PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI MELALUI STRATEGI REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING DAN TRANSFERRING) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA PADA TOPIK SUHU DAN KALOR.

(1)

HALAMAN COVER ... i

HALAMAN HAK CIPTA ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMAKASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... .. xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C.Batasan Masalah ... 6

D.Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Definisi Operasional ... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Inkuiri ... 9

B. Strategi REACT ... 12

C. Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT ... 16

D. Keterampilan Proses Sains ... 18

E. Hasil Belajar Kognitif ... 24

F. Deskripsi Suhu dan Kalor ... 28

G. Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III. METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 37

B. Prosedur Penelitian ... 37

C. Waktu, lokasi dan subyek Penelitian ... 38

D. Instrumen Penelitian ... 39

E. Analisis Instrumen ... 41

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 45

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 50

1. Deskripsi peningkatan Keterampilan Proses Sains ... 51

a. Deskripsi peningkatan setiap Aspek ... 52

b. Pengujian Statisik Peningkatan KPS ... 54


(2)

3) Uji statistik... 60

3. Tanggapan Siswa ... 62

B.Keterlaksanaan Pembelajaran Inkuiri dengan Strategi REACT... 64

C. Diskusi dan Pembahasan... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(3)

Tabel 2.1. Pembelajaran Inkuiri melalui strategi REACT ... 17

Tabel 2.2. KPS dan Indikator ... 23

Tabel 2.3. Kognitif dan Indikator ... 27

Tabel 2.4. Hubungan Strategi REACT terhadap KPS dan Kognitif ... 28

Tabel 3.1. Desain Penelitian ... 37

Tabel 3.2. Kategori validitas butir soal ... 42

Tabel 3.3. Kategori reliabilitass butir soal ... 43

Tabel 3.4. reliabilitas kognitif dan KPS ... 43

Tabel 3.5. Tngkat Kesukaran ... 43

Tabel 3.6. Daya Pembeda... 44

Tabel 3.7 Kriteria N-Gain ... 46

Tabel 3.8 .Kategori tanggapan siswa ... 48

Tabel 3.9.Kriteria Keterlaksanaan Model ... 49

Tabel 4.1. Rerata skor awal, skor akhir dan N-gain KPS ... 51

Tabel 4.2. Uji Normalitas KPS ... 55

Tabel 4.3. Uji Homogenitas KPS ... 55

Tabel 4.4. Uji-t KPS ... 56

Tabel 4.5. Rerata skor tes awal, tes akhir dan N-gain Kognitif ... 57

Tabel 4.6. Uji Normalitas Kognitif ... 60

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Kognitif ... 61

Tabel 4.8. Hasil uji t Hasil Belajar Aspek Kognitif ... 62

Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Tanggapan Siswa ... 63


(4)

Gambar 2.1. Pemuaian panjang ... 30 Gambar 2.2. Perubahan wuwjud zat ... 32 Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 38 Gambar 4.1. Skor rata-rata pretes, postes, dan N- gain KPS kelas

eksperimen dan kelas kontrol ... 52 Gambar 4.2. Skor rata-rata pretes, postes, dan N- gain Aspek KPS ... 53 Gambar 4.3 Grafik N-gain kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 58 Gambar 4.4. Grafik N-gain aspek kognitif kelas eksperimen dan kelas

kontrol... 59 Gambar 4.4. Grafik N-gain subtopik kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 60


(5)

Halaman

Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 80

Lampiran B : Hasil Uji Coba ... 140

Lampiran C : Instrumen Penelitian ... 142

Lampiran D : Judgment Instrumen ... 174

Lampiran E : Hasil Penelitian dan Pengolahan Data ... 182


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, dan proses penemuan tentang interaksi gejala-gejala itu satu sama lain, sehingga fisika bukan hanya sebagai produk berupa pengetahuan tetapi juga sebagai proses dalam memperoleh pengetahuan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan oleh Sund dan Trowbrige (1973), merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses, sehingga sains lebih dari sekedar pengetahuan (knowledge) tetapi merupakan upaya manusia meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi untuk menyingkap rahasia alam.

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika (BSNP, 2006).

Fisika sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam, Carin dan Sund (dalam Dahniar, 2006). Proses ini menggunakan metode ilmiah secara bertahap, sistematis dan teratur. Hal ini dapat membangkitkan minat dan hasil belajar dalam mengembangkan hasil temuan berupa pengetahuan. Metode ilmiah adalah langkah-langkah yang tersusun secara sistematik untuk memperoleh suatu kesimpulan ilmiah. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhinya menyimpulkan.


(7)

Untuk melakukan metode ilmiah diperlukan sejumlah keterampilan sains yang sering disebut science process skills (Keterampilan Proses Sains). Selanjutnya keterampilan ini mencakup mengamati, mengklasifikasi, menginterpretasi, memprediksi, komunikasi, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, merancang percobaan, dan menyimpulkan.

Fisika sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah memiliki tujuan pertama, sebagai wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah didalam kehidupan sehari-hari. Kedua, mata pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi (BSNP, 2006).

Untuk memenuhi tujuan pembelajaran fisika yang telah dipaparkan di atas, maka pembelajaran fisika harus dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga proses pembelajaran yang menghasilkan kompetensi tersebut dapat benar-benar terjadi dalam prosesnya, maka sebaiknya fisika dilaksanakan secara inkuiri (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup (Wenning, 2011).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu Sekolah Menengah Atas di Pekanbaru, pembelajaran di sekolah masih belum dapat mengoptimalkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, hal ini tampak dari proses pembelajaran yang berlangsung di kelas belum memaksimalkan sejumlah keterampilan proses sains yang dilatihkan. Ditambah lagi berdasarkan pengamatan dari keadaan laboratorium dengan sarana dan alat cukup memadai namun kegiatan praktikum jarang dilakukan. Keadaan ini memberikan dampak terhadap keterampilan proses sains yang dialami siswa belum terlatih secara optimal seperti observasi, klasifikasi, interpretasi, hipotesis bahkan sampai pada merancang eksperimen.

Berdasarkan analisis hasil belajar siswa kelas X di sekolah tersebut diperoleh bahwa hasil belajar kognitif pada aspek penerapan (C3) dan analisis (C4) masih jauh dari yang diharapkan sehingga sangat perlu untuk ditingkatkan. Hasil


(8)

belajar siswa untuk mampu dalam penerapan dan analisis sangat berhubungan dengan hasil belajar sebelumnya yaitu pengetahuan dan pemahaman. Dengan kata lain agar hasil belajar kognitif aspek penerapan dan analisis dapat meningkat, maka kemampuan pengetahuan (C1) dan pemahaman (C2) siswa juga harus meningkat.

Selain itu, pembelajaran fisika yang hanya menampilkan rumus-rumus fisika yang rumit akan membuat siswa cenderung takut dan tidak menyukai fisika. Tentunya ini tidak sesuai dalam tuntutan fisika, tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan konsep saja, tetapi juga dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Mata pelajaran akan tambah berarti jika siswa mempelajari materi yang disajikan melalui konteks kehidupan mereka (Contextual Learning) dan menemukan arti dalam proses pembelajaran sehingga belajar akan lebih bermakna dan menyenangkan (Trianto, 2009). Contextual Teaching Learning ini memiliki tujuh komponen pembelajaran yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Dalam pengembangan pembelajaran kontekstual menggunakan strategi REACT, merupakan akronim dari (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring).

Sehubungan dengan permasalahan tersebut, maka perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran agar siswa terlibat aktif dalam menggunakan metode ilmiah secara langsung untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan hasil belajarnya. Menurut Silberman (2005), ”Pada saat belajar aktif, siswa dapat melakukan sebagaian besar pekerjaan yang mereka lakukan, memecahkan

berbagai masalah dan menerapkan dari apa yang telah dipelajari.”

Salah satu komponen dari pembelajaran kontekstual yang mampu mengoptimalkan proses pembelajaran dengan menggunakan metode ilmiah adalah inkuiri. Pembelajaran inkuiri merupakan bentuk pembelajaran yang mengaktifkan dan melatih keterampilan dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memiliki pengalaman belajar yang nyata dan aktif, dimana siswa dilatih bagaimana memecahkan masalah sekaligus membuat keputusan.


(9)

Penelitian yang dilakukan oleh Pulaila (2007) dengan menerapkan pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa SMA. Hasil ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2010) bahwa pembelajaran inkuiri ini menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari serta menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

Sehubungan dengan keterampilan proses sains yang masih perlu ditingkatkan pada beberapa aspek, maka sains dapat diajarkan pada siswa secara tepat melalui pembelajaran inkuiri dengan tahapan pembelajaran menggunakan strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring). Penggunaan strategi ini telah dilakukan dalam pembelajaran oleh beberapa peneliti diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2010) tentang pembelajaran melalui strategi REACT dapat meningkatkan keterampilan berpikir dan pemahaman konsep, hal yang sama diperoleh penelitian oleh Agus

sukmana “a teaching material development for developing students’ intuitive

thinking through REACT contextual teaching approach.” Ada indikasi

pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dapat mengembangkan hasil belajar berpikir intuitif mahasiswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saka (2011), pendekatan REACT melalui pembelajaran konteks dan metode pembelajaran komputer efektif untuk meningkatkan hasil belajar, minat, dan sikap positif siswa.

Dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan strategi REACT mampu meningkatkan prestasi siswa baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik serta keterampilan berpikir siswa. Sehingga masalah yang dihadapi peneliti dapat diselesaikan dengan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT.

Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dalam mengoptimalkan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif, maka perlu peran sentral dari metode ilmiah dalam pembelajaran. Metode ilmiah tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran sains, khususnya IPA. Pembelajaran inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah, sehingga dapat


(10)

menerapkan metode ilmiah dalam pembelajaran dan proses pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa diajarkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Oleh karea itu, peneliti memberikan satu alternatif pembelajaran yang digunakan yaitu pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT untuk meningkatkan hasil belajar pada aspek kognitif dan keterampilan proses sains pada materi suhu dan kalor.

Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT menekankan pembelajaran berdasarkan aktivitas siswa dalam menemukan suatu konsep yang sudah ada berdasarkan konteks sehari-hari. Materi suhu dan kalor erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sehingga kontennya dapat dikemas dalam bentuk fenomena yang mudah dipahami siswa, sehingga materi ini dapat digunakan dengan model pembelajaran ini.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah “Bagaimanakah peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan perlakukan inkuiri melalui strategi REACT ? ”Untuk memfokuskan masalah tersebut, maka dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, yaitu:

1. Bagaimana perbedaan peningkatan keterampilan proses sains antara siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?.

2. Bagaimana peningkatan tiap aspek kerampilan proses sains pada siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT ?.

3. Bagaimana perbedaan peningkatan hasil belajar kognitif antara siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?.

4. Bagaimana peningkatan hasil belajar kognitif siswa yang sudah mendapat pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT ?.

5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT ?.


(11)

C.Pembatasan Masalah

Hasil belajar dalam penelitian ini pada ranah kognitif dimulai dari C1 sampai C4 dengan merujuk pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai. Indikator-indikator keterampilan proses sains yang dicapai ada delapan jenis yaitu mengamati, memprediksi, klasifikasi, merencanakan percobaan, hipotesis, interpretasi, menerapkan konsep dan komunikasi. Pembatasan keterampilan proses dilakukan karena hanya dapat difasilitasi oleh penerapan pembelajaran ini.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif siswa setelah diberikan perlakuan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT, tanggapan siswa serta seberapa besar keterlaksanaan pembelajaran tersebut.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu:

a. Bagi peneliti, memberikan informasi peningkatan hasil belajar kognitif dan keterampilan proses sains melalui penerapan strategi REACT .

b. Bagi guru, dapat dijadikan salah satu alternatif dalam penyampaian materi suhu dan kalor sebagai motivasi untuk lebih mempelajari dan memahami pembelajaran.

F. Definisi Operasional

Supaya tidak terjadi perbedaan persepsi mengenai definisi operasional variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka dijelaskan sebagai berikut:

a. Penerapan Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT

Penerapan Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT didefinisikan sebagai proses belajar yang dimulai dengan memberikan masalah dalam bentuk pertanyaan dan cara bagaimana menjawab pertanyaan tersebut melalui langkah inkuiri dengan tahap penyajian masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan. Masing-masing tahapan


(12)

inkuiri terintegrasi pada tahapan Relating, Experiencing, Applying, Cooperating dan Transferring. Pada pelaksanaannya tahap merumuskan masalah dan mengajukan hipotesis diintegrasikan pada tahap Relating, mengumpulkan data dan menguji hipotesis pada tahap Experiencing, proses memperoleh kesimpulan dimulai dari tahap cooperating sampai pada transferring . Keterlaksanaan proses pembelajaran REACT diamati dengan lembar observasi.

b. Keterampilan proses sains

Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains baik berupa keterampilan mental, keterampilan fisik maupun keterampilan sosial (Rustaman, 2003). Keterampilan ini mencakup pengamatan (observasi), merencanakan percobaan (Experiment), mengelompokkan (klasifikasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), menerapkan konsep atau prinsip (aplikasi), merumuskan hipotesis dan mengkomunikasikan (Komunikasi). Dalam penelitian ini, keterampilan proses sains siswa diukur sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan tes keterampilan proses sains berupa tes tertulis berbentuk uraian terbatas yang mencakup indikator-indikator keterampilan proses sains yang dilaksanakan pada tes awal dan tes akhir.

c. Hasil Belajar Kognitif

Hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar yang diukur setelah proses pembelajaran. Hasil belajar dapat berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada penelitian ini ranah kognitif, yang harus dicapai meliputi kategori: mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4). Instrumen yang digunakan untuk ranah kognitif adalah tes tertulis berbentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban. Tes tertulis dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan tes awal dan sesudah diberikan perlakuan tes akhir untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(13)

d. Pembelajaran konvensional

Pembelajaran konvensional didefinisikan sebagai pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dengan ceramah dan praktikum. Prosedur percobaannya sudah disusun oleh guru sebelum percobaan dilakukan oleh siswa. Fase praktikum terencana adalah sebagai berikut: (1) Siswa membaca petunjuk yang dibuat oleh guru, (2) Siswa mulai melakukan percobaan, (3) Siswa membuat laporan percobaan.


(14)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Metode dan Desain Penelitian

Berkaitan dengan permasalahan yang digunakan oleh peneliti dalam rangka meningkatkan hasil belajar kognitif dan keterampilan proses sains dengan menerapkan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT, maka digunakan sebuah metode untuk mengetahui seberapa besar peningkatan yang diperoleh pada kelas yang diterapkan pembelajaran ini. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode eksperimen. Jenis eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu quasi experiment karena tidak melakukan pengacakan subjek pada kelas eksperimen dan kontrol (Schumacher dan Mc. Millan, 2007).

Penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu eksperimen dan kontrol. Masing-masing kelas diberikan tes awal kemudian kelas eksperimen diberikan perlakuan sedangkan kelas kontrol sebagai pembanding tidak diberikan perlakuan. Setelah itu kedua kelas diberikan tes akhir. Dengan demikian peneliti menggunakan desain “nonequivalent control group design ” (Sugiyono, 2007).

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Tes awal Perlakuan Tes akhir

Eksperimen O1, O2 X O1, O2

Kontrol O1, O2 O1, O2

Keterangan:

X : Pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT O1 : Tes KPS

O2 : Tes Kognitif

B. Alur Penelitian

Proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan metode tersebut melalui langkah-langkah pada gambar 3.1.


(15)

Gambar 3.1 Alur Proses Penelitian

C.Waktu, Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu Sekolah Menengah Atas yang ada di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau pada bulan Mei

Kelas Eksperimen dengan inkuiri melalui strategi

REACT

Dilakukan Observasi Kelas Kontrol dengan

Pembelajaran Konvensional, Dilakukan Observasi

Studi Pendahuluan

Perbaikan Instrumen

Angket Judgment, Validasi, Revisi, dan

Uji coba

Tes Awal

Pengolahan dan Analisis Data

Pembahasan Penyusunan Instrumen

1. Tes kemampuan kognitif

2. Tes keterampilan proses sains

Studi Literatur: REACT, Kemampuan penguasaan konsep, dan keterampilan proses sains

Penyusunan Rencana Pembelajaran REACT, LKS Perumusan Masalah

Kesimpulan Tes Akhir


(16)

sampai Juni 2012. Populasi pada penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di kelas X tahun pelajaran 2011-2012 di salah satu SMA Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Sekolah tersebut memiliki enam kelas X. Dari enam kelas tersebut, dipilih dua kelas secara acak sebagai kelas kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka peneliti menggunakan teknik Simple Random Sampilng (Sugiyono, 2010). Jadi sebagai kelas eksperimen adalah Kelas X3 dan sebagai kelas kontrol kelas X1.

D.Instrumen Penelitian 1. Jenis Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan empat jenis instrumen pengumpul data yaitu, tes hasil belajar kognitif, tes keterampilan proses sains, lembar observasi dan angket.

a. Tes Hasil Belajar Kognitif

Tes ini berupa tes pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban yang mencakup aspek kognitif dari C1 sampai C4, serta berisikan indikator yang akan dicapai siswa pada topik suhu dan kalor. Tes ini diberikan sebanyak dua kali pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, sebelum pembelajaran tes awal dan sesudah pembelajaran tes akhir. Tes ini dapat mengetahui keadaan siswa tentang normalitas dan homogenitas. Tujuan diberikan tes untuk mengetahui peningkatan (N-gain) hasil belajar pada kelas eksperimen dengan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT daripada kelas kontrol yang mendapat pembelajaran konvensional.

b. Tes Keterampilan Proses Sains

Tes ini berupa uraian terbatas yang berjumlah delapan soal mencakup indikator-indikator keterampilan proses sains yaitu mengamati, menafsirkan, meramalkan, menerapkan konsep, merencanakan eksperimen, klasifikasi, hipotesis dan komunikasi. Tes ini diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum pembelajaran tes awal dan sesudah pembelajaran tes akhir. Tes ini dapat mengetahui keadaan siswa tentang normalitas dan homogenitas. Tujuan diberikan tes untuk mengetahui peningkatan (N-gain) keterampilan proses sains pada kelas


(17)

eksperimen dengan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dan kelas kontrol yang mendapat pembelajaran konvensional.

c. Angket

Angket ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT pada pembelajaran konsep suhu dan kalor. Angket ini memuat daftar pertanyaan dan pernyataan terkait penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT yang dilaksanakan. Instrumen angket tanggapan ini memuat kolom sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan dan sangat tidak setuju (STS). Siswa diminta memberikan tanda cek () pada pernyataan atau pertanyaan yang terdapat pada angket. Angket tanggapan siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C. d. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Guru

Lembar keterlaksanaan pembelaran inkuiri dengan REACT ini untuk melihat proses pembelajaran yang dilakukan guru apakah sudah sesuai dengan tahapan pembelajaran. Lembar ini diisi oleh observer untuk menjawab beberapa pernyataan dengan tanda (√) pada kolom ya atau tidak sesuai dengan keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas. Pada lembar obsrvasi ini juga terdapat kolom catatan keterangan untuk mencatat kekurangan-kekurangan dalam setiap fase pembelajaran. Lembar Keterlaksanaan pembelajaran ini dapat dilihat pada lampiran C.

e. Lembar Keterlaksanaan Pembelajaran oleh Siswa

Lembar keterlaksanaan pembelaran inkuiri dengan REACT ini untuk melihat proses pembelajaran yang dilakukan siswa apakah sudah sesuai dengan tahapan pembelajaran. Lembar ini diisi oleh observer untuk menjawab beberapa pernyataan dengan tanda (√) pada kolom ya atau tidak sesuai dengan keterlaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di kelas. Pada lembar obsrvasi ini juga terdapat kolom catatan keterangan untuk mencatat kekurangan-kekurangan dalam setiap fase pembelajaran. Lembar Keterlaksanaan pembelajaran ini dapat dilihat pada lampiran C.


(18)

E.Analisis Instrumen

Data yang diperoleh melalui instrumen berupa data kuantitatif. Data kuantitatif ini terdiri dari tiga jenis yaitu skor tes , data angket dan data lembar keterlaksanaan model. Skor tes diperoleh sebanyak dua kali yaitu pada tes awal dan tes akhir . Data pada angket diperoleh melalui lembar angket tanggapan siswa, data lembar keterlaksanaan pembelajaran diperoleh melalui lembar keterlaksanaan model oleh guru dan siswa yang diisi oleh observer.

Analisis instrumen mencakup validitas, reliabitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Suatu tes yang baik akan memilki validitas tinggi, reliabilitas tinggi, daya pembeda baik dan tingkat kesukaran kecil.

1. Validitas tes

Validitas tes bertalian dengan tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas yang dilakukan adalah validitas isi, yaitu meminta pertimbangan (Judgment) dari para ahli tentang ketepatan suatu instrumen untuk mengukur kemampuan yang hendak dicapai. Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang sudah dibuat dengan beberapa pertimbangan: instrumen dapat digunakan tanpa ada perbaikan, ada perbaikan atau instrumen diperbaiki total. Peneliti melakukan validitas ini pada dua orang dosen dalam bidang pendidikan fisika dan satu orang guru. Tujuan validitas ini untuk melihat kesesuaian antara instrumen dengan materi pelajaran dan indikator yang ingin dicapai. Hasilnya dari tiga orang ahli terhadap validitas isi instrumen ini memerlukan revisi dalam redaksi, dan setelah diperbaiki oleh peneliti maka instrumen ini sudah bisa dan layak untuk digunakan. Untuk mengetahui secara detailnya pada lampiran D.

Setelah tes dijudgtment oleh para ahli dan direvisi, maka dilakukan ujicoba instrumen pada kelas X5 di sekolah lain yang memiliki karakteristik hampir sama dengan populasi di sekolah yang akan peneliti lakukan. Setelah diuji coba maka skor yang diperoleh dianalisis dan diperoleh validitas butir soal. Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan


(19)

memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga mendapatkan validitas suatu butir soal dalam bentuk rentang nilai yang dikonversi dalam kategorisasi. Kategori yang berkenaan dengan validitas butir soal dalam penelitian ini dinyatakan dalam Tabel 3.2 .

Tabel 3.2.

Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80< rxy≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)

0,60< rxy≤ 0,80 tinggi (baik)

0,40< rxy≤ 0,60 cukup(sedang)

0,20< rxy≤ 0,40 rendah (kurang) xy

r ≤ 0,20 sangat rendah (sangat kurang)

Perhitungan besarnya validiats ini dilakukan dengan bantuan program Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat validitas instrumen tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dapat dilihat pada lampiran B. 2. Reliabilitas

Reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat tersebut alam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapan pun alat penilaian penialain tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama. (Sudjana, 1989). Reliabilitas tes yang digunakan peneliti adalah internal consistency , yaitu dilakukan dengan cara instrumen diujicoba satu kali, setelah itu, data diperoleh kemudian dianalisis dengan teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen. (Sugiyono, 2007). kategorisasi yang berkenaan dengan reliabilitas butir soal dalam penelitian ini dinyatakan dalam Tabel 3.3.


(20)

Tabel 3.3.

Kategori Reliabilitas Butir soal

Batasan Kategori

0,80<

r

11≤ 1,00 sangat tinggi (sangat baik)

0,60<

r

11 ≤ 0,80 tinggi (baik)

0,40<

r

11≤ 0,60 cukup(sedang)

0,20<

r

11≤ 0,40 rendah (kurang)

11

r

≤ 0,20 sangat rendah (sangat kurang)

Perhitungan besarnya reliabilitas soal uji coba dilakukan dengan bantuan program Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat reliabilitas instrumen tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dapat dilihat pada lampiran B.

Tabel 3.4

Reliabilitas Kemampuan Kognitif dan Keterampilan Proses Sains

No Reliabilitas Interpretasi Kemampuan

1. 0,88 Sangat tinggi Keterampilan Proses Sains

2. 0,79 Tinggi Kognitif

3. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Setelah dilakukan analisis terhadap hasil tes ujicoba, maka diperoleh nilai tingkat kesukaran item soal tes. Nilai ini kemudian dikategorikan sesuai dengan kriteria pada tabel 3.5 .

Tabel 3.5

Kategori tingkat Kesukaran

Batasan Kategori

P < 0,30 soal sukar

0,30 ≤ P < 0,70 soal sedang 0,70 ≤ P < 1,00 soal mudah

Perhitungan besarnya tingkat kesukaran soal uji coba dilakukan dengan bantuan program Anates versi 4.0.7. Rangkuman hasil perhitungan tingkat


(21)

kesukaran instrumen tes kemampuan kognitif dan keterampilan proses sains dapat dilihat pada lampiran B

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Soal tes yang sudah dianalisis dengan menggunakan program anates versi 4.0.7 sehingga diperoleh nilai daya pembeda tiap item soal dalam bentuk angka, kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 3.6 .

Tabel 3.6 Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

D ≤ 0,20 Jelek

0,20 < D ≤ 0,40 Cukup

0,40 < D ≤ 0,70 Baik

0,70 < D ≤ 1,00 baik sekali

Gambaran secara lengkap tentang validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal pada kemampuan kognitif dapat dilihat pada lampiran B.

Data hasil uji coba pada instrumen hasil belajar aspek kognitif memiliki nilai reliabilitas 0,79 dengan kategori tinggi. Dari hasil ujicoba yang dianalisis berdasarkan validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran maka tes hasil belajar kognitif dari 40 item soal ujicoba direduksi menjadi 24 item soal untuk materi suhu dan kalor yang akan digunakan sebagai tes hasil belajar aspek kognitif.

Dari hasil uji coba instrumen keterampilan proses sains yang berjumlah 16 butir soal memiliki nilai reliabilitas 0,88 dengan kategori sangat tinggi. Setelah tes dianalisis maka soal yang diambil sebagai instrumen penelitian dengan kriteria memiliki kebutuhan signifikansi validitas memadai dan tingkat kesukaran relatif sedang, sehingganya instrumen ini mengalami reduksi menjadi delapan soal yang dijadikan sebagai instrumen untuk mengambil data penelitian.


(22)

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dianalisis adalah hasil tes kemampuan awal dan kemapuan akhir serta gain ternormalisasi dari hasil belajar kognitif dan keterampilan proses sains, serta hasil angket siswa. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software SPSS 16, dan Microsoft Office Excel 2007.

1. Pengolahan Data Hasil belajar aspek kognitif dan Tes Keterampilan Proses Sains.

Dalam melakukan pengolahan data hasil tes siswa digunakan Microsoft Office Excel dan software SPSS 16. Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran umum pencapaian siswa yang terdiri dari rerata dan simpangan baku. Kemudian dilakukan analisis inferensial untuk melihat perbedaan dua rerata gain, interaksi beberapa faktor yang mempengaruhi pada kelas eksperimen sehingga hasil dari penelitian dapat digeneralisasikan.

Sebelum data hasil penelitian diolah, terlebih dahulu dipersiapkan beberapa hal, antara lain:

a) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan alternatif jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.

b) Membuat tabel skor tes siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. c) Perhitungan Gain yang dinormalisasi

d) Menetapkan tingkat kesalahan atau tingkat signifikansi yaitu 5% (�= 0,05).

Pengolahan data secara garis besar dilakukan dengan menggunakan bantuan pendekatan secara hierarkhi statistik. Data primer hasil tes siswa sebelum dan sesudah perlakuan, dianalisis dengan cara membandingkan skor tes awal dan tes akhir. Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus faktor gain <g> yang dikembangkan oleh Hake (1999) dengan rumus:

pre maks pre post S S S S g  


(23)

Keterangan :

Spost = skor tes akhir Spre = skor tes awal Smaks = skor maksimum Kriteria:

Tabel 3.7

Kriteria Gain Normalisasi

<g> Kriteria

g ≥ 0,7

0,3  g < 0,7 g < 0,3

Tinggi Sedang Rendah

Pengolahan data rata-rata skor gain dinormalisasi dianalisis secara statistik dengan menggunakan software Microsoft Office Excel 2007.

Sebelum dilakukan uji hipotesis, perlu dilakukan uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas variansi data. Uraian uji normalitas distribusi data dan uji homogenitas variansi data sebagai berikut.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan dalam analisis selanjutnya. Sampel pada penelitian berjumlah 35 pada kelas eksperimen dan 36 pada kelas kontrol, maka Uji normalitas ini menggunakan Saphiro Wilk. Kriteria pengujian, jika nilai signifikansi > � maka data berdsitribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara dua kelas data dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelas homogen atau tidak homogen.

Uji homogenitas ini menggunakan statistik uji Levene. Kriteria pengujian: data dikatakan homogen jika nilai signifikansi lebih besar dari  0,05.


(24)

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dengan menggunakan statistik inferensial. Adapun uji statistik yang digunakan pada pengolahan data penelitian yang berupa data tes sebagai berikut:

a. Uji-perbedaan dua rerata denga satu pihak (Uji-t Satu Pihak)

Uji perbandingan dua rerata pada penelitian ini dilakukan menggunakan uji t dua sampel independen melalui program SPSS 16 dengan taraf signifikansi α = 0,05. Uji t dua sampel independen digunakan untuk membandingkan selisih dua rerata (mean) dari dua sampel yang independen dengan asumsi data terdistribusi normal. Berdasarkan beberapa teori yang peneliti baca dan pahami tentang pembelajaran inkuiri, maka dapat diasumsikan bahwa pembelajaran inkuiri mampu melatihkan berbagai aspek kemampuan dan keterampilan termasuk kemampuan kognitif dan keterampilan proses, sehingga peneliti menggunakan uji t- satu pihak.

3. Tanggapan Siswa

Menghitung persentase hasil angket tanggapan siswa menggunakan rumus (Sugiono, 2008).

% = � ℎ � � ℎ � � �

� ℎ � ℎ 100% (3.1)

Untuk pertanyaan positif maka dikaitkan dengan nilai SS = 4, S= 3, TS = 2 dan STS = 1, dan sebaliknya untuk pertanyaan negatif (Sujana, 1989). Dalam mengkategorikan persentase tanggapan siswa dapat dilihat pada tabel 3.8.


(25)

Tabel 3.8

Pengkategorian Persentase Tanggapan Siswa

Batasan Persentase Kategori

0% < % skor maksimum ≤ 25% Sangat Tidak Setuju ( sangat negatif) 25% < % skor maksimum ≤ 50% Tidak Setuju ( negatif)

50% < % skor maksimum ≤ 75% Setuju ( positif) 75% < % skor maksimum ≤ 100% Sangat Setuju (sangat positif)

4. Keterlaksanaan Model Pembelajaran oleh Guru

Data mengenai keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT merupakan data yang diambil dari observasi. Pengolahan data dilakukan dengan cara mencari persentase keterlaksanaan pembelajaran inkuiri dengan REACT. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah data tersebut adalah dengan:

1. Menghitung jumlah jawaban “ya” dan “tidak” yang observer isi pada format keterlaksanaan model pembelajaran.

2. Melakukan perhitungan persentase keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan persamaan berikut:

observer menjawab ya atau tidak

% Keterlaksanaan Model = 100%

observer seluruhnya 

…. 3.2)

Untuk mengetahui kategori keterlaksanaan pembelajaran ini yang dilakukan oleh guru, dapat diinterpretasikan pada Tabel 3.9


(26)

Tabel 3.9

Kriteria Keterlaksanaan Model

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana

KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana

50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana

KM = keterlaksanaan model

5. Pengolahan Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran Oleh Siswa Data mengenai keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri melalui strategi RACT pada siswa merupakan data yang diperoleh dari observasi. Data tersebut dianalisis dengan menghitung persentase dengan cara yang sama dengan yang digunakan untuk menganalisis data hasil keterlaksanaan model pembelajaran pada guru. Kriteria penilaian keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.


(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Peningkatan keterampilan proses sains pada kelas yang menerapkan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT sebesar 0,48 dengan kategori sedang lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional dengan peningkatan 0,27 dengan kategori rendah.

2. Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dapat meningkatkan keterampilan proses sains dengan peningkatan terbesar hingga terkecil yaitu hipotesis, klasifikasi, mengamati, merancang percobaan, menerapkan konsep, prediksi, komunikasi dan interpretasi data.

3. Peningkatan hasil belajar kognitif pada kelas yang menerapkan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT sebesar 0,53 lebih baik daripada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional dengan peningkatan 0,43 .

4. Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dapat meningkatkan semua aspek kognitif, peningkatan terbesar hingga terkecil yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan dan analisis.

5. Siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT pada materi suhu dan kalor memberikan respon positif baik dalam penggunaan strategi, penggunaan LKS maupun pada kegiatan eksperimen.

6. Proses pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT ini melalui tahapan Relating, Experiencing, Applying, Cooperating dan Transferring. Kelima langkah yang diamati keterlaksanaan dari guru dan siswa. Tidak semua langkah berjalan dengan baik pada setiap pertemuan. Pada pertemuan pertama, guru belum mengotimalkan langkah transferring, namun pada pertemuan berikutnya semua langkah sudah


(28)

dilakukan dengan baik. Dari hasil pengamatan terhadap siswa semua langkah masih belum berjalan optimal.

B. Saran

Penelitian yang telah dilakukan Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT masih terdapat kekurangan-kekurangan dan kendala dalam pelaksanaan, untuk itu peneliti menyarankan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT diawal pertemuan mengalami beberapa kendala sehingga belum bisa berjalan optimal, karena siswa masih belum terbiasa dalam menerima cara pembelajaran baru sehingga pengaturan waktu pada tiap tahapan masih belum optimal dilakukan, sebaiknya guru sekilas memperkenalkan langkah-langkah dalam pembelajaran serta tegas dan konsisten dalam melaksanakan setiap langkah pembelajaran sesuai dengan RPP.

2. Keterlaksanaan proses pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT belum terlaksana secara maksimal karena pada awal pertemuan tahap Relating siswa belum terbiasa belajar dari masalah terlebih dahulu, sebaiknya guru mampu memilih masalah kontekstual dengan menggunakan pertanyaan yang mudah dipahami oleh siswa. Tahap Cooperating siswa kurang terlibat aktif, sehingga diharapkan pada guru lebih memberikan motivasi agar siswa lebih aktif dalam kelompok untuk memberikan saran dan pertanyaan. Tahap Transferring ini sebaiknya guru memberikan banyak contoh soal.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson. L. W. (2010). Pembelajaran Pengajaran dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BSNP. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Crawford,L,Michael. (2001). Teaching mathematic Kontextually. Waco, texas : CORD Communications, Inc.

Cord, (1999). Teaching mathematic Kontextually. Waco, texas : CORD Communications, Inc

Dahniar, Nani. (2006). Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 2, No.1, September 2006.

Depdiknas. (2008). Strategi pembelajaran MIPA. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

Fauziah, Ana. (2007). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT. Tesis UPI. Tidak Diterbitkan.

Furqon. (2004). Statistik Terapan Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Hake, R, Richard. (2002). “Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanics with Gender, High-School Physics, and

Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization.”Journal of

Physics Education Research Conference.

Komalasari, Kokom. (2010). Pembelajaran Kontekstual . Bandung : Refika Aditama

Padilla, Michail, at al. (2006). Analyzing hierarchical relationships among modes of cognitive reasoning and integrated science process skills. Journal of Research in Science Teaching Volume 23, Issue 4, April 1986, Pages: 277– 291. [Online 18 Okober 2012].

Pertiwi, (2010). Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir dan Pemahaman Konsep. UNES.


(30)

Pulaila, Ali. (2007). Model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa sma pada materi suhu dan kalor. Bandung : Tesis UPI.

Rustaman, N.Y.(2005). Perkembangan Penelitian Pembelajaran berbasis inkuiri dalam pendidikan sans. [Makalah].seminar nasional II himpunan ikatan sarjana dan pemerhati pendidikan IPA Indonesia bekerjasama dengan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung juli 2005 Rustaman, N (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia.

Rezba, J. Richard. Science Process Skills. Kendall : Hunt Publishing Company. Saka, Ahmet. Z. (2011). REACT on the Content-Based Approach, and

Computer-Assisted Learning Method were effective in increasing the student success, interest and positive attitude. Dalam jurnal Eurasian J. Phys. Chem. Educ. Sanjaya,W.(2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Schumacher Sally, dan James H.McMillan. (2007). Research In Education. (Terjemahan). Longman : Newyork.

Silberman, Mel, (2009). Active Learning. Jogjakarta : Pustaka Insan Madani. Sofiany, Arismasemby, (2012). Hubungan Perilaku Belajar dengan Prestasi

Belajar Siswa pada mata pelajaran Akuntansi SMA PGRI 1 Bandung. UPI : Bandung

Sund, R dan Trowbridge, L. (1973). Teaching Sciences by Inquiry in The Secondary School. Ohio: Bell and Howell Company.

Sudjana, Nana. (1989). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Rosdakarya.

Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Tipler, P. (2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jilid II. Jakarta: Erlangga. Trianto,M.Pd.(2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.

Surabaya: Kencana Prenada Media Group.

Uyanto, Stanislaus. (2009). Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Jakarta : Graha Ilmu.


(31)

Wiyanto. (2005). Pengembangan Kemampuan Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Laboratorium Fisika Berbasis Inkuiri Bagi Mahasiswa calon Guru. Disertasi PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Wenning,C.J & Khan,M.A. (2011). Sample learning sequences based on the levels of inquiry model of science teaching. Jornal of physics teacher education online, 6(2),17-30.

Wenning, J. (2010). ”Level Of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning

Sequences to Teach Scinece”. Journal Physic Teacher Online. Vol/no:5/4.


(1)

Denok Norhamidah, 2013

Penerapan Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT (Relating, Experienceing, Applying, Cooperating Dan Transfering) Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Pada Topik Suhu Dan Kalor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 3.9

Kriteria Keterlaksanaan Model

KM (%) Kriteria

KM = 0 Tak satu kegiatan pun terlaksana 0 < KM < 25 Sebagian kecil kegiatan terlaksana 25 < KM < 50 Hampir setengah kegiatan terlaksana KM = 50 Setengah kegiatan terlaksana

50 < KM < 75 Sebagian besar kegiatan terlaksana 75 < KM < 100 Hampir seluruh kegiatan terlaksana KM = 100 Seluruh kegiatan terlaksana

KM = keterlaksanaan model

5. Pengolahan Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran Oleh Siswa Data mengenai keterlaksanaan model pembelajaran inkuiri melalui strategi RACT pada siswa merupakan data yang diperoleh dari observasi. Data tersebut dianalisis dengan menghitung persentase dengan cara yang sama dengan yang digunakan untuk menganalisis data hasil keterlaksanaan model pembelajaran pada guru. Kriteria penilaian keterlaksanaan model pembelajaran oleh siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.


(2)

Denok Norhamidah, 2013

Penerapan Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT (Relating, Experienceing, Applying, Cooperating Dan Transfering) Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Pada Topik Suhu Dan Kalor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan:

1. Peningkatan keterampilan proses sains pada kelas yang menerapkan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT sebesar 0,48 dengan kategori sedang lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional dengan peningkatan 0,27 dengan kategori rendah.

2. Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dapat meningkatkan keterampilan proses sains dengan peningkatan terbesar hingga terkecil yaitu hipotesis, klasifikasi, mengamati, merancang percobaan, menerapkan konsep, prediksi, komunikasi dan interpretasi data.

3. Peningkatan hasil belajar kognitif pada kelas yang menerapkan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT sebesar 0,53 lebih baik daripada kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional dengan peningkatan 0,43 .

4. Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT dapat meningkatkan semua aspek kognitif, peningkatan terbesar hingga terkecil yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan dan analisis.

5. Siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT pada materi suhu dan kalor memberikan respon positif baik dalam penggunaan strategi, penggunaan LKS maupun pada kegiatan eksperimen.

6. Proses pembelajaran inkuiri dengan strategi REACT ini melalui tahapan Relating, Experiencing, Applying, Cooperating dan Transferring. Kelima langkah yang diamati keterlaksanaan dari guru dan siswa. Tidak semua langkah berjalan dengan baik pada setiap pertemuan. Pada pertemuan pertama, guru belum mengotimalkan langkah transferring, namun pada pertemuan berikutnya semua langkah sudah


(3)

Denok Norhamidah, 2013

Penerapan Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT (Relating, Experienceing, Applying, Cooperating Dan Transfering) Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Pada Topik Suhu Dan Kalor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dilakukan dengan baik. Dari hasil pengamatan terhadap siswa semua langkah masih belum berjalan optimal.

B. Saran

Penelitian yang telah dilakukan Penerapan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT masih terdapat kekurangan-kekurangan dan kendala dalam pelaksanaan, untuk itu peneliti menyarankan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT diawal pertemuan mengalami beberapa kendala sehingga belum bisa berjalan optimal, karena siswa masih belum terbiasa dalam menerima cara pembelajaran baru sehingga pengaturan waktu pada tiap tahapan masih belum optimal dilakukan, sebaiknya guru sekilas memperkenalkan langkah-langkah dalam pembelajaran serta tegas dan konsisten dalam melaksanakan setiap langkah pembelajaran sesuai dengan RPP.

2. Keterlaksanaan proses pembelajaran inkuiri melalui strategi REACT belum terlaksana secara maksimal karena pada awal pertemuan tahap Relating siswa belum terbiasa belajar dari masalah terlebih dahulu, sebaiknya guru mampu memilih masalah kontekstual dengan menggunakan pertanyaan yang mudah dipahami oleh siswa. Tahap Cooperating siswa kurang terlibat aktif, sehingga diharapkan pada guru lebih memberikan motivasi agar siswa lebih aktif dalam kelompok untuk memberikan saran dan pertanyaan. Tahap Transferring ini sebaiknya guru memberikan banyak contoh soal.


(4)

Denok Norhamidah, 2013

Penerapan Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT (Relating, Experienceing, Applying, Cooperating Dan Transfering) Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Pada Topik Suhu Dan Kalor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Anderson. L. W. (2010). Pembelajaran Pengajaran dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BSNP. (2006). Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

Crawford,L,Michael. (2001). Teaching mathematic Kontextually. Waco, texas : CORD Communications, Inc.

Cord, (1999). Teaching mathematic Kontextually. Waco, texas : CORD Communications, Inc

Dahniar, Nani. (2006). Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 2, No.1, September 2006.

Depdiknas. (2008). Strategi pembelajaran MIPA. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

Fauziah, Ana. (2007). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Pemecahan Masalah matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT. Tesis UPI. Tidak Diterbitkan.

Furqon. (2004). Statistik Terapan Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Hake, R, Richard. (2002). “Relationship of Individual Student Normalized Learning Gains in Mechanics with Gender, High-School Physics, and Pretest Scores on Mathematics and Spatial Visualization.”Journal of Physics Education Research Conference.

Komalasari, Kokom. (2010). Pembelajaran Kontekstual . Bandung : Refika Aditama

Padilla, Michail, at al. (2006). Analyzing hierarchical relationships among modes of cognitive reasoning and integrated science process skills. Journal of Research in Science Teaching Volume 23, Issue 4, April 1986, Pages: 277– 291. [Online 18 Okober 2012].

Pertiwi, (2010). Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir dan Pemahaman Konsep. UNES.


(5)

Denok Norhamidah, 2013

Penerapan Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT (Relating, Experienceing, Applying, Cooperating Dan Transfering) Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Pada Topik Suhu Dan Kalor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pulaila, Ali. (2007). Model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kreatif siswa sma pada materi suhu dan kalor. Bandung : Tesis UPI.

Rustaman, N.Y.(2005). Perkembangan Penelitian Pembelajaran berbasis inkuiri dalam pendidikan sans. [Makalah].seminar nasional II himpunan ikatan sarjana dan pemerhati pendidikan IPA Indonesia bekerjasama dengan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung juli 2005 Rustaman, N (2003). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Universitas

Pendidikan Indonesia.

Rezba, J. Richard. Science Process Skills. Kendall : Hunt Publishing Company. Saka, Ahmet. Z. (2011). REACT on the Content-Based Approach, and

Computer-Assisted Learning Method were effective in increasing the student success, interest and positive attitude. Dalam jurnal Eurasian J. Phys. Chem. Educ. Sanjaya,W.(2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Schumacher Sally, dan James H.McMillan. (2007). Research In Education. (Terjemahan). Longman : Newyork.

Silberman, Mel, (2009). Active Learning. Jogjakarta : Pustaka Insan Madani. Sofiany, Arismasemby, (2012). Hubungan Perilaku Belajar dengan Prestasi

Belajar Siswa pada mata pelajaran Akuntansi SMA PGRI 1 Bandung. UPI : Bandung

Sund, R dan Trowbridge, L. (1973). Teaching Sciences by Inquiry in The Secondary School. Ohio: Bell and Howell Company.

Sudjana, Nana. (1989). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Rosdakarya.

Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Tipler, P. (2001). Fisika Untuk Sains dan Teknik. Jilid II. Jakarta: Erlangga. Trianto,M.Pd.(2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.

Surabaya: Kencana Prenada Media Group.

Uyanto, Stanislaus. (2009). Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Jakarta : Graha Ilmu.


(6)

Denok Norhamidah, 2013

Penerapan Pembelajaran Inkuiri Melalui Strategi REACT (Relating, Experienceing, Applying, Cooperating Dan Transfering) Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Kognitif Siswa Pada Topik Suhu Dan Kalor

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Wiyanto. (2005). Pengembangan Kemampuan Merancang dan Melaksanakan Kegiatan Laboratorium Fisika Berbasis Inkuiri Bagi Mahasiswa calon Guru. Disertasi PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Wenning,C.J & Khan,M.A. (2011). Sample learning sequences based on the levels of inquiry model of science teaching. Jornal of physics teacher education online, 6(2),17-30.

Wenning, J. (2010). ”Level Of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning

Sequences to Teach Scinece”. Journal Physic Teacher Online. Vol/no:5/4. [Online]. Tersedia http://www.phy.ils tu.edu/jpeteo [12 November 2011].


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING

0 3 22

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING) UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS: Penelitian Tindakan Kelas VII-D SMP Negeri 1 Cimahi.

6 32 35

PENGARUH STRATEGI RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) TERHADAP SIKAP DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA.

0 4 27

PENERAPAN STRATEGI REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, AND TRANSFERRING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA.

0 0 10

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN RELATING-EXPERIENCING-APPLYING-COOPERATING-TRANSFERRING (REACT) MENGGUNAKAN PENDEKATAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA SISWA.

2 2 46

EFEKTIVITAS PENERAPAN STRATEGI RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) DALAM KEGIATAN PRAKTIKUM MATA PELAJARAN TIK TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA.

0 6 50

PENERAPAN STRATEGI REACT (RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, AND TRANSFERRING) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PADA MATERI BANGUN RUANG.

1 3 38

Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Melalui Strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring).

0 0 47

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kontekstual REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, dan Transferring)

0 0 14

Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan strategi relating, experiencing, applying, cooperating, transferring (REACT) dan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap pemahaman konsep dan keterampilan proses sains - Digital Library IAIN Pa

0 0 187