Pengaruh Pemberian Pakan Berbasis Hasil Samping Ubi Kayu Klon Terhadap Karkas Dan Non Karkas Domba Jantan Lokal Lepas Sapih

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba

  Domba memiliki kedudukan yang sama dalam sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang belakang), Marga: Gnatostomata (mempunyai rahang), Kelas: Mammalia. Bangsa: Placentalia (mempunyai plasenta), Suku: Ungulata (berkuku), Ordo: Artiodactyla (berkuku genap), Sub ordo: Seledontia, Famili: Caprinus, Genus: Ovis, Spesies: Ovis aries (Kartadisastra, 1997).

  Ciri domba Indonesia adalah bertumbuh kecil, sehingga bobot badannya juga kecil. Domba jantan yang bertanduk mempunyai bobot badan 30-40 kg, yang betina tidak bertanduk berkisar 15-20 kg (Sumoprastowo, 1993).

  Domba asli Indonesia adalah domba yang memiliki ekor tipis, populasinya ada di Jawa Barat dan Jawa Tengah sekitar 80%. Domba ini mempunyai tubuh dan bentuk badan yang kecil, serta memiliki ciri yang lain yaitu: Badannya memiliki bulu yang berwarna putih, tetapi ada yang berwarna lain, seperti hitam belang-belang yang terletak disekitar mata, domba jantan memiliki tanduk yang kecil sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk, ekor relatif tipis dan kecil, domba jantan dewasa memiliki bobot badan sekitar 30-40 kg sedangkan bobot badan betina sekitar 15-20 kg (Kartadisastra, 1997).

  Domba dan kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, yang menyusui anak-anaknya. Di samping sebagai penghasil daging yang baik, domba dan kambing juga menghasilkan kulit yang dapat dimamfaatkan untuk berbagai macam keperluan industri kulit, misalnya sepatu, kerajinan dan lain-lain. Sedangkan khusus untuk domba dapat menghasilkan bulu (wol) yang sangat baik untuk keperluan bahan sandang (Cahyono, 1998).

  Pertumbuhan Ternak Domba

  Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat dan jaringan- jaringan urat daging, tulang, otak, dan jaringan-jaringan tubuh yang lainnya.

  Lebih lanjut dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).

  Dalam pertumbuhan hewan tidak sekedar meningkatkan berat badannya, tetapi juga menyebabkan konformasi tingkat pertumbuhan komponen tubuh, dalam hal ini urat dari karkas atau daging yang akan dikomsumsi manusia (Parakkasi, 1995).

  Komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan berat selama pertumbuhan sampai mengalami kedewasaan. Jaringan-jaringan tubuh mengalami pertumbuhan maksimal. Komposisi kimia komponen-komponen tubuh termasuk tulang, otot dan lemak. Tulang, otot dan lemak merupakan komponen utama penyusun tubuh (Soeparno, 1994).

  Pada domba sampai dengan umur 2,5 bulan, pertumbuhan absolute akan berjalan lambat. Umur 2,5 bulan sampai dengan masa pubertas, terjadi kenaikan pertumbuhan yang cepat dan saat domba mencapai pubertas, terjadi kembali perlambatan pertumbuhan dan kurva akan menjadi lebih landai pada saat mencapai titik belok atau inflection point pubertal (Anggorodi, 1990).

  Ternak yang mempunyai potensi genetik mempunyai pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai respon yang baik terhadap makanan yang diberikan dan memiliki efesiensi produksi yang tinggi dan adanya keragaman yang besar dalam konsumsi bahan kering (Devendra, 1994).

  Pencernaan Pada Domba

  Ternak ruminansia memiliki empat bagian perut yaitu rumen, reticulum, omasum dan abomasum, keempatnya tidak mempunyai perbedaan yang nyata ketika ternak dilahirkan. Bagian perut yang terakhir mempunyai ukuran lebih besar dibanding ketiga bagian perut yang lain (Kartadisastra, 1997).

  Domba merupakan jenis ternak ruminansia kecil termasuk hewan mamalia menyusui anaknya. Domba memiliki saluran pencernaan (tractus digestivus) yang unik dan komplek pada bagian lambungnya dimana dibagi atas empat bagian yaitu rumen, reticulum, omasum dan abomasum (Cahyono, 1998).

  Proses pecernaan ternak ruminansia dimulai di mulut. Dalam ruang mulut, ransum yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel kecil dengan cara pengunyahan dan pembahasan saliva. Dari mulut ransum masuk kedalam rumen melalui oesophagus. Didalam rumen proses penghalusan partikel-partikel ransum berjalan terus, komponen yang belum dapat dihaluskan dalam rumen akan dikembalikan kedalam mulut dalam bentuk bolus-bolus (Siregar, 1994).

  Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hijauan yang dicincang sekitar 5 -10 cm akan lebih efisien dikonsumsi oleh domba, karena bentuknya yang kecil-kecil. Dengan pencincangan, domba akan mengambil cincangan hijauan tersebut sesuai dengan kapasitas mulutnya. Berbeda halnya dengan hijauan yang masih utuh, domba mengambilnya dalam jumlah yang lebih banyak, dan sesekali berebut dengan domba lainnya. Ada kalanya hijauan tersebut terlepas dan jatuh ke lantai kandang yang kotor. Akhirnya hijauan tidak terkonsumsi. Pencincangan hijauan membutuhkan beberapa tindakan lain agar tujuan efisiensi pemberian pakan tercapai (Sodiq dan Abidin, 2002).

  Pakan Domba Dalam usaha peternakan, pakan merupakan salah satu aspek yang penting.

  Keberhasilan usaha peternakan ditentukan oleh kondisi pakan yang diberikan kepada ternak. Pakan yang diberikan jangan sekedar untuk mengatasi lapar atau sebagai pengisi perut saja, melainkan harus benar-benar bermamfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang telah rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996).

  Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung kepada jenis ternak, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban, nisbi udara) serta bobot badannya. Jadi setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997).

  Pakan bagi ternak domba dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Pakan sangat esensial bagi ternak domba karena pakan yang baik akan menjadikan ternak sanggup melaksanakan kegiatan serta fungsi proses untuk pertumbuhan, reproduksi dan produksi dalam tubuh secara normal, sehingga dapat menjaga keseimbangan jaringan tubuh dan membuat energi, sehingga mampu melakukan peran dalam proses metabolisme (Murtidjo, 1993).

  Bahan pakan berserat seperti hijauan merupakan bahan pakan sumber energi dan secara alamiah ternak domba lebih menyukai bahan pakan berserat dari pada konsentrat. Hijauan tersebut pada umumnya merupakan bahan pakan yang kandungan serat kasarnya relatif tinggi. Ternak ruminansia mampu mencerna hijauan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya mikroorganisme di dalam rumen. Makin tinggi populasinya akan semakin tinggi pula kemampuan mencerna selulosa (Siregar, 1994).

  Pemilihan pakan pun harus mendapat perhatian, hendaknya pakan yang diberikan tidak dalam keadaan rusak (busuk, bercendawan), disukai ternak, bebas dari penyakit, mudah didapat dan murah hargannya. Yang tidak kalah pentingnya adalah pakan-pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi, yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya, seperti air, karbonhidrat, mineral dan vitamin (Widayati dan Widalestari, 1996).

  Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba dapat dilihat pada tabel 1.

  Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat pakan untuk ternak domba. BB(Kg) BK Energi Protein Ca P

  (kg) %BB ME TDN Total DD (g) (g) Mcal (kg) 5 0,14 2,8 0,6 0,61

  51 41 1,91 1,4 10 0,25 2,5 1,01 1,28 81 68 2,3 1,6 15 0,36 2,4 1,37 0,38 115

  92 2,8 1,9 20 0,51 2,6 1,8 0,5 150 120 3,4 2,3 25 0,62 2,5 1,91 0,53 160 128 4,1 2,8 30 0,81 2,7 2,44 0,67 204 163 4,8 2,3

  Sumber : NRC (National Resourc Concil) (1995).

  Hijauan

  Hijauan merupakan sumber bahan pakan ternak yang utama dan sangat besar peranannya bagi ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) baik untuk hidup pokok, pertumbuhan produksi (daging, susu) maupun untuk reproduksi .Persedian rumput yang merupakan sumber pakan hijauan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh musim .Saat musim hujan, tanaman hijauan dapat tumbuh baik ,sehingga kebutuhan pakan hijauan dapat tercukupi. Sebaliknya pada musim kemarau, tanaman hijauan yang dihasilkan akan sangat berkurang dalam jumlah dan kualitasnya( Astuti dan Sukarni,2004).

  Menurut Siregar (1994), hijauan diartikan sebagai pakan yang mengandung serat kasar, atau bahan yang tak tercerna, relatif tinggi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses pencernaan berjalan secara lancar dan optimal. Sumber utama dari serat kasar itu sendiri adalah hijauan.

  Bungkil Inti Sawit Bungkil inti sawit adalah hasil akhir proses ekstrasi minyak sawit.

  Penggunaannya sebagai pakan ternak telah banyak dilaporkan oleh para peneliti. Pengujian nilai nutrisinya telah dilakukan pada domba dan sapi perah (Devendra, 1997).

  Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik daripada solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/ hari. Bahan pakan ini sangat cocok terutama untuk bahan konsentrat ternak, namun penggunaannya sebagai pakan tunggal dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, oleh karena itu, perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya (Mathius, 2003).

  Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil yang lain. Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein. Kandungan asam amino essensial cukup lengkap, imbangan kalsium dan posfornya cukup seimbang (Lubis, 1993).

  Adapun nilai nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai nutrisi bungkil inti sawit

  Zat nutrisi Kandungan (%) Protein kasar 15-16 Serat kasar 16,18 Bahan kering 91,83 Lemak kasar 6,49 Ca 0,56 P 0,84 TDN 72,00

  Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000) Garam

  Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997).

  Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya. Karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang dan produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

  Molases

  Molases adalah hasil samping pabrik gula tebu yang berbentuk cairan kental berwarna kecoklat-coklatan. Molases dapat diganti sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis juga dapat memperbaiki rasa pakan dan aroma. Manfaat penggunaan molases sebagai bahan pakan ternak adalah kadar karbohidratnya yang tinggi, vitamin dan mineral yang cukup sehingga dapat digunakan meskipun sebagai pendukung (Rangkuti et al., 1985).

  Adapun nilai nutrisi molases dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai nutrisi molases

  Zat nutrisi Kandungan (%) Bahan kering 92,6 Protein kasar 4,00 Lemak kasar 0,08 Serat kasar 0,38 TDN 81,00

  Sumber: Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan, FP-USU (2000).

  Urea

  Urea yaitu diamida asam karbonat, adalah hasil akhir utama metabolisme nitrogen pada mamalia. Urea bila diberikan pada ruminansia, akan melengkapi sebagian dari protein hewani yang dibutuhkan karena urea tersebut disintesis menjadi protein mikroorganisme dalam rumen (Aggorodi, 1994).

  Urea adalah bahan pakan sebagai sumber nitrogen yang dapat difermentasi. Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna (Kartadisastra, 1997).

  Urea tidak dapat digunakan secara berlebihan, apabila berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa aliran darah ke hati dibentuk kembali amonium yang kemudian disekresikan melalui urin (Parakkasi, 1995).

  Mineral

  Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik.

  Mineral digunakan serbagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan darah dan pembentukan jaringan tubuh serta dibutuhkan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolism didalam sel. Penambahan mineral dalam ransum domba dapat mencegar kekurangan mineral didalam makanan (Setiadi dan Inounu, 1991).

  Mineral merupakan nutrisi yang essensial selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis mineral yang tergolong essensial untuk ternak ruminansia. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral essensial yaitu 7 jenis mineral essensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl dan S. Jenis mikro ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka yaitu I, Mo, Co dan Se (Siregar, 2009).

  Ubi Kayu (Manihot Utillissima)

  Coursey et al. (1974), menyatakan bahwa bagian yang terpenting dari ubi kayu adalah akarnya, akar dikenal sebagai umbi. Selain itu daunnya juga dapat digunakan sebagai pakan ternak.

  Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae.

  Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN perkilogram umbi akar yang masih segar (http//www.jurnal universitas sumatera utara ). Tabel 4. Kandungan Nutrisi Limbah Ubi Kayu

  Bahan Bahan Protein TDN Serat Lemak Ca P HCN Kering Kasar mg/kg

  • Daun (%) 22,33 21,45 61,00 25,71 9,72 0,72 0,59 Kulit (%) 17,45 8,11 74,73 15.20

  1.29

  0.63 0.22 143,3 Onggok (%) 85.50 10.51 82.76 0.25

  1.03

  0.47

  0.01 Sumber : Sudaratno, 1986

  Onggok

  Pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, ekstraksi pati tapioka. Dalam pengolahan ubi kayu menghasilkan 15-20 % dan 5-20 % onggok kering, sedangkan onggok basah dihasilkan 70-79 %. Adapun nilai gizi nutrisi onggok dapat dilihat pada Tabel 4.

  Tabel 5. Nilai nutrisi onggok Zat nutrisi Kandungan (%) Bahan kering 81,7 Protein kasar 0,6 Lemak kasar 0,4 Serat kasar

  12 TDN

  76 Sumber: : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan, FP- USU(2000).

  Daun Ubi Kayu

  Dengan pengolahan yang sederhana racun dapat berkurang atau hilang sehingga ternak akan menyukainya. Hijauan daun ubi kayu, penggunaannya harus dilayukan 1 malam atau dijemur 2-3 jam agar racun HCN yang dikandungnya dapat hilang sehingga tidak meracuni ternak (Cahyono, 1998)..

  Pelet

  Bahan baku mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap kualitas pelet. Kandungan perekat (binder) alami (misalnya pati), protein, serat, mineral dan lemak dari bahan baku akan mempengaruhi kualitas pellet. Barley, gandum, kanola dan rape seed meal mengandung perekat alami yang membentuk ikatan fisik – kimia selama proses untuk menghasilkan pelet yang berkualitas lebih baik (Dozier, 2001).

  Pembuatan pakan komplit dalam bentuk pelet mengharuskan adanya proses penepungan agar diperoleh bentuk dan tekstur pelet yang baik. Proses penepungan dapat meningkatkan konsumsi roughage, walaupun sering disertai pula dengan penurunan tingkat kecernaan, akibat menurunnya waktu tahan pakan di dalam rumen (Uden, 1988).

  Parameter Penelitian Karkas

  Karkas adalah bobot tubuh dari ternak setelah pemotongan dikurangi dari berat kepala, darah, organ-organ internal, kaki (carpus dan tarsus) kebawah dan kulit (Soeparno, 1994).

  Jika hewan telah dipotong, semua isi perut kecuali buah pinggang dan isi dada dikeluarkan, kepala, kulit, ekor dan kaki bagian bawah telah dipisahkan, maka bagian yang telah bersih dinamakan karkas. Persentase karkas domba khusus digemukkan 56 – 58%, domba yang digemukkan 45 – 55% dan domba umur 12 – 16 minggu 48 – 50% (Sumoprastowo, 1993).

  Hasil pemotongan ternak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian karkas dan bagian non karkas. Bagian karkas mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi sesuai dengan tujuan pemotongan ternak, yaitu untuk mendapatkan daging (Soeparno, 1994).

  Karkas sebagai satuan produksi dinyatakan dalam persentase karkas dan bobot karkas. Persentase karkas merupakan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong yang dinyatakan dalam persen. Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot lemak, kondisi ternak, bangsa, proporsi bagian-bagian non karkas dan ransum yang diberikan (Soeparno, 1994).

  Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi, bangsa ternak, proporsi bagian-bagian non karkas, pakan yang diberikan dan cara pemotongan ( Berg dan Butterfield, 1976).

  Proporsi tulang, otot dan lemak sebagai komponen utama karkas dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan nutrisi. Umur, berat hidup dan kadar laju pertumbuhan juga dapat mempengaruhi komposisi karkas. Bila proporsi salah satu variabel lebih tinggi maka proporsi salah satu variabel atau kedua variabel lainnya lebih rendah (Soeparno.1994).

  Semankin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas semankin tinggi.(Herman.1983).

  Pertumbuhan tubuh yang kemudian menjadi karkas terdiri atas tiga jaringan utama yaitu tulang yang membentuk kerangka, urat yang membentuk daging dan lemak. Ketiga jaringan itu tumbuh sangat teratur dan serasi, diantara jaringan tersebut, jaringan tulanglah yang tumbuh paling awal, kemudian disusul oleh pertumbuhan urat yang menyelubungi kerangka. Sedangkan lemak tumbuh terakhir dan tumbuh paling cepat pada saat domba mendekati kemasakan tubuh.

  Maka dapat dimengerti bahwa ternak domba yang masih muda persentase tulangnya lebih tinggi, tetapi sebaliknya persentase daging dan lemaknya lebih rendah (Sugeng, 1991).

  Untuk kualitas karkas, khususnya karkas domba dapat ditentukan dari beberapa segi, diantaranya sebelum ternak dipotong, pada waktu dipotong dan setelah ternak dipotong. Kualitas karkas domba dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan dan perlakuan, seperti pemberian pakan, tatalaksana dan perawatan kesehatan, sedangkan yang mempengaruhi kualitas karkas domba pada saat ternak dipotong adalah pendarahan, pengulitan dan kontaminasi. Oleh sebab itu pada saat ternak dipotong, darah harus dapat keluar secara sempurna (Murtidjo, 1993).

  Kualitas karkas dapat diartikan dengan komposisi karkas serta distribusi jaringan, otot dan lemak. Karakteristik yang menjadi pertimbangan dan menilai kualitas karkas salah satunya adalah rasio daging : lemak (Sudjana, 1987).

  Kualitas karkas adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak relatif terhadap suatu kondisi pemasaran. Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak yang menghasilkan karkas, umur atau kedewasaan ternak dan jumlah lemak itramuskular atau marbling didalam otot (Soeparno, 1994).

  Pelayuan adalah penanganan karkas yang secara relatife belum mengalami kerusakan mikrobial dengan cara penggantungan atau penyimpanan selama waktu tertentu diatas titik beku karkas (-1,5

  C). Karkas domba bisa dilayukan, karena dagingnya secara relatif sudah empuk bila domba dipotong pada umur yang relatife masih mudah, dan kekakuan berlangsung dalam waktu yang cepat (Soeparno, 1994).

  Lemak

  Lemak merupakan jaringan yang bersifat dinamis ,banyak terkumpul dalam dingding rongga perut dan ginjal. Jaringan lemak ternak ruminansia relatife stabil dari penaruh nutrisi dan lingkungan fisik disbanding dengan ternak monogastrik (Crouse, et al, 1981).

  Menurut Berg and butterfield (1979) mengatakan jumlah lemak dalam tubuh adalah paling beragam dan sangat tergantung pada jumlah pakan dan ragan pakan yang dikomsumsi .

  Dan menurut Soeparno (1994) menyatakan bahwa dengan bertambahnya umur, maka bobot tubuh akan bertambah sehingga bobot lemak akan meningkat juga . Lemak akan ditimbun selama pertumbuhan dan perkembangan, sesuai dengan pola pertumbuhan komponen karkas yang diawali dengan pertumbuhan yang cepat, kemudian setelah mencapai pubertas laju pertumbuhan lemak meningkat.

  Perkembangan depot lemak subkutan domba bersifat lambat. Penimbunan lemak pada bagian abdominal tidak diinginkan, karena akan mungurangi selisih antar berat hidup dengan berat badannya. Salah satu mengurangi perlemakan adalah dengan cara menvariasikan nutrisi ramsum akan meningkatkan pula kandungan lemak tubuh dan peningkatan kandungan protein ramsum maka jumlah lemak abdominal akan menurun (Hasibuan, 1996).

  Non Karkas

  Non karkas ternak adalah ahasil pemotongan ternak yang terdiri dari kepala, kulit dan bulu, darah, organ- organ internal, kaki bagian bawah dari sendi karpal untuk kaki depan dan sendi tarsal untuk kaki belakang (Soeparno, 1994).

  Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen ,reticulum, omasum, usus besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi menurunkan berat kepala, kaki dan limpa. Jadi perlakuan nutrisional termasuk spesies pasture mempunyai pengaruh terhadap berat bobot non karkas internal seperti hati, paru- paru, jantung dan ginjal. Sedangkan berat komponen nono karkas eksternal terutama kepala dan kaki tidak terpengaruh (Black, 1983).

  Komponen non karkas menurut Lawrie (1995) adalah darah, kepala, kaki, kulit, saluran pencernaan, intestine, kantong urin, jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpa, hati dan jaringan lemak (yang melekat pada bagian tubuh tersebut). Persentase bobot organ internal (perut, usus, hati, paru-paru, jantung, pankreas, limpa, ginjal, oesophagus dan kantong kemih) antara 32-33% dari bobot potong.

  Persentase bobot organ eksternal (kepala, empat kaki bagian bawah, ekor, kulit, kelenjar usus, penis, dan skrotum) adalah 20-24%, sedangkan persentase bobot darah lebih kurang 4%. Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen, retikulum, omasum, usus besar, usus kecil, dan total alat pencernaan, tetapi menurunkan berat kepala, kaki dan limpa. Perlakuan nutrisional termasuk spesies pastura mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap berat non karkas internal seperti hati, paru-paru, jantung dan ginjal, sedangkan berat komponen non karkas eksternal, terutama kepala dan kaki, tidak terpengaruh (Soeparno, 1994).

  Pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas. Domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energy yang tinggi, mempunyai jantung yang lebih berat dari pada domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi rendah pada kondisi pemeliharaan didalam kandang individu. Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen ,omasum, usus besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi sebaliknya bagi berat kepala dan kaki perlakuan dan nutrisi serta spesies pasture dan pangonan pada domba tidak mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama (Soeparno, 1994).

  Forrest et al.(1975) menyatakan bahwa persentase karkas akan meningkat dengan meningkatnya bobot potong, tetapi persentase non karkas seperti kulit, darah, lambung, usus kecil,dan hati menurun.