HUBUNGAN ANTARA KADAR UREUM, KREATININ DAN KLIRENS KREATININ DENGAN PROTEINURIA PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

  Purwokerto

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

  

HUBUNGAN ANTARA KADAR UREUM, KREATININ

DAN KLIRENS KREATININ DENGAN PROTEINURIA

PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS

  

Oleh

Vitasari Indriani, Wahyu Siswandari, Tri Lestari

  

Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Jederal Soedirman

vita.indriani@gmail.com

ABSTRAK

  Latar belakang: Pemeriksaan ureum, kreatinin dan klirens kreatinin adalah pemeriksaan untuk monitoring fungsi ginjal seseorang. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada laboratorium pratama dengan akses yang terjangkau. Pemeriksaan albumin urin sebagai petanda dini dari komplikasi mikrovaskuler pada DM. albuminuria relative mahal dan tidak semua laboratorium dapat melaksanakan pemeriksaan ini, sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif deteksi komplikasi nefropati diabetikum pada penderita DM.Tujuan: membuktikan adanya hubungan ureum, kreatinin dan klirens kreatinin dengan proteinuria pada penderita DM. Harapannya pemeriksaan fungsi ginjal dapat dilaksanakan rutin pada pusat pelayanan kesehatan 1 untuk mendeteksi dini komplikasi nefropati pada penderita Diabetes Mellitus. Metode: Desain observasional analitik dengan pendekatan belah lintang (cross sectional). Responden 35 orang DM dilakukan pemeriksaan ureum dan kreatinin metoda enzimatik, Klirens kreatinin dengan perhitungan cockroft gault formula dan proteinuria dengan pemeriksaan albumin urin metoda immuno chromatografi. Hubungan antar variabel dianalisis dengan uji korelasi Pearson. Hasil dan Pembahasan: Terdapat hubungan antara kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin dengan proteinuria (p=0,298;0,386;0,382).Komplikasi DM mikrovaskuler yang terjadi akibat kerusakan glomerulus menyebabkan sejumlah protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah albumin. Peningkatan kadar albumin dalam urin merupakan tanda awal adanya kerusakan ginjal oleh karena diabetes. Kesimpulan: Terdapat hubungan sinifikan antara ureum, kreatinin dan klirens kreatinin dengan proteinuria pada pasien Diabetes Mellitus.

  Kata kunci: diabetes, ureum, kreatinin, klirens kreatinin, proteinuria ABSTRACT

  Background: Examination of urea, creatinine and creatinine clearance is the examination for monitoring kidney function. The examination can be done in laboratory with affordable access. Urine albumin examination as an early marker of microvascular complications in diabetes. Albuminuria is relatively expensive and not all laboratories can carry out this examination, so this study is expected to provide an alternative detection of diabetic nephropathy complications in patients with diabetes.Objective: To prove the existence of urea, creatinine and creatinine clearance with proteinuria in diabetic patients. Renal function examination can be done routinely at the primary health care to detect early complications of nephropathy in patients with Diabetes Mellitus.Method: Analytic observational design with cross sectional approach. Respondents 35 patient were examined for urea and creatinine with enzymatic method, creatinine clearance with calculation of cockroft gault formula and proteinuria with urine albumin examination. Corrrelation between variables were analyzed by Pearson test. Results and Discussion: There is an association

  Purwokerto between urea, creatinine, creatinine clearance with proteinuria (p = 0.298, 0.386, 0.382).

  Complications of microvascular diabetes occurring due to glomerular damage cause some blood proteins excreted into the urine abnormally. The main protein excreted is albumin. Increased levels of albumin in the urine is an early sign of kidney damage due to diabetes.Conclusion: There is a significant relationship between urea, creatinine and creatinine clearance with proteinuria in diabetic patients. Keywords: diabetes, urea, creatinine, creatinine clearance, proteinuria

  PENDAHULUAN

  Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. World Health Organization (WHO) merumuskan bahwa DM merupakan suatu kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dari sejumlah faktor dimana didapati defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Perkeni,2011). International Diabetes Foundation (IDF) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM didunia dari 382 juta pada tahun 2013 menjadi 592 juta pada tahun 2035. WHO melaporkan Indonesia menempati urutan keempat terbesar dari jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk setelah India, China dan Amerika Serikat. Menurut data Riskesdas tahun 2013, terjadi peningkatan prevalensi DM di 17 propinsi di Indonesia dari 1,1% (tahun 2007) meningkat menjadi 2,1% tahun 2013 dari total penduduk sebanyak 250 juta (Canadian Diabetes, 2013; IDF,2013).

  Diabetes melitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan pemantauan kontrol glikemik secara teratur. Kondisi hiperglikemi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh penderita yang nantinya akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi DM meliputi makrovaskular (stroke, penyakit jantung koroner, penyakit arteri perifer) dan mikrovaskular (retinopati, neuropati dan nefropati) (IDF,2013). Kontrol glikemik merupakan pemantauan kadar glukosa darah. Kontrol glikemik baik atau buruk menentukan progresivitas penyakit DM. Kontrol glikemik buruk pada penderita DM tipe II dapat dilihat dari gejala yang timbul antara lain terjadinya hiperglikemi, hiperinsulinemia, protein glikosilasi dan stres oksidatif yang mengakibatkan timbulnya gambaran komplikasi DM tipe II. Hiperglikemia yang kronik menimbulkan kerusakan jangka panjang pada organ vital seperti ginjal, saraf, jantung, mata dan pembuluh darah. Komplikasi mikrovaskuler yang paling sering pada penderita DM adalah nefropati diabetikum. Penyakit ini terjadi akibat kerusakan pada filter ginjal atau yang dikenal dengan glomerulus. Kerusakan glomerulus menyebabkan sejumlah protein darah diekskresikan ke dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah albumin. Ginjal pada keadaan normal, akan mengekskresi albumin dalam jumlah sedikit dalam urin. Peningkatan kadar albumin dalam urin merupakan tanda awal adanya kerusakan ginjal oleh karena diabetes. Komplikasi mikrovaskuler pada ginjal dapat dideteksi dengan ditemukannya albuminuria yang Purwokerto menetap (≥ 300 mg/24 jam) pada pemeriksaan yang dilakukan 2 kali dalam kurun waktu 3-6 bulan.

  Sebanyak 30% penderita DM akan berkembang menjadi nefropati dengan proteinuria yang nyata, dan setelah 20 tahun sekitar 20% akan berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir tanpa adanya intervensi. DM yang lama menyebabkan perubahan pada pembuluh darah kecil yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal dimana kerusakan ginjal tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal yang berat dan 5-10 tahun untuk menjadi masalah kerusakan ginjal yang bermakna (ADA,2015;Koga et al,2010)

  Penelitian Purdil K et al (2012) menemukan bahwa diabetes yang tidak terkontrol berhubungan kuat dengan terjadinya prevalensi albuminuria. Suresh dkk (2013) menemukan bahwa terdapat hubungan antara albuminuria dengan kontrol glukosa yang buruk. Penelitian Kundu et al (2012) menemukan bahwa penurunan kontrol glikemik menyebabkan peningkatan dari risiko albuminuria, dimana albuminuria bisa terjadi kurang dari 2 tahun durasi diabetes dengan kontrol glikemik yang buruk.

  Kontrol glikemik pada pasien DM tipe II bertujuan untuk mendeteksi dini yang dapat digunakan untuk pencegahan terjadinya komplikasi DM yang lebih lanjut. Pemeriksaan glukosa darah puasa, HbA1c dan glycated albumin adalah beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk monitoring kontrol glikemik seseorang. Penelitian Naveen et al (2012) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kadar HbA1c dengan albuminuria pada penderita DM Tipe II. Kaushik et al (2007) menemukan adanya hubungan yang positif antara kadar glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial serta HbA1c dengan albuminuria. Suresh et al (2013) menemukan adanya hubungan antara glycated albumin dengan mikroalbuminuria.

  Jumlah penderita DM yang semakin meningkat dari tahun ke tahun memerlukan perhatian yang cukup serius untuk menangani masalah ini. Upaya pencegahan terjadinya DM maupun pencegahan terjadinya komplikasi lebih lanjut pada penderita DM sangat diperlukan. Penelitian yang menghubungkan HbA1c ataupun GDP dengan albuminuria sudah banyak dilakukan, namun penelitian yang menghubungkan glycated albumin dengan albumin urin belum banyak dilakukan. Penelitian ini bermaksud untuk menggabungkan antara ketiga parameter kontrol glikemik bersamaan dengan albumin urin, dimana penelitian tersebut belum banyak dilakukan terutama di Indonesia (Suresh,2013).

METODE PENELITIAN

  Penelitian dilakukan pada bulan Februari - Juli 2017di Kelompok Prolanis Puskesmas Purwokerto Selatan. Bahan dan alat yang digunakan terdiri dari sampel serumpasien untuk pemeriksaan ureum dan kreatinin, serta sampel urin tampung 24 jam untuk pemeriksaan proteinuria (mikroalbuminuri).

  Alat yang dipergunakan jarum vacuntainer, tabung vacuntainer plain dan pot urin. Pemeriksaan

  Purwokerto menggunakan alat kimia klinik Dimension tipe EXL200 merk Siemens dan NycoCard U-Albumin.

  Perhituhan klirens kreatinin menggunakan rumus Cockroft Gault Formula. Metode penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan pendekatan belah lintang (cross sectional). Subyek penelitian adalah penderita yang telah terdiagnosa DM yang datang berobat Prolanis dan menandatangani informed consent serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi : Pria maupun wanita yang menderita DM, berusia 30 - 60 tahun . Kriteria eksklusi : serum ikterik, serum lipemik, serum lisis. Data yang didapat dianalisis secara deskriptif untuk memperlihatkan karakteristik subyek penelitian. Analisis bivariat dilakukan dengan uji korelasi pearson untuk melihat hubungan antara ureum, kreatinin dan klirens kreatinin dengan proteinuria.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Penelitian ini melibatkan 35 orang penderita DM tipe II yang menjalani rawat jalan di Prolanis Puskesmas Purwokerto Selatan, yang terdiri dari 15 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Masing-masing penderita menjalani pemeriksaan ureum, kreatinin, klirens kreatinin serta pemeriksaan proteinuria. Penelitian ini memeriksa kadar mikroalbuminuria memakai spesimen urin 24 jam. Menurut data Riskesdas tahun 2013 jumlah penderita diabetes mellitus tipe

  II di Indonesia proprorsinya lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki, hal tersebut bisa disebabkan akibat pola makan, kurangnya aktifitas fisik dan timbunan lemak tubuh. Aktifitas fisik perempuan juga tidak seberat laki-laki, serta timbunan lemak pada perempuan yang lebih banyak daripada laki-laki, dimana hal ini berkaitan dengan pengaruh kadar asam lemak terhadap resistensi insulin. Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian

  Karakteristik Mean ± SD

  Umur 51,89 ± 6,78 Sistole (mmHg) 108,44 ± 14,13 Diastole (mmHg) 84,44 ± 19,25 Onset (Tahun) 4,88 ± 1,33 Ureum (mg/dl) 31,6 ± 1,83 Kreatinin (mg/dl) 1,05 ± 0,45 Klirens Creatinin 68,85 ± 15,36 Proteinuria (mg) 53,93±15.2

  Tekanan darah pada responden rata-rata masih dalam batas normal. Kami memang mengambil responden DM tanpa hipertensi. Onset menderita DM responden rata-rata 5 tahun, dimana hal ini akan berpengaruh pada proses perjalanan penyakit. Komplikasi Nefropati diabetika biasanya mulai terjadi pada tahun kelima, walaupun klinisnya belum khas. Pemeriksaan Purwokerto

  laboratorium yang dapat digunakan sebagai marker prognostik berguna dan prediktor kerusakan ginjal pada pasien diabetes adalah ureum kreatinin dan klirens kreatinin.. Pada penelitian kami tingkat kreatinin serum yang tinggi terlihat lebih banyak pada pria daripada wanita, yang bisa karena penyimpanan kreatinin sebagai massa otot dan adanya massa otot tinggi pada pria. Pengamatan serupa telah dilaporkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Shrestha et al. Hasil penelitian kami sesuai dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa peningkatan kadar kreatinin dan urea plasma pada pasien diabetes dapat mengindikasikan adanya masalah pra-ginjal. Hiperglikemi menyebabkan gangguan terhadap permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan peningkatan ekskresi albumin dalam filtrat glomerulus.

  Kadar ureum dan kreatinin pada penelitian ini meningkat dari nilai rujukan untuk beberapa responden dengan rata-rata masih dalam rentang nilai normal. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden baru sekitar 5 tahun menderita DM dan rutin kontrol untuk menjaga stabilitas kadar gula darah dalam tubuh. Penurunan klirens kreatinin responden rata-rata 68,85 ± 15,36, sudah menunjukkan rentang dibawah nilai normal. Perlu dilakukan monitoring lebih lanjut untuk ekmungkinan komplikasi nefropati bagi esponden yang hasil mikroalbuminurianya dibawah 30mg/g. Dari penelitian yang sudah dilakukan terhadap 35 penderita DM tipe 2, maka diperoleh hasil 9 orang memperoleh hasil pemeriksaan mikroalbumin normal dan 26 orang memperoleh hasil pemeriksaan mikroalbumin diatas 30. Tabel 2. Hubungan antar variabel

  Proteinuria Variabel p* r

  Ureum 0,009 0,386 Kreatinin 0,047 0,298 Klirens Kreatinin 0,010 -0,382

  Mikroalbuminuria merupakan tanda kardinal onset penyakit ginjal akibat DM, dan menunjukkan adanya penyakit vaskular progresif yang menyeluruh. Laju ekskresi albumin (albumin excretion rate/AER) urin 24 jam yang normal adalah <15 mg (konsentrasi <20mg/L) . Pada penelitian ini didapatkan kadar miroalbuminuria rata-rata 53,93mg/g. Nilai ini sudah diatas 30 mg/g dimana menunjukkan pada responden sudah terjadi proteinuria sebagai tanda awal terjadinya nefropati diabetika. Terdapat hubungan positif anatar ureum dan kreatinin terhadap proteinuria. Hubungan negatif lemah juga terlihat dari hubungan klirens kreatinin dengan proteinuria. Protein merupakan suatu petanda adanya kerusakan ginjal, kadar protein yang dapat terdeteksi dalam jumlah yang stabil adalah albumin urin. Albumin urin adalah terjadinya kehilangan albumin dalam urin sebesar 30-300 mg/hari. Albumin urin juga dikenal sebagai tahapan nefropati insipient.Kadar advanced glycation end products (AGEs) dalam darah akan meningkat dalam perkembangan komplikasi mikrovaskuler pada renal mesangial cell growth yang terjadi Purwokerto

  selama nefropati diabetikum. Ikatan AGEs dengan reseptor AGEs (RAGE) memicu timbulnya reactive oxygen species (ROS) dan aktivasi nuclear factor kappa-ß (NF- κß) terhadap sel target, endothelium, sel mesangial dan makrofag dengan respons peningkatan permeabilitas vaskuler, sehingga terjadi transvascular albumin leakage yang menimbulkan albuminuria.(Sandra et al,2012)

  Ureum merupakan produk sisa dari metabolism protein yang secara normal dipindahkan dari darah ke ginjal. Jumlah ureum dalam darah ditentukan oleh diet protein dan kemampuan ginjal mengekskresikan urea. Jika ginjal mengalami kerusakan, urea akan terakumulasi dalam darah. Peningkatan urea plasma menunjukkan kegagalan ginjal dalam melakukan fungsi filtrasinya. (Lamb et al,2006) Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Alfarisi, Basuki dan Susantiningsih, 2013).

  Klirens kreatinin adalah pengukuran yang baik untuk tes fungsi ginjal. Salah satu kelemahan adalah bahwa sel tubulus mensekresikan sejumlah kecil kreatin kedalam filtrat, sehingga angka klirens sekitar 10% lebih tinggi daripada yang sebenarnya.(K/DOQI) (2012). pada penelitian ini didapatkan bahwa sudah terjadi peningkatan fungsi ginjal pada beberapa responden DM tetapi tidak semua mengalami proteinuria sebagai petanda nefropati DM. Keterbatasan pada penelitian ini adalah jumlah sampel dan tidak melibatkan faktor kontrol glikemik pada responden. Responden hanya dilakukan pemeriksaan sekali tidak serial.

  KESIMPULAN

  Terdapat hubungan antara kadar ureum, kreatinin dan klirens kreatinin dengan proteinuria pada pasien diabetes mellitus.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman yang telah memfasilitasi pengabdian kepada masyarakat ini.

DAFTAR PUSTAKA

  Aaron KJ, Sanders PW. 2013. Role of dietary salt and potassium intake in cardiovascular health and disease: a review of the evidence. Mayo Clin Proc, 88(9): 987-95.

  Purwokerto

  Alfarisi S, Basuki W, Susantiningsih T. 2013. Perbedaan kadar kreatinin serum pasien diabetes melitus tipe-2 yang terkontrol dengan yang tidak terkontrol di RSUD dr. H. Abdul Moeloek bandar lampung tahun 2012. Majority, 2(5): 129-36. American Diabetes Association. 2015. Diagnosis and Classification of Diabetes melitus. Diabetes care; 35, S64-S71. Amir A, Sara F, Mehran H, A. 2014. Glycated albumin : an overview of the In Vitro models of an

  In Vivo potential disease marker J of Diabetes & Metabolic Disorders ; 3(2): 1724-1726; Arora S. 2010. Renal function in diabetic nephropathy. World J of Diabetes, 1(2):48-56. Bawazier LA. 2009. Proteinuria dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Penerbit IPD FK UI, hal: 956. Belchetz PE, Hammond P. 2003. Diabetic nephropathy dalam Mosby’s Colour Atlas and Text of Diabetes and Endocrinology. Philadelphia: Mosby.

  Bhowmick K, Kutty AVM, Shetty HV. 2007. Glycemic control modifies the association between microalbuminuria and c-reactive protein in type 2 diabetes mellitus. Indian J Clin Biochem, 22(2): 53-9.

  C. Sofa. 2007. Nefropati Diabetika, Naskah Lengkap Diabetes Melitus ditinjau dari berbagai aspek Penyakit Dalam;. hal 7-12: Badan penerbit Universitas Diponegoro. Canadian Diabetes Association Clinical Practice Guidelines Expert Committee. 2013. Definition,

  Classification and Diagnosis of Diabetes, Prediabetes and Metabolic Syndrome. Can J Diabetes. 37: S8-S11. Colledge NR, Walker BR, Ralston SH. 2006. Davidson’s Principles and Practise of Medicine 20th Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone, Hal: 805-846.

  Conroy ML et al. 2010. Atlas of Pathophysilogy 3rdEdition. Philadelphia: Lippincott D Kundu et al, 2013.Relation of microalbuminuria to glycosylated hemoglobin and duration of type 2 diabetes, ; J of Clinical Practice Vol 16.

  Dwyer BK, Gorman M, Carroll IR, Druzin M. 2008. Urinalysis vs urine protein-creatinine ratio to predict significant proteinuria inpregnancy. J Perinatol.;28(7):461

  • –7. Hamed B. S, Pavcovic. P, Metelco. Z. 2012. Review, Microalbuminuria and Diabetes Melitus. ; Diabetologi Croatica 31-4.

  Hirata T et al. 2013. The Ratio of Glycated Albumin to HbA1c is Correlated with Diabetes Duration According to Decreases in Insulin Secretion in Patients with Autoimmune Type 1 Diabetes and Type 2 Diabetes ; 2013. 7(4) 283 –288. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas. 6th ed. Iraj Heydari, Vida Radi, Sara Razmjou, Afsaneh Amiri. 2010. Chronic complications of diabetes mellitus in newly diagnosed patients. International ;J of Diabetes Mellitus 2 () 61

  • –63. K. Bhowmick, A.V.M. Kutty, H.V. Shetty. 2007. Glycemic kontrol modifies the association between microalbuminuria and C-Reactif Protein in type 2 Diabetes, Indian J of Clinical Biochemistry; 22 (2) 53-59.

  KDIQO. 2012. Clinical Practice Guidelines for the Evaluation and Management of Chronic Kidney disease. Kidney Int; 3: issue 1. Koga M, Kasayama S. 2010. Clinical impact of glycated albumin as another glycemic kontrol maker. Endocrine journal. 57(9): 751-62. Lamb, E., D.J. Newman, C.P. Price. 2006.Kidney function test..In: Burtis, C.A., E.R. Ashwood, D.E. Bruns. (Eds). Tietz Textbook of Clinical Chemistry and molecular diagnostic.

  Elsevier Saunder. St Louis. Naveen. P , Kannan. N , Vamseedhar A , Bhanu P. G , Aravind K. R. 2012. Evaluation of Glycated hemoglobin and Microalbuminuria as early risk markers of Nephropathy in Type 2

  Diabetes melitus, Int J Biol Med Res;; 3(2): 1724-1726 Perkeni. 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia.. hal 5-11, 15, 22. Jakarta. Purdil K, Momin K, Aziz A, Abdul A, Wasil K. 2012. Relationship of Glycemic Kontrol With

  Prevalence of Microalbuminuri in Diabetic Patients, Gomal J Med Sci. 10: 201-4 Purwokerto

  Ritika. K. T et al, 2010. Relationship Between Glycosylated Hemoglobin and Risk of Microalbuminuria in Patients with Type 2 Diabetes melitus;. People’s J of Scientific Research January. Vol. 8, Issue 1.

  Sandra S. Neil K, 2012. Role of Hyperfiltration in the pathogenesis of Diabetic Nephropathy. In: Advances in Pathogenesis of Diabetic Nephropathy;. Nova Science Publishers, Inc Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, edisi kedua.

  Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. Sugiarto. 2013. Management of Diabetic Nephropathy, Workshop & Simposium Continuing Proffesional Development on Clinical Pathology and Laboratory Medicine Joglosemar.

  Suresh B, Ivvala A. 2013. Evaluation of glycated albumin and microalbuminuria as early risk markers of nephropathy in type 2 diabetes melitus. J of Investigational Biochemistry;; 2(2): 127-131.