Kebudayaan sebagai Sistem Struktural. docx
[email protected]
KEBUDAYAAN SEBAGAI SISTEM STRUKTURAL
Heri Purwoko
Cultural Studies, Universitas Indonesia
[email protected]
Masyarakat dalam pengertian natural adalah community yang ditandai oleh adanya
persamaan tempat tinggal (geografis). Misalnya masyarakat Sunda, masyarakat Jawa,
masyarakat Batak, dan sebagainya. Sementara itu, dalam pengertian kultural adalah society
yang keberadaannya tidak terikat oleh geografis yang sama, melainkan hasil dinamika
kebudayaan peradaban manusia. Misalnya masyarakat pelajar, masyarakat petani, dan
sebagainya.
Konsep struktur dalam konteks Strukturalisme diturunkan dari pemikiran Ferdinand
de Saussure. Ada tiga hal yang menjadi cirinya: struktur tanda (relasi antara signifiantsignifie), hubungan antar tanda (sintagmatik dan assosiatif), dan oposisi biner. Kebudayaan
sebagai sistem struktural bertolak dari anggapan bahwa kebudayaan adalah sistem mental
yang mengandung semua hal yang harus diketahui individu agar dapat berperilaku dan
bertindak sedemikian rupa sehingga dapat diterima dan dianggap wajar oleh sesama warga
masyarakatnya.
Strukturalisme, Relasi Berbagai Unsur
Sesuai namanya, strukturalisme berkaitan dengan penyingkapan struktur berbagai
aspek pemikiran dan tingkah laku. Menurut Benny H. Hoed, Strukturalisme tidaklah
berusaha menyoroti mekanisme sebab akibat dari suatu fenomena, melainkan tertarik pada
konsep, bahwa satu totalitas yang kompleks dapat dipahami sebagai satu rangkaian unsurunsur yang saling berkaitan. Fokus utama strukturalisme terletak pada analisis relasi antara
berbagai unsur, bukan pada hakikat unsur tersebut. Relasi tersebut disebut oleh Saussure
sebagai bentuk relasi sintagmatik.
1
[email protected]
Strukturalisme melihat berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai bangun teoritis
yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain (relasi sintagmatis dan
asosiatif/ paradigmatik). Dengan kata lain, gerakan Strukturalisme, yang melihat
kebudayaan sebagai suatu sistem masyarakat dengan struktur yang teratur dan berpola,
bertujuan untuk menjelaskan dan memahami struktur tersebut. Menurut Saussure, bahasa
pada dasarnya adalah sebuah proses signifikasi yang kompleks. Bahasa terdiri dari langue
dan parole. Tanda dalam bahasa terdiri dari yang menandai (signifiant, signifier, penanda)
dan yang ditandai (signifie, signified, petanda). Baik penanda maupun petanda tidaklah
dapat dipisahkan satu dari yang lainnya.
Menurut Saussure, di dalam langue terdapat hubungan sintagmatik dan asosiatif.
Hubungan sintagmatik adalah hubungan mata rantai di dalam rangkaian ujaran, unsurunsurnya berada dalam susunan yang berada dalam ruang dan waktu yang sama.
Sedangkan hubungan asosiatif adalah hubungan in absentia, unsur-unsurnya tidak berada
dalam ruang dan waktu yang sama tetapi merupakan jaringan yang didasari oleh perbedaan.
Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, tetapi juga sebagai cermin dari masyarakat itu
sendiri.
Struktur dalam Cultural Studies
Dalam cultural studies, bahasa bukan sebuah medium yang netral tempat
dibentuknya makna yang bersifat objektif dan independen. Bahasa justru terlibat dalam
pembentukan makna dan pengetahuan tersebut. Bahasa memberi makna pada objek-objek
material dan praktik-praktik sosial yang dibuat menjadi tampak. Dari bahasa tersebut bisa
kita pahami berbagai istilah-istilah dan simbol lainnya guna mereproduksi makna makna.
Proses-proses produksi makna ini disebut praktik-praktik penandaan (signifying
practices), mempelajari kajian budaya dan media sama halnya dengan meneliti bagaimana
makna diproduksi secara simbolik dalam bahasa sebagai ‘sistem penandaan’ dalam budaya
popular. Media sebagai sebuah industri budaya modern yang di dalamnya mengandung
2
[email protected]
makna komodifikasi ekonomi komersial sudah memenuhi katagori sebagai budaya popular
pada lazimnya.
Sebagai budaya populer, yang mendapat perhatian lebih dalam kajian budaya dan
media, maka ”media” merupakan salah satu medan di mana budaya populer itu terbentuk.
Untuk memahami kekuasaan dan kesadaran terbentuknya budaya media, ada dua konsep
yang sering digunakan dalam cultural studies. Kedua konsep yang sudah sering digunakan
itu adalah konsep ideologi dan hegemoni. Konsep ideologi lebih cenderung bertautan
dengan pemetaan makna yang berpotensi mengandung nilai kebenaran yang bersifat
universal.
Daftar Pustaka
Ahimsa-Putra, Shri, H. 2006. Strukturalisme Levi-Strauss; Mitos dan Karya Sastra. Kepel
3
[email protected]
Press: Yogyakarta.
Hoed, Benny H. 2011. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu.
Husen, Ida Sundari dan Rahayu Hidayat. (ed.). 2001. Meretas Ranah Bahasa, Semiotika
dan Budaya. Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Levi-Strauss, Claude. 2007. Antropologi Struktural. Kreasi Wacana: Yogyakarta.
Smith, philip. 2001. Cultural Theory An Introduction. New York: Blackwell Publishing.
Zaimar, Okke. K. S. 2008. Semiotik dan Penerapannya dalam Karya Sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
4
KEBUDAYAAN SEBAGAI SISTEM STRUKTURAL
Heri Purwoko
Cultural Studies, Universitas Indonesia
[email protected]
Masyarakat dalam pengertian natural adalah community yang ditandai oleh adanya
persamaan tempat tinggal (geografis). Misalnya masyarakat Sunda, masyarakat Jawa,
masyarakat Batak, dan sebagainya. Sementara itu, dalam pengertian kultural adalah society
yang keberadaannya tidak terikat oleh geografis yang sama, melainkan hasil dinamika
kebudayaan peradaban manusia. Misalnya masyarakat pelajar, masyarakat petani, dan
sebagainya.
Konsep struktur dalam konteks Strukturalisme diturunkan dari pemikiran Ferdinand
de Saussure. Ada tiga hal yang menjadi cirinya: struktur tanda (relasi antara signifiantsignifie), hubungan antar tanda (sintagmatik dan assosiatif), dan oposisi biner. Kebudayaan
sebagai sistem struktural bertolak dari anggapan bahwa kebudayaan adalah sistem mental
yang mengandung semua hal yang harus diketahui individu agar dapat berperilaku dan
bertindak sedemikian rupa sehingga dapat diterima dan dianggap wajar oleh sesama warga
masyarakatnya.
Strukturalisme, Relasi Berbagai Unsur
Sesuai namanya, strukturalisme berkaitan dengan penyingkapan struktur berbagai
aspek pemikiran dan tingkah laku. Menurut Benny H. Hoed, Strukturalisme tidaklah
berusaha menyoroti mekanisme sebab akibat dari suatu fenomena, melainkan tertarik pada
konsep, bahwa satu totalitas yang kompleks dapat dipahami sebagai satu rangkaian unsurunsur yang saling berkaitan. Fokus utama strukturalisme terletak pada analisis relasi antara
berbagai unsur, bukan pada hakikat unsur tersebut. Relasi tersebut disebut oleh Saussure
sebagai bentuk relasi sintagmatik.
1
[email protected]
Strukturalisme melihat berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai bangun teoritis
yang terdiri atas unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain (relasi sintagmatis dan
asosiatif/ paradigmatik). Dengan kata lain, gerakan Strukturalisme, yang melihat
kebudayaan sebagai suatu sistem masyarakat dengan struktur yang teratur dan berpola,
bertujuan untuk menjelaskan dan memahami struktur tersebut. Menurut Saussure, bahasa
pada dasarnya adalah sebuah proses signifikasi yang kompleks. Bahasa terdiri dari langue
dan parole. Tanda dalam bahasa terdiri dari yang menandai (signifiant, signifier, penanda)
dan yang ditandai (signifie, signified, petanda). Baik penanda maupun petanda tidaklah
dapat dipisahkan satu dari yang lainnya.
Menurut Saussure, di dalam langue terdapat hubungan sintagmatik dan asosiatif.
Hubungan sintagmatik adalah hubungan mata rantai di dalam rangkaian ujaran, unsurunsurnya berada dalam susunan yang berada dalam ruang dan waktu yang sama.
Sedangkan hubungan asosiatif adalah hubungan in absentia, unsur-unsurnya tidak berada
dalam ruang dan waktu yang sama tetapi merupakan jaringan yang didasari oleh perbedaan.
Bahasa bukan sekedar alat komunikasi, tetapi juga sebagai cermin dari masyarakat itu
sendiri.
Struktur dalam Cultural Studies
Dalam cultural studies, bahasa bukan sebuah medium yang netral tempat
dibentuknya makna yang bersifat objektif dan independen. Bahasa justru terlibat dalam
pembentukan makna dan pengetahuan tersebut. Bahasa memberi makna pada objek-objek
material dan praktik-praktik sosial yang dibuat menjadi tampak. Dari bahasa tersebut bisa
kita pahami berbagai istilah-istilah dan simbol lainnya guna mereproduksi makna makna.
Proses-proses produksi makna ini disebut praktik-praktik penandaan (signifying
practices), mempelajari kajian budaya dan media sama halnya dengan meneliti bagaimana
makna diproduksi secara simbolik dalam bahasa sebagai ‘sistem penandaan’ dalam budaya
popular. Media sebagai sebuah industri budaya modern yang di dalamnya mengandung
2
[email protected]
makna komodifikasi ekonomi komersial sudah memenuhi katagori sebagai budaya popular
pada lazimnya.
Sebagai budaya populer, yang mendapat perhatian lebih dalam kajian budaya dan
media, maka ”media” merupakan salah satu medan di mana budaya populer itu terbentuk.
Untuk memahami kekuasaan dan kesadaran terbentuknya budaya media, ada dua konsep
yang sering digunakan dalam cultural studies. Kedua konsep yang sudah sering digunakan
itu adalah konsep ideologi dan hegemoni. Konsep ideologi lebih cenderung bertautan
dengan pemetaan makna yang berpotensi mengandung nilai kebenaran yang bersifat
universal.
Daftar Pustaka
Ahimsa-Putra, Shri, H. 2006. Strukturalisme Levi-Strauss; Mitos dan Karya Sastra. Kepel
3
[email protected]
Press: Yogyakarta.
Hoed, Benny H. 2011. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu.
Husen, Ida Sundari dan Rahayu Hidayat. (ed.). 2001. Meretas Ranah Bahasa, Semiotika
dan Budaya. Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Levi-Strauss, Claude. 2007. Antropologi Struktural. Kreasi Wacana: Yogyakarta.
Smith, philip. 2001. Cultural Theory An Introduction. New York: Blackwell Publishing.
Zaimar, Okke. K. S. 2008. Semiotik dan Penerapannya dalam Karya Sastra. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
4