Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Komunikasi Lintas Budaya Perawat di Rumah Sakit Tentara TK II Prof. Dr. J.A.Latumeten Kota Ambon T1 462012020 BAB I

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Manusia adalah satu-satunya yang diciptakan Tuhan dengan

anugerah untuk memiliki kebudayaan. Manusia dikatakan berbudaya karena
manusia memiliki pola pikir untuk dapat mewujudkan apa yang hendak
dilakukannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) budaya
diartikan sebagai pikiran, akal budi serta adat istiadat. Secara tata bahasa
kebudayaan dijabarkan dari kata budaya yang cenderung merupakan pola
pikir manusia. Sehingga kebudayaan diartikan juga sebagai segala sesuatu
yang berkaitan dengan pikiran manusia.
Peneliti tertarik untuk meneliti tentang Komunikasi Lintas Budaya,
karena seperti diketahui Indonesia memiliki banyak sekali kepulauan, suku
bangsa, budaya dan bahasa. Oleh sebab itu tidak tertutup pula
kemungkinan seorang perawat dengan kebudayaan yang lain, datang ke
suatu daerah yang tidak diketahuinya untuk menjadi perawat dengan alasan

yang berbeda, dan dengan sendirinya perawat tersebut menjadi seorang
perawat lintas budaya, yang harus mampu menjalani komunikasi lintas
budaya, supaya dapat melakukan tugas dengan tanggungjawabnya dengan
baik saat merawat pasien yang berbeda budaya darinya.

2

Peradaban manusia mulai berkembang dengan pesat dan sangat
kompleks. Sebagai mahkluk sosial manusia hidup berkelompok-kelompok
akan melakukan komunikasi dengan sesamanya yang juga merupakan
individu yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda. Hal ini
menimbulkan persepsi bahwa sekarang ini sangatlah penting komunikasi
antar budaya dan semakin vital ketimbang di masa-masa sebelumnya.
Komponen-komponen budaya sendiri adalah kebudayaan material,
yang mengacu pada semua yang diciptakan masyarakat secara nyata atau
konkret. Suatu penggalian arkeologi contohnya seperti mangkuk tanah liat,
berbagai perhiasan merupakan kebudayaan material. Sehingga yang
termasuk kebudayaan material yaitu barang-barang seperti radio, pesawat
terbang, lapangan olahraga, baju, gedung pencakar langit, dan playstation.
Kebudayaan nonmaterial merupakan ciptaan-ciptaan yang abstrak dan

diwariskan dari generasi ke generasi seperti cerita dongeng, cerita rakyat,
serta lagu atau tarian nasional adalah kebudayaan nonmaterial. Budaya
bahkan bisa ada tanpa bahasa. Aspek mendasar seperti setiap budaya
dilihat sebagai agama, hubungan keluarga, dan pengaturan teknologi juga
bisa menjadi sangat mustahil bila tidak ada bentuk simbolik dari komunikasi.
Komunikasi terdiri dari dua jenis antara lain komunikasi verbal dan
nonverbal. Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dilakukan
dengan cara berbicara secara lisan maupun tertulis. Seseorang biasanya
menggunakan bahasa yang bisa mengisyaratkan arti-arti khusus yang

3

terkadang bahasa tersebut hanya bisa dimengerti oleh komunitas dimana
individu tersebut tinggal atau berada. Sehingga dengan bahasa yang
dituliskan maupun diucapkan, dengan mudah kita dapat menebak darimana
seseorang

berasal

serta


dari

komunitas

mana.

Komuniasi

verbal

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu connotative and denotative meaning
(kemaknaan), pacing (kecepatan), intonation (nada suara), vocabulary
(perbendaharaan kata), clarity and brevity (kejelasan dan keringkasan).
Bukan hanya komunikasi verbal saja yang sangat penting, akan tetapi
komunikasi nonverbal juga sangatlah penting, karena bisa membawa pesan
tersendiri dan membantu kita untuk menafsirkan pesan linguistic. Hingga
70% pesan yang diterima maupun dikirim oleh manusia secara alami adalah
komunikasi nonverbal. Seperti bahasa, komunikasi nonverbal dipelajari
bervariasi dari budaya yang satu ke budaya yang lain. Walaupun ada

beberapa isyarat nonverbal memiliki makna yang sama dalam budaya yang
berbeda, tetapi banyak sekali jenis variasi komunikasi nonverbal antar
budaya. Dalam beberapa kasus, pesan dapat dikirim dengan menggunakan
sejumlah cara yang berbeda dengan budaya yang berbeda pula. Manusia
berkomunikasi tanpa berkata-kata adalah beberapa cara penting termasuk
ekspresi wajah, gerakan tangan, menyentuh, kontak mata, aroma, gaya
berjalan dan sikap.
Mulyana (2003) mengatakan bahwa komunikasi termasuk hal yang
terpenting atau vital bagi manusia. Manusia tanpa komunikasi dikatakan

4

tersesat dalam belantara kehidupan, dan bisa dipastikan orang tersebut
akan tersesat bila tidak berkomunikasi dengan orang lain dikarenakan ia
tidak mampu menaruh dirinya dalam lingkungan sosial.
Sekarang ini, studi antropologi budaya tentang bahasa sangat penting.
Tidak hanya untuk tujuan praktis berkomunikasi saat melakukan kerja
lapangan, tetapi juga karena hubungan dekat antara bahasa dan budaya.
Kedua hal ini diketahui secara luas bahwa bahasa dan budaya akan sulit
diterima, jika tidak mustahil untuk memahami budaya tanpa terlebih dahulu

memahami bahasa dan itu akan sama-sama tidak mungkin untuk
memahami bahasa dari luar konteks budayanya.
Budaya dan komunikasi memiliki hubungan timbal balik layaknya dua
sisi mata uang. Perilaku komunikasi menjadi bagian dari budaya dan
komunikasi pun turut memelihara, menentukan, mengembangkan serta
mewariskan

budaya.

Seperti

yang

dikatakan

(Hall.

1959),

bahwa


komunikasi adalah budaya dan budaya adalah komunikasi. Komunikasi
merupakan suatu cara untuk mensosialisasikan norma-norma budaya
masyarakat, secara garis lurus dari masyarakat yang satu ke lainnya atau
secara vertikal dari generasi ke generasi berikutnya. Akan tetapi pada satu
sisi budaya yaitu nilai atau norma yang dipercaya sesuai dengan kelompok
tertentu (Muljana, 2000:6)

5

Indonesia sejak dulu masyarakatnya sudah dikenal sangat heterogen
dalam berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa, bahasa,
agama,

serta

adat

istiadatnya.


Setiap

kelompok

etnik

pendatang

mempunyai nilai, norma, kebudayaan, tata cara bahasa, dan pola tingkah
laku yang berbeda dan belum tentu sama dengan penduduk lokal. Oleh
sebab itu dalam setiap kebudayaan dikenal adanya istilah etnosentrisme,
yang artinya suatu keyakinan kelompok pendukung suatu kebudayaan,
meyakini bahwa nilai dan norma kebudayaan yang mereka anut lebih
unggul.
Transcultural Nursing merupakan suatu wilayah/area keilmuwan budaya
pada proses dan praktek keperawatan yang fokus memandang kesamaan
dan perbedaan diantara budaya dengan menghargai asuhan sehat dan
sakit, yang didasari pada nilai budaya manusia, tindakan dan kepercayaan,
serta ilmu ini juga digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan
khususnya kebutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

Proses komunikasi dibangun melalui hubungan saling percaya dengan
klien dan keluarganya. Komunikasi efektif adalah hal yang sangat penting
dalam menciptakan hubungan antara klien dengan perawat.

Dikatakan

bahwa seorang perawat yang beragama tidak dapat bersikap tidak peduli
dan masa bodoh terhadap pasien. Seorang perawat yang tidak peduli
dengan pasien adalah berdosa. Maka seorang perawat yang tidak
menjalankan profesinya dengan professional akan menyebabkan kerugian

6

kepada orang lain, unit kerjanya maupun dirinya sendiri. Hal ini ditegaskan
dalam Potter dan Perry (1993) bahwa ada tiga tahapan dalam komunikasi
yaitu komunikasi secara intrapersonal atau yang terjadi di dalam diri sendiri,
interpersonal atau yang dilakukan antara dua orang maupun kelompok kecil
serta publik yaitu interaksi yang dilakukan dalam kelompok besar.
Saat perawat berhadapan dengan klien yang memiliki budaya berbeda,
maka


perawat

yang

professional

akan

tetap memberikan

asuhan

keperawatan yang tinggi, demi terpenuhi kebutuhan dasar klien tersebut.
Menurut Leininger (1985) untuk meperhatikan keanekaragaman nilai-nilai
serta budaya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien sangatlah
penting. Saat hal tersebut tidak mampu perawat lakukan dan abaikan akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Klien akan mengalami Cultural shock saat perawat tidak mampu untuk
beradaptasi dengan perbedaan budaya, nilai dan kepercayaan. Sehingga

dapat menyebabkan adanya rasa ketidakberdayaan, ketidaknyamanan
hingga mengalami disorientasi. Kebutaan budaya yang terjadi pada perawat
akan mengakibatkan penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang
diberikan (Riley 2000).
Leininger (1985) mengatakan bahwa bentuk yang optimal dari
pemberian asuhan keperawatan merupakan perbedaan budaya dalam
asuhan keperawatan itu sendiri. Mengacu pada kemungkinan adanya

7

variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang menghargai kepercayaan, tindakan dan nilai
budaya individu, yang termasuk didalamnya kepekaan akan lingkungan dari
individu yang datang maupun individu yang mungkin akan kembali lagi.
Sering praktik keperawatan professional mengalami kesulitan dalam
memberikan pelayanan keperawatan, karena adanya perbedaan kultur
antara budaya tradisional dan budaya modern. Mengakibatkan kurang
optimalnya pemberian pelayanan keperawatan pada klien atau masyarakat.
Kebutaan budaya yang terjadi mengakibatkan perilaku mengacuhkan, tidak
memahami budaya klien, serta tidak menerima. Semuanya mengakibatkan

konflik

yang

berujung

pada

penurunan

kualitas

pada

pelayanan

keperawatan yang diberikan.
Komunikasi lintas budaya dalam penerapan asuhan keperawatan dapat
dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang
selalu digunakan atau menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.
Perawat juga dapat menggunakan penerjemah bila dia tidak mengerti
bahasa yang digunakan klien untuk berkomunikasi. Perawat juga dapat
menjumpai suatu hal yang pada budaya tertentu memiliki arti positif, tetapi
pada budaya lain memiliki arti negatif pada saat komunikasi lintas budaya.
Sebagai upaya untuk menyelesaikan kesenjangan yang ada, perawat
sebagai tim kesehatan dan pemberi pelayanan yang profesional harus

8

memiliki kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan budaya dan bahasa.
Ia juga perlu mempunyai pengetahuan tentang budaya dan juga bahasa
yang ada di masyarakat setempat. Hal ini harus dipahami oleh perawat
sehingga tidak menyebabkan terputusnya komunikasi. Misalnya, seorang
perawat yang bertugas di sebuah rumah sakit di Maluku, namun perawat
tersebut bukanlah berasal dari daerah Maluku serta tidak mengerti bahasa
yang digunakan masyarakat Maluku. Maka sebagai seorang perawat yang
profesional akan dituntut untuk beradaptasi dengan lingkungan, adat
istiadat, dan juga tata cara bahasa di Maluku. Maluku sendiri memiliki
daerah yang unik. Bukan hanya daerahnya saja yang unik akan tetapi
masyarakat yang didalamnya juga. Masyarakat Maluku yang terkenal
dengan suaranya yang besar serta bicaranya yang kasar, akan bisa
membuat seorang perawat ataupun seorang pendatang baru menjadi takut,
dan juga bisa menjadi tidak nyaman.
Banyak pendatang baru yang datang di Maluku guna mencari pekerjaan
ataupun mungkin dipindah tugaskan. Maluku yang memiliki Ibu kota
provinsinya yaitu kota Ambon. Banyak Rumah Sakit besar yang berdiri di
kota Ambon dan memiliki tenaga medisnya yang berasal dari luar Ambon.
Misalnya pada Rumah Sakit Tentara Tk II Prof.Dr. J.A.LATUMETEN

di

Ambon, yang memiliki perawat dari luar kota Ambon, maka perawat
tersebut diharapkan bisa menyesuaikan diri dengan pasiennya yang berasal
dari daerah tersebut, karena sebagian besar bahasa yang dipakai oleh

9

orang Ambon adalah bahasa ibu. Sehingga seorang perawat lintas budaya
yang bertugas dituntut untuk bisa menyesuaikan diri. Sehingga dalam
tindakan medis, guna menyelamatkan pasien tidak ada yang namanya
kesalahan komunikasi, yang bisa menimbulkan kesalahpahaman dalam
penerapan asuhan keperawatan.
Seorang perawat tidak mungkin mampu melakukan tugas dan
tanggungjawabnya sendiri tanpa bantuan dari rekan perawat maupun other
health care providers. Perawat juga perlu memahami bahwa ketika terjalin
komunikasi yang baik antara perawat dan pasien, maka tingkat kepuasan
pasien akan meningkat dan pasien akan segera sembuh. Namun jika suatu
komunikasi tidak berjalan lancar antara perawat dan pasien, maka hal
tersebut akan berakibat fatal karena pasien bisa menjadi lebih stres dan
tingkat kepuasan pasien akan menurun. Sehingga komunikasi sangat
diperlukan dalam hal ini, dan oleh sebab itu sangat diperlukan adaptasi
yang baik dari seorang perawat lintas budaya.
1.2

Rumusan Masalah
Terkait uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu:
1. Bagaimana gambaran Komunikasi Lintas Budaya perawat di Rumah
Sakit?
2. Bagaimana strategi perawat untuk mengatasi hambatan komunikasi
lintas budaya dalam praktek keperawatan?

10

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum :
a. Mengetahui gambaran komunikasi lintas budaya yang terjadi di Rs
Tentara Tk II Prof. Dr. J.A.LATUMETEN Ambon.
Tujuan Khusus :
a. Mendeskripsikan tentang hambatan, proses adaptasi, dan strategi
perawat dalam mengatasi hambatan komunikasi lintas budaya yang
terjadi dalam praktek keperawata di Rs Tentara Tk II Prof. Dr. J.A.
LATUMETEN.
1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1

Manfaat teoritis

Sebagai

bahan

referensi

guna

menambah

kepustakaan

dalam

pembelajaran terutama tentang keperawatan lintas budaya.
1.4.2

Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi penulis
Menambah

wawasan

penulis

mengenai

ilmu

keperawatan

antropologi terutama mengetahui bagaimana seorang perawat lintas budaya
yang bertugas diluar daerahnya dalam proses komunikasi dengan pasien
untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam menyampaikan maksud
dan tujuan.
1.4.2.2 Bagi lembaga kesehatan

11

Sebagai masukan untuk membangun kualitas komunikasi bagi para
perawat yang bertugas sebagai perawat lintas budaya, karena pelayanan
kesehatan bukan hanya diberikan kepada masyarakat setempat saja yang
sama akan budaya dan adat istiadatnya, akan tetapi bisa berbaur dengan
masyarakat yang berbeda budayanya dan juga adat istiadatnya, sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam memberikan tindakan keperawatan.
1.4.2.3 Manfaat Bagi Perawat Lintas Budaya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, serta
masukan-masukan terutama bagi seseorang yang menyandang profesi
sebagai perawat saat harus meninggalkan daerah asalnya untuk bertugas
didaerah luar yang berbeda budaya darinya, sehingga bisa menghindari
yang namanya culture shock.
1.4.2.4 Bagi Peneliti berikutnya
Dapat dijadikan bahan pertimbangan atau juga dapat dikembangkan
lebih lanjut dan lebih bisa digunakan sebagai bahan referensi terhadap
penelitian serupa.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Komunikasi Lintas Budaya Perawat di Rumah Sakit Tentara TK II Prof. Dr. J.A.Latumeten Kota Ambon T1 462012020 BAB II

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Komunikasi Lintas Budaya Perawat di Rumah Sakit Tentara TK II Prof. Dr. J.A.Latumeten Kota Ambon T1 462012020 BAB IV

0 0 45

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Komunikasi Lintas Budaya Perawat di Rumah Sakit Tentara TK II Prof. Dr. J.A.Latumeten Kota Ambon T1 462012020 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Komunikasi Lintas Budaya Perawat di Rumah Sakit Tentara TK II Prof. Dr. J.A.Latumeten Kota Ambon

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Komunikasi Lintas Budaya Perawat di Rumah Sakit Tentara TK II Prof. Dr. J.A.Latumeten Kota Ambon

0 0 54

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge Planning di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta T1 462012017 BAB I

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perawat dalam Pelaksanaan Discharge Planning di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta T1 462012017 BAB II

0 0 21

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB II

0 0 12

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Lintas Budaya Selama “Sawasdee Project 21” di Ratchaburi, Thailand T1 BAB II

0 0 9

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Komunikasi Lintas Budaya Selama “Sawasdee Project 21” di Ratchaburi, Thailand T1 BAB I

0 2 6