SPP 5 Recent site activity teeffendi

Model dan Tipe dalam
Sistem Peradilan Pidana
Tolib Effendi

Menurut Herbert L. Packer
Sistem peradilan pidana mengenal beberapa
model untuk menjalankan proses peradilan dalam
mencapai tujuan sistem peradilan pidana.
Packer menegaskan, bahwa akan ada lebih dari
satu model normative, tetapi tidak akan lebih dari
dua model saja.
Kedua model tersebut adalah the due process
model dan the crime control model.
(Lihat Sidik Sunaryo, 2004: 256)

The Due Process Model
Ciri-ciri dari model ini adalah:
1. Setiap perkara akan diajukan ke persidangan;
2. Bertitik tolak pada nilai anti kekuasaan dengan
berpegang pada prinsip equality before the
law;

3. Lebih mengutamakan sanksi pidana

(Lihat Anthon F. Susanto, 2004: 3)

Crime Control Model
Ciri-ciri crime control model:
1. Tindakan represif terhadap suatu tindakan
kriminal merupakan fungsi terpenting dari
suatu proses peradilan;
2. Asas praduga bersalah atau presumption of
guilty akan menyebabkan sistem ini
dilaksanakan secara efisien.
(Lihat Anthon F. Susanto, 2004: 3)

Menurut Samuel Walker
Pembagian model-model sistem peradilan pidana
menurut Packer tersebut adalah pembagian klasik
dalam sistem peradilan dan merupakan hasil
konflik dari pemikiran antara punishment atau
rehabilitation.

(Lihat Romli Atmasasmita, 2010: 12)

Menurut John Griffith
John Griffith memperkenalkan model lain dalam
sistem peradilan pidana, yaitu familiy model.
Model ini merupakan reaksi terhadap adversary
model, yang dipandang tidak menguntungkan. Model
kekeluargaan menempatkan pelaku tindak pidana
tidak sebagai musuh masyarakat, melainkan
dipandang sebagai anggota keluarga yang harus
dimarahi guna mengendalikan kontrol pribadinya,
tetapi tidak boleh ditolak atau diasingkan, semua
dilandasi dengan semangat cinta kasih.
(Lihat Muladi, 2002: 182)

Adversary dan Non Adversary Model
Di Eropa, terutama negara-negara yang menganut Common
Law System, sistem peradilan pidana mengenal dua model,
yaitu The Adversary Model dan The Non Adversary Model.
Sistem Adversary Model memiliki prinsip, bahwa prosedur

peradilan pidana harus merupakan suatu sengketa antara
kedua pihak dan dalam kedudukan yang sama di muka
pengadilan. Sedangkan sistem Non Adversary Model
memiliki prinsip, proses pemeriksaan harus bersifat lebih
formal dan berkesinambungan dan dilaksanakan atas dasar
praduga bersalah (presumption of guilt)
(Lihat Hendrastanto Yudowidagdo, 1987: 40)

Daftar Bacaan
1. Anthon F. Susanto, Wajah Peradilan Kita: Konstruksi
Sosial tentang Penyimpangan, Mekanisme Kontrol dan
Akuntabilitas Peradilan Pidana, 2004
2. Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan
Pidana, 2002
3. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana
Kontemporer, 2010
4. Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana,
2004
5. Hendrastanto Yudowidagdo, et al, 1987