBITDA) dan menggunakan dua variabel kontrol seperti yang digunakan dalam penelitian Minton et al. (1999). Diperlukan variabel kontrol lainnya untuk melihat pengaruh volatilitas laba terhadap manajemen laba dengan lebih jelas.

c. Penelitian ini hanya menggunakan model Jones (1991) untuk memprediksi nilai akrual diskresioner.

d. Penelitian ini tidak menggunakan model biaya diskresioner sebagai proxy ketiga dalam manajemen laba riil. Hal ini disebabkan karena sedikitnya perusahaan yang mengungkapkan biaya litbang mereka dalam laporan keuangan.

e. Penelitian ini hanya menggunakan pengeluaran modal (capital expenditure) sebagai proxy dari investasi perusahaan. Penelitian ini tidak menggunakan pengeluaran non modal seperti yang digunakan dalam penelitian Biddle et al. (2006) karena sulitnya mendapatkan informasi mengenai biaya litbang dan pengeluaran akuisisi yang dilakukan perusahaan.

Daftar Pustaka

Ariester, Rotua Veronica. (2011). Pengaruh Praktik Corporate Governance terhadap Manajemen Laba di Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI . Skripsi Program Sarjana Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi. Universitas Indonesia. Depok.

Aprilia, Hasmi. (2010). Indikasi Manajemen Laba melalui Manipulasi Aktivitas Riil. Skripsi yang Dipublikasikan . Universitas Diponegoro. Semarang.

Ashari, H.C. Koh, S.L. and Wei, H. W. (1994). Factors Affecting Income Smoothing

Among Listed Companies in Singapore. Accounting Business Research, 24

Beattie, V., S. Brown, D. Ewers, B. John, S. Manson, D. Thomas and M. Turner (1994), Extraordinary Items and Income Smoothing: A Positive Accounting Approach . Journal of Business Finance and Accounting vol. 21, 791-811.

Biddle, G., Hilary, G. (2006). Accounting Quality and Firm-Level Capital Investment. The Accounting Review vol. 81, 963–982.

Biddle, Gary, Gilles Hilary, and Rodrigo Verdi. (2009). How Does Financial Reporting Quality Improve Investment Efficiency . Journal of Accounting and Economics, 112 – 131.

Bradley, M., G Jarrell, dan E.Kim, (1984). On the Existence of an Optimal Capital Structure: Theory and Evidence , Journal of Finance Vol. 39 (3), 857-880.

Cohen, Daniel and P. Zarowin. (2008) Economic Consequences of Real and Accrual

Based Earning Management Activities . Working paper. New York University

Dechow, P., R. Sloan and A. Sweeny. (1995). Detecting Earnings Management. The Accounting Review Vol. 70(2), 193-226.

Fudenberg, D. and Tirole J. (1995). A Theory of Income and Dividend Smoothing Based on Incumbensy Rates . Journal of Political Economy. February.

Graham, Jhon R.; Campbell R. Harvey; and S. Rajgopal, (2005). The Economic Implications of Corporate Financial Reporting. Journal of Accounting and Economics Vol. 40, 3-73.

Gunny, K. (2005). What are the Consequences of Real Earnings Management ?.Working Paper, University of Colorado.

Healy, P.M. dan Wahlen, J. M. (1999). A Review of Earning Management Literatures and It iIs Implication for Standard Setting . Accounting Horizons Vol. 13(4), 365–383.

Hendriksen, E.S. and M.F.V. Breda. (2000). Accounting Theory. 5th Ed. Prentice Hall

Jones, J. J. (1991). Earnings Management During Import Relief Investigations.Journal o

Jones C.P. (2007). Investments (10 th ed.). John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd.

Kothari, S., A. Leone, & C. Wasley (2005). Performance matched discretionary accrual measures . Journal of Accounting and Economics Vol. 39(1), 163–197.

Lo. K. (2007). Earnings Management and Earnings Quality. Journal of Accounting and Economics Vol.45, 350-357

McNichols, M. and P. Wilson, (1988) Evidence of Earnings Management from the

Provision forBad Debts , Journal of Accounting Research Vol. 26, 1-31.

McNichols, Maureen, Stephen Stubben, (2008). Does Earnings Management Affect Firms’ Investment Decisions. The Accounting Review Vol. 83(6), 1571–1603

Minton, Bernadette A. and Catherine Schrand. (1999) The Impact of Cash Flow Volatility on Discretionary Investment and The Cost of Debt and Equity Financing . Journal of Financial Economics Vol.54, 423-460

Myers, S. and N. Majluf. (1984). Corporate Financing and Investment Decisions when Firms Have Information that Investors Do Not Have . Journal of Financial Economics Vol. 13 (2), 187-221

Ohlson, J. A. (1995). Earnings, Book Values, and Dividends in Security Valuation. Contemporary Accounting Research Vol. 11, 661-687.

Oktorina, Megawati, dan Yanthi H. (2008). Analisis Arus Kas Kegiatan Operasi dalam Mendeteksi Manipulasi Aktivitas Riil dan Dampaknya Terhadap Kinerja Pasar. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XI, 193‐228

Peasnell, K.V., Pope, P.F. and Young, S. (2000). Accrual management to Meet Earnings Targets: UK Evidence Pre and Post Cadbury . British Accounting Review Vol.32, 415-445

Penman , S. H. and X. J. Zhang ( 2002 ), Accounting Conservatism, The Quality of

Earnings, and Stock Returns . The Accounting Review Vol. 77(2), 237-264.

Perols, Johan L. and Lougee, Barbara A. (2011), The Relation Between Earnings Management and Financial Statement Fraud, Advances in Accounting Vol. 27, 39-53

Polk, Christopher and Paola Sapienza. (2008). The Stock Market and Corporate

Investment: A Test of Catering Theory. Review of Financial Studies Vol. 22

Rahman, Annissa dan Hutagaol, Yanthi. (2008). Manajemen Laba melalui Akrual dan Aktivitas Real pada Penawaran Perdana dan Hubungannya dengan Kinerja Jangka Panjang . Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia (5).

Rahmania, May D. (2007). Analisis Perataan Laba: Faktor-faktor yang mempengaruhi dan Kaitannya dengan Kinerja Saham Perusahaan Publik di Indonesia . Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.