ANALISIS PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUK

(1)

ANALISIS PENG

PRODUK D

PROV

Untuk Memenu Program St

Perencanaa

FAKULTAS EK

P

MAGISTER E

NGARUH INVESTASI DAN TENAG

TERHADAP

DOMESTIK REGIONAL BRUTO (P

VINSI JAWA TENGAH 1986 – 2008

TESIS

nuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat M Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangun

Konsentrasi:

aan Pembangunan Wilayah dan Keuangan Dae

Oleh :

MOCH ARIFIN

S4208027

KONOMI UNIVERSITAS SEBELAS

PROGRAM PASCA SARJANA

R EKONOMI DAN STUDI PEMBANG

SURAKARTA

2010

GA KERJA

(PDRB)

08

t Magister unan

aerah

AS MARET

NGUNAN


(2)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA

TERHADAP

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

PROVINSI JAWA TENGAH 1986 – 2008.

Disusun oleh:

MOCH ARIFIN

S4208027

Telah disetujui pembimbing

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. AM. Soesilo, M.Sc. Drs. Akhmad Daerobi. M.S. NIP:

19590328 198803 1 001 NIP:19570804 198601 1 002

Ketua Program Studi

Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Dr. J.J. Sarungu, MS.

NIP:19510701 198010 1 001


(3)

ANALISIS PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA

TERHADAP

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

PROVINSI JAWA TENGAH 1986 – 2008.

Disusun oleh:

MOCH ARIFIN

S4208027

Telah disetujui oleh Tim Penguji:

Pada tanggal,

Jabatan Nama Tanda tangan

Ketua Tim Penguji Dr. J.J. Sarungu, MS. ...

Pembimbing Utama Dr. AM. Soesilo, M.Sc. ...

Pembimbing Pendamping Drs. Akhmad Daerobi. M.S. ...

Mengetahui: Ketua Program Studi Direktur PPs UNS Magister Ekonomi dan Studi

Pembangunan

Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D Dr. JJ. Sarungu, MS


(4)

HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : MOCH ARIFIN

NIM : S4208027

Program Study : Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Keuangan Daerah

Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain.

Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.

Surakarta, 5 Mei 2010 Tertanda,

MOCH ARIFIN S4208027


(5)

ABSTRACT Moch Arifin NIM S4208027

This research aims to find out the effect of investment and labor on the PDRB of Central Java Province during 1986-2008 period. In line with such problems, the following hypothesis is proposed: It is hypothesized that investment and labor affect investment and labor on the PDRB of Central Java Province during 1986-2008 period.

In line with the problem and hypothesis of research, the research took the secondary data derived from Central Statistical Bureau (BPS) of Central Java Province; the data taken in this research consisting of data on investment, labor and PDRB of Central Java Province. The data employed was the one with 23 scale from 1986-2008, then the data collected was put onto the multiple linear regression, and after the estimation parameter obtained, the examination was done using statistic and classical assumption tests.

The result of statistic test in this research shows that the independent variable of investment affects positively and significantly the PDRB of Central Java Province, Similarly, the labor affects positively and significantly the PDRB of Central Java Province. Meanwhile based on the result of F-test, investment and labor simultaneously affects the PDRB of Central Java Province.

The result of econometric test shows the absence of multicolinearity, heteroscedasticity and autocorrelation distractions. Considering the result of data analysis, it is recommended that the government should create conducive climate for the implementation of various investment projects in Central Java Province. The labor has substantial effect on PDRB so that there should be the use of intensive-labor technology to absorb the labor more optimally in the production process.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjakan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah

melimpahkan taufik dan hidayahnya sehingga Thesis yang berjudul

ANALISIS PENGARUH

INVESTASI DAN TENAGA KERJA TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL

BRUTO (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 1986 – 2008

”.

ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa terselesainya penelitian ini adalah atas bimbingan, petunjuk, serta nasehat dari Bapak-Bapak pembimbing dan Bapak/ Ibu Dosen serta Sekretariat Program Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta, maka pada kesempatan ini penulis haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para beliau.

Selanjutnya penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari Bapak Ibu Dosen serta dari rekan rekan sekalian guna perbaikan penelitian ini.

Demikian semoga penelitian ini bermanfa’at.

Surakarta, 5 Mei 2010 Peneliti

Moch Arifin


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAKSI………... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... . xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Investasi ... 9

1. Definisi Investasi………. 9


(8)

3. Peran dan faktor-faktor yang mempengaruhi investasi. 14

B. Tenaga Kerja ...……… 16

1. Pengertian Tenaga Kerja... 16

2. Permintaan Tenaga Kerja ………. 18

3. Penawaran Tenaga Kerja... 31

C. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 34

1 Definisi PDRB... 34

2. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi………. 38

3. Model Pertumbuhan Ekonomi………. 40

a. Teori pertumbuhan Harrod-Domar ………. 41

b. Pendekatan Neo-Klasik……….. 50

c.Teori Pertumbuhan Baru (new growth theory)…… 58

D. Peneliti Terdahulu ... 54

E. Kerangka Pemikiran ... 64

F. Hipotesis ... 67

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian………. 71

B. Ruang Lingkup Penelitian………... 71

C. Definisi Operasional Variabel ……… .. 72

1.Variabel Dependen... 72


(9)

D Teknik Analisis Data ... 73

1. Uji Statistik……… ……. 74

2. Uji Asumsi Klasik……….. 78

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Wilayah……….. 80

1. Keadaan Geografis………. 80

2. Keadaan Penduduk………. 84

3. Kondisi Perekonomian... 88

B. Analisis Data ... 93

1. Persamaan Regresi Linier Berganda Hasil Penelitian…. 93

2. Uji Statistik………. 94

3. Pengujian Asumsi Klasik……….. 98

4. Analisis Hasil Regresi ………….……….. 102

5. Uji Hipotesa (Teori) ………….………. 103

6. Intepretasi ekonomi ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 106

B. Saran-saran... .106

DAFTAR PUSTAKA... ... 108 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Uraian Hal

4.1 Jumlah, Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Penduduk Jawa

Tengah 84

4.2 Jumlah Penduduk, Kepadatan dan LPP Jawa Tengah Tahun

2008 87

4.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah Tahun 1986-2008 89

4.4 Pembetukan Modal Tetap Provinsi Jawa Tengan Tahun

1986-2008 91

4.5 Jumlah Tenaga Kerja Provinsi Jawa Tengah 1986-2008 93

4.6 Hasil Estimasi FaktorFaktor yang Berpengaruh Terhadap

PDRB Provinsi Jawa Tengah

94

4.7 Hasil Uji Multikolinieritas 98


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva Fungsi investasi... 10

2.2 Permintaan terhadap tenaga kerja... 19

2.3 Kurve fungsi produksi... 20

2.4 Kurve nilai produk marjinal... 21

2.5 Kurve ekuilibrum permintaan tenaga kerja... 23

2.6 Kurve maksimasi keuntungan... 24

2.7 Kurve total permintaan total beaya... 25

2.8 Kurve VMPL... 27

2.9 Efek perubahan upah ... 29

2.10 Kurve perubahan tingkat upah... .. 32

2.11 Kurve Fungsi Penawaran Tenaga Kerja ... ....33

2.12 Kueve laju pertumbuhan……….. 49

2.13 Ekuelibrum dalam model pertumbuhan Solow………... 54

2.14 Efek jangha panjang dari perubahan tingkat tabungan... 56

2.15 Gambar kerangka pemikiran PDRB... 58

3.1 Daerah terima dan daerah tolak uji t… ……….…76

3.2 Daerah terima dan daerah tolak uji F……….. 77

3.3 Autokorelasi……….. . 79

4.1 Daerah terima dan daerah tolak uji F……… 96


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan pembangunan nasional Indonesia secara nyata membawa pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan tersebut antara lain di tunjukan oleh tingginya laju pertumbuhan ekonomi dan disertai semakin meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Namun pada pertengahan tahun 1997 krisis moneter telah melanda Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya, yang kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi dan sehingga menguncang dan membawa perubahan mendasar pada sendi-sendi kehidupan politik bangsa dan negara serta perekonomian nasional.

Dalam upaya mempercepat pemulihan ekonomi perlu kerja keras, ketekunan dan perjuangan tidak ringan serta kerja sama semua pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta. Pembangunan ekonomi dengan tujuan utama yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi merupakan sasaran yang harus dicapai agar dapat mensejajarkan diri dengan negara-negara maju.

Kegiatan dalam suatu perekonomian selalu mengalami perubahan. Adakalanya perubahannya sangat nyata dan dapat dirasakan dengan jelas oleh masyarakat yaitu pada saat perekonomian mencapai tingkat kemakmuran yang tinggi atau keadaan perekonomian yang sedang mengalami kemerosotan serius. Namun demikian, menilai prestasi kegiatan perekonomian dengan cara mengamati apa yang dialami oleh masyarakat bukanlah cara yang


(13)

terbaik. Cara paling baik adalah dengan memperhatikan data tertentu mengenai kegiatan sesuatu perekonomian dan data ini dikenal sebagai indikator makro ekonomi.

Data yang selalu digunakan untuk mengamati kegiatan suatu perekonomian suatu negara antara lain adalah pendapatan nasional, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi dan kestabilan harga-harga, kesempatan kerja dan pengangguran, neraca pembayaran, kurs valuta asing, suku bunga dan perkembangan pasar saham (Sadono Sukirno, 1999 ).

Produk Domestik Bruto (PDB) sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian suatu negara. Produk Domestik Bruto mampu untuk meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu. Nilai dari Produk Domestik Bruto mengandung dua macam persepsi yaitu sebagai perekonomian total dari setiap orang didalam suatu perekonomian dan sebagai pengeluaran total pada output barang dan jasa dalam perekonomian (Mankiw, 1997).

Secara lebih jelas, pengertian Produksi Domestik Bruto adalah jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) dan dinyatakan dalam harga pasar (Suparmoko, 1998 ).

Pendekatan fungsi produk untuk menganalisis output secara agregat dapat menggunakan konsep fungsi produksi dari teori ekonomi perusahaan/mikro. Di dalam fungsi produksi disebutkan bahwa output merupakan fungsi dari faktor produksi tanah, tenaga kerja, modal dan tingkat teknologi (faktor efisien). Sedangkan fungsi produksi agregrat menunjukkan hubungan fungsional antara output agregat atau disebut juga dengan produk domestik bruto dengan stok input. Jika faktor produksi tanah merupakan bagian dari faktor produksi, modal dan teknologi dianggap konstan, maka hanya ada dua jenis faktor produksi yaitu modal dan tenaga kerja.


(14)

Untuk mengukur maju tidaknya perekonomian daerah sebagai hasil dari program pembangunan daerah diperlukan alat pengukur yang tepat yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Produk Domestik Regional Bruto bagi suatu daerah dapat dimanfaatkan :

1. Sebagi indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah baik secara sektoral maupun secara

struktural

2. Untuk mengetahui struktur perekonomian dan perubahan-perubahan di suatu daerah

3. Sebagai data dasar untuk menganalisis elastisitas kesemaptan kerja dengan dukungan

data ketenagakerjaan

4. Dengan PDRB perencanaan pembangunan suatu daerah bisa lebih terarah, misalnya

dengan mengetahui Capital Output Ratio (COR) dan Incremental Capital Output Ratio (ICOR)

5. Dalam suatu negara atau daerah bisa dihitung berapa jumlah investasi yang dibutuhkan

untuk mencapai perkiraan / proyeksi PDB atau PDRB dari target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan.

Stok modal atau investasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat pendapatan nasional. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran. Perannya ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi dalam perekonomian. Yang pertama, investasi merupakan salah satu komponen pengeluaran agregat. Kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Yang kedua, pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi di masa yang akan datang dan perkembangan ini akan merangsang pertambahan produksi nasional. Ketiga, investasi selalu


(15)

diikuti oleh perkembangan teknologi. Perekembangan ini akan memberi sumbangan penting keatas kenaikan produktivitas dan pendapatan perkapita masyarakat (Sadono Sukirno, 1999).

Investasi itu sendiri merupakan pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan dipergunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan kata lain investasi berarti kegiatan pembelanjaan untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam perekonomian.

Penanaman modal atau investasi di daerah memegang dua macam fungsi yaitu untuk menciptakan permintaan barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat dan untuk menambah kapasitas produksi dari daerah yang bersangkutan. Sebagai faktor untuk menbambah permintaan masyarakat, sejumlah tertentu penanaman modal akan menciptakan pendapatan daerah beberapa kali lipat dari besarnya penanaman modal itu sendiri, karena penanaman modal akan menciptakan proses multiplier yaitu menimbulkan pendapatan dan pengeluaran baru dalam masyarakat sehingga akhirnya menciptakan pertambahan pendapatan beberapa kali lipat lebih besar dari besarnya penanaman modal itu sendiri (Sadono Sukirno, 1999).

Investasi yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 1986 sampai dengan tahun 2008 tumbuh rata-rata 8,08 persen pertahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 16.20 persen. Dalan beberapa kurun waktu, yaitu antara tahun 1997 s/d 1999, 2001, dan 2005 nilai investasi mengalami penurunan , hal ini disebabkan oleh situasi politik yang kurang kondusif.

Faktor tenaga kerja secara tradisonal dianggap sebagai salah satu faktor positif yang mampu meningkatkan pendapatan nasional. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar akan


(16)

menambah jumlah tenaga produktif, sehingga apabila kuantitas tenaga kerja meningkat, maka hasil produksi akan meningkat pula (Todaro, 2000).

Besarnya penawaran tenaga kerja dalam perekonomian adalah jumlah orang yang menawarkan jasanya untuk proses produksi. Golongan tersebut terdiri dari mereka yan sudah aktif dalam memproduski barang dan jasa (bekerja) dan mereka yan sudah siap bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Jumlah yang bekerja dan pencari kerja dinamakan angkatan kerja. Dengan kata lain angkatan kerja dapat diartikan sebagai bagian dari tenaga kerja yang benar-benar mau bekerja memproduksi barang dan jasa (Payaman Simanjuntak, 2001).

Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Tengah cenderung mengalami fluktuasi tiap tahunnya namun secara keseluruhan mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 tenaga kerja Jawa Tengah mencapai angka 15463658 orang. Angka pertumbuhan tenaga kerja rata rata 0.89 persen dan pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2007, yaitu sebesar 7.19 persen.

Krisis multidimensional yang melanda Indonesia pada tahun 1997/1998 dan adanya krisis keuangan global sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Dampak secara makro terhadap Indonesia adalah antara lain turunnya nilai investasi asing dan domestik, turunnya nilai ekspor, tutupnya perusahaan, pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan dan hal ini secara tidak langsung dapat mengakibatkan turunnya Produk Domestik Bruto termasuk di dalamnya Produk Domestik Regional Bruto. Berikut ini sedikit ulasan PDRB Provinsi Jawa Tengah. Nilai PDRB Jawa Tengah selama periode tahun 1986 sampai dengan 2008 cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5.27 persen. Angka pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2000 yaitu sebesar 19.13 persen. Krisis moneter yang dimulai pada pertengahan 1997 mengakibatkan kondisi perekonomian Jawa


(17)

Tengah mengalami saat paling buruk sepanjang satu dasa warsa terakhir. PDRB mengalami laju pertumbuhan negatif yaitu sebesar 11,74 persen di tahun 1998. Pada tahun 1999 perekonomian sedikit mengalami perbaikan yang ditandai dari nilai PDRB yang tumbuh 3,5 persen.

Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti ingin meneliti bagaimana pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi Jawa Tengah tahun 1986 – 2008?

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Investasi terhadap Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi

Jawa Tengah tahun 1986 – 2008 ?

2. Bagaimana pengaruh Tenaga Kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto di

Provinsi Jawa Tengah tahun 1986 – 2008 ?

3. Bagaimana pengaruh Investasi dan Tenaga kerja secara bersama-sama terhadap Produk

Domestik Regional Bruto di Provinsi Jawa Tengah tahun 1986 – 2008?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh Investasi terhadap Produk Domestik Regional Bruto di

Provinsi Jawa Tengah tahun 1986 – 2008

2. Untuk mengetahui pengaruh Tenaga Kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto di

Provinsi Jawa Tengah tahun. 1986 – 2008

3. Untuk mengetahui pengaruh Investasi dan Tenaga Kerja secara bersama-sama terhadap


(18)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pemerintah

Agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan yang terbaik. Sehingga PDRB Provinsi Jawa Tengah dapat lebih meningkat.

2. Bagi Lingkungan Akademis

Untuk menambah khasanah ilmu tentang penelitian yang berhubungan dengan Perekonomian Indonesia serta hubungannya dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia khususnya di Provinsi Jawa Tengah.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan sumbangsih bagi masyarakat umum untuk lebih mengetahui kondisi pertumbuhan ekonomi .


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Investasi

1. Definisi Investasi

Investasi adalah penambahan barang modal secara netto yang positif. Investasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu investasi riil dan investasi finansial. Yang dimaksud dengan investasi riil adalah investasi terhadap barang-barang tahan lama (barang-barang modal) yang akan digunakan dalam proses produksi. Sedangkan investasi finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga, misalnya pembelian saham, obligasi, dan surat bukti hutang lainnya.

Pertimbangan-pertimbangan utama yang perlu dilakukan dalam melakukan (memilih) suatu jenis investasi riil adalah tingkat bunga pinjaman yang berlaku (i), tingkat pengembalian (rate or return), dari barang modal, dan prospek proyek investasi

Menurut Neo-Klasik, tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya tingkat tabungan. Pada suatu tingkat teknik tertentu, tingkat bunga juga menentukan tingginya tingkat investasi. Tingkat bunga rendah, maka investasi akan tinggi dan sebaliknya. Penjelasan diatas dapat diringkas dengan persamaan sebagai berikut :

I = ƒ ( r ) (1) Bunga merupakan fungsi Investasi

Gambar dibawah ini menunjukkan fungsi investasi. Fungsi itu berbentuk miring ke bawah, karena ketika tingkat bunga naik, jumlah investasi yang diminta turun.


(20)

Gambar 2.1 Fungsi investasi

Sumber: Mankiw, 2000

Fungsi investasi mengaitkan jumlah investasi pada tingkat bunga riil r. Investasi bergantung pada tingkat bunga riil karena tingkat bunga adalah biaya pinjaman. Fungsi investasi miring ke bawah: ketika tingkat bunga naik, semakin sedikit proyek investasi yang menguntungkan ( Mankiw, 2000).

Mengenai pembentukan kapital yang dianggap penting untuk adanya perkembangan, adalah sebagai berikut : Misalnya kesempatan untuk investasi bertambah-katakanlah karena ada kemajuan teknologi. Tambahnya permintaan untuk investasi akan menyebabkan tingkat bunga naik yang selanjutnya akan menaikkan jumlah tabungan. Dengan adanya kenaikan investasi, harga-harga barang kapital juga akan naik. Selanjutnya karena kenaikan-kenaikan tingkat bunga dan harga-harga barang kapital, maka investasi selanjutnya terbatas pada proyek-proyek yang dapat memberikan

Tingkat Bunga riil

Fungsi

Investigasi, 1 ( r )


(21)

keuntungan terbesar. Bila proyek-proyek tersebut telah terlaksana maka permintaan terhadap investasi berkurang sehingga tingkat bunga dan harga barang-barang kapital turun kembali. Setelah itu maka proyek-proyek yang kurang menguntungkan menjadi menguntungkan lagi dan seterusnya. Akhirnya tingkat bunga sudah menjadi begitu rendahnya, sehingga tidak ada lagi orang yang mau menabung. Pada tingkat perkembangan itu akumulasi kapital berakhir dan perekonomian mengalami suatu keadaan yang statis. Dengan tidak adanya akumulasi kapital berarti tidak ada perkembangan. Agar tidak mengalami keadaan yang statis tersebut, maka pengerjaan penuh (full employment) harus selalu dijaga selama proses akumulasi kapital. Pemerintah harus mengadakan proyek-proyek pekerjaan umum (public works).

Kemajuan teknologi juga merupakan salah satu faktor pendorong kenaikan pendapatan nasional. Yang dimaksud dengan perubahan teknologi menurut Neo-Klasik terutama adalah penemuan-penemuan baru yang mengurangkan penggunaan tenaga buruh atau relatif lebih bersifat “penghematan buruh” (labor saving) daripada “penghematan kapital” (capital saving). Jadi kemajuan-kemajuan teknik akan menciptakan permintaan yang kuat akan barang-barang kapital.

Investasi juga dapat diartikan berbagai cara atau upaya penambahan modal baik langsung maupun tidak langsung dengan harapan pada saatnya nanti pemilik modal tersebut akan mendapat sejumlah keuntungan yang diharapkan dari hasil penanaman modal tersebut.

Pembentukan atau pengumpulan modal dipandang sebagai salah satu faktor dan sekaligus faktor utama di dalam pembangunan ekonomi. Menurut Nurkse (Jhingan, 1999 ), lingkaran setan kemiskinan di negara terbelakang dapat digunting melalui


(22)

pembentukan modal. Sebagai akibat rendahnya tingkat pendapatan di negara terbelakang maka permintaan, produksi dan investasi menjadi rendah atau kurang. Hal ini menyebabkan kekurangan di bidang barang modal yang dapat diatasi melalui pembentukan modal. Proses pembentukan modal tersebut membantu menaikkan output yang pada gilirannya menaikkan laju dan tingkat pendapatan nasional.

2. Macam-macam Investasi

Macam-macam investasi berdasarkan pelaku investasi dapat dibedakan sebagai berikut (Sobri, 1987 ) :

a. Investasi Pemerintah (Public Investment)

Public investment umumnya dilakukan tidak dengan maksud untuk

mendapatkan keuntungan, tetapi tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (nasional), seperti jalan raya, rumah sakit, pelabuhan dan sebagainya.

Investasi-investasi seperti ini sering disebut dengan social overhead capital

(SOC). Keuntungan bagi investasi-investasi ini baru terasa apabila muncul

pertambahan permintaan dalam masyarakat. Bertambahnya permintaan efektif, yang juga menaikkan pendapatan, akan memberikan keuntungan bagi produk investasi.

b. Investasi Swasta (Private Investment)

Private investment adalah jenis investasi yang dilakukan oleh swasta dan

bertujuan untuk memperoleh keuntungan (laba), dan didorong oleh adanya pertambahan pendapatan. Apabila pendapatan bertambah, maka konsumsi juga akan bertambah dan pada akhirnya bertambah pula efektif demand. Investasi yang


(23)

ditimbulkan oleh sebab bertambahnya permintaan yang bersumber investment mungkin dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.

c. Investasi Pemerintah dan Swasta

Jenis investasi yang dilakukan oleh pihak publik dan swasta adalah investasi luar negeri (foreign investment). Foreign investment terjual dari selisih antara ekspor di atas impor (X-M), induced investment dalam hal (X-M) adalah disebabkan oleh dari penambahan permintaan disebut induced investment. Induced perkembangan ekonomi di luar negeri.

Istilah investasi asing menurut definisi IMF Balance of Payment Manual (Edisi, yang juga digunakan Bank Indonesia adalah investasi langsung yang mengarah pada investasi asing untuk memperoleh manfaat yang cukup lama dari penanaman modal tersebut). Sementara penanaman modal adalah untuk memperoleh pengaruh secara efektif dalam pengelolaan perusahaan tersebut. Istilah “manfaat yang cukup lama tersebut” merupakan investasi yang pengelolaannya hanya memerlukan pengawasan. Dalam definisi tersebut tidak termasuk investasi portofolio di Indonesia, investasi seperti ini masih sangat kecil dan modal pinjaman yang telah masuk ke Indonesia dalam jumlah besar sejak 1996. (Jhingan 1999)

3. Peran dan faktor-faktor yang mempengaruhi investasi

Di berbagai negara, terutama di negara industri yang perekonomiannya sudah sangat berkembang, investasi perusahaan adalah sangat volatile yaitu selalu mengalami kenaikan dan penurunan yang sangat besar dan merupakan sumber penting dari fluktuasi dalam kegiatan perekonomian. Di samping itu perlu diingat


(24)

kegiatan perekonomian dan kesempatan kerja meningkat pendapatan nasional dan meningkatkan taraf hidup masyarakat (Jhingan 1999)

. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi dalam perekonomian :

a. Investasi merupakan salah satu komponen agregat maka kenaikan investasi akan

meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional, peningkatan ini akan selalu diikuti oleh pertambahan dalam kesempatan kerja.

b. Pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambahkan kapasitas

produksi di masa depan, dan perkembangan ini akan menstimular pertambahan produksi nasional dan kesempatan kerja.

c. Investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi, sehingga perkembangan

teknologi akan memberikan sumbangan penting atas kenaikan produktivitas dan pendapatan perkapita masyarakat.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi investasi adalah :

1) Suku Bunga

Untuk memperoleh modal diperlukan bunga, perusahaan mempunyai dua sumber pembiayaan yaitu dari keuntungan yang tidak dibagikan dan dari meminjam. Apabila keuntungan yang tidak dibagikan tersebut tidak diinvestasikan tetapi didepositokan maka perusahaan akan mendapatkan bunga, sedangkan bila perusahaan melakukan investasi dengan meminjam di bank maka ia harus membayar bunga. Dengan demikian apakah ia akan meminjam pada bank ataukah menggunakan dana sendiri. Oleh karena itu bunga perlu dipandang sebagai suatu biaya penting untuk memperoleh barang modal.


(25)

2) Depresiasi

Setiap barang modal akan didepresiasikan, dalam prakteknya depresiasi dilakukan secara bertahap yaitu barang modal dikurangi sedikit demi sedikit setiap tahunnya. Pengurangan barang modal ini merupakan biaya bagi perusahaan.

3) Pendapatan Nasional

Pendapatan nasional yang semakin meningkat akan memerlukan barang modal yang semakin banyak. Dengan demikian perusahaan harus melakukan investasi yang lebih tinggi dan lebih banyak modal yang diperlukan.

4) Kebijakan Pemerintah

Sikap pemerintah dalam kegiatan usaha sangat penting perannya dalam kegiatan investasi pemerintah. Pajak, keuntungan yang tinggi, hambatan dalam memperoleh pinjaman/devisa untuk mengimpor barang modal akan mengurangi gairah sektor perusahaan untuk berinvestasi.

B Tenaga Kerja

1. Pengertian Tenaga Kerja

Usia kerja adalah penduduk yang sudah mencapai usia kerja yaitu penduduk yang sudah ikut dan dapat diikurtsertakan dalam proses produksi. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa usia kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang dimaksud angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang terlibat atau masih berusaha untuk terlihat dalam kegiatan produksi yaitu menghasilkan barang dan jasa. Sedangkan yang dimaksud dengan bukan angkatan kerja adalah penduduk yang sudah memasuki usia kerja tetapi tidak melakukan usaha produktif dan tidak sedang mencari


(26)

pekerjaan karena alasan tertentu misalnya mereka yang masih bersekolah, mengurus rumah tangga dan golongan lain. Perbandingan antara angkatan kerja dengan penduduk usia kerja dinamakan tingkat partisipasi angkatan kerja. Selisih antara angkatan kerja dengan penggunaan tenaga kerja yang sebenarnya disebut pengangguran ( Sadono Sukirno, 1999 ).

Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja yang sedang mencari pekerjaan. Secara praktis pengertian tenaga kerja dibedakan oleh batasan umur. Tiap-tiap negara memberikan batasan umur yang berbeda-beda. Di Indonesia dipilih batasan umur minimum sepuluh tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang berumur sepuluh tahun keatas. Pemilihan sepuluh tahun sebagai batas umur minimun adalah berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk muda terutama di desa-desa yang sudah bekerja/mencari pekerjaan. Di Indonesia juga tidak menganut batas umur maksimum, alasannya adalah karena di Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang menerima tunjangan di hari tua (Payaman Simanjuntak, 1985 )

Sedangkan yang dimaksud pekerja itu sendiri adalah bagian dari angkatan kerja yang benar-benar atau telah memproduksi barang dan jasa. Menurut BPS (2000 ), konsep bekerja adalah melakukan pekerjaan dengan maksud untuk memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi).


(27)

2. Permintaan Tenaga Kerja

a. Pasar persaingan sempurna

Berikut ini analisis permintaan tenaga kerja dalam dua kasus, yaitu: (1) apabila tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi, (2) apabila ada beberapa faktor produksi.

1). Permintaan perusahaan terhadap satu faktor produksi

Asumsi berikut ini mendasari analisis ini: a). Sebuah komoditas X

diproduksi di pasar persaingan sempurna. Maka dari itu, Px ditetapkan oleh semua

perusahaan di pasar. b). Tujuan perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan.

c). Terdapat satu faktor, yaitu tenaga kerja di pasar persaingan sempurna. Pada gambar di bawah ini, w adalah upah tenaga kerja yang diberikan oleh perusahaan. Hal ini menyiratkan bahwa persediaan tenaga kerja untuk masing-masing perusahaan sangat elastis. Hal ini dapat dinyatakan dengan sebuah garis lurus w yang sejajar dengan sumbu horizontal. Pada tarif upah tersebut perusahaan dapat mempekerjakan sejumlah tenaga kerja yang diinginkan.

Gambar 2.2 Permintaan Tenaga Kerja


(28)

w

0 L

w S

L

d). Teknologi diberikan. Bagian yang relevan dari fungsi produksi ditunjukkan pada gambar 2.2. Lerengan fungsi produksi adalah produk fisik marjinal tenaga kerja.

L

MPP dL dX

MPPL menurun pada tingkat pekerjaan yang lebih tinggi, dengan hukum proporsi

variabel. Jika kita mengalikan MPPL pada setiap tingkat pekerjaan dengan harga

output tertentu, P , kita memperoleh kurva nilai produk marjinal VMPLx (gambar

2.3). Kurva ini menunjukkan nilai output yang dihasilkan oleh unit tenaga kerja tambahan yang dipekerjakan.


(29)

Kuva fungsi produksi

w

0 L

X = f(L)k

Gambar 2.4

Kurva nilai produk marjinal

W

MPPL VMPL

MPPL

VMP = L MPP .PL k L 0


(30)

Perusahaan akan memaksimalkan keuntungan, jika selama penambahan akan menghasilkan lebih banyak penerimaan total daripada biaya total. Maka dari itu, suatu perusahaan akan mempergunakan sumberdaya sampai ke pada titik di mana unit yang terakhir menyumbangkan kepada total biaya sebanyak total penerimaan, karena Dengan kata lain, syarat keseimbangan dari perusahaan yang ingin memaksimalkan keuntungan adalah

MCL = VMPL ( 2 )

Dimana MCL = biaya marginal tenaga kerja,

atau w=VMPL ( 3 )

karena MC L = w ( 4 )

Pada gambar 2.4 keseimbangan perusahaan dinyatakan dengan e. Pada tarif

upah pasar w perusahaan akan memaksimalkan keuntungannya dengan

mempekerjakan unit tenaga kerja l*. Hal ini juga karena di bagian sebelah kiri

setiap unit l* biaya tenaga kerja yang lebih kecil dari nilai produknya (VMPL > w),

maka keuntungan perusahaan akan meningkat dengan mempekerjakan lebih

banyak pekerja. Sebaliknya pada bagian kanan l* VMPL < w, dan oleh karena itu

keuntungan berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan berada pada

tingkat maksimal apabila VMPL =w.

Fungsi produksi adalah

K L f

X = ( ) ( 5 )

Total biaya terdiri atas biaya variabel w.L dan biaya tetap F

F L w


(31)

Penerimaan perusahaan adalah R=Px

[

f(L)

]

Perusahaan ingin memaksimalisasi labanya

C R

=

Π ( 7 ) Π=Px

[

f(L)

] (

wL+F

)

( 8 )

Dengan menetapkan turunan fungsi keuntungan dalam kaitannya dengan tenaga kerja sama dengan nol kita memperoleh

− =0

     ⋅ = Π w dL dX P dL d

x ( 9 )

Dengan menyusun kembali

      = =

L L

x MPP

dL dX w

MPP

P ( ) karena ( 10 )

Atau

VMPL = w ( 11 )

Gambar 2.5


(32)

VMP

L

VMPL

S

L

L

e

L*

0

w

w

_

Gambar 2.6

Kurva maksimasi keuntungan

VMP

L

VMP

L

S

L

L

e

L*

0

w

w

_

e

1

e

2

w

1

w

2

L

1

L

2

S

l1


(33)

Apabila upah di pasar tenaga kerja naik menjadi w1, maka perusahaan akan

mengurangi permintaan tenaga kerja menjadi l1 (gambar 2.5) untuk

memaksimalkan keuntungan (pada e1 pada gambar 2.5 w1 = VMPL). Demikian

halnya, jika upah turun menjadi w2, perusahaan akan memaksimalkan

keuntungannya dengan menambah pekerjanya menjadi l2.

Permintaan tenaga kerja yang memaksimalkan keuntungan perusahaan dapat ditentukan baik dengan menggunakan total penerimaan maupun kurva total biaya,

atau dengan menggunakan jadwal VMPL dan tarif upah tertentu, yang menentukan

persediaan tenaga kerja bagi masing-masing perusahaan.

a. Pendekatan total penerimaan-total biaya

Keuntungan mencapai tingkat maksimum apabila selisih antara total penerimaan dengan total biaya paling besar. Pendekatan total penerimaan-total biaya ditunjukkan pada gambar 2.7 Lerengan kurva penerimaan adalah penerimaan marginal per unit tambahan tenaga kerja, dan lerengan kurva total biaya adalah tarif upah, yang di pasar persaingan sempurna sama dengan biaya

marginal tenaga kerja. Maka dari itu, kondisi untuk keseimbangan perusahaan di

pasar adalah

MRPL = w = MCL ( 12 )

Karena ) ( ) ( L x x x

L P MPP

L X P L P X L R

MRP = ⋅

∂ ∂ ⋅ = ∂ ⋅ ∂ = ∂ ∂ = ( 13 )

Gambar 2.7


(34)

TR TC

MPPL

L 0

TR

TC TVC

9

dan menurut definisi

L L

x MPP VMP

P ⋅( )= ( 14 ) dapat ditulis syarat keseimbangan sebagai

VMPL = w ( 15 )

yang merupakan hasil yang sama seperti hasil yang telah dicapai diatas.

b. Pendekatan VMPL

Gambar 2.8 adalah contoh VMPL yang menunjukkan kebutuhan tenaga

kerja bagi perusahaan. Kebutuhan tenaga kerja bagi masing-masing perusahaan

adalah garis lurus S1 yang melewati tarif upah yang ditentukan sebesar $40.

Kedua kurva tersebut berpotongan pada titik e, yang menentukan permintaan akan tenaga kerja (l = 9) dimana laba perusahaan berada mencapai kedudukan maksimal

Gambar 28


(35)

VMPL

L

0 9

$40 = w

w1

w2

100 200

e2 e e1

w

SL

Perusahaan mencapai keseimbangan dengan menyamakan VMPL dengan

tarif upah pasar. Jika upah pasar naik, maka kesetaraan antara w1 dengan VMPL

terjadi pada bagian sebelah kiri e. Sebaliknya jika tarif upah turun menjadi w2

maka kesetaraan dengan urva VMPL terjadi pada sebelah kanan e. Dengan

demikian, kurva produk nilai produk marginal adalah kurva permintaan tenaga kerja di masing-masing perusahaan.

2). Permintaan perusahaan terhadap beberapa faktor produksi

Apabila ada lebih dari satu faktor produksi maka kurva VMP dari sebuah

input bukan kurva permintaannya. Hal ini karena berbagai sumber digunakan

secara serentak dalam memproduksi barang-barang sehingga suatu perubahan pada harga satu faktor mengakibatkan perubahan pada penggunaan faktor yang lain. Hal itu nantinya menggeser kurva MPP input yang harganya berubah sejak awal.

Diasumsikan tarif upah turun, akan diperoleh permintaan baru untuk tenaga kerja, dengan menggunakan analisis isoquant.


(36)

Perubahan pada tarif upah secara umum memiliki tiga efek yaitu: efek

substitusi, efek output, dan efek memaksimalkan keuntungan. Di bawah ini akan

dikaji efek tersebut, dengan menggunakan gambar 2.9.

Gambar 2.9 Efek perubahan upah

K A

K2 K1

0 L K

1 L’1 L2 B’

e2 e1

B

x2

x1

Diasumsikan sejak awal perusahaan menghasilkan output memaksimalkan

keuntungan X1 dengan kombinasi antara faktor K1, L1, karena harga factor produksi

(awal) w1 dan r1, yang rasionya menentukan kemiringan garis isocost AB. Sekarang

diasumsikan bahwa tarif upah turun (w2) sehingga garis isocost yang baru adalah

AB (harga modal tetap konstan). Perusahaan, dengan menggunakan pengeluaran

biaya yang sama, sekarang dapat menghasilkan output lebih tinggi yang

dilambangkan dengan isoquant X2, dengan menggunakan K2 dan L2, yaitu

masing-masing adalah jumlah modal dan tenaga kerja. Hasil ini diperoleh dari tangen garis


(37)

Perubahan dari e1 ke e2 dapat dibagi menjdi dua efek yang berbeda yaitu: efek substitusi dan efek output (hasil).

Untuk memahami kedua efek tersebut akan ditarik sebuah garis isocost sejajar dengan garis yang baru (AB) sehingga hal itu merefleksikan rasio harga

baru, tetapi tangen terhadap isoquant yang lama X1. Tangen terjadi pada titik a

pada gambar 2.8. Perubahan dari e1menjadi a merupakan efek substitusi:

perusahaan akan mensubtitusi modal yang relatif lebih mahal dengan tenaga kerja

yang lebih murah, bahkan meskipun ia harus memproduksi tingkat output awal X1.

Dengan demikian penggunaan tenaga kerja naik dari L1 ke L`1. Akan tetapi,

perusahaan tersebut tidak akan tetap berada pada a. Karena, apabila upah turun, maka perusahaan, dengan total biaya pengeluaran yang sama, dapat membeli lebih banyak tenaga kerja, lebih banyak modal, atau lebih banyak keduanya. Akibatnya,

perusahaan tersebut dapat memproduksi output yang lebih tinggi X2, yang

mempergunakan K2 modal dan L2 tenaga kerja. Peningkatan pekerjaan dari L`1 ke

L2, yang sesuai dengan perubahan dari a ke e2, adalah efek output.

b. Pasar persaingan tidak sempurna

Dalam kondisi pasar persaingan tidak sempurna, menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja dari suatu perusahaan merupakan kurva Produk Penerimaan

Marjinal Tenaga kerja ( Marginal Revenue Product / MRPL ) yang ditentukan dengan

mengalikan Produk Marjinal Tenaga kerja ( Marginal Product of Labour/MPL) dengan

Penerimaan Marjinal ( Maginal Revenue/ MR) dari penjualan komoditas yang diproduksi:


(38)

Turunan matematika dari kurva MRPL:

Dapat dilihat bahwa MRPL = MPL.MR (17)

1) Diketahui fungsi permintaan untuk produk adalah

) (

1 x

x f Q

P = (18)

Total penerimaan perusahaan adalah

TR = Px . Qx (19)

dan penerimaan marjinal

x x x x x x x dQ dP Q dQ dQ P dQ TR d ⋅ + ⋅ = ) ( (20) atau x x x x x dQ dP Q P

MR = + (21)

2). Fungsi produksi dengan tenaga kerja sebagai satu-satunya variabel adalah )

(

2 L

f

Qx = (22)

MPPL adalah

L x MPP dL dQ = (23)

3). Menurut definisi, produk penerimaan marginal tenaga kerja adalah penambahan penerimaan yang didapat atas penambahan satu unit tenaga kerja.

dL TR d MRPL ) (

= (24)

Dengan TR = Px · Qx, turunan total penerimaan dalam kaitannya dengan L adalah

      ⋅ + ⋅ = dL dQ dQ dP Q dL dQ P dL TR d x x x x x x ) ( (25)

atau

     ⋅ + = x x x x x L dQ dP Q P dL dQ


(39)

dari (10) L x x MPP dQ dP

= (27) dan dari (8)

x x x x x MR dQ dP Q

P =

     ⋅

+ (28)

Maka dari itu, MRPL = (MRL).(MPx) (29)

3. Penawaran Tenaga Kerja

Menurut teori, penawaran kerja merupakan fungsi dari upah, sehingga jumlah tenaga kerja yang ditawarkan akan dipengaruhi oleh tingkat upah terutama untuk jenis jabatan yang sifatnya khusus. Akibatnya kenaikan dari upah akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Sebetulnya penawaran tenaga kerja juga dipengaruhi oleh keputusan seseorang, apakah dia mau bekerja atau tidak ? keputusan ini tergantung pula pada tingkah laku seseorang untuk menggunakan waktunya, apakah digunakan untuk bekerja, apakah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya lebih santai (tidak produktif tetapi konsumtif) atau merupakan kombinasi keduanya.

Kenaikan tingkat upah berarti pertambahan pendapatan. Dengan status ekonomi lebih tinggi, seseorang cenderung untuk meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu senggang lebih banyak, yang berarti mengurangi jam kerja (income effect). Di pihak lain kenaikan tingkat upah juga berarti harga waktu menjadi lebih mahal. Nilai waktu yang lebih tinggi mendorong keluarga mensubstitusikan waktu senggangnya untuk lebih banyak bekerja menambah konsumsi barang. Penambahan waktu bekerja tersebut dinamakan substitution effect dari kenaikan tingkat upah.


(40)

Gambar : 2.10

Kurve Perubahan tingkat upah

OA1 : Jumlah upah bila bekerja selama 24 jam

OA2 : Upah per jam naik bekerja 24 jam

TitikC : Bila upah maksimum OA mau bekerja 12 jam dan istirahat 12 jam

Sebaliknya tingkat upah akan mengakibatkan pengurangan waktu bekerja bila

substitution effect lebih kecil dari income effect. Grafik fungsi penawaran tersebut dapat

dilukiskan dengan cara lain seperti dalam gambar dibawah ini.

Gambar : 2.11

Kurve Fungsi Penawaran Tenaga Kerja

A2

A1

O 12 24 jam

12

Laisure

Upah

Kerja

A2

A1

O 12 24 jam

12

C

Wage


(41)

Laisure

Sampai dengan jumlah jam kerja HD, waktu yang disediakan untuk bekerja bertambah sehubungan dengan pertambahan tingkat upah. Sesudah mencapai jumlah waktu bekerja HD jam, keluarga mengurangi jam kerjanya bila tingkat upah naik.

Penurunan jam kerja sehubungan pertambahan tingkat upah (penggal grafik S2S3)

dinamakan backward-bending. Penawaran (supply) tenagakerja keseluruhan adalah penjumlahan jumlah jam kerja (supply) dari seluruh keluarga-keluarga. Hal ini dapat dilukiskan dengan menambahkan grafik penawaran dari tiap-tiap keluarga secara horizontal

C Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

1 Definisi PDRB

PDRB di artikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDRB berbeda dari Produk Domestik Regional Netto karena tidak menghitung

S2

S3

S1

S2


(42)

perpindahan pendapatan antar negara, dan dengan itu menilai sebuah wilayah berdasarkan produksi yang dilakukannya dari pendapatan yang diterimanya.

PDRB nominal merujuk kepada jumlah nilai uang yang dihabiskan untuk PDRB, PDRB asli merujuk kepada suatu langkah untuk mengoreksi angka tersebut dengan melibatkan efek dari inflasi agar dapat memperkirakan jumlah barang dan jasa yang sebenarnya menjadi basis perhitungan PDRB.

Produk Domestik Regional bruto atau Gross Domestic Product adalah suatu alat ukur pertumbuhan ekonomi bagi suatu Provinsi ataupun Provinsi/Kota. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan perubahan tingkat angka ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dapat dinilai dari nilai pendapatan nasionalnya.

Produk Domestik Regional Bruto adalah besarnya nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh penduduk yang ada di wilayah tersebut, baik kegiatan produksi oleh warga negara sendiri atau dari warga negara asing (Al Gifari, 1998 ).

Pengertian Produk Domestik Regional Bruto menurut kantor statistik Provinsi Jawa Tengah dibedakan menjadi 3 bagian :

1. Pengertian Menurut Produksi

Menurut pengertian produksi, PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu daerah dalam jangka waktu tertentu menjadi 9 lapangan usaha :

a. Sektor Pertanian

b. Sektor Pertambangan


(43)

d. Sektor Listrik, Gas dan Air

e. Sektor Bangunan

f. Sektor Perdagangan

g. Sektor Lembaga Keuangan Persewaan dan Jasa

h. Sektor Jasa-jasa

2. Pengertian Menurut Pendapatan

Menurut pengertian pendapatan PDRB adalah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi suatu wilayah dalam rangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB, kecuali faktor pendapatan di atas termasuk pula komponen jangka waktu tertentu (satu tahun).

3. Pengertian Menurut Pengeluaran

Menurut pengertian pengeluaran, PDRB adalah pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah tangga di lembaga swasta tidak mencari keuntungan, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor netto di suatu wilayah.

Pengertian Produk Domestik Regional Bruto yang lain adalah PDRB atas dasar harga konstan dan PDRB atas dasar harga berlaku.


(44)

1) PDRB atas dasar harga berlaku adalah jumlah nilai produksi atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga berlaku pada tahun yang bersangkutan.

2) PDRB atas dasar harga konstan adalah jumlah nilai produksi atas pendapatan

atau pengeluaran yang nilai atas harga tetap suatu tahun tertentu.

3) PDRB perkapita yaitu PDRB dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun.

Perhitungan PDRB atas harga konstan satu tahun dasar sangat penting karena bisa untuk melihat perubahan riil dari tahun ke tahun dari agregat ekonomi yang diamati. Hal ini berarti dapat pula melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang besar berati ukuran pasar domestiknya lebih besar. Meskipun demikian, kita masih mempertanyakan apakah begitu cepatnya pertumbuhan penawaran angkatan kerja di negara berkembang, sehingga banyak di antara mereka yang mengalami kelebihan tenaga kerja benar-benar akan memberikan dampak positif, justru negatif.

Dari pernyataan diatas, menurut (Todaro, 1998). Menyatakan bahwa positif atau negatif pertambahan penduduk yang akan menjadi angkatan kerja bagi upaya pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian yang bersangkutan untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tenaga kerja


(45)

tersebut. Adapun kemampuan itu lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor-faktor pendukung, seperti kecakapan, manajerial dan pengadministrasian.

2 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1997). Suatu perekonomian harus dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang jika pendapatan perkapita menunjukkan kecenderung jangka panjang yang meningkat. Namun demikian tidak berarti bahwa pendapatan perkapita akan mengalami kenaikan terus menerus. Adanya resesi ekonomi, kekacauan politik, dan penurunan ekspor dapat mengakibatkan suatu perekonomian menurun pada tingkat kegiatan ekonominya. Jika keadaan demikian hanya bersifat sementara dan kegiatan ekonomi secara rata-rata meningkat dari tahun ketahun, maka masyarakat tersebut dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi modern pertanda penting dalam kehidupan perekonomian. Simon Kuznets menyatakan ciri-ciri pertumbuhan ekonomi modern melalui (Jhingan, 1993 ) :

a. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Produk Perkapita

Pertumbuhan ekonomi modern, sebagaimana terungkap dari pengalaman negara maju sejak akhir abad ke-18 atau awal ke-19, ditandai dengan kenaikan produk perkapita yang dibarengi dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat.


(46)

Laju pertumbuhan yang luar biasa ini paling sedikit sebesar lima kali untuk penduduk dan paling sedikit sekali untuk produksi.

b. Peningkatan Produktivitas

Pertumbuhan ekonomi modern terlihat dari semakin meningkatnya laju produk perkapita terutama sebagai akibat adanya perbaikan kualitas input yang meningkatkan efisiensi atau produktivitas per unit. Hal ini dapat dilihat dari semakin besarnya masukan sumber tenaga kerja dan modal atau semakin meningkatnya efisiensi atau kedua-kedunya.

Kenaikan efisiensi berarti perolehan hasil output yang lebih besar dari setiap unit input yang digunakan. Menurut Kuznes laju kenaikan produktivitas tetap dapat menjelaskan keseluruhan pertumbuhan produk perkapita di negara maju.

Bahkan dengan beberapa penyesuaian untuk menampung biaya dan input yang tersembunyi, pertumbuhan produktivitas tetap dapat menjelaskan lebih dari separuh pertumbuhan dalam produk perkapita.

c. Laju Pertumbuhan Struktural Yang Tinggi

Perubahan struktural dalam pertumbuhan ekonomi modern mencakup peralihan dari kegiatan pertanian ke non pertanian, dari industri ke jasa. Perubahan dalam skala unit-unit produktif dan peralihan dari perusahaan perseorangan menjadi perusahaan berbadan hukum serta perubahan status buruh.

d. Urbanisasi

Pertumbuhan ekonomi modern ditandai pula dengan banyaknya penduduk di negara maju berpindah dari desa ke perkotaan yang disebut urbanisasi. Urbanisasi pada umumnya merupakan produk industrialisasi, skala ekonomi yang timbul dalam


(47)

usaha non agraris sebagai hasil perubahan teknologi menyebabkan perpindahan tenaga kerja dan penduduk secara besar-besaran dari pedesaan ke perkotaan. Karena secara teknik transportasi, komunikasi berkembang menjadi efektif, maka terjadilah

penyebaran unit-unit skala optimum. Semua proses ini mempengaruhi

pengelompokan penduduk berdasarkan status sosial dan ekonomi serta mengubah pola dasar perikehidupan.

e. Arus Barang, Modal dan Orang Antar Bangsa

Arus barang, modal dan orang antara bangsa kian meningkat sejak abad ke-19 sampai perang dunia ke-1, tetapi memudar pada perang dunia ke-1 dan berlanjut sampai akhir perang dunia ke-2. namun kemudian sejak abad ini terjadi peningkatan.

3. Model Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori pertumbuhan yang termasuk dalam kajian ini berusaha mengungkapkan proses pertumbuhan ekonomi secara logis dan taat asas (konsisten), tetapi sering bersifat abstrak dan kurang menekankan kepada aspek empiris (historis)-nya dan bersifat deduksi teoritis. Adapun pendekatan yang dimaksud dan menjadi model pertumbuhan ekonomi dalam kajian penelitian ini yaitu pendekatan Neo-Keynesian ( model Harrod-Domar ) dan dari pendekatan Neo Klasik ( Model Solow ).

c. Teori pertumbuhan Harrod-Domar

Teori pertumbuhan ekonomi ini dikembangkan oleh Evsey Domar (

Massachussets Institute of Technology ) dan Sir Roy F. Harrod ( Oxford University )


(48)

ekonomi jangka panjang serta menunjukkan syarat yang dibutuhkan agar perekonomian bias tumbuh dan berkembang dengan mantap (steady growth).

Harrod dan Domar memberikan peranan kunci kepada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama ia menciptakan pendapatan, dan kedua, ia memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang pertama dapat disebut sebagai “dampak permintaan” dan yang kedua “dampak penawaran” investasi.

Pekerjaan dipertahankan dalam jangka panjang, dengan memperbesar investasi. Hal ini lebih lanjut memerlukan pertumbuhan pendapatan nyata secara terus-menerus pada tingkat yang cukup untuk menjamin penggunaan kapasitas secara penuh atas stok modal yang sedang tumbuh, tingkat pertumbuhan pendapatan yang diperlukan ini dapat disebut sebagai “tingkat pertumbuhan terjamin” (warranted rate

of growth) atau “tingkat pertumbuhan kapasitas penuh”.

Model yang dibuat oleh Harrod dan Domar didasarkan pada asumsi sebagai berikut :

1. Ada ekulibrium awal pendapatan dalam keadaan pekerjaan penuh

2. Tidak ada campur tangan pemerintah

3. Model ini bekerja pada perekonomian tertutup tanpa perdagangan luar negeri

4. Tidak ada kesulitan didalam penyesuaian antara investasi dan penciptaan

kapasitas produktif

5. Kecenderungan menabung rata-rata sama dengan kecenderungan menabung


(49)

6. Kecenderungan menabung marginal tetap konstan

7. Koefisien modal, yaitu rasio stok modal terhadap pendapatan, diasumsikan tetap

(fixed)

8. Tidak ada penyusutan barang modal yang diasumsikan memiliki daya pakai

seumur hidup

9. Tabungan dan invesatsi berkaitan dengan pendapatan tahun yang sama

10. Tingkat harga umum konstan, yaitu upah uang sama dengan pendapatan nyata

11. Tidak ada perubahan tingkat suku bunga

12. Ada proporsi yang tetap antara modal dan buruh dalam proses produksi

13. Modal tetap dan modal lancar disatukan menjadi modal.

Terakhir di dalam perekonomian itu hanya terdapat satu jenis produk. Kesemua asumsi ini tidak penting bagi kesimpulan akhir permasalahannya, namun dimaksudkan untuk menyederhakan analisanya.

Model Domar

Investasi di satu pihak menghasilkan pendapatan dan di pihak lain menaikkan kapasitas produktif, agar kenaikan pendapatan sama dengan kenaikan di dalam kapasitas produktif, maka perlu mempererat kaitan antara penawaran agregat dengan permintaan agregat melalui investasi.

Kenaikan kapasitas produksi; Domar menjelaskan sisi penawaran tersebut

sebagai berikut. Kita anggap laju investasi tahunan adalah I, dan kapasitas produksi tahunan per dolar modal yang baru ditanam rata-rata sama dengan s (yang menggambarkan rasio kenaikan pendapatan nyata atau output terhadap kenaikan


(50)

modal output marginal). Jadi kapasitas produktif dolar I yang diinvestasikan adalah I.s dollar per tahun.

Kenaikan yang diperlukan dalam permintaan agregat; Sisi permintaan

dalam sistem Domar dijelaskan dengan pengali (multiplier) Keynesian. Misalnya kenaikan rata-rata pendapatan kita nyatakan dengan Y dan kenaikan dalam investasi

dengan I dan kecenderungan menabung dengan α(alpha) (=∆S/∆Y). Maka kenaikan

pendapatan itu akan sama dengan multiplikator (I/α) kali kenaikan dalam investasi.

∆Y = ∆I

α

1

( 30 )

Ekuilibrium; Untuk mempertahankan tingkat ekulibrium pendapatan pada

pekerjaan penuh, permintaan agregat harus sama dengan penawaran agregat. Dengan ini kita sampai pada persamaan dasar model tersebut :

∆I

α

1

= Iσ ( 31 )

Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan I dan mengalikannya dengan

σ kita mendapatkan :

ασ

= ∆

I I

( 32 )

Persamaan ini menunjukan bahwa untuk mempertahankan pekerjaan penuh

laju pertumbuhan investasi autonomous netto (∆I/I) harus sama dengan (MPS kali

produktivitas modal). Inilah batas kecepatan laju investasi yang diperlukan untuk menjamin penggunaan kapasitas potensial dalam rangka mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang mantap pada keadaan pekerjaan penuh. Domar memberikan contoh angka untuk menjelaskan hal ini.


(51)

Model Harrod:

Prof. R.F. Harrod mencoba menunjukkan dalam model bagaimana pertumbuhan mantap (yaitu ekuilibrium) dapat terjadi dalam perekonomian. Sekali laju pertumbuhan mantap itu terganggu dan perekonomian jatuh ke dalam

dis-ekuilibrium, kekuatan-kekuatan kumulatif cenderung mengabaikan perbedaan

tersebut yang selanjutnya akan membawanya ke deflasi jangka panjang atau inflasi jangka panjang.

Model Harrod didasarkan pada 3 (tiga) macam laju pertumbuhan. Pertama,

laju pertumbuhan aktual, dinyatakan dengan G, yang ditentukan oleh rasio

tabungan dan rasio modal-output. Laju ini menunjukkan variasi siklis jangka pendek dalam laju pertumbuhan. Kedua, laju pertumbuhan terjamin, yang dinyatakan dengan Gw, yang merupakan laju pertumbuhan pendapatan kapasitas penuh suatu perekonomian. Terakhir, laju pertumbuhan alamiah (natural growth rate), dinyatakan dengan Gn, yang oleh Harrod dianggap sebagai “optimum kesejahteraan”. Ia dapat juga disebut sebagai laju pertumbuhan potensial atau laju pertumbuhan pekerjaan penuh.

Laju pertumbuhan aktual. Di dalam model Harrod persamaan dasarnya yang pertama ialah :

GC = S ( 33 )

dimana G merupakan laju pertumbuhan output dalam jangka periode waktu


(52)

modal yang didefinisikan sebagai rasio investasi terhadap kenaikan pendapatan, yaitu

I/∆Y; dan S adalah kecenderungan menabung rata-rata yaitu S/Y. Dengan

memasukkan rasio-rasio ini kedalam persamaan diatas kita peroleh:

Y S Y I x Y

Y =

∆ ∆

atau

Y S Y

I =

atau I = S ( 34 )

Persamaan ini hanyalah pernyataan kembali kebenaran bahwa tabungan expost (aktual, terealisasi) sama dengan investasi expost.

Hubungan di atas terungkap perilaku pendapatan. Sementara S tergantung

pada Y, I tergantung pada tambahan pendapatan (∆Y), yang terakhir tidak lain adalah

prinsip percepatan (akselerasi).

Laju pertumbuhan terjamin; Laju pertumbuhan terjamin, menurut Harrod, adalah laju pertumbuhan “dimana para produsen merasa puas atas apa yang dikerjakan”.

Persamaan untuk laju terjamin ini ialah :

Gw Cr = s ( 35 )

dimana Gw merupakan “laju pertumbuhan terjamin” Jadi, Gw dalam hal ini

adalah nilai ∆Y/Y. Cr, atau modal yang dibutuhkan, menunjukkan jumlah modal

yang diperlukan untuk mempertahankan laju pertumbuhan terjamin tersebut yaitu rasio modal-output yang diperlukan. s adalah sama dengan s dalam persamaan pertama yaitu S/Y.

Persamaan itu dengan demikian menunjukkan bahwa apabila perekonomian dimaksudkan untuk maju dengan laju pertumbuhan mantap Gw yang akan menggunakan kapasitasnya secara penuh,


(53)

Asal muasal Dis-ekuilibrium jangka panjang. Bagi pertumbuhan ekuilibrium pekerjaan penuh, laju pertumbuhan aktual G harus menyamai Gw yaitu laju pertumbuhan terjamin yang akan memberikan kemajuan mantap kepada perekonomian tersebut, dan C (barang modal aktual) harus menyamai Cr (barang modal yang diperlukan bagi pertumbuhan mantap).

Jika G dan Gw tidak sama, perekonomian akan berada dalam disekuilibrium. Misalnya, jika G melebihi Gw maka C akan lebih kecil daripada Cr. Apabila G > Gw, timbul kelangkaan. “Akan terjadi kekurangan barang di pasaran dan atau kekurangan peralatan”. Situasi semacam ini membawa ke arah inflasi jangka panjang sebab pendapatan aktual berkembang dalam laju yang lebih cepat daripada yang dimungkinkan oleh pertumbuhan kapasitas produktif perekonomiannya. Ini akan lebih lanjut membawa ke arah kekurangan barang modal (C < Cr). Dalam situasi seperti ini Cr, investasi yang diinginkan (direncanakan, dimaksudkan atau ex-ante) akan lebih besar daripada C, investasi yang terlaksana agregat. Dengan demikian akan terjadi inflasi kronis.

Pada fihak lain, apabila G lebih kecil daripada Gw, maka C lebih besar daripada Gr, situasi semacam ini membawa kepada depresi jangka panjang sebab pendapatan aktual tumbuh lebih lamban daripada apa yang diperlukan oleh kapasitas produksi perekonomiannya. Ini akan menyebabkan timbulnya ekses barang modal (C >Cr), yang berarti bahwa investasi yang diperlukan lebih kecil daripada investsi yang teralisir dan bahwa permintaan agregat mengalami kekurangan penawaran agregat. Akibatnya ialah jatuhnya output, pekerjaan dan pendapatan. Demikian yang akan terjadi situasi itu ialah depresi kronis.


(54)

Laju pertumbuhan alamiah. Laju pertumbuhan alamiah “adalah laju kemajuan dimana pertumbuhan penduduk dan perbaikan teknologi berjalan lamban”. Laju ini tergantung pada variabel-variabel makro seperti penduduk, teknologi, sumber alam dan peralatan modal. Persamaan untuk laju pertumbuhan alamiah adalah :

Gn . Cr = atau ≠ S ( 36 )

Gn adalah apa yang disebut laju pertumbuhan pekerjaan penuh atau alamiah tersebut di atas. Perbedaan antara G, Gw, dan Gn

Sekarang bagi pertumbuhan ekuilibrium pekerjaan penuh Gn = Gw = G. Tetapi keseimbangan ini merupakan “keseimbangan sempurna”. Karena, sekali timbul perbedaan antara laju pertumbuhan alamiah, terjamin dan aktual, akan tercipta kondisi stagnasi atau inflasi jangka panjang. Jika G > Gw, investasi meningkat lebih cepat daripada tabungan. Dan pendapatan naik lebih cepat daripada Gw. Apabila G < Gw, tabungan naik lebih cepat daripada investasi dan kenaikan pendapatan lebih kecil daripada Gw. Jadi Harrod menunjukkan bahwa jika Gw > Gn stagnasi sekuler akan terjadi. Dalam situasi seperti itu Gw juga lebih besar daripada G sebab batas atas laju aktual ditentukan oleh laju alamiah sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2.12 (A), pada waktu Gw melampaui Gn > Cr dan barang-barang modal menjadi berlebihan karena buruh langka. Kelangkaan buruh ini menyebabkan laju kenaikan output tetap ada pada tingkat yang lebih rendah dari pada Gw. Mesin-mesin menjadi ngangur (idle) dan terjadi ekses kapasitas. Ini lebih lanjut menghambat investasi, output, pekerjaan dan pendapatan. Laju, perekonomian akan tercengkeram depresi kronis. Di bawah keadaan seperti ini tabungan merupakan sesuatu hal yang buruk.


(55)

Kurve laju pertumbuhan

Apabila Gw < Gn, Gw juga lebih kecil daripada G seperti terlihat dalam gambar 2.12 (B). Dalam perekonomian seperti itu ada kecenderungan terjadinya inflasi jangka panjang, jika Gw lebih kecil daripada Gn, C < Cr. Disini barang-barang modal menjadi langka dan buruh melimpah ruah. Keuntungan begitu tinggi karena investasi yang teralisir lebih kecil daripada investasi yang direncanakan dan para pengusaha cenderung untuk meningkatkan stok modal mereka. Ini akan membawa ke arah inflasi jangka panjang. Dalam situasi seperti itu tabungan merupakan hal yang baik karena akan memungkinkan laju terjamin tersebut naik.

d. Pendekatan Neo-Klasik

Menurut Solow, keseimbangan yang peka antara Gw dan Gn tersebut timbul dari asumsi pokok pokok mengenai proporsi produksi yang dianggap tetap, suatu keadaan yang memungkinkan untuk mengganti buruh dengan modal. Jika asumsi ini dilepaskan, keseimbangan tajam antara Gw dan Gn juga lenyap bersamanya. Oleh karena itu Solow membangun model pertumbuhan jangka panjang tanpa asumsi proporsi produksi yang tetap seperti itu.


(56)

Asumsi

Solow membangun modelnya disekitar asumsi berikut :

1. Ada satu komoditi gabungan yang diproduksi

2. Yang dimaksud output ialah output netto, yaitu sesudah dikurangi biaya

penyusutan modal

3. Returns to scale bersifat konstan. Dengan kata lain fungsi produksi adalah

homogen pada derajat pertama

4. Dua faktor produksi buruh dan modal dibayar sesuai dengan produktivitas fisik

marginal mereka

5. Harga dan upah fleksibel

6. Buruh terperkerjakan secara penuhj

7. Stok modal yang ada juga terperkerjakan secara penuh k

8. Buruh dan modal dapat disubstitusikan satu sama lain

9. Kemajuan teknik bersifat netral

Dengan asumsi tersebut, Solow menunjukkan dalam modelnya bahwa dengan koefisen teknik yang bersifat variabel, rata-rata modal buruh akan cenderung menyesuaikan dirinya, dalam perjalanan waktu, kearah rasio keseimbangan. Jika rasio sebelumnya antara mdoal terhadap buruh lebih besar, modal dan output akan tumbuh lebih lamban daripada tenaga buruh, dan sebaliknya. Analisa Solow berakhir pada jalur keseimbangan (keadaan mantap) yang berangkat dari sembarang rasio modal buruh.


(57)

Model pertumbuhan neoklasik Solow, mungkin merupakan model pertumbuhan ekonomi yang paling terkenal. Meskipun dalam hal tertentu model Solow menggambarkan perekonomian negara maju secara lebih baik daripada kemampuannya dalam menjelaskan perekonomian negara berkembang. Model ini menyatakan bahwa secara kondisional, perekonomian berbagai negara akan bertemu (converge) pada tingkat pendapatan yang sama, dengan syarat bahwa negara-negara tersebut mempunyai tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja, dan pertumbuhan produktivitas yang sama. Karena itu, model Solow adalah kerangka dasar bagi penelitian tentang konvergensi antaranegara.

Modifikasi penting dari model pertumbuhan Harrod-Domar (atau model pertumbuhan AK), adalah model Solow membolehkan substitusi antara model dan tenaga kerja. Dalam proses produksi, model ini mengasumsikan bahwa terdapat tambahan hasil yang semakin berkurang dalam penggunaan input-input ini.

Fungsi produksi agregat, Y = F(K,L) mengasumsikan skala hasil yang konstan (constant returns to scale). Sebagai contoh, dalam kasus khusus yang dikenal sebagai fungsi produksi Cobb-Douglas pada waktu t didapatkan.

Y(t) = K(t)α(A(t)L(t)1-α ( 37 )

Dimana Y adalah produk domestik bruto, K adalah persediaan modal (yang dapat mencakup modal manusia maupun modal fisik), L adalah tenaga kerja, dan A(t) adalah produktivitas tenaga kerja, yang tumbuh selamanya pada tingkat eksogen.

Karena adanya skala hasil yang konstan, jika semua input dinaikkan dengan jumlah yang sama, katakanlah 10%, maka output akan naik dengan jumlah yang sama (10% dalam hal ini) Notasinya adalah :


(58)

γY = F(γK, γL) ( 38 )

Di mana γ adalah positif (1,1 jika kenaikannya 10%).

Karena γ dapat berupa angka riil positif berapa pun, sebuah “trik” matematis

yang bermanfaat untuk menganalisis implikasi model tersebut adalah dengan

menetapkan nilai γ = 1 / L, sehingga

Y/L = f(K/L, 1) ( 29 ) atau y = f(k) ( 39 )

Penyederhanaan ini membuat hanya berurusan dengan satu variabel dalam fungsi produksi. Misalnya, dalam kasus Coba-Douglas.

Y = Akα ( 40 )

Hal ini mencerminkan sebuah cara alternatif mengenai fungsi produksi, dimana segala sesuatu dihitung dalam kuantitas per tenaga kerja. Persamaan ( 40 ) menyatakan bahwa output per pekerja adalah fungsi yang tergantung pada jumlah modal per tenaga kerja. Semakin banyak jumlah modal yang harus ditangani masing-masing pekerja, maka semakin banyak pula output yang dapat dihasilkan per pekerja. Katakanlah angkatan kerja tumbuh pada tingkat sebesar n per tahun, dan pertumbuhan produktivitas tenaga kerja (yaitu tingkat kenaikan nilai A dalam fungsi

produksi) meningkat sebesar γ. Persediaan modal total tumbuh ketika tabungan

tumbuh lebih cepat dibandingkan depresi, namun modal per tenaga kerja tumbuh ketika tabungan juga lebih besar dari pada yang diperlukan untuk memasok para pekerja baru dengan jumlah modal yang sama dengan yang dimiliki pekerja yang sudah ada.

Gambar 2.13


(59)

Persamaan Solow (Gambar 2.13) menunjukkan rasio pertumbuhan modal tenaga kerja, k (disebut sebagai pendalaman modal atau capital deepening), dan menunjukkan bahwa pertumbuhan k tergantung pada tabungan sf(k), setelah memperhitungkan jumlah modal yang ada per tenaga kerja kepada tenaga kerja baru neto yang memasuki angkatan kerja, nk, yaitu :

∆k = sf(k) – (δ + n)k ( 41 )

Versi lain dari persamaan Solow juga valid untuk model pertumbuhan yang lain, seperti dalam model Harrod – Domar.

Untuk penyederhanaan, kita mengasumsikan sekarang bahwa A tetap konstan. Dalam hal ini, akan terjadi keadaan dimana output dan modal per tenaga kerja tidak lagi berubah, yang dikenal sebagai kondisi mapan (steady state). (Jika A meningkat, kondisi yang mengikutinya adalah kondisi di mana modal per pekerja yang efektif tidak lagi berubah, jika demikian, jumlah pekerja yang efektif meningkat jika A meningkat, karena jika para pekerja mempunyai produktivitas yang lebih tinggi, hal ini serupa dengan adanya pekerja tambahan yang mengerjakan pekerjaan tersebut).


(60)

sf(k*) = ( + n)k* ( 42 )

Notasi k* berarti bahwa tingkat modal per pekerja ketika perekonomian berada pada kondisi mapan. Sehingga ekuilibrium ini stabil, seperti yang dapat kita lihat pada Gambar 2.12

Modal per pekerja k* mencerminkan kondisi mapan, jika k lebih tinggi atau lebih rendah daripada k*, perekonomian akan kembali ke kondisi mapan tersebut; sehingga k* merupakan ekuilibrium yang stabil. Stabilitas ini terlihat di dalam peraga dengan mencatat bahwa disebelah kiri k* , k < k*. Pada peraga, kita lihat bahwa dalam hal ini, (n+δ)k < sf(k). Ketika (n+δ)k < sf(k), ∆k > 0. Hasilnya, k dalam perekonomian bergerak menuju titik lihat bahwa ketika (n + d)k > sf(k), k < 0. Hasilnya, k dalam perekonomian bergerak menuju titik ekuilibrium k*. Dengan penalaran yang sama, di sebelah kanan k*, (n+d)k > sf(k) dan hasilnya k 0, dan modal per tenaga kerja menyusut menuju ekuilibrium k*.

Perlu untuk dipertimbangkan apa yang akan terjadi pada model ini jika meningkatkan tingkat tabungan s. Peningkatan sementara dalam tingkat pertumbuhan output terjadi ketika k ditingkatkan dengan meningkatkan tingkat tabungan.. Dalam model Solow, tidak seperti dalam analisis, implikasi kuncinya adalah bahwa peningkatan s tidak akan meningkatkan pertumbuhan dalam jangka panjang, namun hanya akan meningkatkan keseimbangan k*. Sehingga, setelah perekonomian mempunyai waktu untuk menyesuaikan diri, rasio modal-tenaga kerja meningkat, dan demikian pula rasio output-tenaga kerja, namun bukan tingkat pertumbuhan. Efeknya terlihat pada Gambar 2.14


(1)

PEMBENTUKAN MODAL TETAP PROPINSI JAWA TENGAH

TAHUN 1986 - 2008

( Dalam Jutaan Rupiah )

NO TAHUN

BERDASARKAN BERDASARKAN HASIL

HARGA DASAR HARGA DEFLATOR

TAHUN 1983 TAHUN 1993 TAHUN 2000 BERLAKU

1 2 3 4 5 7 8

1 1986 1,803,313.73 2,287,717.03 10,550,682.52 2 1987 1,724,794.81 2,555,276.66 10,548,862.69 3 1988 1,983,300.68 3,177,939.16 11,549,122.23 4 1989 2,157,027.31 3,733,459.08 12,690,759.68 5 1990 2,418,138.98 4,478,539.18 14,037,879.59 6 1991 2,768,823.96 5,517,888.00 15,472,537.89 7 1992 3,068,466.85 6,491,537.19 16,824,130.15 8 1993 7,499,519.12 7,499,519.12 18,328,534.05 9 1994 8,646,098.98 9,151,738.67 20,569,113.94 10 1995 9,202,415.49 10,432,268.67 21,351,938.04 11 1996 10,008,798.84 11,960,812.49 23,306,305.61 12 1997 9,276,563.74 12,565,527.25 21,966,521.47 13 1998 7,795,292.13 18,221,031.66 20,034,264.00 14 1999 6,189,368.22 18,326,349.73 17,382,036.19 15 2000 19,443,890.34 19,443,890.34 19,443,890.34 16 2001 17,210,016.59 21,515,843.51 19,188,485.56 17 2002 17,846,043.00 24,392,021.63 19,748,515.80 18 2003 19,152,824.31 27,672,216.45 20,795,225.00 19 2004 21,731,823.21 32,603,177.99 22,887,147.39 20 2005 23,702,943.17 36,772,031.93 22,751,809.72 21 2006 26,759,732.63 48,525,638.48 25,929,281.42 22 2007 28,276,562.99 55,161,025.48 26,723,904.59 23 2008 30,169,301.77 67,171,292.57 31,053,992.77


(2)

DATA JUMLAH TENAGA KERJA PROPINSI JAWA TENGAH

TAHUN 1986 - 2008

NO

TAHUN

JUMLAH TENAGA KERJA

1

2

3

1

1986

12,837,119

2

1987

12,866,665

3

1988

12,504,593

4

1989

13,106,608

5

1990

13,424,784

6

1991

13,144,046

7

1992

14,022,669

8

1993

13,871,820

9

1994

13,850,929

10

1995

14,062,056

11

1996

13,841,255

12

1997

13,805,930

13

1998

14,117,828

14

1999

14,566,119

15

2000

14,491,222

16

2001

15,066,542

17

2002

15,154,856

18

2003

15,124,082

19

2004

14,930,097

20

2005

15,655,303

21

2006

15,210,931

22

2007

16,304,058

23

2008

15,463,658


(3)

DATA PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA

TERHADAP PDRB PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN 1986-2008

NO TAHUN

PDRB

INVESTASI

TENAGA

(Dalam Jutaan Rp) (Dalam Jutaan Rp)

KERJA

1

2

3

4

5

1

1986

53,000,962.36 10,550,682.52 12,837,119

2

1987

56,118,601.35 10,548,862.69 12,866,665

3

1988

59,683,014.25 11,549,122.23 12,504,593

4

1989

63,538,288.18 12,690,759.68 13,106,608

5

1990

67,984,566.60 14,037,879.59 13,424,784

6

1991

72,850,944.47 15,472,537.89 13,144,046

7

1992

78,271,166.33 16,824,130.15 14,022,669

8

1993

83,043,136.96 18,328,534.05 13,871,820

9

1994

88,337,258.80 20,569,113.94 13,850,929

10

1995

95,348,588.06 21,351,938.04 14,062,056

11

1996

102,309,603.31 23,306,305.61 13,841,255

12

1997

105,407,654.55 21,966,521.47 13,805,930

13

1998

93,030,052.65 20,034,264.00 14,117,828

14

1999

96,278,664.64 17,382,036.19 14,566,119

15

2000

114,701,304.81 19,443,890.34 14,491,222

16

2001

118,816,400.29 19,188,485.56 15,066,542

17

2002

123,038,541.13 19,748,515.80 15,154,856

18

2003

129,166,462.45 20,795,225.00 15,124,082

19

2004

135,789,872.31 22,887,147.39 14,930,097

20

2005

145,051,213.88 22,751,809.72 15,655,303

21

2006

150,682,654.75 25,929,281.42 15,210,931

22

2007

151,362,625.34 26,723,904.59 16,304,058

23

2008

167,790,369.84 31,053,992.77 15,463,658

Lampiran 9


(4)

DATA PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH INVESTASI DAN TENAGA KERJA

TERHADAP PDRB PROPINSI JAWA TENGAH TAHUN 1986-2008

NO TAHUN

Ln PDRB

Ln INV

Ln TK

1

2

3

4

5

1

1986

17.79 16.17 16.37

2

1987

17.84 16.17 16.37

3

1988

17.90 16.26 16.34

4

1989

17.97 16.36 16.39

5

1990

18.03 16.46 16.41

6

1991

18.10 16.55 16.39

7

1992

18.18 16.64 16.46

8

1993

18.23 16.72 16.45

9

1994

18.30 16.84 16.44

10

1995

18.37 16.88 16.46

11

1996

18.44 16.96 16.44

12

1997

18.47 16.91 16.44

13

1998

18.35 16.81 16.46

14

1999

18.38 16.67 16.49

15

2000

18.56 16.78 16.49

16

2001

18.59 16.77 16.53

17

2002

18.63 16.80 16.53

18

2003

18.68 16.85 16.53

19

2004

18.73 16.95 16.52

20

2005

18.79 16.94 16.57

21

2006

18.83 17.07 16.54

22

2007

18.84 17.10 16.61

23

2008

18.94 17.25 16.55

Lampiran 10


(5)

DATA PENELITIAN

DATA UJI HETEROSKEDASTISITAS

NO TAHUN

Ln e

²

Ln INV

Ln TK

1

2

3

4

5

1

1986

29.3275

16.1717 16.3679

2

1987

30.8089

16.1715 16.3702

3

1988

32.6741

16.2621 16.3416

4

1989

28.5833

16.3564 16.3886

5

1990

30.3265

16.4573 16.4126

6

1991

29.2184

16.5546 16.3915

7

1992

32.7466

16.6383 16.4562

8

1993

32.1554

16.7240 16.4454

9

1994

32.3067

16.8393 16.4439

10

1995

32.1546

16.8767 16.4590

11

1996

30.4414

16.9642 16.4432

12

1997

30.1621

16.9050 16.4406

13

1998

32.0663

16.8130 16.4629

14

1999

31.4661

16.6709 16.4942

15

2000

31.5533

16.7830 16.4891

16

2001

27.7356

16.7698 16.5280

17

2002

29.0085

16.7986 16.5338

18

2003

31.1090

16.8502 16.5318

19

2004

32.2310

16.9461 16.5189

20

2005

31.1744

16.9402 16.5663

21

2006

32.3891

17.0709 16.5375

22

2007

32.5206

17.1011 16.6069


(6)