Studi Deskriptif Mengenai Work-Family Conflict pada Buruh Pabrik Wanita Bagian Sorting di PT. "X" Rancaekek.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai work-family conflict pada karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek. Sampel penelitian berjumlah 55 responden buruh pabrik yang diambil berdasarkan metode purposive sampling.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada kuesioner yang disusun oleh Dawn S. Carlson, Michele Kacmar & Larry J. Williams (2000) yang diterjemahkan serta diadaptasikan di Indonesia oleh Indah Soca Kuntari, M.Psi, Psikolog pada tahun 2011 berdasarkan teori yang melandasinya, yaitu work-family conflict. Alat ukur terdiri dari 18 pernyataan rating scale yang berkaitan dengan enam dimensi, yaitu Time-Based WIF, Strain-Based WIF, Behavior-Based WIF, Time-Based FIW, Strain-Based FIW dan Behavior-Based FIW. Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan oleh Indah Soca Kuntari, M.Psi. Psikolog pada tahun 2011 dengan menggunakan kriteria dari Friedenberg dan Kaplan, semua item dinyatakan valid dengan koefisien validitas berkisar antara 0,50 sampai 0,90. Dengan hasil uji reliabilitas yang dilakukan pula oleh Indah Soca Kuntari, M. Psi. Psikolog pada tahun 2011 dengan menggunakan kriteria Alpha Cronbach, menunjukan hasil 0,88 yang berarti alat ukur tersebut memiliki kategori reliabilitas tinggi.

Data hasil penelitian yang diolah dengan teknik deskriptif analisis, didapatkan hasil bahwa 83,64% karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek menghayati derajat work-family conflict yang tinggi, sedangkan 16,36% lainnya menghayati derajat work-family conflict yang rendah.

Saran bagi peneliti selanjutnya, dapat memertimbangkan untuk menggali lebih dalam mengenai dimensi-dimensi dari work-family conflict sehingga tergambar jelas mengenai hasil penelitian dan melihat pula faktor-faktor yang mendukung yaitu dukungan dan tuntutan yang dilihat dari pekerjaan ataupun keluarga. Disarankan pula untuk meneliti hubungan work-family conflict dengan performance kerja dan diharapkan dapat menyesuaikan dan menspesifikan data penunjang demografis dengan karakteristik dari sampel yang akan diteliti.

Bagi pihak perusahaan PT. “X” Rancaekek, terutama kepada kepala divisi dan team leader bagian sorting, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan pembinaan berupa pentingnya pemahaman terhadap diri sendiri dalam hal positif dan mengetahui skala prioritas antara peran pekerjaan ataupun keluarga. Lingkungan diharapkan pula dapat memberikan dukungan secara moril sehingga dapat membantu meringankan dan meminimalisir terjadinya work-family conflict.


(2)

ABSTRACT

This research was conducted to obtain an overview of work-family conflict on employees sorting section of women factory workers in PT. "X" Rancaekek. These samples included 55 respondents factory workers were taken by purposive sampling method.

Measuring instruments used in this study refers to the questionnaire compiled by Dawn S. Carlson, Michele Kacmar & Larry J. Williams (2000) translated and adapted in Indonesia by Indah Soca Kuntari, M.Psi, Psychologist in 2011 based on the theory that underlying, which is work-family conflict. Measuring instrument consists of 18 statements relating rating scale with six dimensions; the Time-Based WIF, Strain-Based WIF, Behavior-Based WIF, FIW Time-Based, Strain-Based and Behavior-Based FIW FIW. Based on the validity of the test results conducted by Indah Soca Kuntari, M. Psi. Psychologists in 2011 by using the criteria of Friedenberg and Kaplan, all items declared valid by the validity coefficient ranged from 0.50 to 0.90. With a reliability test results conducted by Indah Soca Kuntari, M. Psi. Psychologists in year 2011 by using Alpha Cronbach criteria, showed results of 0.88, which means the instruments have high reliability category.

Research data were processed with descriptive analysis techniques, showed that 83.64% of women factory workers employees sorting part in PT. "X" Rancaekek appreciate the degree of work-family conflict is high, while the other 16.36% appreciate the degree of work-family conflict is low.

Suggestions for further research, be able to gain recognising about the dimensions in the work-family conflict so clearly illustrated the results of research and see also the factors that support, namely the support and the demands of work or family visits. It is recommended to examine the relationship work-family conflict with job performance and is expected to adjust and specify the data supporting the demographic characteristics of the sample to be studied.

For the company PT. "X" Rancaekek, especially to the division head and team leaders sorting section, the results of this study can be used to provide guidance in the form of the importance of understanding about themselves in positive terms and determine the priority between family or job roles. The environment is also expected to provide moral support in order to help alleviate and minimize the occurrence of work-family conflict.


(3)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL...i

LEMBAR PENGESAHAN...ii

PERNYATAAN ORISINALITAS...iii

ABSTRAK...vi

ABSTRACT...vii

KATA PENGANTAR...viii

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL...xvi

DAFTAR BAGAN...xvii

DAFTAR LAMPIRAN...xviii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah...12

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...13

1.3.1 Maksud Penelitian...13

1.3.2 Tujuan Penelitian...13

1.4 Kegunaan Penelitian...13

1.4.1 Kegunaan Teoretis...13


(4)

1.6 Asumsi Penelitian...28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...30

2.1 Work-Family Conflict...30

2.1.1 Pengertian Work-Family Conflict...30

2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Work-Family Conflict...31

2.1.2.1Dukungan (Support)...31

2.1.2.2Tuntutan (Demand)...32

2.1.3 Faktor Individual dalam Work-Family Conflict...35

2.1.4 Arah Work-Family Conflict...36

2.1.5 Bentuk atau Tipe Work-Family Conflict...38

2.1.6 Dimensi Work-Family Conflict...43

2.1.7 Konsekuensi yang Ditimbulkan dari Work-Family Conflict...44

2.2 Tahap Perkembangan...46

2.2.1 Perkembangan Karier dan Kerja Masa Dewasa Awal...46

2.2.2 Tahap Perkembangan Karier dan Kerja Dewasa Madya...47

2.2.3 Perkembangan Siklus Kehidupan Keluarga...48

2.3 Perkawinan dan Perkembangan Keluarga...49

2.3.1 Tugas Perkembangan Keluarga...50

2.4 Status Ibu yang Bekerja...50


(5)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...55

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian...55

3.2 Bagan Prosedur Penelitian…...55

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...56

3.3.1 Variabel Penelitian...56

3.3.2 Definisi Operasional...56

3.4 Alat Ukur...57

3.4.1 Alat Ukur Work-Family Conflict...57

3.4.2 Kisi-Kisi Alat Ukur...58

3.4.3 Prosedur Pengisian Item...59

3.4.4 Sistem Penilaian...60

3.5 Data Pribadi dan Data Penunjang...61

3.6 Validitas Dan Reliabilitas Alat Ukur...62

3.6.1 Validitas Alat Ukur...62

3.6.2 Reliabilitas Alat Ukur...63

3.7 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel...64

3.7.1 Populasi Sasaran...64

3.7.2 Karakteristik Populasi...64

3.7.3 Teknik Penarikan Sampel...64

3.8 Teknik Analisis Data...65


(6)

4.1.1 Berdasarkan Usia...66

4.1.2 Berdasarkan Pendidikan...67

4.1.3 Berdasarkan Alasan Bekerja...67

4.1.4 Berdasarkan Total Masa Kerja...68

4.1.5 Berdasarkan Lama Menikah...68

4.1.6 Berdasarkan Gaji Perbulan...69

4.2 Hasil Penelitian...69

4.2.1 Gambaran Work-Family Conflict...69

4.2.2 Gambaran Tabulasi Silang WFC dengan Arah...70

4.2.3 Gambaran Tabulasi Silang WFC dengan Dimensi...72

4.3 Pembahasan...78

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...89

5.2 Saran...90

5.2.1 Saran Teoretis...90

5.2.2 Saran Praktis...90

DAFTAR PUSTAKA...92

DAFTAR RUJUKAN...94 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

3.1Tabel Kisi-Kisi Alat Ukur...58

3.2Tabel Sistem Penilaian...60

3.3Tabel Kriteria Validitas...62

3.4Tabel Kriteria Reliabilitas...63

4.1 Tabel Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Usia...66

4.2 Tabel Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Pendidikan...67

4.3 Tabel Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Alasan Bekerja...67

4.4 Tabel Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Total Masa Kerja...68

4.5 Tabel Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Lama Menikah...68

4.6 Tabel Gambaran Subjek Penelitian berdasarkan Gaji Perbulan...69

4.7 Tabel Gambaran Work-Family Conflict...69

4.8 Gambaran Tabulasi Silang antara WFC dengan WIF...70

4.9 Gambaran Tabulasi Silang antara WFC dengan FIW...71

4.10 Gambaran Tabulasi Silang antara WFC dengan Time-Based WIF...72

4.11 Gambaran Tabulasi Silang antara WFC dengan Time-Based FIW...73

4.12 Gambaran Tabulasi Silang antara WFC dengan Strain-Based WIF...74

4.13 Gambaran Tabulasi Silang antara WFC dengan Strain-Based FIW...75

4.14 Gambaran Tabulasi Silang antara WFC dengan Behavior-Based WIF...76


(8)

DAFTAR BAGAN

1.1Bagan Kerangka Pemikiran...27 3.1 Bagan Rancangan Penelitian...55


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kata Pengantar Kuesioner Work-Family Conflict Bagian I : Letter of Consent

Bagian II : Identitas

Bagian III : Kuesioner Work-Family Conflict Lampiran 2 : Hasil Validitas

Lampiran 3 : Hasil Reliabilitas

Lampiran 4 : Distribusi Frekuensi Data Penunjang

Lampiran 5 : Tabulasi Silang Data Penunjang dengan Work-Family Conflict Lampiran 6 : Tabulasi Silang Gambaran Umum Responden dengan WFC Lampiran 7 : Tabulasi Silang Data Penunjang dengan Dimensi WFC Lampiran 8 : Data Mentah Responden

Lampiran 9 : Identitas dan Hasil Input Data Kuesioner Responden Lampiran 10 : Penjelasan Mengenai PT. “X” Rancaekek


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Saat ini, peran wanita telah bergeser dari peran tradisional menjadi peran modern. Dari hanya memiliki peran untuk melahirkan anak (reproduksi) dan mengurus rumah tangga, kini wanita memiliki peran sosial dimana dapat berkarier dalam berbagai bidang, seperti kesehatan, ekonomi, sosial maupun politik dengan didukung oleh pendidikan yang tinggi. Secara tradisional, peran wanita seolah dibatasi dan ditempatkan dalam posisi pasif yaitu hanya sebagai pendukung karier suami. Peran wanita tradisional yang terbatas pada peran reproduksi dan mengurus rumah tangga membuat wanita identik dengan pengabdiannya kepada suami dan anak. Sementara wanita modern dituntut untuk memiliki pendidikan yang tinggi, berperan secara aktif dan kritis.

Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya sekitar tahun 2009-2011 menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Peningkatan jumlah kesempatan untuk bekerja turut mendukung kondisi tersebut. Hal ini ditandai dengan peningkatan yang cukup signifikan pada kelompok penduduk yang termasuk kategori angkatan kerja. Menurut data Sakernas pada Agustus 2011, jumlah angkatan kerja mencapai 111,9 juta orang yang berarti naik 2 juta orang dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja Agustus 2010 yaitu sebesar 109,9 juta orang. Meskipun demikian, jika dilihat berdasarkan jumlah angkatan kerja


(11)

tetap jauh lebih besar dibandingkan dengan peningkatan kerja pria. Jumlah angkatan kerja wanita pada tahun 2009 mencapai sekitar 38,6 juta orang dan meningkat menjadi 42,8 juta orang pada tahun 2011. Sementara angkatan kerja pria meningkat dari 67,7 juta orang menjadi 69,1 juta orang dalam jangka waktu yang sama (Persentase Perempuan Angkatan Kerja, 2011).

Fakta menunjukkan bahwa seorang ibu yang bekerja mengalami kesenjangan waktu luang, meskipun pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak tetap menjadi tanggung jawab dalam kesehariannya. Wanita dikabarkan sebagai pihak yang mengalami konflik peran ganda karena peranannya sebagai wanita karier sekaligus menjadi ibu rumah tangga. Wanita karier sangat dituntut untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik dan benar serta dapat membagi perannya dalam pekerjaan secara lebih merata (Dwiputri, Agustine. 2011).

Menjalani dua peran sebagai pekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga, tidaklah mudah. Karyawan wanita yang telah menikah dan mempunyai anak memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih berat daripada wanita pekerja yang belum menikah. Wanita yang sudah menikah dan bekerja harus bisa membagi waktunya untuk mengurus tiga hal sekaligus antara lain mengurus suami, mengurus anak-anak dan menjalani perannya sebagai seorang pekerja. Saat itu peran ganda pun dialami oleh wanita tersebut karena selain peran di dalam keluarga, wanita tersebut juga harus berperan di dalam kariernya. Hal itu dapat memicu terjadinya konflik antara tanggung jawab dalam pekerjaan dan tanggung jawab dalam keluarga.


(12)

Karyawan wanita yang tidak dapat membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan pekerjaan dapat menimbulkan konflik yang sering disebut sebagai konflik peran ganda. Dalam keluarga, wanita dituntut untuk bertanggung jawab dalam mengurus dan membina keluarga secara baik namun, sebagai seorang pekerja, mereka pun dituntut untuk bekerja sesuai dengan standar perusahaan dengan menunjukkan kualitas dan hasil kerja yang baik. Wanita dengan peran ganda tersebut biasanya akan mengalami gangguan konsentrasi dalam melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaannya (Frone & Cooper, 1994).

Indonesia termasuk negara berkembang yang menawarkan banyak lahan pekerjaan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja seperti buruh. Buruh sangat dibutuhkan para pengusaha atau pemilik modal sebagai tenaga kerja yang membantu menjalankan usahanya terutama pada kegiatan produksi (Syafa’at, 2008). Di Indonesia buruh memiliki peran yang penting dalam perekonomian negara karena buruh merupakan penggerak utama perekonomian dan sistem modal dalam industri yang sedang berkembang.

Secara garis besar tugas buruh adalah : (1) Mematuhi perintah dan melaksanakan tugas kerja dengan sebaik-baiknya, (2) Mematuhi peraturan kerja yang sudah tertera dalam tata tertib karyawan pabrik dan (3) Menyelesaikan tugas yang diberikan oleh atasan sesuai dengan standar dan waktu yang ditentukan. Pekerjaan sebagai buruh dapat dilakukan oleh pria ataupun wanita.


(13)

Buruh merupakan salah satu elemen penting dalam pembangunan. Hal ini dikarenakan buruh berperan sebagai penggerak roda perekonomian suatu negara. Dalam dunia industri, buruh pada umumnya ditempatkan pada bagian produksi. Sama halnya dengan bagian produksi kacang di PT. “X” Rancaekek yang terdiri dari rosting, sorting dan packing. Pekerjaan dalam bagian rosting hampir keseluruhan dikerjaan oleh pria, menyangkut dengan pekerjaan yang mengharuskan buruh pabrik turun ke dalam kolam berisi kacang selanjutnya dimasukan ke dalam oven besar untuk di sterilkan dan diberi perasa dengan garam. Pekerjaan dalam bagian packing dikerjaan oleh buruh pabrik wanita ataupun pria namun yang berbeda disini adalah keseluruhan pekerjaan menggunakan mesin kecuali menyusun hasil packing kacang ke dalam kardus yang telah disediakan.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek. Dalam satu hari, buruh pabrik wanita diharuskan menyelesaikan 200 KG dalam waktu 8 jam bekerja dimana waktu kerja terdiri dari tiga shift yaitu pukul 06:00-14:00, 14:00-22:00 dan 22:00-06:00 sehingga PT. “X” Rancaekek melakukan produksi selama 24 jam penuh dan hanya meliburkan karyawannya di hari Minggu dan hari-hari besar saja. Sebelum masuk ke dalam ruangan sorting, buruh pabrik wanita harus menggunakan atribut yang sudah disediakan guna menjaga kebersihan dari hasil produksi, yaitu dengan menggunakan topi koki, masker wajah, celemek, sarung tangan, sepatu boot dan berbagai pengecekan seperti kuku buruh pabrik wanita


(14)

harus pendek serta melakukan cuci tangan selama 10 detik sesuai prosedur PT. “X” Rancaekek tersebut.

Setelah masuk ke dalam area produksi, buruh pabrik wanita diharuskan mengambil sendiri kacang yang akan di sorting untuk disimpan diatas meja panjang yang telah disediakan. Saat melakukan sorting, buruh pabrik wanita diharuskan teliti dalam memilih kacang agar tidak salah dalam mengelompokkannya dimana terdiri dari empat kelompok kacang yaitu (1) Kacang Eksport yang disimpan dibagian kanan buruh pabrik wanita, (2) Kacang Semi dibagian kiri buruh pabrik wanita, (3) Kacang Biga dibagian atas buruh pabrik wanita dan (4) Sampah atau kacang yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi yang disimpan dibagian bawah buruh pabrik wanita. Setiap kelompok kacang tersebut, harus dimasukan kembali ke dalam karung dengan berat yang sudah ditentukan.

Dari seluruh gambaran pekerjaan, buruh pabrik wanita diharuskan memiliki keterampilan dalam mengelompokkan kacang dengan kecepatan tanggannya. Buruh pabrik juga harus dapat membagi waktunya agar dalam waktu 8 jam sudah dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai target perusahaan, dimana buruh pabrik wanita hanya memiliki waktu satu jam istirahat yang biasanya mereka gunakan untuk tetap bekerja agar dapat secepat mungkin mengejar target perusahaan sehingga dapat segera pulang ke rumah. Dengan kondisi pekerjaan buruh pabrik wanita yang padat dapat mengakibatkan konflik antara peranan dalam pekerjaan dan juga dirumah.


(15)

Secara umum, gambaran tentang kehidupan buruh pabrik dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain : (1) Tingkat pendidikan, (2) Jam kerja, (3) Upah atau gaji, (4) Pembagian kerja dan (5) Beban keluarga. Buruh wanita yang bekerja umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini terdiri dari faktor pendorong dan faktor penghambat. Faktor pendorong terdiri dari : (1) Keinginan untuk membantu perekonomian keluarga, (2) Mudahnya akses wanita untuk bekerja di pabrik dan (3) Persyaratan yang tergolong mudah. Sedangkan faktor penghambat terdiri dari : (1) Kuatnya budaya patriarki yang dianut dalam keluarga dan (2) Tidak adanya jenjang karier yang menjanjikan bagi buruh wanita.

Penelitian Apperson, et al. (2002) menemukan bahwa ada perbedaan derajat tingkatan konflik peran antara pria dan wanita, dimana wanita mengalami konflik peran pada tingkat yang lebih tinggi. Dibandingkan dengan pria, wanita lebih dihadapkan pada posisi dilematis antara peran pekerjaan (work role) dan peran keluarga (family role). Hal ini terjadi karena wanita secara alamiah mengandung dan melahirkan anak sehingga tuntutan terhadap kewajiban mengasuh anak menjadi lebih kuat dibanding pria. Tuntutan peran keluarga membuat wanita harus lebih banyak memberikan perhatian kepada suami, anak dan orang tua. Konflik pekerjaan dengan keluarga yang dirasakan wanita berperan ganda terjadi ketika adanya tuntutan untuk memenuhi harapan perannya dalam keluarga dan pekerjaan yang masing-masing membutuhkan waktu dan energi. Konflik ini dikenal dengan sebutan work-family conflict.


(16)

Work-family conflict adalah bentuk tekanan atau ketidakseimbangan peran antara peran di pekerjaan dengan peran di dalam keluarga (Greenhaus & Beutell, 1985). Work-family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara bersamaan tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat individu berusaha memenuhi tuntutan pekerjaan sebagai buruh pabrik yang seharusnya bekerja secara full time tidak dapat melakukan tuntutan tersebut karena individu masih harus menjaga anaknya di rumah sehingga mengakibatkan individu terlambat pada jam masuk kerja.

Greenhaus & Beutell (1985) mengidentifikasi tiga jenis work-family conflict antara lain : (1) Time-Based Conflict, (2) Strain-Based Conflict dan (3) Behavior-Based Conflict. Time-based conflict yaitu konflik yang muncul akibat waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya, baik dalam pekerjaan ataupun dalam keluarga. Strain-based conflict yaitu konflik yang terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran, sebagai buruh pabrik atau ibu rumah tangga memengaruhi kinerja peran yang lainnya. Behavior-based conflict yaitu konflik yang berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku yang diinginkan oleh kedua peran, baik dalam peran pekerjaan dan peran dalam keluarga (Regar, Felix. 2013).

Dari hasil wawancara peneliti, 20 orang buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek merasa bahwa tuntutan dalam peran pekerjaan


(17)

lain, individu membutuhkan pekerjaan tersebut karena alasan faktor ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hariannya. Hal tersebut menjadikan buruh pabrik wanita merasa energi yang dimiliki banyak terkuras karena adanya perasaan terancam dan stres terhadap pekerjaan yang diharuskan mengejar target untuk dicapai setiap hari dan dapat membuat kinerja ataupun hasil kerja menurun. Hal ini dapat pula disebabkan oleh tuntutan dari keluarga yang mengharuskan individu berada di rumah untuk melakukan tanggung jawabnya sebagai seorang istri dan ibu yang berdampak pada waktu kehadiran di pekerjaan terbengkalai dan dapat pula menurunkan komitmen kerja.

Perasaan tertekan yang akan berdampak pada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek dapat membuat kesehatan fisik ataupun psikis memburuk. Dampak negatif tersebut dapat membuat hubungan dengan suami dan anak menjadi renggang yang membuat individu merasa tidak puas dengan kehidupan pernikahan dan keluarganya. Bahkan ada yang sampai memilih untuk berpisah dan mengakibatkan individu merasa hidupnya tidak bermakna sehingga tidak adanya gairah untuk melakukan aktivitas, baik dalam peran pekerjaan dan dalam peran keluarga, dimana jika dibiarkan berkepanjangan akan berdampak pada individu yang merasa stres ataupun depresi.

Menurut hasil penelitian Vallone & Donaldson (2011) menyatakan bahwa terdapat 30% karyawan mengalami kekhawatiran dengan kehidupan pekerjaan mereka yang akan mengganggu kehidupan keluarga. Selain itu, hasil penelitian (Galinsky, Bond & Friedman 1996 dalam Korabik 2002) menyatakan


(18)

merasa cemas dengan tuntutan pekerjaan yang akan mengganggu kehidupannya di keluarga.

Dari hasil survey awal terhadap 20 orang buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang dilihat dari gambaran dimensi time-based WIF, terdapat 7 orang (35%) menghayati bahwa waktu yang digunakan untuk pekerjaannya sebagai buruh pabrik menjauhkan dari aktivitas keluarga, seperti mengasuh anak, mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak dapat ikut serta dalam kegiatan keluarga karena banyak waktu yang dihabiskan untuk melakukan tanggung jawab di pekerjaannya. Sedangkan 13 orang (65%) menghayati bahwa waktu yang digunakan tidak memengaruhi tanggung jawab dalam pekerjaan sebagai buruh pabrik dan dalam kegiatan rumah tangganya.

Dilihat dari gambaran dimensi strain-based WIF, terdapat 6 orang (30%) menghayati bahwa saat pulang bekerja sering merasa terlalu lelah untuk ikut dalam kegiatan rumah ataupun melakukan pekerjaan rumah. Bahkan terkadang masalah di tempat kerja membuat kondisi diri saat pulang ke rumah dalam keadaan tertekan dan tidak berminat untuk mengerjakan sesuatu yang individu sukai, serta sering merasa lelah secara emosional ketika sampai rumah. Hal ini menghalangi buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek untuk melakukan aktivitasnya bersama keluarga ataupun menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan 14 orang (70%) menghayati tidak terlalu lelah secara fisik maupun emosional ketika sampai di rumah sepulang dari bekerja, mereka tetap ikut dalam kegiatan keluarga atau


(19)

melakukan tanggung jawabnya di rumah dan mereka pun masih semangat untuk melakukan kegiatan yang mereka sukai.

Dilihat dari gambaran dimensi behavior-based WIF, terdapat 4 orang (20%) menghayati bahwa mereka belum bisa melakukan harapan keluarganya, seperti menemani anak untuk bermain, menemani suami dalam acara keluarga, belum bisa menjadi ibu rumah tangga dan seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya sehingga pada saat bekerja dapat menyebabkan konsentrasi dan kinerja kerja yang menurun. Dalam work-family conflict hal ini merupakan pola khusus perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan, yang kemungkinan mengalami ketidakcocokan dengan harapan peran keluarga. Sedangkan 16 orang (80%) menghayati bahwa mereka merasa tetap bisa melakukan harapan keluarganya, seperti menemani keluarga di saat waktu luang, menemani suami dalam acara keluarga, dapat menjadi ibu rumah tangga dan seorang ibu yang baik bagi anak-anaknya sehingga buruh pabrik wanita tetap dapat maksimal dalam menjalani ke dua peran sekaligus.

Dilihat dari gambaran dimensi time-based FIW, terdapat 11 orang (55%) menghayati waktu yang disediakan untuk pekerjaannya tersita karena keluarga, mereka harus kehilangan pekerjaannya karena sebagian besar waktu digunakan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di dalam keluarga. Hal ini termasuk dalam konflik berdasarkan waktu hadir karena waktu yang digunakan untuk aktivitas dalam peran keluarga tidak dapat dibagi untuk aktivitas dalam peran sebagai buruh pabrik di pekerjaannya. Sedangkan 9 orang (45%)


(20)

menghayati bahwa waktu yang mereka sediakan untuk menjalankan tanggung jawab dalam pekerjaannya tidak tersita oleh aktivitasnya bersama keluarga.

Dilihat dari gambaran dimensi strain-based FIW, terdapat 9 orang (45%) yang menghayati bahwa ketegangan dan kecemasan dari luar pekerjaan sering terbawa pada saat bekerja, mereka merasa tertekan dengan tanggung jawabnya di keluarga dan sulit untuk berkonsentrasi pada pekerjaannya. Hal ini merupakan konflik berdasarkan tegangan yang terjadi karena tegangan fisik ataupun psikologis yang ditimbulkan dari keluarga menyulitkan usaha pemenuhan tuntutan perannya sebagai buruh pabrik di perusahaan. Sedangkan 11 orang (55%) menghayati tidak adanya ketegangan dan kecemasan dari luar pekerjaan yang memengaruhi mereka pada saat bekerja dan juga tidak merasa tertekan dengan tanggung jawab keluarga.

Dilihat dari gambaran dimensi behavior-based FIW, terdapat 11 orang (55%) yang menghayati bahwa yang mereka lakukan belum sesuai dengan yang diharapkan oleh pihak PT. “X” Rancaekek dalam kinerja mereka, termasuk masalah waktu seperti ketidakhadiran atau cuti dikarenakan mengurus anaknya sakit dan keterlambatan masuk kerja dikarenakan menunggu anggota keluarga yang lain pulang agar anaknya ada yang menjaga di rumah. Hal ini merupakan pola-pola khusus perilaku yang berkaitan dengan tuntutan peran di keluarga tidak cocok dengan harapan peran dalam pekerjaan. Sedangkan 9 orang (45%) menghayati bahwa yang mereka lakukan dalam pekerjaannya sudah sesuai


(21)

target harian yang dapat individu selesaikan sesuai waktu yang ditentukan karena tuntutan sebagai ibu rumah tangga tidak terlalu memberatkan individu.

Dari hasil wawancara peneliti terhadap 20 orang buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek terlihat bahwa masalah yang berkaitan dengan work-family conflict yang dirasakan oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek cukup kompleks. Jika hal ini tidak mendapat perhatian serius akan menghasilkan dampak negatif bagi buruh pabrik wanita itu sendiri ataupun lingkungannya baik pekerjaan ataupun keluarga, dimana buruh pabrik wanita dapat mengalami ketidak puasan hidup sehingga berdampak pada produktivitas pekerjaan, kepuasan pernikahan dan dapat pula menjadi depresi (Allen, 2000 dalam Korabik 2002). Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran work-family conflict dengan harapan hasil yang diperoleh memberikan panduan organisasi yang dapat menurunkan dampak negatif konflik tersebut. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian deskriptif mengenai variabel work-family conflict (WFC) yang dialami buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor munculnya konflik dan gambaran kondisi dari konflik yang dirasakan oleh pekerja wanita tersebut.

1.2Identifikasi Masalah

Dari penelitian ini, peneliti ingin mengetahui seperti apakah gambaran mengenai work-family conflict (WFC) pada buruh pabrik wanita bagian sorting


(22)

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran mengenai work-family conflict (WFC) pada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran empiris yang lebih rinci mengenai perilaku work-family conflict (WFC) pada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang dilihat dari dimensi-dimensi work-family conflict (WFC) serta kaitannya dengan faktor-faktor yang memengaruhi.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi dan Psikologi Keluarga mengenai work-family conflict (WFC) yang terjadi pada buruh pabrik wanita.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rujukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian mengenai work-family conflict (WFC) terhadap buruh pabrik wanita.


(23)

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada kepala divisi bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang selanjutnya dapat digunakan untuk memberikan pembinaan secara langsung kepada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek dengan rujukan pada bidang bimbingan pendamping (BBP).

2. Memberikan informasi kepada team leader bagian sorting untuk memberikan intervensi atau penanganan kepada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek, dengan tujuan agar konflik yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik sehingga dapat meningkatkan kinerja buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek.

3. Memberikan informasi kepada buruh pabrik wanita bagian sorting di

PT. “X” Rancaekek itu sendiri mengenai work-family conflict dengan

tujuan agar dapat meminimalisir terjadinya work-family conflict.

1.5Kerangka Pemikiran

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek harus bertanggung jawab dalam kehidupan keluarganya, peran sebagai ibu rumah tangga harus tetap dijalani secara seimbang dengan tuntutan dan tanggung jawab di tempat kerja. Work-family conflict terjadi ketika peran dalam pekerjaan sebagai buruh pabrik mengalami ketidak seimbangan dengan peran sebagai ibu


(24)

mengakibatkan wanita merasa kesulitan untuk menjalankan kedua peran tersebut secara bersamaan (Greenhaus & Beutell, 1985).

Work-family conflict dapat muncul dalam dua arah yaitu work interference with family (WIF) dan family interference with work (FIW). WIF terjadi ketika aktivitas di tempat kerja mengganggu pemenuhan tanggung jawab di rumah, sedangkan FIW terjadi apabila aktivitas keluarga menghambat pemenuhan tuntutan di tempat kerja. Batasan keluarga biasanya lebih mudah ditembus atau dipengaruhi oleh tuntutan pekerjaan.

Menurut Greenhaus & Beutell (1985) terdapat tiga bentuk work-family conflict yaitu time-based conflict, strain-based conflict dan behavior-based conflict. Time-based conflict adalah konflik yang muncul akibat waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan peran dalam pekerjaan ataupun keluarga dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya dalam keluarga atau pekerjaan. Pada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang diharuskan lembur untuk menyelesaikan pekerjaan membuatnya tidak dapat menyediakan waktu untuk keluarga. Kondisi ini terjadi ketika buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek diharapkan dapat menghabiskan waktu bersama keluarga setelah pulang kerja namun pada kenyataannya buruh pabrik tersebut sudah merasa terlalu lelah karena pulang melebihi waktu seharusnya dan memilih untuk langsung istirahat.

Strain-based conflict adalah konflik yang dirasakan oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek pada saat terjadi tekanan dari salah


(25)

ibu rumah tangga, memengaruhi kinerja dalam peran yang lain, sebagai ibu rumah tangga ataupun sebagai buruh pabrik di perusahaan tempatnya bekerja. Pada pekerjaan sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek menjadikan buruh pabrik tersebut mengalami stres di tempat kerja karena merasa sulit menjadi istri yang baik dan penuh perhatian terhadap suami atau menjadi ibu yang penuh kasih sayang terhadap anak-anak dan keluarganya.

Behavior-based conflict adalah konflik yang berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku dengan tuntutan yang diinginkan oleh kedua peran, baik dalam pekerjaan ataupun dalam keluarga. Tipe perilaku yang dituntut oleh perusahaan terhadap buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek dapat mengalami ketidaksesuaian pola perilaku dengan yang diterapkan di rumah dan begitu pula sebaliknya.

Enam dimensi work-family conflit dihasilkan ketika tiga bentuk dan dua arah dari work-family conflict dikombinasikan, yaitu : Time-based WIF, Strain-based WIF, Behavior-Strain-based WIF, Time-Strain-based FIW, Strain-Strain-based FIW dan Behavior-based FIW. Dimensi pertama adalah time-based WIF yaitu konflik yang dirasakan oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek berdasarkan waktu hadir karena waktu yang dipergunakan untuk aktivitas dalam peran pekerjaan sebagai buruh pabrik tidak dapat dipakai untuk melakukan aktivitas dalam peran keluarga sebagai ibu rumah tangga. Pada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang diharuskan bekerja lembur sampai malam menyebabkan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga sulit


(26)

dijalankan secara optimal karena lebih memilih untuk langsung beristirahat setelah tiba di rumah.

Strain-based WIF adalah konflik yang dirasakan oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek karena tegangan secara fisik atau psikis yang ditimbulkan dari pekerjaan sebagai buruh pabrik yang menyulitkan usaha pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga. Pada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang mengalami stres akibat tuntutan pekerjaan yang terlalu banyak menyebabkan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga cenderung diabaikan. Stres yang dialami buruh pabrik wanita dapat dilihat dari konsentrasi dan kinerja kerja yang menurun karena pada saat bekerja, individu memikirkan tanggung jawabnya di rumah seperti menjaga anak.

Behavior-based WIF adalah konflik yang dirasakan oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek mengalami ketidakcocokan mengenai pola perilaku dari tuntutan di pekerjaan dengan harapan dari perannya di keluarga. Pada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang diharuskan aktif dan gesit selama bekerja mengalami ketidaksesuaian tipe perilaku selama di rumah, dimana individu seharusnya dapat bersantai bersama keluarga namun terus sibuk menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga.

Time-based FIW adalah konflik yang dirasakan oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek berdasarkan waktu hadir karena waktu yang dipergunakan untuk aktivitas keluarga lebih banyak dibandingkan dengan


(27)

sorting di PT. “X” Rancaekek yang diharuskan untuk menjaga anaknya yang sedang sakit sehingga mengharuskan individu tidak masuk bekerja atau dapat dilihat dari individu yang harus mengantar atau menjemput anaknya ke sekolah yang menyebabkan terlambat hadir di pekerjaannya.

Strain-based FIW adalah konflik yang dirasakan oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek karena tegangan secara fisik atau psikis yang ditimbulkan dari tuntutan keluarga sehingga menyulitkan usaha pemenuhan tuntutan pekerjaannya sebagai buruh pabrik. Pada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang diharuskan berada di rumah bersama keluarga pada akhir pekan, mengakibatkan peran sebagai buruh pabrik harus digantikan sementara oleh rekan kerja lainnya. Situasi ini dapat membuat pikiran menjadi tidak fokus karena mengingat tanggung jawab pekerjaan yang ditinggalkan.

Behavior-based FIW adalah konflik yang dirasakan oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek mengalami ketidakcocokan dengan tuntutan keluarga yang mempunyai kemungkinan mengalami ketidakcocokan dengan harapan dari pekerjaannya sebagai buruh pabrik. Pada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang dilarang oleh keluarga khususnya suami untuk bekerja lembur, mengharuskan tugasnya saat itu digantikan sementara oleh rekan kerja lain.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC tinggi jika individu mengalami time-based WIF yang tinggi,


(28)

hadir dalam pekerjaannya sebagai buruh pabrik sehingga menjadikan peran sebagai ibu rumah tangga terbengkalai. Hal tersebut menjadikan time-based FIW rendah karena waktu yang seharusnya dicurahkan dalam aktivitas keluarga berkurang, waktu tersebut banyak digunakan dalam aktivitasnya sebagai buruh pabrik.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC tinggi jika individu mengalami strain-based WIF yang tinggi, dimana individu merasakan konflik yang terjadi cukup besar akibat tegangan secara psikis atau fisik dari peranannya sebagai buruh pabrik dan menyulitkan usaha individu terhadap pemenuhan tuntutan sebagai ibu rumah tangga. Hal tersebut akan menjadikan strain-based FIW rendah karena tegangan secara fisik atau psikis yang dirasakan dari peranannya dalam keluarga tidak terpenuhi akibat sudah dicurahkan seluruhnya pada peran dipekerjaan sebagai buruh pabrik.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC tinggi jika individu merasakan behavior-based WIF yang tinggi, dimana individu merasa konflik yang terjadi cukup besar akibat pola perilaku sebagai buruh pabrik tidak sesuai atau mengalami ketidakcocokan dengan harapan dari perannya dalam keluarga. Hal tersebut menjadikan behavior-based FIW rendah karena pola perilaku yang diharapkan oleh keluarga tidak sesuai karena adanya tuntutan perilaku dari peran sebagai buruh pabrik dalam pekerjaannya.


(29)

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC tinggi jika individu mengalami time-based FIW yang tinggi, dimana individu merasakan konflik yang cukup besar berdasarkan waktu hadir dalam aktivitas keluarga lebih banyak tercurahkan sehingga menjadikan waktu hadir dalam pekerjaan sebagai buruh pabrik terbengkalai. Hal tersebut menjadikan time-based WIF rendah karena waktu yang seharusnya dicurahkan dalam perannya sebagai buruh pabrik berkurang karena waktu tersebut banyak digunakan dalam aktivitasnya bersama keluarga.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC tinggi jika individu mengalami strain-based FIW yang tinggi, dimana individu merasakan konflik yang cukup besar akibat tegangan secara psikis atau fisik dari peranannya sebagai ibu rumah tangga dan menyulitkan usaha individu dalam pemenuhan terhadap tuntutan perannya dalam pekerjaan sebagai buruh pabrik. Hal tersebut akan menjadikan strain-based WIF rendah karena tegangan secara fisik atau psikis yang dirasakan dalam peran sebagai buruh pabrik tidak terpenuhi akibat tegangan tersebut sudah banyak dicurahkan pada perannya dalam keluarga.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC tinggi jika individu mengalami behavior-based FIW yang tinggi, dimana adanya konflik yang cukup besar yang dirasakan individu akibat pola perilaku dalam tuntutan keluarga tidak sesuai atau mengalami ketidakcocokan dengan harapan dari perannya sebagai buruh pabrik. Hal


(30)

diharapkan dalam pekerjaannya tidak sesuai karena sudah adanya tuntutan lain dari peran individu dalam keluarga.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC rendah jika individu mengalami time-based WIF yang rendah, dimana individu tidak merasakan adanya konflik waktu hadir akibat pekerjaan sebagai buruh pabrik yang mengganggu pemenuhan tuntutan waktu hadirnya bersama keluarga. Hal tersebut akan menjadikan time-based FIW rendah karena individu tetap memberikan waktunya untuk melakukan aktivitas bersama keluarga walaupun individu diharuskan pula mencurahkan waktu hadirnya dalam peran sebagai buruh pabrik.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC rendah jika individu mengalami strain-based WIF yang rendah, dimana individu tidak merasakan tegangan secara fisik ataupun psikis dari pekerjaannya sebagai buruh pabrik sehingga individu tetap dapat memenuhi tuntutan perannya dalam keluarga. Hal tersebut menjadikan strain-based FIW rendah karena tegangan secara fisik atau psikis tidak dirasakan oleh individu dalam keluarga sehingga tetap dapat memenuhi tuntutan perannya sebagai buruh pabrik.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC rendah jika individu mengalami behavior-based WIF yang rendah, dimana individu tidak merasakan konflik mengenai ketidakcocokan perilaku dari peranannya sebagai buruh pabrik dengan harapan keluarga. Hal


(31)

menunjukan pola perilaku terhadap keluarga yang baik dan cocok pula dalam pemenuhan tuntutan dalam pekerjaannya.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC rendah jika individu mengalami time-based FIW yang rendah, dimana individu tidak merasakan adanya konflik waktu hadir bersama keluarga sehingga tidak pula mengganggu pemenuhan tuntutan waktu hadir dalam pekerjaan sebagai buruh pabrik. Hal tersebut akan menjadikan time-based WIF rendah karena individu dapat mencurahkan waktu hadirnya untuk pekerjaan tanpa mengurangi tuntutan waktu hadir bersama keluarga.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC rendah jika individu mengalami strain-based FIW yang rendah, dimana individu tidak merasakan tegangan secara fisik atau psikis dari keluarga sehingga individu dapat memenuhi tuntutan pekerjaannya sebagai buruh pabrik. Hal tersebut akan menjadikan strain-based WIF rendah karena tegangan secara fisik atau psikis tidak dialami oleh individu dalam pekerjaannya sehingga tetap dapat memenuhi tuntutan perannya dalam keluarga.

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek akan mengalami WFC rendah jika individu mengalami behavior-based FIW yang rendah, dimana individu tidak merasakan konflik atau ketidakcocokan mengenai harapan dari perilaku sebagai ibu rumah tangga dengan tuntutan sebagai buruh pabrik. Hal tersebut akan menjadikan behavior-based WIF rendah karena individu dapat menunjukan pola perilaku terhadap perusahaan yang cocok dan


(32)

Gambaran work-family conflict (WFC) yang dirasakan oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek tersebut selain dapat dilihat melalui arah, tipe konflik dan dimensi, dapat pula dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya work-family conflict yaitu dukungan (support) dan tuntutan (demand). Dukungan yang dimaksud dapat berasal dari peran pekerjaan sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di

PT. “X” Rancaekek dan peran sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga

(Adams, King & King, 1996 dalam Korabik 2002). Sumber dukungan dari pekerjaan dapat berasal dari atasan, rekan kerja atau bawahan. Sedangkan dukungan dari keluarga dapat berasal dari pasangan, anak, anggota keluarga yang lain seperti ibu, ayah, mertua, saudara maupun bukan dari anggota keluarga seperti tetangga. Dukungan dapat diberikan secara emosional dengan cara berempati, mendengarkan dan instrumental yang berupa bantuan nyata untuk membantu memecahkan masalah.

Tuntutan (demand) dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga macam yaitu role involvement, role overload dan job or family control. Role involvement adalah tingkatan dari peran mana yang menjadi sentral atau yang paling menonjol bagi konsep diri setiap individu yang akan mengakibatkan work-family conflict karena hal tersebut dan dapat meningkatnya tekanan dalam perannya. Role involvement dibedakan menjadi dua yaitu role involvement terhadap peran sebagai ibu rumah tangga dalam keluarga dan role involvement terhadap peran pekerjaan sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek


(33)

sebagai ibu rumah tangga, akan menjadikan peran sebagai buruh pabrik wanita terbengkalai karena kurang adanya kesempatan untuk melaksanakan tuntutan dalam pekerjaannya tersebut. Sebaliknya, jika role involvement pada pekerjaan tinggi maka tuntutan peran dalam keluarga akan menjadi melemah karena kurang adanya kesempatan untuk melaksanakan tugas sebagai ibu rumah tangga. Hal tersebut akan menjadikan individu mengalami work-family conflict yang tinggi.

Role overload terjadi ketika keseluruhan tuntutan terhadap energi dan waktu yang berhubungan dengan aktivitas yang ditentukan dari kedua peran terlalu besar sehingga sulit untuk melakukan peran-peran yang ada secara adekuat dan menyenangkan. Jika role overload pada pekerjaan tinggi, tanggung jawab sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang mengharuskan bekerja lembur atau menghabiskan akhir pekan untuk bekerja akan mengakibatkan tuntutan untuk meluangkan waktu bersama keluarga berkurang dimana buruh pabrik wanita akan lebih memilih untuk langsung beristirahat setibanya dirumah dan tidak sempat meluangkan waktunya untuk berkomunikasi dengan keluarga. Sebaliknya, jika role overload dalam peran sebagai ibu rumah tangga tinggi seperti harus menyiapkan makanan, membersihkan rumah bahkan sampai mengantar atau menjemput anak ke sekolah akan mengakibatkan tuntutan dalam pekerjaan melemah, sehingga buruh pabrik wanita mengalami keterlambatan hadir sesuai jadwal kerja bahkan dapat menyebabkan absen untuk bekerja. Hal tersebut akan menjadikan individu


(34)

Job or family control (Shehadeh & Shain, 1990 dalam Korabik 2002) menjelaskan bahwa kontrol berkaitan dengan pengertian sejauh mana individu memiliki kendali terhadap cara kerjanya sehari-hari. Semakin rendah kontrol artinya individu semakin tidak dapat menentukan cara kerjanya sendiri. Kontrol ini dapat berasal dari peran keluarga sebagai ibu rumah tangga atau peran pekerjaan sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek. Jika individu dapat mengontrol dalam membagi waktu dari kegiatannya sehari-hari, antara pekerjaan dan peran sebagai ibu rumah tangga akan meminimalisir terjadinya work-family conflict yang tinggi. Sebaliknya, jika dalam pekerjaan sebagai buruh pabrik wanita tidak dapat dikontrol dengan baik, akan menjadikan tuntutannya dalam peran keluarga melemah dan menjadikan individu mengalami work-family conflict yang tinggi.

Bagi buruh pabrik wanita bagian soring di PT. “X” Rancaekek kontrol ini dapat pula berasal dari cara individu menentukan sikap atau tingkah laku dalam mengerjakan tanggung jawab yang dimiliki dari masing-masing peran. Jika individu dapat membagi waktu sebaik mungkin dan bekerja dengan konsentrasi yang penuh akan meminimalisir terjadinya work-family conflict yang tinggi karena individu mampu menyelesaikan target produksi perusahaan sesuai dengan waktu yang ditentukan dan dapat segera pulang untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Sebaliknya, jika individu kurang dapat mengontrol cara bersikap pada saat bekerja dapat menjadikan waktu pada saat bekerja lebih banyak terkuras sehingga lalai dalam mengejar target dan harus mengambil


(35)

Arah WIF dapat menyebabkan efek positif pada kepuasan dalam keluarga dan pernikahan yang akan dialami oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek seperti adanya toleransi keterlambatan dan ketidakhadiran yang diberikan pihak perusahaan kepada individu. Arah FIW dapat memberikan efek positif pada kepuasan kerja buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek seperti adanya dukungan dari keluarga pada saat individu melakukan pekerjaannya sebagai buruh pabrik. Semua efek positif yang muncul tersebut dapat ditanggulangi dengan baik tanpa harus memengaruhi hasil kerja atau kinerjanya sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek.

Arah WIF dapat menyebabkan efek negatif pada kepuasan dalam keluarga dan pernikahan yang akan dialami oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek karena adanya tuntutan di pekerjaan seperti waktu lembur yang tidak dapat ditolak oleh individu dan target perusahaan yang terkadang memberatkan. Arah FIW dapat memberikan efek yang negatif pada kepuasan kerja dan turnover pada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek karena aktivitas keluarga menghambat pemenuhan tersebut seperti suami yang melarang individu untuk bekerja lembur dan anak yang sakit tetapi tidak ada yang dapat merawat selain individu sendiri. Semua efek negatif yang muncul dapat mempengaruhi hasil kerja atau kinerja sehari-hari sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek.


(36)

1.1Bagan Kerangka Pemikiran Dukungan (Support)

Work Support Family Support

Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek

Work-Family Conflict

(WFC)

Tinggi

Rendah

Tuntutan (Demand) Role Involvement

- Role Involvement Work - Role Involvement Family Role Overload

- Role Overload Work - Role Overload Family Control

- Control Work - Control Family

Dimensi WFC WIF : 1. Time-based WIF

2. Strain-based WIF 3. Behavior-based WIF

FIW: 1. Time-based FIW 2. Strain-based FIW 3. Behavior-based FIW


(37)

1.6Asumsi Penelitian

Berdasarkan kerangka pikir di atas, peneliti memiliki asumsi penelitian sebagai berikut :

1. Buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek memiliki tuntutan (demand) yang terdiri atas role involvement, role overload dan job or family control.

2. Work-family conflict yang dialami oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek dipengaruhi oleh faktor dukungan (support) yang terdiri dari work support dan family support.

3. Work-family conflict yang dialami oleh buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek dapat dilihat dari enam dimensi yaitu : Time-based WIF, yaitu konflik yang terjadi berdasarkan waktu

hadir karena waktu yang dipergunakan untuk aktivitas dalam pekerjaan sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek tidak dapat dicurahkan untuk aktivitas dalam perannya sebagai ibu rumah tangga di keluarga.

Strain-based WIF, yaitu konflik berdasarkan tegangan yang terjadi karena adanya tegangan secara fisik atau psikisyang ditimbulkan dari pekerjaan sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek menyulitkan usaha pemenuhan tuntutan dalam perannya sebagai ibu rumah tangga di keluarga. Behavior-based WIF, yaitu konflik karena adanya pola-pola


(38)

buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek mempunyai kemungkinan mengalami ketidakcocokan dengan harapan dari perannya sebagai ibu rumah tangga di keluarga. Time-based FIW, yaitu konflik yang terjadi berdasarkan waktu

hadir karena waktu yang dipergunakan untuk aktivitas sebagai ibu rumah tangga di keluarga tidak dapat dicurahkan untuk aktivitas dalam perannya di pekerjaan sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek.

Strain-based FIW, yaitu konflik berdasarkan tegangan yang terjadi karena adanya tegangan secara fisik atau psikisyang ditimbulkan dari perannya sebagai ibu rumah tangga di keluarga menyulitkan usaha pemenuhan tuntutan peran di pekerjaan sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek.

Behavior-based FIW, yaitu konflik karena adanya pola-pola khusus dari perilaku yang berkaitan dengan perannya sebagai ibu rumah tangga di keluarga mempunyai kemungkinan mengalami ketidakcocokan dengan harapan dari perannya di pekerjaan sebagai buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek.


(39)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagian besar karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek mengalami work-family conflict yang tinggi.

2. Sebagian besar karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang mengalami work-family conflict tinggi, menghayati arah family interference work (FIW) yang lebih dominan. Hal tersebut menjelaskan bahwa konflik yang bersumber atas pemenuhan tuntutan peran keluarga dapat mengakibatkan timbulnya gangguan terhadap pemenuhan atas tuntutan pekerjaan, sehingga individu lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga yang mengakibatkan pekerjaannya cenderung terbengkalai.

3. Hasil tabulasi silang work-family conflict yang dimiliki karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek adalah tinggi, baik dilihat dalam keseluruhan gambaran umum responden, data penunjang dan hasil penelitian setiap dimensi.

4. Di samping data demografi (usia, alasan bekerja, total masa kerja dan lama menikah), faktor-faktor yang memiliki keterkaitan dengan derajat WFC


(40)

“X” Rancaekek adalah tempat tinggal, anggota keluarga yang tinggal bersama, usia anak terkecil dan waktu tempuh dari rumah ke pabrik.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai variabel work-family conflict, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan rujukan untuk memperkaya pemahaman work-family conflict.

2. Disarankan pula untuk menggali hasil lebih dalam mengenai dimensi-dimensi dari work-family conflict sehingga tergambar jelas mengenai hasil penelitian dan melihat pula faktor-faktor yang mendukung yaitu dukungan dan tuntutan yang dilihat dari pekerjaan ataupun keluarga. 3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai variabel

work-family conflict pada buruh pabrik, disarankan untuk meneliti hubungan work-family conflict dengan performance kerja.

4. Disarankan pula untuk menyesuaikan dan menspesifikan data penunjang demografis dengan karakteristik dari sampel yang akan diteliti.

5.2.2 Saran Praktis

1. Kepada kepala divisi bagian sorting di PT. “X” Rancaekek, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan pembinaan secara langsung kepada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X”


(41)

hal positif dan mengetahui skala prioritas antara peran dalam pekerjaan ataupun keluarga sehingga buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek dapat maksimal dalam bekerja dan dapat meminimalisir terjadinya work-family conflict.

2. Kepada team leader bagian sorting di PT. “X” Rancaekek, disarankan untuk memberikan perhatian secara langsung kepada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek dengan cara memberikan dukungan secara moril.

3. Kepada karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang menghayati derajat work-family conflict tinggi, disarankan untuk mencari dukungan dari lingkungan sekitarnya, baik dalam ruang lingkup pekerjaan ataupun keluarga sehingga dapat membantu meringankan dan meminimalisir terjadinya work-family conflict.

4. Disarankan pula kepada karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang menghayati derajat work-family conflict tinggi, agar lebih dapat membagi waktu dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai karyawan buruh pabrik ataupun sebagai ibu rumah tangga sehingga dapat menjalankan ke dua peran yang ada sebaik mungkin dan dapat menjalani tanggung jawab dengan setara.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, J. H. D. Cieri, & R. D. Iverson. 1998. Costing Turnover : Implication of Work-Family Conflict at Gender Level. Asia Pasific Journal. Vol. 36 No. 1, pp. 25-43.

Apperson, et al. 2002. Women Managers and the Experience of Work-Family Conflict.

Carlson, D.S., Parrewee, P.L. 1999. The Role of Social Support in the Stressor Strain Relationship : An Examination of Work-Family Conflict, Journal of Management. No. 25, pp. 513-540.

Duvall, E. M., & Miller B. C. 1985.Marriage and Family Development (5thed.) New York : Harper & Row, Publishers.

Frone, M. R. Russell, M. L., Cooper. 1994. Antecendents and Outcomes of Work-Family Conflict : Testing a Model of The Work-Work-Family Interface, Journal of Applied Psychology. Vol. 77 No. 1, pp. 65-75.

Frone, M. R. 2000. Work-Family Conflict and Employee Psychiatric Disorders :The National Comorbidity Survey, Journal of Applied Psychology, pp. 888-895.

Grant, Vallone, E. J., & Donaldson, S. I. 2001. Consequences of work-family conflict on employee well-being over time.

Greenhaus, Jeffrey H., Nicholas J. Beutell, Sources of Conflict between Work and Family Rules. The Academy of Management Review. Vol. 10 No. 1, Januari 1985, pp. 76-88.


(43)

Korabik, Karen, Donna S Lero, Denise L. Whitehead. 2002. Handbook of Work-Family Integration. Canada : Academic Press.

Kumar, R. 2009. Research Methodology : A Step-By-Step Guided for Beginners. New Delhi : SAGE Publications.

Santrock, J. W. 1999. A Topical Approach to Life Span Development. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.

Santrock. J. W. 2002. Life Span Development. Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Edisi 5.

Syafa’at, Rachmad. 2008. Gerakan Buruh dan Pemenuhan Hak Dasarnya, Strategi Buruh dalam Melakukan Advokasi. Malang : In-Trans Publishing.


(44)

DAFTAR RUJUKAN

Dwiputri, Agustine. 2011. Perempuan, Kerja dan Keluarga.

(http://female.kompas.com/read/2011/04/03/10300755/Perempuan.Kerja.dan. Keluarga, diakses pada tanggal 3 April 2011)

Fakultas Psikologi. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

Krisnawati, Riska. 2003. Kesejahteraan Subjektif Buruh Pabrik : Studi Deskriptif pada Buruh PT. “X” Kabupaten Bogor. Skripsi : Program Sarjana Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja. 2011.

(http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com.docman&Ite mid=68)

Regar, Felix. 2013. Latar Belakang Work-Family Conflict.

(http://felixregar.blogspot.com/2013/08/latar-belakang-work-family-conflict.html, diakses pada tanggal 25 Agustus 2013)

Simanungkalit, Novalina Gloria. 2007. Skripsi : Work-Family Conflict. Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Wikipedia. 2014. Buruh. (http://id.wikipedia.org/wiki/Buruh, diakses pada tanggal 16 Juli 2014)

Yahya, Muhammad Zarfi. 2013. Tesis : Profil Buruh Pabrik Teh PT. “X” di Slawi Kabupaten Tegal : Studi Tentang Perspektif Gender pada Buruh Perempuan :


(1)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagian besar karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek mengalami work-family conflict yang tinggi.

2. Sebagian besar karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang mengalami work-family conflict tinggi, menghayati arah family interference work (FIW) yang lebih dominan. Hal tersebut menjelaskan bahwa konflik yang bersumber atas pemenuhan tuntutan peran keluarga dapat mengakibatkan timbulnya gangguan terhadap pemenuhan atas tuntutan pekerjaan, sehingga individu lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarga yang mengakibatkan pekerjaannya cenderung terbengkalai.

3. Hasil tabulasi silang work-family conflict yang dimiliki karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek adalah tinggi, baik dilihat dalam keseluruhan gambaran umum responden, data penunjang dan hasil penelitian setiap dimensi.

4. Di samping data demografi (usia, alasan bekerja, total masa kerja dan lama menikah), faktor-faktor yang memiliki keterkaitan dengan derajat WFC yang dihayati oleh karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT.


(2)

“X” Rancaekek adalah tempat tinggal, anggota keluarga yang tinggal bersama, usia anak terkecil dan waktu tempuh dari rumah ke pabrik.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai variabel work-family conflict, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan rujukan untuk memperkaya pemahaman work-family conflict.

2. Disarankan pula untuk menggali hasil lebih dalam mengenai dimensi-dimensi dari work-family conflict sehingga tergambar jelas mengenai hasil penelitian dan melihat pula faktor-faktor yang mendukung yaitu dukungan dan tuntutan yang dilihat dari pekerjaan ataupun keluarga. 3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti mengenai variabel

work-family conflict pada buruh pabrik, disarankan untuk meneliti hubungan work-family conflict dengan performance kerja.

4. Disarankan pula untuk menyesuaikan dan menspesifikan data penunjang demografis dengan karakteristik dari sampel yang akan diteliti.

5.2.2 Saran Praktis


(3)

91

hal positif dan mengetahui skala prioritas antara peran dalam pekerjaan ataupun keluarga sehingga buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek dapat maksimal dalam bekerja dan dapat meminimalisir terjadinya work-family conflict.

2. Kepada team leader bagian sorting di PT. “X” Rancaekek, disarankan untuk memberikan perhatian secara langsung kepada buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek dengan cara memberikan dukungan secara moril.

3. Kepada karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang menghayati derajat work-family conflict tinggi, disarankan untuk mencari dukungan dari lingkungan sekitarnya, baik dalam ruang lingkup pekerjaan ataupun keluarga sehingga dapat membantu meringankan dan meminimalisir terjadinya work-family conflict.

4. Disarankan pula kepada karyawan buruh pabrik wanita bagian sorting di PT. “X” Rancaekek yang menghayati derajat work-family conflict tinggi, agar lebih dapat membagi waktu dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai karyawan buruh pabrik ataupun sebagai ibu rumah tangga sehingga dapat menjalankan ke dua peran yang ada sebaik mungkin dan dapat menjalani tanggung jawab dengan setara.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, J. H. D. Cieri, & R. D. Iverson. 1998. Costing Turnover : Implication of Work-Family Conflict at Gender Level. Asia Pasific Journal. Vol. 36 No. 1, pp. 25-43.

Apperson, et al. 2002. Women Managers and the Experience of Work-Family Conflict.

Carlson, D.S., Parrewee, P.L. 1999. The Role of Social Support in the Stressor Strain Relationship : An Examination of Work-Family Conflict, Journal of Management. No. 25, pp. 513-540.

Duvall, E. M., & Miller B. C. 1985.Marriage and Family Development (5thed.) New York : Harper & Row, Publishers.

Frone, M. R. Russell, M. L., Cooper. 1994. Antecendents and Outcomes of Work-Family Conflict : Testing a Model of The Work-Work-Family Interface, Journal of Applied Psychology. Vol. 77 No. 1, pp. 65-75.

Frone, M. R. 2000. Work-Family Conflict and Employee Psychiatric Disorders :The National Comorbidity Survey, Journal of Applied Psychology, pp. 888-895.

Grant, Vallone, E. J., & Donaldson, S. I. 2001. Consequences of work-family conflict on employee well-being over time.


(5)

93

Korabik, Karen, Donna S Lero, Denise L. Whitehead. 2002. Handbook of Work-Family Integration. Canada : Academic Press.

Kumar, R. 2009. Research Methodology : A Step-By-Step Guided for Beginners. New Delhi : SAGE Publications.

Santrock, J. W. 1999. A Topical Approach to Life Span Development. New York : McGraw-Hill Companies, Inc.

Santrock. J. W. 2002. Life Span Development. Jilid 2. Jakarta : Erlangga. Edisi 5.

Syafa’at, Rachmad. 2008. Gerakan Buruh dan Pemenuhan Hak Dasarnya, Strategi Buruh dalam Melakukan Advokasi. Malang : In-Trans Publishing.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Dwiputri, Agustine. 2011. Perempuan, Kerja dan Keluarga.

(http://female.kompas.com/read/2011/04/03/10300755/Perempuan.Kerja.dan.

Keluarga, diakses pada tanggal 3 April 2011)

Fakultas Psikologi. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.

Krisnawati, Riska. 2003. Kesejahteraan Subjektif Buruh Pabrik : Studi Deskriptif pada Buruh PT. “X” Kabupaten Bogor. Skripsi : Program Sarjana Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

Persentase Perempuan dalam Angkatan Kerja. 2011.

(http://www.menegpp.go.id/aplikasidata/index.php?option=com.docman&Ite

mid=68)

Regar, Felix. 2013. Latar Belakang Work-Family Conflict.

(

http://felixregar.blogspot.com/2013/08/latar-belakang-work-family-conflict.html, diakses pada tanggal 25 Agustus 2013)

Simanungkalit, Novalina Gloria. 2007. Skripsi : Work-Family Conflict. Bandung : Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Wikipedia. 2014. Buruh. (http://id.wikipedia.org/wiki/Buruh, diakses pada tanggal 16 Juli 2014)