Masalah Masalah Sosial dalam era Media K
Media Massadan Masalah-Masalah Sosial
Pendahuluan
Banyak para akademisi dan praktisi meramalkan media massa akan
mengalami perubahan dari sifat, peran, maupun jenis. Peran Madia massa
yang sebelumnya sebagai institusi edukasi sekarang menjadi institusi
produktif yang dikarenakan perubahan social yang begitu cepat dan
tuntutan para pemilik modal yang begitu kuat.
Dalam teori media massa adalah institusi yang berfungsi member
informasi, edukasi dan hiburan. Namun pada saat ini media massa tidak
lagi memberikan pengertian sesungguhnya dengan memberikan informasi
dan penyajian hiburan yang tidak edukatif lagi. Wajah ganda media massa
ini karena di satu sisi media massa menamakan diri sebagai agent of
change dalam pengertian yang sesungguhnya namun di sisi lainnya
media massa juga menjadi agent of destroyer yang menjadi pemicu
masalah-masalah social di masyarakat.
Secara umum di masyarakat berkembnag dua nilai yang dipahami yaitu
nilai kemanusiaan (humanism) dan nilai kehewanan. Secara umum juga
masyarakat bekerja keras agar nila-nilai kemanusiaan tumbuh dan
berkembang menjadi nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat namun
secara alamiah pula nilai-nilai kehewanan itu berkembang menurut
nalurinya secara liar, bebas, dan secara diam-diam dianut oleh sebagian
masyarakat.
Media massa merefleksikan peran institusi edukasi masyarakat untuk
melastarikan kedua nilai tersebut walaupun masyarakat mengarapkan
media massa berfungsi sebagai institusi yang mendorong nilai-nilai
kemanusiaan dan mendorong agar nilai kehewanan tidak berkembang.
A. Mistisme dan Tahayul
Tayangan mistis di media massa menjadi salah satu mindstream. Pada
awalnya
mistisme
dan
tahayul
lebih
banyak
berupa
pemberitaan
kemudian berkembang menjadi sinetron yang berbasis tradisi masyarakat
dan saat ini tayangan mistisme dikemas dengan tayangan keagamaan.
Page 1
Tayangan mistisme dan tahayul ini menimbulkan perhatian karena pada
dasarnya masyarakat di Indonesia menyukai berbasis tradisional yang
menyukai informasi-informasi mistisme dan tahayul sebagai bagian dari
konstruksi pengetahuan mengenai hidup dan kehidupan yang diperoleh
dari berbagai sumber pengetahuan.
Mistik dan tahayul yang disajikan media massa dipahami oleh masyarakat
sebagai mistik dan tahayul dalam konsep masyarakat yang sarat dengan
suasana misteri, ketakutan, mencekam, horo dan sebagainya. Hal ini
muncul karena ketidakmampuan masyarakat menjawab konsep mistik
selama ini sehingga rasa ingin tahu masyarakat terhadap fenomena
mistik dan tahayul menjadi sangat besar dan semakin menarik.
Kebutuhan masyarakat terhadap hiburan semacam ini adalah seperti
sebuah pertualangan batin masyarakat untuk menjawab rasa ingin tahu
terhadap misteri fisika (mistik) atau rasa ingin tahu terhadap dunia lain.
Dengan
kata
lain
keinginan
mengetahui
dunia
lain
sebagai
sifat
pertualangan manusia atau sebuah tantangan lain menjadi pendorong
utama
masyarakat
menyukai
tayangan-tayangan
mistik.
Kebiasaan
menonton tayangan mistik juga merupakan sebuah budaya masyarakat
yang dilakukan hampir semua masyarakat. Khususnya di Indonesia
kemungkinan kebiasaan menjelajahi dunia mistik dilakukan bukan hanya
sebagai salah satu hiburan semata namun juga menjadi pembenaran
budaya, kepercayaan bahkan menjadi cara bersikap dan berperilaku.
Televisi menayangkan film-film mistik, horror adalah sebuah refleksi
sosiologis yang digambarkan sebagaimana fenomena itu hidup dalam
alam kognitif di berbagai masyarakat. Tayangan-tayangan mistik menjadi
sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, budaya, dan tradisi yang dialami
masyarakat sebagai bentuk pertualangan untuk menjawab misteri yang
selama ini menjadi problem batiniah masyarakat dan media televise dapat
menyuguhkannya.
Page 2
Macam-macam tayangan mistik dan tahayul
1. Mistik – semi sains yaitu film-film mistik yang berhubungan dengan
fiksi ilmiah. Tayangan ini mengenai berbagai macam bentuk misteri
yang ada hubungan dengan ilmiah walaupun sebenarnay tidak
rasional
namun
secara
ilmiah
kemungkinan
mengandung
kebenaran.
Contoh :
The Magic Show di Trans TV oleh Deddy Corbuzier
2. Mistik-fiksi yaitu fim mistik hiburan yang tidak masuk akal bersifat
fiksi atau hanya sebuah fiksi yang difilmkan untuk menciptakan dan
menyajikan misteri, suasana mencekam, dan kengerian kepada
penontonnya.
Contoh :
Harry Potter
Page 3
3. Mistik-horor yaitu mistik yang lebih banyak mengeksploitasi dunia
lain seperti yang berhubungan jin, setan, santet, kekuatan-kekuatan
supranatural, kematian tidak wajar, balas dendam, penyiksaan dan
sebagainya.
Contoh :
(Masih) Dunia Lain di Trans 7
Tujuan dari tayangan ini untuk menciptakan suasana mencekam dan
horror. Tayangan mistik dan tahayul yang disiarkan di media massa adalah
konstruksi social media massa yang tujuannya untuk menciptakan
keseraman dan kengerian massa. Tidak ada alasan yang rasional yang
Page 4
mengatakan siaran mistik dan tahayul seperti ini bermanfaat bagi
masyarakat.
Saat ini penayangan program di televisi menjadi latah karena ketika salah
satu sukses dengan tayangan tersebut stasiun televisi lain akan ikut
menayangankan bentuk program yang serupa. Latah semacam ini
menunjukkan
kinerja
stasiun
televisi
hanya
menjual
siaran
yang
menangkap selera rendah pemirsanya. Televisi kehilangan agenda-setting
yang paling penting yaitu sebagai media transformasi dan budaya yang
sangat strategis dalam mencerdaskan masyarakat.
Masyarakat secara sosiologi berkembnag menjadi dua sifat perilaku yaitu
1. Perilaku
masyarakat
yang
mengangkat
derajat
dan
harkat
masyarakat sebagai manusia penguasa bumi. Perilaku ini dikenal
dengan nama aktivitas budaya
2. Perilaku
masyarakat
yang
kontra
budaya
seperti
kekejaman,penyiksaan, perampokan, penipuan, pembunuhan dan
semacamnya.
Perilaku kontra budaya ini dominan dimiliki oleh makhluk hewan
sedangkan
perilaku
manusia
didominasi
dengan
aktivitas
budaya.
Perbedaan antara manusia dan hewan adalah karena manusia memiliki
dua sifat perilaku (budaya dan kontra budaya) sedangkan hewan secara
alamiah hanya memiliki sifat konta budaya yang disebut dengan sifat-sifat
kehewanan.
Apabila televisi cenderung menayangkan acara-acara kekerasan, horror,
mistik maka televisi menjadi media transformasi pemberitaan kontra
budaya yang memiliki makna kehewanan. Program televisi semacam ini
tentu tidak pantas dipertahankan namun bahwa kekaguman dan selera
pemirsa yang menjadi pertimbangan tayangan semacam ini terus
dipertahankan. Tayangan media televisi merupakan refleksi ataupun
replikasi dari kekaguman dan selera masyarakat itu sendiri. Namun
sebagai agen pembaru dan agen transformasi yang memiliki teknologi
canggih apapun kendali uatama adalah pada manusia yang ada pada
Page 5
teknologi media itu sendiri. Orang-orang media televisi memiliki andil
yang besar dalam penyebaran tayangan mistik di masyarakat. Pekerja
media massa adalah anggota masyarakat yang diberi kesempatan
mengendalikan teknologi media massa yang melayani kepentingan publik.
Bahaya Tayangan Mistik dan Tahayul
Setiap pemberitaan media massa memiliki efek media bagi konsumen
media termasuk efek buruk yang akan dialami oleh masyarakat. Efek
buruknya adalah kerusakan pada kognitif masyarakat terutama anak-anak
dan kerusakan sikap dan perilaku.
Kerusakan sikap menyangkut pembenaraan terhadap kondisi konsisi hidup
yang irasional, toleransi terhadap keburukan, dengki, iri hati dan permisif
terhadap mental yang mana sikap-sikap hidup semacam ini dipandang
sebagai sikap-sikap yang buruk di masyarakat.
Walaupun secara ilmiah tidak ada hubungan konstan antara sikap dan
perilaku namun tayangan mistisme dan tahayul di media massa
dikhawatirkan
memengaruhi
perilaku
masyarakat
dengan
perilaku-
perilaku buruk yang ada pada tayangan tersebut.
B. Pelecehan Seksual dan Pornomedia
1. Berawal dari Wacana Seks
Terdapat dua kelompok yang menilai tubuh manusia sebagai objek
seks yaitu
a. Kelompok yang memuja-muja tubuh sebagai objek seks dan
merupakan sumber kebahagian, kesenangan, keintiman, status
social dan seni. Kelompok ini memuliakan seks sebagai karunia
Tuhan kepada manusia. Seks juga dipandang sebagai sumber
ketenangan batin, sumber inspirasi bahkan salah satu tujuan
akhir perjuangan manusia.
b. Kelompok yang menuduh seks sebagai objek maupun subjek dari
sumber malapetaka bagi kaum perempuan. Kelompok ini diwakili
oleh dua pemikiran yaitu
1) Kelompok yang mewakili pemikiran feminism radikal yang
menganggap jenis kelamin sebagai sumber persoalan
Page 6
seksisme (deskriminasi social berdasarkan jenis kelamin)
dan iduologi patriarki. Pemikiran ini menuduh laki-laki
secara
biologis
perempuan,
maupun
laki-laki
politis
memiliki
menguasai
tubuh
lebih
untuk
fisik
kuat
memperlakukan perempuan sebagai objek seks mereka.
Laki-laki juga secara politis telah menciptakan ideologi
patriarki
sebagai
dasar
penindasan
yang
merupakan
system kirarki seksual dimana laki-lak memiliki kuasaan
superior dan privilege terhadap perempuan
2) Kelompok lain menamakan diri mereka sebagai feminis
marxis
melihat
ideology
kapitalis
adalah
sumber
penguasaan seks terhadap perempuan. Jatuhnya status
seks perempuan disebabkan karena perubahan dalam
system kekayaan. Era private property yaitu era hewan
piaraan dan pertanian sebagai awal penciptaan suplus
yang kemudian menjadi awal bagi perdagangan dan
produksi untuk perdagangan. Karena laki-laki mengontrol
produksi untuk perdagangan maka mereka menguasai
hubungan
social
dan
politik
sedangkan
perempuan
direduksi sebagai bagian property dengan demikian lakilaki memiliki control terhadap seks
atas
perempuan
sebagai bagian dari kekuasaaan social laki-laki.
Pemikiran tersebut mendasari semua argumentasi dan polemic
tentang seks sebagai objek porno di masyarakat baik sebagai
alasan
memuja-muja
seks
maupun
penguasaan
objek
seks.
Pemikiran tersebut hanya berbeda pada cara pandang dalam
mengeksploitasi seks tetapi target eksploitasi tetap saja adalah seks
sebagai objek.
Pada kehidupan masyarakat kota, wanita lebih senang dieksploitasi
atau
mengeksploitasi
menonjolkan
jenisnya.
dirinya
bagian-bagian
Bentuk
tantangan
sebagai
tubuhnya
seperti
ini
objek
untuk
porno
dengan
menjerat
adalah
sisi
lain
lawan
dari
subjektivitas wanita dalam memperlakukan perilaku seksnya dan
Page 7
menempatkan tingkah laku tersebut pada makna porno yang
sesungguhnya.
Melihat wacana selalu ditanggapi secara subjektif menurut konteks
nilai yang berlaku di masyarakat dan dalam kurun waktu tertentu
maka terjadi perdebatan-perdebatan tenatnag persoalan seks dan
semua
hal
yang
berkaitan
dengan
seks
harus
dimulai
dari
pandangan intrasubjektiif tentang makna dari porno.
2. Pergeseran Konsep Pornografi
Saat ini masyarakat sudah terbuka mengenai porno namun dengan
kemajuan teknologi dan komunikasi terus berkembang maka konsep
pornografi juga bergeser dan berkembang. Dalam wacana porno
atau
penggambaran
beberapa
varian
tindakan
pencabulan
pemahaman
kontemporer
porno
yang
ada
dapat
dikonseptualisasikan yaitu
a. Pornografi
Adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak
menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia. Sifatnya yang
seronoh,
jorok,
vulgar,
membuat
orang
yang
melihatnya
terandang secara seksual.
Contoh : Foto, Poster, Leaflet, Video, Film, alat visual lainnya
yang memuat gambar atau kegiatan pencabulan
b. Pornoteks
Adalah karya pencabulan yang dituls sebagai naskah cerita atau
berita dalam berbagai versi hubungan seksual dalam bentuk
narasi, konstruksi cerita, testimonial, atau pengalaman pribadi
secara detail dan vulgar sehingga pembaca merasa seakan-akan
menyaksikan
sendiri,
mengalami,
atau
melakukan
sendiri
peristiwa seks tersebut.
Contoh
:
Komik
dan
Novel
yang
mengandung
kegiatan
pencabulan (Fifty Shades Of Grey)
c. Pornosuara
Adalah suara, tuturan, kata-kata dan kalimat yang diucapkan
seseorang yang langsung atau tidak langsung bahkan secara
Page 8
halus atau vulgar melakukan rayuan seksual yang secara
langsung atau tidak memberikan penggambaran tenatang objek
seksual maupun aktivitas seksual kepada lawan bicara atau
pendengar sehingga berakibat efek ransangan seksual terhadap
orang yang mendengar atau penerima informasi seksual itu.
d. Pornoaksi
Adalah suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan
tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan member
ransangan seksual sampai dengan aksi yang memperlihatkan
bentuk tubuh dan alat vital secara sengaja atau tidak sengaja
untuk
memancing
bangkitnya
nafsu
seksual
bagi
yang
melihatnya.
e. Pornomedia
Dalam konteks media massa, pornografi, pornoteks, pornosuara,
dan pornoaksi menjadi bagian-bagian yang saling berhubungan
sesuai karakter media yang menyiarkan porno tersebut. Konsep
pornomedia meliputi realitas porno yang diciptakan oleh media.
Berdasarkan
historologi
porno
media
yang
merupakan
kecenderungan media massa dalam pemberitaannya yaitu
a) Ketika media telah kehilangan idealism
b) Ketika media massa merasa tirasnya terancam menurun
c) Ketika media massa perlu bersaing dengan sesame media
d) Ketika media baru memosisikan dirinya dimasyarakat
e) Ketika masyarakat membutuhkan pemberitaan pornomedia
Institusi media massa adalah komunitas social yang kadang
penuh dengan persaingan dan permusuhan. Media massa
bukanlah unit-unit social yang lepas dari nilai masyarakatnya
secara umum. Menurunkan pemberitaan pornomedia bukanlah
tindakan
yang
dilakukan
tanpa
sengaja
namun
melalui
pertimbangan-pertimbangan redaksional yang matang sehingga
pemberitaan pornomedia tidak lepas dari tanggung jawab media
massa itu sendiri.
Page 9
Perdebatan mengenai pemberitaan pornomedia bukan saja
menyangkut persoalan eksploitasi perempuan namun persoalan
yang lebih besar yaitu sebuah tindakan pengabaian norma dan
moral agama dan masyarakat bahkan sebagai suatu tindakan
yang menabrakan kepentingan media massa dan urusan agama,
kepantasan, dan keprihatinan terhadap pendidikan masyarakat
secara
luas
sehingga
banyak
kalangan
menempatkan
pornomedia sebagai bentuk patologi social. Patologi social
lainnya yang timbul di masyarakat dengan kehadiran problem
social bisa jadi refleksi kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Dalam pornomedia kebutuhan menjadi dua yaitu
a) Dalam kasus tertentu objek pornomedia (pemilik tubuh
dalam gambar porno atau pencipta pornografi) yang
umumnya memperoleh bayaran yang cukup besar atas
pemuatan gambar porno yang dimuat di suatu media
massa. Objek pornomedia menghasilkan sejumlah uang
untuk kepentingan pribadi.
b) Pornomedia dibutukan masyarakat karena masyarakat ikut
andil yang besar terhadap kemunculannya pornomedia.
Persoalan substansi yang menjadikan pornomedia sebagai
benang kusut yang sulit ditanggulangi dari masa ke masa.
Substansi ini pula yang menyebabkan sangat longgar
sementara pemerintah tidak mampu berbuat lebih banyak
karena kesulitan peranti hokum.
Alasan pornomedia sebagai kekerasan perempuan terbesar di
media massa karena
a) Media dengan sengaja menggunakan objek perempuan
untuk keuntungan bisnis mereka sehingga penggunaan
pornomedia
dilakukan
secara
terencan
untuk
mengabaikan, menistakan, dan mencampakkan harkat
manusia khususnya perempuan.
Page
10
b) Objek pornomesia (umumnya tubuh perempuan) dijadikan
sumber capital yang dapat mendatangkan uang sementara
perempuan sendiri menjadi subjek yang disalahkan
c) Media massa telah mengabaikan aspek-aspek moral dan
perusahaan terhadap nilai-nilai pendidika dan agama serta
tidak bertanggung jawab terhadap efek-efek negative yang
terjadi di masyarakat
d) Selama
ini
berbagai
pendapat
yang
menyudutkan
perempuan sebagai subjek yang bertanggungjawab atas
pornomedia tidak pernah mendapatkan pembelaan dari
media massa dengan alasan pemberitaan dari media harus
berimbang
e) Media massa secara politik menempatkan perempuan
bagai bagian kekuasaan mereka secara umum
3. Pengaruh Pornomedia : Kritik Terhadap Pornografi
Konteks porno sendiri ketika dikonsepkan dalam sebuah batasan
yang menjadi ukuran bersama untuk menjelaskan sebuah fenomena
porno baik pornografi, pornografi, pornosuara, pornoteks maupun
pornomedia merupakan konsep yang bergerak cepat dari waktu,
bahkan seirama dengan perkembangan dan perubahan social
masyarakat, konteks dan definisi porno lebih banyak berada lebih
banyak berada pada wilayah anomaly dan krisis daripada berada
pada wilayah order.
Wacana konteks dan definisi yang berjarak juga member pengaruh
terhadap sikap dan perilaku orang terhadap fenomena porno. Sikap
dan
perilaku
juga
selalu
berjarak
ketika
kedua
wilayah
ini
dihadapkan pada fenomena porno.
Konteks budaya berhubungan dengan bagaiman akultur local
mengakomodasikan masalah-masalah porno sebagai bagian dari
kearifan local termasuk bagaimana konteks budaya local memberi
kontribusi terhadap sikap dan perilaku porno itu sendiri.
Page
11
Masing-masing orang berada pada konteks budaya dan sosiologi
memiliki
kepentingan
masing-masing
untuk
membuat
definisi
tentang porno sebagai bentuk dari eksistensi mereka, tertutama
berhubungan dengan kekuasaan dan negara. Pentingnya persoalan
konteks porno ini terletak pada bagaimana orang mendefinisikan
sebuah distribusi kekuasaannya terhadap masalah seks sebagai
bagaian dari kehidupan semua orang yang ada dalam suatu
masyarakat.
Substansi pengaturan dari definisi ini menyinggung hak-hak pribadi
seseorang sedangkan hak-hak ini adalah kebutuhan mendasar
setiap orang dalam masyarakat sehingga tidak pantas apabila
sumber distribusi norma-norma yang mengatur hak-hak pribadi ini
sementara ia sendiri bagian dari distribusi norma-norma yang
mengatur hak-hak pribadi sementara dapat distribusi yang ikut
menimati porno.
Ketka suatu masyarakat akan mengatur definisi tentang porno maka
harus
ada
benang merah yang dapat
ditarik
dari
berbagai
kepentingan dan konteks sosial yang ada, semua perbedaan harus
terakomodasi dalam pengaturan itu. Konteks-konteks ini paling tidak
bisa bertemu satu dengan lainnya. Agama jelas menjelaskan definisi
porno sebgaai perilaku haram yang tidak boleh dilakukan sementara
kreativitas mendefinisikan menjadi wilayah abu-abu sedangkan
mata
pencaharian
mendefinisikan
sebagai
wilayah
boleh.
Sementara bentuk-bentuk defenisi norma seperti undang-undang
memiliki keterbatasan mengatur sehingga semua orang diperlukan
sama dimata hukum. Jalan tengahnya adalah sebuah tawaran
tentang regulasi dimana sekelompok orang terikat pada hak dan
kewajibannya apabila akan mengakses objek porno. Sementara bagi
kelompok masyarakat yang secara ketat melarang porno maka
hukum
ditegakkan
sebagaimana
Page
12
syariat
agama
dan
kepercayaannya. Regulasi juga mengatur pengaturan relasi-kuasa
antara kelompok itu untuk memberi jaminan bahwa implementasi
regulasi
tidak
menggangu
kelompok
masyarakat
dan
agama
tertentu.
Ketakutan kepada porno sebenarnya berlebihan karena tidak ada
satupun penelitian yang akurat menunjukkan bahwa konteks porno
bisa menyebabkan perilaku orang melakukan tindakan pelanggaran
seks.
Beberapa
kesimpulan
mengenai
bahaya
pornomedia
dapat
dijelaskan yaitu :
a. Tingkat pertama mengubah perilaku normal dan abnormal
b. Tingkat
kedua
meningkatkan
kebiasaan
menelusuri
dan
mengonsumsi pornomedia dan menjadikan perilaku anomaly
sebagai kebiasaan
c. Tingkat ketiga menumpulkan pandangan tentang pornomedia
dan
mengubah
pandangan
normal
terhadap
anomaly
pornomedia
d. Tingkat keempat mencari kepuasan pornomedia di dunia nyata
e. Tingkat kelima sikap terhadap pencarian kepuasan pornomedia di
dunia dan anomaly seksual sebagai tindkan normal dan wajar
Sebaran Pengaruh Pornomedia
1
2
3
4
5
Mengubah
Meningkatka
Mengumpulk
Mencari
Sikap
perilaku
n kebiasaan
an
kepuasaan
terhadap
normal
menelusuri
pandangan
pornomedia
pencarian
menjadi
dan
tentang
di dunia
kepuasan
abnormal
mengonsums
pornomedia
nyata
pornomedia
i pornomedia
dan
di dunia
dan
mengubah
nyata dan
menjadikan
pandangan
anomaly
perilaku
normal
seksual
Page
13
anomali
terhadap
sebagai
sebagai
anomaly
tindakan
kebiasaan
pornomedia
normal dan
wajar
Pada mulanya terlihat pornomedia berada pada keadaan disorder yaitu
kondisi yang melawan tatanan sosial yang ada berdasarkan struktur sosial
masyarakat yang melindungi seks dan aurat dalam bingkai norma
tertutup dan memiliki nilai mulai dalam keluarga, masyarakat dan agama.
Menuju order yaitu sebuah tatanan sosial lama yang mengarah ke seks
bebas yang mengganggap seks dan aurat manusia sebagai komoditas,
media pemuasan biologis yang lepas dari norma-norma masyarakat dan
agama sertadapat dilakukan tanpa harus melalui lembaga perkawinan.
Ketika sebuah tayangan pornomedia disiarkan oleh media massa maka
dapat dipastikan khalayak terkonstruksi dengan penayangan pornomedia
itu karena media massa mampu meyakinkan khalayak dengan terpaannya
yang menyebar kemana-mana tanpa pandang perbedaan umur khalayak.
Persoalan kerisauan terhadap pornografi dan pornoaksi adalah karena
masyarakat sedang mempertahankan sebuah norma moral tentang
agama, rumah tangga dan perlindungan terhadap privasi orang terutama
adalah harkat dan martabat perempuan yang dilecehkan.
Pornomedia adalah tindakan media massa yang mengeksploitasi semua
varian porno. Kekuatan pornomedia terletak pada kekuataan konstruksi
sosial media massa. Severin dan Tankard Jr (2005) dalam pornomedia
mengatakan
pemberitaan
media
massa
adalah
konstruksi
sosial
media.Dalam Agenda setting (McComb 1950) isu media massa menjadi
penting bagi khalayak. Terpaan khalayak dalam teori peluru (Schramm,
1960) menunjukkan bahaya yang menyapu rata seluruh khalayak ketika
sebuah pemberitaan disiarkan walaupun teori ini dikoreksi oleh model
Page
14
efek terbatas (Hovland, 1960) namun terpaan khalayak sering kali terjadi
banyak kasuspemberitaan media massa.
Page
15
Pendahuluan
Banyak para akademisi dan praktisi meramalkan media massa akan
mengalami perubahan dari sifat, peran, maupun jenis. Peran Madia massa
yang sebelumnya sebagai institusi edukasi sekarang menjadi institusi
produktif yang dikarenakan perubahan social yang begitu cepat dan
tuntutan para pemilik modal yang begitu kuat.
Dalam teori media massa adalah institusi yang berfungsi member
informasi, edukasi dan hiburan. Namun pada saat ini media massa tidak
lagi memberikan pengertian sesungguhnya dengan memberikan informasi
dan penyajian hiburan yang tidak edukatif lagi. Wajah ganda media massa
ini karena di satu sisi media massa menamakan diri sebagai agent of
change dalam pengertian yang sesungguhnya namun di sisi lainnya
media massa juga menjadi agent of destroyer yang menjadi pemicu
masalah-masalah social di masyarakat.
Secara umum di masyarakat berkembnag dua nilai yang dipahami yaitu
nilai kemanusiaan (humanism) dan nilai kehewanan. Secara umum juga
masyarakat bekerja keras agar nila-nilai kemanusiaan tumbuh dan
berkembang menjadi nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat namun
secara alamiah pula nilai-nilai kehewanan itu berkembang menurut
nalurinya secara liar, bebas, dan secara diam-diam dianut oleh sebagian
masyarakat.
Media massa merefleksikan peran institusi edukasi masyarakat untuk
melastarikan kedua nilai tersebut walaupun masyarakat mengarapkan
media massa berfungsi sebagai institusi yang mendorong nilai-nilai
kemanusiaan dan mendorong agar nilai kehewanan tidak berkembang.
A. Mistisme dan Tahayul
Tayangan mistis di media massa menjadi salah satu mindstream. Pada
awalnya
mistisme
dan
tahayul
lebih
banyak
berupa
pemberitaan
kemudian berkembang menjadi sinetron yang berbasis tradisi masyarakat
dan saat ini tayangan mistisme dikemas dengan tayangan keagamaan.
Page 1
Tayangan mistisme dan tahayul ini menimbulkan perhatian karena pada
dasarnya masyarakat di Indonesia menyukai berbasis tradisional yang
menyukai informasi-informasi mistisme dan tahayul sebagai bagian dari
konstruksi pengetahuan mengenai hidup dan kehidupan yang diperoleh
dari berbagai sumber pengetahuan.
Mistik dan tahayul yang disajikan media massa dipahami oleh masyarakat
sebagai mistik dan tahayul dalam konsep masyarakat yang sarat dengan
suasana misteri, ketakutan, mencekam, horo dan sebagainya. Hal ini
muncul karena ketidakmampuan masyarakat menjawab konsep mistik
selama ini sehingga rasa ingin tahu masyarakat terhadap fenomena
mistik dan tahayul menjadi sangat besar dan semakin menarik.
Kebutuhan masyarakat terhadap hiburan semacam ini adalah seperti
sebuah pertualangan batin masyarakat untuk menjawab rasa ingin tahu
terhadap misteri fisika (mistik) atau rasa ingin tahu terhadap dunia lain.
Dengan
kata
lain
keinginan
mengetahui
dunia
lain
sebagai
sifat
pertualangan manusia atau sebuah tantangan lain menjadi pendorong
utama
masyarakat
menyukai
tayangan-tayangan
mistik.
Kebiasaan
menonton tayangan mistik juga merupakan sebuah budaya masyarakat
yang dilakukan hampir semua masyarakat. Khususnya di Indonesia
kemungkinan kebiasaan menjelajahi dunia mistik dilakukan bukan hanya
sebagai salah satu hiburan semata namun juga menjadi pembenaran
budaya, kepercayaan bahkan menjadi cara bersikap dan berperilaku.
Televisi menayangkan film-film mistik, horror adalah sebuah refleksi
sosiologis yang digambarkan sebagaimana fenomena itu hidup dalam
alam kognitif di berbagai masyarakat. Tayangan-tayangan mistik menjadi
sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, budaya, dan tradisi yang dialami
masyarakat sebagai bentuk pertualangan untuk menjawab misteri yang
selama ini menjadi problem batiniah masyarakat dan media televise dapat
menyuguhkannya.
Page 2
Macam-macam tayangan mistik dan tahayul
1. Mistik – semi sains yaitu film-film mistik yang berhubungan dengan
fiksi ilmiah. Tayangan ini mengenai berbagai macam bentuk misteri
yang ada hubungan dengan ilmiah walaupun sebenarnay tidak
rasional
namun
secara
ilmiah
kemungkinan
mengandung
kebenaran.
Contoh :
The Magic Show di Trans TV oleh Deddy Corbuzier
2. Mistik-fiksi yaitu fim mistik hiburan yang tidak masuk akal bersifat
fiksi atau hanya sebuah fiksi yang difilmkan untuk menciptakan dan
menyajikan misteri, suasana mencekam, dan kengerian kepada
penontonnya.
Contoh :
Harry Potter
Page 3
3. Mistik-horor yaitu mistik yang lebih banyak mengeksploitasi dunia
lain seperti yang berhubungan jin, setan, santet, kekuatan-kekuatan
supranatural, kematian tidak wajar, balas dendam, penyiksaan dan
sebagainya.
Contoh :
(Masih) Dunia Lain di Trans 7
Tujuan dari tayangan ini untuk menciptakan suasana mencekam dan
horror. Tayangan mistik dan tahayul yang disiarkan di media massa adalah
konstruksi social media massa yang tujuannya untuk menciptakan
keseraman dan kengerian massa. Tidak ada alasan yang rasional yang
Page 4
mengatakan siaran mistik dan tahayul seperti ini bermanfaat bagi
masyarakat.
Saat ini penayangan program di televisi menjadi latah karena ketika salah
satu sukses dengan tayangan tersebut stasiun televisi lain akan ikut
menayangankan bentuk program yang serupa. Latah semacam ini
menunjukkan
kinerja
stasiun
televisi
hanya
menjual
siaran
yang
menangkap selera rendah pemirsanya. Televisi kehilangan agenda-setting
yang paling penting yaitu sebagai media transformasi dan budaya yang
sangat strategis dalam mencerdaskan masyarakat.
Masyarakat secara sosiologi berkembnag menjadi dua sifat perilaku yaitu
1. Perilaku
masyarakat
yang
mengangkat
derajat
dan
harkat
masyarakat sebagai manusia penguasa bumi. Perilaku ini dikenal
dengan nama aktivitas budaya
2. Perilaku
masyarakat
yang
kontra
budaya
seperti
kekejaman,penyiksaan, perampokan, penipuan, pembunuhan dan
semacamnya.
Perilaku kontra budaya ini dominan dimiliki oleh makhluk hewan
sedangkan
perilaku
manusia
didominasi
dengan
aktivitas
budaya.
Perbedaan antara manusia dan hewan adalah karena manusia memiliki
dua sifat perilaku (budaya dan kontra budaya) sedangkan hewan secara
alamiah hanya memiliki sifat konta budaya yang disebut dengan sifat-sifat
kehewanan.
Apabila televisi cenderung menayangkan acara-acara kekerasan, horror,
mistik maka televisi menjadi media transformasi pemberitaan kontra
budaya yang memiliki makna kehewanan. Program televisi semacam ini
tentu tidak pantas dipertahankan namun bahwa kekaguman dan selera
pemirsa yang menjadi pertimbangan tayangan semacam ini terus
dipertahankan. Tayangan media televisi merupakan refleksi ataupun
replikasi dari kekaguman dan selera masyarakat itu sendiri. Namun
sebagai agen pembaru dan agen transformasi yang memiliki teknologi
canggih apapun kendali uatama adalah pada manusia yang ada pada
Page 5
teknologi media itu sendiri. Orang-orang media televisi memiliki andil
yang besar dalam penyebaran tayangan mistik di masyarakat. Pekerja
media massa adalah anggota masyarakat yang diberi kesempatan
mengendalikan teknologi media massa yang melayani kepentingan publik.
Bahaya Tayangan Mistik dan Tahayul
Setiap pemberitaan media massa memiliki efek media bagi konsumen
media termasuk efek buruk yang akan dialami oleh masyarakat. Efek
buruknya adalah kerusakan pada kognitif masyarakat terutama anak-anak
dan kerusakan sikap dan perilaku.
Kerusakan sikap menyangkut pembenaraan terhadap kondisi konsisi hidup
yang irasional, toleransi terhadap keburukan, dengki, iri hati dan permisif
terhadap mental yang mana sikap-sikap hidup semacam ini dipandang
sebagai sikap-sikap yang buruk di masyarakat.
Walaupun secara ilmiah tidak ada hubungan konstan antara sikap dan
perilaku namun tayangan mistisme dan tahayul di media massa
dikhawatirkan
memengaruhi
perilaku
masyarakat
dengan
perilaku-
perilaku buruk yang ada pada tayangan tersebut.
B. Pelecehan Seksual dan Pornomedia
1. Berawal dari Wacana Seks
Terdapat dua kelompok yang menilai tubuh manusia sebagai objek
seks yaitu
a. Kelompok yang memuja-muja tubuh sebagai objek seks dan
merupakan sumber kebahagian, kesenangan, keintiman, status
social dan seni. Kelompok ini memuliakan seks sebagai karunia
Tuhan kepada manusia. Seks juga dipandang sebagai sumber
ketenangan batin, sumber inspirasi bahkan salah satu tujuan
akhir perjuangan manusia.
b. Kelompok yang menuduh seks sebagai objek maupun subjek dari
sumber malapetaka bagi kaum perempuan. Kelompok ini diwakili
oleh dua pemikiran yaitu
1) Kelompok yang mewakili pemikiran feminism radikal yang
menganggap jenis kelamin sebagai sumber persoalan
Page 6
seksisme (deskriminasi social berdasarkan jenis kelamin)
dan iduologi patriarki. Pemikiran ini menuduh laki-laki
secara
biologis
perempuan,
maupun
laki-laki
politis
memiliki
menguasai
tubuh
lebih
untuk
fisik
kuat
memperlakukan perempuan sebagai objek seks mereka.
Laki-laki juga secara politis telah menciptakan ideologi
patriarki
sebagai
dasar
penindasan
yang
merupakan
system kirarki seksual dimana laki-lak memiliki kuasaan
superior dan privilege terhadap perempuan
2) Kelompok lain menamakan diri mereka sebagai feminis
marxis
melihat
ideology
kapitalis
adalah
sumber
penguasaan seks terhadap perempuan. Jatuhnya status
seks perempuan disebabkan karena perubahan dalam
system kekayaan. Era private property yaitu era hewan
piaraan dan pertanian sebagai awal penciptaan suplus
yang kemudian menjadi awal bagi perdagangan dan
produksi untuk perdagangan. Karena laki-laki mengontrol
produksi untuk perdagangan maka mereka menguasai
hubungan
social
dan
politik
sedangkan
perempuan
direduksi sebagai bagian property dengan demikian lakilaki memiliki control terhadap seks
atas
perempuan
sebagai bagian dari kekuasaaan social laki-laki.
Pemikiran tersebut mendasari semua argumentasi dan polemic
tentang seks sebagai objek porno di masyarakat baik sebagai
alasan
memuja-muja
seks
maupun
penguasaan
objek
seks.
Pemikiran tersebut hanya berbeda pada cara pandang dalam
mengeksploitasi seks tetapi target eksploitasi tetap saja adalah seks
sebagai objek.
Pada kehidupan masyarakat kota, wanita lebih senang dieksploitasi
atau
mengeksploitasi
menonjolkan
jenisnya.
dirinya
bagian-bagian
Bentuk
tantangan
sebagai
tubuhnya
seperti
ini
objek
untuk
porno
dengan
menjerat
adalah
sisi
lain
lawan
dari
subjektivitas wanita dalam memperlakukan perilaku seksnya dan
Page 7
menempatkan tingkah laku tersebut pada makna porno yang
sesungguhnya.
Melihat wacana selalu ditanggapi secara subjektif menurut konteks
nilai yang berlaku di masyarakat dan dalam kurun waktu tertentu
maka terjadi perdebatan-perdebatan tenatnag persoalan seks dan
semua
hal
yang
berkaitan
dengan
seks
harus
dimulai
dari
pandangan intrasubjektiif tentang makna dari porno.
2. Pergeseran Konsep Pornografi
Saat ini masyarakat sudah terbuka mengenai porno namun dengan
kemajuan teknologi dan komunikasi terus berkembang maka konsep
pornografi juga bergeser dan berkembang. Dalam wacana porno
atau
penggambaran
beberapa
varian
tindakan
pencabulan
pemahaman
kontemporer
porno
yang
ada
dapat
dikonseptualisasikan yaitu
a. Pornografi
Adalah gambar-gambar perilaku pencabulan yang lebih banyak
menonjolkan tubuh dan alat kelamin manusia. Sifatnya yang
seronoh,
jorok,
vulgar,
membuat
orang
yang
melihatnya
terandang secara seksual.
Contoh : Foto, Poster, Leaflet, Video, Film, alat visual lainnya
yang memuat gambar atau kegiatan pencabulan
b. Pornoteks
Adalah karya pencabulan yang dituls sebagai naskah cerita atau
berita dalam berbagai versi hubungan seksual dalam bentuk
narasi, konstruksi cerita, testimonial, atau pengalaman pribadi
secara detail dan vulgar sehingga pembaca merasa seakan-akan
menyaksikan
sendiri,
mengalami,
atau
melakukan
sendiri
peristiwa seks tersebut.
Contoh
:
Komik
dan
Novel
yang
mengandung
kegiatan
pencabulan (Fifty Shades Of Grey)
c. Pornosuara
Adalah suara, tuturan, kata-kata dan kalimat yang diucapkan
seseorang yang langsung atau tidak langsung bahkan secara
Page 8
halus atau vulgar melakukan rayuan seksual yang secara
langsung atau tidak memberikan penggambaran tenatang objek
seksual maupun aktivitas seksual kepada lawan bicara atau
pendengar sehingga berakibat efek ransangan seksual terhadap
orang yang mendengar atau penerima informasi seksual itu.
d. Pornoaksi
Adalah suatu penggambaran aksi gerakan, lenggokan, liukan
tubuh, penonjolan bagian-bagian tubuh yang dominan member
ransangan seksual sampai dengan aksi yang memperlihatkan
bentuk tubuh dan alat vital secara sengaja atau tidak sengaja
untuk
memancing
bangkitnya
nafsu
seksual
bagi
yang
melihatnya.
e. Pornomedia
Dalam konteks media massa, pornografi, pornoteks, pornosuara,
dan pornoaksi menjadi bagian-bagian yang saling berhubungan
sesuai karakter media yang menyiarkan porno tersebut. Konsep
pornomedia meliputi realitas porno yang diciptakan oleh media.
Berdasarkan
historologi
porno
media
yang
merupakan
kecenderungan media massa dalam pemberitaannya yaitu
a) Ketika media telah kehilangan idealism
b) Ketika media massa merasa tirasnya terancam menurun
c) Ketika media massa perlu bersaing dengan sesame media
d) Ketika media baru memosisikan dirinya dimasyarakat
e) Ketika masyarakat membutuhkan pemberitaan pornomedia
Institusi media massa adalah komunitas social yang kadang
penuh dengan persaingan dan permusuhan. Media massa
bukanlah unit-unit social yang lepas dari nilai masyarakatnya
secara umum. Menurunkan pemberitaan pornomedia bukanlah
tindakan
yang
dilakukan
tanpa
sengaja
namun
melalui
pertimbangan-pertimbangan redaksional yang matang sehingga
pemberitaan pornomedia tidak lepas dari tanggung jawab media
massa itu sendiri.
Page 9
Perdebatan mengenai pemberitaan pornomedia bukan saja
menyangkut persoalan eksploitasi perempuan namun persoalan
yang lebih besar yaitu sebuah tindakan pengabaian norma dan
moral agama dan masyarakat bahkan sebagai suatu tindakan
yang menabrakan kepentingan media massa dan urusan agama,
kepantasan, dan keprihatinan terhadap pendidikan masyarakat
secara
luas
sehingga
banyak
kalangan
menempatkan
pornomedia sebagai bentuk patologi social. Patologi social
lainnya yang timbul di masyarakat dengan kehadiran problem
social bisa jadi refleksi kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Dalam pornomedia kebutuhan menjadi dua yaitu
a) Dalam kasus tertentu objek pornomedia (pemilik tubuh
dalam gambar porno atau pencipta pornografi) yang
umumnya memperoleh bayaran yang cukup besar atas
pemuatan gambar porno yang dimuat di suatu media
massa. Objek pornomedia menghasilkan sejumlah uang
untuk kepentingan pribadi.
b) Pornomedia dibutukan masyarakat karena masyarakat ikut
andil yang besar terhadap kemunculannya pornomedia.
Persoalan substansi yang menjadikan pornomedia sebagai
benang kusut yang sulit ditanggulangi dari masa ke masa.
Substansi ini pula yang menyebabkan sangat longgar
sementara pemerintah tidak mampu berbuat lebih banyak
karena kesulitan peranti hokum.
Alasan pornomedia sebagai kekerasan perempuan terbesar di
media massa karena
a) Media dengan sengaja menggunakan objek perempuan
untuk keuntungan bisnis mereka sehingga penggunaan
pornomedia
dilakukan
secara
terencan
untuk
mengabaikan, menistakan, dan mencampakkan harkat
manusia khususnya perempuan.
Page
10
b) Objek pornomesia (umumnya tubuh perempuan) dijadikan
sumber capital yang dapat mendatangkan uang sementara
perempuan sendiri menjadi subjek yang disalahkan
c) Media massa telah mengabaikan aspek-aspek moral dan
perusahaan terhadap nilai-nilai pendidika dan agama serta
tidak bertanggung jawab terhadap efek-efek negative yang
terjadi di masyarakat
d) Selama
ini
berbagai
pendapat
yang
menyudutkan
perempuan sebagai subjek yang bertanggungjawab atas
pornomedia tidak pernah mendapatkan pembelaan dari
media massa dengan alasan pemberitaan dari media harus
berimbang
e) Media massa secara politik menempatkan perempuan
bagai bagian kekuasaan mereka secara umum
3. Pengaruh Pornomedia : Kritik Terhadap Pornografi
Konteks porno sendiri ketika dikonsepkan dalam sebuah batasan
yang menjadi ukuran bersama untuk menjelaskan sebuah fenomena
porno baik pornografi, pornografi, pornosuara, pornoteks maupun
pornomedia merupakan konsep yang bergerak cepat dari waktu,
bahkan seirama dengan perkembangan dan perubahan social
masyarakat, konteks dan definisi porno lebih banyak berada lebih
banyak berada pada wilayah anomaly dan krisis daripada berada
pada wilayah order.
Wacana konteks dan definisi yang berjarak juga member pengaruh
terhadap sikap dan perilaku orang terhadap fenomena porno. Sikap
dan
perilaku
juga
selalu
berjarak
ketika
kedua
wilayah
ini
dihadapkan pada fenomena porno.
Konteks budaya berhubungan dengan bagaiman akultur local
mengakomodasikan masalah-masalah porno sebagai bagian dari
kearifan local termasuk bagaimana konteks budaya local memberi
kontribusi terhadap sikap dan perilaku porno itu sendiri.
Page
11
Masing-masing orang berada pada konteks budaya dan sosiologi
memiliki
kepentingan
masing-masing
untuk
membuat
definisi
tentang porno sebagai bentuk dari eksistensi mereka, tertutama
berhubungan dengan kekuasaan dan negara. Pentingnya persoalan
konteks porno ini terletak pada bagaimana orang mendefinisikan
sebuah distribusi kekuasaannya terhadap masalah seks sebagai
bagaian dari kehidupan semua orang yang ada dalam suatu
masyarakat.
Substansi pengaturan dari definisi ini menyinggung hak-hak pribadi
seseorang sedangkan hak-hak ini adalah kebutuhan mendasar
setiap orang dalam masyarakat sehingga tidak pantas apabila
sumber distribusi norma-norma yang mengatur hak-hak pribadi ini
sementara ia sendiri bagian dari distribusi norma-norma yang
mengatur hak-hak pribadi sementara dapat distribusi yang ikut
menimati porno.
Ketka suatu masyarakat akan mengatur definisi tentang porno maka
harus
ada
benang merah yang dapat
ditarik
dari
berbagai
kepentingan dan konteks sosial yang ada, semua perbedaan harus
terakomodasi dalam pengaturan itu. Konteks-konteks ini paling tidak
bisa bertemu satu dengan lainnya. Agama jelas menjelaskan definisi
porno sebgaai perilaku haram yang tidak boleh dilakukan sementara
kreativitas mendefinisikan menjadi wilayah abu-abu sedangkan
mata
pencaharian
mendefinisikan
sebagai
wilayah
boleh.
Sementara bentuk-bentuk defenisi norma seperti undang-undang
memiliki keterbatasan mengatur sehingga semua orang diperlukan
sama dimata hukum. Jalan tengahnya adalah sebuah tawaran
tentang regulasi dimana sekelompok orang terikat pada hak dan
kewajibannya apabila akan mengakses objek porno. Sementara bagi
kelompok masyarakat yang secara ketat melarang porno maka
hukum
ditegakkan
sebagaimana
Page
12
syariat
agama
dan
kepercayaannya. Regulasi juga mengatur pengaturan relasi-kuasa
antara kelompok itu untuk memberi jaminan bahwa implementasi
regulasi
tidak
menggangu
kelompok
masyarakat
dan
agama
tertentu.
Ketakutan kepada porno sebenarnya berlebihan karena tidak ada
satupun penelitian yang akurat menunjukkan bahwa konteks porno
bisa menyebabkan perilaku orang melakukan tindakan pelanggaran
seks.
Beberapa
kesimpulan
mengenai
bahaya
pornomedia
dapat
dijelaskan yaitu :
a. Tingkat pertama mengubah perilaku normal dan abnormal
b. Tingkat
kedua
meningkatkan
kebiasaan
menelusuri
dan
mengonsumsi pornomedia dan menjadikan perilaku anomaly
sebagai kebiasaan
c. Tingkat ketiga menumpulkan pandangan tentang pornomedia
dan
mengubah
pandangan
normal
terhadap
anomaly
pornomedia
d. Tingkat keempat mencari kepuasan pornomedia di dunia nyata
e. Tingkat kelima sikap terhadap pencarian kepuasan pornomedia di
dunia dan anomaly seksual sebagai tindkan normal dan wajar
Sebaran Pengaruh Pornomedia
1
2
3
4
5
Mengubah
Meningkatka
Mengumpulk
Mencari
Sikap
perilaku
n kebiasaan
an
kepuasaan
terhadap
normal
menelusuri
pandangan
pornomedia
pencarian
menjadi
dan
tentang
di dunia
kepuasan
abnormal
mengonsums
pornomedia
nyata
pornomedia
i pornomedia
dan
di dunia
dan
mengubah
nyata dan
menjadikan
pandangan
anomaly
perilaku
normal
seksual
Page
13
anomali
terhadap
sebagai
sebagai
anomaly
tindakan
kebiasaan
pornomedia
normal dan
wajar
Pada mulanya terlihat pornomedia berada pada keadaan disorder yaitu
kondisi yang melawan tatanan sosial yang ada berdasarkan struktur sosial
masyarakat yang melindungi seks dan aurat dalam bingkai norma
tertutup dan memiliki nilai mulai dalam keluarga, masyarakat dan agama.
Menuju order yaitu sebuah tatanan sosial lama yang mengarah ke seks
bebas yang mengganggap seks dan aurat manusia sebagai komoditas,
media pemuasan biologis yang lepas dari norma-norma masyarakat dan
agama sertadapat dilakukan tanpa harus melalui lembaga perkawinan.
Ketika sebuah tayangan pornomedia disiarkan oleh media massa maka
dapat dipastikan khalayak terkonstruksi dengan penayangan pornomedia
itu karena media massa mampu meyakinkan khalayak dengan terpaannya
yang menyebar kemana-mana tanpa pandang perbedaan umur khalayak.
Persoalan kerisauan terhadap pornografi dan pornoaksi adalah karena
masyarakat sedang mempertahankan sebuah norma moral tentang
agama, rumah tangga dan perlindungan terhadap privasi orang terutama
adalah harkat dan martabat perempuan yang dilecehkan.
Pornomedia adalah tindakan media massa yang mengeksploitasi semua
varian porno. Kekuatan pornomedia terletak pada kekuataan konstruksi
sosial media massa. Severin dan Tankard Jr (2005) dalam pornomedia
mengatakan
pemberitaan
media
massa
adalah
konstruksi
sosial
media.Dalam Agenda setting (McComb 1950) isu media massa menjadi
penting bagi khalayak. Terpaan khalayak dalam teori peluru (Schramm,
1960) menunjukkan bahaya yang menyapu rata seluruh khalayak ketika
sebuah pemberitaan disiarkan walaupun teori ini dikoreksi oleh model
Page
14
efek terbatas (Hovland, 1960) namun terpaan khalayak sering kali terjadi
banyak kasuspemberitaan media massa.
Page
15