EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

AGUNG CAHYONO

Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Desain penelitian ini adalah One-Group Pretest-Posttest. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 19 Bandar-lampung tahun pelajaran 2014/2015. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIIB yang diambil dengan teknik purposive sampling. Data penelitian diperoleh dari tes kemampuan berpikir kritis matematis. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan ujit observasi berpasangan dan uji proporsi. Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa Pembelajaran Socrates Kontekstual tidak efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Kata kunci: efektivitas, berpikir kritis matematis, socrates kontekstual


(2)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh Agung Cahyono

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR

KRITIS MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

(Skripsi)

AGUNG CAHYONO

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(4)

vi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ...10

D. Manfaat Penelitian ...10

E. Ruang Lingkup Penelitian ... .11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ...13

B. Metode Socrates ... 15

C. Pendekatan Kontekstual ... 19

D. Berpikir Kritis ... 23

E. Kerangka Pikir ... 26

F. Anggapan Dasar dan Hipotesis ... 28

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ...30

B. Desain Penelitian...30

C. Prosedur Penelitian ...31

D. Data Penelitan ... 33


(5)

vii F. Teknik Analisis Data ... 42

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 46 B. Pembahasan ... 49

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ...54 B. Saran ...54

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. PERANGKAT PEMBELAJARAN

A.1 Silabus Pembelajaran... 61

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 66

B. PERANGKAT TES B.1 Kisi-Kisi Soal Tes Awal ... 117

B.2 Kisi-Kisi Soal Tes Akhir ... 118

B.3 Soal Tes Awal... 120

B.4 Soal Tes Akhir ... 121

B.5 Kunci Jawaban Tes Awal ... 123

B.6 Kunci Jawaban Tes Akhir... 128

B.7 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 133

B.8 Form Penilaian Validitas Tes Awal... 135

B.9 Form Penilaian Validitas Tes Akhir ... 137

C. ANALISIS DATA C.1 Validitas Butir Soal Tes Awal ... 141

C.2 Validitas Butir Soal Tes Akhir ... 142

C.3 Reliabilitas Soal Tes Awal ... 143

C.4 Reliabilitas Soal Tes Akhir... 144

C.5 Tingkat Kesukaran Soal Tes Awal ... 145

C.6 Tingkat Kesukaran Soal Tes Akhir ... 146

C.7 Daya Pembeda Soal Tes Awal... 147

C.8 Daya Pembeda Soal Tes Akhir... 149

C.9 Uji Normalitas ... 151

C.10 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata ... 152

C.11 Uji Proporsi ... 153

C.12 Analisis Pencapaian Indikator ... 154 D. LAIN-LAIN


(7)

iv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Jenis-Jenis Pertanyaan Socrates dan Contohnya ... 18

3.1 Bagan DesainOne-Group Pretest-Posttest ... 31

3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 35

3.3 Interpretasi Koefisien Validitas Butir Soal ... 37

3.4. Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 38

3.5. Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 39

3.6. Interpretasi Koefisien Daya Pembeda ... 41

3.7. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Awal ... 41

3.8. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Akhir ... 36

3.9 Uji Normalitas Skor Kemampuan Berpikir Kritis Matematis ... 43

4.1. Rekapitulasi Data Tes Awal dan Tes Akhir ... 46

4.2. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Data Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Pada Tes Awal dan Tes Akhir ... 47


(8)

(9)

(10)

(11)

MOTTO

Semua orang hebat berasal dari anak

muda yang banyak masalah, tapi

tetap fight dan survive

(Mario Teguh)


(12)

Persembahan

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang dan Sholawat beserta Salam selalu tercurah kepada Rasulullah

Muhammad SAW

Kupersembahkan buah karyaku ini sebagai tanda cinta dan kasihku kepada

Bapak (Edi Siswoto) dan Ibuku (Surmiati) tercinta yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, yang selalu memberikan doa dan motivasi kepadaku, yang selalu memberikan yang terbaik untukku walaupun dengan

segala keterbatasan. Subhannallah

Mbak ku tercinta mbak Marlia Lestari dan mbak Puji Lestari atas segala upaya yang telah kalian berikan untuk membantu mewujudkan mimpi adikmu

ini

Para pendidik yang telah mendidikku dengan ikhlas dan penuh kesabaran Sahabat-sahabat seperjuanganku, yang selalu memberi nasehat agar selalu

melangkah ke jalan yang benar dan diridhoi oleh Allah SWT, serta Almamater Universitas Lampung tercinta


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di OKU Timur pada tanggal 08 Desember 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Edi Siswoto dan Ibu Surmiati.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Tanjung Mas pada tahun 2005, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Buay Madang Timur pada tahun 2008, pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Buay Madang pada tahun 2011.

Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur penerimaan SNMPTN Tertulis.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) di Pekon Banding Agung Kecamatan Talang Padang Kabupaten Tanggamus dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 1 Talang Padang, Kabupaten Tanggamus yang terintegrasi dengan KKN tersebut.


(14)

ii SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil Alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsiyang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015) yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, sang pemimpin terbaik sepanjang masa dan menjadi panutan bagi setiap manusia.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, perhatian, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Widyastuti, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah ber-sedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi,


(15)

iii perhatian, sumbangan pemikiran, kritik, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku dosen pembahas yang telah memberikan masukan, motivasi dan saran kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung beserta staf dan jajarannya.

5. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA.

6. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 7. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik

yang telah membimbing dan memberikan motivasi, serta masukan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Lampung.

8. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 9. Ibu HJ. Sri Chairattini E.A, S.Pd., selaku Kepala SMP Negeri 19

Bandar-lampung beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan selama penelitian.

10. Ibu Eka Andawati, S.Pd., MM., selaku guru mitra dan guru mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

11. Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015 yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.


(16)

iv 12. Bapak (Edi Siswoto), Ibu (Surmiati) serta kakak-kakakku tercinta (Marlia Lestari dan Puji Lestari) yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi serta inspirasi kepadaku.

13. Kekasihku tercinta Ela Ulfiana yang selalu memberikan perhatian, dukungan, motivasi serta inspirasi kepadaku.

14. Sahabat-sahabat terbaikku: Anggi Wahyu Pratama, Rahmad Abi Nurrohman, Iwan Nurwantoro, dan Tendy Oktariawan yang telah memberikan nasehat, dukungan dan bersedia menjadi tempat berbagi kesulitan.

15. Sahabat-sahabat seperjuanganku selama menjalankan penelitian ini sebagai Tim Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif: Iwan Nurwantoro, Agus Sugiarto, Muhammad Yusuf, Yulisa, Titi Murniati, Eni Kartika, Indah Damayanti, Rosalia Deviana Cahyaningrum, Dwi Laila Sulistiowati, Siti, dan Florensia yang selalu bersama dan memberikan motivasi, masukan, dan saling berbagi informasi selama menyusun skripsi.

16. Teman-teman seperjuanganku, keluarga besar mahasiswa Pendidikan Matematika angkatan 2011: Iwan, Abi, Ansori, yusuf, Aliza, Agus, Elcho, Ikhwan, Heizlan, Hasbi, Panji, Ige, Didi, Bayu, gilang, Yulisa, Titi, Rosa, Wulan, Ayu Febrianti, Desrina, Sela, Eni, Florensia, Indah, Ayu Tamyah, Ria, Fitri, Vina, Laili, Ratna, Dewi, Nourma, Fuji, Ismi, Enggar, Latifah, Emi, Siska, Hani, Venti, Dina Rahmi, Citra, Sekar, Tiara, Ayu Anindra, Ade, Dina, Dian, Desi, Poby, Lidia, Mutia, Novi, Riska, Suci, Siti, Veni, Winda, Yola yang telah berjuang bersama dan saling memberi motivasi, perhatian, dan semangat selama perkuliahan.


(17)

v 17. Teman-teman seperjuangan KKN dan PPL di SMK Negeri 1 Talang Padang: Ina, Revina, Sofia, Oki, mbak Evi, Nita, Yulia, dan Putria yang telah memberikan motivasi, perhatian, dan semangatnya selama ini.

18. Kakak-kakak tingkatku angkatan 2008, 2009, 2010 dan adik-adik tingkatku angkatan 2012, 2013, dan 2014 terimakasih atas kebersamaannya.

19. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.

20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin.

Bandarlampung, Oktober 2015 Penulis


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan teknologi semakin menjadi kebutuhan utama untuk menunjang kehidupan manusia saat ini. Kondisi tersebut menyebabkan persaingan dalam mengembangkan teknologi semakin pesat dan terus berubah-ubah, sehingga manusia dituntut untuk dapat mengembangkan kemampuannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Wardoyo (2011) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan tuntutan zaman terhadap kompetensi yang dimiliki oleh manusia semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan peradaban. Ini berarti, manusia sebagai aktor perubahan harus senantiasa mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.

Pengembangan kemampuan yang dimiliki oleh manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan aktivitas dan usaha yang dilakukan untuk mengembangkan potensi diri. Menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan


(19)

2 dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan definisi tersebut, jelas bahwa pendidikan memiliki peranan penting dalam upaya mengembangkan kemampuan atau potensi diri siswa.

Ada berbagai macam pendidikan di Indonesia, salah satu pendidikan yang diwajibkan pemerintah adalah pendidikan di sekolah. Saat ini, dalam menyeleng-garakan pendidikan pemerintah menerapkan wajib belajar 9 tahun. Hal ini ber-dasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar yang menjelaskan bahwa (1) wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, (2) pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Hal ini menunjukan bahwa negara serius mengelola dunia pendidikan di Indonesia, terutama pendidikan yang memiliki jenjang pendidikan seperti di sekolah. Oleh karena itu, pendidikan di sekolah memiliki tanggung jawab yang besar untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki siswa agar dapat berkembang secara optimal, sehingga siswa-siswa tersebut nantinya dapat bersaing secara global dalam menghadapi tuntutan zaman yang terus berkembang.

Pendidikan di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia mengajarkan berbagai mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan 3 aspek yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Salah satu mata pelajaran yang wajib di-berikan kepada siswa untuk setiap jenjang pendidikan adalah matematika.


(20)

3 Berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang Standar Isi dijelaskan bahwa, mata pelajaran matematika menjadi salah satu substansi mata pelajaran yang wajib diberikan untuk jenjang SD, SMP, dan SMA atau sederajat. Hal ini menunjukkan bahwa matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang perlu dipelajari dan kemudian diterapkan ilmunya dalam kehidupan masyarakat.

Selanjutnya, perlunya mempelajari matematika juga diungkapkan oleh Cockrof. Menurut Cockrof (Indiyani dan Listiara, 2006) alasan perlunya belajar mate-matika, yaitu matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, matematika me-rupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, matematika dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, teliti, dan kesadaran akan keruangan, dan matematika dapat memberikan kepuasan terhadap usaha untuk memecahkan masalah yang menantang. Dengan demikian, matematika memiliki peranan penting dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa karena dengan mem-pelajari matematika terjadi proses pengkonstruksian ide atau prinsip, pengem-bangan kemampuan pemecahan masalah, penalaran logis, serta pengambilan keputusan yang lebih dari sekedar mengingat dan memahami permasalahan. Kemampuan berpikir inilah yang nantinya dibutuhkan siswa dalam menjalani kehidupan di masyarakat yang semakin kompetitif.

Ada beberapa macam kemampuan berpikir, salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan


(21)

ber-4 pikir tingkat tinggi (high skill) yang sangat diperlukan oleh siswa. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006, kemampuan berpikir kritis diperlukan agar siswa dapat mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Lebih lanjut, Cabera (Fachrurazi, 2011) menyatakan bahwa penguasaan kemam-puan berpikir kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi ketidaktentuan masa mendatang. Oleh karena itu, Fahrurazi (2011) menyatakan bahwa pentingnya mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus dipandang sebagai sesuatu yang urgen dan tidak bisa disepelekan lagi. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis siswa harus segera dikembangkan agar dapat bersaing dimasa mendatang.

Kemampuan berpikir kritis pada bidang ilmu matematika yang melibatkan pengetahuan matematika disebut dengan kemampuan berpikir kritis matematis. Kemampuan berpikir kritis matematis sangat dibutuhkan siswa agar dapat melakukan analisis yang baik serta dapat menentukan tindakan yang tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Turohmah (2014) yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan berpikir kritis matematis tinggi mampu menganalisis masalah, menentukan tindakan yang tepat, serta melakukan tindak lanjut dari tindakan yang diambil. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis matematis menjadi salah satu kemampuan yang harus ditumbuhkan agar siswa dapat meng-aplikasikan matematika dan melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi masalah kehidupan yang terus berkembang.


(22)

5 Dalam pembelajaran di sekolah, guru dapat melatih kemampuan berpikir kritis matematis siswa agar berkembang secara optimal. Lambertus (2009) mengatakan bahwa melatih keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan pemberian soal-soal tidak rutin atau tugas-tugas yang berhubungan dengan dunia nyata dan terkait dengan kehidupan sehari-hari, asalkan penyajiannya disesuaikan dengan perkembangan kognisi anak. Sementara, menurut Sabandar (Mahmuzah dkk, 2014) kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat dikembangkan dengan cara menghadapkan siswa pada masalah yang kontradiktif dan baru sehingga ia mengkonstruksi pikirannnya sendiri untuk mencari kebenaran dan alasan yang jelas. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat dikembangkan secara optimal melalui pembelajaran matematika di sekolah.

Kenyataan yang ada saat ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa Indonesia masih rendah. Hal ini diperoleh dari hasil studiTrends in Student Achievement in Mathematics and Science (TIMSS) tahun 2011. TIMSS merupakan studi internasional tentang prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan pertama. Skor rata-rata prestasi matematika berdasarkan studi TIMSS menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisi 38 dari 42 negara yang disurvei dengan skor rata-rata siswa Indonesia yaitu 386. Hasil ini signifikan di bawah skor rata-rata 42 negara yang disurvei yaitu 500. Lebih lanjut, dari hasil studi Programm for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 juga memberikan hasil serupa. PISA adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah berusia 15


(23)

6 tahun. Skor rata-rata prestasi literasi matematika berdasarkan studi PISA menun-jukkan bahwa Indonesia berada pada posisi 64 dari 65 negara yang disurvei dengan skor rata-rata yaitu 375. Hasil ini signifikan di bawah skor rata-rata internasional yaitu 494.

Ada banyak faktor yang menyebabkan hasil TIMSS dan PISA rendah. Menurut Guru Besar Institut Teknologi Bandung Iwan Pranoto (Mahmuzah dkk, 2014), salah satu penyebab rendahnya prestasi siswa dalam bidang matematika adalah karena kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal yang menuntut kemampuan berpikir dan bernalar yang tinggi masih sangat rendah. Selanjutnya, menurut Kurniawati dan Utami (2013) menyatakan bahwa dari data PISA,siswa Indonesia hanya mampu menafsirkan atau mengenali situasi dalam konteks soal yang diberikan, dan mengerjakan soal menggunakan rumus-rumus umum atau secara prosedural, sehingga dapat diasumsikan siswa belum mampu mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tingginya. Oleh karena itu, berdasarkan hasil studi TIMSS dan PISA tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa Indonesia masih rendah.

Lebih lanjut, hasil serupa juga terjadi di SMP Negeri 19 Bandarlampung. Berdasarkan hasil wawancara, kemampuan matematika siswa kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung tergolong sedang. Berdasarkan hasil observasi, se-bagian siswa belum bisa memahami makna dari informasi-informasi yang ada dalam soal latihan yang diberikan guru. Selanjutnya, banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk mengurai dan mengkritisi permasalahan saat mengerjakan soal cerita. Hal ini disebabkan, salah satunya yaitu pembelajaran


(24)

7 yang digunakan sering berpusat pada guru, dan hanya siswa-siswa tertentu yang terbiasa tampil ke depan kelas sehingga sebagian besar siswa belum dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematisnya dengan optimal. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung perlu dikembangkan.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, perlu dilakukan perbaikan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk berani tampil di depan kelas serta dapat membuat siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematisnya dengan optimal. Salah satu pembelajaran yang diduga dapat mem-buat siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematisnya adalah Pembelajaran Socrates Kontekstual. Pembelajaran Socrates Kontekstual merupakan pembelajaran yang menggunakan Metode Socrates dengan Pendekatan Kontekstual. Pembelajaran dengan Metode Socrates menyajikan proses pembela-jaran yang aktif melalui tanya jawab yang diberikan dengan menyajikan keadaan-keadaan yang kontradiksi dengan jawaban siswa dan Pendekatan Kontekstual memberikan suasana belajar yang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan siswa dapat berperan aktif selama proses pembelajaran serta membuat pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.

Selanjutnya, Jones, Bagford, dan Walen (Yunarti, 2011) mendefinisikan Metode Socrates sebagai sebuah proses diskusi yang dipimpin guru untuk membuat siswa mempertanyakan validitas penalarannya atau untuk mencapai sebuah kesimpulan. Sementara menurut Johnson (Kunandar, 2009), Pendekatan Kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam


(25)

8 bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Dengan demikian, Pembelajaran Socrates Kontekstual merupakan proses pembelajaran dengan diskusi yang dipimpin oleh guru, kemudian guru memberikan serangkaian pertanyaan yang telah direncana-kan kepada siswa untuk memeriksa keabsahan jawaban siswa dengan meng-hubungkannya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran Socrates Kontekstual mengharuskan keterlibatan siswa secara aktif dengan mengaitkan kehidupan sehari-hari siswa sehingga siswa merasa menga-lami proses pembelajaran. Proses pembelajaran dengan diskusi kelompok dan menggunakan pertanyaan-pertanyaan Socrates dalam membimbing siswa dengan menghubungkan materi tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari tentunya dapat membuat siswa merasa perlu mempelajari materi yang diberikan. Melalui permasalahan yang diberikan dalam diskusi kelompok dan menggunakan pertanyaan-pertanyaan Socrates, siswa diharapkan dapat melakukan interpretasi, analisis, dan evaluasi dengan benar terhadap permasalahan yang diberikan. Dengan demikian, diharapkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat berkembang secara optimal.

Pada dasarnya, pembelajaran yang dilakukan di sekolah harus efektif dalam mengembangkan kemampuan yang dimiliki siswa, salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis matematis. Pembelajaran Socrates Kontekstual dengan berbagai komponennya, diharapkan dapat efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Hal ini dapat dilihat dari tingkat


(26)

9 keberhasilan Pembelajaran Socrates Kontekstual dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian tentang penerapan Pembelajaran Socrates Kontekstual serta dikaji kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang diberi judul “Efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual dalam Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah Pembelajaran Socrates Kontekstual efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/ 2015?”

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1) Apakah kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah mendapatkan Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebelum mendapatkan Pembelajaran Socrates Kontekstual?

2) Apakah persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis matematis yang baik setelah mendapatkan Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih dari 60% dari jumlah siswa?


(27)

10 C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa di SMP Negeri 19 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/ 2015.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam pembelajaran matematika yang berkaitan dengan Pembelajaran Socrates Kon-tekstual serta hubungannya dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, memberikan sumbangan pemikiran tentang Pembelajaran Socrates Kontekstual serta hubungannya dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

b. Bagi sekolah, memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya perbaikan mutu pembelajaran matematika.

c. Bagi peneliti, dapat digunakan sebagai sarana mengembangkan ilmu pengetahuan tentang Pembelajaran Socrates Kontekstual dan hubungannya dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa serta sebagai referensi untuk penelitian berikutnya yang sejenis.


(28)

11 E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan pembelajaran untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, efektivitas pembelajaran dilihat dari kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah mendapatkan Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebelum mendapatkan Pembelajaran Socrates Kontekstual dan persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis matematis yang baik setelah mendapatkan Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih dari 60% dari jumlah siswa.

2. Pembelajaran Socrates Kontekstual adalah pembelajaran yang menggunakan Metode Socrates dengan Pendekatan Kontekstual. Pembelajaran dengan menggunakan Metode Socrates yaitu pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan induktif kepada siswa untuk memeriksa keabsahaan atau validitas jawaban siswa dengan memberikan fakta-fakta kontradiksi yang membuat siswa harus memberikan alasan logis dari jawabannya. Pendekatan Kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang dilakukan dengan cara menghubungkan materi yang dipelajari kedalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.

3. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dalam


(29)

12 aktivitas mental yang meliputi: interpretasi (kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan makna dari berbagai kejadian atau informasi yang dihadapi), analisis (kemampuan untuk membuat rincian atau uraian serta mengidentifikasi hubungan yang berada di antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi), dan evaluasi (kemampuan untuk menilai dan mengkritisi kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi).


(30)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur atau mujarab (tentang obat) dan dapat membawa hasil serta berhasil guna (tentang usaha, tindakan). Sementara, menurut Muslih (2014), efektivitas merupakan gambaran tingkat keberhasilan atau keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan adanya keterikatan antara nilai-nilai yang bervariasi. Lebih lanjut, Hidayat (Sumarina, 2013) menyatakan bahwa efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dari pendapat-pendapat tersebut, efektivitas dipengaruhi berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar yang berkaitan dengan segala upaya mencapai tujuannya. Dengan demikian, efektivitas merupakan konsep yang berkaitan erat dengan keberhasilan untuk mencapai suatu tujuan berdasarkan upaya yang telah dilakukan.

Dalam bidang pendidikan, upaya untuk mencapai tujuan pendidikan juga dilakukan oleh guru, salah satunya melalui pembelajaran di kelas. Oleh karena-nya, pembelajaran memiliki peranan penting untuk mencapai tujuan pendidikan, diantaranya yaitu untuk penambahan pengetahuan tentang suatu disiplin ilmu tertentu dan pengembangan kemampuan siswa sesuai dengan tingkat


(31)

14 perkembangannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2011) yang menyatakan bahwa pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru.

Selanjutnya, kajian tentang pembelajaran telah banyak dilakukan oleh para ahli dan peneliti, sehingga telah menghasilkan banyak definisi mengenai pembe-lajaran. Menurut Fontana (Suherman dkk, 2003), pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberikan nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Sementara menurut pendapat Rahyubi (2012), pem-belajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Lebih lanjut, Sani (2014) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mem-pengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses menambah pengetahuan kepada siswa berupa informasi atau kemampuan baru melalui upaya penataan lingkungan belajar yang kondusif sesuai dengan tingkat perkembangan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pembelajaran yang dilakukan di sekolah harus dikembangkan secara efektif agar tujuan pendidikan tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Pembe-lajaran dikatakan efektif apabila pembePembe-lajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sendiri dan melakukan aktivitas sendiri untuk mengem-bangkan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik (2001) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran


(32)

15 yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Eggen (Saragih, 2007) yang menyatakan keefektifan pembelajaran akan terjadi apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam mengorganisasikan hubungan-hubungan dari informasi yang diberikan.

Lebih lanjut, menurut Sani (2014) pembelajaran yang efektif tidak terlepas dari peran guru yang efektif, kondisi pembelajaran yang efektif melibatkan peserta didik, dan sumber belajar/lingkungan belajar yang mendukung. Hal ini berarti, berdasarkan pendapat tersebut kondisi pembelajaran yang efektif harus mencakup 3 hal penting yaitu peran guru yang optimal, keterlibatan siswa yang aktif dalam pembelajaran, serta iklim belajar yang mendukung jalannya pembelajaran. Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwaefektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan pembelajaran untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

B. Metode Socrates

MenurutKamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Lebih lanjut, Menurut Sanjaya (2011) metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Oleh karena itu, metode memegang peranan penting untuk


(33)

16 membuat pembelajaran berjalan efektif karena metode digunakan untuk merealisasikan tujuan yang sudah ditetapkan.

Ada berbagai macam metode pembelajaran, salah satunya adalah metode Socrates. Maxwell (Yunarti, 2011) menyatakan bahwa metode Socrates dinama-kan demikian untuk mengabadidinama-kan nama penciptanya. Socrates (469-399 BC) merupakan filsuf Yunani, yang tinggal di Athena selama masa kejayaan Yunani. Ayahnya adalah Sopronicus, seorang pemahat batu, dan ibunya adalah Phaenarete seorang bidan. Socrates dikenal di Athena pada saat dia berusia empat puluhan tahun karena kebiasaannya terlibat dalam percakapan filosofi di lingkungan publik maupun swasta. Gaya percakapan Socrates sendiri melibatkan penolakan/pe-nyangkalan pengetahuan. Dalam percakapan-percakapan tersebut, Socrates ber-sikap sebagai siswa dan lawan bicaranya dianggap sebagai guru.

Terkait dengan definisi Metode Socrates, Jones, Bagford, dan Walen (Yunarti, 2011) mendefinisikan Metode Socrates sebagai sebuah proses diskusi yang dipimpin guru untuk membuat siswa mempertanyakan validitas penalarannya atau untuk mencapai sebuah kesimpulan. Sementara Magee (Whiteley, 2006), mendefinisikan Metode Socrates sebagai “an approach by which one seeks the truth via a process of questions and answers”, yaitu Metode Socrates adalah sebuah pendekatan yang mencari satu kebenaran melalui proses tanya jawab. Selanjutnya, Maxwell (2009) mendefinisikan Metode Socrates sebagai“a process of inductive questioning used to successfully lead a person to knowledge through small steps”, yaitu sebuah proses pertanyaan induktif yang digunakan agar


(34)

17 memudahkan seseorang untuk memahami ilmu pengetahuan melalui langkah-langkah kecil.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Metode Socrates dalam pembelajaran merupakan metode tanya jawab untuk menyampaikan materi pembelajaran dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan induktif kepada siswa untuk memeriksa keabsahaan atau validitas jawaban siswa dengan memberikan fakta-fakta kontradiksi yang membuat siswa harus memberikan alasan logis dari jawabannya.

Selanjutnya, dalam mengajar dengan Metode Socrates kita berfokus pada memberi pertanyaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Paul dan Elder (Critical Thinking Community, 2013) yang menyatakan bahwa ”In Socratic teaching we focus on giving students questions, not answers. We model an inquiring, probing mind by continually probing into the subject with questions”. Berdasarkan pernyataan tersebut, dijelaskan bahwa dalam mengajar Socrates kita berfokus pada memberikan pertanyaan kepada siswa bukan jawaban dan kita memodelkan rasa ingin tahu dan penyelidikan pemikiran dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan penyelidikan secara terus menerus ke dalam pokok persoalan.

Salah satu ciri utama dari pembelajaran dengan Metode Socrates adalah terdapat pertanyaan-pertanyaan Socrates yang menguji keabsahan jawaban siswa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk menguji kebenaran jawaban siswa dan membuat siswa berpikir untuk menjelaskan kebenaran jawabannya. Menurut Permalink (Yunarti, 2011), Richard Paul telah menyusun enam jenis


(35)

18 pertanyaan Socrates dan memberi contoh-contohnya. Jenis-jenis pertanyaan Socrates serta contohnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Pertanyan Socrates dan Contohnya

No Tipe Pertanyaan Contoh Pertanyaan

1. Klarifikasi Apa yang anda maksud dengan ….? Dapatkah anda mengambil cara lain?

Dapatkah anda memberikan saya sebuah contoh? 2. Asumsi-asumsi

Penyelidikan

Apa yang anda asumsikan?

Bagaimana anda bisa memilih asumsi-asumsi itu? 3. Alasan-alasan dan bukti

Penyelidikan

Bagaimana anda bisa tahu?

Mengapa anda berpikir bahwa itu benar? Apa yang dapat mengubah pemikiran anda? 4. Titik pandang dan

persepsi

Apa yang anda bayangkan dengan hal tersebut? Efek apa yang dapat diperoleh?

Apa alternatifnya? 5. Implikasi dan

Konsekuensi Penyelidikan

Bagaimana kita dapat menemukannya? Apa isu pentingnya?

Generalisasi apa yang dapat kita buat? 6. Pertanyaan tentang

pertanyaan

Apa maksudnya?

Apa yang menjadi poin dari pertanyaan ini? Mengapa anda berpikir saya bisa menjawab pertanyaan ini?

Dalam kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis, Metode Socrates memiliki dua daerah dampak yaitu The Safety Factor dan The Preference Factor. Hal ini didasarkan dari pendapat Maxwell (Yunarti, 2011) yang menyatakan bahwa bekerjanya Metode Socrates untuk kemampuan berpikir kritis meliputi dua daerah dampak, yaitu The Safety Factor dan The Preference Factor. Lebih lanjut, Yunarti (2011) menjelaskan bahwa The Safety Factor menekankan pada rasa aman dan nyaman yang dijamin oleh guru terhadap siswa saat menjawab dan mengajukan pertanyaan. Sedangkan, The Preference Factormenekankan bahwa guru harus mampu menyusun pertanyaan-pertanyaan yang memuat suatu kejadian atau isu yang diketahui dengan baik oleh seluruh siswa. Oleh karena itu, guru harus dapat menjalankan dua dampak ini dengan baik apabila menggunakan


(36)

19 pembelajaran dengan Metode Socrates untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Lebih lanjut, menurut Paul dan Elder (Critical Thinking Community, 2013) “A Socratic questioner should: a) keep the discussion focused, b) keep the discussion intellectually responsible, c) stimulate the discussion with probing questions, d) periodically summarize what has and what has not been dealt with and/or resolved, e)draw as many students as possible into the discussion”,yaitu seorang penanya Socrates seharusnya: a) menjaga diskusi tetap fokus, b) menjaga proses diskusi agar bertanggung jawab secara intelektual, c) merangsang diskusi dengan pertanyaan-pertanyaan penyelidikan, d) meringkas secara berkala apa yang telah dan apa yang belum ditangani dan/atau diselesaikan, e) menarik sebanyak mung-kin siswa kedalam diskusi.

Berdasarkan paparan yang telah diuraikan tersebut, Metode Socrates menyajikan proses pembelajaran yang membuat siswa harus menggali kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Oleh karena itu, Metode Socrates sesuai untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

C. Pendekatan Kontekstual

Menurut Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008, pendekatan adalah proses, cara,dan perbuatan mendekati. Sementara, Sanjaya (2011) mengatakan bahwa pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Dengan kata lain istilah pendekatan mengarah


(37)

20 pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya, metode pembelajaran yang digunakan dapat bergatung pada pendekatan tertentu yang dipilih.

Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang berkembang saat ini, salah satunya adalah Pendekatan Kontekstual. Secara sederhana, Pendekatan Konteks-tual pada dasarnya mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Depdiknas (2002) yang menyatakan bahwa “Pendekatan Kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.”

Saat ini pendekatan kontekstual dalam pembelajaran lebih dikenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). Sani (2014) menyatakan bahwa Pendekatan Kontekstual (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten pembelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan/atau tenaga kerja. Dari pendapat tersebut, CTL merupakan pembelajaran yang berfokus kepada siswa karena menekankan kepada keterlibatan siswa secara penuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman (2011) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, “Student learn best by actively constructing their own unders-tanding”, yaitu cara terbaik siswa belajar adalah dengan mengkonstruksi sendiri


(38)

21 secara aktif pemahamannya. Oleh karena itu, CTL sesuai dengan pembelajaran yang dituntut saat ini yakni pembelajaran harus berpusat kepada siswa.

Dalam CTL terdapat beberapa karakteristik yang menjadi ciri dari pembelajaran yang menggunakan CTL. Hal ini diungkapkan oleh Sanjaya (2011) yang menya-takan terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang meng-gunakan pendekatan CTL. Kelima karakteristik tersebut menurut Sanjaya (2011) adalah sebagai berikut.

“1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka mem-peroleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). 3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya

penge-tahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.

4. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying know-ledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengem-bangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.”

Lebih lanjut, untuk melakukan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual terdapat tujuh komponen penting yang harus dipahami. Ketujuh komponen ter-sebut menurut Sanjaya (2011) yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya (ques-tioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), reflek-si (reflection), dan penilaian nyata (authentic assessment). Komponen-komponen ini menjadi dasar untuk pembelajaran yang menggunakan Pendekatan


(39)

22 Kontekstual. Menurut Irawati (2015), penjelasan ketujuh komponen tersebut adalah sebagai berikut.

“1. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahu-an baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkpengetahu-an pengalampengetahu-an.

2. Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.

3. Tanya Jawab, bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingin-tahuan setiap individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.

4. Masyarakat Belajar, dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain.

5. Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik.

6. Refleksi yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan.

7. Penilaian Nyata, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa.”

Berdasarkan ketujuh komponen tersebut, pendekatan kontekstual menjadi pendekatan pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa untuk membangun pengetahuannya dengan menghubungkan materi pelajaran kedalam situasi dunia nyata sehingga pembelajaran lebih bermakna untuk kehidupan siswa. Hal ini dapat berdampak positif untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Namun, dalam penelitian ini ada satu pilar yang tidak memungkinkan untuk dilakukan yaitu penilaian nyata (Authentic Assessment). Hal ini disebabkan keterbatasan peneliti untuk dapat merekam kondisi nyata setiap siswa melalui beragam instrumen penilaian otentik.


(40)

23 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pendekatan Kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang dilakukan dengan cara menghubungkan materi yang dipelajari kedalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka.

D. Berpikir Kritis

Menurut Peter Reason (Sanjaya, 2011) berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan memahami (comprehending). Andrew B.Crider (Murtadho, 2013) menyatakan bahwa berpi-kir itu sendiri memiliki empat aspek yaitu penyusunan konsep, pemecahan masa-lah, penalaran formal, dan pengambilan keputusan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, kemampuan berpikir sangat diperlukan seseorang untuk menghadapi berbagai permasalahan dalam hidupnya serta melakukan penalaran-penalaran logis dan sistematis tertentu sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat. Oleh karena itu, kemampuan berpikir menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Dalam dunia pendidikan terdapat beberapa jenis berpikir, salah satunya adalah berpikir kritis. Berpikir kritis sangat diperlukan bagi setiap orang karena merupakan ke-mampuan berpikir yang esensial agar manusia dapat berkontribusi aktif dimasyarakat. Konsep berpikir kritis menurut komunitascritical thinking(2013) berasal dari dua kata dasar dalam bahasa Latin, yakni “kriticos” yang berarti penilaian yang cerdas (discerning judgment) dan “kriterion” yang berarti standar (standards).


(41)

24 Sehingga secara etimologi berpikir kritis memiliki arti suatu proses mental yang dilakukan seseorang untuk melakukan penilaian dengan standar tertentu.

Pendapat lain tentang berpikir kritis telah dikaji oleh banyak peneliti, sehingga telah banyak dimuat pengertian tentang berpikir kritis. Hassoubah (Dwijananti dan Yulianti, 2010) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai dan dilakukan. Sementara, Scriven dan Paul (Yunarti, 2011) mendefisikan berpikir kritis sebagai proses kognitif yang aktif dan disiplin serta digunakan dalam aktivitas mental seperti melakukan konseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan/atau mengevaluasi informasi. Selanjutnya, Kurland (Murtadho, 2013) berpendapat bahwa berpikir kritis adalah suatu teknik untuk mengevaluasi informasi dan gagasan agar dapat memutuskan apa yang akan diterima dan dipercaya.

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang sedang berpikir kritis maka orang tersebut menelaah, mencari-cari sesuatu yang berkaitan sampai akhirnya mengambil keputusannya. Hal ini didukung dengan pendapat Fisher (Murtadho, 2013) yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan dapat berpikir kritis apabila dapat menguji pengalaman, menilai pengetahuan dan gagasan, dan menimbang argumen-argumen sebelum sampai pada penilaian.

Munandar (Murtadho, 2013) mengemukakan bahwa dasar berpikir kritis adalah tahapan-tahapan tingkat perilaku kognitif Taksonomi Bloom, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi mulai dari tingkat analisis, sintesis, dan


(42)

25 evaluasi. Hal ini berarti bahwa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis tidaklah mudah atau tidak serta merta dapat tumbuh begitu saja, melainkan butuh perlakuan khusus agar seseorang dapat memilikinya.

Kemampuan berpikir kritis dalam ilmu matematika disebut dengan kemampuan berpikir kritis matematis. Untuk dapat menumbuhkan kemampuaan berpikir kritis matematis siswa, Lambertus (2009) menyatakan bahwa melatih keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan dengan pemberian soal-soal tidak rutin atau tugas-tugas yang berhubungan dengan dunia nyata dan terkait dengan kehidupan sehari-hari, asalkan penyajiannya disesuaikan dengan perkembangan kognisi anak. Dengan demikian, agar kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat berkembang secara optimal guru harus membiasakan siswa dengan permasalahan/pertanyaan yang tidak rutin atau soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

Namun, dewasa ini kebiasaan siswa saat mengikuti pembelajaran matematika yang hanya mementingkan hasil akhir membuat kemampuan berpikir kritis matematis siswa tidak dapat berkembang dengan baik. Hal ini senada dengan pendapat Skovsmose (Hasratuddin, 2010), salah satu ciri anak yang tidak dapat berpikir kritis yang baik dalam belajar matematika adalah anak kurang bergairah atau tidak bersemangat, tidak kritis dan hanya memikirkan dan berfokus pada hasil atau jawaban akhir. Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dalam aktivitas mental seperti interpretasi, analisis, dan evaluasi.


(43)

26 E. Kerangka Pikir

Penelitian tentang efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa terdiri dari dua variabel, yaitu satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Keberhasilan mempelajari ilmu matematika, salah satunya dapat dilihat dari berkembangnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara optimal. Hal ini disebabkan, kemampuan berpikir kritis matematis merupakan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus dimilki siswa dalam menyelesaikan berbagai permasalahan matematika. Mengingat pentingnya pengembangan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, guru dalam menyampaikan materi pelajaran harus menggunakan pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa secara optimal.

Pembelajaran yang dapat membuat siswa membangun pengetahuannya, menemukan suatu konsep/ide, dan melakukan kerjasama dengan suatu kelompok tertentu, melalui proses diskusi dan tanya jawab yang dikaitkan dengan konten kehidupan sehari-hari dinilai dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Hal ini disebabkan, saat siswa membangun pengetahuan dan menemukan konsep/ide, siswa akan terbiasa untuk menginterpretasi dan menganalisis berbagai permasalahan. Lebih lanjut, pada saat siswa melakukan diskusi untuk menyelesaikan soal-soal latihan yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, siswa terbiasa untuk menganalisis dan mengevaluasi


(44)

27 berbagai permasalahan dengan anggota kelompoknya. Hal ini berarti, kemampuan siswa dalam melakukan interpretasi, analisis, dan evaluasi terhadap suatu permasalahan akan terlatih dengan baik.

Salah satu pembelajaran yang dapat memberikan kondisi-kondisi seperti penjelasan di atas adalah Pembelajaran Socrates Kontekstual. Pembelajaran Socrates Kontekstual di awali dengan memberikan permasalahan umum kepada siswa mengenai materi yang diajarkan dengan mengaitkannya ke dalam konten kehidupan sehari-hari. Permasalahan tersebut bertujuan agar siswa tertarik dengan materi pelajaran karena ilmu yang didapat dari materi yang dipelajari, diperlukan oleh siswa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya. Kemudian, guru membawa permasalahan umum tersebut kepermasalahan-permasalahan sejenis yang lebih sederhana secara terstruktur sampai permasalahan kompleks dan meminta siswa menyelesaikannya dalam diskusi kelompok. Dari kegiatan diskusi tersebut, siswa dapat membangun atau menyusun pengetahuan baru dan saling bertukar pendapat sehingga kemampuan berpikir siswa yang berkaitan dengan ilmu matematika dapat terlatih dengan baik.

Dalam diskusi kelompok, jika beberapa siswa mengalami kesulitan tentang suatu permalahan yang berbeda maka guru akan membimbing siswa perkelompok secara bergantian. Sedangkan, jika beberapa siswa mengalami kesulitan tentang suatu permasalahan yang sama maka guru akan membimbing siswa melalui serangkaian pertanyaan Socrates di forum kelas. Melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates tersebut, siswa akan terbiasa untuk berpikir dengan memberikan alasan atas apa yang telah dijawabnya. Selanjutnya, Pembelajaran


(45)

28 Socrates Kontekstual diakhiri dengan proses refleksi, yaitu guru bersama siswa memeriksa jalannya pembelajaran dan menyimpulkan hasil diskusi yang telah dilakukan.

Proses mengajarkan matematika dengan Pembelajaran Socrates Kontekstual akan memberikan pengalaman nyata kepada siswa sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Pembelajaran ini juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dengan lebih luas karena siswa diberikan fakta-fakta yang kontradiksi dengan pendapatnya hingga akhirnya siswa sendiri yang akan menentukan kebenaran dari jawabannya. Pemberian fakta-fakta kontradiksi tersebut serta penggunaan komponen-komponen Pembelajaran Socrates Kontekstual dapat membuat siswa terbiasa dan terlatih untuk melakukan interpretasi, analisis, dan evaluasi dengan benar terhadap suatu permasalahan sehingga kemampuan berpikir kritis matematisnya dapat berkembang secara optimal. Dengan demikian, penerapan Pembelajaran Socrates Kontekstual ini efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

F. Anggapan Dasar dan Hipotesis 1. Anggapan Dasar

Anggapan dasar peneliti dalam penelitian ini yaitu setiap siswa kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015 memperoleh materi pelajaran matematika sesuai dengan kurikulum yang berlaku di sekolah.


(46)

29 2. Hipotesis

Hipotesis umum dalam penelitian ini adalah Pembelajaran Socrates Kontekstual efektif dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa di kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung semester genap Tahun Pelajaran 2014/ 2015.

Hipotesis Kerja dalam penelitian ini adalah:

1. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah mendapatkan Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebelum mendapatkan Pembelajaran Socrates Kontekstual.

2. Presentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis matematis yang baik setelah mendapatkan Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih dari 60% dari jumlah siswa.


(47)

30

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung semester genap tahun pelajaran 2014/2015 yang terdiri dari 14 kelas. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknikPurposive Sam-pling. Berdasarkan hasil observasi dan saran guru matematika yang mengajar kelas VII di SMP tersebut, diperoleh kelas VII B sebagai kelas eksperimen yang terdiri dari 27 siswa, dengan 10 laki-laki dan 17 perempuan. Sebagian besar siswa kelas VII B adalah siswa yang aktif selama proses pembelajaran dan memiliki tingkat kemampuan matematika sedang. Pengambilan sampel menggunakan teknik ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sampel yang dipilih diharapkan dapat mewakili populasi. Hal ini disebabkan populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung terdistribusi ke dalam beberapa kelas yang tingkat kemampuan siswanya tinggi, sedang, dan rendah. Oleh karena itu, tidak memungkinkan sampel diambil secara acak.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen atau eksperimen semu. Desain yang digunakan adalah One-Group Pretest-Posttest. Penelitian yang di-maksud dengan menggunakan desain ini yaitu peneliti hanya menggunakan satu


(48)

31 kelas untuk diberi tes awal dan tes akhir. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebelum mendapat perlakuan, sedangkan tes akhir diberikan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah mendapat perlakuan berupa Pembelajaran Socrates Kontekstual. Bagan desain One-Group Pretest-Posttest dalam penelitian ini, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1 Bagan DesainOne-Group Pretest-Posttest

Y1 X Y2

tes awal kemampuan ber-pikir kritis matematis

Pembelajaran Socrates Kontekstual

tes akhir kemampuan ber-pikir kritis matematis

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Tahap Perencanaan

a. Mengidentifikasi masalah pembelajaran matematika yang terjadi di kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung melalui observasi dan wawancara dengan guru matematika kelas VII di SMP tersebut. (8 Desember 2014)

b. Konsultasi dengan guru matematika untuk menentukan kelas yang dipilih sebagai kelas eksperimen. (15 Desember 2014)

c. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Pembuatan RPP pada penelitian ini disesuaikan dengan metode dan pendekatan pembelajaran yang digunakan, yaitu Metode Socrates dan Pendekatan Kontekstual.

d. Menyusun lembar kerja siswa (LKS) yang digunakan saat pembelajaran berlangsung, yaitu saat diskusi kelompok.


(49)

32 e. Menyusun instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa kemudian melakukan uji coba instrumen tersebut di luar sampel yaitu di kelas VII A, dengan pertimbangan bahwa kelas tersebut sudah mendapatkan materi yang diuji serta kemampuan berpikir kritis matematis siswa di kelas tersebut relatif sama dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa di kelas eksperimen.

f. Memberikan instrumen tes kemampuan berpikir kritis matematis di kelas eksperimen setelah intrumen tes tersebut memenuhi kriteria instrumen tes yang baik. (22 Januari 2015)

2. Tahap Pelaksanaan

Pembelajaran Socrates Kontekstual dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah disusun. Namun, RPP dan LKS yang telah disusun diuji cobakan terlebih dahulu dikelas ujicoba instrumen yaitu kelas VII E. Penentuan kelas ujicoba instrumen ini berdasarkan rekomendasi dari guru mata pelajaran matematika. Ujicoba instrumen ini bertujuan agar RPP dan LKS yang digunakan dapat diketahui kelemahan-kelemahannya sehingga RPP dan LKS tersebut dapat segera diperbaiki untuk digunakan di kelas eksperimen. Selanjutnya, berdasarkan RPP yang telah disusun, urutan pembelajaran yang dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Kegiatan Awal

1) Memberikan apersepsi mengenai materi yang dibahas dengan suatu per-masalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

2) Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan jawaban kemudian menjawab permasalahan yang telah diberikan.


(50)

33 b. Kegiatan Inti

1) Guru memberi permasalahan yang lebih sederhana dari permasalahan awal agar siswa lebih mudah memahami materi yang diberikan.

2) Siswa menjawab permasalahan yang telah diberikan, kemudian guru memeriksa keabsahan jawaban siswa dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan Socrates.

3) Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, kemudian memberikan soal latihan berpikir kritis untuk dikerjakan bersama kelompoknya.

4) Dalam diskusi kelompok, siswa dapat membangun pengetahuannya, menemukan hal-hal baru, bertanya dengan teman sekelompok atau guru, menerapkan masyarakat belajar, serta melakukan pemodelan.

5) Perwakilan kelompok yang terpilih mempresentasikan hasil diskusinya. c. Kegiatan Penutup

1) Guru bersama siswa melakukan refleksi terhadap jalannya pembelajaran dengan cara memeriksa dan menyimpulkan hasil diskusi menggunakan pertanyaan-pertanyaan Socrates yang telah disusun.

2) Guru memberikan pekerjaan rumah (PR) sebagai latihan siswa agar lebih memahai materi yang telah diberikan.

D. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa skor kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Skor kemampuan berpikir kritis ma-tematis siswa tersebut diperoleh dari pemberian tes awal sebelum perlakuan dan pemberian tes akhir setelah perlakuan. Data hasil tes awal kemampuan berpikir


(51)

34 kritis matematis tersebut digunakan untuk menganalisis kemampuan awal berpikir kritis matematis siswa, sedangkan data hasil tes akhir digunakan untuk menganalisis .kemampuan .akhir .berpikir .kritis .matematis .siswa .setelah . men-dapatkan Pembelajaran Socrates Kontekstual.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu teknik tes, yang dilakukan dengan memberikan soal tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Tes berupa tes awal untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebelum diberi perlakuan dan tes akhir untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah diberi perlakuan. Materi yang digunakan untuk tes awal merupakan materi yang sudah dipelajari siswa, dalam penelitian ini dipilih materi perbandingan karena materi ini dipelajari siswa tepat sebelum ujian akhir semester sehingga diharapkan siswa masih mengingat dengan baik materi tersebut, sedangkan materi yang digunakan untuk tes akhir adalah materi persamaan linier satu variabel (PLSV).

2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen tes yang berupa tes tertulis. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis ma-tematis siswa. Dari hasil tes awal dan tes akhir dilihat apakah kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat berkembang dengan baik.


(52)

35 Instrumen tes yang digunakan pada penelitian ini berbentuk uraian. Pemberian tes berbentuk uraian bertujuan agar indikator kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat diidentifikasi dengan jelas melalui langkah-langkah penyelesaian masalah yang diberikan siswa.

Pedoman penskoran untuk mengukur kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada penelitian ini diadaptasi dari Wulansari (2013) yang disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

No Indikator Keterangan Skor

1. Interpretasi (memahami dan mengungkapkan makna dari berbagai kejadian yang dihadapi)

a. Tidak menjawab 0

b. Memahami dan mengungkapkan makna dari

berbagai kejadian yang dihadapi tetapi salah 1 c. Memahami makna dari berbagai kejadian

yang dihadapi dengan benar tetapi salah mengungkapkannya

2 d. Memahami dan mengungkapkan makna dari

berbagai kejadian yang dihadapi dengan benar

3 2. Analisis (membuat

rincian atau uraian serta

mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi)

a. Tidak menjawab 0

b. Membuat rincian atau uraian serta mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi tetapi salah

1 c. Membuat rincian atau uraian dengan benar

tetapi salah mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi

2 d. Membuat rincian atau uraian serta

mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi dengan benar

3 3. Evaluasi (menilai

dan mengkritisi kredibilitas dari suatu pernyataan)

a. Tidak menjawab 0

b. Menilai dan mengkritisi kredibilitas dari

suatu pernyataan tetapi salah 1 c. Menilai kredibilitas dari suatu pernyataan

dengan benar tetapi salah dalam mengkritisinya

2 d. Menilai dan mengkritisi kredibilitas dari


(53)

36 Selanjutnya dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang akurat maka tes yang digunakan harus memenuhi kriteria tes yang baik. Kriteria tes yang baik yaitu tes harus memiliki validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda yang baik.

Kriteria kelayakan tes yang pertama adalah data harus memiliki validitas yang baik. Tes dikatakan valid jika tes tersebut dapat memberikan data yang sesuai dengan keadaan nyata atau keadaan sebenarnya. Validitas tes yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi dan validitas butir soal. Tes memiliki validitas isi apabila tes mampu mengukur tujuan pemberian materi pelajaran. Dalam penelitian ini, yang diukur adalah kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2011), sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Instrumen tes yang dikategorikan memenuhi validitas isi adalah butir soal yang telah dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator kemampuan berpikir kritis serta menggunakan bahasa yang dapat dimengerti/dipahami siswa. Penilaian validitas isi dalam penelitian ini ditentukan oleh guru matematika kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung. Hasil penilaian instrumen tes yaitu tes awal dan tes akhir telah memenuhi validitas isi. Penilaian validitas isi untuk uji coba tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada Lampiran C.1 dan C.2.

Setelah tes yang digunakan memenuhi validitas isi, selanjutnya tes diujicobakan di luar sampel yaitu kelas VII A dengan pertimbangan bahwa kelas tersebut sudah mendapatkan materi yang diuji dan memiliki kemampuan yang relatif sama


(54)

37 dengan kelas eksperimen sehingga instrumen tes dapat terukur dengan baik. Ber-dasarkan hasil ujicoba tersebut, kemudian diuji validitas butir soalnya. Perhi-tungannya mengacu pada pendapat Pearson (Arikunto, 2011) yaitu dengan meng-gunakan rumus korelasiproduct momentdengan angka kasar sebagai berikut.

dengan

= koefisien validitas butir soal nomori = banyak siswa yang ikut tes

= skor butir soal nomori = skor total jawaban siswa

Berdasarkan perhitungan yang diperoleh dari rumus korelasi product moment dengan angka kasar di atas, interpretasi nilai menurut Arikunto (2011) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Validitas Butir Soal

Rentang nilai Interpretasi

Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah

0 Sangat rendah

Dalam penelitian ini, butir soal yang digunakan harus mempunyai koefisien validitas butir soal lebih dari 0,4 (minimal sedang). Setelah melakukan perhitung-an skor, diperoleh bahwa semua butir soal tes awal dperhitung-an tes akhir dapat digunakperhitung-an. Perhitungan validitas butir soal untuk uji coba tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada Lampiran C.3 dan C.4.


(55)

38 Selanjutnya, instrumen tes yang baik harus memiliki reliabilitas yang baik. Relia-bilitas berhubungan dengan ketetapan hasil dari data yang diperoleh, yang artinya data tidak berubah-ubah dan apabila hasilnya berubah-ubah, perubahannya dapat dikatakan tidak berarti. Untuk menentukan tingkat reliabilitas tes digunakan ru-mus Alpha (Arikunto, 2011) sebagai berikut.

dengan

= banyak soal

r11 = reliabilitas yang dicari

= jumlah varians skor tiap-tiap butir soal = varians total

Varians tiap-tiap butir soal dicari dengan menggunakan rumus:

dengan

=Varians butir soal

x = skor yang diperoleh siswa untuk butir soal tertentu n = banyak siswa

Interpretasi dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Alpha tersebut, terhadap koefisien reliabilitas tes (r11), menurut Arikunto (2011) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Reliabilitas

Nilai Interpretasi

Derajat reliabilitas sangat rendah Derajat reliabilitas rendah Derajat reliabilitas cukup Derajat reliabilitas tinggi Derajat reliabilitas sangat tinggi


(56)

39 Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini harus mempunyai koefisien reliabilitas lebih dari atau sama dengan 0,6 (reliabilitas tinggi). Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh bahwa koefisien reliabilitas soal tes awal adalah 0,71 dan reliabilitas soal tes akhir adalah 0,77. Perhitungan reliabilitas untuk uji coba tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada Lampiran C.5 dan C.6.

Selanjutnya, tes yang baik juga harus mempunyai tingkat kesukaran yang baik. Arikunto (2011) menyatakan bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran dinyatakan dengan bilangan 0,00 sampai 1,00 yang disebut dengan indeks kesukaran. Rentang nilai tersebut memiliki arti 0,00 untuk soal terlalu mudah dan 1,00 untuk soal yang terlalu sukar. Untuk keperluan tersebut, maka perlu diketahui tingkat kesukaran soal tes yang digunakan. Untuk menentukan tingkat kesukaran instrumen tes tersebut, menurut Sudijono (2008) dapat digunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada suatu butir soal

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.

Menurut Sudijono (2008), interpretasi dari hasil perhitungan tingkat kesukaran tersebut adalah sebagai berikut.

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Sangat Sukar Sukar Sedang Mudah Sangat Mudah


(57)

40 Dalam penelitian ini, soal tes yang digunakan adalah soal tes yang mempunyai tingkat kesukaran tergolong sedang dan sukar. Hasil perhitungan tingkat kesukaran untuk uji coba tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada Tabel 3.7 dan 3.8. Berdasarkan tabel tersebut, untuk uji coba tes awal diperoleh hasil bahwa butir soal nomor 1a, 2, 3a, 3b, 3c, dan 3d memiliki tingkat kesukaran tergolong sedang dan butir soal nomor 1b dan 1c memiliki tingkat kesukaran tergolong sukar. Sedangkan, untuk uji coba tes akhir diperoleh hasil bahwa butir soal nomor 1a, 1b, 1c, 2a, 2b, 3a, dan 3b memiliki tingkat kesukaran tergolong sedang serta butir soal nomor 3c dan 3d memiliki tingkat kesukaran tergolong sukar. Dengan demikian, dari hasil tesebut semua butir soal telah memiliki tingkat kesukaran yang baik. Perhitungan tingkat kesukaran untuk uji coba tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada Lampiran C.7 dan C.8.

Selanjutnya, soal tes yang digunakan untuk penelitian ini harus mempunyai daya pembeda yang baik. Daya pembeda berhubungan dengan kemampuan soal tes un-tuk membedakan siswa berkemampuan tinggi dan siswa berkemampuan rendah. Menurut Arifin (2012), untuk menentukan daya pembeda soal tes dapat digunakan rumus berikut.

Keterangan:

DP : daya pembeda

: rata-rata skor tiap butir soal dari kelompok atas : rata-rata skor tiap butir soal dari kelompok bawah Skor Maks : skor maksimum tiap butir soal

Interpretasi dari hasil perhitungan dengan rumus tersebut menurut Arifin (2012) adalah sebagai berikut.


(58)

41 Tabel 3.6 Interpretasi Koefisien Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

DP≥ 0,40 Sangat baik 0,30≤DP≤0,39 Baik 0,20≤DP≤0,29 Cukup

DP≤ 0,19 Kurang baik

Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes yang memiliki daya pembeda dengan interpretasi minimal cukup (nilai DP≥ 0,20). Hasil perhitungan daya pembeda butir soal untuk uji coba tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada Tabel 3.7 dan 3.8. Berdasarkan tabel tersebut, untuk uji coba tes awal diperoleh hasil bahwa daya pembeda butir soal nomor 1a, 2, 3a, 3b, 3c, dan 3d tergolong cukup dan butir soal nomor 1a tergolong sangat baik serta butir soal nomor 1b tergolong baik. Sedangkan untuk uji coba tes akhir diperoleh hasil bahwa daya pembeda butir soal nomor 1a, 1b, 2a, 2b, 3a, 3b, dan 3c tergolong cukup dan butir soal nomor 3d tergolong sangat baik serta butir soal nomor 1c tergolong baik. Dengan demikian, dari hasil tesebut semua butir soal telah memiliki daya pembeda yang baik. Perhitungan daya pembeda untuk uji coba tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada Lampiran C.9 dan C.10.

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Awal No Validitas Isi Validitas Butir Soal Reliabilitas Tingkat Kesukaran Daya Beda 1a Valid Tinggi

0,71 (tinggi)

0,48 (Sedang) 0,42 (sangat baik)

1b Valid Tinggi 0,26 (Sukar) 0,33(baik)

1c Valid Tinggi 0,27 (Sukar) 0,27 (cukup)

2 Valid Sedang 0,45 (Sedang) 0,24 (cukup)

3a Valid Tinggi 0,68 (Sedang) 0,24 (cukup)

3b Valid Tinggi 0,69 (Sedang) 0,22 (cukup)

3c Valid Tinggi 0,68 (Sedang) 0,24 (cukup)


(59)

42 Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tes Akhir

No Validitas Isi Validitas Butir Soal Reliabilitas Tingkat Kesukaran Daya Beda 1a Valid Tinggi

0,77 (tinggi)

0,68 (Sedang) 0,21 (cukup)

1b Valid Tinggi 0,68 (Sedang) 0,28 (cukup)

1c Valid Tinggi 0,67 (Sedang) 0,36 (baik)

2a Valid Tinggi 0,61 (Sedang) 0,25 (cukup)

2b Valid Sedang 0,57 (Sedang) 0,21 (cukup)

3a Valid Tinggi 0,57 (Sedang) 0,28 (cukup)

3b Valid Tinggi 0,52 (Sedang) 0,28 (cukup)

3c Valid Sedang 0,27 (Sukar) 0,25 (cukup)

3d Valid Sedang 0,29 (Sukar) 0,42 (sangat

baik)

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, prosedur yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut.

1. Uji Normalitas

Untuk keperluan pengolahan data, uji normalitas digunakan untuk melihat apakah data skor kemampuan berpikir kritis matematis siswa berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan pada penelitian ini adalah ujiKolmogorov-Smirnov Z. Pasangan hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut.

Ho : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Uji Kolmogorov-Smirnov dalam penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0 yaitu dengan membandingkan nilai hitung Kolmogorov-Smirnov terbesar dengan nilai tabel Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujiannya adalah


(60)

43 dengan taraf signifikansi 5% jika nilai probabilitas (sig) dari Z lebih dari , maka H0 diterima (Trihendradi, 2005). Setelah dilakukan perhitungan dengan bantuan software SPSS versi 17.0 diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 3.9 Uji Normalitas Skor Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

Tes Banyaknya

Siswa

Rata-Rata Skor

Kolmogorov-Smirnov Z

Probabilitas (Sig)

Tes Awal 27 52,35 0,87 0,44

Tes Akhir 27 66,67 0,85 0,47

Berdasarkan Tabel 3.9 di atas, terlihat bahwa probabilitas (Sig) data tes awal dan tes akhir lebih besar dari 0,05 sehingga H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan taraf signifikansi 5% data skor kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran Socrates kontekstual berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data hasil tes awal dan tes akhir dapat dilihat pada Lampiran C.11.

2. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Dalam penelitian ini, pengujian hipotesis ditinjau dari skor kemampuan berpikir kritis matematis siswa sebelum diberi perlakukan dan setelah diberi perlakuan. Oleh karena itu, uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk membandingkan rata-rata dari tes awal dan tes akhir.

Berdasarkan hasil uji normalitas, diperoleh hasil bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, selanjutnya dilakukan uji t dengan menggunakan observasi berpasangan. Pasangan hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut. .


(1)

dengan

menyatakan banyaknya siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis matematis yang baik kurang dari atau sama dengan 60% dari jumlah siswa

menyatakan banyak siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis matematis yang baik lebih dari 60% dari jumlah siswa

Menurut Sudjana (2005), dengan menggunakan pendekatan oleh distribusi normal, maka untuk pengujian ini digunakan statistik z yang rumusnya adalah sebagai berikut.

dengan

x = banyaknya siswa yang ikut tes dan memiliki kemampuan berpikir kritis matematis yang baik

= persentase siswa yang diharapkan memiliki kemampuan berpikir kritis matematis yang baik

n = banyaknya siswa yang ikut tes

Menurut Sudjana (2005), kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika

dengan peluang dan taraf signifikansi 5%, untuk diperoleh dari daftar normal baku. H0diterima untuk nilaizlainnya.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa Pembelajaran Socrates Kontekstual tidak efektif dalam mengembangkan kemam-puan berpikir kritis matematis siswa kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015.

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran Socrates Kontekstual dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan matematikanya, namun lebih baik untuk mengembangkan kemampuan matematika yang tingkat kesulitannya dibawah kemampuan berpikir kritis matematis.

2. Bagi pembaca dan peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lanjutan mengenai efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual dalam mengem-bangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa disarankan meng-gunakan waktu penelitian yang lebih lama agar siswa terbiasa dengan Pembelajaran Socrates Kontekstual.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al Qhomairi, Arifan. 2013.Metode Socrates Kontekstual Ditinjau dari Proses Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. [Online]. Tersedia: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/MTK/article/view/3351/2059. Juli 2015.

Anonim. 2013. Our Concept and Definition of Critical Thinking. [Online]. Tersedia: http://www.criticalthinking.org/pages/our-concept-and-definition-of-critical-thinking / 411.Oktober 2015.

Arifin, Zainal. 2012.Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Daniel, Wayne W. 1990. AppliedNonparametric Statistics 2nded. Boston: PWS-KENT Publishing Company.

Depdiknas. 2002.Pendekatan Kontekstual CTL. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Dwijananti, P., dan Yulianti, D. 2010. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Melalui Pembelajaran Problem Based Instruction pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan.[Online]. Tersedia: http://journal.unnes.ac. id/nju/ index.php/JPFI/article/viewFile/1122/1039. Desember 2014.

Fachrurazi. 2011. Penerapan pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan komunikasi matematis siswa sekolah dasar. [Online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi. pdf. Jurnal. Bandung: UPI. Desember 2014.

Hamalik, Oemar. 2001.Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara. Hasratuddin. 2010. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP

Melalui Pendekatan Matematika Realistik. [Online]. Tersedia: http:// eprints.unsri.ac.id/841/. Desember 2014.


(4)

/UNIMED-Article-24572-Hasruddin.pdf. Agustus 2015.

Indiyani, Novita Eka, dan Listiara, Anita. 2006.Efektivitas Metode Pembelajaran Gotong Royong (Cooperative Learning) untuk Menurunkan Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/download/688/551. Oktober 2015.

Irawati, Winaika. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Materi Perilaku Konsumen Dalam Pembelajaran Ekonomidan Bisnis di SMK. [Online]. Tersedia: eprints.uny.ac.id/21600/. Oktober 2015.

Kesuma, Andyka Martha. 2012. Pembelajaran Socrates dengan Pendekatan Kontekstual Ditinjau dari Proses Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis. [Online]. Tersedia: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/MTK/article/view /2531/1599. Juli 2015.

Kunandar. 2009. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Kurniawati, Lia, dan Utami, Belani Margi. 2013. Pengaruh Metode Penemuan dengan Strategi Heuristik Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. [Online]. Tersedia: http://fmipa.um.ac.id/index.php/component/attachments/ download/139.html. Desember 2014.

Lambertus. 2009. Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pem-belajaran Matematika di SD. Palembang: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya.

Mahmuzah, dkk. 2014. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/DM/article/download/ 2076/2030. Oktober 2015.

Maxwell, Max. 2009. Introduction to the Socratic Method and its Effect on Critical Thinking. [Online]. Tersedia: http://www.socraticmethod.net/. Oktober 2015.

Murtadho, Fathiaty. 2013. Berpikir Kritis dan Strategi Metakognisi: Alternatif Sarana Pengoptimalan Latihan Menulis Argumentasi. [Online]. Tersedia: http://educ.utm.my/wp-content/uploads/2013/11/71.pdf. Desember 2014.


(5)

Tersedia: http://www.criticalthinking.org/pages/socratic-teaching/606. Ok-tober 2015.

Permendiknas. 2006.Standar Isi.[Online]. Tersedia: http://www.aidsindonesia.or. id/uploads/20130729141205.Permendiknas_No_22_Th_2006.pdf. Desem-ber 2014.

Permendiknas Nomor 22. 2006. Standar Isi. [Online]. Tersedia: http://bsnp-Indonesia.org/id/?page_id=103. Juni 2015.

Permendiknas Nomor 47. 2008. Wajib Belajar. [Online]. Tersedia: http:// kemenag.go.id/file/dokumen/pp4708.pdf. Juni 2015.

PISA. 2012.PISA 2012 Result in Focus (What 15-year-olds know and what they can do with what they know). [Online]. Tersedia: http://www.oecd. org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf. Desember 2014. Rahyubi, Heri. 2012. Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik.

Bandung: Referens.

Sani, Ridwan Abdullah. 2014.Inovasi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Saragih, Sehatta. 2007. Penerapan Problem Based Learning dengan Pendekatan Kontekstual pada Pembelajaran Matematika. Palembang. Universitas Sriwijaya.

Sardiman. 2011.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Sudijono, Anas. 2008.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Sudjana. 2005.Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Bandung.

Suherman, Erma dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Sumarina, Holy. 2013. Efektivitas Komunikasi Interpersonal Guru dan Murid. [Online]. Tersedia: http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content /uploads/2013/05/Jurnal%20Holy%20Sumarina%201%20(05-30-13-04-07-05).pdf. Oktober 2015.


(6)

Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 17.0 Analisis Data Statistik. Yogyakarta: Andi Offset.

Turohmah, Nur Azizah. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Melalui Penerapan Pendekatan Open Ended. [online]. Tersedia: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25299/1/NUR%2 0AZIZAH%20TUROHMAH-FITK.pdf. Juni 2015.

UU RI Nomor 20. 2003. Sistem Pendidikan Nasional. [Online]. Tersedia: http://usu.ac.id/public/content/files/sisdiknas.pdf. November 2014.

Wardoyo, Sigit Mangun. 2013. Pembelajaran Konstruktivisme. Bandung: Al-fabeta.

Whiteley, T. Rick. 2006. Using The Socratic Method and Bloom’s Taxonomy of

the Cognitive Domain to Enhance Online Discussion, Critical Thinking, and Student Learning. [Online]. Tersedia: https://journals.tdl.org/absel/index. php/absel/article/viewFile/499/468. Desember 2014.

Wulansari, Nike. 2013. Penerapan Metode Socrates Melalui Pendekatan Kontekstual Pada Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/mtk/article/view/2132/1286. Januari 2015.

Yunarti, Tina. 2011. Pengaruh Metode Socrates terhadap Kemampuan dan Disposisi Berpikir Kritis Siswa. Bandung: UPI.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 20 Bandar Lampung Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 10 52

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAM HEROIC LEADERSHIP DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

12 55 167

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

3 24 67

ANALISIS DESKRIPTIF DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif di SMP Al-Kautsar Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

2 13 89

ANALISIS SELF-EFFICACY BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

2 27 96

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Penelitian Kuantitatif pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 22 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 10 75

PENGARUH PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

2 12 51

DESKRIPSI DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

3 19 81

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Al-Kautsar Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 6 67

ANALISIS DESKRIPTIF SELF-EFFICACY BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII-J SMP Negeri 8 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

3 34 86