PENGEMBANGAN PROGRAM KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN KONSELING REALITAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN PERILAKU SEKSUAL SEHAT SISWA.

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN……….. i

ABSTRAK……… ii

KATA PENGANTAR………. iii

DAFTAR ISI……… vii

DAFTAR TABEL……… ix

DAFTAR GAMBAR………... xi

DAFTAR BAGAN……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN……… xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah……… 11

C. Tujuan Penelitian………. 12

D. Manfaat Penelitian……… 13

E. Asumsi……….. 14

F. Metodologi Penelitian………. 14

G. Sistematika Penulisan……….. 16

BAB II PROGRAM KONSELING KELOMPOK, PENDEKATAN KONSELING REALITAS DAN KESADARAN TENTANG PERILAKU SEKSUAL SEHAT A. Pengembangan Program Konseling Kelompok……….. 18

B. Konseling Realitas……….. 43

C. Kesadaran Perilaku Seksual Sehat……….. 57


(2)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian……… 82

B. Lokasi dan Subyek Penelitian……… 91

C. Definisi Operasional……….. 92

D. Instrumen Penelitian……….. 95

E. Prosedur dan Teknik Pengolahan Data………. 102

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Studi Pendahuluan………. 106

B. Pengembangan Program……….. 138

C. Validasi Program……….. 139

D. Hasil Uji Efektifitas Program……….. 174

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan……… 212

B. Rekomendasi………. 214

DAFTAR PUSTAKA………... 216 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Bentuk Perilaku Seksual Remaja 70

3.1 One-Group Pretest-Posttest Design 88

3.2 Kecenderungan Kesadaran Perilaku Seksual Sehat 97 3.3 Angket Kesadaran Perilaku Seksual Sehat

(sebelum uji coba)

98

3.4 Hasil Uji Validitas 101

4.1 Profil Kesadaran Perilaku Seksual Sehat siswa Kelas XI SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) UPI

Tahun Pelajaran 2010-2011 Berdasarkan Kecenderungan.

107

4.2 Profil Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Subyek Penelitian Berdasarkan Kecenderungan

109

4.3 Profil Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek

112

4.4 Gambaran Proses Pelaksanaan Uji Coba Program 175

4.5 Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Skor Responden

184

4.6 Hasil Uji t Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Skor Responden

185

4.7 Hasil uji t untuk Perbedaan Varians Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Skor Responden

186

4.8 Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Fisik

187

4.9 Hasil Uji t Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Fisik


(4)

4.10 Hasil uji t untuk Perbedaan Varians Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Fisik

188

4.11 Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Psikologis

189

4.12 Hasil Uji t Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Psikologis

190

4.13 Hasil uji t untuk Perbedaan Varians Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Psikologis

191

4.14 Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Moral

192

4.15 Hasil Uji t Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Moral

193

4.16 Hasil uji t untuk Perbedaan Varians Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Moral

193

4.17 Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Sosial

194

4.18 Hasil Uji t Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Sosial

195

4.19 Hasil uji t untuk Perbedaan Varians Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Sosial

196


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

3.1 Langkah-langkah Strategi Research and Development dalam Penelitian Pengembangan Program Konseling Kelompok dengan Pendekatan Konseling Realitas untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Perilaku

Seksual Sehat Siswa

84

3.2 Model Pengembangan Program Konseling Kelompok Dengan Pendekatan Konseling Realitas untuk

Meningkatkan Kesadaran Siswa Perilaku Seksual Sehat Siswa


(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan

2.1 Mekanisme Kerja Layanan Bimbingan dan Konseling 32 4.1 Profil Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Subyek Penelitian

Berdasarkan Aspek

113

4.2 Profil Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Subyek Ke-1 Berdasarkan Aspek

116

4.3 Profil Kesadaran Siswa Perilaku Seksual Sehat Subyek Ke-2 Berdasarkan Aspek

118

4.4 Profil Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Subyek Ke-3 Berdasarkan Aspek

121

4.5 Profil Kesadaran Siswa tentang Perilaku Seksual Sehat Subjek Ke-4 Berdasarkan Aspek

123

4.6 Profil Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Subyek Ke-5 Berdasarkan Aspek

125

4.7 Profil Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Subyek Ke-6 Berdasarkan Aspek

127

4.8 Profil Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Subjek Ke-7 Berdasarkan Aspek

130

4.9 Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Skor Responden

185

4.10 Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Fisik

187

4.11 Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Psikologis

190

4.12 Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Moral

192

4.13 Data Pre-Post Test Subyek Penelitian Berdasarkan Aspek Sosial


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1 Hasil Pengolahan Uji Validitas Instrumen Lampiran 2 Hasil Pengolahan Uji Reliabilitas

Lampiran 3 Angket Kesadaran Siswa tentang Perilaku Seksual Sehat (Setelah Judgement)

Lampiran 4 Program Konseling Kelompok dengan Pendekatan

Konseling Realitas untuk Meningkatkan Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Siswa (Sebelum Validasi Program)

Lampiran 5 Foto Kegiatan

Lampiran 6 SK Pembimbing Tesis

Lampiran 7 Surat Keterangan Izin Observasi dan Penelitian Lampiran 8 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup


(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Fenomena perilaku seksual yang tidak sehat dikalangan remaja Indonesia khususnya remaja yang belum menikah semakin meningkat dan sangat memprihatinkan, bahkan perilaku tersebut sudah menjadi budaya dalam pergaulan dengan lawan jenis, ditambah lagi saat sekarang ini berpacaran merupakan suatu hal yang perlu ada dalam kehidupan seorang remaja.

Penelitian tentang pergaulan remaja di Kabupaten Bandung memberikan informasi bahwa sekitar 40% remajanya sudah pernah berciuman dengan pasangannya. Sedangkan 60% remaja pernah bersentuhan dengan teman lawan jenisnya seperti berpegangan tangan, dan perilaku-perilaku seks lainnya (http://herdiyan.blogspot.com/2009/04/globalisasi-merusak-moral-remaja.html)

Sementara dari survei yang dilakukan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), setiap tahunnya sebanyak 160 ribu hingga 200 ribu remaja di Jabar melakukan aborsi. Bahkan survei yang dilakukan Annisa Foundation tahun 2006 ditemukan 42.3 persen remaja SMP dan SMA di Cianjur, Jawa Barat, pernah berhubungan seks (http://ayuna.abatasa.com/post/detail/2270/marak-aborsi-di-kalangan-remaja-bandung).

Selanjutnya berdasarkan hasil polling LSM Sahabat Anak Remaja (SAHAJA) terungkap, sekitar 20% dari 1000 remaja di daerah perkotaan Kabupaten Bandung melakukan seks di luar nikah, sedangkan di daerah pedesaan


(9)

antara 5% - 7%, kondisi tersebut disebabkan oleh maraknya kasus pesta seks yang melibatkan sejumlah pelajar SMA yang dengan beraninya melakukan hubungan seks dalam waktu dan tempat bersamaan. Fakta yang paling mengherankan ketika wartawan Gatra yang mewawancarai beberapa remaja Cianjur yang terlibat seks bebas, rata-rata mengungkapkan mendapatkan pengetahuan seputar seks melalui media televisi, buku seks dan VCD porno (Setiawati, 2008: 3).

Penelitian lainnya pada tahun 2007 mengenai perilaku seksual remaja SMU di Bandung dengan Subjek penelitian ini berjumlah 1.250 orang, berasal dari 10 SMU di Bandung yang terdiri atas 611 subjek laki-laki dan 639 subjek perempuan.

Kebanyakan subjek pernah menggunakan media pornografi, pada subjek laki-laki sebanyak 497 orang (81.34%) dan subjek perempuan 181 orang (28.32%); subjek yang mengaku tidak pernah menggunakan media pornografi pada subjek laki-laki sebanyak 114 orang (18.66%), subjek perempuan 458 orang (71.67%). Sebagian besar subjek mengaku pernah menonton film porno, pada subjek laki-laki sebanyak 403 orang (28.54%) dan subjek perempuan 111 orang (34.91%); sebagian kecil pornografi lewat foto pada subjek laki-laki 135 orang (9.56%) dan subjek perempuan 22 orang (6.92%).

Sebagian subjek laki-laki 212 orang (34.69%) mengaku kadang-kadang melakukan onani, subjek perempuan 27 orang (4.23%), dan 77 orang (12.60%) subjek laki-laki dan 9 orang (1.41%) perempuan mengaku sampai sekarang masih aktif melakukan onani.


(10)

Subjek yang melakukan hubungan seksual dari 462 subjek laki-laki yang berpacaran ditemukan 139 orang (30.09%), yang mengaku telah melakukan hubungan seksual dari 469 subjek perempuan yang berpacaran ditemukan 25 orang (5.33%). Alasan mereka melakukan hubungan seksual sebagai bukti rasa cinta pada subjek laki-laki 57 orang (38.51%), sedangkan pada subjek perempuan 6 orang (24%); dengan alasan diperkosa atau dipaksa pada subjek laki-laki 4 orang (2.70%) pada subjek perempuan 2 orang (8%).

Usia subjek pertama kali melakukan hubungan seksual adalah 15-17 tahun yaitu pada laki-laki sebanyak 60 orang (43.16%) pada subjek perempuan 12 orang (48%). Hubungan seksual kebanyakan dilakukan bersama dengan pacarnya, pada subjek laki- laki 105 orang (53.29%) sedangkan pada subjek perempuan 21 orang (84%).

Kebanyakan alasan remaja melakukan hubungan seksual adalah karena pengaruh lingkungan, VCD, buku dan film porno yaitu: pada subjek laki-laki sebanyak 389 orang (29.07%), sedangkan pada subjek perempuan 444 orang (31.11%). Alasan karena kemajuan zaman dan biar gaul, subjek laki-laki 113 orang (8.44%), pada subjek perempuan 99 orang (6.94%).

Sedangkan survei terhadap kesehatan reproduksi remaja yang dilakukan pada tahun 2007, remaja usia 15-19 tahun baik putra maupun putri tidak sedikit yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Data terhadap 10.833 remaja laki-laki berusia 15-19 tahun didapatkan; sekitar 72% sudah berpacaran, 92% sudah pernah berciuman, 62% sudah pernah meraba-raba pasangan, 10,2% sudah pernah melakukan hubungan seksual. Sedangkan hasil survei dari 9.344 remaja


(11)

putri yang berusia 15-19 tahun didapatkan data; sekitar 77% sudah berpacaran, 92 % sudah pernah berciuman, 62% sudah pernah meraba-raba pasangan, dan 6,3% sudah pernah melakukan hubungan seksual (http://ayosehatcantik.com/perilaku-seksual-remaja-di-indonesia.html).

Data yang paling menghebohkan yang dikeluarkan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang dimuat di Tribun Jabar (terbit, Kamis, 14 April 2011), mengenai penelitian yang dilakukan terhadap pelajar SMP dan SMA/SMK ditemukan bahwa puluhan pelajar perempuan di Kabupaten Garut, diketahui menjadi pelaku hubungan sesama perempuan (lesbian). Para pelajar yang terjerumus menjadi lesbian tersebut rata-rata berusia 14-17 tahun.

Kalau ditinjau dari sisi perkembangan seksualitas remaja, memang pada usia remaja terjadi perkembangan organ seksual yang akan mempengaruhi minat dan perhatian remaja terhadap lawan jenisnya. “Terjadinya peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis sangat dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik selama periode pubertas” (Santrock, 2003: 87). Perkembangan seksualitas pada remaja diawali ketika terjalinnya interaksi antar lawan jenis, baik itu interaksi antar teman maupun interaksi ketika berkencan. Berkencan bagi remaja ialah suatu konteks dimana harapan-harapan peran yang berkaitan dengan gender meningkat. Dalam berkencan dengan pasangannya, remaja melibatkan aspek emosi yang diekspresikan dengan berbagai cara, seperti memberikan bunga, tanda mata, mengirim surat, bergandengan tangan, kissing, dan sebagainya. Atas dasar dorongan-dorongan seksual dan rasa ketertarikan terhadap lawan jenisnya,


(12)

perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis. Dalam rangka mencari pengetahuan tentang seks, ada remaja yang melakukan secara terbuka mengadakan eksperimen dalam kehidupan seksual. Misalnya dalam berpacaran, mereka mengekspresikan perasaannya dalam bentuk-bentuk perilaku yang menuntut keintiman secara fisik dengan pasangannya, seperti berciuman hingga melakukan hubungan seksual.

Perilaku seksual pada remaja dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik, berkencan, berpegangan tangan, mencium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada di atas baju, memegang buah dada di balik baju, memegang alat kelamin di atas baju, memegang alat kelamin di bawah baju, dan melakukan senggama (Sarwono, 2005: 46).

Dalam kajian psikologi perkembangan, terjadinya perubahan-perubahan baik dari segi fisik maupun yang lainnya, timbul karena kematangan aspek biologis, primer maupun sekunder. Kematangan aspek seksual primer, berhubungan dengan matangnya alat-alat reproduksi yang ditandai dengan haid pertama pada remaja putri dan mimpi basah pada remaja putra. Kematangan aspek seksual sekunder berhubungan dengan perkembangan bentuk fisik yang membedakan antara remaja putra dengan putri. Perubahan dalam bentuk fisik maupun fungsi fisiologis yang berhubungan dengan kematangan aspek seksual menunjukkan bahwa remaja mengalami transisi bentuk fisik, yaitu dari bentuk fisik anak-anak menuju bentuk fisik dewasa. Selain itu remaja juga mengalami transisi kehidupan seksualitasnya, yaitu dari kehidupan seksualitas anak-anak


(13)

menuju kehidupan seksualitas dewasa. Transisi yang dialami remaja ini dapat menyebabkan perubahan dalam kehidupan seksualnya yaitu munculnya minat dan perhatian terhadap lawan jenisnya.

Menurut Hurlock (1996:84), pada masa going steady remaja dapat terdorong untuk melakukan perilaku seksual seperti necking (keintiman fisik yang dicirikan dengan causal kissing yang dibatasi pada daerah sekitar leher ke atas, seperti mencium kening, pipi, bibir, leher); petting (kontak fisik yang melibatkan perpaduan alat kelamin tetapi tidak digunakan untuk mempengaruhi erotic/ nafsu birahi dan memberikan pelepasan ketegangan seksual, seperti meraba dada/ buah dada, meraba paha, memegang alat kelamin dan menempelkan alat kelamin); dan sampai pada premarital intercourse (bersenggama baik dengan menggunakan maupun tanpa alat kontrasepsi).

Dari penelitian-penelitian yang dipaparkan sebelumnya, dijelaskan bahwa mayoritas remaja melakukan hubungan seksual pertama kali saat di bangku SMA pada usia sekitar 15-18 tahun. Bentuk-bentuk perilaku tersebut umumnya bertahap dimulai dari tingkat yang kurang intim sampai dengan hubungan seksual. Tahap-tahap perilaku seksual remaja dapat dirinci sebagai berikut: (1) berpegangan tangan, (2) memeluk/ dipeluk dibahu, (3) memeluk/ dipeluk dipinggang, (4) ciuman bibir, (5) ciuman bibir sambil pelukan, (6) meraba/ diraba daerah erogen (payudara, alat kelamin) dalam keadaan berpakaian, (7) mencium/ dicium daerah erogen dalam keadaan berpakaian, (8) saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan berpakaian, (9) meraba/ diraba daerah erogen dalam keadaan tanpa pakaian, (10) mencium/ dicium daerah erogen dalam keadaan tanpa pakaian, (11)


(14)

saling menempelkan alat kelamin dalam keadaan tanpa pakaian, (12) hubungan seksual.

Dampak dari hal tersebut, terjadinya pembentukan paradigma yang salah tentang fungsi dan peran seks itu sendiri, yang pada akhirnya terbentuklah pola perilaku seksual yang negatif dan membahayakan bagi remaja sendiri yang memicu masalah yang cukup serius saat ini yaitu pergaulan bebas.

Sepantasnyalah kita patut bersedih dengan akibat-akibat yang muncul dari pergaulan bebas di kalangan remaja, seperti remaja putri yang hamil di luar nikah, bahkan mereka harus dikeluarkan dari sekolah karena kondisi mereka yang hamil tersebut. Disamping itu ada juga remaja putra yang tega membunuh pacarnya yang meminta pertanggungjawabannya untuk menikahinya karena sudah hamil. Bisa kita bayangkan bagaimana generasi muda bangsa yang akan membangun negara ini, semuanya harus menelantarkan pendidikannya karena sudah hamil pada usia yang sangat muda bahkan harus berada di penjara karena membunuh.

Remaja menghadapi kenyataan yang kontradiktif antara nilai tentang seksualitas yang mereka peroleh di dalam keluarga, sekolah ataupun agama dengan keadaan yang terjadi di masyarakat, terutama pengenalan hal yang baik dan buruk tentang seks. Para remaja diberikan larangan-larangan atau keharusan yang harus dipatuhi tentang berperilaku seksual sebelum pernikahan, misalnya berciuman, menyentuh bagian tubuh yang sensitif lawan jenis, menonton atau membaca cerita porno tidak boleh dilakukan karena dapat merangsang nafsu seks yang dapat menyebabkan terjadinya persetubuhan diluar pernikahan. Namun kenyataan menunjukkan tidak sedikit remaja berpelukan atau berciuman mesra di


(15)

tempat-tempat umum seperti di bioskop atau mall, perilaku tersebut tentu saja dipandang bertentangan dengan nilai norma dan moral dalam masyarakat.

Alangkah tidak bijaknya apabila hanya menyalahkan remaja saja dalam berbagai fenomena yang muncul tersebut. Banyaknya tuntutan dan harapan yang sangat besar terhadap remaja, tetapi dalam saat yang sama remaja berada dalam situasi dan kondisi yang penuh dengan godaan dan bahaya yang lebih kompleks dibandingkan dengan yang dihadapi oleh remaja tempo dulu. Era globalisasi, informasi dan keterbukaan dengan segala kecanggihan teknologi, media massa, media elektronik yang semua itu menawarkan segala kemudahan mengakses informasi tanpa adanya batas, menjadi fasilitas bagi remaja untuk mencari apa yang diinginkannya.

Berkaitan dengan hal tersebut pemberian layanan bimbingan dan konseling untuk memberikan pemahaman mengenai masalah-masalah perilaku seksual yang benar perlu diberikan kepada siswa baik di sekolah maupun keluarga sebagai wahana awal pendidikan seks bagi anak. Hal ini dimaksudkan agar remaja tidak mencari informasi tentang masalah seksual dari orang lain atau sumber-sumber yang diragukan kebenarannya atau bahkan keliru sama sekali.

Sejatinya masalah perilaku seks pranikah yang dilakukan remaja dapat diatasi melalui konseling kelompok sebab keberadaan konseling kelompok dimaksudkan untuk membantu siswa dalam memahami diri dan lingkungan sehingga dapat mengatasi masalah yang dihadapinya (Schertzer&Stone, 1986: 86).


(16)

Layanan konseling kelompok mengemban tanggung jawab untuk membantu individu mampu menyesuaikan diri terhadap dinamika dan perubahan kehidupan sosial. Intervensi konseling kelompok mempunyai manfaat besar untuk bertindak sebagai miniatur sosial, atau laboratorium yang mana individu sebagai anggota kelompok tidak hanya mempelajari tingkah laku baru, tetapi mencoba, mempraktekkan dan menguasai tingkah laku berdasarkan dorongan lingkungan kelompok, sebelum mencoba dalam konteks dunia nyata.

Melalui layanan konseling kelompok diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk berinteraksi antar pribadi yang khas yang tidak mungkin terjadi pada layanan konseling individu atau perorangan, Interaksi sosial yang intensif dan dinamis selama pelaksanan. Layanan diharapkan tujuan-tujuan layanan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan individu anggota kelompok tetap tercapai secara mantap. Layanan konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Layanan konseling kelompok secara terpadu dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling disekolah. Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok.

Konseling realitas sebagai salah satu pendekatan konseling kelompok memiliki prinsip dasar tentang manusia yang pada hakekatnya adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dasar dan dalam kehidupannya mereka berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. “Kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan bertahan hidup (survival), mencintai dan dicintai (love and belonging), kekuasaan atau prestasi (power or achievement), kebebasan atau kemerdekaan (freedom or


(17)

independence), dan kesenangan (fun)” (Corey, 2005: 267). Glasser menyakini bahwa diantara kebutuhan dasar tersebut, kebutuhan mencintai dan dicintai merupakan kebutuhan yang utama dan paling sukar pemenuhannya. Keberhasilan individu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya akan memberikan identitas berhasil pada dirinya, sedangkan kegagalan akan pemenuhan kebutuhan dasar menyebabkan individu mengembangkan identitas gagal.

Dalam hal ini pendekatan konseling realitas tersebut bertujuan untuk membantu individu belajar memenuhi kebutuhannya dengan cara yang lebih baik, yang meliputi kebutuhan mencintai dan dicintai, kekuasaan atau berprestasi, kebebasan atau independensi, serta kebutuhan untuk senang. Sehingga mereka mampu mengembangkan identitas berhasil (success identity).

Maka jika dihubungkan dengan fenomena perilaku seks yang tidak sehat yang terjadi pada remaja saat ini, maka konseling kelompok dengan pendekatan teknik konseling realitas dapat membantu siswa meningkatkan kesadaran tentang perilaku seksual sehat dengan mengarahkan perilaku siswa pada prinsip 3 R, yaitu right, responsibility, dan reality (Ramli, 1994: 24). Right merupakan nilai atau norma patokan sebagai pembanding untuk menentukan apakah suatu perilaku benar atau salah. Responsibility merupakan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya tanpa mengganggu hak-hak orang lain. Reality merupakan kesediaan individu untuk menerima konsekuensi logis dan alamiah dari suatu perilaku, sehingga siswa memiliki pemahaman, kesadaran dan peningkatan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat.


(18)

Berdasarkan paparan pada latar belakang yang dikemukakan di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengembangkan suatu program konseling kelompok dengan suatu pendekatan khusus yang dapat meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat. Sehingga penelitian ini diberi judul PENGEMBANGAN PROGRAM KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN KONSELING REALITAS UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN PERILAKU SEKSUAL SEHAT SISWA.

B.Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini difokuskan untuk mengembangkan program konseling kelompok yang dapat meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, dimana dalam penelitian nantinya akan digunakan suatu pendekatan konseling yaitu konseling realitas. Seni konseling realitas ini terletak pada keterpaduan antara komponen lingkungan khusus dan prosedur khusus yang mengarah pada perubahan perilaku dengan cara-cara tertentu mengarahkan klien untuk mengevaluasi kehidupan mereka dan memutuskan untuk bergerak dalam arah yang lebih efektif. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana rumusan program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas yang dapat meningkatkan kesadaran siswa perilaku seksual sehat siswa.


(19)

Maka pertanyaan penelitian yang dapat diajukan dari rumusan masalah di atas adalah:

1. Bagaimana gambaran kesadaran perilaku seksual sehat siswa.

2. Bagaimana rumusan program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas yang dapat meningkatkan kesadaran perilaku seksual sehat siswa.

3. Bagaimana hasil validasi program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas yang dapat meningkatkan kesadaran perilaku seksual sehat siswa.

4. Bagaimana efektivitas program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas yang dapat meningkatkan kesadaran perilaku seksual sehat siswa.

C.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan program konseling kelompok dengan menggunakan pendekatan konseling realitas yang dapat meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengumpulkan data sekaligus memperoleh gambaran kesadaran perilaku seksual sehat siswa.


(20)

b. Menyusun suatu program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas yang dapat meningkatkan kesadaran perilaku seksual sehat siswa. c. Melakukan validasi program konseling kelompok dengan pendekatan

konseling realitas yang telah dirumuskan.

d. Melihat efektivitas program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas yang dapat meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat.

D.Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian dapat digunakan untuk referensi dan pertimbangan untuk menguji, melengkapi dan mendukung pengembangan program konseling kelompok serta pengembangan teori-teori konseling, khususnya konseling realitas dan kesehatan seksual untuk kajian ilmu dalam bidang bimbingan dan konseling.

2. Manfaat Praktis

Bagi Guru BK/ Konselor, untuk mengembangkan layanan konseling kelompok di sekolah khususnya tentang kesadaran berperilaku seksual sehat bagi siswa serta menambah pengetahuan tentang pelayanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan karakteristik di tiap sekolah. Bagi pihak sekolah, dapat memberikan kebijakan yang tepat terhadap peningkatan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat yang lebih berorientasu penyembuhan (kuratif), agar dapat mendukung aktivitas belajar siswa yang mungkin bisa terganggu jika terdapat masalah perilaku seksual pada siswa.


(21)

E.Asumsi

Asumsi dari penelitian ini adalah:

1. Kepribadian manusia berkembang secara optimal melalui interaksi yang sehat antara organisme yang sedang dalam perkembangan dengan lingkungan dan budayanya (Blocher,1974:5)

2. Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada pribadi dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan (Rochman Natawidjaja: 1987; 33-34).

3. Konseling realitas sebagai pendekatan teori kontrol yang menekankan bahwa “Semua perilaku dihasilkan dalam diri mereka sendiri untuk memenuhi tujuan satu atau lebih kebutuhan dasar” (Samuel T Gladding; 1995; 148)

4. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis” (Sarlito W.Sarwono (2005: 142).

F. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan suatu program konseling kelompok yang telah teruji cobakan untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat siswa Sekolah Menengah Atas. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif-kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran kesadaran siswa tentang perilaku seksual


(22)

sehat dan melakukan uji efektivitas program. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk melihat setiap proses pelaksanaan pendekatan konseling realitas. Hasil data yang diperoleh mengenai gambaran kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat digunakan untuk menjaring siswa yang berperilaku seksual sehat dan tidak sehat. Siswa yang termasuk memiliki perilaku seksual tidak sehat dijadikan sampel untuk diberikan layanan konseling kelompok dengan menggunakan pendekatan konseling realitas dengan tujuan siswa mampu memiliki kesadaran tentang perilaku seksual yang benar, realistis dan bertanggung jawab.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan yaitu “Research dan Development” atau yang biasa kita kenal dengan strategi “Penelitian dan Pengembangan”, dalam strategi penelitian ini dihasilkan suatu program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas yang dapat meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat. Selanjutnya program yang telah disusun tersebut akan diuji cobakan dengan tujuan melihat efektifitas program tersebut, sehingga pada akhirnya diperoleh suatu program baru yang lebih sempurna.

3. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) Universitas Pendidikan Indonesia. Alasan pemilihan sekolah ini berdasarkan studi kebutuhan yang dilakukan ketika peneliti melakukan praktek lapangan kependidikan diperoleh data bahwa hampir 80%


(23)

siswa membutuhkan layanan informasi tentang bagaimana bergaul atau pacaran yang sehat.

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) Universitas Pendidikan Indonesia. Dari jumlah populasi siswa kelas XI yang terdiri dari 7 kelas, maka siswa yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas XI yang diindikasikan memiliki kesadaran tentang perilaku seksual yang rendah atau dikategorikan tidak sehat. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 16) purposive sampling yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan tertentu yang dapat memberikan data yang maksimal. Dimana penelitian untuk mengembangkan program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual bersifat kuratif (penyembuhan), maka karakteristik sampel yang akan digunakan adalah siswa yang memiliki kecenderungan kesadaran tentang perilaku seksual rendah dan sangat rendah.

G.Sistematika Penulisan

Laporan ini berwujud tesis yang dijabarkan menjadi lima bab, yaitu dimulai dengan disajikan Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi, metodologi penelitian dan penjelasan istilah dan sistematika penulisan. Kemudian pada Bab II berisi Kajian Pustaka, yang berisi konsep-konsep mengenai pengembangan


(24)

program konseling kelompok, pendekatan konseling realitas dan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan kesadaran tentang perilaku seksual sehat. Sedangkan pada Bab III disajikan Metodologi Penelitian, meliputi pendekatan dan metode penelitian, lokasi dan subyek penelitian, definisi operasional, instrument penelitian, prosedur dan teknik pengolahan data. Serta Bab IV dikemukakan Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang meliputi temuan penelitian dan pembahasan temuan; dan Bab V yang berisi Kesimpulan dan Rekomendasi.


(25)

82 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan "Penelitian Pengembangan (Research and Development)”. Menurut Borg and Gall (1989:782), yang dimaksud dengan model penelitian dan pengembangan adalah "a process used develop and validate educational product". Kadang-kadang penelitian ini juga disebut “research based development” yang muncul sebagai strategi dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain untuk mengembangkan dan menvalidasi hasil-hasil pendidikan, Research and Development juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui “basic research”, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-masalah yang bersifat praktis melalui “applied research”, yang digunakan untuk meningkatkan praktik-praktik pendidikan. Dalam penelitian ini Research and Development dimanfaatkan untuk menghasilkan model konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas sehingga dapat meningkatkan kesadaran perilaku seksual sehat siswa.

Metode Research dan Development atau yang biasa kita kenal dengan strategi penelitian dan pengembangan adalah strategi penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2008: 297). Produk dari penelitian menghasilkan sebuah program


(26)

konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran perilaku seksual sehat siswa.

Dalam pembuatan program bimbingan dibutuhkan suatu analisis dan rancangan program yang baik sehingga mampu menghasilkan suatu program yang sesuai dengan kebutuhan lapangan. Pembuatan program layanan konseling kelompok dimulai dari eksplorasi yang bersifat umum dan kemudian berlanjut pada pengumpulan dan analisis data yang lebih spesifik dan mengarah pada penelitian yang dikaji, serta diakhiri dengan model yang dikembangkan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif-kualitatif dengan rancangan R&D, karena tujuan akhir dari penelitian ini adalah memperoleh program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas dengan mengacu kepada profil kesadaran perilaku seksual sehat siswa yang diperoleh melalui angket kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat dengan menggunakan penghitungan kuantitatif dan dilaporkan dalam bentuk deskriptif.

Adapun penelitian yang saya lakukan hanya sampai dengan uji coba dan menghasilkan program, tanpa melakukan revisi dan uji coba ulang. langkah-langkah penggunaan strategi Research and Development dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2008: 298):


(27)

Gambar 3.1

Langkah-langkah Strategi Research and Development dalam Penelitian Pengembangan Program Konseling Kelompok dengan Pendekatan Konseling

Realitas untuk meningkatkan Kesadaran Perilaku Seksual Sehat Siswa

1. Pengumpulan data

Langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang peneliti yang menggunakan strategi R&D adalah pengumpulan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas untuk meningkatkan kesadaran perilaku seksual sehat siswa.

Pengumpulan data diawali dengan melakukan studi pendahuluan terhadap sampel, dengan menganalisis atau mengobservasi keadaan sampel dan melakukan wawancara terhadap personil BK, siswa dan warga sekolah lainnya untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Langkah selanjutnya, peneliti membuat instrumen yang berkaitan dengan aspek-aspek kesadaran perilaku seksual sehat yang harus dimiliki oleh seorang individu. Pembuatan instrumen melalui prosedur keilmiahan yang tepat, yaitu dengan melaksanakan judgement dan uji validitas instrument, walaupun uji kelayakan dilaksanakan dikalangan terbatas.


(28)

2. Potensi dan kebutuhan

Setelah pengumpulan data, selanjutnya melaksanakan need assesment (analisis kebutuhan) terhadap kesadaran tentang perilaku seksual di lapangan. terdapat persepsi yang keliru mengenai pengertian seksual dan perilaku seksual, yang dpandang sebagai sesuatu yang vulgar, jorok dan tabu untuk dibicarakan apalagi diperbincangkan secara terbuka. Hal ini disebabkan pengertian tentang perilaku seksual diartikan secara sempit yaitu hubungan intim/ hubungan suami istri (sexual intercourse). Selain itu berdasarkan hasil observasi dimana para siswa cenderung menampilkan perilaku seksual yang lebih ekspresif. Sebagian siswa tidak malu lagi untuk berjalan dengan mesra di lingkungan sekolah, berpacaran secara terbuka serta ekspresi cinta yang dilakukan.

Dari hasil analisis diatas, maka peneliti berkesimpulan bahwa kesadaran tentang perilaku seksual siswa sudah mulai tidak sehat. Oleh karena itu sangat tepat sekali jika siswa SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung diberikan layanan konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat. 3. Desain program

Hasil akhir dari penelitian ini berupa program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, yang lengkap dengan spesifikasinya. Desain program diwujudkan dalam model pengembangan program


(29)

Gambar 3.2

Model Pengembangan Program Konseling Kelompok dengan Pendekatan Konseling Realitas untuk Meningkatkan Kesadaran Perilaku

Seksual Sehat Siswa

Pengembangan program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, disusun atas dasar proses analisis terhadap profil kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat. Untuk memperoleh gambaran tentang kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat pada SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung, peneliti mengembangkan sebuah instrument perilaku seksual sehat yang mencakup aspek fisik, psikologis, moral dan sosial.

! " #! $ %! $ &! ' (!

) (

! #!


(30)

Instrumen diimplementasikan dan dievaluasi dengan menguji validitas dan reliabilitas yang dimiliki oleh instrumen kesadaran tentang perilaku seksual sehat. Proses selanjutnya adalah mengolah data untuk memperoleh profil kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat pada SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) UPI.

Setelah profil kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat diperoleh maka proses selanjutnya adalah penyusunan program konseling kelompok. Isi program yaitu: rasional, tujuan, komponen, strategi layanan, rencana kegiatan, sarana dan biaya dan evaluasi, disesuaikan dengan informasi yang diperoleh dari analisis instrumen kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, yaitu dengan mengimplementasikan keempat aspek perilaku seksual sehat yaitu aspek fisik, psikologis, moral dan sosial dengan teknik-teknik pendekatan konseling realitas. Setelah program disusun, sebelum mengujicoba dan menyebarluaskannya, program terlebih dahulu dievaluasi melalui proses disseminasi untuk kemudian diimplementaskan menjadi sebuah Program Konseling Kelompok dengan Pendekatan Konseling Realitas untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa tentang Perilaku Seksual Sehat.

4. Validasi program

Validasi program merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk yang baru akan lebih efektif dari produk yang lama atau tidak. Validasi produk dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang berpengalaman untuk menilai desain tersebut.


(31)

5. Revisi program

Setelah melalui proses validasi program, maka akan diketahui kelemahan yang dimiliki oleh desain produk baru. Kelemahan tersebut selanjutnya dilengkapi untuk mendapatkan program yang lebih layak.

6. Ujicoba program

Ujicoba dilakukan untuk menguji keefektifan program dan validasi program konseptual yang telah dihasilkan secara empirik. Pengujian keefektifan model dilakukan terhadap program konseptual yang dikembangkan sehingga dapat menjadi model empirik atau layak diterapkan. Rumusan desain yang digunakan untuk menguji kefektifan model adalah dengan mengunakan desain penelitian. "One-Group Pretest-Posttest Design" . Dalam kegiatan ujicoba tidak menggunakan kelompok kontrol. Desain ini dilakukan dengan membandingkan hasil pre-test dengan hasil post-test ujicoba

Model eksperimen yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut: Tabel 3.1

One-Group Pretest-Posttest Design

Pengukuran Perlakuan Pengukuran

O 1 X O 2

Ekperimen terhadap peserta konseling kelompok dilaksanakan dengan menggunakan tiga tahapan yaitu:

a) Perencanaan dan Persiapan; fase ini merupakan kelanjutan dari studi pendahuluan, atau dilakukan setelah melakukan studi awal. Dalam tahap ini dilakukan review atas hasil studi pendahuluan (awal). Beberapa rambu-rambu


(32)

pertanyaan dalam mereview adalah seperti; apa yang harus dilakukan, tentang apa, siapa melakukan apa, dimana, kapan, dan bagaimana kegiatan itu dilakukan. Pada tahap ini peneliti berkolaborasi dengan guru bimbingan dan konnseling dan peserta konseling kelompok, dan pada fase ini menghasilkan; (a) gambaran yang jelas tentang program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas, (b) garis besar terperinci bentuk kegiatan konseling kelompok realitas, (c) cara-cara yang akan digunakan dalam memonitor perubahan-perubahan yang terjadi selama pelaksanaan ekperimen, (e) gambaran awal tentang kejelasan data yang akan dikumpulkan.

b) Pelaksanaan dan observasi; kegiatan pre-test diberikan pada siswa sebagai peserta konseling kelompok belum memulai kegiatan konseling kelompok, yaitu dengan mengisi kuesioner dalam waktu yang telah ditentukan, namun untuk hal-hal yang tidak dipahami siswa dipandu oleh peneliti. Kuesioner yang diberikan kepada peserta adalah dengan jenis kuesioner tertutup. Hasil pretest ditabulasikan dan diolah untuk diketahui kemampuan dari tiap-tiap individu dan hasil secara kelompok. Selanjutnya kegiatan konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas dilaksanakan terhadap anggota konseling kelompok dan implementasi pengembangan konseling kelompok dilakukan selama proses konseling kelompok berjalan. Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman terhadap anggota konseling kelompok dalam pengimplementasian prinsip-prinsip konseling realitas, strategi pendekatan, langkah-langkah, dan pemberdayaan anggota baik selama dan setelah ekperimen dilakukan. Dalam fase ini peneliti berperan; (a)


(33)

mengkomunikasikan, mendiskusikan dan menegosiasikan dengan praktisi (peserta kegiatan dan nara sumber) yang bertujuan untuk memperoleh kesepakatan dan pengertian tentang ekperimen yang akan dilakukan, (b) peneliti melakukan motivasi kepada semua komponen yang terkait dengan pelaksanaan konseling kelompok. Pada akhir eksperimen dilakukan post-test melalui kuesioner yang sama untuk mengetahui seberapa jauh keefektifan model yang dikembangkan. Data post-test dibandingkan dengan data pre-test, kemudian dianalisis untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi dari pelatihan. Pemberian pre-test dan post-test juga bertujuan untuk melihat perbedaan pemahaman dan perilaku individu dalam kelompok antara sebelum dan sesudah diberikan konseling kelompok.

c) Evaluasi; hasil yang diperoleh dari hasil observasi dan monitoring merupakan bahan dasar yang digunakan untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan eksperimen. Kegiatan evaluasi terdiri dari kegiatan analisis, interpretasi, dan kejelasan (explanation) dari semua informasi yang diperoleh dari pengamatan. Setiap informasi yang diperoleh dikaji bersama praktisi atau ahli (termasuk lewat tulisan yang dipublikasikan). Informasi yang diperoleh diurai, dicari kaitan satu dengan lainnya, dikaitkan dengan teori tertentu atau temuan dari penelitian lain. Kegiatan evaluasi tidak cukup hanya membandingkan hasil pre-test dan post-pre-test saja, akan tetapi juga semua aktifitas selama kegiatan konseling kelompok berlangsung, diantaranya seperti: kinerja dan kemampuan konselor dalam melaksanakan konseling kelompok, keaktifan anggota kelompok selama mengikuti konseling kelompok, serta partisipasi anggota


(34)

kelompok dalam melakukan berbagai hal yang diatur dalam kegiatan konseling kelompok Dari hasil proses evaluasi, dan setelah direvisi kemudian ditarik kesimpulan untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam merencanakan atau menetapkan kembali ekperimen berikutnya. Bentuk revisi yang disarankan diantaranya: (a) uraian langkah-langkah kegiatan konseling kelompok lebih diperjelas (b) prinsip-prinsip konseling kelompok dengan teknik konseling realitas, dan (c) potensi-potensi diri/ lingkungan anggota kelompok yang harus lebih diberdayakan. Hasil revisi ini merupakan model jadi sebagai inovasi untuk digunakan memberdayakan kegiatan konseling kelompok di sekolah dan masyarakat.

7. Produksi masal program konseling kelompok

Produksi masal dilakukan apabila program bimbingan yang telah diujicoba dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi masal.

B.Lokasi dan Subyek Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) Universitas Pendidikan Indonesia. Alasan pemilihan sekolah ini berdasarkan studi kebutuhan yang dilakukan ketika peneliti melakukan praktek lapangan kependidikan diperoleh data bahwa hampir 80% siswa membutuhkan layanan informasi tentang bagaimana bergaul atau pacaran yang sehat.


(35)

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah siswa kelas XI SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) Universitas Pendidikan Indonesia. Dari jumlah populasi siswa kelas XI yang terdiri dari 7 kelas, maka siswa yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas XI yang diindikasikan memiliki kesadaran tentang perilaku seksual yang rendah atau dikategorikan tidak sehat. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Hadi (2000: 226) purposive sampling adalah pemilihan sekelompok subjek didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.

C.Definisi Operasional

Layanan bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, tidak mungkin akan mencapai sasarannya apabila tidak memiliki program yang bermutu, dalam arti tersusun secara jelas, sistematis, dan terarah. Dalam program tersebut harus terdapat unsur-unsur pokok, yaitu tujuan yang hendak dicapai; personel yang terlibat didalamnya; kegiatan-kegiatan yang dilakukan; sumber-sumber yang dibutuhkan; cara melakukannya; dan waktu kegiatan (Juntika Nurihsan, 2006: 56)

Konseling kelompok sebagai upaya bantuan kepada pribadi dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan (Rochman Natawidjaja, 1987: 33-34).


(36)

Konseling kelompok bersifat memberi kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti memberi kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu-individu yang bersangkutan untuk mengubah sikap dan perilakunya selaras dengan lingkungannya.

Individu dalam konseling kelompok menggunakan interaksi kelompok untuk meningkatkan pemahaman terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan tertentu untuk mempelajari atau menghilangkan sikap-sikap dan perilaku yang tidak tepat (Juntika Nurihsan, 2006: 24).

Konseling realitas sebagai pendekatan teori kontrol yang menekankan bahwa “Semua perilaku dihasilkan dalam diri mereka sendiri untuk memenuhi tujuan satu atau lebih kebutuhan dasar” (Samuel T Gladding; 1995; 148). Konseling Realitas merupakan suatu teknik konseling yang dikembangkan oleh William Glasser. Istilah reality ialah suatu standar atau patokan objektif, yang menjadi kenyataan atau realitas yang harus diterima. Realitas atau kenyataan itu dapat berwujud suatu realitas praktis (mengacu pada kekuatan fisik dan psikologis yang dimiliki), realitas sosial, atau realitas moral.

Menurut pendekatan ini individu yang bermental sehat adalah individu yang mampu menunjukkan rasa tanggung jawab dalam semua perilakunya. Tanggung jawab dapat diartikan sebagai kemampuan untuk dapat memenuhi dua kebutuhan psikologis yang mendasar, yaitu kebutuhan untuk dicintai dan mencintai serta kebutuhan menghayati dirinya sebagai orang yang berharga dan berguna. Proses konseling bagi konseli menjadi pengalaman belajar menilai diri


(37)

sendiri dan, di mana perlu, menggantikan tingkah laku yang keliru dengan tingkah laku yang tepat.

Kesadaran dapat diartikan sebagai kondisi dimana seorang individu memiliki kendali penuh terhadap stimulus internal maupun stimulus eksternal. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis” (Sarlito W.Sarwono, 2005: 142).

Disisi lain makna seksual dalam hal ini dapat menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dan kultural. Johnson & Kolody (Setiawati: 2008; 56) mengemukakan seksual dari berbagai dimensi tersebut sebagai berikut;

a. Dimensi biologis. Seksual dari dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan alat kelamin, termasuk cara menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan seksual.

b. Dimensi psikologis. Seksual dari dimensi ini erat kaitannya dengan cara menjalankan fungsi seksual sesuai dengan identitas jenis kelaminnya dan bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksual itu sendiri, serta dampak psikologis dari keberfungsian seksualitas dalam kehidupan manusia.

c. Dimensi sosial. Seksual dari dimensi sosial dilihat pada cara seksualitas muncul dalam hubungan antar manusia, cara seseorang beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.


(38)

d. Dimensi perilaku. Seksual dalam dimensi perilaku diterjemahkan menjadi perilaku seksual, yaitu perilaku yang muncul berkaitan dengan dorongan atau hasrat seksual.

e. Dimensi kultural moral. Dimensi kultural menunjukkan perilaku seksual menjadi bagian dari budaya yang ada di masyarakat dan nilai-nilai budaya dan moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas.

Berdasarkan dimensi-dimensi seksual tersebut, disusunlah instrumen kesadaran perilaku seksual sehat yang mengacu pada empat aspek perilaku seksual sehat yaitu aspek fisik, aspek sosial, aspek moral dan aspek sosial.

D.Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data mengenai kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat yang dimiliki oleh siswa kelas XI SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) Universitas Pendidikan Indonesia, dalam penelitian ini peneliti penggunakan alat pengumpulan data berupa angket, pedoman wawancara, dan studi dokumentasi.

1. Angket

Penyebaran angket ditujukan kepada siswa kelas XI SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) Universitas Pendidikan Indonesia. Penggunaan angket bertujuan untuk memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran (deskriptif) karakteristik dari individu atau sampel, yang sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu memperoleh informasi tentang profil kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, lalu dianalisis dan diambil kesimpulan secara deskriptif


(39)

tentang kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat sehingga diperoleh implikasinya bagi pengembangan program bimbingan kelompok.

2. Wawancara

Dilakukan terhadap guru pembimbing/ konselor sekolah untuk memperoleh informasi yang berkaitan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, dan untuk mengetahui program konseling kelompok yang bagaimana yang cocok untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat.

3. Studi Dokumentasi

Dilakukan terhadap berbagai dokumen yang berhubungan dengan program bimbingan dan konseling di SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) Universitas Pendidikan Indonesia.

a. Pengembangan Instrumen

Instrumen kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat berbentuk skala Gutmann. Skala terdiri atas sejumlah pernyataan yang semuanya menunjukkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat. Untuk setiap pernyataan, disediakan alternatif tanggapan yang tegas yaitu “Ya” dan “Tidak”. Bila pernyataan positif maka bila siswa menjawab “Ya”akan mendapat skor 1 dan apabila menjawab “Tidak” maka skornya 0. Begitupun jika pernyataan negatif, bila siswa menjawab “tidak” maka diberi skor 1 begitupun sebaliknya.

Nilai skala setiap pernyataan dalam skala sikap yang dikembangkan lewat metode interval, nilai skala yang diperoleh adalah independen. Artinya kesetujuan responden terhadap suatu pernyataan dapat diartikan seakan-akan ia menempatkan


(40)

dirinya dalam kontinum psikologis pada suatu titik yang letaknya ditentukan oleh nilai pernyataan tersebut.

Setiap kategori interval mengandung pengertian sebagai berikut: Tabel 3.2

Kecenderungan Kesadaran Perilaku Seksual Sehat

Interval Kecenderungan Analisis

≥55 Sangat Tinggi (ST) Individu memiliki kecenderungan kesadaran tentang

perilaku seksual sehat Sangat Tinggi.

Hal ini menunjukkan individu tersebut telah mampu menampilkan perilaku seksual dengan sangat tepat dan

mampu mempertanggungjawabkan perilaku seksual

tersebut dengan sangat baik.

47-54 Tinggi (T) Individu memiliki kecenderungan kesadaran tentang

perilaku seksual sehat Tinggi. Hal ini menunjukkan individu tersebut telah mampu menampilkan perilaku seksualnya secara tepat dan mampu

mempertanggungjawabkannya dengan baik.

39-46 Sedang (S) Individu memiliki kecenderungan kesadaran tentang

perilaku seksual sehat Sedang. Hal ini menunjukkan individu tersebut telah mampu menampilkan perilaku seksualnya secara tepat dan mempertanggungjawabkannya

31-38 Rendah (R) Individu memiliki kecenderungan kesadaran tentang

perilaku seksual sehat Rendah. Hal ini menunjukkan individu tersebut telah mampu menampilkan perilaku seksualnya secara tepat, namun individu belum mampu mempertanggungjawabkannya dengan baik

30 Sangat Rendah(SR) Individu memiliki kecenderungan kesadaran tentang

perilaku seksual sehat Sangat Rendah. Hal ini menunjukkan individu tersebut belum mampu menampilkan perilaku seksualnya secara tepat, dan

belum mampu mempertanggungjawabkan dengan baik

dalam kehidupannya.

b. Pengembangan kisi-kisi instrumen

Pengembangan kisi-kisi instrumen kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat diperoleh dari definisi operasional variabel penelitian yang didalamnya terkandung aspek-aspek indikator untuk kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan skala. Penelitian ini hanya memiliki satu variabel saja, yaitu kesadaran


(41)

tentang perilaku seksual. Kemudian variabel ini dijabarkan menjadi aspek-aspek indikator variabel; yaitu 1) perilaku seksual secara fisik, 2) perilaku seksual secara psikologis, 3) perilaku seksual secara moral dan 4) perilaku seksual secara sosial.

Berikut ini adalah rincian kisi-kisi serta komposisi pernyataan indikator setelah dinilai oleh judging group (kelompok panel penilai) sebelum dilakukan pilot study (studi uji coba).

Tabel 3.3

Angket Kesadaran Perilaku Seksual Sehat (sebelum uji coba)

ASPEK INDIKATOR KERANGKA ITEM NO (+)

PERILAKU REALITAS PRAKTIS (Perilaku Seksual Sehat Secara Fisik)

1. Memelihara kondisi

fisik untuk menarik lawan jenis.

1. Memelihara bagian tubuh

yang memiliki daya tarik seksual (wajah, dada/ payudara, warna kulit, rambut serta proporsi tubuh).

1,2,3,4 5

2. Memelihara kesehatan

organ reproduksi

2. Menjaga kebersihan dan

kesehatan organ

reproduksi, baik setiap hari maupun kondisi tertentu.

6,7,8,9, 10,11

3. Merasakan perubahan

kondisi fisik berkaitan dengan perkembangan perilaku seksual remaja

3. Pengalaman melakukan

perilaku seksual (kissing,

necking, petting, sexual intercourse) sebelum menikah. 12,13, 14, 15,16, 17, 18 PERILAKU REALITAS PRAKTIS (Perilaku Seksual Sehat Secara Psikologis)

4. Merasakan perubahan

psikologis berkaitan dengan perkembangan seksual remaja

4. Merasakan tertarik pada

lawan jenis setelah tanda akil baligh. 19,20,2 1,22,24, 25,26,2 7,28,29, 30,31,32 23

5. Menerima resiko

psikologis yang ditimbulkan akibat melakukan perilaku seksual sebelum menikah.

33,35,3 7,38,39, 40,41,4 34,36, 43 PERILAKU REALITAS SOSIAL (Perilaku Seksual Sehat Secara Sosial)

5. Menghargai diri

sendiri

6. Memakai pakaian dan

berkata yang sopan di depan umum.

63,64,65 62

6. Menghargai orang lain 7. Tidak menggoda remaja

lain dengan perkataan yang mesum atau mencolek/ memegang bagian erotis


(42)

7. Menerima segala resiko sosial yang ditimbulkan akibat dari keputusan seksual yang diambil

8. Berani ditinggal pacar

karena menolak melakukan

kissing, necking, petting, sexual intercourse sebelum

menikah.

69,71, 72

70

9. Berani ditinggal pacar

karena menolak untuk melihat film atau majalah porno.

73

10. Berani dicap tidak gaul

karena memilih untuk tidak pacaran

74,75

PERILAKU REALITAS MORAL

8. Memiliki integrasi

yang kuat antara nilai yang benar tentang seks, sikap yang dikembangkan dengan perilaku yang

dimunculkan

11. Memiliki percaya diri. 44,45,4

6,47,48

12. Menjadikan nilai agama

sebagai acuan berperilaku seksual.

49,50, 51,52

9. Memiliki

pengendalian diri

13. Cara remaja memenuhi

dorongan seksual yang sesuai dengan sikap yang dikembangkan menurut nilai agama yang dianut

53,54,55 56, 57

14. Mampu mengambil

keputusan cara memenuhi dorongan seksual

berdasarkan pertimbangan logis terhadap resiko

58,59, 60,61

Instrumen hasil judgement (penilaian oleh para ahli), kemudian diuji coba secara terbatas, yaitu sebanyak 76 orang sampel, untuk menguji keterbacaan instrumen. Uji keterbacaan instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kepahaman responden terhadap kata-kata yang digunakan dalam instrumen yang disusun oleh peneliti. Setelah diketahui kata-kata mana saja yang tidak dimengerti oleh responden, maka langkah selanjutnya adalah meretsi instrumen dengan menggunakan kata-kata yang sesuai dan yang dimengerti oleh responden.


(43)

c. Uji Validitas Instrumen

Validitas instrumen dapat didefinisikan sebagai sejauh mana instrumen itu mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Astiyanti, 2006:70). Arikunto menyebutkan bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (2003: 65).

Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada pernyataan-pernyataan pada kuesioner yang harus dibuang/diganti karena dianggap tidak relevan. Teknik untuk mengukur validitas kuesioner adalah sebagai berikut dengan menghitung korelasi antar data pada masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus korelasi product moment, sebagai berikut:

Keterangan: xy

r = Korelasi antara variabel x dan y

X dan Y = Skor masing-masing skala

≥X = Skor ganjil

≥Y = Skor genap

N = Banyaknya subjek

Item Instrumen dianggap Valid jika lebih besar dari 0,3 atau bisa juga dengan membandingkannya dengan r tabel. Jika r hitung > r tabel maka valid. Penghitungan validitas alat pengumpul data ini menggunakan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 17.0.


(44)

Sebelum uji validitas, instrumen berjumlah 75 item. Namun setelah uji coba, jumlah item pertanyaan mengalami perubahan menjadi 70. Berikut ini disajikan hasil uji coba validitas empiris angket profit kemampuaninterpersonal setelah mendapatkan judgement dari dosen ahli adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas

Kesimpulan Item Jumlah

Memadai 1,2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39 40, 42, 42, 43, 45, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 63, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75

70

Buang 6, 9, 44, 46, 51, 5

Untuk perhitungan lebih jelas dapat dilihat dalam lembar lampiran.

d. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil pengukuran (Syaodih, 2005: 229). Satu instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang memadai apabila instrumen yang digunakan mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau relatif sama. Instrumen yang dapat dipercaya akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.

Reliabilitas instrumen merupakan penunjuk sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan instrumen tersebut dapat dipercaya. Reliabilitas intrumen ditunjukkan sebagai derajat keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang berbeda. Derajat konsistensi diperoleh sebagai proporsi varians skor perolehan subjek.


(45)

Dalam hal ini, skor perolehan terdiri dari skor murmi dan skor kekeliruan galat pengukuran. Oleh karena itu, reliabilitas instrumen secara operasional dinyatakan sebagai koefisien korelasi (r ) (Astiyanti 2006:70).

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan alfa cronbach. Rumus alfa cronbach adalah sebagai berikut:

1 1 ∑ Keterangan:

= reliabilitas instrument k = banyaknya butir soal

≥σь² = jumlah varians butir

= Varians total

Standar reliabilitasnya adalah jika nilai hitung r lebih besar (>) dari nilai tabel r (0,444), maka instrumen dinyatakan reliabel (Sambas dan Maman, 2007).

Penghitungan validitas alat pengumpul data ini juga menggunakan bantuan Microsoft Excel 2007 dan program SPSS 17.0.

E.Prosedur dan Teknik Pengolahan Data

1. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan meliputi beberapa langkah sebagai berikut. a. Menyusun proposal penelitian dan mengikuti ujian proposal penelitian tesis

Setelah ujian dan melakukan perbaikan atas koreksi dan saran yang diberikan oleh penguji kemudian disahkan oleh Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

b. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing tesis pada Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.


(46)

c. Mengajukan surat permohonan izin penelitian dari Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Surat izin penelitian yang telah disahkan kemudian disampaikan kepada Kepala Sekolah SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung.

d. Berdasarkan tujuan penelitian, maka disiapkan instrumen penelitian berikut penimbangannya kepada tiga orang ahli dari Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

e. Melakukan uji coba Angket Kesadaran tentang Perilaku Seksual Sehat Siswa kelas XI SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung, sebanyak 76 siswa yang dilaksanakan pada tanggal 04 Maret 2011.

f. Mengumpulkan data kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat dengan menyebarkan angket pada 217 orang pada kelas XI SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) UPI Bandung, pada tanggal 16 Maret 2011

g. Melakukan wawancara dengan guru bimbingan dan konseling/ konselor, guru mata pelajaran serta wali kelas guna menjaring informasi tentang pelaksanaan program bimbingan dan konseling yang telah ada dan peluang pengembangan program konseling kelompok untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat sebagai program BK khusus, dilanjutkan dengan observasi terhadap sarana bimbingan dan konseling.

h. Mengolah dan menganalisis data kesadaran tentang perilaku seksual sehat siswa serta menyimpulkan hasil wawancara dan observasi.


(47)

i. Mengembangkan program awal konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat berdasarkan pada data yang telah diperoleh.

j. Mengadakan uji rasional yaitu dengan cara mendiskusikan program yang telah disusun serta kemungkinan implementasinya.

k. Menyempurnakan program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat berdasarkan pada hasil diskusi.

l. Melakukan uji coba program dan menyempurnakan program bimbingan berdasarkan hasil uji coba dan hasil diskusi yang telah dilakukan (program akhir).

m. Pelaporan hasil penelitian, yaitu aktivitas penulisan draf tesis.

2. Teknik Pengolahan Data

a. Penyeleksian Data

Langkah ini dilakukan dengan tujuan memilih data yang memadai untuk diolah, yang memiliki kelengkapan dalam pengisian, baik identitas maupun jawaban. Jumlah angket yang terkumpul harus sesuai dengan jumlah angket yang disebarkan.

b. Penyekoran

Pemberian skor bergantung kepada jawaban yang dipilih mahasiswa dan sifat dan setiap pernyataan pada angket. Apabila pernyataan bersifat positif, maka skor jawaban “Ya” adalah 1 dan “Tidak” adalah 0. Sebaliknya jika pernyataan bersifat negatif, maka skor jawaban “Ya” adalah 0 dan “Tidak” adalah 1.


(48)

c. Tabulasi data

Tabulasi data merupakan cara yang dilakukan dalam merekap semua data yang memadai untuk diolah. Gambaran kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat yang dikelompokkan berdasarkan kecenderungan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Serta dikategorikan menjadi sehat, perlu pengembangan dan tidak sehat.


(49)

212

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian serta pembahasan temuan yang telah diuraikan pada bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil akan diuraikan di bawah ini.

1. Gambaran kesadaran tentang perilaku seksual sehat siswa kelas XI SMA Sekolah Laboratorium (Percontohan) UPI Tahun Pelajaran 2010-2011 menunjukkan hampir sebagian besar siswa telah mampu memenuhi kebutuhan perilaku seksual dengan sangat memuaskan dan mampu mempertanggung jawabkan perilaku seksual tersebut dengan sangat baik pula. Namun sebagian kecil dari siswa perlu sekali diberikan bantuan layanan konseling kelompok dengan menggunakan pendekatan konseling realitas.

2. Beberapa permasalahan dan kebutuhan yang dirasakan oleh siswa khususnya yang terkait dengan kesadaran tentang perilaku seksual, yaitu kesadaran tentang perilaku seksual yang masih rendah atau kurang sehat baik secara fisik, psikologis, moral dan sosial. Untuk itu dikembangkan program awal yang terdiri dari rasional program, tujuan program, komponen program, strategi layanan, personil rencana kegiatan (action plan), sarana dan biaya evaluasi, tindak lanjut, dan pertanggung jawaban.

3. Hasil uji coba program secara empirik, diperolehlah berbagai masukan yang terkait dengan rasional kegiatan yang masih terlalu luas, tujuan konseling yang


(50)

belum mengacu pada latar belakang dan pendekatan konseling yang digunakan, strategi layanan yang masih teoritik dan belum operasional, komponen layanan yang mengacu pada bimbingan dan konseling komprehensif, penjelasan tentang personil yang akan dilibatkan serta proses evaluasi layanan yang belum jelas.

4. Berdasarkan hasil uji efektifitas pelaksanaan kegiatan konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas, maka terdapat perbedaan skor kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat (baik pada aspek fisik, psikologis, sosial dan moral) sebelum dan sesudah mengikuti konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas. Hal ini berarti program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas, ternyata efektif untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, sehingga perlu dijadikan program bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif.

5. Terdapatnya perbedaan yang signifikan pada aspek psikologis dan moral kesadaran siswa tentang perilaku seksual. Namun pada aspek sosial dan moral juga terdapat perbedaan namun tidak terlalu signifikan. Berarti pendekatan konseling realitas untuk meningkatkan kesadaran siswa dapat meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat dari berbagai aspek perilaku seksual sehat. Namun dalam penelitian ini kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat lebih berpengaruh besar aspek psikologis dan moral, yang disebabkan oleh kecenderungan kesadaran tentang perilaku seksual sehat siswa yang sangat rendah pada aspek psikologis dan moral.


(51)

B. Rekomendasi

Bertolak dari hasil temuan dan analisis penelitian terhadap peningkatan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, maka pada bagian ini dikemukakan beberapa rekomendasi yang ditujukan untuk.

1. Bagi Pihak Sekolah khususnya Guru Bimbingan dan Konseling

Rekomendasi yang ditujukan pada pihak sekolah agar dapat mengimplementasikan program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat dan dikembangkan menjadi suatu program yang utuh serta menjadi salah satu prioritas penting dalam pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Rekomendasi berikut ini ditujukan kepada para peneliti yang akan mengembangkan atau memperkokoh kajian serta konsep tentang perilaku seksual. a. Peneliti berikutnya lebih dapat memilih sampel penelitian yang homogen

(berjenis kelamin sama), karena apabila heterogen lebih cenderung sulit menciptakan keterbukaan antar sesama anggota kelompok.

b. Berdasarkan hasil uji efektifitas program terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat pada aspek psikologis dan moral. Untuk peneliti berikutnya juga dapat mengembangkan program yang lebih difokuskan pada peningkatkan dua aspek kesadaran tentang perilaku seksual yang lainnya yaitu fisik dan sosial.


(52)

c. Untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan layanan konseling individual dalam meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, untuk melihat efektifitas pendekatan konseling realitas apakah lebih efektif digunakan dalam setting kelompok atau individual.


(53)

216

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), (2007), Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Departemen Pendidikan Nasional. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bower. J. L. & Hatch. P.A. (2002). The National Model for School Counseling Programs. Alexandria: ASCA

Blocher, D.H. (1974). Developmental Counseling. New York: John Willy & Sons Borg, W.R & Gall, M.D. (2003). Educational Research: An Introduction.

London: Longman Inc

Cavanagh, M.E. (1982). The Counseling Experience. A Theoretical and Practical Approach. California: Brooks/Cole Publishing Company

Corey, G. (1985). Theory and Practice of Group Counseling (second ed). California: Brooks/ Cole Publishing Company

Corey, G, Corey, M.S. and Callanan, P. (1986). Issues and Ethics in the Helping Professions. Third Edition. California: Brooks/ Cole Publishing Company Corey, G. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.

California: Brooks/ Cole Publishing Company

Dahlan,M.D. (2004). "Konseling Filosofis (Suatu Kecenderungan Perkembangan Konseling)". Bahan Diskusi dalam Seminar Nasional Profesi Konselor Masa Depan, Bandung

Djamarah,S.B. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Naskah Standar Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Umum (Layanan Konseling Kelompok), Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2004). Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling (Kurikulum 2004 SMA). Jakarta.

D.Gunarsa, Singgih. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia


(54)

Fuad C, Radiono, S, Paramastri. I, (2003), Pengaruh Pendidikan Kesehatan Seksual Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja dalam Upaya Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Kodia Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat XIX/IXI - 60; UGM Yogyakarta.

Gladding, Samuel.T. (1995). Group Work: A Counseling Specialty 2nd Edition (Edisi ke-2). United States of America: Prentice Hall. Inc

Green L.W.,Kreuter M.W., (2000). Health Promotion Planning an educational and Environmental Approach. Maylield Publishing Company.

Hurlock, E.B. (1996). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Hidup (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Irawati dan Prihyugiarto, I. (2005). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pria Nikah Pada Remaja Di Indonesia: BKKBN

Jacobs,E.F., Harvill,R.L. & Mason, R.E. (1987). Group Counseling, Strategis and Skills. California : Brook/Cole Publishing Company.

Kartadinata,S. (2003). "Bimbingan dan Konseling Perkembangan: Pendekatan Alternatif bagi Perbaikan Mutu dan Sistem Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling Sekolah". Jurnal Bimbingan dan Konseling. Volume 82, (11).6.

Kinnaird. (2003). Keluarga Makin Baik Hubungan Orangtua-Remaja Makin Rendah Perilaku Seksual Pranikah

http://www.krxo.id/web/detailphp?sid=186024&actmenu=45. Diakses pada Tanggal 6 Januari 2009

Makmun A.S. (2003). Karakteristik Perilaku dan Pribadi pada Masa Remaja http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/05/karakteristik-perilaku-dan-pribadi-pada-masa-remaja. Diakses Tanggal 12 Januari 2009.

Monks F.J., Knoers A.M.P., Haditono S.R., (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Edisi Keempat Belas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

MuroJ.J. dan Kottman,T.(1995). Guidance and Counseling in the Elementary and Middle Schools. United States of America: Wn C. Brown Comumnications. Mu'tadin Z. 2002. Pendidikan Seksual Pada Remaja. Available at :


(55)

Natawidjaja, R. (1987). Pendekatan - Pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: C V.Diponegoro.

Nurihsan, J. (1993). Kualitas Hubungan Guru Pembimbing dengan Siswa dalam Penyuluhan dan Hubungannya dengan Perilaku Efektif Siswa.Tesis Pada PPS- UPI Bandung: tidak diterbitkan.

_____(2005). Strategi Layanan Bimbingan &Konseling. Bandung: Refika Aditama. _____(2006). Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan.

Bandung: Refika Aditama.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. (2005). Tentang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prayitno. dkk.(2004). Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling. Direktorat Dikmenum, Jakarta

Ramli, M. (1994). Selayang Pandang Pendekatan Konseling Realitas. Bina Bimbingan. Th. 9, No. 1. Hal. 8-12.

Rohmahwati D.A., Lutfiati, A., Sri M., (2008). Pengaruh Pergaulan Bebas Dan Vcd Porno Terhadap Perilaku Remaja di Masyarakat.

http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2569 Diakses Tanggal 29

November 2008

Rosjidan (Ed.). (1994). Pendekatan-Pendekatan Modern dalam Konseling. Malang: Jurusan PPB FIP IKIP MALANG.

Rumini S. dan Sundari S. (2004). Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga. Alih bahasa oleh : Shinto B. A. dan S. Saragih.

Sarwono W.S. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: Grafindo Persada.

Setiawati. (2008). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Perilaku Seksual Sehat Mahasiswa. Tesis pada PPs-UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Soetjiningsih dkk. (2004). Buku Ajar: Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.

Soetjiningsih. (2006). Remaja Usia 15 - 18 tahun banyak Lakukan Perilaku Seksual Pranikah


(1)

B. Rekomendasi

Bertolak dari hasil temuan dan analisis penelitian terhadap peningkatan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, maka pada bagian ini dikemukakan beberapa rekomendasi yang ditujukan untuk.

1. Bagi Pihak Sekolah khususnya Guru Bimbingan dan Konseling

Rekomendasi yang ditujukan pada pihak sekolah agar dapat mengimplementasikan program konseling kelompok dengan pendekatan konseling realitas untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat dan dikembangkan menjadi suatu program yang utuh serta menjadi salah satu prioritas penting dalam pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Rekomendasi berikut ini ditujukan kepada para peneliti yang akan mengembangkan atau memperkokoh kajian serta konsep tentang perilaku seksual. a. Peneliti berikutnya lebih dapat memilih sampel penelitian yang homogen

(berjenis kelamin sama), karena apabila heterogen lebih cenderung sulit menciptakan keterbukaan antar sesama anggota kelompok.

b. Berdasarkan hasil uji efektifitas program terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat pada aspek psikologis dan moral. Untuk peneliti berikutnya juga dapat mengembangkan program yang lebih difokuskan pada peningkatkan dua aspek kesadaran tentang perilaku seksual yang lainnya yaitu fisik dan sosial.


(2)

215

c. Untuk peneliti selanjutnya dapat menggunakan layanan konseling individual dalam meningkatkan kesadaran siswa tentang perilaku seksual sehat, untuk melihat efektifitas pendekatan konseling realitas apakah lebih efektif digunakan dalam setting kelompok atau individual.


(3)

216

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), (2007), Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, Departemen Pendidikan Nasional. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bower. J. L. & Hatch. P.A. (2002). The National Model for School Counseling Programs. Alexandria: ASCA

Blocher, D.H. (1974). Developmental Counseling. New York: John Willy & Sons Borg, W.R & Gall, M.D. (2003). Educational Research: An Introduction.

London: Longman Inc

Cavanagh, M.E. (1982). The Counseling Experience. A Theoretical and Practical Approach. California: Brooks/Cole Publishing Company

Corey, G. (1985). Theory and Practice of Group Counseling (second ed). California: Brooks/ Cole Publishing Company

Corey, G, Corey, M.S. and Callanan, P. (1986). Issues and Ethics in the Helping Professions. Third Edition. California: Brooks/ Cole Publishing Company Corey, G. (2005). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.

California: Brooks/ Cole Publishing Company

Dahlan,M.D. (2004). "Konseling Filosofis (Suatu Kecenderungan Perkembangan Konseling)". Bahan Diskusi dalam Seminar Nasional Profesi Konselor Masa Depan, Bandung

Djamarah,S.B. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Naskah Standar Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Umum (Layanan Konseling Kelompok), Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2004). Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling (Kurikulum 2004 SMA). Jakarta.

D.Gunarsa, Singgih. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia


(4)

217

Fuad C, Radiono, S, Paramastri. I, (2003), Pengaruh Pendidikan Kesehatan Seksual Terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja dalam Upaya Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Kodia Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat XIX/IXI - 60; UGM Yogyakarta.

Gladding, Samuel.T. (1995). Group Work: A Counseling Specialty 2nd Edition (Edisi ke-2). United States of America: Prentice Hall. Inc

Green L.W.,Kreuter M.W., (2000). Health Promotion Planning an educational and Environmental Approach. Maylield Publishing Company.

Hurlock, E.B. (1996). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Hidup (terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Irawati dan Prihyugiarto, I. (2005). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Terhadap Perilaku Seksual Pria Nikah Pada Remaja Di Indonesia: BKKBN

Jacobs,E.F., Harvill,R.L. & Mason, R.E. (1987). Group Counseling, Strategis and Skills. California : Brook/Cole Publishing Company.

Kartadinata,S. (2003). "Bimbingan dan Konseling Perkembangan: Pendekatan Alternatif bagi Perbaikan Mutu dan Sistem Manajemen Layanan Bimbingan dan Konseling Sekolah". Jurnal Bimbingan dan Konseling. Volume 82, (11).6.

Kinnaird. (2003). Keluarga Makin Baik Hubungan Orangtua-Remaja Makin Rendah Perilaku Seksual Pranikah

http://www.krxo.id/web/detailphp?sid=186024&actmenu=45. Diakses pada Tanggal 6 Januari 2009

Makmun A.S. (2003). Karakteristik Perilaku dan Pribadi pada Masa Remaja http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/05/karakteristik-perilaku-dan-pribadi-pada-masa-remaja. Diakses Tanggal 12 Januari 2009.

Monks F.J., Knoers A.M.P., Haditono S.R., (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Edisi Keempat Belas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

MuroJ.J. dan Kottman,T.(1995). Guidance and Counseling in the Elementary and Middle Schools. United States of America: Wn C. Brown Comumnications. Mu'tadin Z. 2002. Pendidikan Seksual Pada Remaja. Available at :


(5)

Natawidjaja, R. (1987). Pendekatan - Pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I. Bandung: C V.Diponegoro.

Nurihsan, J. (1993). Kualitas Hubungan Guru Pembimbing dengan Siswa dalam Penyuluhan dan Hubungannya dengan Perilaku Efektif Siswa.Tesis Pada PPS- UPI Bandung: tidak diterbitkan.

_____(2005). Strategi Layanan Bimbingan &Konseling. Bandung: Refika Aditama. _____(2006). Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan.

Bandung: Refika Aditama.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. (2005). Tentang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.

Prayitno. (1995). Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prayitno. dkk.(2004). Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling. Direktorat Dikmenum, Jakarta

Ramli, M. (1994). Selayang Pandang Pendekatan Konseling Realitas. Bina Bimbingan. Th. 9, No. 1. Hal. 8-12.

Rohmahwati D.A., Lutfiati, A., Sri M., (2008). Pengaruh Pergaulan Bebas Dan Vcd Porno Terhadap Perilaku Remaja di Masyarakat.

http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=2569 Diakses Tanggal 29 November 2008

Rosjidan (Ed.). (1994). Pendekatan-Pendekatan Modern dalam Konseling. Malang: Jurusan PPB FIP IKIP MALANG.

Rumini S. dan Sundari S. (2004). Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga. Alih bahasa oleh : Shinto B. A. dan S. Saragih.

Sarwono W.S. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: Grafindo Persada.

Setiawati. (2008). Program Bimbingan Pribadi Sosial untuk Mengembangkan Perilaku Seksual Sehat Mahasiswa. Tesis pada PPs-UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Soetjiningsih dkk. (2004). Buku Ajar: Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.

Soetjiningsih. (2006). Remaja Usia 15 - 18 tahun banyak Lakukan Perilaku Seksual Pranikah


(6)

219

.http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=1659.Diakses Tanggal 6 Januari 2009.

Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Surjaningrum,E.R. (2003). Efektivitas Konseling Kelompok Model Gestalt Bagi Pengembangan Diri Remaja Pengguna dan Potensi Pengguna Narkoba. [Online].

Tersedia: http://adln.lib.iinair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-res-[14 Maret 2006]

Surya A. (2002). Teori-Teori Konseling. Bandung: PPS-UPI

_______.(2003). Psikologi Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Supriatna, Mamat. (2002). Konseling Kelompok (Wawasan Konsep, Teori, dan Aplikasi dalam Rentang Sepanjang Hayat). Bandung: PPB-FIP-UPI.

Stuart G.W. and Sundeen S.J. 1999. Principles and Practice of Psychiatric Nursing. New York: Mosby Year Book, Inc.

Yusuf, Syamsu & A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda.

S.Willis, Syofyan. (2005). Remaja dan Permasalahannya. Bandung: Alfabeta.

______(2004). Konseling Individual (Teori dan Praktek). Bandung: Alfabeta.

http://ayosehatcantik.com/perilaku-seksual-remaja-di-indonesia.html

http://ayuna.abatasa.com/post/detail/2270/marak-aborsi-di-kalangan-remaja-bandung