KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK, KADAR AMONIA DAN VFA TOTALIN VITRO SUPLEMEN PAKAN DOMBA

  

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK, KADAR

AMONIA DAN VFA TOTALIN VITRO SUPLEMEN PAKAN DOMBA

  

Oleh

Suparwi, Djoko Santoso dan Muhamad Samsi

Fakultas Peternakan Unsoed

  

ABSTRAK

  Penelitian in vitro suplemen pakan domba telah dilaksanakan dari tanggal 2Mei sampai dengan 25Juli 2017 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Unsoed. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kadar amonia dan VFA total. Perlakuan yang diuji adalah P0 = konsentrat 88% + bungkil kedele 12% + tepung daun waru 0%; P1 = konsentrat 88% + bungkil kedele 11,90 % + tepung daun waru 0,01%; P2 = Konsentrat 88% + bungkil kedele 11,8% + tepung daun waru 0,20%; P3 = konsentrat 88% + bungkil kedele 11,70% + tepung daun waru 0,30%; P4 = konsentrat 88% + bungkil kedele 11,60 + tepung daun waru 0,40%. Masing-masing suplemen pakan domba ditambah rumput lapang dengan imbangan 50:50%. Uji in vitro menggunakan 20 tabung fermentor dan inokulum cairan rumen domba. Data dianalisis ragam menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan dilanjutkan dengan uji orthogonal polinomial. Hasil analisis proksimat, kadar protein kasar 20,39-23,32% dan serat kasar 14,80

  • – 13,26%. Gross Energi 3372-3997 kal/kg. Hasil uji in vitro, KBK 62,90-66,20%, KBO 69,48-75,04%, kadar amonia 5 40-7,24mM dan kadar VFA total 109 -153 mM.

  Kata kunci: SPD, KBK,KBO,Amonia, VFA.

  ABSTRACT th th

In vitro study of feed supplemen was conducted from May2 to July 25 2017 in Animal Nutrition

Laboratory, Faculty of Animal Science, Unsoed. The aim of this study was to evaluate the Dry Matter and

Organic Matter Digestibilty, Ammonia level and total VFA of feed supplemen. The treatments

evaluated were P0 (concentrate 88% + soybean meal 12% + waru leaf meal 0,00% ; P1 (consentrate

88% + soybean meal 11,90 % + waru leaf meal 0,1%; P2 (concentrate 88% + soybean meal 11,80% +

waru leaf meal 0,20%; P3 (concentrate 88% + soybean meal 11,70% + waru leaf meal 0,3%; P4

(concentrate 88% + soybean meal 11,60% + waru leaf meal 0,40% . Proportion of feed suplemen 50:50

beetwen native grass, which were placed in 20 fermentor tubes. Completely Randomized Design

followed by orthogonal poynomial test was used to analyzed the data. The proximate analysis shows that

crude protein and crude fiber are 20,394% - 23,32% and 14,80 -13,26% respectively and GE (cal/kg)

3372-3397. In vitro test shows that the digestibilty of Dry Matter and Organic Matter are 62.90

  • – 66,20% and 69,48
  • – 75.04% and the the ammonia and total VFA content are 5.40 – 7.24 mM and 109 – 153 mM, respectively. Keywords: Feed Supplemen, Dry Matter, Organic Matter, ammonia, Vollatile Fatty Acid.

  750 Purwokerto PENDAHULUAN

  Usaha peternakan, biaya pakan merupakan biaya yang paling banyak, yaitu 70-80% dari total biaya produksi. Tingginya biaya pakan disebabkan oleh harga bahan pakan dan biaya pengadaan bahan pakan yang semakin mahal. Oleh karena itu berbagai upaya perlu dilakukan untuk mencari bahan pakan lokal, tetapi masih mempunyai kandungan nutrien yang tinggi, nilai ekonominya rendah, prosesing bahan pakan menjadi pakan siap dikonsumsi lebih murah dan dapat mendukung kinerja ternak ruminansia yang dipelihara. Suplemen pakan domba merupakan campuran beberapa bahan pakan konsentrat yang mempunyai kadar protein lebih dari 20% dan energi (TDN) lebih dari 60% dapat mendukung perkembangan mikroba rumen dan dapat meningkatkan kecernaan pakan, sehingga kinerja ternak domba lebih optimal. Suplemen pakan yang akan diuji salah satu bahannya adalah bungkil kelede (kadar proteinnya 35%), harganya Rp 3500,-/kg, karena masih impor. Bungkil kedele tersebut disubstitusi dengan tepung daun waru yang kadar protein kasarnya 18,30%, tetapi keistimewaan daun waru adalah dapat meredam populasi protozoa, sehingga mengurangi gas emisi di udara. Kecukupan pakan merupakan syarat agar ternak dapat mengekpresikan keunggulan genetiknya. Untuk menunjang peningkatan produksi peternakan, diperlukan penyediaan pakan yang kontinyu sepanjang waktu. Usaha penyediaan pakan dapat dilaksanakan melalui pengembangan teknologi, yaitu dengan pemberian suplemen pakan. Implementasi pemberian suplemen pakan telah dilakukan oleh pengusul pada tahun 2014 dan 2015 pada sapi perah dan sapi potong pada program IbM. Suplemen pakan d berikan pada pagi hari sebelum sapi diberi pakan hijauan. Hasilnya sangat baik. Sapi perah betina yang sudah 10 bulan tidak dapat laktasi, ternyata setelah diberi suplemen pakan selama dua bulan dapat laktasi kembali dan menghasilkan susu 8 liter per ekor sehari (Suparwi dkk, 2015). Suplemen pakan yang mengandung beberapa mineral makro dan mikro dapat menyembuhkan penyakit Grass Tetany dan White muscle diseas yang disebabkan oleh kekurangan mineral makro dan mikro, atau sering disebut mineral imbalans.

  Hal tersebut terjadi karena hijauan yang diberikan berasal dari tanah-tanah yang kurang subur. Grass tetany terjadi karena kekurangan magnesium atau kalsium, dan sering terjadi pada bulan Pebruari sampai dengan April yang banyak curah hujan, karena top soil terjadi erosi. Sedangkan White muscle Disease disebabkan oleh kekurangan vitamin E dan mineral Se pada anak sapi (NRC, 2000).

METODE PENELITIAN

  Uji In Vitro untuk mengetahui Kecernaan Bahan Kering (KBK), Kecernaan Bahan Organik (KBO) menurut metode Telley dan Terry (1963), Kadar VFA total, dan kadar amonia menggunakan metode Mikrodifusi Conwey. Perlakuannya sebagai berikut:

  Purwokerto

  adalah P0 = konsentrat 88% + bungkil kedele 12% + tepung daun waru 0%; P1 = konsentrat 88%

  • bungkil kedele 11,90 % + tepung daun waru 0,01%; P2 = Konsentrat 88% + bungkil kedele 11,8% + tepung daun waru 0,20%; P3 = konsentrat 88% + bungkil kedele 11,70% + tepung daun waru 0,30%; P4 = konsentrat 88% + bungkil kedele 11,60 + tepung daun waru 0,40%. Masing- masing suplemen pakan ditambah rumput lapang dengan imbangan 50:50% Uji in vitro menggunakan 20 tabung fermentor dan inokulum cairan rumen domba. Berdasarkan hasil analisis proksimat, bahan kering 82,07%, protein kasar 21,83%, dan gross energi (GE) 3685 kal/kg. Penelitian menggunakan 20 tabung fermentor dan inokulum dari cairan rumen domba untuk menguji 5 macam suplemen pakan domba: P0, P1, P2, P3, dan P4. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Steel dan Torrie, 1989), 5 macam suplemen pakan domba sebagai perlakuan, dengan 4 ulangan. Peubah yang diukur adalah KBK, KBO, kadar amonia dan VFA total. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA). Untuk membandingkan pengaruh taraf konsentrat dan hijauan dalam silase pakan komplit menggunakan Uji Orthogonal Polinomial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Rataan kecernaan bahan kering, bahan organik, kadar amonia dan VFA total disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Rataan kecernaan bahan kering, bahan organik, amonia dan VFA total Perlakuan KBK,% KBO,% NH3 mM VFA mM c b d c P0 62,9 698,5 5,4 109,2 bc a c b P1 63,6 73,2 6,0 134,4 c ab c ab P2 64,1ab 72,0 6,3b 143,7 ab ab ab a P3 65,6 72,2 6,8 149,6 a a a a P4 66,2 75,0 7,2 153,3 Superskrip dalam kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05).

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kadar amonia dan VFA total antar perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01). Semakin tinggi persentase tepung daun waru semakin tinggi pula kecernaan, kadar amonia, dan VFA total. Taraf tepung daun waru 0,40% mampu menghasilkan kecernaan bahan kering 66,20%. Pakan dikatakan baik apabila kecernaannya minimum 60%. Nilai kecernaan tersebut sangat mendukung pertumbuhan mikroba rumen dan performans ternak ruminansia. Kecernaan bahan kering dan bahan organik mempunyai hubungan yang erat, karena nutrien yang terkandung di dalam bahan organik ada pula di dalam bahan kering. Bahan organik merupakan komponen yang paing banyak di dalam bahan kering.Kecernaan bahan kering mengikuti persamaan garis regresi: Y = 62,771 + 2

  8,605 X (r = 63,40%). Kecernaan bahan organik paling rendah 69,48%, mengikuti persamaan 2 garis regresi: Y = 70,3705 + 10,095 X (r = 43,31%).

  Purwokerto

  Hasil penelitian untuk kadar amonia berkisar antara 5,40

  • – 7,24 mM. Kadar amonia tersebut cukup untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen dan sintesis protein mikroba. Secara normal konsentrasi amonia di dalam cairan rumen antara 4
  • – 12 mM (rataan 8 mM). Konsentrasi amonia yang lebih dari 30 mM akan mengakibatkan konsentrasi amonia darah meningkat dan gejala keracunan dapat terjadi apabila kadar amonia darah mencapai 0,5 mg/100 ml (Hungate, 1966). Konsentrasi amonia hasil penelitian in vitro mengikuti persamaan garis regresi; Y = 5,455 + 4,4925
  • 2 X (r = 88,68%). Sedangkan kadar VFA total berkisar antara
  • – 153 mM. Konsentrasi VFA total dalam cairan rumen untuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen adalah 80 -160 mM (rataan 120 mM). Hasil penelitian ini sangat baik, karena rataan VFA total 131,5 mM, masih mampu untuk mendukung pertumbuhan mikroba dan proses sintesis protein mikroba. Konsentrasi
  • 2 VFA total mengikuti persamaan garis regresi Y = 110,757 + 235,688 X (r = 86,23%).

    1.Kecernaan Bahan Kering

      Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering suplemen pakan domba (SPD) berkisar 62,48 -66,20% berbeda nyata (P< 0,05). Nilai kecernaan tersebut cukup tinggi. Nilai kecernaan bahan kering tersebut cukupuntuk mendukung pertumbuhan mikroba rumen. Kecernaan bahan kering semakin meningkat dari 62,48% menjadi 66,20%. Kecernaan bahan kering melalui dua tahap, yaitu proses pencernaan fermentatif dan proses pencernaan hidrolitik. Proses pencernaan fermentatif dilakukan oleh mikroba rumen dan dilanjutkan dengan proses pencernaan hidrolitik. Semakin banyak SPD terfermentasi akan semakin sedikit residu yang dihasilkan, akibatnya semakin tinggi pula nilai kecernaan bahan keringnya. Proses pencernaan bahan kering sangat membutuhkan protein pakan sebagai sumber nutrien esensial bagi ternak dan ketersediaannya yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroba, sehingga proses pencernaan meningkat. Pertumbuhan dan aktivitas mikroba selulolitik sangat membutuhkan sumber energi, nitrogen, mineral dan vitamin. Sumber protein yang berasal dari pakan sebagian dihidrolisis menjadi peptida dan asam amino oleh mikroba rumen. Sebagian asam amino mengalami degradasi menjadi asam organik, ammonia dan karbon dioksida. Pencernaan protein di dalam rumen dilakukan oleh mikroba rumen yang berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering pakan. Untuk pertumbuhan optimum, mikroba rumen membutuhkan N-NH3 4

    • – 12 mM (rataan 8 mM) dan VFA 80 - 160 mM (rataan 120 mM) (Gambar 1).
    Purwokerto

      Gambar 1. Grafik kecernaan bahan kering

    2. Kecernaan Bahan Organik

    • – Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik SPD antara 69,46 75,04%, antar perlakuan berbeda nyata (P>0,05). Kecernaan bahan organik erat hubungannya dengan kecernaan bahan kering, karena bahan kering terdiri atas bahan organik, perbedaan keduanya hanya terletak pada kadar abu. Kecernaan bahan organik menggambarkan ketersediaan nutrien pakan. Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik mempunyai hubungan yang erat karena nutrien yang terkandung di dalam bahan organik, terkandung pula dalam bahan kering. Kecernaan bahan organik tersebut tidak jauh berbeda dengan kecernaan bahan kering, karena kecernaan bahan organik erat hubungannya dengan kecernaan bahan kering (Gambar 2). Ranjhan (1981) menyatakan bahwa bahan pakan yang kadar nutriennya sama memungkinkan kecernaan bahan organik mengikuti kecernaan bahan keringnya. Namun demikian, keadaan ini tidak selamanya berlangsung sama karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu kadar nutrien pakan, bentuk dan ukuran fisik pakan dan jumlah maupun macam mikroba yang ada di dalam retikulorumen. Populasi dan aktivitas mikroba dapat menurun apabila ketersediaan nitrogen dan sumber energi tidak seimbang yang digunakan untuk sintesis protein mikroba.

      Gambar 2. Grafik kecernaan bahan organik Purwokerto 3.

       Kadar Amonia

      Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kadar N-NH 3 SPD antar 5,40

    • – 7,24 mM antara perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Hasil tersebut sama dengan pendapat Sutardi dkk (1993) yang menyatakan bahwa konsentrasi N-NH 3 optimum yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan mikroba adalah 4 - 12 mM (rataan 8 mM). Tingginya konsentrasi N-NH3 disebabkan karena kadar protein kasar SPK yang cukup dan karbohidratnya mudah larut. Hal tersebut sejalan dengan produk fermentasi VFA total, dan disebabkan karena jumlah protein kasar SPK semakin meningkat, sehingga pertumbuhan dan aktivitas mikroba untuk mendegradasi SPK semakin meningkat, akibatnya produk fermentasi tersebut, diantaranya adalah N-NH 3 semakin tinggi. Macam bahan pakan, komposisi kimia bahan pakan, dan fraksi karbohidrat non struktural dalam bahan pakan sangat mempengaruhi kadar N-NH3. SPD selain kandungan protein kasarnya cukup tinggi, juga merupakan bahan pakan sumber karbohidrat non struktural, sehingga mudah dicerna, akibatnya kadar N-NH3 meningkat. Hasil ini cukup untuk mendukung proses sintesis mikroba. Konsentrasi ammonia yang lebih dari 30 mM cairan rumen akan mengakibatkan konsentrasi ammonia darah meningkat dan gejala keracunan dapat terjadi apabila kadar ammonia darah mencapai 0,5 mg/100 ml (Hungate, 1966). Pada kasus keracunan, ammonia darah meningkat 0,9 mg / 100 ml dalam waktu 60 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar ammonia tersebut sangat baik untuk mendukung pertumbuhan dan proses sintesis protein mikroba, dan tidak menimbulkan keracunan. Apabila berpanduan pada hasil penelitian Satter dan Slyter (1974), kadar ammonia tersebut sudah cukup, karena kebutuhan mikroba terpenuhi dengan kadar ammonia 5 mg% atau ± 4 mM. Namun Preston dan Leng (1987) memperlihatkan bahwa kecernaan terus meningkat sampai

      dengan kadar ammonia 200 mg/L atau ± 12 mM, bahkan konsumsi masih meningkat hingga kadar ammonia 250 mg/L atau ± 15 mM. Mungkin sekali kadar ammonia rumen yang optimal sekitar 8 mM. Beberapa penelitian telah menyampaikan, antara lain Fauzia Agustin et. Al., (1991) mendapatkan efisiensi penggunaan ransum tertinggi untuk pertumbuhan sapi perah jantan pada kadar ammonia rumen 8 mM, sedangkan untuk sapi laktasi, efisiensi penggunaan energi tertinggi untuk produksi susu terjadi pada kadar ammonia rumen 9 mM (Widyawati et al., (1992) dan efisiensi penggunaan N tertinggi untuk pertumbuhan domba dapat dicapai pada kadar ammonia rumen 7 mM (Muktiani, 1994) (Gambar 3).

      Purwokerto

      Gambar 3. Grafik kadar amonia 4.

       Kadar VFA Total

      Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kadar VFA total SPD109- 153 mM dan antar perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Kadar VFA meningkatkan sejalan dengan meningkatnya persentase tepung daun waru dalam SPDin vitro. Hasil tersebut sama dengan pendapat Sutardi dkk (1993) yang menyatakan bahwa konsentrasi VFA optimum yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan mikroba adalah 80

    • – 160 mM. Tingginya konsentrasi VFA total mencerminkan kadar protein kasar SPD yang tinggi dan karbohidratnya mudah larut. Hal tersebut disebabkan karena jumlah protein kasar SPD semakin meningkat, sehingga pertumbuhan dan aktivitas mikroba untuk mendegradasi SPD semakin meningkat, akibatnya produk fermentasi tersebut, diantaranya adalah VFA total semakin tinggi. Macam bahan pakan, komposisi kimia bahan pakan, dan fraksi karbohidrat nonstruktural dalam bahan pakan sangat mempengaruhi kadar VFA total. Silase pakan komplit selain kadar protein kasarnya cukup, juga merupakan bahan pakan sumber karbohidrat nonstruktural, sehingga mudah dicerna, akibatnya kadar VFA

      total meningkat (Gambar 4).

      Gambar 4. Grafik kadar VFA total Purwokerto KESIMPULAN

      Suplemen pakan domba yang mengadung tepung daun waru dari 0

    • – 0,4% menghasilkan rataan kecernaan bahan kering 64,55%, rataan kecernaan bahan organik 72,26%, rataan kadar amonia 6,32 mM dan rataan kadar VFA total 131 mM.

      Ucapan Terima kasih

      Atas pelaksanaan penelitian, peneliti mengucapkan terima kasih kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Ditjen Dikti yang telah memberi dana untuk penelitian produk terapan (PPT) tahun I ini.

    DAFTAR PUSTAKA

      Agustin, Fauzi, T. Sutardi, D. Sastradipradja, dan Y. Yachya, 1991. Penggunaan Lumpur Sawit (dried palm oil sludge) dan Serat Sawit (palm press fiber) dalam Ransum Pertumbuhan Sapi Perah. Buletin Makanan Ternak 11:28-39 Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its Microbe. Acaemic Press, New York.

      Muktiani, Anis. 1994. Potensi Azolla (Azolla microphylla) Terfermentasi sebagai Sumber Protein Ternak Ruminansia. Tesis MS. Program Pascasarjana IPB, Bogor. Preston, T. R. and R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resources in the Tropics dan Sub- tropics. Penambul Books, Armidale. Ranjhan, S.K. 1977. Animal Nutrition and feeding. Practice in India. Second Edition. Vicas Publishing House PVT Ltd, New Delhi. Suparwi. 2016. Pakan dan Nutrisi Ruminansia. Unsoed Press, Purwokerto. Sutardi, T. 1993. Pemanfaatan Limbah Tanaman Perkebunan sebagai Pakan Ternak Ruminansia.

      Prosiding Seminar Pameran Produksi dan Teknologi Peternakan. Hal 102-121. Steel, R.G.D and J.H. Torrie. 1980. Principles and Procedures of Statistics. A Biometrical Approach. Second edition. McGraw-Hill. International Book Company. Tokyo.

      Tilley, J.M.A., and R.A. Terry, 1963. A two

    • –stage technique for the in vitro digestion of forgape crops. Journal of the British Grasskand Society, 18 (2) : 104.

      Widyawati, Susi, T. Sutardi, D. Sastradipradja, dan A. Sudono. 1992. Penggunaan Lumpur Sawit Kering sebagai Pengganti Dedak Padi dalam Ransum Sapi Perah laktasi. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 2: 82-95.