Angka Kejadian Katarak Senil dan Komplikasi Kebutaan Di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2009 - Desember 2011.

(1)

v

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

ANGKA KEJADIAN KATARAK SENIL

DAN KOMPLIKASI KEBUTAAN

DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG

PERIODE JANUARI 2009

DESEMBER 2011

Lukas Jesse Tangguh, 2012, Pembimbing I : L. K. Liana, dr., Sp.PA, M.Kes

Pembimbing II : Yenny Noor, dr., Sp.M

Katarak merupakan penyebab nomor satu kebutaan di dunia. Katarak paling

banyak disebabkan oleh penuaan dan biasanya terjadi diatas 50 tahun sehingga

disebut katarak senil. Prevalensi nasional kebutaan tahun 2007 sebesar 0,9% dengan

penyebab utama katarak sehingga kasus kebutaan akibat katarak di Indonesia

tergolong tinggi.

Penelitian ini merupakan observasional deskriptif dengan data retrospektif

berupa rekam medik pasien katarak senil di Rumah Sakit Immanuel Periode

Januari 2009

– Desember 2011, dengan variabel angka kejadian, usia, jenis kelamin,

hasil pemeriksaan visus dan tingkat maturitas katarak senil.

Hasil penelitian didapatkan 269 kasus katarak senil dengan jumlah wanita

144 orang (53.53%), lebih banyak dibandingkan pria 125 orang (46.47%) dan

terbanyak pada usia 60-69 tahun (56.13%), visus terbanyak > 6/18 (47.24%) dan

tingkat maturitas terbanyak imatur (82.41%). Angka kejadian kebutaan unilateral

akibat katarak senil adalah 32 kasus (11.89%), dengan jumlah wanita 18 orang

(56.25%), lebih banyak dibandingkan pria 14 orang (43.75%), dan terbanyak pada

usia 60-69 tahun (62.5%). Angka kejadian kebutaan bilateral akibat katarak senil

adalah 12 kasus (4.46%), dengan jumlah wanita 7 orang (58.33%), lebih banyak

dibandingkan pria 5 orang (41.67%) dan terbanyak pada usia 60-69 tahun 7 orang

(58.33%). Penyebab kebutaan terbanyak adalah katarak senil matur (79.63%).


(2)

vi

Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

INCIDENT NUMBERS SENILE CATARACT

AND BLINDNESS COMPLICATION

AT IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG

PERIOD JANUARY 2009

DECEMBER 2011

Lukas Jesse Tangguh, 2012, Tutor I : L. K. Liana, dr., Sp.PA, M.Kes

Tutor II : Yenny Noor, dr., Sp.M

Cataract is number one cause of blindness in the world. Most cataracts are

caused by aging, called senile cataract, usually occurs over age 50 years. National

blindness prevalence in 2007 was 0.9% with main cause were cataracts.ssssssssssssss

This study is observational descriptive with retrospective data from senile cataract

medical record at Immanuel Hospital period January 2009

December 2011, with

variables incidence, age, sex, visual acuity and senile cataracts maturity stage.

The results obtained 269 cases of senile cataract with number of female

144 people (53.53%), more than male 125 people (46.47%) and most at age

60-69 years (56.13%). In senile cataracts, most visual acuity > 6/18 (47.24%) and

most maturity stage immature (82.41%). The incidence of unilateral blindness due to

senile cataract were 32 cases (11.89%), with the number of female 18 people

(56.25%), more than male 14 people (43.75%), and most at age 60-69 years 20 cases

(62.5%). The incidence of bilateral blindness due to senile cataract were 12 cases

(4.46%), with female 7 people (58.33%), more than male 5 people (41.67%), and

most at age 60-69 years 7 people (58.33%). Most mature senile cataract stage

become blindness (79.63%).


(3)

vii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

... i

SURAT PERNYATAAN

... ii

KATA PENGANTAR

... iii

ABSTRAK

... v

ABSTRACT

... vi

DAFTAR ISI

... ... vii

DAFTAR TABEL

... x

DAFTAR GAMBAR

... xi

DAFTAR LAMPIRAN

... xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang ... 1

1.2

Identifikasi Masalah ... 2

1.3

Maksud dan Tujuan Penelitian ... 2

1.4

Manfaat Penelitian ... 3

1.5

Landasan Teoritis ... 3

1.6

Metodologi ... 4

1.7

Lokasi dan Waktu ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Struktur Umum Mata ... 5

2.1.1 Konjungtiva ... 6

2.1.2 Kornea ... 6


(4)

viii

Universitas Kristen Maranatha

2.1.4 Lensa ... ... 6

2.1.4.1 Dimensi Lensa ... 7

2.1.4.2 Fisiologi Lensa ... 8

2.1.5 Uvea ... 8

2.1.6 Sklera . ... 8

2.1.7 Vitreous ... 8

2.1.8 Retina ... 9

2.2 Fisiologi penglihatan ... 9

2.2.1 Jaras penglihatan ... 9

2.2.2 Akomodasi ... 10

2.2.3 Tajam Penglihatan ... 10

2.2.3.1 Pemeriksaan Tajam Penglihatan Secara Subjektif ... 11

2.2.3.1.1 Jarak Jauh ... 11

2.2.3.1.2 Jarak Dekat ... 13

2.2.3.2 Pemeriksaan Tajam Penglihatan Secara Objektif ... 14

2.3 Katarak Senil ... 15

2.3.1 Etiologi dan Faktor Risiko ... 15

2.3.2 Klasifikasi ... 15

2.3.3 Fisiologi Pembentukkan Katarak Senil ... 18

2.3.4 Gejala Klinik ... 19

2.3.5 Pemeriksaan Katarak ... 20

2.3.6 Penatalaksanaan ... 21

2.3.7 Pencegahan ... 23

2.3.8 Komplikasi ... 23

2.3.9 Prognosis ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ... 25


(5)

ix

Universitas Kristen Maranatha

3.3 Sampel Penelitian ... 25

3.4 Kriteria Sampel Penelitian ... 25

3.5 Definisi Operasional ... 26

3.6 Alur Penelitian ... 26

3.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan ... 27

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... ... 33

5.2 Saran ... ... 33

DAFTAR PUSTAKA

... .. 34

LAMPIRAN

... 37


(6)

x

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data penggolongan visus ... 13

Tabel 2.2 Perbedaan tingkat maturitas katarak senilis ... 18


(7)

xi

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur interna mata manusia... 5

Gambar 2.2 Anatomi lensa ... 7

Gambar 2.3 Posisi tangan pemeriksaan tajam penglihatan ... 11

Gambar 2.4 Kartu Snellen ... 12

Gambar 2.5 Lensa yang mengalami katarak ... 15

Gambar 2.6 Katarak nuklear stadium insipien ... . 16

Gambar 2.7 Katarak kortikal senil imatur ... 16

Gambar 2.8 Katarak matur ... 17

Gambar 2.9 Katarak hipermatur ... 18

Gambar 2.10 Penglihatan kabur ... 20

Gambar 2.11

Penglihatan katarak senil matur ... 20

Gambar 2.12 Oftalmoskopi direk ... 21

Gambar 2.13 ECCE dengan implantasi IOL ... ... 22

Gambar 2.14 Fakoemulsifikasi ... ... 22


(8)

xii

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data rekam medik pasien wanita yang mengalami katarak senil di Rumah

Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2009

Desember 2011

...

37

Lampiran 2 Data rekam medik pasien pria yang mengalami katarak senil di Rumah


(9)

Lampiran 1

Data rekam medik pasien wanita yang mengalami katarak senil di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode 1 Januari 2009

31 Desember 2011

Usia

Visus

Koreksi Transposisi Dx

Pecahan Feet Decimal

OD OS OD OS OD OS OD OS OD OS OD OS

50 5/9 6/6 15/25 20/20 0.60 1.00 KSI KSI

50 6/18 6/12 20/70 20/40 0.3 0.5 0.3 S-2.25 C-1.50 x 10 = 0.6 0.5 S-1.00 C-1.50 x 100 = 1.0 0.3 S-3.75 C+1.50 x 100 = 0.6 0.5 S-0.50 C+1.50 x 10 = 1.0 KSI KSI

50 5/9 6/6 15/25 20/20 0.6 1.0 0.6 1.0 KSI KSI

50 6/6 6/30 20/20 20/100 1.0 0.2 1.0 0.2 - KSI

51 3/60 6/6 20/400 20/20 0.05 1.00 3/60 C-2.75 x 90 = 0.3 3/60 S-2.75 C+2.75 x 180 = 0.3 KSI KSI

52 6/6 1/60 20/20 2/120 1.0 0.016 1.0 1/60 - KSM

52 6/6 8/9 20/20 18/20 1.00 0.90 1.00 C-0.25 x 180 = 1.0 0.9 C-0.50 x 180 = 1.0 1.00 S-0.25 C+0.25 x 90 = 1.0 0.9 S-0.50 C+0.50 x 90 = 1.0 KSM KSM

52 5/12 6/12 20/50 20/40 0.4 0.5 0.4 0.5 KSI KSI

52 5/12 6/6 20/50 20/20 0.4 1.0 0.4 C+0.75 x 90 = 1.0 1.0 0.4 S+0.75 C-0.75 x 180 = 1.0 KSI KSI

52 5/6 8/9 20/25 18/20 0.8 0.9 0.8 C-0.50 x 180 = 1.0 0.9 C-0.25 x 180 = 1.0 0.8 S-0.50 C+0.50 x 90 = 1.0 0.9 S-0.25 C+0.25 x 90 = 1.0 KSI KSI

53 5/60 6/12 20/250 20/40 0.08 0.5 5/60 0.5 S+1.50 = 0.7 KSI KSI

54 5/60 5/60 20/250 20/250 0.08 0.08 5/60 5/60 S-1.50 = 0.3 KSI KSI

55 2/60 5/60 2/70 20/250 0.03 0.08 2/60 S-1.0 = 0.4 5/60 S-3.50 = 0.6 KSM KSM

55 6/30 5/6 20/100 20/25 0.20 0.80 0.2 S-4.00 = 0.60 0.80 C-0.75 x 170 = 1.0 0.80 S-0.75 C+0.75 x 80 = 1.0 KSI -

55 6/12 6/12 20/40 20/40 0.50 0.50 KSI KSI


(10)

55 6/60 6/30 20/200 20/100 0.1 0.2 0.1 S-2.75 = 1.0 0.2 S-1.75 = 1.0 KSI KSI

55 5/12 6/18 20/50 20/70 0.4 0.3 0.4 C-1.00 x 90 = 0.7 0.3 C-1.00 x 90 = 0.5 KSIns KSIns

55 8/9 6/18 18/20 20/70 0.9 0.3 0.9 S+0.50 = 1.0 0.3 S+1.00 C+0.50 x 180 = 1.0 0.3 S+1.50 C-0.50 x 90 = 1.0 KSIns KSIns

56 6/30 6/18 20/100 20/70 0.20 0.30 0.2 S-1.00 C-2.50 x 90 = 0.5 0.3 S+ 1.00 = 0.7 0.2 S-3.50 C+2.50 x 180 = 0.5 KSI KSI

56 5/12 5/12 20/50 20/50 0.40 0.40 0.4 S-2.25 C-0.75 x 160 = 0.5 0.4 S-0.75 C-0.50 x 90= 0.7 0.4 S-3.00 C+0.75 x 70 = 0.5 0.4 S-1.25 C+0.50 x 180= 0.7 KSI -

56 2/60 8/9 2/70 18/20 0.03 0.9 KSI -

56 6/12 8/9 20/40 18/20 0.50 0.90 0.5 S-0.75 = 0.9 KSI KSI

57 6/30 - 20/100 - 0.20 - KSI KSH

57 5/6 6/9 20/25 20/30 0.80 0.70 0.7 S+1.00 = 1.0 KSI KSI

57 6/30 6/30 20/100 20/100 0.2 0.2 0.2 S+1.00 C+0.50 x 80 = 0.2 0.2 S+1.00 = 0.2 0.2 S+1.50 C-0.50 x 170 = 0.2 KSI KSI

57 5/9 6/18 15/25 20/70 0.6 0.3 0.6 S-0.25 0.3 S-0.25 KSI KSI

58 0.5/60 6/6 2/200 20/20 0.01 1.00 KSM -

58 4/60 6/18 15/250 20/70 0.06 0.30 4/60 S-3.50 = 0.4 0.3 S-1.50 = 0.7 KSM KSM

58 5/9 6/60 15/25 20/200 0.60 0.10 KSI -

58 6/9 5/6 20/30 20/25 0.70 0.80 0.7 S+0.50 C-0.75 x 90 = 0.9 0.8 S+1.00 C-1.25 x 90 = 0.9 0.7 S-0.25 C+0.75 x 180 = 0.9 0.8 S-0.25 C+1.25 x 180 = 0.9 KSI KSI

59 1/60 1/60 2/100 2/100 0.02 0.02 KSM KSM

59 5/60 1/300 2/700 0.08 0.003 5/60 S-2.50 C+1.00 x 50 = 0.6 5/60 S-1.50 C-1.00 x 140 = 0.6 KSI KSM

59 6/9 8/9 20/30 18/20 0.70 0.90 KSI KSI

59 5/6 6/30 20/25 20/100 0.80 0.20 0.8 C-0.75 x 170 = 1.0 0.2 S-4.00 = 0.60 0.8 S-0.75 C+0.75 x 80 = 1.0 - KSI

60 1/60 5/60 2/100 20/250 0.02 0.08 1/60 S-9.00 = 0.4 5/60 S-6.00 = 0.4 KSM KSI

60 1/60 6/12 2/100 20/40 0.02 0.5 1/60 0.5 S+0.75 C+0.75 x 30 = 1.0 0.5 S+1.50 C-0.75 x 120 = 1.0 KSM KSI

60 3/60 4/60 20/400 15/250 0.05 0.06 3/60 S-3.00 = 0.1 4/60 S-2.50 C-1.50 x 140 = 0.2 4/60 S-4.00 C+1.50 x 50 = 0.2 KSI KSI

60 4/60 3/60 15/250 20/400 0.06 0.05 4/60 S-2.50 C-1.50 x 140 = 0.2 3/60 S-3.00 = 0.1 4/60 S-4.00 C+1.50 x 50 = 0.2 KSI KSI

60 5/60 5/60 20/250 20/250 0.08 0.08 5/60 S+2.50 C+0.50 x 90 = 0.9 5/60 S+2.50 = 0.7 5/60 S+3.00 C-0.50 x 180 = 0.9 KSI KSI

60 5/6 2/60 20/25 2/70 0.8 0.03 0.8 S-2.00 = 1.0 - KSM

60 6/12 6/9 20/40 20/30 0.50 0.70 0.5 S-0.75 = 0.7 0.7 C-0.75 x 100 = 0.7 0.7 S-0.75 C+0.75 x 10 = 0.7 KSI KSI


(11)

60 5/9 6/60 15/25 20/200 0.60 0.10 - KSI

60 8/9 1/300 2/700 2/700 0.90 0.003 KSI KSM

60 8/9 5/6 18/20 20/25 0.90 0.80 KSI KSI

60 6/30 5/12 20/100 20/50 0.2 0.4 0.2 S+1.50 = 0.9 0.4 S+1.00 = 0.7 KSI KSI

60 6/30 6/60 20/100 20/200 0.2 0.1 0.2 S-1.75 = 0.4 0.1 S-2.00 = 0.6 KSI KSI

60 6/12 6/12 20/40 20/40 0.5 0.5 0.5 S-1.25 = 0.8 0.5 C-1.25 x 60 = 0.7 0.5 S-1.25 C+1.25 x 150 = 0.7 KSI KSI

61 1/60 5/60 2/100 20/250 0.02 0.08 KSI KSI

61 6/30 6/18 20/100 20/70 0.20 0.30 0.2 S+0.50 C+1.50 x 20 = 0.3 0.3 S+0.75 C+1.50 x 180 = 1.0 0.2 S+2.00 C-1.50 x 110 = 0.3 0.3 S+2.25 C-1.50 x 90 = 1.0 KSI KSI

61 6/60 1/60 20/200 2/120 0.1 0.016 0.1 1/60 KSI KSM

61 6/9 6/30 20/30 20/100 0.70 0.20 0.7 S-2.00 C+0.5 x 10 = 0.9 0.2 S-2.75 = 0.5 0.7 S-1.50 C-0.5 x 100 = 0.9 KSI KSI

61 6/12 6/12 20/40 20/40 0.5 0.5 0.5 0.5 KSI KSI

62 4/60 6/18 15/250 20/70 0.06 0.30 4/60 S+2.50 = 0.1 0.3 S+2.25 = 1.0 KSI -

62 6/60 6/60 20/200 20/200 0.10 0.10 KSI KSI

62 6/18 6/30 20/70 20/100 0.30 0.20 0.3 S+2.25 C-0.50 x 60 = 0.7 0.2 S+3.50 C-1.50 x 20 = 0.7 0.3 S+1.75 C+0.50 x 150 = 0.7 0.2 S+2.00 C+1.50 x 110 = 0.7 KSI KSI

62 6/18 5/12 20/70 20/50 0.30 0.40 KSIns KSIns

62 5/9 1/60 15/25 2/100 0.60 0.02 KSI KSM

62 1/300 0.5/60 2/700 2/200 0.003 0.01 KSM KSM

63 0.5/60 0.5/60 2/200 2/200 0.01 0.01 KSM KSM

63 1/5 8/9 20/100 18/20 0.20 0.90 KSM KSI

63 6/18 5/9 15/25 15/25 0.30 0.60 0.3 S+1.25 0.6 S+1.25 KSI KSI

63 6/30 6/18 20/100 20/70 0.2 0.3 0.2 S+0.75 = 0.7 0.3 S+1.00 = 0.7 KSI KSI

63 5/12 6/18 20/50 20/70 0.4 0.3 0.4 S-0.25 C-1.00 x 90 = 0.5 0.3 S-0.50 C-1.00 x 90 = 0.6 0.4 S-1.25 C+1.00 x 180 = 0.5 0.3 S-1.50 C+1.00 x 180 = 0.6 KSI KSI

63 5/12 6/18 20/50 20/70 0.4 0.3 0.4 S-0.75 C-0.50 x 180 = 0.5 0.3 S-2.00 = 0.5 0.4 S-1.25 C+0.50 x 90 = 0.5 KSI KSI

63 6/12 6/18 20/40 20/70 0.5 0.3 0.5 0.3 S-1.50 = 0.7 KSI KSI

64 1/60 1/60 2/120 2/120 0.016 0.016 KSM KSM

64 4/60 1/300 15/250 2/70 0.06 0.03 4/60 1/300 KSI KSI


(12)

64 6/30 6/18 20/100 20/70 0.20 0.30 0.2 S-1.00 C-2.50 x 90 = 0.5 0.3 S+ 1.00 = 0.7 0.2 S-3.50 C+2.50 x 180 = 0.5 KSI KSI

64 6/30 5/6 20/100 20/25 0.20 0.80 0.2 S-4.00 = 0.60 0.80 C-0.75 x 170 = 1.0 0.80 S-0.75 C+0.75 x 80 = 1.0 KSI -

64 5/9 6/18 15/25 20/70 0.60 0.30 0.6 S+1.25 0.3 S+1.25 KSI KSI

64 5/6 5/6 20/25 20/25 0.80 0.80 KSI KSI

64 5/6 5/6 20/25 20/25 0.80 0.80 0.8 C-0.50 x 60 = 1.0 0.8 C-0.50 x 120 = 1.0 0.8 S-0.50 C+0.50 x 150 = 1.0 0.8 S-0.50 C+0.50 x 30 = 1.0 KSI KSI

64 1/300 1/60 2/700 2/100 0.003 0.02 KSM KSI

64 6/30 6/18 20/100 20/70 0.2 0.3 0.2 S-1.00 C-1.50 x 90 = 0.4 0.3 C-1.00 x 100 = 0.6 0.2 S-2.50 C+1.50 x 180 = 0.4 0.3 S-1.00 C+1.00 x 10 = 0.6 KSI KSI

64 6/30 6/60 20/100 20/200 0.2 0.1 0.2 S-1.75 C-1.50 x 90 = 0.7 0.1 0.2 S-3.25 C+1.50 x 180 = 0.7 KSI KSI

64 6/18 6/12 20/70 20/40 0.3 0.5 0.3 C-1.50 x 60 = 0.5 0.5 C-0.75 x 90 = 0.8 0.3 S-1.50 C+1.50 x 150 = 0.5 0.5 S-0.75 C+0.75 x 180 = 0.8 KSI KSI

64 6/18 6/30 20/70 20/100 0.3 0.2 0.3 S+1.00 = 0.7 0.2 S+0.75 = 0.7 KSI KSI

65 5/60 6/30 20/250 20/100 0.08 0.2 5/60 S-1.50 = 0.3 0.2 S-1.50 = 0.4 KSI KSI

65 6/30 4/60 20/100 15/250 0.20 0.06 4/60 S-1.50 = 0.2 KSI KSI

65 6/30 8/9 20/100 18/20 0.20 0.90 0.2 S-1.75 C+1.00 x 10 = 0.9 0.9 S-0.50 = 0.9 0.2 S-0.75 C-1.00 x 100 = 0.9 KSI KSI

65 6/30 5/6 20/100 20/25 0.20 0.80 0.2 S-4.00 = 0.60 0.80 C-0.75 x 170 = 1.0 0.80 S-0.75 C+0.75 x 80 = 1.0 KSI -

65 6/30 6/30 20/100 20/100 0.20 0.20 KSI KSI

65 6/18 6/18 20/70 20/70 0.30 0.30 0.3 S+1.75 C-1.25 x 90 = 0.8 0.3 S+2.00 C-2.00 x 70 = 0.8 0.3 S+0.50 C+1.25 x 180 = 0.8 0.3 C+2.00 x 160 = 0.8 KSI KSI

66 5/60 6/18 20/250 20/70 0.08 0.30 KSI KSI

66 5/60 6/30 20/250 20/100 0.08 0.2 5/60 S-1.50 = 0.4 0.2 S-0.50 = 0.5 KSI KSI

66 6/18 4/60 20/70 15/250 0.30 0.06 0.3 S-1.50 = 0.7 4/60 S-3.50 = 0.4 KSM KSM

66 6/18 6/18 20/70 20/70 0.30 0.30 0.3 S-1.50 = 0.4 0.3 S-1.50 = 0.4 KSI KSI

66 5/12 6/18 20/50 20/70 0.40 0.30 0.4 S+0.75 C+0.5 x 180 = 0.7 0.3 S+2.00 C-1.00 x 90 = 0.7 0.4 S+1.25 C-0.50 x 90 = 0.7 0.3 S+1.00 C+1.00 x 180 = 0.7 KSI KSI

66 5/12 5/9 20/50 15/25 0.4 0.6 0.4 S+1.50 C-0.50 x 120 = 0.5 0.6 S+1.75 = 0.7 0.4 S+1.00 C+0.50 x 30 = 0.5 KSI KSI

66 5/9 6/18 15/25 20/70 0.6 0.3 0.6 S+2.00 C-2.50 x 90 = 1.0 0.3 S+1.25 C+0.75 x 110 = 0.4 0.6 S-0.50 C+2.50 x 180 = 1.0 0.3 S+2.00 C-0.75 x 20 = 0.4 KSI KSI

66 5/6 6/12 20/25 20/40 0.8 0.5 0.8 S+0.50 = 1.0 0.5 S+0.50 C-1.25 x 120 = 0.8 0.5 S-0.75 C+1.25 x 30 = 0.8 KSI KSI

66 6/6 8/9 20/20 18/20 1.0 0.9 1.0 0.9 KSI KSI

67 0.5/60 1/300 2/200 2/700 0.01 0.003 KSM KSM


(13)

67 3/60 8/9 20/400 18/20 0.05 0.9 3/60 0.9 C-0.50 x 90 = 1.0 0.9 S-0.50 C+0.50 x 180 = 1.0 KSI KSI 67 4/60 5/60 15/250 20/250 0.06 0.08 4/60 S-2.00 C-0.50 x 80 = 0.6 5/60 S-2.00 C-0.50 x 90 = 0.6 4/60 S-2.50 C+0.50 x 170 = 0.6 5/60 S-2.50 C+0.50 x 180 = 0.6 KSI KSI

67 5/60 5/60 20/250 20/250 0.08 0.08 5/60 S-3.50 = 0.8 5/60 S-5.50 = 0.8 - KSM

67 5/60 5/60 20/250 20/250 0.08 0.08 5/60 S+2.50 = 0.7 5/60 S+2.50 C+0.50 x 90 = 0.9 5/60 S+3.00 C-0.50 x 180 = 0.9 KSI KSI

67 6/12 8/9 20/40 18/20 0.50 0.90 KSI KSI

67 6/6 6/18 20/20 20/70 1.00 0.30 0.3 C+1.00 x 90 = 0.7 0.3 S+1.00 C-1.00 x 180 = 0.7 - KSI

67 6/30 3/60 20/100 20/400 0.2 0.05 0.2 S+1.50 = 0.6 3/60 S+1.75 = 0.1 KSI KSI

67 6/30 6/60 20/100 20/200 0.2 0.1 0.2 S-1.75 = 0.4 0.1 S-2.00 = 0.6 KSI KSI

68 6/18 4/60 20/70 15/250 0.30 0.06 0.3 S+2.25 = 1.0 4/60 S+2.50 = 0.1 - KSI

68 1/~ 6/12 - 20/40 - 0.50 KSM KSI

68 1/300 6/9 2/700 20/30 0.003 0.70 KSM KSI

68 6/60 6/60 20/200 20/200 0.1 0.1 0.1 S+1.25 C+1.00 x 100 = 0.6 0.1 S+1.25 C+0.75 x 180 = 0.4 0.1 S+2.25 C-1.00 x 10 = 0.7 0.1 S+2.00 C-0.75 x 90 = 0.3 KSI KSI

68 6/60 6/60 20/200 20/200 0.1 0.1 0.1 S-3.00 = 0.4 0.1 S-3.00 = 0.3 KSI KSI

69 1/300 5/12 2/70 20/50 0.03 0.4 1/300 0.4 S-0.75 C-0.50 x 140 = 0.9 0.4 S-1.25 C+0.50 x 50 = 0.9 KSM KSM

69 3/60 6/18 20/400 20/70 0.05 0.3 3/60 0.3 S-1.00 = 0.6 KSIns KSIns

69 4/60 3/60 15/250 20/400 0.06 0.05 4/60 3/60 S-5.00 = 0.1 KSI KSI

69 4/60 5/6 15/250 20/25 0.06 0.80 4/60 S-3.50 = 0.4 0.8 KSM KSI

69 6/18 6/18 15/25 15/25 0.30 0.30 0.3 S-1.50 = 0.4 0.3 S-1.50 = 0.4 KSI KSI

69 6/18 6/30 20/70 20/100 0.30 0.20 0.3 S+0.75 C+1.50 x 180 = 1.0 0.2 S+0.50 C+1.50 x 20 = 0.3 0.3 S+2.25 C-1.50 x 90 = 1.0 0.2 S+2.00 C-1.50 x 110 = 0.3 KSI KSI

69 6/12 8/9 20/40 18/20 0.50 0.90 KSI KSI

69 6/9 5/6 20/30 20/25 0.70 0.80 0.7 S+0.50 C-0.75 x 90 = 0.9 0.8 S+1.00 C-1.25 x 90 = 0.9 0.7 S-0.25 C+0.75 x 180 = 0.9 0.8 S-0.25 C+1.25 x 180 = 0.9 KSI KSI

69 5/9 1/60 15/25 2/100 0.6 0.02 0.6 S+1.00 = 0.8 1/60 KSI KSI

69 6/9 6/9 20/30 20/30 0.7 0.7 0.7 S-0.50 = 0.9 0.7 KSI KSI

69 8/9 5/6 18/20 20/25 0.9 0.8 0.9 C-0.25 x 180 = 1.0 0.8 C-0.50 x 180 = 1.0 0.9 S-0.25 C+0.25 x 90 = 1.0 0.8 S-0.50 C+0.50 x 90 = 1.0 KSI KSI

70 0.5/60 2/60 20/250 2/70 0.01 0.03 5/60 S-3.50 = 0.6 2/60 S-1.0 = 0.4 KSM KSM

70 6/30 5/6 20/100 20/25 0.2 0.80 0.2 S-1.00 = 0.3 KSI -


(14)

70 5/12 6/18 20/50 20/70 0.4 4/60 0.4 C+0.75 x 90 = 1.0 0.2 S-2.50 C+1.50 x 180 = 0.4 0.4 S+0.75 C-0.75 x 180 = 1.0 0.2 S-1.00 C-1.50 x 90 = 0.4 KSI KSI

70 5/6 6/30 20/25 20/100 0.8 0.2 0.8 0.2 S-2.50 C-0.75 x 90 = 0.4 0.2 S-3.25 C+0.75 x 180 = 0.4 KSI KSI

71 6/30 6/30 20/100 20/100 0.2 0.2 0.2 0.2 KSI KSI

72 4/60 3/60 15/250 20/400 0.06 0.05 4/60 3/60 S-5.00 = 0.1 KSI KSI

72 6/18 8/9 20/100 18/20 0.30 0.90 0.3 C-1.00 x 100 = 0.6 0.3 S-1.00 C+1.00 x 10 = 0.6 KSI -

72 5/12 6/30 20/50 20/100 0.40 0.20 0.4 S+0.50 C+1.00 x 90 = 0.7 0.2 S+0.50 C+1.00 x 90 = 0.4 0.4 S+1.50 C-1.00 x 180 = 0.7 0.2 S+1.50 C-1.00 x 180 = 0.4 KSI KSI

72 6/9 5/9 20/30 15/25 0.70 0.60 0.7 S-0.25 = 0.8 0.6 S+1.00 = 0.8 KSI KSI

72 5/6 5/6 20/25 20/25 0.80 0.80 0.8 C-0.50 x 120 = 1.0 0.8 C-0.50 x 60 = 1.0 0.8 S-0.50 C+0.50 x 30 = 1.0 0.8 S-0.50 C+0.50 x 150 = 1.0 KSI KSI 72 6/60 6/60 20/200 20/200 0.1 0.1 0.1 S+1.25 C+1.00 x 180 = 0.7 0.1 S+1.25 C+0.75 x 180 = 0.4 0.1 S+2.25 C-1.00 x 90 = 0.7 0.1 S+2.00 C-0.75 x 90 = 0.4 KSI KSI 72 6/30 5/9 20/100 15/25 0.2 0.6 0.2 S-2.00 C-2.25 x 110 = 0.5 0.6 S-2.00 C-1.50 x 90 = 0.6 0.2 S-4.25 C+2.25 x 20 = 0.5 0.6 S-3.50 C+1.50 x 180 = 0.6 KSI KSI

73 1/60 1/60 2/100 2/100 0.02 0.02 KSM KSM

73 4/60 3/60 15/250 20/400 0.06 0.05 4/60 S-2.50 C-1.50 x 140 = 0.2 3/60 S-3.00 = 0.1 4/60 S-4.00 C+1.50 x 50 = 0.2 KSI KSI

73 6/60 3/60 20/200 20/400 0.10 0.05 0.1 S-3.00 C-1.75 x 90 = 0.4 3/60 S-5.00 C-1.25 x 70 = 0.5 0.1 S-4.75 C+1.75 x 180 = 0.4 3/60 S-6.25 C+1.25 x 160 = 0.5 KSI KSI 73 6/30 5/12 20/100 20/50 0.20 0.40 0.2 S+0.50 C+1.00 x 90 = 0.4 0.4 S+0.50 C+1.00 x 90 = 0.7 0.2 S+1.50 C-1.00 x 180 = 0.4 0.4 S+1.50 C-1.00 x 180 = 0.7 KSI KSI

73 6/12 6/60 20/40 20/200 0.5 0.1 0.5 S+1.00 = 0.9 0.1 S+2.25 C+1.00 x 180 = 0.9 0.1 S+3.25 C-1.00 x 90 = 0.9 KSI KSI

74 1/60 6/60 2/120 20/200 0.02 0.1 1/60 0.1 KSI -

74 6/18 6/60 20/70 20/200 0.3 0.1 0.3 S-1.00 = 0.9 0.1 S-1.50 C-1.00 x 90 = 0.8 0.1 S-2.50 C+1.00 x 180 = 0.8 KSI KSI

80 6/9 5/12 20/30 20/50 0.7 0.4 0.7 S+3.00 C-1.50 x 90 = 0.7 0.4 S+2.50 C-1.00 x 90 = 0.4 0.7 S+1.50 C+1.50 x 180 = 0.7 0.4 S-3.50 C+1.00 x 180 = 0.4 KSI KSI

80 6/18 6/30 20/70 20/100 0.3 0.2 0.3 0.2 KSI KSI


(15)

Lampiran 2

Data rekam medik pasien pria yang mengalami katarak senil di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode 1 Januari 2009

31 Desember 2011

Usia

Visus

Koreksi Transposisi Dx

Pecahan Feet Decimal

OD OS OD OS OD OS OD OS OD OS OD OS

51 6/12 6/12 20/40 20/40 0.50 0.50 0.5 S-0.75 C +1.00 x 180 = 0.7 0.5 S-0.50 C+1.00 x 180 = 0.9 0.5 S+0.25 C-1.00 x 90 = 0.7 0.5 S+0.50 C-1.00 x 90 = 0.9 KSI KSI

51 6/60 4/60 20/200 15/250 0.1 0.06 0.1 S-2.75 = 1.0 4/60 S-4.50 = 0.3 - KSI

51 1/5 5/6 20/100 20/25 0.2 0.8 KSM KSI

51 6/30 6/60 20/100 20/200 0.2 0.1 0.2 S-2.00 C-1.00 x 65 = 1.0 0.1 S-2.50 C-2.00 x 155 = 0.1 0.2 S-3.00 C+1.00 x 155 = 1.0 0.1 S-4.50 C+2.00 x 65 = 0.1 - KSI

51 5/9 6/30 15/25 20/100 0.6 0.2 0.6 S+1.00 = 1.0 0.2 S+1.50 = 0.6 KSI KSI

52 6/30 6/9 20/100 20/30 0.20 0.70 0.2 S-2.75 = 0.5 0.7 S-2.00 C+0.5 x 10 = 0.9 0.7 S-1.50 C-0.5 x 100 = 0.9 KSI KSI

52 5/12 6/12 20/50 20/40 0.4 0.5 0.4 0.5 KSI KSI

52 5/6 8/9 20/25 18/20 0.8 0.9 0.8 C-0.50 x 180 = 1.0 0.9 C-0.25 x 180 = 1.0 0.8 S-0.50 C+0.50 x 90 = 1.0 0.9 S-0.25 C+0.25 x 90 = 1.0 KSIns KSIns

52 5/12 6/6 20/50 20/20 0.4 1 0.4 1.0 KSI -

52 6/30 6/9 20/100 20/30 0.2 0.7 0.2 0.7 KSI KSI

53 6/60 6/30 20/200 20/100 0.1 0.2 0.1 0.2 S-1.75 C-1.50 x 90 = 0.7 0.2 S-3.25 C+1.50 x 180 = 0.7 KSI KSI

53 6/6 6/30 20/20 20/100 1.0 0.2 1.0 0.2 S+1.50 = 0.2 - KSI

53 1/60 5/9 2/120 15/25 0.016 0.6 1/60 0.6 S-1.25 = 0.9 KSI -

53 5/60 6/9 20/250 20/30 0.08 0.7 5/60 S-2.00 = 0.2 0.7 C-0.50 x 90 = 0.9 0.7 S-0.50 C+0.50 x 180 = 0.9 KSIns -

53 6/18 8/9 20/70 18/20 0.3 0.9 0.3 S+1.00 = 0.4 0.9 KSI KSI

53 6/6 8/9 20/20 18/20 1.0 0.9 1.0 0.9 KSI KSI


(16)

54 6/60 6/30 20/200 20/100 0.1 0.2 0.1 0.2 S-1.75 C-1.50 x 90 = 0.7 0.2 S-3.25 C+1.50 x 180 = 0.7 KSI KSI

54 5/12 6/30 20/50 20/100 0.4 0.2 0.4 0.2 S-1.25 = 1.0 KSI -

54 5/12 6/18 20/50 20/70 0.4 0.3 0.4 S-1.00 = 1.0 0.3 S-1.00 = 1.0 KSI KSI

54 6/30 6/12 20/100 20/40 0.2 0.5 0.2 0.5 KSI -

55 8/9 3/60 18/20 20/400 0.9 0.05 0.9 C-0.50 x 90 = 1.0 3/60 0.9 S-0.50 C+0.50 x 180 = 1.0 KSI KSI

55 5/60 5/60 20/250 20/250 0.08 0.08 5/60 5/60 KSI KSI

55 1/~ 6/12 - 20/40 1/~ 0.5 KSM KSI

55 5/9 6/30 15/25 20/100 0.6 0.2 0.6 S-0.50 = 0.9 0.2 S+2.00 = 0.4 - KSI

55 6/60 8/9 20/200 18/20 0.1 0.9 0.1 S-2.00 = 0.5 0.9 S-0.50 = 1.0 KSI KSI

56 6/12 8/9 20/40 18/20 0.50 0.90 KSI KSI

56 0.5/60 8/9 2/120 18/20 0.008 0.9 0.5/60 0.9 C-0.50 x 90 = 0.8 0.9 S-0.50 C+0.50 x 180 = 0.8 KSM KSI

57 6/30 6/18 20/100 20/70 0.2 0.3 0.2 S-1.00 C+0.75 x 80 = 0.7 0.3 S-1.00 C+0.75 x 90 = 0.7 0.2 S-0.25 C-0.75 x 170 = 0.7 0.3 S-0.25 C-0.75 x 180 = 0.7 KSI KSI

57 6/60 6/60 20/200 20/200 0.1 0.1 0.1 S-3.00 = 0.4 0.1 S-2.00 = 0.4 KSI KSI

57 5/6 6/30 20/25 20/100 0.8 0.2 0.8 0.2 S-1.50 C-0.50 x 90 = 0.5 0.2 S-2.00 C+0.50 x 180 = 0.5 - KSI

57 6/18 5/9 20/70 15/25 0.3 0.6 0.3 S+1.25 C+0.75 x 110 = 0.4 0.6 S+2.00 C-2.50 x 90 = 1.0 0.3 S+2.00 C-0.75 x 20 = 0.4 0.6 S-0.50 C+2.50 x 180 = 1.0 KSI KSI

58 3/60 6/30 20/400 20/100 0.05 0.20 KSI KSI

58 4/60 6/60 15/250 20/200 0.06 0.1 4/60 S-5.00 = 0.2 0.1 S-1.00 C-2.50 x 90 = 0.6 KSI KSI

58 6/30 6/12 20/100 20/40 0.2 0.5 0.2 0.5 KSI KSI

59 3/60 5/60 20/400 20/250 0.05 0.08 3/60 S-3.50 C-1.00 x 150 = 0.8 5/60 S-3.00 C-0.50 x 40 = 0.8 3/60 S-4.50 C+1.00 x 60 = 0.8 5/60 S-3.50 C+0.50 x 130 = 0.8 KSM KSM

60 4/60 1/60 15/250 2/120 0.06 0.016 4/60 S-2.50 C-1.50 x 140 = 0.2 4/60 S-4.00 C+1.50 x 50 = 0.2 KSI KSM

60 6/9 1/60 20/30 2/120 0.7 0.016 0.7 S+1.00 = 0.9 1/60 KSI KSI

60 6/30 6/30 20/100 20/100 0.20 0.20 0.2 S-3.50 C-0.50 x 90 = 0.8 0.2 S-4.50 = 0.9 0.2 S-4.00 C+0.50 x 180 = 0.8 KSI KSI

60 5/60 6/60 20/250 20/200 0.08 0.1 5/60 S+2.00 = 0.2 0.1 S+2.50 = 1.0 KSI -

60 8/9 6/60 20/20 20/200 1 0.1 0.1 S+2.25 C+1.00 x 180 = 0.9 0.1 S+3.25 C-1.00 x 90 = 0.9 - KSI

60 6/30 6/60 20/100 20/200 0.2 0.1 0.2 S-2.00 = 0.4 0.1 S-2.50 C-2.00 x 155 = 0.1 0.1 S-4.50 C+2.00 x 65 = 0.1 - KSI

60 6/30 6/30 20/100 20/100 0.2 0.2 0.2 S-1.50 = 0.7 0.2 S-1.50 = 0.6 KSI KSI


(17)

60 4/60 6/9 15/250 20/30 0.06 0.7 4/60 0.7 KSI KSI 61 6/30 6/30 20/100 20/100 0.20 0.20 0.2 S+1.25 C+1.25 x 180 = 1.0 0.2 S+1.75 C+1.00 x 180 = 1.0 0.2 S+2.50 C-1.25 x 90 = 1.0 0.2 S+2.75 C-1.00 x 90 = 1.0 KSI KSI

61 6/50 1/60 20/100 2/120 0.2 0.016 0.2 S-2.00 C-1.00 x 65 = 1.0 1/60 0.2 S-3.00 C+1.00 x 155 = 1.0 - KSM

61 6/60 1/60 20/200 2/120 0.1 0.016 0.1 S-3.00 C-0.50 x 80 = 1.0 1/60 S-5.00 = 1/60 0.1 S-3.50 C+0.50 x 170 = 1.0 KSM KSM

61 8/9 6/60 18/20 20/200 0.9 0.1 0.9 S-0.50 = 1.0 0.1 S-3.00 C-2.00 x 90 = 0.3 0.1 S-5.00 C+2.00 x 180 = 0.3 - KSI

61 6/30 6/30 20/100 20/100 0.2 0.2 0.2 0.2 KSI KSI

61 5/6 6/30 20/25 20/100 0.8 0.2 0.8 0.2 S-2.50 C-0.75 x 90 = 0.4 0.2 S-3.25 C+0.75 x 180 = 0.4 KSI KSI

61 6/12 6/12 20/40 20/40 0.5 0.5 0.5 S-1.25 = 0.8 0.5 C-1.25 x 60 = 0.7 0.5 S-1.25 C+1.25 x 150 = 0.7 KSI KSI

62 6/60 6/60 20/200 20/200 0.1 0.1 0.1 S-1.50 = 0.2 0.1 S-1.50 = 0. 2 KSI KSI

62 6/18 5/9 20/70 15/25 0.3 0.6 0.3 S+1.25 C+0.75 x 110 = 0.4 0.6 S+2.00 C-2.50 x 90 = 1.0 0.3 S+2.00 C-0.75 x 20 = 0.4 0.6 S-0.50 C+2.50 x 180 = 1.0 KSI KSI

62 8/9 6/6 18/20 20/20 0.9 1.0 0.9 C+0.50 x 150 = 1.0 1.0 0.9 S+ 0.50 C-0.50 x 60 = 1.0 KSI KSI

63 6/18 3/60 20/70 20/400 0.3 0.05 0.3 S-1.00 = 0.6 3/60 KSIns KSIns

63 8/9 5/60 20/20 20/250 1 0.08 0.9 S-1.00 = 1.0 5/60 S-3.50 = 0.5 - KSI

63 1/300 5/6 2/70 20/25 0.003 0.8 KSM KSI

63 5/12 5/6 20/50 20/20 0.4 1 0.4 S+1.00 C-2.00 x 180 = 0.7 0.8 KSM -

63 5/60 8/9 20/250 18/20 0.08 0.9 5/60 S-3.00 = 0.2 KSI -

63 6/60 6/60 20/200 20/200 0.1 0.1 0.1 S-3.00 = 0.3 0.1 S-3.00 = 0.4 KSI KSI

63 6/60 6/18 20/200 20/70 0.1 0.3 0.1 S+2.25 = 1.0 0.3 S+1.00 C+1.00 x 180 = 0.5 0.3 S+2.00 C-1.00 x 90 = 0.5 KSI KSI

63 5/6 6/9 20/25 20/30 0.8 0.7 0.8 0.7 - KSI

63 5/6 6/9 20/25 20/30 0.8 0.7 0.8 S+0.50 = 1.0 0.7 S+1.75 = 1.0 KSI KSI

64 4/60 1/300 15/250 2/700 0.06 0.003 4/60 S-3.00 C-0.50 x 90 = 0.6 4/60 S-3.50 C+0.50 x 180 = 0.6 KSI KSM

64 2/60 2/60 2/70 2/70 0.03 0.03 2/60 S-3.00 C-1.00 x 70 = 0.4 2/60 S-2.00 2/60 S-4.00 C+1.00 x 160 = 0.4 - KSM

64 5/60 5/60 20/250 20/250 0.08 0.08 5/60 S-3.00 = 0.2 5/60 S-3.50 = 0.5 KSI KSI

64 6/18 6/30 20/70 20/100 0.3 0.2 0.3 S+1.00 = 0.7 0.2 S+0.75 = 0.7 KSI KSI

64 6/30 6/18 20/100 20/70 0.2 0.3 0.2 S-1.00 C-1.50 X 90 = 0.4 0.3 C-1.00 X 100 = 0.6 0.2 S-2.50 C+1.50 X 180 = 0.4 0.3 S-1.00 C+1.00 X 10 = 0.6 KSI KSI

64 6/18 6/60 20/70 20/200 0.3 0.1 0.3 S-1.00 = 0.9 0.1 S-1.50 C-1.00 x 90 = 0.8 0.1 S-2.50 C+1.00 x 180 = 0.8 KSI KSI


(18)

64 6/18 5/12 20/70 20/50 0.3 0.4 0.3 C-1.00 x 180 = 0.4 0.4 0.3 S-1.00 C+1.00 x 90 = 0.4 KSI KSI

65 6/30 8/9 20/100 18/20 0.2 0.9 KSM KSI

65 3/60 6/18 20/400 20/70 0.05 0.3 3/60 0.3 KSI -

65 5/12 6/12 20/50 20/40 0.4 0.5 0.4 S+0.75 C-1.00 x 90 = 0.6 0.5 C-1.25 x 90 = 0.8 0.4 S-0.25 C+1.00 x 180 = 0.6 0.5 S-1.25 C+1.25 x 180 = 0.8 KSI KSI

66 1/300 1/300 2/700 2/700 0.003 0.003 KSM KSM

66 6/30 3/60 20/100 20/400 0.2 0.05 KSI KSI

66 1/300 6/9 2/700 20/30 0.003 0.7 KSM KSI

66 5/9 6/30 15/25 20/100 0.6 0.2 0.6 S+0.50 = 0.8 0.2 S+1.50 = 0.5 - KSI

66 6/18 5/12 20/70 20/50 0.3 0.4 0.3 C+1.00 x 180 = 0.4 0.4 S+1.00 C-1.50 x 90 = 1.0 0.3 S+1.00 C-1.00 x 90 = 0.4 0.4 S-0.50 C+1.50 x 180 = 1.0 KSIns - 66 6/18 5/12 20/70 20/50 0.3 0.4 0.3 S+2.50 C-1.75 x 80 = 1.0 0.4 S+2.50 C-2.25 x 90 = 0.9 0.3 S+0.75 C+1.75 x 170 = 1.0 0.4 S+2.5 C-2.25 x 90 = 0.9 KSI KSI

66 5/9 6/12 15/25 20/40 0.6 0.5 0.6 S-0.75 = 0.9 0.5 KSI KSI

66 6/6 8/9 20/20 18/20 1.0 0.9 1.0 0.9 C+0.50 x 150 = 1.0 0.9 S+ 0.50 C-0.50 x 60 = 1.0 KSI KSI

67 1/300 1/60 2/700 2/120 0.003 0.016 KSM KSM

67 1/300 3/60 2/700 20/400 0.003 0.05 KSM KSM

67 6/60 4/60 20/200 15/250 0.1 0.06 0.1 S-1.75 C-1.00 x 90 = 0.7 4/60 S-3.50 C-0.75 x 90 = 0.3 0.1 S-2.75 C+1.00 x 180 = 0.7 4/60 S-4.25 C+0.75 x 180 = 0.3 KSI KSI

67 6/12 4/60 20/40 15/250 0.5 0.06 0.5 4/60 KSI KSI

67 4/60 5/60 15/250 20/250 0.06 0.08 4/60 S-2.00 C-0.50 x 80 = 0.6 5/60 S-2.00 C-0.50 x 90 = 0.6 4/60 S-2.50 C+0.50 x 170 = 0.6 5/60 S-2.50 C+0.50 x 180 = 0.6 KSI KSI

67 5/60 5/60 20/250 20/250 0.08 0.08 5/60 S-1.50 C-3.00 x 90 = 0.3 5/60 S-2.00 C-2.00 x 90 = 0.3 KSI KSI

67 6/6 5/60 20/20 20/250 1.0 0.08 1.0 5/60 KSI KSI

67 8/9 6/60 18/20 20/200 0.9 0.1 0.9 S-0.50 = 1.0 0.1 S-3.00 C-2.00 x 90 = 0.3 0.1 S-5.00 C+2.00 x 180 = 0.3 - KSI

67 5/9 6/18 15/25 20/70 0.6 0.3 0.6 S+1.00 = 1.0 0.3 S+1.50 = 0.9 - KSI

67 6/6 8/9 20/20 18/20 1.0 0.9 1.0 0.9 C+0.50 x 150 = 1.0 0.9 S+ 0.50 C-0.50 x 60 = 1.0 KSI KSI

68 8/9 5/60 20/20 20/250 1 0.08 0.9 S-2.00 = 1.0 5/60 S-3.00 = 0.6 - KSI

68 6/12 6/30 20/40 20/100 0.5 0.2 0.5 0.2 KSI KSI

68 5/6 6/12 20/25 20/40 0.8 0.5 0.8 S+0.50 = 1.0 0.5 S+1.50 =1.0 KSI KSI

68 5/60 6/9 20/250 20/30 0.08 0.7 5/60 S-3.00 = 0.3 0.7 C-0.50 x 90 = 0.9 0.7 S-0.50 C+0.50 x 180 = 0.9 KSIns -


(19)

69 6/18 5/12 20/70 20/50 0.3 0.4 0.3 C-2.00 x 90 = 0.8 0.4 C-2.00 x 90 = 0.8 0.3 S-2.00 C+2.00 x 180 = 0.8 0.4 S-2.00 C+2.00 x 180 = 0.8 KSI KSI 69 6/18 5/12 20/70 20/50 0.3 0.4 0.3 C-2.00 x 90 = 0.8 0.4 C-2.00 x 90 = 0.8 0.4 S-2.00 C+2.00 x 180 = 0.8 0.3 S-2.00 C+2.00 x 180 = 0.8 KSI KSI 69 6/12 6/12 20/40 20/40 0.5 0.5 0.5 S-0.50 C+1.00 x 180 = 0.9 0.5 S-0.75 C +1.00 x 180 = 0.7 0.5 S+0.50 C-1.00 x 90 = 0.9 0.5 S+0.25 C-1.00 x 90 = 0.7 KSI KSI

70 0 1/300 2/700 2/700 0.003 0.003 KSM KSM

70 6/12 1/60 20/40 2/120 0.5 0.016 KSI KSM

70 5/6 5/6 20/25 20/20 0.8 1 0.8 0.8 KSI KSI

70 6/60 8/9 20/200 20/20 0.1 1 0.1 S+1.25 C+1.00 x 180 = 0.7 0.1 S+2.25 C-1.00 x 90 = 0.7 KSI -

70 6/18 5/12 20/70 20/50 0.3 0.4 0.3 0.4 KSI KSI

70 5/12 5/12 20/50 20/50 0.4 0.4 0.4 S+0.50 C+1.25 x 180 = 1.0 0.4 S+1.75 = 1.0 KSI -

70 5/9 5/12 15/25 20/50 0.6 0.4 0.6 S+1.75 = 0.7 0.4 S+1.50 C-0.50 x 120 = 0.5 0.4 S+1.00 C+0.50 x 30 = 0.5 KSI KSI

70 6/12 6/12 20/40 20/40 0.5 0.5 0.5 C-1.25 x 60 = 0.7 0.5 S-1.25 = 0.8 0.5 S-1.25 C+1.25 x 150 = 0.7 KSI KSI

70 6/12 5/9 20/40 15/25 0.5 0.6 0.5 0.6 KSI KSI

70 6/30 6/9 20/100 20/30 0.2 0.7 0.2 0.7 KSI KSI

70 6/9 5/6 20/30 20/25 0.7 0.8 0.7 S+1.50 = 1.0 0.8 S+1.50 = 1.0 KSI KSI

71 4/60 6/60 15/250 20/200 0.06 0.1 KSM KSI

71 4/60 6/60 15/250 20/200 0.06 0.1 4/60 S-3.50 C-0.75 x 90 = 0.3 0.1 S-1.75 C-1.00 x 90 = 0.7 4/60 S-4.25 C+0.75 x 180 = 0.3 0.1 S-2.75 C+1.00 x 180 = 0.7 KSI KSI

71 6/18 6/30 20/70 20/100 0.3 0.2 0.3 S+1.50 = 0.4 0.2 S-1.00 = 0.3 KSI KSI

72 3/60 4/60 20/400 15/250 0.05 0.06 3/60 S-4.00 C-1.00 x 90 = 0.3 4/60 S-4.00 C-1.00 x 90 = 0.4 3/60 S-5.00 C+1.00 x 180 = 0.3 4/60 S-5.00 C+1.00 x 180 = 0.4 KSI KSI 72 6/60 6/60 20/200 20/200 0.1 0.1 0.1 S+1.25 C+1.00 x 180 = 0.7 0.1 S+1.25 C+0.75 x 180 = 0.4 0.1 S+2.25 C-1.00 x 90 = 0.7 0.1 S+2.00 C-0.75 x 90 = 0.4 KSI KSI 72 6/18 5/12 20/70 20/50 0.3 0.4 0.3 C-2.00 x 90 = 0.8 0.4 C-2.00 x 90 = 0.8 0.3 S-2.00 C+2.00 x 180 = 0.8 0.4 S-2.00 C+2.00 x 180 = 0.8 KSI KSI

72 5/9 6/12 15/25 20/40 0.6 0.5 0.6 0.5 KSI KSI

73 5/12 1/300 20/50 2/700 0.4 0.003 0.4 S-0.75 C-0.50 x 140 = 0.9 1/300 KSI KSM

73 5/12 1/30 20/50 2/70 0.4 0.03 0.4 S-0.75 C-0.50 x 140 = 0.9 1/300 0.4 S-1.25 C+0.50 x 50 = 0.9 KSM KSM

73 3/60 4/60 20/400 15/250 0.05 0.06 4/60 S-4.00 C-1.00 x 90 = 0.4 3/60 S-4.00 C-1.00 x 90 = 0.3 4/60 S-5.00 C+1.00 x 180 = 0.4 3/60 S-5.00 C+1.00 x 180 = 0.3 KSI KSI 73 6/60 5/12 20/200 20/50 0.1 0.4 0.1 S+2.50 C-3.00 x 90 = 0.4 0.4 S+2.50 C-2.00 x 100 = 0.6 0.1 S-0.50 C+3.00 x 180 = 0.4 0.4 S+0.50 C+2.00 x 10 = 0.6 KSI KSI

73 6/6 8/9 20/20 18/20 1.0 0.9 1.0 0.9 KSI KSI


(20)

48

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Lukas Jesse Tangguh

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 06 Agustus 1991

Alamat

: Jl. Purwakarta II / 27, Antapani, Bandung

Riwayat Pendidikan :

Tahun Lulus 2003 : SD Santo Agustinus Bandung

Tahun Lulus 2006 : SMPK Yahya Bandung

Tahun Lulus 2009 : SMA Santa Maria 2 Bandung

Masuk Tahun 2009 : Mahasiswa Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Kristen Maranatha


(21)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Organ penglihatan berperan sangat penting untuk kelangsungan hidup

manusia. Lebih dari separuh reseptor sensoris pada tubuh manusia berada di mata,

dan sebagian besar korteks serebri digunakan untuk penglihatan. Kesehatan indera

penglihatan sangat penting dijaga karena 83% informasi yang kita terima berasal

dari penglihatan. Gangguan fungsi penglihatan seperti katarak dapat menurunkan

kualitas hidup seseorang (Tortora dan Derrickson, 2009).

Hasil survei pada penduduk Amerika Serikat tahun 2002, menemukan bahwa

kebutaan menduduki peringkat ke-3 sebagai penyakit paling ditakuti di

masyarakat, setelah kanker dan penyakit jantung. Menurut

World Health

Organization

(WHO) tahun 2005, kebutaan adalah suatu keadaan mata yang tidak

memiliki persepsi cahaya atau ada persepsi cahaya namun

visual acuity

di bawah

3/60. WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan bilateral di dunia

dan sepertiganya terdapat di Asia Tenggara. Penyebab kebutaan utama di dunia

adalah katarak (47,8%), glaukoma (12,3%), uveitis (10,2%),

age-related macular

degeneration

(8,7%), kekeruhan kornea (5,1%), retinopati diabetik (4,8%), dan

trakoma (3,6%) sehingga katarak menjadi penyebab kebutaaan nomor satu di

dunia (

Prevent Blindness America Survey

, 2002; WHO, 2002; WHO, 2005).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi

nasional kebutaan di Indonesia sebesar 0,9% dengan penyebab utama katarak.

Kemampuan melakukan operasi katarak hanya kira-kira 80.000 orang per tahun

mengakibatkan timbul penumpukan penderita katarak yang memerlukan operasi.

Ketidakmampuan penderita katarak untuk melakukan operasi disebabkan daya

jangkau pelayanan operasi yang rendah, kurangnya pengetahuan masyarakat,

sulitnya menjangkau fasilitas kesehatan karena kondisi geografi serta ketersediaan

tenaga dan fasilitas kesehatan mata yang masih terbatas. Masalah ini diperbesar

dengan kenyataan bahwa jumlah tenaga profesional di bidang kesehatan mata


(22)

2

Universitas Kristen Maranatha

masih terbatas dibandingkan dengan besarnya masalah yang dihadapi sehingga

kasus kebutaan akibat katarak di Indonesia tergolong tinggi (Depkes, 2009).

Tingginya angka kejadian katarak senil dan komplikasi kebutaan menggugah

peneliti untuk mengetahui distribusi faktor yang mempengaruhi angka kejadian.

Dengan mengetahui faktor tersebut, diharapkan kasus katarak senil dan

komplikasi kebutaan dapat dideteksi dini sehingga mendapat penatalaksanaan

yang tepat.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1.

Berapa angka kejadian katarak senil di Rumah Sakit Immanuel periode

Januari 2009

Desember 2011 berdasarkan jenis kelamin dan rentang usia.

2.

Berapa hasil pemeriksaan visus pasien katarak senil pada saat pertama kali

terdiagnosis.

3.

Apa tingkat maturitas katarak senil pada saat pertama kali terdiagnosis.

4.

Berapa angka kejadian kebutaan unilateral akibat katarak senil berdasarkan

jenis kelamin dan rentang usia.

5.

Berapa angka kejadian kebutaan bilateral akibat katarak senil berdasarkan

jenis kelamin dan rentang usia.

6.

Apa tingkat maturitas katarak yang paling banyak menyebabkan komplikasi

kebutaan.

1.3

Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1

Maksud

Mengetahui gambaran angka kejadian katarak senil dan kompilkasi kebutaan

berdasarkan usia dan jenis kelamin, hasil pemeriksaan visus dan tingkat maturitas

katarak senil yang pertama kali terdiagnosis serta mengetahui tingkat maturitas

katarak terbanyak pada kasus kebutaan akibat katarak senil di Rumah Sakit


(23)

3

Universitas Kristen Maranatha

1.3.2

Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik pasien yang mengalami

kebutaan akibat katarak senil di Rumah Sakit Immanuel dengan mengambil data

dari rekam medis yang berhubungan dengan identifikasi masalah, diantaranya:

1.

Mengetahui angka kejadian katarak senil di Rumah Sakit Immanuel periode

Januari 2009

Desember 2011 berdasarkan jenis kelamin dan rentang usia.

2.

Mengetahui hasil pemeriksaan visus pasien katarak senil pada saat pertama

kali terdiagnosis.

3.

Mengetahui tingkat maturitas katarak senil pada saat pertama kali

terdiagnosis.

4.

Mengetahui angka kejadian kebutaan unilateral akibat katarak senil

berdasarkan jenis kelamin dan rentang usia.

5.

Mengetahui angka kejadian kebutaan bilateral akibat katarak senil

berdasarkan jenis kelamin dan rentang usia.

6.

Mengetahui tingkat maturitas katarak yang paling banyak menyebabkan

komplikasi kebutaan.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1

Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan hasil penelitian yang didapat

mengenai kejadian katarak senil dan komplikasinya berupa kebutaan.

1.4.2 Manfaat praktis

Memberikan informasi kepada medis dan masyarakat mengenai kejadian

katarak senil dan komplikasi kebutaan.

1.5

Landasan Teoritis

Kebutaan unilateral adalah penurunan penglihatan pada salah satu mata berupa

tidak memiliki persepsi cahaya atau ada persepsi cahaya namun

visual acuity

di

bawah 3/60 dan mata lainnya normal. Kebutaan bilateral adalah penurunan

penglihatan pada kedua mata berupa tidak memiliki persepsi cahaya atau ada


(24)

4

Universitas Kristen Maranatha

persepsi cahaya namun

visual acuity

di bawah 3/60. Penyebab kebutaan nomor

satu di dunia adalah katarak (WHO, 2005; Saw

et al

, 2003).

Katarak merupakan proses kekeruhan pada lensa. Sebagian besar katarak

berkembang lambat akibat proses penuaan, mengarah ke perburukan penglihatan

yang gradual. Katarak ini disebut katarak senilis. Katarak yang timbul pada awal

masa anak-anak yaitu akibat defek enzim herediter, sangat jarang ditemukan.

Katarak yang terjadi awal kehidupan disebut katarak kongenital atau infantil.

Faktor-faktor lain yang mempercepat pembentukan katarak antara lain paparan

sinar ultraviolet berlebih, diabetes, merokok atau penggunaan obat-obatan

terutama steroid (Emedicinehealth, 2012).

Katarak senil diklasifikasikan menurut 4 tingkat stadium kekeruhan lensanya,

yaitu stadium insipien, stadium imatur, stadium matur dan stadium hipermatur

(Lang, 2000).

Pemeriksaan pada lensa mata untuk mendeteksi katarak meliputi

visual acuity

test

atau tes ketajaman penglihatan yaitu tes untuk mengukur kemampuan melihat

dan jarak penglihatan. Tes refraksi yaitu untuk mengkoreksi kacamata bila

dibutuhkan.

Glare test

untuk mengetahui adanya gejala rasa silau pada mata.

Tonometri yaitu untuk memeriksa tekanan cairan dalam bola mata untuk

membandingkan dengan glaukoma. Tes funduskopi pada mata yang didilatasikan

untuk melihat keadaan lensa dan retina (Emedicinehealth, 2012).

1.6

Metodologi

Metode penelitian yang dilakukan adalah observasional deskriptif dengan

pengambilan data secara retrospektif pada rekam medis pasien berusia di atas

50 tahun yang mengalami katarak senil di Rumah Sakit Immanuel Bandung

periode Januari 2009

Desember 2011.

1.7

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Immanuel yang


(25)

33

Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1.

Angka kejadian katarak senil di Rumah Sakit Immanuel Bandung periode

Januari 2009

– Desember 2011 adalah 269 kasus,dengan jumlah wanita

sebanyak 144 orang, lebih banyak dibandingkan penderita pria sebanyak

125 orang dan paling banyak didapatkan pada rentang usia 60-69 tahun, yaitu

sebanyak 151 kasus.

2.

Hasil pemeriksaan visus pasien katarak senil yang pertama kali terdiagnosis

paling banyak pada visus > 6/18.

3.

Tingkat maturitas katarak senil yang pertama kali terdiagnosis paling banyak

ditemukan pada katarak senil imatur.

4.

Angka kejadian kebutaan unilateral akibat katarak senil adalah 32 kasus,

dengan jumlah wanita 18 orang, lebih banyak dibandingkan pria 14 orang,

dan paling banyak didapatkan pada rentang usia 60-69 tahun, yaitu sebanyak

20 kasus.

5.

Angka kejadian kebutaan bilateral akibat katarak senil adalah 12 kasus,

dengan jumlah wanita 7 orang, lebih banyak dibandingkan pria 5 orang dan

paling banyak pada rentang usia 60-69 tahun sebanyak 7 orang.

6.

Tingkat maturitas katarak terbanyak pada kasus kebutaan adalah katarak senil

matur.

5.2 Saran

1. Edukasi kepada masyarakat tentang katarak senil serta komplikasi kebutaan

yang dapat ditimbulkan sehingga masyarakat sadar akan gejala dini sehingga

melakukan skrining dan mendapat penatalaksanaan yang tepat.

2. Bagi dokter dan perawat di Rumah Sakit Immanuel Bandung agar data dibuat

selengkap dan sejelas mungkin agar dapat digunakan untuk acuan penelitian

lebih lanjut.


(26)

34

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Al-Akily SA, Bamashmus MA, AL-Mohammadi KA. 2010.

Causes of blindness in

people aged 50 years and over: community-based versus hospital-based study.

Yemen: Eastern Mediterranean Health Journal, (9):942-6

Andriansah MA. 2011.

Karakteristik Penderita Katarak di Puskesmas Ciputat Tahun

2006

2010.

Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Balai Kesehatan Mata Masyarakat.

Distribusi Penderita Katarak di Balai Kesehatan

Mata Masyarakat Periode September

Desember 2010.

http://bkmmsulsel.net/index.php/artikel/130-katarak.html. December11

th

, 2012.

Departemen Kesehatan. 2009.

1,5% Penduduk Indonesia mengalami Kebutaan.

http://www.depkes.go.id/index.php/option=news&tasks=viewartvcle&sid=3233.

March 23

th

, 2012.

Departemen Kesehatan. 2010.

Menkes Resmikan RS Mata Cicendo Sebagai Pusat

Mata Nasional.

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1063. March 23

th

, 2012.

Dimmer JB, Morgestren Hal, Cetin Karynsa, Yee Cecilia .2010.

Androgen

Deprivation Therapy and Cataract Incidence Among Elderly Patients in the

United States

. Birmingham: Annals of Epidemiology, (3): 156-163.

Dorland WA, Newman. 2010.

Kamus Kedokteran Dorland edisi 31

. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC. p. 702, 1003.

Drake Richard, Wayne Vogl, Mitchell Adam WM. 2010.

Gray’s Anatomy for

Students 2

nd

edition

. Philadephia: Churchill Livingstone. p. 898.

Emedicine. 2012.

Senile Cataract Clinical Presentation.

http://www.emedicine.medscape.com/article/1210914-clinical. July 22

th

, 2012.

Emedicine. 2012.

Senile Cataract Follow-up

.

http://www.emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#showall. July

22

th

, 2012.

Emedicinehealth. 2012

.

Slideshow Pictures: Cataracts A Visual Guide to Causes,

Symptoms and Surgery.

http://www.emedicinehealth.com/slideshow_pictures_cataracts/article_em.htm.

November 2

nd

, 2012.


(27)

35

Universitas Kristen Maranatha

Emedicinehealth. 2012.

Cataracts Causes, Symptoms, Types, Treatment and Surgery

Risks.

http://www.emedicinehealth.com/cataracts/article_em.htm#. July 22

th

, 2012.

Eyeweb. 2012.

Cataract Surgery

. http://www.eyeweb.org/cataract_surgery.htm.

November 2

th

, 2012.

Fawcett DW. 2002.

Buku Ajar Histologi edisi 12

. Jakarta: EGC. p. 798-800.

Guyton AC, Hall JE. 2006.

Textbook of Medical Physiology 11

th

edition..

Philadelphia: Elsevier Saunders Inc. p. 617-21.

Kanski JJ. 2007.

Clinical Ophthalmology 6

th

edition

. Edinburg: Elsevier Publishers

Ltd. p. 216-34.

Khurana AK. 2005.

Anatomy and Physiology of Eye

. India: CBS Publishers &

Distributors. p. 90.

Lang Gerhard. 2000.

Ophthalmology A Short Textbook

. New York: Thieme Stuttgart

Publisher. p. 165-178.

Noran NH, Salleh N, Zahari M. 2007.

Relationship between Reproductive Exposures

and Age-Related Cataract in Women.

Kuala Lumpur: Asia Pac J

Public

Health,

(2): 23-28.

Olver Jane, Cassidy Lorraine. 2005.

Ophthalmology At a Glance

. Victoria: Blackwell

Science, p. 72-7.

Persatuan Dokter Mata Indonesia. 2010.

Katarak

.

http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=2. March 23

th

, 2012.

Prevent Blindness America. 2005.

Prevent Blindness America Public Health

Documents.

http://www.preventblindness.org/eye-reports-research-studies. 22

th

July, 2012.

Remington Lee Ann. 2012.

Clinical Anatomy and Physiology of the Visual System

3rd edition

. St. Louis: Butterworth Heinemann Elsevier. p. 93-106.

Rianto Bambang, 2004.

Beberapa Faktor Resiko yang dapat Menimbulkan

Terjadinya Katarak Senilis

. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas

Padjajaran. p. 23-24.


(28)

36

Universitas Kristen Maranatha

Riordan-Eva Paul, Whitcher John. 2007.

Vaughan’

s & Asbury General Ophtalmology

17th edition.

London: The McGraw-Hill Companies. p. 14-21, 160-2.

Saw MS, Husain R, Gazzard GM, Koh D, D Widjaja, D T H Tan. 2003.

Causes of

low vision and blindness in rural Indonesia.

Singapura

:

Br J Ophthalmol, (7):

1075

1078.

Sapkota YD,

Sunuwar Mohan, Naito Takeshi, Akura Junsuke. 2010.

The Prevalence

of Blindness and Cataract Surgery in Rautahat District, Nepal

. Kathmandu:

Ophthalmic Epidemiology, (2): 82

89.

Sidarta Ilyas. 2006.

Dasar-Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata edisi 2

.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 68-72.

Sidarta Ilyas. 2009.

Ilmu Penyakit Mata edisi 3

. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. p. 143-159.

Suhardjo SU, Hartono. 2007. Anatomi

Mata dan Fisiologi Penglihatan.

Yogyakarta:

Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. p. 2-3

Tan Ava Grace, Wang Jie Jin, Rochtchina Elena, Mitchell Paul. 2006.

Comparison of

age-specific cataract prevalence in two population-based surveys 6 years apart.

Blue Mountain: BMC Ophthalmology, (4): 99

107.

Tortora GJ, Derrickson BH. 2009.

Vision. Principle of Anatomy and Physiology, 12

th

edition

. Philadephia: John Wiley and Sons Publisher. p. 604-8.

University of Iowa. 2011.

Senile Cataract Picture.

http://www.webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/atlas/pages/. July 20

th

, 2012.

World Health Organization. 2002.

Priority eye diseases

.

http://www.who.int/blindness/causes/ priority/en/index1.html. March 23

th

, 2012.

World Health Organization. 2005.

Change the Definition of Blindness.

dddddddddddd

http://www.who.int/blindness/Change%20the%20Definition%20of%20Blindess.p

df. March 23

th

, 2012.


(1)

1.3.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik pasien yang mengalami kebutaan akibat katarak senil di Rumah Sakit Immanuel dengan mengambil data dari rekam medis yang berhubungan dengan identifikasi masalah, diantaranya:

1. Mengetahui angka kejadian katarak senil di Rumah Sakit Immanuel periode Januari 2009 – Desember 2011 berdasarkan jenis kelamin dan rentang usia. 2. Mengetahui hasil pemeriksaan visus pasien katarak senil pada saat pertama

kali terdiagnosis.

3. Mengetahui tingkat maturitas katarak senil pada saat pertama kali terdiagnosis.

4. Mengetahui angka kejadian kebutaan unilateral akibat katarak senil berdasarkan jenis kelamin dan rentang usia.

5. Mengetahui angka kejadian kebutaan bilateral akibat katarak senil berdasarkan jenis kelamin dan rentang usia.

6. Mengetahui tingkat maturitas katarak yang paling banyak menyebabkan komplikasi kebutaan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan hasil penelitian yang didapat mengenai kejadian katarak senil dan komplikasinya berupa kebutaan.

1.4.2 Manfaat praktis

Memberikan informasi kepada medis dan masyarakat mengenai kejadian katarak senil dan komplikasi kebutaan.

1.5 Landasan Teoritis

Kebutaan unilateral adalah penurunan penglihatan pada salah satu mata berupa tidak memiliki persepsi cahaya atau ada persepsi cahaya namun visual acuity di bawah 3/60 dan mata lainnya normal. Kebutaan bilateral adalah penurunan penglihatan pada kedua mata berupa tidak memiliki persepsi cahaya atau ada


(2)

4

persepsi cahaya namun visual acuity di bawah 3/60. Penyebab kebutaan nomor satu di dunia adalah katarak (WHO, 2005; Saw et al, 2003).

Katarak merupakan proses kekeruhan pada lensa. Sebagian besar katarak berkembang lambat akibat proses penuaan, mengarah ke perburukan penglihatan yang gradual. Katarak ini disebut katarak senilis. Katarak yang timbul pada awal masa anak-anak yaitu akibat defek enzim herediter, sangat jarang ditemukan. Katarak yang terjadi awal kehidupan disebut katarak kongenital atau infantil. Faktor-faktor lain yang mempercepat pembentukan katarak antara lain paparan sinar ultraviolet berlebih, diabetes, merokok atau penggunaan obat-obatan terutama steroid (Emedicinehealth, 2012).

Katarak senil diklasifikasikan menurut 4 tingkat stadium kekeruhan lensanya, yaitu stadium insipien, stadium imatur, stadium matur dan stadium hipermatur (Lang, 2000).

Pemeriksaan pada lensa mata untuk mendeteksi katarak meliputi visual acuity test atau tes ketajaman penglihatan yaitu tes untuk mengukur kemampuan melihat dan jarak penglihatan. Tes refraksi yaitu untuk mengkoreksi kacamata bila dibutuhkan. Glare test untuk mengetahui adanya gejala rasa silau pada mata. Tonometri yaitu untuk memeriksa tekanan cairan dalam bola mata untuk membandingkan dengan glaukoma. Tes funduskopi pada mata yang didilatasikan untuk melihat keadaan lensa dan retina (Emedicinehealth, 2012).

1.6 Metodologi

Metode penelitian yang dilakukan adalah observasional deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif pada rekam medis pasien berusia di atas 50 tahun yang mengalami katarak senil di Rumah Sakit Immanuel Bandung periode Januari 2009 – Desember 2011.

1.7 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Immanuel yang berlokasi di JalanKopo No. 161, Bandung pada bulan Juli – September 2012.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Angka kejadian katarak senil di Rumah Sakit Immanuel Bandung periode Januari 2009 – Desember 2011 adalah 269 kasus,dengan jumlah wanita sebanyak 144 orang, lebih banyak dibandingkan penderita pria sebanyak 125 orang dan paling banyak didapatkan pada rentang usia 60-69 tahun, yaitu sebanyak 151 kasus.

2. Hasil pemeriksaan visus pasien katarak senil yang pertama kali terdiagnosis paling banyak pada visus > 6/18.

3. Tingkat maturitas katarak senil yang pertama kali terdiagnosis paling banyak ditemukan pada katarak senil imatur.

4. Angka kejadian kebutaan unilateral akibat katarak senil adalah 32 kasus, dengan jumlah wanita 18 orang, lebih banyak dibandingkan pria 14 orang, dan paling banyak didapatkan pada rentang usia 60-69 tahun, yaitu sebanyak 20 kasus.

5. Angka kejadian kebutaan bilateral akibat katarak senil adalah 12 kasus, dengan jumlah wanita 7 orang, lebih banyak dibandingkan pria 5 orang dan paling banyak pada rentang usia 60-69 tahun sebanyak 7 orang.

6. Tingkat maturitas katarak terbanyak pada kasus kebutaan adalah katarak senil matur.

5.2 Saran

1. Edukasi kepada masyarakat tentang katarak senil serta komplikasi kebutaan yang dapat ditimbulkan sehingga masyarakat sadar akan gejala dini sehingga melakukan skrining dan mendapat penatalaksanaan yang tepat.

2. Bagi dokter dan perawat di Rumah Sakit Immanuel Bandung agar data dibuat selengkap dan sejelas mungkin agar dapat digunakan untuk acuan penelitian lebih lanjut.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Akily SA, Bamashmus MA, AL-Mohammadi KA. 2010. Causes of blindness in

people aged 50 years and over: community-based versus hospital-based study. Yemen: Eastern Mediterranean Health Journal, (9):942-6

Andriansah MA. 2011. Karakteristik Penderita Katarak di Puskesmas Ciputat Tahun

2006 – 2010. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Balai Kesehatan Mata Masyarakat. Distribusi Penderita Katarak di Balai Kesehatan

Mata Masyarakat Periode September – Desember 2010.

http://bkmmsulsel.net/index.php/artikel/130-katarak.html. December11th, 2012.

Departemen Kesehatan. 2009. 1,5% Penduduk Indonesia mengalami Kebutaan.

http://www.depkes.go.id/index.php/option=news&tasks=viewartvcle&sid=3233.

March 23th, 2012.

Departemen Kesehatan. 2010. Menkes Resmikan RS Mata Cicendo Sebagai Pusat

Mata Nasional.

http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1063. March 23th, 2012.

Dimmer JB, Morgestren Hal, Cetin Karynsa, Yee Cecilia .2010. Androgen

Deprivation Therapy and Cataract Incidence Among Elderly Patients in the United States. Birmingham: Annals of Epidemiology, (3): 156-163.

Dorland WA, Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC. p. 702, 1003.

Drake Richard, Wayne Vogl, Mitchell Adam WM. 2010. Gray’s Anatomy for

Students 2nd edition. Philadephia: Churchill Livingstone. p. 898.

Emedicine. 2012. Senile Cataract Clinical Presentation.

http://www.emedicine.medscape.com/article/1210914-clinical. July 22th, 2012.

Emedicine. 2012. Senile Cataract Follow-up.

http://www.emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#showall. July 22th, 2012.

Emedicinehealth. 2012. Slideshow Pictures: Cataracts A Visual Guide to Causes,

Symptoms and Surgery.

http://www.emedicinehealth.com/slideshow_pictures_cataracts/article_em.htm.


(5)

Emedicinehealth. 2012. Cataracts Causes, Symptoms, Types, Treatment and Surgery Risks. http://www.emedicinehealth.com/cataracts/article_em.htm#. July 22th, 2012.

Eyeweb. 2012. Cataract Surgery. http://www.eyeweb.org/cataract_surgery.htm.

November 2 th, 2012.

Fawcett DW. 2002. Buku Ajar Histologi edisi 12. Jakarta: EGC. p. 798-800.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th edition..

Philadelphia: Elsevier Saunders Inc. p. 617-21.

Kanski JJ. 2007. Clinical Ophthalmology 6 th edition. Edinburg: Elsevier Publishers

Ltd. p. 216-34.

Khurana AK. 2005. Anatomy and Physiology of Eye. India: CBS Publishers &

Distributors. p. 90.

Lang Gerhard. 2000. Ophthalmology A Short Textbook. New York: Thieme Stuttgart

Publisher. p. 165-178.

Noran NH, Salleh N, Zahari M. 2007. Relationship between Reproductive Exposures

and Age-Related Cataract in Women. Kuala Lumpur: Asia Pac J Public Health, (2): 23-28.

Olver Jane, Cassidy Lorraine. 2005. Ophthalmology At a Glance. Victoria: Blackwell

Science, p. 72-7.

Persatuan Dokter Mata Indonesia. 2010. Katarak.

http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=2. March 23th, 2012.

Prevent Blindness America. 2005. Prevent Blindness America Public Health

Documents.

http://www.preventblindness.org/eye-reports-research-studies. 22th July, 2012.

Remington Lee Ann. 2012. Clinical Anatomy and Physiology of the Visual System

3rd edition. St. Louis: Butterworth Heinemann Elsevier. p. 93-106.

Rianto Bambang, 2004. Beberapa Faktor Resiko yang dapat Menimbulkan

Terjadinya Katarak Senilis. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. p. 23-24.


(6)

36

Riordan-Eva Paul, Whitcher John. 2007. Vaughan’s & Asbury General Ophtalmology

17th edition. London: The McGraw-Hill Companies. p. 14-21, 160-2.

Saw MS, Husain R, Gazzard GM, Koh D, D Widjaja, D T H Tan. 2003. Causes of

low vision and blindness in rural Indonesia. Singapura: Br J Ophthalmol, (7):

1075–1078.

Sapkota YD,Sunuwar Mohan, Naito Takeshi, Akura Junsuke. 2010. The Prevalence

of Blindness and Cataract Surgery in Rautahat District, Nepal. Kathmandu:

Ophthalmic Epidemiology, (2): 82–89.

Sidarta Ilyas. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata edisi 2.

Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p. 68-72.

Sidarta Ilyas. 2009. Ilmu Penyakit Mata edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. p. 143-159.

Suhardjo SU, Hartono. 2007. Anatomi Mata dan Fisiologi Penglihatan. Yogyakarta:

Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. p. 2-3

Tan Ava Grace, Wang Jie Jin, Rochtchina Elena, Mitchell Paul. 2006. Comparison of

age-specific cataract prevalence in two population-based surveys 6 years apart.

Blue Mountain: BMC Ophthalmology, (4): 99–107.

Tortora GJ, Derrickson BH. 2009. Vision. Principle of Anatomy and Physiology, 12 th

edition. Philadephia: John Wiley and Sons Publisher. p. 604-8.

University of Iowa. 2011. Senile Cataract Picture.

http://www.webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/atlas/pages/. July 20th, 2012.

World Health Organization. 2002. Priority eye diseases.

http://www.who.int/blindness/causes/ priority/en/index1.html. March 23th, 2012.

World Health Organization. 2005. Change the Definition of Blindness.dddddddddddd

http://www.who.int/blindness/Change%20the%20Definition%20of%20Blindess.p