PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA SMA: Studi Pengembangan di Kelas X SMA Negeri 19 Garut Tahun Pelajaran 2010/2011.
i DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu PENGANTAR Bismillahirrohmaanirrohiim.
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh
Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT. Akhirnya dengan segala daya dan upaya serta rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: ”Program Bimbingan dan Konseling Dalam Upaya Mengembang-kan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X SMAN 19 Garut Tahun Pelajaran 2010/2011”.
Tesis ini penulis ajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Koseling Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Permasalahan utama penelitian ini difokuskan pada upaya untuk menghasilkan produk model program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA dan menguji tingkat efektivitas program tersebut. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011.
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan dan menguji efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMAN 19 Garut. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor di SMA dalam upaya membantu siswa mengembangkan kecerdasan emosionalnya untuk mencapai kesuksesan dalam belajar, pribadi-sosial dan karir sekarang dan dimasa mendatang.
(2)
ii DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Secara keseluruhan tesis ini terdiri dari lima bab; bab I pendahuluan, bab II landasan teoritis tentang program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA, bab III metodologi penelitian, bab IV hasil dan pembahasan penelitian dan bab V kesimpulan dan saran-saran.
Akhirnya, mudah-mudahan tesis ini bermanfaat dan menjadi ibadah bagi penulis khususnya dan pihak-pihak yang terkait dengan bidang bimbingan dan konseling di SMA dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa serta siapa saja yang memerlukannya.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh.
Bandung, Juli 2011 Penulis,
(3)
iii DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji bagi Alloh SWT., tesis ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan rencana. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan tesis ini banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan berupa dorongan, pemikiran dan moril dari berbagai pihak. Penulis pada kesempatan ini mengucapkan banyak terima kasih (Jazakumullohu Khairon Katsiron) kepada:
1. Orang tua tercinta, sembah sujud dan hormat tak terhingga penulis sampaikan, karena berkat do’a dan dorongannya dengan tulus dan ikhlas serta kasih sayangnya hingga kini yang senantiasa diberikan kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M.Pd. selaku pembimbing I. Di tengah-tengah kesibukannya, senantiasa meluangkan waktu memberikan bimbingan, kemudahan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Bapak Dr. M. Solehuddin, M.A, M.Pd. selaku pembimbing II juga ditengah-tengah kesibukannya sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Dasar Pascasarjana UPI Bandung dengan penuh kesabaran dan ketulusan telah membimbing, mendorong, memberikan solusi dan pemikiran sehingga selesainya penulisan tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.P.d selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Pascasarjana Universitas Pendidikan Indomesia Bandung yang telah banyak emberikan kemudahan dan dorongan dalam proses menyelesaikan tesis ini. Selain itu juga telah membantu
men-judgement desain program bimbingan dan konseling komprehensif dalam
(4)
iv DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
rasional instrumen penelitian sehingga program dan intrumen tersebut dapat diujicobakan ke lapangan.
5. Bapak Dr. Budi Susetyo, M.Pd. , Nandang Budiman, S.Pd., M.Psi yang juga telah meluangkan waktu untuk men-judgement instrumen penelitian yang penulis buat. Terima kasih telah memberikan masukan-masukan guna kesempurnaan penulisan intsrumen tersebut.
6. Bapak Prof. Dr. Ahman, M.Pd juga disela-sela kesibukannya sebagai Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI Bandung telah meluangkan waktu untuk melakukan judgmenent desain program bimbingan dan konseling dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Terima kasih banyak atas masukan, saran dan bantuan berupa pemikiran-pemikirannya untuk kesempurnaan desain program tersebut.
7. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas bimbingan selama perkuliahan yang begitu banyak manfaat dan kegunaannya bagi penulis, terutama dalam menambah wawasan tentang perkembangan ilmu dan pengetahuan khususnya profesi bimbingan dan konseling.
8. Ibu Kepala SMA Negeri 19 Garut Dra. Rochayati Harmaen, M.Pd, selaku kepala sekolah, kepada para guru bimbingan dan konseling, guru mata pelajaran, staf pegawai SMAN 19 Garut yang telah memberikan izin, informasi, data dan waktu untuk melakukan proses penelitian, juga para siswa khususnya siswa kelas X tahun pelajaran 2010/2011 selama kurang lebih empat bulan telah mengikuti program bimbingan dan konseling dengan penuh kesungguhan.
(5)
v DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
9. Mahasiswa S-2 pogram studi bimbingan dan konseling angkatan tahun 2009 yang telah membantu berupa dorongan dan tempat bertukar pikiran selama penulisan tesis ini. Spesial untuk angkatan 2009 kelas B: Kang Usup,
Ustadz Apip, Trio Bali: P. Agus S., I.Gede Tresna dan K. Suhardita, Pak
Iwa, Pak Rudi, Ujang K., Sitta RM., Ulfah, Bayu, Ambar, Ibu Wiwi, Ibu Ika, Ibu Farida, Ibu Anita dan Kang Hendri, yang telah banyak memberikan dorongan bagi penulis.
10. Istri tercinta Elis Siti Juariah, S.Pd yang telah banyak membantu, berkorban berupa dorongan moral dan material selama proses perkulihan sampai selesai penulisan tesis ini. Juga anak-anak yang tercinta dan dibanggakan ; Muhammad Faza Firdaus, Muhammad Abshar Shiddieq, Annisa Nurul ’Aini dan Mutiara Fatimah Az zahra.
11. Pihak-pihak lain yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucpkan terima kasih. Akhirnya kepada Alloh SWT., jualah segalanya dikembalikan. Semoga kebaikan yang telah diberikan dibalas oleh Alloh SWT., dengan pahala berlipat ganda dan dicatat sebagai amal sholeh. Jazakumullohu Khoiron Katsiron. Amiin
Bandung, Juli 2011 Penulis,
(6)
vi DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAKSI ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GRAFIK... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Asumsi Penelitian ... 13
F. Hipotesis ... 14
G. Metode Penelitian ... 14
H. Subjek dan Sampel Penelitian ... 15
Bab II Bimbingan dan Konseling Komprehensif dalam Upaya Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa A. Konsep Kecerdasan Emosional ... 16
1. Pengertian Emosi ... 16
2. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik ... 18
3. Karakteristik Perkembangan Emosi ... 19
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emosi ... 25
5. Perkembangan Emosi Remaja ... 25
6. Emosi dan Kecerdasan ... 32
7. Konsep Kecerdasan Emosi ... 37
(7)
vii DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Komprehensif
... 50
2. Komponen Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif ... 62
a. Layanan Dasar ... b. Layanan Responsif ... c. Perencanaan Individual ... d. Dukungan Sistem ... 63 65 67 69 3. Prinsip-prinsip BK Komprehensif ... 70
4. Standar Program BK Komprehensif ... 73
5. Tujuan, Fungsi, Bidang adan Azas Bimbingan dan Konseling Komprehensif ... 76
D. Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa SMA Melalui Program Bimbingan dan Konseling Komprhensif ... 84
Bab III Metodologi Penelitian A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 95
B. Subjek dan Sampel Penelitian ... 96
C. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 97
1. Definisi Operasional ... 97
2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 100
3. Penulisan Item ... 102
4. Judgement Instrumen Secara Rasional ... 102
5. Uji Coba Secara Empiris ... 105
a. Uji Validitas ... 105
b. Uji Reliabilitas ... 107
D. Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian ... 109
(8)
viii DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian
A. Hasil Penelitian ... 114
1. Profil Kecerdasan Emosional Siswa Sebelum Treatment ... 114
2. Rumusan Program BK Komprehensif dalam Upaya Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siwa ... 119
3. Profil Kecerdasan Emosional Siswa Setelah Treatment... 150
4. Efektivitas Program BK Komprehensif dalam Upaya Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa... ... 156
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 161
1. Profil Kecerdasan Emosional Siswa Sebelum Treatment ... 161
2. Pelaksanaan (Treatment) Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif dalam Upaya Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siwa ... 169 3. Profil Kecerdasan Emosional Siswa Setelah Treatment... 191
4. Efektivitas Program BK Komprehensif dalam Upaya Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa... 203
Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi A. Kesimpulan... 214
B. Rekomendasi ... 217
Daftar Pustaka ... 219
Lampiran-Lampiran ... Lampiran 1 : Surat-surat Permohonan Izin Penelitian ... 223
Lampiran 2 : Surat Keterangan Kepala Sekolah ... 224
Lampiran 3 : SK Pembimbing Penulisan Tesis ... 225
Lampiran 4 : Alat Pengumpul Data... 227
Lampiran 5 : Hasil Perhitungan Uji Coba Validitas dan Reliabilitas ... 231
Lampiran 6 : Data Hasil Penelitian Pre-test dan Post-test Kecerdasan Emosional Siswa 241 Lampiran 7 : Perhitungan Kategori Kecerasan Emosional Secara Umum dan Setiap Aspek Kecerdasan Emosional Sebelum dan Sesudah Treatment... 253
(9)
ix DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Lampiran 8 : Satuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok...
259 Lampiran 9 : Surat Pernyataan Judgement Instrumen
Penelitian dan Desain program ... 276
RIWAYAT HIDUP ...
(10)
x DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 : Unsur-unsur Kecerdasan Emosional ... 46 Tabel 2.2 : Perbedaan Model BK Komprehensif dengan Model BK
Tradisional ... 59 Tabel 3.1 : Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Emosional ... 101 Tabel 3.5 : Hasil Uji Coba Validitas Instrumen Kecerdasan
Emosional Siswa ... 106 Tabel 4.1 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa Secara Umum
Sebelum diberikan Treatment ... 115 Tabel 4.2 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa dari Aspek
Kesadaran Diri Sebelum diberikan Treatment... 115 Tabel 4.3 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa dari Aspek
Mengelola Emosi Sendiri Sebelum diberikan
Treatment... 116 Tabel 4.4 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa dari Aspek
Memotivasi Diri Sendiri Sebelum diberikan
Treatment... 117 Tabel 4.5 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa dari Aspek Mengenal
Emosi Orang Lain Sebelum diberikan
Treatment... 118 Tabel 4.6 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa dari Aspek Hubungan
Sosial Sebelum diberikan Treatment... 119 Tabel 4.7 : Layanan Dasar Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Dalam Upaya Mengembangka Kecerdasan Emosional
Siswa ... 132 Tabel 4.8 : Layanan Responsif Bimbingan dan Konseling
Komprehensif Dalam Upaya Mengembangka Kecerdasan
Emosional Siswa ... 135 Tabel 4.9 : Perencanaan Individual Dalam Upaya Mengembangka
Kecerdasan Emosional Siswa ... 137 Tabel 4.10 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa Secara Umum
Setelah diberikan Treatment ... 150 Tabel 4.11 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa dari Aspek
Kesadaran Diri Setelah diberikan Treatment...
151 Tabel 4.12 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa dari Aspek
Mengelola Emosi Sendiri Setelah diberikan
Treatment... 151 Tabel 4.13 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa dari Aspek
Memotivasi Diri Sendiri Setelah diberikan
(11)
xi DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 4.14 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa dari Aspek Mengenal Emosi Orang Lain Setelah diberikan
Treatment... 153 Tabel 4.15 : Profil Kecerdasan Emosional Siswa dari Aspek Hubungan
Sosial Setelah diberikan Treatment... 154 Tabel 4.16 : Perbandingan Profil Kecerdasan Emosional siswa
Sebelum dan Setelah Treatment ... 155 Tabel 4.17 : Hasil Uji Normalitas ... 157 Tabel 4.18 : Hasil Uji Homogenitas Skor ... 158 Tabel 4.19 : Profil Kecerdasan Emosional Sebelum dan Sesudah
(12)
xii DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 : Butir Terendah Aspek Perkembangan Siswa... 130 Grafik 4.2 : Gambaran Kecerdasan Emosional Siswa ... 131
(13)
xiii DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 : Bimbingan dan Konseling Bagian Integral Proses
Pendidikan ... 8 Bagan 2.1 : Model Program Bimbingan dan Konseling
Komprehensif ... 60 Bagan 2.2 : Komponen Program BK Komprehensif... 63 Bagan 3.1 Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian ... 111
(14)
1 DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang. Sukses menunjukkan tercapainya sesuatu yang diinginkan atau diharapkan. Kesuksesan berkaitan dengan tujuan (goals) yang diinginkan. Ukuran kesuksesan setiap orang atau lembaga memiliki standar ukuran yang berbeda-beda. Artinya sukses itu relatif sifatnya.
Di sekolah kata sukses senantiasa menjadi impian dan harapan baik siswa maupun guru di sekolah. Kesuksesan sekolah adalah tercapainya tujuan yang telah ditargetkan oleh sekolah. Bagi guru mata pelajaran kesuksesan adalah keberhasilan dalam mengajar yang dapat dilihat dari ketuntasan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Pemahaman tersebut ditunjukkan dengan perolehan nilai akademik yang melebihi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan. Peserta didik melihat kesuksesan sebagai keberhasilan dalam mencapai harapan dan keinginan yang didambakan, seperti dapat nilai yang baik, naik kelas, dapat diterima di perguruan tinggi yang diinginkan dan sebagainya.
Kesuksesan dalam pendidikan, khususnya di sekolah menengah nampak lebih menekankan kepada aspek intelektual atau kognitif, dengan indikator nilai akademik yang diperoleh siswa Sementara disisi lain terjadi kemorosan dan kekurangwaspadaan terhadap perkembangan sosial dan emosional peserta didik di sekolah. Pandangan tersebut relevan dengan pernyataan Syamsu Yusuf (2005: 239) yang menyatakan: bahwa pendapat lama menunjukkan bahwa kualitas
(15)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
intelegensi, kecerdasan dalam ukuran intelektual atau tataran kognitif yang tinggi dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar atau meraih kesuksesan dalam hidupnya.
Dalam kenyataan, keberhasilan siswa tidak dapat dipisahkan dari kecerdasan emosionalnya karena aktualisasi diri individu yang optimal sejalan dengan tingkat kecerdasan emosionalnya (Bar-On, 2001). Sementara penelitian ahli-ahli psikologi menunjukkan bahwa kecerdasan rasional (IQ) paling tinggi menyumbang 20% terhadap keberhasilan seseorang, sedangkan 80% oleh faktor-faktor lainnya. Salah satu faktor-faktor pokok tersebut ialah kecerdasan emosional (Gibbs, 1995; Mayer & Salovey, 1997). Penelitian lain menunjukkan bahwa SMA-SMA di daerah Seattle, Washington, yang mengikuti program pelayanan peningkatan kecerdasan emosional menunjukkan kemajuan yang lebih baik dibandingkan dengan SMA-SMA lain yang tidak mengikutinya. Kemajuan tersebut diantaranya, yaitu ikatan yang lebih positif antara orang tua siswa dengan sekolah, para siswa berkurang perilaku agresifnya dan para siswi berkurang perilaku yang bersifat mencelakakan dirinya, berkurangnya skorsing tidak diizinkan masuk sekolah dan dikeluarkan dari sekolah bagi siswa yang berprestasi rendah, berkurangnya inisiatif dalam penggunaan obat-obat terlarang, berkurang-nya kenakalan, dan perolehan nilai yang lebih baik pada tes-tes prestasi belajar baku (Goleman, 1995). Penelitian Gerdes dan Mallinckrodt (1994) menunjukkan bahwa kemampuan emosional dan sosial mahasiswa menjadi prediktor yang sama baik atau bahkan lebih baik dari kemampuan akademik tentang retensi mahasiswa pada program sarjana.
(16)
3
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa kecerdasan emosional memiliki peran penting bagi kehidupan individu, dapat ditingkatkan, dan dipengaruhi lingkungan belajar daripada bawaan dalam perkembangannya. Hal tersebut juga dikemukakan Dunn & Brown (1991), Yekovich (1994), dan Mahoney, Cairns, & Farmer (2003).
Di sekolah, khususnya sekolah menengah atas (SMA), ada beberapa permasalahan yang cenderung mengarah kepada permasalahan-permasalahan emosional, seperti sering tidak hadir, datang terlambat, prestasi belajar yang rendah bukan karena kecerdasan intelektual yang lemah, mudah putus asa dalam mengerjakan tugas-tugas belajar, tidak mampu mengendalikan rasa marah, stress menghadapi permasalahan, cemas atau gugup serta takut menghadapi ujian (terutama ujian nasional), konflik sosial (perkelahian, marah-marah), pesimis dalam mencapai harapan, kurang disenangi teman-teman (terisolir), mudah tersinggung dan sebagainya.
Semua kejadian tersebut merupakan gejala-gejala gangguan emosional yang dialami oleh para siswa. Gejala-gejala siswa yang datang terlambat ke sekolah ini menunjukkan adanya indikator lemahnya motivasi belajar siswa, kesadaran diri sebagai siswa sangat kurang, pentingnya tepat waktu dalam mengikuti pembelajaran belum menjadi kebiasaan siswa.
Ditemukan juga ada siswa yang menunjukkan nilai akademik tinggi dibandingkan dengan teman-temanya ternyata secara sosial-emosional kurang disenangi oleh teman-teman. Hal tersebut karena siswa memiliki sifat-sifat yang menunjukkan lemahnya aspek sosial dan emosional, seperti tidak bisa bekerja
(17)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
sama, tidak empati, bahkan egois dan sombong, cepat tersinggung, reaktif, bicara sering menyinggung, konsep diri yang negatif, tidak mudah menerima saran dan kritik dari orang lain, menonjolkan kelebihan diri dan tidak menunjukan sikap asertif, tidak berani mengambil keputusan, kemadirian yang lemah, kurang berani mengambil resiko dan sebagainya.
Remaja merupakan masa yang diwarnai dengan berbagai permasalahan-permasalahan serta konflik-konflik peran. Hal tersebut tidak mengherankan, karena diawal-awal Erik Erikson (Calvin S. Hall, 1985:79) telah menyebutnya bahwa masa remaja (SMA) sebagai fase identitas versus kebingungan (identity vs
confusion), suatu fase dimana remaja bertanya-tanya tentang perkembangan
identitasnya sendiri, tempat dan peran dalam kehidupannya. Jika individu tak bisa menemukan tempat dan peran dalam kehidupannya, maka timbulah kebingungan tentang perannya. Masa krisis identitas v.s kebingungan. Terjadi pada usia ini karena remaja banyak mengalami konflik yang berhubungan dengan perkembangan identitas pribadi.
Pada masa remaja berjuang untuk menentukan siapa mereka sebenarnya, kemana mereka akan mengarahkan hidupnya dan bagaimana mereka dapat mencapai arah hidup itu. Pada masa ini remaja penuh dengan tekanan; dari orang tua, sekolah, teman sebaya, dari kelompok lawan jenis dan dari masyarakat pada umumnya. Tuntutan-tuntutan tersebut sering kali bertentangan. Ditengah kebimbangan ini, remaja mempunyai tugas untuk secara tuntas menentukan dimana dia berdiri dalam menghadapi segala harapan yang bervariasi itu.
(18)
5
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Apabila remaja itu gagal dalam menentukan dirinya, maka akan terjadi konflik peran dan remaja akan kehilangan tujuan dan arah hidupnya pada waktu-waktu mendatang. Dalam kondisi inilah remaja membutuhkan bimbingan atau bantuan secara konsisten dan menyeluruh untuk menjawab kesulitan-kesulitan mencari identitas; seperti siapa sebenarnya saya? Untuk apa saya hidup? Kemana arah hidup saya? Bagaimana saya mencapai tujuan tersebut? Apabila saya sampai pada tujuan tersebut, apa artinya bagi saya? Beberapa pertanyaan lain yang perlu bantuan dan bimbingan secara terarah dan sistematis dari orang tua, guru di sekolah.
Kecerdasan emosional siswa bukan merupakan sifat bawaan namun dapat dikondisikan atau dilatih melalui proses pendidikan. Kecerdasan emosional memiliki peran penting bagi kehidupan individu, dapat ditingkatkan, dan banyak dipengaruhi lingkungan belajar daripada bawaan dalam perkembangannya, hal tersebut dikemukakan Dunn & Brown (1991), Yekovich (1994), dan Mahoney, Cairns, & Farmer (2003). Oleh karena itu, proses pendidikan yang dilakukan guru, dikemas dan diolah dengan tidak hanya melibatkan kemampuan intelektual saja melainkan juga mengedepankan kemampuan dan perilaku yang mencerminkan kondisi kecerdasan emosional, sehingga hubungan antara guru dan siswa menjadi seimbang dan terciptalah hubungan pemebelajaran yang transaksional.
Pendidikan SMA berlandaskan pada tercapainya fungsi pendidikan nasional bagi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan
(19)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 3). Pasal 28 PP No. 17 tahun 2010 menyebutkan bahwa pendidikan menengah umum berfungsi meningkatkan kepekaan dan kemampuan mengapresiasi serta mengekspresikan keindahan, kehalusan dan harmoni.
Dalam mencapai fungsi tersebut pendidikan di SMA dilakukan melalui usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara ektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 ayat 1, Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 77 menyebutkan bahwa:
Pendidikan menengah bertujuan membentuk peserta didik menjadi insan yang: (a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berkepribadian yang luhur, (b) berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif; (c) sehat, mandiri dan percaya diri; dan (d) toleran, peka sosial, demokratis dan bertanggung jawab.
Pembinaan aspek kecerdasan emosional siswa perlu dikembangkan dalam sistem pendidikan nasional, khususnya di sekolah-sekolah. Pengembangan aspek-aspek emosional peserta didik ini seutuhnya tidak dapat dilaksanakan hanya mengandalkan proses kegiatan pembelajaran (KBM) guru di kelas saja dengan pendekatan mata pelajaran, namun perlu peran khusus di sekolah yang menangani pengembangan aspek emosional tersebut, yakni proses bimbingan dan konseling.
(20)
7
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Depdiknas (2007) menyatakan bahwa bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. Memandirikan peserta didik salah satunya adalah memandirikan aspek emosional siswa (Suherman, 2008).
Bimbingan dan konseling merupakan upaya proaktif dan sistematik dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang optimal, pengembangan perilaku efektif, pengembangan lingkungan perkembangan, dan peningkatan keberfungsian individu di dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses perkembangan, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan perkembangan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Bimbingan dan konseling memegang tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan lingkungan perkembangan, membangun interaksi dinamis antara individu dengan lingkungannya, membelajarkan individu untuk mengembangkan, memperbaiki, dan memperhalus perilaku.
Kemandirian peserta didik diwujudkan dalam perwujudan diri secara akademik, vokasional, sosial dan personal (Depdiknas, 2007). Dengan kata lain bahwa peran bimbingan dan konseling diarahkan kepada tercapainya kesuksesan peserta didik; yang mencakup sukses belajar, sukses sosial, sukses personal dan sukses karir. Pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut bukan hanya melibatkan aspek inelektual tetapi juga aspek – aspek kecerdasan emosional.
(21)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 1 :
BK Bagian Integral dalam Proses Pendidikan (Sumber : Depdiknas, 2007)
Program bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan SMA perlu mengarahkan layanan pada upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Hal itu dilakukan untuk mengimbangi kekurangan praktik pendidikan selama di SMA dalam peningkatan kecerdasan emosional siswa.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti tentang kegiatan bimbingan dan konseling, sudah terdapat beberapa materi layanan yang mengarah pada aspek emosional, seperti materi mengembangkan kemampuan memotivasi diri, keterampilan berkomunikasi, menumbuhkan rasan percaya diri, menanggulangi stres. Tetapi dilihat dari program bimbingan dan konseling belum terdapat program yang sistematis dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Hal tersebut disebabkan belum ditemukannya model program
(22)
9
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
bimbingan dan konseling yang dapat membantu para guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam upaya membantu mengembangankan kecerdasan emosional siswa secara efektif.
Karena itu perlu dikembangkan model program bimbingan dan konseling yang efektif bagi pengembangan kecerdasan emosional siswa. Program bimbingan dan konseling yang diberikan dengan pendekatan yang menyeluruh dan mengacu kepada pencapaian tugas-tugas perkembangan yang optimal. Khususnya tugas perkembangan yang menyangkut aspek-aspek emosional siswa. Model program bimbingan dan konseling yang komprehensif atau disebut juga bimbingan dan konseling perkembangan (karena menggarap semua aspek kehidupan peserta didik) merupakan kegiatan bimbingan dan konseling yang didasari fungsi pengembangan dengan prinsip antara lain: (1) dibutuhkan oleh semua peserta didik, (2) fokus pada kegiatan belajar peserta didik, (3) konselor dan guru merupakan fungsionaris yang bekerjasama, (4) berorientasi tim dan pelayanan konselor profesional, (5) memiliki dasar dalam psikologi anak. Kegiatan bimbingan dan konseling yang mencakup kegiatan layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan kegiatan dukungan sistem.
B. Rumusan Masalah
Tujuan layanan bimbingan dan konseling adalah untuk membantu konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya. Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu konseli agar (1) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya, (2) mampu mengembangkan keterampilan untuk
(23)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, dan (3) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya. Dalam upaya mengembangkan tujuan tersebut fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar dan karir.
Berdasarkan tujuan tersebut bimbingan dan konseling mencakup seluruh aspek kepribadian peserta didik, pencegahan terhadap timbulnya masalah-masalah yang akan menghambat proses perkembangannya, baik aspek personal, sosial, belajar dan karir. Bimbingan dan konseling dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi peserta didik, baik masalah sekarang maupun di masa yang akan datang. Sejalan dengan hal tersebut, maka program bimbingan dan konseling komprehensif harus dapat membantu memudahkan diri siswa dalam mengembangkan keseluruhan perkembangan aspek emosional secara optimal, sehingga terwujud siswa yang tangguh dalam menghadapi masalah masa sekarang dan mendatang sebagai akibat perubahan sosial, globalisasi dan pekembangan IPTEK yang cepat.
Aspek-aspek emosional yang perlu dikembangkan dalam program bimbingan dan konseling di sekolah mencakup pengembangan kesadaran diri siswa atau kemampuan mengenal emosi sendiri, kemampuan memotivasi diri sendiri; bersungguh-sungguh, bersikap optimis dan tidak mudah putus asa, mengenal emosi orang lain atau kemampuan berempati dan kemampuan berhubungan sosial (kerja sama, kemampuan berkomunikasi). Aspek-aspek
(24)
11
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tersebut besar pengaruhnya terhadap kesuksesan belajar, sosial, pribadi dan karir siswa.
Sejalan dengan penjelasan di atas, maka yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah: ”Bagaimana efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa kelas X SMAN 19 Garut?”. Pertanyaan penelitian pokok tersebut dirinci menjadi sub-sub pertanyaan sebagai berikut:
1) Bagaimana gambaran profil kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011 sebelum diberikan program bimbingan dan konseling komprehensif?
2) Program bimbingan dan konseling komprehensif seperti apa yang dapat mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMAN 19 Garut?
3) Bagaimana gambaran profil kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011 setelah diberikan program bimbingan dan konseling komprehensif?
4) Bagaimana efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMAN 19 Garut?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional. Pencapaian tujuan akan dilihat dengan pencapaian sebagai berikut:
(25)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Gambaran profil kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Garut sebelum diberikan program bimbingan dan konseling.
2. Rumusan program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Kabupaten Garut.
3. Profil kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011 setelah diberikan program BK komprehensif.
4. Efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMAN 19 Garut.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain ialah:
1. Dari segi teori, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi pendidikan dan bimbingan atau bimbingan dan konseling, memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai pengembangan kecerdasan emosional siswa SMA melalui program bimbingan dan konseling komprehensif.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada guru bimbingan dan konseling di SMA, para orang tua, dan guru dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa atau remaja. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam menyusun program bimbingan dan konseling komprehensif, khususnya di SMA dan umumnya di sekolah-sekolah lain dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
(26)
13
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3. Bagi peneliti lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan permasalahan penelitian yang sama, namun dengan subyek dan sampel yang berbeda dan lebih luas, jenis kegiatan dan strategi layanan bimbingan dan konseling yang lebih spesifik.
E. Asumsi Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, ada beberapa asumsi yang dijadikan titik tolak penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan peserta didik yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian (Depdiknas, 2007).
2. Kecerdasan emosional sebagai aspek kepribadian atau psikologis siswa setidaknya akan mengalami perubahan ke arah lebih baik, sehingga peserta didik bukan hanya aspek intelektual dan psikomotorik yang dapat dikembangkan namun juga aspek kecerdasan emosional.
3. Implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi peserta didik, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan
(27)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pribadi peserta didik sebagai makhluk yang berdimensi
biopsikososio-spiritual (biologis, psikis, sosial, dan biopsikososio-spiritual).
4. Dari berbagai hasil penelitian telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang jauh lebih penting dibandingkan dengan kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak barulah merupakan syarat minimal untuk meraih keberhasilan, kecerdasan emosilah yang sesungguhnya mengantarkan seseorang menuju punccak prestasi, buka IQ (Ary Ginajar Agustian, 2004:xx).
F. Hipotesis
Program bimbingan dan konseling komprehensif efektif dalam mengem-bangkan kecerdasan emosional siswa kelas X SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan gabungan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan prosedur penelitian dan pengembangan (research and
development). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka penelitian
menggu-nakan metode pra-eksperimen dengan desain prates-pascates satu kelompok atau
one group pretest-postest design. Untuk mengetahui efektivitas program
bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa menggunakan analisis perbedaan dua rata-rata atau uji coba melalui teknik uji t.
(28)
15
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu H. Subjek dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 19 Garut, yang melibatkan guru bimbingan dan konseling, kepala sekolah, guru mata pelajaran dan para siswa kelas X SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011. Untuk menguji efektivitas program bimbingan dan konseling dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa kelas X menggunakan sampel sebanyak 60 siswa.
(29)
95 DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab tiga ini dibahas hal-hal yang berkaitan dengan metode dan pendekatan penelitian, subjek dan sampel penelitian , instrumen penelitian, definisi operasional, prosedur dan langkah-langkah penelitian dan teknik analisis data penelitian.
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Studi ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan (research
and development). Dasar pertimbangan penggunaan pendekatan ini adalah
pendapat Borg, Gall dan Gall (2006) yang menyatakan bahwa strategi penelitian dan pengembangan efektif untuk mengembangkan dan menvalidasi produk pendidikan. Menurut Borg, Gall dan Gall (2006) produk yang dihasilkan melalui pendekatan ini adalah buku teks, film, instruksional, metode mengajar dan program-program. Dalam studi ini, program yang dihasilkan adalah model program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed methods designs (Cressweel, 2008). Menurut Creswell (2008) metode ini menggunakan campuran antara pendekatan kualitatif dan kuantitattif. Desain penelitian yang digunakan adalah explanatory mixed methods designs. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan melakukan kajian terhadap identifikasi kasus, identifikasi masalah dan uji efektivitas program. Pendekatan kualitatif digunakan untuk melakukan kajian
(30)
96
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
terhadap data dukungan lapangan dan observasi proses pelaksanaan program bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah.
B. Subjek dan Sampel Penelitian
Subjek penelitian terdiri dari: (1) ahli bimbingan dan konseling, (2) Guru bimbingan dan konseling, kepala sekolah dan para guru/wali kelas di SMAN 19 Garut dan (3) Siswa SMA Negeri 19 Garut kelas X tahun pelajaran 2010/2011. Secara rinci subjek penelitian tersebut pada setiap tahapan penelitian adalah sebagai berikut: Pada tahap studi lapangan pendahuluan dilibatkan 2 guru bimbingan dan konseling, guru mata pelajaran, kepala sekolah dan 60 siswa kelas X. Pada tahap uji kelayakan model program bimbingan dan konseling komprehensif melibatkan dua orang ahli bimbingan dan konseling. Pada tahap uji efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif melibatkan siswa sebanyak 60 siswa.
Alasan kelas X dijadikan subjek penelitian adalah, (1) siswa kelas X siswa yang baru memasuki pendidikan SMA yang secara emosional masih perlu lebih banyak dikembangkan dibandingkan dengan kelas XI atau XII, (2) dalam rangka menempuh proses pendidikan lebih efektif dan efisien, maka pengembangkan aspek emosional sebagai bagian dari kepribadian siswa yang lebih awal akan lebih memungkinkan siswa lebih sukses dalam belajar, pribadi-sosial dan sukses karir, (3) permasalahan-permasalahan pribadi-sosial yang menyangkut aspek emosional akan dapat diantisipasi karena sejak awal sudah diberikan pelatihan dan pendidikan melalui kegiatan layanan bimbingan dan konseling komprehensif.
(31)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu C. Pengembangan Instrumen Penelitian
1. Definisi Operasional
a. Program Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Program bimbingan dan konseling komprehensif dalam penelitian ini adalah satuan rencana kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan pada periode selama proses penelitian di semester genap tahun pelajaran 2010/2011 mulai bulan februari sampai mei 2011, terdiri dari sepuluh komponen program yaitu dasar pemikiran, visi dan misi penelitian, deskripsi kebutuhan, tujuan program, komponen program; layanan dasar dan layanan responsif, rencana operasional program atau action plan, pengembangan tema atau topik, pengembangan satuan layanan, evaluasi program dan anggaran biaya program dengan tujuan membantu peserta didik dalam mengembangkan kecerdasan emosional.
Layanan dasar yakni proses pemberian bantuan kepada seluruh peserta didik melalui kegiatan klasikal dan kelompok yang disajikan secara sistematis dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Layanan responsif yakni, pemberian bantuan kepada peserta didik atau konseli yang menghadapi kebutuhan dan permasalahan yang berhubungan dengan tingkat kecerdasan emosional yang rendah.
b. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengenal emosi sendiri atau kesadaran diri, mengelola emosi diri sendiri, memotivasi diri sendiri, mengenal emosi orang lain atau empati, dan kemampuan
(32)
98
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
berhubungan dengan orang lain (Salovey dalam Golemen, 2007:57-58) sebagaimana yang dinyatakan dalam pernyataan-pernyatan diri (self assessment) yang menggambartkan indikator-indikator setiap aspek kecerdasan emosional siswa. Secara rinci kelima aspek kecerdasan emosional beserta indikatornya sebagai berikut:
1) Mengenal emosi sendiri yakni kesadaran diri (self awareness) untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Dengan kata lain, kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi atau menamai perasaan. Dalam aspek mengenali emosi diri ini terdapat tiga indikator yakni: mengenal dan merasakan emosi sendiri, menjelaskan penyebab perasaan yang timbul, dan mengenal pengaruh perasaan terhadap tindakan, tidak larut dalam emosi, dan memikirkan akibat sebelum bertindak.
2) Mengelola emosi (managing emotion), yakni kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita. Dalam aspek mengelola emosi ini terdapat beberapa indikator: bersikap toleran terhadap frustrasi, mampu mengontrol atau mengendalikan marah secara lebih baik, memiliki perasaan positif tentang diri sendiri dengan orang lain, memiliki kemampuan untuk mengatasi stress, dapat mengurangi perasaan kesepian dan kecemasan dalam bergaul, menerima keadaan diri apa adanya, tidak menjadi korban
(33)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
perasaan negatif, dan tidak melakukan tindakan yang akan membuatnya menyesal kemudian har dan memiliki konsep diri yang positif.
3) Memotivasi diri sendiri (motivating onself), yakni menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Kemampuan ini merupakan hal yang amat penting dalam kaitan dengan memberikan perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri serta untuk berkreasi. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam kerja. Dalam aspek motivasi diri sendiri terdapat beberapa indikator: berusaha sungguh-sungguh untuk menyusun langkah-langkah mencapai tujuan, tidak mudah putus asa (bersikap optimis), dan memiliki rasa tanggung jawab.
4) Mengenal emosi orang lain (recognizing emotion in others) atau empati, yakni kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri. Kemampuan ini merupakan keterampilan bergaul dasar. Orang yang empati lebih mampu menangkap isyarat-isyarat sosial yang tersembunyi yang menunjukan apa yang dibutuhkan atau diinginkan orang lain. Dalam aspek mengenal orang lain terdapat beberapa indikator: mampu menerima sudut pandang orang lain, memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain dan mau mendengar pendapat orang lain.
5) Membina hubungan (handling relationships), yakni seni membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola orang lain. Ini merupakan keterampilan menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antarpribadi. Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan
(34)
100
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Dalam aspek membina hubungan ini terdapat beberapa indikator yaitu : memahami pentingnya membina hubungan dengan orang lain, dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain, memiliki kemampuan berkomunikasi denga orang lain, memiliki sifat bersahabat atau mudah bergaul dengan orang lain, merasa diutuhkan oleh teman sebayanya, memiliki perhatian terhadap kepentingan orang lain dan bersikap senang berbagi rasa dan bekerja sama dengan orang lain.
2. Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini kisi-kisi instrumen penelitian yang dikembangkan yakni, kuesioner atau angket tentang kecerdasan emosional Siswa SMA. Angket atau kuesioner merupakan seperangkat alat pengumpul data dengan menggunakan metode tertulis. Angket dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner tentang kecerdasan emosional siswa SMA. Aspek kecerdasan emosional yang terdapat pada kisi-kisi ini mencakup lima aspek yaitu aspek kesadaran diri, mengelola emosi diri sendiri, kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi orang lain dan kemampuan hubungan sosial.
Instrumen pengumpul data berupa angket ini berbentuk skala penilaian Likers dengan lima alternatif jawaban yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), kadang-kadang (K), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Hasil kisi-kisinya sebagai berikut:
(35)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Kecerdasan Emosional Siswa SMA Kelas X Sebelum Diuji Cobakan
DIMENSI INDIKATOR
Nomor Butir
Jumlah Butir (+) (-) Kesadaran Diri
Mengenal dan merasakan emosi
orang lain 1,2, 4 3
4 Menjelaskan penyebab perasaan
yang timbul 5 6
2 Mengenal pengaruh perasaan
terhadap tindakan 9 8, 10
3
Tidak larut dalam emosi 11 12 2
Memikirkan akibat sebelum
bertindak 13, 14
2 Mengelola Emosi Sendiri
Toleransi yang tinggi terhadap
frustasi 15 16
2 Dapat mengontrol atau mampu
mengendalikan perasaan marah secara lebih baik
18, 20, 22
17,19, 21
6 Memiliki perasaan yang positif
tentang diri sendiri, dan orang lain 22, 23 24
3 Dapat menanggulangi
kemampuan mengatasi stress
25, 26,
28 27,
4 Tidak mengalami kesepian dan
kecemasan dalam bergaul 29, 31 30
3 Menerima keadaan diri apa
adanya 32, 34 33,35
4 Tidak menjadi korban perasaan
negatif 37, 38 36
3 Tidak melakukan tindakan yang
akan membuatnya menyesal kemudian hari
40 39
2
Memotivasi Diri Sendiri
Berusaha sungguh-sungguh untuk menyusun langkah-langkah mencapai tujuan
41, 42,
43, 44 45
5 Tidak mudah putus asa (ersikap
optimis) 46, 49 47, 48
4 Memiliki rasa tanggung jawab 50, 51, 52, 53 4 Kemampuan
Mengenal Emosi Orang Lain atau Empati
Mampu menerima sudut pandang orang lain
54, 55,
56 57
4 Memiliki kepekaan terhadap
perasaan orang lain
59, 60, 63
58, 61, 62
6 Mau mendengar pendapat orang
lain 64, 65 66, 67
(36)
102
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Membina Hubungan Sosial atau Kerja sama
Memahami pentingnya membina hubungan dengan orang lain
68, 69,
71 70
4 Dapat menyelesaikan konflik
dengan orang lain
72, 73,
75 74, 76
5 Memiliki kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain
80, 81, 82
77, 78, 79
6 Memiliki sikap bersahabat atau
mudah bergaul dengan orang lain
83, 86, 88
84, 85, 87
6 Dibutuhkan oleh teman sebayanya 89, 90 91 3 Memiliki perhatian terhadap
kepentingan orang lain 92, 93
2 Bersikap senang berbagi rasa dan
bekerja sama 94, 95 96, 97
4
3. Penulisan Item
Penulisan item atau butir soal yang dikembangkan berdasarkan indikator yang telah ditetapkan.Untuk instrumen (angket) kecerdasan emosional siswa dapat dibuat sebanyak 100 item butir soal. Skala yang digunakan dalam instrumen kecerdasan emosional adalah skala Likert dengan rentang jawaban sangat sesuai, sesuai, kadang-kadang, kurang sesuai dan tidak sesuai.
4. Judgement Instrumen Secara Rasional
Sebelum instrumen kecerdasan emosional siswa SMA di-judgement oleh para pakar, instrumen diperiksa terlebih dahulu oleh dosen pembimbing secara cermat. Adapaun proses bimbingan pembuatan instrumen kecerdasan emosional yang peneliti lakukan sebanyak tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama dengan dosen pembimbing berkenaan dengan penyusunan instrumen butir soal, ternyata banyak perbaikan dan koreksi yang positif guna kesempurnaan penulisan instrumen tersebut. Koreksi atau perbaikan dari dosen pembimbing untuk langkah pertama sekitar 80 % harus diperbaiki. Perbaikan tersebut menyangkut (1)
(37)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
masalah penyusunan kalimat (construct) item yang belum atau kurang menggambarkan prilaku yang spesifik dan operasional, kalimat yang disusun terlalu panjang, (2) relevan isi (content) pernyataan item dengan indikator yang ditetapkan belum dan atau kurang tepat, dan (3) ada beberapa indikator perlu dihilangkahn karena ada beberapa indikator yang tumpang tindih, tidak sesuai dengan aspek kecerdasan emosional. Dengan demikian ada beberapa item yang harus diubah, diperbaiki dan sedikit yang dipertahankan.
Setelah mendapatkan masukan, selanjutnya menyusun kembali konstruk item sesuai dengan yang disarankan. Penulisan item disusun lebih sederhana dalam kalimat, spesifik, menggambarkan satu prilaku dan ada beberapa indikator yang dibuang, seperti indikator pada aspek kesadaran diri, aspek mengelola emosi sendiri dan dalam kemampuan hubungan sosial.
Item yang telah mendapatkan masukan tersebut diperiksa kembali pada pertemuan kedua oleh dosen pembimbing. Item yang penulis susun sekitar 100 item. Hasil dari proses bimbingan kedua ini adalah item yang mendapatkan persetujuan dari dosen pembimbing sekitar 60%. Hal-hal yang menjadi catatan adalah (1) Sudah ada beberapa item yang sesuai dengan indikator, (2) Ada beberapa item yang redaksi soalnya belum tersusun dengan baik dan kurang menggambarkan indikator dan (3) mendapatkan masukan lebih spesifik berupa contoh membuat item atau butir soal yang benar dari dosen pembimbing.
Setelah mendapatkan beberapa catatan yang harus diperbaiki, proses pembuatan instrumen penelitian kecerdasan emosional peneliti susun kembali sesuai dengan saran dan masukan dari dosen pembimbing.
(38)
104
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Instrumen yang telah dibuat berdasarkan perbaikan dan catatan pada langkah kedua, selanjutnya diajukan kembali kepada dosen pembimbing. Hasilnya ada sedikit catatan terutama pada aspek kemampuan hubungan sosial dan memberikan saran untuk disempurnakan dan ditimbang (judgmenet) oleh para pakar.
Tahap selanjutnya adalah judgement oleh para ahli (pengujian validitas konstruk) dengan tujuan untuk ditimbang (judgement) instrumen yang telah dirancang peneliti oleh para pakar atau judgement experts (Sugiono, 2010:177). Proses ini harus dilakukan agar instrumen yang telah dirancang memenuhi standar penelitian sehingga hasilnya layak untuk diuji coba. Pakar yang diminta untuk menilai dan memberi pertimbangan tentang kelayakan instrumen penelitian adalah pakar bimbingan dan konseling, pakar dalam tes psikologis.
Adapun yang menjadi penimbang untuk validasi rasional adalah Budi Susetyo, Nandang Budiman dan Syamsu Yusuf. Saran yang diberikan para ahli untuk instrumen ini adalah: (l) Ada beberapa item (butir soal) yang sama padahal indikatornya berbeda, uapayakan membuat butir tes masing-masing indikator butirnya berbeda. (2) Bahasa operasional harus disesuaikan dengan bahasa untuk tingkatan SMA sehingga mudah dipahami. (3) Butir tes yang disusun harus menggambarkan indikator serta menggunakan kata-kata operasional, lebih singkat dan hanya memiliki satu tingkah laku. (4) Jumlah butir soal jangan terlalu banyak, karena akan membuat jenuh siswa yang terpenting semua aspek terwakili oleh butir soal. (5) Ada beberapa indikator yang hampir sama, alangkah baik indikator tersebut disatukan. (7) Agar segera ke lapangan karena intrumen telah diperbaiki.
(39)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Setelah ditimbang dengan beberapa ahli, maka instrumen mengalami perubahan-perubahan yaitu perubahan indikator lebih sedikit dibandingkan dengan sebelumnya, perubahan item (butir tes) lebih singkat dan jelas berdasakan indikator.
5. Uji Coba Secara Empiris a. Uji Validitas
Uji coba secara empirik (uji validitas) dilakukan dengan menguji instrumen dari hasil uji coba kepada sampel penelitian. Smpel yang digunakan adalah siswa kelas X SMA Negeri 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011 sebanyak 50 (lima puluh) siswa. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi
product moment Pearson atau koefisen korelasi Pearson dibantu dengan
perhitungan statistik menggunakan program Excel 2007. Tujuannya adalah untuk memperoleh butir-butir secara lengkap yang memiliki tingkat homogenitas tinggi dan akan dijadikan butir tes. Rumus korelasi product moment adalah:
� = � − ( )( )
� �−( )� � �−( )�
Selanjutnya dalam memberikan interpretasi terhadap koefisien korelasi, Masrun menyatakan bahwa item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat kriterium minimal untuk memenuhi syarat adalah r= 0,30. Sehingga jika korelasi antara butir dengan skor total kurang dari r=0.30 maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak
(40)
106
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
valid (Suharsini Arikunto, 2009:75). Perhitungan uji validitas menggunakan penghitungan melalui Microsoft Excel 2007.
Hasil uji coba empiris untuk instrumen kecerdasan emosional kepada siswa kelas X SMA negeri 19 Garut tahun pelajara 2010/2011 sebanyak 50 siswa dengan menggunkan perhitungan Microsoft Office Excel 2007 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Hasil uji coba Validitas Instrumen Kecerdasan Emosional Siswa SMA Kelas X
N= 50. Nilai r pada Tk Kepercayaan 95% No.
Item
Hasil
Korelasi Keterangan
No. Item
Hasil
Korelasi Keterangan
1 0.336 Valid 50 0.427 Valid
2 0.313 Valid 51 0.493 Valid
3 0.349 Valid 52 0.025 Tidak Valid
4 0.340 Valid 53 0.097 Tidak Valid
5 0.475 Valid 54 0.387 Valid
6 0.366 Valid 55 0.110 Tidak Valid
7 0.423 Valid 56 0.518 Valid
8 0.311 Valid 57 -0.087 Tidak Valid
9 0.336 Valid 58 0.332 Valid
10 0.501 Valid 59 0.378 Valid
11 0.360 Valid 60 0.356 Valid
12 0.320 Valid 61 0.281 Tidak Valid
13 0.168 Tidak Valid 62 0.308 Valid
14 0.409 Valid 63 0.423 Valid
15 0.401 Valid 64 0.419 Valid
16 0.368 Valid 65 0.669 Valid
17 0.316 Valid 66 0.251 Tidak Valid
18 0.079 Tidak Valid 67 0.355 Valid
19 0.335 Valid 68 0.509 Valid
20 0.352 Valid 69 0.144 Tidak Valid
21 0.507 Valid 70 0.398 Valid
22 0.126 Tidak Valid 71 0.299 Tidak Valid
23 0.406 Valid 72 0.122 Tidak Valid
24 0.413 Valid 73 0.301 Valid
(41)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
26 0.351 Valid 75 0.495 Valid
27 0.072 Tidak Valid 76 0.424 Valid 28 0.275 Tidak Valid 77 0.026 Tidak Valid
29 0.416 Valid 78 0.046 Tidak Valid
30 0.434 Valid 79 0.353 Valid
31 0.396 Valid 80 0.329 Valid
32 0.121 Tidak Valid 81 0.217 Tidak Valid
33 0.374 Valid 82 0.408 Valid
34 0.252 Tidak Valid 83 0.146 Tidak Valid
35 0.373 Valid 84 0.305 Valid
36 0.068 Tidak Valid 85 0.018 Tidak Valid
37 0.425 Valid 86 0.466 Valid
38 0.330 Valid 87 0.360 Valid
39 0.149 Tidak Valid 88 0.286 Tidak Valid
40 0.382 Valid 89 0.307 Valid
41 -0.039 Tidak Valid 90 0.279 Tidak Valid
42 0.347 Valid 91 0.447 Valid
43 0.426 Valid 92 0.412 Valid
44 0.361 Valid 93 0.344 Valid
45 0.157 Tidak Valid 94 0.357 Valid
46 0.350 Valid 95 0.336 Valid
47 0.367 Valid 96 0.411 Valid
48 -0.153 Tidak Valid 97 -0.015 Tidak Valid 49 0.335 Valid
Berdasarkan hasil uji validitas diperoleh item-item yang valid sebagai berikut butir soal sebelum diujicobakan sebanyak 97 butir soal, setelah diuji cobakan jumlah butir soal menjadi 66 butir soal.
b. Uji Reliabilitas
Setelah mendapatkan sejumlah 66 butir soal yang telah diujicobakan secara empiris. Langkah selanjunya adalah menguji tingkat reliabilitas intrumen kecerdasan emosional. Suatu instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi atau memadai bila instrumen atau alat ukur tersebut digunakan mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau relatif sama. Pengujian reliabilitas
(42)
108
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
instrumen dilakukan dengan teknik belah dua (split half), yang dianalisis dengan rumus Spearman-Brown (Sugiono, 2007:190). Untuk keperluan ini maka butir-butir soal dibelah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok awal dan kelompok akhir (terlampir). Skor butir masing-masing kelompok dijumlahkan sehingga menghasilkan skor total. Selanjutnya skor total antara kelompok ganjil dan kelompok genap dikorelasikan dengan rumus korelasi product moment. Diketahui berdasarkan hasil perhitungan korelasi product moment antara jumlah total kelompok ganjil dan kelompok genap diperoleh hasil r =0.715 (Hasil perhitunga microsoft excel dari data keseluruhan terlampir). Koefisien korelasi tersebut selanjutnya dimasukan dalam rumus Spearman-Brown:
r11 =
2.�1 21 2 (1+�1 21 2)
(Suharsini Arikunto, 2009:95)
Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh koefisien korelasi skor kelompok ganjil dan kelompok genap sebesar r11 = 0,715 Hasil perhitungan reliabilitas item selengkapnya sebagai berikut:
r11 =
2 X 0.715 (1+0.715) =
1.431
1.715 = 0,834
Jadi berdasarkan hasil tersebut maka instrumen penelitian kecerdasan emosional sudah reliabel seluruh butirnya, maka instrumen dapat digunakan untuk pengukuran dalam rangka pengumpulan data.
(43)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu D. Prosedur dan Langkah-langkah Penelitian
Adapun prosedur penelitian yang dilakukan dalam studi ini adalah sebagai berikut.
1. Tahap pertama
Tahap pertama penelitian ini adalah studi pendahuluan dan perencanaan dengan kegiatan yang dilakukan adalah (a) melakukan kajian teoritis tentang konsep-konsep kecerdasan emosional dan pengembangannya, (b) memotret kondisi aktual tentang program layanan dasar bimbingan dan konseling yang dilaksanakan, melalui survey, kuesioner, wawancara dengan guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling, wali kelas, (c) memotret profil kecerdasan emosional siswa melalui kuesioner tentang kecerdasan emosional siswa SMA. Sehingga data awal yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif.
2. Tahap kedua
Tahap kedua penelitian ini peneliti menyusun dan merancang program hipotetik bimbingan dan konseling komprehensif yang berorientasi pada pencegahan dan pengembangan dalam meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik SMA. Dalam penyusunan model bimbingan dan konseling tersebut peneliti elakukan diskusi dengan beberapa guru bimbingan dan konseling SMA dan berkonsultasi dengan para ahli bimbingan dan konseling agar model yang dihasilkan layak secara teoritis untuk digunakan dalam pelayanan meningkatkan kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 19 Garut. Model hipotetik program
(44)
110
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
bimbingan dan konseling konprehensif terdiri atas sepuluh komponen yaitu rasional, visi dan misi, deskripsi kebutuhan siswa, tujuan, komponen program, prosedur pelaksanaan, rencana operasional (action
plan), pengembangan topik dan pengembangan satuan layanan, evaluasi
program dan anggaran biaya. 3. Tahap ketiga
Tahap ketiga melakukan uji kelayakan program hipotetik bimbingan dan konseling konfrehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA. Kegiatan yang dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari para ahli bimbingan dan konseling serta guru bimbingan dan konseling SMA tentang kela yakan model hipotetik program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA.
4. Tahap keempat
Revisi model program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerditu kegiatan menjadikan masukan-masukan dari para ahli dan guru bimbingan dan konseling atau konselor di lapangan sebagai bahan untuk merevisi dan menulis kembali model bimbingan dan konseling komprehensif dlam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA.
5. Tahap kelima
Uji lapangan; yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan dan efektivitas program bimbingan dan konseling
(45)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMAN 19 Garut.
Secara skema prosedur penelitian dapat digambarkan di bawah ini :
Bagan 3.1
Prosedur & Langkah-langkah Penelitian
E. Teknik Analisis Data Penelitian
1. Untuk menjawab profil kecerdasan emosional siswa SMA dengan teknik kuantitatif menggunakan teknik prosentase atau analisis statistik yaitu dengan menghitung terlebih dahulu rata-rata hipotetik, standar deviasi. Rata-rata ideal atau retata hipotetik (RH) adalah perkalian antara jumlah item yang sudah valid dikali tiga. Standar deviasi (SD) ideal adalah 5.Kajian
Konseptual Kajian Empiris : a. Program BK
Komprehensif SMAN 19 Garut b. Upaya Guru
BK melalui Program BK untuk Meningkatakan Kecerdasan Emosional Siswa c. Profil Kecerdasan Emosional 2.Penyusunan Rancangan Program Hipotetik BK Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
3.Uji Rasional 4.Revisi Program
Awal
1.Uji Coba Efektivitas Program BK Komprehensif dalam Upaya Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa
(46)
112
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
selisih dari skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi enam (hasil perhitungan terlampir). Kemudian untuk menentukan kelompok kategori kecerdasan emosional kategori tinggi, sedang dan rendah dengan rumus : Tinggi = apabila X > RH + SD (1,25)
Sedang = apabila RH + SD (0,25) < X < RH + SD (1,25) Rendah = apabila X < RH + SD (0,25)
2. Untuk menjawab program hipotetik program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa dengan menggunakan focus group discussion dengan ahli bimbingan dan konseling.
3. Untuk mengetahui efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa menggunakan analisis perbedaan dua rata-rata atau uji coba melalui teknik uji t. Penelitian ini melakukan pengujian dua rata-rata populasi berkorelasi.
Rumus t-tes yang digunakan :
Dikatakan efektif program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa, apabila hasil perhitungan atau thitung lebih besar dari harga nilai ttabel dengan tarap kesalahan 5%.
(47)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif digunakan untuk memperoleh data kecerdasan emosional siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan angket/kuesioner tentang kecerdasan emosional yang mengacu pada indikator-indikator kecerdasan emosional siswa yaitu: kesadaran diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenal emosi orang lain dan membina hubungan sosial.
(48)
214
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Profil kecerdasan emosional siswa kelas X SMAN 19 Garut sebelum diberikan program bimbingan dan konseling cenderung sedang. Sebesar 70% termasuk kategori tingkat kecerdasan sedang dan 30% termasuk kategori rendah. Berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosional siswa sebelum diberikan program bimbingan dan konseling cukup bervariatif. Untuk aspek kesadaran diri cenderung sedang, ditunjukan dengan hasil penelitian sebesar 88.33% kategori sedang dan 11.67% kategori rendah. Aspek mengelola emosi sendiri cenderung rendah (46.67%) dan sebesar 38.33% kategori sedang. Aspek kemampuan memotivasi diri sendiri sebesar 60% kategori sedang dan 40% kategori rendah. Apek kemampuan mengelola emosi orang lain (empati) sebesar 76.67% kategori sedang dan 23.33% kategori rendah. Aspek kemampuan berhubungan sosial sebesar 58.33% kategori sedang dan 41.67% kategori rendah.
2. Rumusan program bimbingan dan konseling komprehensif yang dikembangkan dalam upaya mengembangkan kecerasan emosional siswa kelas X SMAN 19 Garut terdiri dari sepuluh komponen program yakni,
(49)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dasar pemikiran, visi dan misi program bimbingan dan konseling, deskripsi kebutuhan, tujuan program, komponen program, prosedur program, rencana operasional atau action plan, pengembangan topik dan satuan layanan untuk kegiatan sebelas pertemuan, evaluasi program dan anggaran biaya. Komponen program yang dikembangkan dalam program ini adalah layanan dasar dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional, layanan responsif, perencanaan individual dan dukungan sistem. Validasi rasional pakar bimbingan dan konseling terhadap program bimbingan dan konseling dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa menunjukkan bahwa program tersebut layak digunakan sebagai modus intervensi.
3. Profil kecerdasan emosional siswa kelas X SMAN 19 Garut setelah diberikan program bimbingan dan konseling cukup variatif antara yang tinggi dengan sedang. Sebesar 43.33% termasuk kategori tingkat kecerdasan tinggi dan 55% termasuk kategori sedang dan hanya 1.67% kategori rendah. Berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosional siswa sebelum diberikan program bimbingan dan konseling cukup bervariatif; Aspek kesadaran diri cenderung tinggi, ditunjukan dengan hasil penelitian sebesar 93.33% kategori tinggi dan 6.67% kategori sedang. Aspek mengelola emosi sendiri sebesar 13.33% kategori tinggi, sebesar 56.67% kategori sedang dan sebesar 30% kategori rendah. Aspek kemampuan memotivasi diri sendiri sebesar 71.67% kategori tinggi, 25% kategori sedang dan 3.33% kategori rendah. Aspek kemampuan mengelola emosi orang lain (empati) sebesar 40% kategori tinggi dan 55% kategori sedang dan hanya 5% kategori rendah.
(50)
216
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Aspek kemampuan berhubungan sosial sebesar 63.33% kategori tinggi, sebesar 31.67% kategori sedang dan 5% kategori rendah.
4. Pada umumnya terjadi peningkatan kecerdasan emosional siswa kelas X SMAN 19 Garut, baik secara keseluruhan maupun setiap aspek-aspek kecerdasan emosional siswa. Secara umum rata-rata kenaikan kecerdasan emosional siswa setelah diberikan program bimbingan dan konseling sebesar 8.61%. Berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosional siswa rata-rata kenaikan untuk aspek kesadaran diri sebesar 10.43%, aspek mengelola emosi sendiri sebesar 6.23%, aspek memotivasi diri sendiri sebesar 16.04%, aspek mengelola emosi orang lain (empati) sebesar8.20% dan aspek berhubungan sosial sebesar 7.15%.
5. Terdapat perbedaan yang signifikan profil kecerdasan emosional siswa sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) diberikan program kegiatan layanan bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Program bimbingan dan konseling komprehensif secara signifikan dapat mengembangkan kecerdasan emosional siswa kelas X SMAN 19 Garut baik secara keseluruhan maupun setiap aspek kecerdasan emosional siswa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program bimbingan dan konseling komprehensif efektif dapat mengembangkan kecerdasan emosional siswa kelas X SMAN 19 Garut tahun pelajaran 2010/2011.
(51)
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B. REKOMENDASI
Rekomenasi penelitian ditunjukkan kepada beberapa pihak yang terkait dengan hasil penelitian.
1. Sekolah (SMA), Guru bimbingan dan konseling perlu mengembangkan pemahaman tentang pentingnya mengembangkan kecerdasan emosional bagi kesuksesan hidup peserta didik, baik sukses belajar, pribadi-sosial dan karir sekarang dan yang akan datang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program BK komprehensif efektif dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Dengan demikian pihak sekolah, khususnya guru bimbingan dan konseling atau konselor perlu mengembnagkan, memperbaharui, atau menindaklanjuti program bimbingan dan konseling ini dalam pelaksanaan progra BK di sekolah-sekolah.
2. Peneliti selanjutnya, dapat mengkaji dan menguji ulang efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA dengan cara: (a) Menentukan subjek penelitian yang lebih bervariasi (misalnya dengan melibatkan beberapa tingkatan kelas atau sekolah, membandingkan kecerdasan emosional siswa kelas reguler dengan kelas akselerasi yang dominan menggunkan kriteria IQ dalam menentukan kelompok kelas. (b) Meneliti tentang kualifikasi guru bimbingan dan konseling dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa. (c) Mengembangkan suatu model program pelatihan bagi guru BK atau konselor atau model panduan dalam mengembangkan
(52)
218
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kecerdasan emosional baik untuk guru maupun siswa. (d) Dalam memva-lidasi desain program bukan hanya melibatkan pakar dalam bimbingan dan konseling, tapi melibatkan beberapa praktisi bimbingan dan konseling yang sudah berpengalaman. (e) Dalam melakukan treatment agar lebih banyak waktu atau pertemuan dalam memberikan pelatihan-pelatihan, konseling atau konsultasi, setting layanan bimbingan dan konseling lebih variatif (misalnya dilaksanakan di luar kelas, dilapangan). Hal tersebut perlu dilakukan karena komponen program bimbingan dan konseling komprehensif cukup variatif jenis kegiatan yang dilakukan dan lebih mengembangkan kerjasama dan kolaborasi dengan pihak-pihak yang terkait. (f) Berdasarkan hasil penelitian aspek kecerdasan emosional yang dirasakan paling sulit adalah aspek mengelola emosi sendiri, hal ini dapat ditindak lanjuti melalui penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PT-BK) dengan menggunakan teknik-teknik konseling yang ada.
(53)
219
DARYONO, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin. (2009). Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem pengajaran
Modul. Penerbit : Remaja Rosdakarya Bandung
Alberta. (2009).Special Education Branch. Guidelines for practice:
compre-hensive school guidance & counselling programs and services a program development and validation checklist. Alberta Education
Alex Sobur. (2003). Psikologi Umum. Penerbit : Pustaka Setia: Bandung.
Amelia Atika (2010), Program Bimbingan dan Konseling Untuk Mengembangkan
Kecerdasan Emosional Siswa (Penelitian Tindakan kolaboaratif Untuk
Mengembangkan Kecerdasan Emosioanl Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak). Tesis. Program Bimbingan dan Konseling Pascasarjana UPI Bandung
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), (2007), Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Departemen Pendidikan Nasional.
Caruso, D.R. & Wolpe, C.J. (2001). Emotional Intelligence at the Workplace. Dlama Ciarrochi, J., Forgas, J.P., & Mayer, J.D. (Eds.) Emotional
Inte-lligence in Everyday Life. Philadelphia, Pennsylvania: Psychology Press.
Dadang Howari, (2006), IQ, EQ, CQ, dan SQ Kriteria Sumber Daya Manusia
Berkualitas, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Depdiknas, (2007), Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal,
Dipubli-kasikan oleh Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Depdiknas, (2007), Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
dalam Jalur Pendidikan Formal, Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasio-nal Republik Indonesia
Departemen Pendidikan Nasional, (2003), Pelayanan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas
_____. (2006), Panduan Pengembangan Diri Untuk Sekolah Menengah, Jakarta Puskur Balitbang, Depdiknas.
Dunn, J. & Brown, J. (1991). Family Talk about Feeling States and Children’s Later Understanding of Other’s Emotions. Develommental Psychology, 27 (3), 448-455.
(1)
B. REKOMENDASI
Rekomenasi penelitian ditunjukkan kepada beberapa pihak yang terkait dengan hasil penelitian.
1. Sekolah (SMA), Guru bimbingan dan konseling perlu mengembangkan pemahaman tentang pentingnya mengembangkan kecerdasan emosional bagi kesuksesan hidup peserta didik, baik sukses belajar, pribadi-sosial dan karir sekarang dan yang akan datang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program BK komprehensif efektif dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Dengan demikian pihak sekolah, khususnya guru bimbingan dan konseling atau konselor perlu mengembnagkan, memperbaharui, atau menindaklanjuti program bimbingan dan konseling ini dalam pelaksanaan progra BK di sekolah-sekolah.
2. Peneliti selanjutnya, dapat mengkaji dan menguji ulang efektivitas program bimbingan dan konseling komprehensif dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa SMA dengan cara: (a) Menentukan subjek penelitian yang lebih bervariasi (misalnya dengan melibatkan beberapa tingkatan kelas atau sekolah, membandingkan kecerdasan emosional siswa kelas reguler dengan kelas akselerasi yang dominan menggunkan kriteria IQ dalam menentukan kelompok kelas. (b) Meneliti tentang kualifikasi guru bimbingan dan konseling dalam upaya mengembangkan kecerdasan emosional siswa. (c) Mengembangkan suatu model program pelatihan bagi
(2)
218 kecerdasan emosional baik untuk guru maupun siswa. (d) Dalam memva-lidasi desain program bukan hanya melibatkan pakar dalam bimbingan dan konseling, tapi melibatkan beberapa praktisi bimbingan dan konseling yang sudah berpengalaman. (e) Dalam melakukan treatment agar lebih banyak waktu atau pertemuan dalam memberikan pelatihan-pelatihan, konseling atau konsultasi, setting layanan bimbingan dan konseling lebih variatif (misalnya dilaksanakan di luar kelas, dilapangan). Hal tersebut perlu dilakukan karena komponen program bimbingan dan konseling komprehensif cukup variatif jenis kegiatan yang dilakukan dan lebih mengembangkan kerjasama dan kolaborasi dengan pihak-pihak yang terkait. (f) Berdasarkan hasil penelitian aspek kecerdasan emosional yang dirasakan paling sulit adalah aspek mengelola emosi sendiri, hal ini dapat ditindak lanjuti melalui penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PT-BK) dengan menggunakan teknik-teknik konseling yang ada.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin. (2009). Psikologi Kependidikan: Perangkat Sistem pengajaran Modul. Penerbit : Remaja Rosdakarya Bandung
Alberta. (2009).Special Education Branch. Guidelines for practice: compre-hensive school guidance & counselling programs and services a program development and validation checklist. Alberta Education
Alex Sobur. (2003). Psikologi Umum. Penerbit : Pustaka Setia: Bandung.
Amelia Atika (2010), Program Bimbingan dan Konseling Untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosional Siswa (Penelitian Tindakan kolaboaratif Untuk Mengembangkan Kecerdasan Emosioanl Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Pontianak). Tesis. Program Bimbingan dan Konseling Pascasarjana UPI Bandung
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), (2007), Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Departemen Pendidikan Nasional.
Caruso, D.R. & Wolpe, C.J. (2001). Emotional Intelligence at the Workplace. Dlama Ciarrochi, J., Forgas, J.P., & Mayer, J.D. (Eds.) Emotional Inte-lligence in Everyday Life. Philadelphia, Pennsylvania: Psychology Press. Dadang Howari, (2006), IQ, EQ, CQ, dan SQ Kriteria Sumber Daya Manusia
Berkualitas, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Depdiknas, (2007), Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Dipubli-kasikan oleh Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Depdiknas, (2007), Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasio-nal Republik Indonesia
Departemen Pendidikan Nasional, (2003), Pelayanan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang, Depdiknas
_____. (2006), Panduan Pengembangan Diri Untuk Sekolah Menengah, Jakarta Puskur Balitbang, Depdiknas.
(4)
220 Ellis. Albert. (2007). Terapi REB (Rational Emotive Behavior: Agar Hidup Bebas
Derita (Terjemahan). Yogyakarta: B-first.
Erford, Bradley T., (2004), Professional School Cunseling: A Handbook of Theories Programs and Practices. Texas: CAPS Press. Pro-Ed.Inc.
Furqon, (2009), Statistik Terapan Untuk Penelitian, Penerbit : Alfabeta Bandung Gysbers, Norman C. Life Career Development: A need Perspective for all
Counseling, Article 7 di http://counselingoutfitters.com /vistas/ vistas04 /7.pdf.
Ginanjar, A.A. (2004), Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Penerbit Arga.
Gottman, John, Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional (terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001 Goleman Daniel, (2007). Kecerdasan Emosional (terjemahan Hermaya T).
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
_____,2002. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
______,(2005), Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih penting dari IQ (terjemahan T. Herman), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Hall, Calvin S., dan Lindzey, Garder. (1985). Introduction to Theories of Perso-nality. New Jersey: John Wiley and Sons.
Hernowo. (2006). Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Kreatif. Bandung: MCL
Hurlock, E. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga http:/mm.uns.ac.id/jurnal.php?ket=detail did=488)
Mahoney, L.L., Cairns, B.D. & Farmer, T.W. (2003). Promoting Interpersonal Competence and Eduatipnal Success Trought Extracurricular Activity Participation. Journal of Educational Psychology, 95 (2), 409-418.
Nurihsan. Juntika (2005), Konseling Kolaboratif Berbasis Kompetensi. Dalam Pendidikan dan Konseling di Era Global : Dalam Perspektif Prof. Dr. M. Djawad Dahlan. Bandung: Rizqi Press.
(5)
McQuilan. Mark K & Commissioner. George A Coleman.(2008). Comprehensive School Counseling; A Guide to Comprehensive School Counseling Program Development. Matt Falconer, Editor, Deborah, Disigner.
Mayer. John D., David R. Caruso, Peter Salovy, (2000), Journal :Emotional Intelligence Meets traditional Standards for an Intelligence, University of New Hampsire, Durham, NH. USA, 267-295.
______, (2000), Models of Emotional Intelligence. Cambridge, UK: Cambridge Universiy.
______, (2004), Emotional Intelligence: Theory, Findings, and Implications, Psychological Inquiry.
Mark K McQuilan, George A Coleman, (2008), Comprehensive School Counseling, A guide to Comprehensive School Counseling Program Development, Matt Falconer
Nana Syaodih Sukmadinata, (2007), Bimbingan dan Konseling Dalam Praktek: Mengembangkan Potensio dan Kepribadian Siswa, Bandung: Maestro _____, (2008), Metode Penelitian Pendidikan, Bandung ; Maestro.
Natawidjaja. Rochman (2009). Konseling Kelompok Konsep Dasar dan Pendekatan. Bandung: Rizqi
Neeley Shirley J. (2004),A Model Comprehe nsive, Developmental Guidance and Counseling Program fo r Texas Public Schools A Guide for Program Development Pre-K-12th Grade. Texas Education Agency
Ramli. M . Model Konseling Berbasis Permainan Simulasi Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam Jurnal Bimbingan dan Konseling Volume XIII, No. 1 Mei 2010 hal 88 – 115. ABKIN: Bandung.
Schmidt. John J. (2003). Counseling In Schools: Essential Services and Comprehensive Programs. Pearson Education. Inc.
Segal. Jeanne. (202). Melejitkan Kepekaan Emosional. Kaifa. Mizan Bandung Shapiro, L.E. 1998. Mengajar Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta: PT
Gramedia.
Shapiro, L. (1997). How to raise your child’s EQ ?. New York: Harper www.algarveowl.com/EQ/ei-aware.html, 19 september 2009
(6)
222 Supriatna. Mamat & A. Juntika Nurihsan (2005). Pendidikan dan Koseling di Era Globalisasi Dalam Perspektif Prof. Dr. M. Djawad Dahlan. Bandung: Rizqi
Surya. Muhamad (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro
Sunarto & Agung, Hartono. (2002). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Stein. Steven J & Howard E. Book. (2003). Ledakan EQ; 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Kaifa. Mizan: bandung.
Willis, Sofyan. (2004). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta
_______. (2005). Remaja dan Masalahnya. Bandung : Alfabeta.
Yekovich, F.R. (1994). Curren Issues in Research on Intelligence. ERRIC Digest. ED 38560.
Yeung. Rob. (2009). The New Rules Emotional Intelligence (Terjemahan). Publishing One.
Yusuf. Syamsu dan A. Juntika Nurihsan, (2008), Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.