View of Tingkatan Eksistensi dan Motivasi dalam Islam serta Relevansinya dengan Ekonomi Islam

  

Tingkatan Eksistensi dan M otivasi dalam Islam serta

Relevansinya dengan Ekonomi Islam

Abbas J. Ali Dit erjem ahkan dan Disadur oleh Yoyo Ham bali

  Abst ract . Purpose – This paper seeks t o shed light on Islam ic perspect ives on m ot ivat ion and personality. It argues t hat original Islam ic t hinking in t he sevent h and elevent h cent uries offer useful organizational insight s for t oday’s organizations. Design/ m et hodology/ approach – This research contrast s an earlier Islam ic writing on m otivat ion and personalit y w it h cont em porary hum anist ic t heories on m otivat ion. This st udy suggest s t hat religion and spirit ualit y can posit ively influence behavior and organizational perform ance. Findings – It show s t hat religion m ay provide a pot entially useful fram ew ork w it hin w hich t o st udy t he relat ionship bet w een fait h and w ork. It w as document ed t hat the Islamic profile of human exist ence (M ut am ainna) challenges most of t he prevailing m anagem ent assum pt ions on hum an beings. Practical im plicat ions – Opens up a new avenue for view ing t he nat ure of hum an exist ence and dispels t he w idely held belief t hat hum an beings by nat ure are dest ined t o engage in dest ruct ive behavior. Originalit y/ value – The paper provides original concept ualizations and perspectives t hat are of value t o researchers in t he fields of spirit uality and int ernational com parative m anagement . The paper offers a new perspective on how t he degree of int ernalizat ion of spirit ual needs influences an individual’s behavior and expect ations.

  

Pendahuluan kem bang. Pent ingnya spirit ualit as di

  Persaingan pasar dan usaha unt uk t em pat kerja yang berkait an dengan m eningkat kan kinerja organisasi ki- hubungan ant ara im an dan kerja nerja telah mem otivasi manajer dan m endapatkan perhat ian dan porsi m ahasisw a m anajem en unt uk m en- yang signifikan baru-baru ini (M itroff cari perspektif dan pendekat an baru dan Dent on, 1999; West on, 2002). yang relevan dengan perkem bangan M eskipun hubungan ant ara spirit ual- organisasi. Salah sat u bidang yang lit as dan agam a bukan t opik t ulisan t am paknya menarik perhatian adalah ini, nam un m em bahas keduanya spirit ualit as. Bahkan, dalam beberapa m em brikan m anfaat karena hubung- t ahun t erakhir, sejumlah besar lit e- an ant ara keduanya sam a-sam a m e- rat ur t ent ang spiritualit as t erus ber- nekankan pada nurani. Bahkan, dalam

  M aslahah , Vol.2, No. 1, M aret 2011

  27

  w acana keagam aan kat a spirit ualit as sering digunakan secara sinonim dengan agam a dan im an (Benefiel, 2003; Reiner, 2007). Nam un penelit i lainnya seperti M cCormick (1994) berpendapat bahw a agam a tidak ident ik dengan spirit ualit as. Spirit ua- lit as, lebih cenderung hanya berhu- bungan dengan aspek-aspek int rinsik agam a. Agam a, oleh karena itu, m uncul untuk m erangsang para penelit i unt uk m enilai akurasi adanya konvensi um um mengenai pengaruh agam a pada m anajem en dan organisasi (Weaver dan Agle, 2002). Para penulis ini menegaskan bahw a peran agam a yang lebih besar dalam ident itas diri m anusia adalah peran agam a dalam m em ber harapan pada individu.

  Pent ingnya hubungan ant ara aga- m a dan m anajem en sem akin t um buh dikait kan dengan semakin m ening- kat nya jum lah m anajer yang secara t erbuka m enyat akan agam a dalam prakt ek bisnis m ereka (Kinni, 51 2003; Weaver dan Agle, 2002). Dalam dunia bisnis saat ini, perusahaan besar sepert i Ford, Texas Inst rument s, dan M errill Lynch telah m enunjukkan m inat yang lebih besar t erhadap peran agam a di t em pat kerja (Kinni, 2003). Agam a dan spirit ualit as sem akin dalam dunia bisnis berguna dalam m eningkat kan t anggung jaw ab sosial (social responsible) dan m em - berikan m ot ivasi sert a inspirasi baru bagi para karyaw an dan m anajer perusahaan (Garcia-Zam or, 2003). Secara t radisional, hubungan agam a dalam pem bangunan ekonom i dan et os kerja, sert a dam pak agam a t er- hadap budaya dan kinerja organisasi secara intensif diperdebat kan dalam kont eks Krist en dan Yudaism e. Selain Krist en dan Yudaism e (Yahudi), Islam ham per diabaikan dalam literat ure m anajem en. Padahal Islam mena- w arkan perspektif yang unik dalam hal menjaga keseim bangan kerja dan hidup dalam m enjalankan kegiat an organisasi. Sejak dim ulai pada t ahun 610, Islam t elah m enawarkan per- spekt if yang unik m engenai dunia kerja dan m anajem en. Kaum M uslim aw al memiliki art ikulasi etika dan perilaku kerja yang diperkuat dengan im an sehingga mem percepat peru- bahan sosial ekonom i di Jazirah Arabia yang m erupakan t em pat lahirnya Islam sert a di luar Arab. Perspektif Islam m engenai hubungan im an dan kerja m em berikan m akna m akna posit if yang m asih relevan dengan pem ikiran kontem porer saat ini. Sejak aw al kem unculan dan perkem bangan Islam pengusaha M us- lim didorong oleh ajaran Islam m en- jadi orang yang sukses dalam m em - bangun dan m engorganisir indust ri, perdagangan, perusahaan at au gilda. (Izeeddin, 1953). Penekanan yang berorient asi pada t anggung jaw ab, kesem purnaan dan kerja keras, ber- lom ba-lom ba dalam kebaikan dan m enghorm at i keanekaragam an sert a m em usat kan kerja dan usaha unt uk m eningkat kan kesejaht eraan hidup baik kesejaht eraan individu m aupun sosial (Ali, 2005).

  Im am Ali (598-661A.D.) mene- gaskan bahw a kesejaht eraan m asya- rakat dan negara bergant ung pada apa yang dilakukan pengusaha di pasar. Dia m enegaskan bahw a m es- kipun pengumpul pajak, hakim , ad- m inist rat or, agen pem erint ah, dan t ent ara m em ainkan peran penting dalam negara, nam un t ak sat u pun dari m ereka, " dapat m elakukannya t anpa pedagang dan pengusaha yang m em bangun dan memelihara fasilit as pasar, di m ana birokrat pem erint ah sendiri t idak dapat m elakukannya. Karena it u, pengusaha, pedagang dan pekerja m em iliki kedudukan ist im ew a sert a prest ise yang t inggi daripada birokrat pem erint ah. Dalam kont eks kerja dan m ot ivasi, nam paknya ada hubungan anat ara kegiat an kegiat an ekonomi dan kebut uhan akan rasa am an dalam m asyarakat. Banyak sabda Nabi M uhamm ad saw. dan para sahabt nya yang berkait an dengan dasar-dasar mem bangu perusahaan dan prakt ek organisasi. Islam m enekankan bahw a " kerja adalah ibadah" dan m erupakan kesem purnaan religiusit as seseorang (t akw a) sebagaim ana disabdakan Nabi, " Allah m em berkat i para pekerja yang t erus belajar dan menyem - purnakan profesinya” . Dem ikian pula, Im am Ali menyat akan, " bert ahan dalam bekerja m erupakan kem uliaan dan kegagalan dalam menyem - purnakan pekerjaan sedangkan anda m endapatkan upah dari pekerjaan anda, m aka it u m erupakan kezalim an pada diri anda sendiri. .” Dengan kat a lain, im am Ali sangat menghorm at i orang yang m enyem purnakan peker- jaanya. Dan bila seseorang tidak m ampu menyem purnakan pekerjaan sedangkan ia m endapat kan upah, m aka orang it u dianggap telah m enganiaya dirinya sendiri. Beliau juga menam bahkan bahw a kem is- kinan dapat m eniadakan kehorm at an diri. Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah (2):275 Allah m em erint ahkan M uslim unt uk t erus bekerja kapanpun dan di m ana pun. Allah SWT m enyat akan, " Allah m enghalalkan jual beli dan m engharam kan riba.” Dem ikian juga, Nabi M uham m ad m engajarkan bahw a pedagang harus m elakukan t ugas- t ugas yang t idak hanya secara m oral diperlukan, t et api yang penting unt uk kelangsungan hidup suat u m asyara- kat . Dia m enyat akan, " Aku m em uji para pedagang karena m ereka adalah khalifah Allah di m uka bumi dan ham ba Allah yang berim an. Im am Ali m enyat akan dalam surat nya kepada Gubernur M esir m enjaga para peda- gang dan pengusaha/ pengrajin jika m enet ap dan bepergian. M ereka m em berikan m anfaat dalam penye- diaan barang yang m ereka baw a m elalui darat dan laut , gunung dan lembah. Karena it u m ereka harus

  M aslahah , Vol.2, No. 1, M aret 2011

  29

  dijaga keam anannya. Para pedagang dan pengusaha it ulah yang menjam in M eraw at para pedagang dan peng- rajin, dan m enjam in kesejaht eraan m ereka apakah m ereka menet ap at au bepergian, at au bekerja sendiri. M ereka adalah m anfaat dan penyedia barang, yang m ereka baw a dari jauh m elalui laut at au darat , melew at i gunung dan lem bah. Karena itu, m ereka harus dijaga keam ananannya karena m erekalah yang menjam in kesejaht eraan m anusia di m uka bumi.

  Bahkan dekade kem udian, para cendekiaw an M uslim m em iliki perha- t ian t erhadap dunia kerja dan bisnis. M isalnya, Ibnu Khaldun (1989, hal 273), sosiolog Arab abad pert e- ngahan, berpendapat bahw a terlibat dalam usaha ini melayani em pat t ujuan: m em fasilit asi kerjasam a dan saling pengertian ant ara m anusia, m em uaskan kebut uhan m asyarakat , m eningkat kan kekayaan dan dan m endorong pert um buhan peradab- an. Sebelum nya, Ikhw an-us-Safa (Kelom pok Persaudaraan Suci), salah sat u kelom pok filsafat dan t asaw uf dalam Islam , pada abad kesepuluh m enggunakan ist ilah sesuai dengan kat egorisasi m anajem en dan perilaku organisasi m odern. M ereka menun- jukkan bahw a ket erlibatan dalam perdagangan dan m anufakt ur m e- layani keperluan fisik, psikologis, sosial, dan spirit ual. (Risalah Ikhw an al-Shafa, Vol. 1, p. 286), Ikhw an-us- Safa m enggarisbaw ahi pent ingnya kerja, sebagaim ana yang m ereka diuraikan unt uk m engejar kegiat an usaha: pengent asan kem iskinan; m e- m ot ivasi orang unt uk menjadi giat dan t erlibat secara kreat if dalam m enjalankan profesi; melengkapi jiw a m anusia dengan berbagai aneka ragam penget ahuan, m ew ujudkan sopan, m endayagunakan ide-ide, m em bangun sikap dan perbuat an yang bert anggung jaw ab; dan m encapai kesejakt eraan. Ikhw an-us- Safa juga menaw arkan argum ent yang kuat unt uk m enghorm at i sem ua jenis pekerjaan sebagai t ugas t er- horm at dan kesempurnaan kerja sebagai tindakan yang paling diberkat i oleh Allah. Ikhw an-us-Safa juga m enggarisbaw ahi dim ensi spirit ual dalam pekerjaan selain unt uk m em e- nuhi kew ajiban agam a. M ereka m engklasifikasikan kebut uhan m anu- sia ke dalam em pat kategori (spirit ual fisiologis, psikologis, sosial, dan et ik). Pemikiran Ikhw an al-Shafa m eru- pakan pem ikiran yang canggih pada zam annya dan sesuai dengan t eori M aslow dan Alderfer. Oleh karena itu, t ujuan dari penelit ian ini adalah unt uk m engkaji tingkatan eksist ensi dan m ot ivasi dalam pandangan Islam Pendekat an ini m enaw arkan pers- pekt if baru, m enant ang dan orisinal pada isu-isu yang penting bagi penciptaan lingkungan kerja yang sehat . Selanjut nya, st udi ini mena- w arkan analisis krit is kom pleksit as m anajem en dalam era pluralit as agama dan budaya.

  M enurut t radisi Islam , m anusia m em iliki pilihan t ak t erbat as unt uk m elakukan perbuat annya dalam hi- dup. Seorang pem ikir Iran Ali Shariat i (1979, hal 92) berpendapat bahw a m anusia dit arik m enuju " arah yang t ak t erbat as," di m ana m anusia t erdiri dari unsur t anah liat (fisik) dan ruh Allah. Unsur fisik ini dipaksa unt uk t aat kepada ruh yang dit iupkan. Sehingga selam a m anusia hidup t er- jadi pert em puran ant ara dua keku- at an yait u kekuat an jasm ani (fisik) dan kekuat an rohani (spirit ual). Per- t em upran ant ara dua kekuat an ini t erjadi dalam upaya m enuju kesem - purnaan m anusia. Kesem purnaan yang diinginkan adalah agar m anusia m enjadi m akhluk yang luhur budinya. Berbeda dengan t eori M aslow sifat m anusia dalam pandangan Islam bersifat kom pleks karena m anusia t erdiri dari unsur fisik dan spirit ual. Nam un Allah m enganugerahkan m a- nusia dengan kehendak bebas) dan penget ahuan (m em beri orang it u bakat unt uk menget ahui dan m em a- ham i kom pleksit as alam sem est a).

  Para sarjana Islam karenanya m enyimpulkan bahw a ada lim a kat e- gori um um kebut uhan m anusia: fisio- logis, m aterial, psikologis, spirit ual dan ment al at au int elekt ual (Al- Jasm ani, 1996; Glaachi, 2000; Nusair, 1983; Syari'at i, 1979). Fisiologis dan m at erial berkait an dengan kebut han fisik sedangkan psikologis, spirit ual dan m ent al/ int elekt ual berkait an dengan kebut uhan rohani. Kebut uhan fisiologis berupa kebut uhan m akanan dan t em pat t inggal. Pemenuhan kebuit uhan ini pentingnya dan dijamin oleh Islam sejak era Rasu- lullah paling tidak ke t ingkat pem enuhan kebut uhan minim um . Dan kebut uhan ini harus dipenuhi oleh negara. Kebut uhan akan m at eri berupa kekayaan dan kenikm at an ekonomi juga diakui. Adapun kebu- t uhan psikologis sepert i rasa cinta, rasa t akut dan kebut uhan em osi lainnya. Adapun kebut uhan rohani berfokus pada im an, keharm onisan hidup, pem enuhan t ujuan hidup secara spiritual. Secara norm at ive, Islam m enekankan keseim bangan (balance) dalam pem enuhan kelim a kat egoro kebut uhan t ersebut . Ham ba Allah harus berjuang unt uk m em e- nuhi berbagai kebut uhan tersbut sebagai konsekuensi khalifah Allah, m encari kebajikan dan kesem purnaan hidup. Nabi M uhamm ad pernah berkat a, " Set iap orang m em punyai kew ajiban t erhadap Allah, diri sendiri, dan keluarga; dan hendaknya m em berikan perhat ian kepada set iap kew ajiban it u. (Dikut ip dalam Glaachi, 2000, hal 59). Al-Qur’an m enegaskan bahw a Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berim an dan berilmu pada beberapa derajat (QS. 58:11) Kebut uhan spirit ual m erupakan fakt or pot ensial yang

  M aslahah , Vol.2, No. 1, M aret 2011

  31

  m em ungkinkan orang-orang yang m engint ernalisasi dirinya dalam m em enuhi kebut uhan hidup secara spirit ual. Dalam Islam eksist ensi m anusia juga diakui dengan adanya kehendak bebas (free w ill) di m ana dalam memenuhi kebut uhan hidup- nya, m anusia dinugerahi akal unt uk m em ilih m ana yang baik dan m ana yang buruk. Kehendak bebas it u m enjadikan m anusia m akhluk yang t idak t erbat as dalam m engejar kesem purnaan hidupnya. Dengan demikian, keyakinan agam a mena- w arkan jalan unt uk m em ahami sifat dan m ot ivasi m anusia. Baru-baru ini berkem bang minat pada agam a dan spirit ualit as di t em pat

  kerja mem- buktikan potensi ini. Dalam hal

  hubungan ant ara agam a dan im an ajaran

  Islam memandang agama seba- gai

  sarana unt uk m elayani urusan duniaw i dan ukhraw i.

  Tingkatan Eksistensi dan M otivasi

  Kami (penulis) m enyarankan bah- w a agam a secara intrinsik m enye- diakan hubungan yang kuat ant ara penilaian dan perilaku. Secara khusus, Weaver dan Agle menganjurkan bahw a orang-orang yang berorient asi int rinsik m em perlakukan agam a ke- percayaan dan prakt ek sebagai t ujuan it u sendiri. Sebaliknya, orang yang berorient asi ekst rinsik pandangan agam a dalam hal kegunaannya-sarana unt uk memperoleh m anfaat lain. Oleh karena it u, individu yang t erm otivasi secara int rinsik lebih m ungkin unt uk m em at uhi bert anggung jaw abnya dan peka t erhadap et ika universal. Sedangkan keberagam aan secara ekssent rik melakukan pengalam an agam a karena adanya m otivasi lain. Sigmund Freud (1856-1939), menya- t akan bahw a dalam diri m anusia senant iasa ada pertem puran anat ar unsure ID, Ego, dan Super Ego. Id m erupakan bagian baw ah sadar m anusia, Ego m eruakan realit as fisik dan sosial sedangkan Super Ego m erupakan alat kont rol berupa nilai yang ada pada m anusia. Sedangkan Erikson (1964), m enjelaskan berapa t ahap perkem bangan m anusia yang dapat m em pengaruhi eksist ensinya, yait u m ulai t ahap bayi, m asa kanak- kanak aw al, m asa kanak-kanak khir dan rem aja, dew asa aw al, dew asa dan usia m enengah, dan usia t ua. Pada setiap t ahap, orang m enghadapi m asalah dan kesulit an yang berbeda. M aslow dan Graves, m eskipun pemikiran m ereka bersifat sekuler, m em iliki beberapa persam aan dengan pemikiran Islam dalam hal t ingkat keberadaan m anusia. Hal ini terut am a berlaku dalam penekanan m ereka pada pot ensi manusia dan konsep bahw a pert um buhan dan regresi adalah aspek norm al dari keberadaan m anusia. Dalam kont eks Islam , ada em pat tingkat keberadaan.. Quran (12:53, 75:2, 89:27-30) m enent ukan dan rincian t ingkat eksist ensi. Dalam Al-Qur’an m anusia it u dikat akan m em iliki jiw a amarah, jiw a law am ah, m utm ainah, dan jiw a rodiyah-m ardi- yah. Jiw a am arah cenderung pada m em entingkan ego dan cenderung pada keburukan. Jiw a law am ah m e- rupakan jiw a yang labil. Jiw a m ut - m ainah m erupakan jiw a yang t enang (st abil). Sedangkan jiw a rodiyah- m ardiyah m erupakan jiwa yang ridha dan diridahi oleh Allah SWT. Tingkat an jiw a ini akan m em pe- ngaruhi mot ivasi m anusia dan t ingkat spirit ual m anusia. M akin tinggi t ingkat an jiw anya m ot ivasinya makin m urni dan t ingkat spirit ulnya makin t inggi. Set iap t ingkat kan it u akan m enent ukan tingkat perubahan dan kem ajuan m anusia. Set iap t ingkat it u juga m enent ukan nilai, sikap, dan perbuat an m anusia. Dalam Al-Qur’an digam barkan ketika M usa bert anya kepada Sam iri m engapa m em buat pat ung lem bu dari em as, m aka Sam iri m enjaw ab “ jiw a saya m endorong saya (unt uk m em buat pat ung anak lembu dari em as " (20:96). Dem ikian pula, dalam Quran, ada cerit a t ent ang bagaim ana Yusuf dikhianat i oleh saudara-saudaranya dan m eninggal- kan dia di dalam sum ur. Saudara- saudara m engat akan kepada ayah m ereka, Yakub, bahw a Yusuf t elah dibunuh oleh serigala. Yakub m en- jaw ab: " Sebenarnya dirim u sendirilah (jiw a) yang m em andang baik per- buat an (yang buruk) it u; M aka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku dan Allah sajalah yang dim ohon pert olongan-Nya t erhadap apa yang kam u cerit akan." (12:18). Dalam kasus ini, saudara orang-orang ini, yang Sam iri dan Yusuf, bertindak dengan cara yang akhirnya m engham bat keterlibat an organisasi m ereka di m asa m endatang yang opt im al. Im am Ali, menggam barkan sifat seseorang pada t ahap ini:

  Jika m anusia mem at uhi nafsu, dan pada t ingkat ini ia jelas t idak memiliki kendali at as mereka. Ket ika ia m em iliki kesem pat an unt uk m e- m uaskan hasrat nafsunya dan ia pun kehilangan kesabarannya. Ia murah hat i dalam berbicara tet api kikir dalam t indakan. Dia bersaing unt uk urusan yang sement ara (fana) dan m elupakan urusan yang abadi. Dia m erasa t erbebani dalam m elak- sanakan t ugas, senang dipuji dan m arah bila dikrit ik dan m enghabiskan hidupnya dengan orang kaya dan m elupakan orang-orang m iskin. M ereka t akut kepada orang yang dim uliakan dengan hart a t et api t idak t akut kepada orang yang t aat kepada Allah. Hal ini dapat disim pulkan bahw a keasyikan ut am a dari sese- orang di tingkat ini adalah unt uk m engejar kepent ingan pribadi. Arti- nya, orang m ungkin m em iliki kappa- sit as m ent al unt uk mem bedakan ant ara baik dan buruk, t et api m ereka t idak memiliki kapasit as unt uk m eng- int egrasikan kebut uhan m ereka dengan lingkungan m ereka. obsesi m ereka dengan kepent ingan pribadi

  M aslahah , Vol.2, No. 1, M aret 2011

  33

  m engham bat m ereka dari rasio- nalit as. Im am Ali berpendapat bahw a pada t ahap ini orang m erasa " sulit unt uk m enahan dorongan jiw anya t erhadap godaan dan bergelim ang dalam dosa dan penderit aan. Tingkat ini m erupakan tingkat an eksist ensi di m ana m anusia berada pada jiw a am arah (nafsu ‘am arah) yang sangat raw an berbuat jahat. Keadaan sepert i ini disebabkan oleh kurangnya int er- nalisasi keyakinan spirit ual.

  Pada tingkat an kedua, jiw a law amah t erjadi pert em puran ant ara gairah nafsu dunia dan dorongan spirit ual Pada t ahap ini, m anusia sadar akan kejahat an. Ada sebuah perjuangan ant ara baik dan buruk. Pada t ingkat ini m anusia m asih berpeluang m elakukan kejaht an dan agresi t et api sadar akan perbuat an buruknya sehingga menim bulkan rasa t akut dan cem as. Dalam Al-Qur’an dinyat akan, “ Aku bersum pah dengan jiw a yang Am at m enyesali (dirinya sendiri) (QS. Al-Qiyam ah (75):2). Dan dalam ayat 14-15 Allah m enyat akan, “ bahkan m anusia it u menjadi saksi at as dirinya sendiri[“ Dalam t ingkat an eksist ensi, m anusia m encela dirinya sendiri karena adanya kesadaran akan perbuat an buruk yang dilakukannya. Ini adalah t ahap m enuju t ingkat an ket iga yang disebut nafsu m ut h- m ainnah (keadaan jiw a yang st abil/ t enang). Pada t ingkat an ini, m anusia sudah secara efektif mena- han keinginan jiw anya melalui kejernihan pikiran. Orang-orang pada t ingkat ini sensit if t erhadap st andar m oral dan et ika, menyadari kele- m ahan dirinya, m enahan egoism dan perbuat an jahat sehingga m encapai kesem purnaan hidup melalui akt ua- lisasi dan kepauasan spirit ual.

  Im am Ali dan m otivasi m enjelaskan bahw a orang-orang pada t ahap ini: dalam Islam Dicirikan oleh sem ua sikap yang mulia: m ereka berbicara kebenaran, berpakaian sopan, dan berperilaku rendah hati. M ereka t idak t erguncang oleh penderit aan dan kesenangan. M ereka t idak puas dengan prest asi kecil, dan t idak m enganggap apa saja yang m ereka lakukan sebagai cukup. Ia t idak merasa gelisah dengan urusan keduanw in, t et api ia m erasa gelisah jika jiw anya t idak t aat kepada-Nya. Dia peduli t erhadap urusan yang abadai dan mem benci apa yang sem ent ara. Ia senant iasa m enolong orang yang kesusahan dan t enang m enghadapi keslut it an hidup. Jiw anya penuh rasa syukur pada saat bahagian dan t idak m erasa t erganggu saat dit im pa kesusasahan. Nam un ia sangat m enderit a bila m elihat penderit aan orang lain sebaliknya ia t idak peduli dengan penderit aan yang m enim pa dirinya.

  Dalam bahasa Ali Shariati, m ereka ini telah m em enuhi kapasit as m anusia yang mement ingkan roh dan keda- lam an hidup. Tahap m ut m ainah m em iliki t anggung jaw an dan komit - m en dalam ket erlibat an intelekt ual dan sosial dalam pencapaian ke- sem purnaan hidup dan kebajikan spirit ual.

  Dalam perspekt if Islam , t ingkat an M ut am ainah inilah yang harus dicapai unt uk selanjut nya m enuju kepada t ingkat an yang sem purna (rodhiyah- m ardiyah), yait u jiw a yang t ulus ikhlas dalam menerim a apapun t akdir Allah SWT. Dalam perspektif Islam per- juangan unt uk menuju ksem prnaan jiw a it u m erupakan perjuangan yang t erus-m enerus.

  Dalam kont eks m anajem en jiw a yang sem purna inilah yang dibu- t uhkan di m ana akan menjadi energy yang efekt if unt uk senant iasa m ew ujudkan kesem purnaan visi dan t ujuan dari organisasi dengan nilai- nilai kebajikan yang sem purna. Na- m un demikian, harus diakui bahw a set iap m anusia m emiliki t ingkat an eksist ensi yang berbeda-beda dan bert ingkat -tingkat. Dengan t ingkat an penget ahuan dan pem ahanam akan eksist ensi ini para m anajer harus m engembangkan berbagai st rat egi yang efektif m enangani karyaw an sesuai dengan t ingkat an eksist ensi m ereka. Pada tingkat an pert am a (am arah) orang seseorang t erm otivasi oleh dorongan unt uk t erlibat dalam godaan demi kesenangan pribadi. Tingkat an Law am ah berorient asi pada rew ard karena it u seorang m anajer harus mem beri penekanan pada langkah-langkah yang fleksibel dan m enjaga akunt abilit as baw ahannya, m elakukan pengaw asan t erhadap kinerja m ereka.

  Pada t ingkat an m utm ainah sese- orang dim otivasi oleh dorongan int elekt ual dan rohani. Sedangkan pada t ingkat an am arah m otivasi ut am a pada kebut uhan fisiologis dan m at erial. Pada t ingkat an law am ah kebut uhan fisiologis dan m aterial m asih ada t et api sudah ada dorongan spirit ual dan int elekt ual.

  Relevansinya Dengan Ekonomi Islam

  Rasulullah saw . bersabda bahw a set iap perbuat an t ergant ung kepada niat . Dalam niat t erdapat m otivasi di m ana setiap orang berbeda dalam m ot ivasinya tergant ung kepada t ing- kat an eksist ensinya. Dem ikian pula dalam memenuhi kebut uhan hidup- nya. Dalam ekonom i Islam m otivasi m em egang peranan penting di m ana sebagai ham ba Allah m anusia hendaknya berusaha m em enuhi kebut uhan hidupnya dalam rangka ibadah kepada Allah sebagaim ana firm an Allah, “ Tidaklah Aku cipt akan jin dan m anusia kecuali unt uk m engandi kepada-Ku” . Dalam reali- t asnya, t idak setiap m anusia berupaya unt uk memenuhi kebut uhan hidup- nya demi pengabdian kepada Allah. Sebagian m anusia ada yang m o- t ivasinya sem at a unt uk m enum puk kekayaan dan mem uaskan haw a nafsunya. M ereka ini t ergolong kepada t ingkat an nafsu ‘am arah.

  M aslahah , Vol.2, No. 1, M aret 2011

  35 Sebagian lagi ada yang memiliki

  m ot ivasi unt uk m em uaskan hasrat duniaw inya namun t erkadang is sadar akan kebut uhan spirit ualnya. M ereka ini t erm asuk kepada jenis m anusia yang m asih labil, yakni dalam tarap perjuangan ant ara nafsu m aterial dan nafsu spirit ual. Inilah golongan m anusia yang berada pada t ingkat an law w am ah. Sedangkan sebagian m a- nusia m enjadkan hidupnya sem at a- m at a unt uk m encapai ridha Tuhan. Kenikm at an yang ingin diraihnya se- m at a kenikm at an spirit ual. Inilah golongan m anusia yang t elah m en- capai nafsu m utm ainnah.

  Dalam ekonomi Islam , diajarkan agar pem enuhan kebut uhan ekonom i dit ujukan unt uk m em enuhi ridha Allah dan menolong sesam a m anusia. Oleh karena it u, m engakum ulasi ke- kayaan sebanyak-banyaknya hanya unt uk pem uasan kepent ingan sendiri dilarang dalam Islam. Sifat serakah m erupakah salah sat u sifat t ercela. Sebaliknya, Islam m engajarkan agar m engeluarkan sebagian hart a yang dimilikinya unt uk kepent ingan sesam a baik m elalui zakat , infak, shadaqah dan sebagainya sehingga kekayaan t idak t erakum ulasi pada segelintir orang saja. Dan hanya orang-orang yang t elah m encapai t ingkat an eksist ensi m utm ainnah-lah yang m e- m iliki kesadaran unt uk mendis- t ribusikan sebagian hart anya unt uk kepent ingan orang lain t ent u dengan niat dan m ot ivasi unt uk m endapat kan ridha Allah dan mencapai keba- hagiaan hakiki, yakni kebagiaan spirit ual. Tanpa ada m otivasi pada level t inggi sepert i ini, m aka m anusia akan senant iasa dihinggapi oleh sifat serakah yang m erupakan cirri nafsu am arah. Dengan m ot ivasi unt uk m encapai kebahagiaan hakiki dengan cara m enolong orang lain yang m em but uhkan m aka kekayaan akan t erdistribusikan secara merat a. Prin- sip pem erat aan inilah yang diajarkan oleh Islam dalam berekonom i sehingga diharapkan dapat m engang- kat derajat kaum m iskin dan papa dari kesulit an ekonom i.

  Kesimpulan

  Dengan m em perhatikan t ingkat an eksist ensi m anusia dan kait annya dengan m ot ivasi yang berbeda-beda pada set iap t ingkat an itu, m aka se- orang m anajer hendaknya dapat m em berikan kepuasan kepada set iap karyaw am annya sesuai dengan t ing- kat an eksist ensi m ereka. Nam un demikian, hendaknya seorang m ana- jer senant iasa m endorong dan m em - bangun jiw a dan m otivasi para karya- w annya agar berupaya m encapai t ingkat an eksist ensi dan m otivasi yang lebih t inggi dan m enuju ke t ingkat an kesem purnaan eksist ensi (M utm ainah). Sehingga dapat m en- cipt akan lingkungan organisasi di m ana setiap individu m em iliki dapat m ew ujudkan kebajikan dan kesem - purnaan hidupnya sehingga pada akhirnya akan t ercipt a lingkungan organisasi yang dam ai, sejaht era baik secara fisologis, m aterial, m ent al, int elekt ual dan spirit ual. Di sinilah, kit a m enget ahui dan m em aham i peran im an/ agam a dalam m em ba- ngun m ot ivasi m anusia dengan m em - perhatikan tingkat an eksist ensi m anu- sia menurut pandangan Islam.

  Islam m engajarkan agar m enge- luarkan sebagian hart a yang dim ili- kinya unt uk kepent ingan sesame baik m elalui zakat , infak, shadaqah dan sebagainya sehingga kekayaan t idak t erakum ulasi pada segelintir orang saja. Dan hanya orang-orang yang t elah m encapai t ingkat an eksist ensi m utm ainnah-lah yang memiliki kesadaran unt uk m endist ribusikan sebagian hart anya unt uk kepent ingan orang lain t ent u dengan niat dan m ot ivasi unt uk mendapat kan ridha Allah dan mencapai kebahagiaan hakiki, yakni kebagiaan spirit ual.

  Daft ar Rujukan Ali, A. (2005), Islamic Perspect ives on

  M anagement and Organization , Edw ard Elgar,Cheltenham .

  Ali, I. (1989), Nahjul Balagah, Dar Alkitab Al-Lubnani , Beirut (trans. and edited by F. Ebeid). Al-Jasm ani, A.A. (1996), The

  Psychology of Quran, Arab Scientific Publishers, Beirut.

  Allport , G. (1954), The Nature of

  Prejudice, Addison-Wesley, Cam bridge, M A.

  Benefiel, M . (2003), “ Irreconcilable foes: t he discourse of spiritualit y and the discourse of organi- zational science” , Organization, Vol. 10 No. 2, pp. 383-91. Erikson, E. (1964), Childhood and Society, Nort on, New York, NY. Garcia-Zam or, J.C. (2003), “ Workplace spiritualit y and organizational perform ance” , Public

  Administration Review , Vol. 63 No. 3, pp. 355-63. Glaachi, M . (2000), Studies in Islamic Economy , Dar An-Nafaes, Kuwait . Graves, C.W. (1970), “ Levels of existence: an open syst em t heory of values” , Journal of

  Hum anistic Psychology, Vol. X No. 2, pp. 131-54. Ibn Khaldun, A-R. (1989), The

  M agaddim ah, Princeton Univer- sit y Press, Princet on, NJ (trans. by Franz Rosent hal and edit ed by N.J.

  Daw ood). Ikhw an-us-Safa (1999), Let t ers of

  Ikhwan-us-Safa, Vol. 1, Dar Sader, Beirut.

  Izeeddin, N. (1953), The Arab World, Henry Regnery, Chicago, IL. Kinni, T. (2003), “ Fait h at work” ,

  Across t he Board, Novem - ber/ Decem ber, pp. 15-20. Kohlberg, L. (1981), Essay on M oral

  Development. Volum e I: The Philosophy of M oral.