Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aktor, Proses, dan DampakReformasi Birokrasi: studi kasus di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga T2 092012014 BAB V

BAB V
REFORMASI BIROKRASI : DI KANTOR
PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KOTA
SALATIGA
Perpustakaan dan Arsip
Sebagai gambaran awal perlu kiranya menjabarkan apa yang
dimaksud dengan perpustakaan dan arsip, sebab bagi seseorang yang
asing terhadap kedua hal tersebut sering mengesankan bahwa
perpustakaan dan arsip merupakan sebuah tempat yang tidak menarik
untuk dikunjungi, oleh karena itu sebagai permulaan ada baiknya
penulis menjabarkan lebih lanjut mengenai perpustakaan dan arsip.
Perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi, sumber
ilmu pengetahuan, penelitian, rekreasi, pelestarian khasanah bangsa,
serta berbagai layanan jasa lainnya. Pada prinsipnya perpustakaan
mempunyai tiga kegiatan pokok (ensiklopedia amerikana, vol 17, 1991
dalam Sutarno NS);
1. Mengumpulkan (to collect) semua informasi yang sesuai dengan
bidang kegiatan dan misi lembaganya dan masyarakat yang
dilayani.
2. Melestarikan dan memelihara merawat seluruh koleksi
perpustakaan agar tetap dalam keadaan baik, utuh, layak pakai baik

karena pemakaian ataupun usianya (to preserve).
3. (to make available) menyediakan untuk siap dipergunakan dan
diberdayakan atas seluruh sumber informasi dan koleksi yang
dimiliki perpustakaan, bagi para pemakainya
Undang-Undang Perpustakaan No. 43 Tahun 2007
menyebutkan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi
karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional
dengan sistem baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

30

Perpustakaan adalah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung,
ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku
dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan
tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual (SulistyoBasuki 1991: 3).
Menurut Sutarno NS (2003) keberadaan perpustakaan
dimaksudkan untuk:
1. Mengumpulkan data, maksudnya perpustakaan mempunyai
kegiatan yang terus menerus untuk menghimpun sumber

informasi untuk dikoleksi;
2. Mengolah atau memproses semua bahan pustaka, dengan metode
tertentu seperti registrasi, klasifikasi, katalogisasi, baik manual
maupun menggunakan sarana teknologi informasi, pembuatan
perlengkapan lain agar semua koleksi mudah digunakan;
3. Menyimpan dan memelihara, artinya kegiatan mengatur,
menyusun, menata, merawat agar koleksi rapi, awet, utuh,
lengkap, mudah diakses, tidak mudah rusak, hilang dan berkurang;
4. Sebagai salah satu pusat informasi, sumber belajar, penelitian dan
rekreasi;
5. Membangun tempat informasi yang lengkap bagi pengembangan
pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perilaku/sikap
(attitude);
6. Merupakan agen perubahan dan agen kebudayaan dari masa lalu,
sekarang dan masa depan.
Sebagaimana Perpustakaan, Kearsipan juga diatur tersendiri
dalam Undang-Undang Kearsipan No. 43 Tahun 2009 yang
menyebutkan bahwa Arsip merupakan rekaman kegiatan atau
peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan

diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga
pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan,
dan perseorangan pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Tujuannya meliputi:

31

a.

b.

c.

d.

e.

f.

Menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh

lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan,
perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan
perseorangan, serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan
nasional;
Menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai
alat bukti yang sah serta menjamin terwujudnya pengelolaan arsip
yang andal dan pemanfaatan arsip sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
Menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak
keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip
yang autentik dan terpercaya;
Mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional sebagai suatu
sistem yang komprehensif dan terpadu serta menjamin
keselamatan
dan
keamanan
arsip
sebagai
bukti
pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara;
Menjamin keselamatan aset nasional dalam bidang ekonomi,
sosial, politik, budaya, pertahanan, serta keamanan sebagai
identitas dan jati diri bangsa; dan
Meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan
pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya.

Kondisi Organisasi Pra Perubahan
Sebelum tahun 2008, perpustakaan dan arsip hanya menjadi
pelengkap pada beberapa lembaga teknis yang ada. Perpustakaan dan
arsip pernah menjadi Sub Bagian Perpustakaan yang berada di bawah
Bagian Hukum dan Organisasi dan Tata Laksana, kemudian dialihkan
ke Bagian Organisasi menjadi Sub Bagian Perpustakaan. Karenanya tak
salah bila dikatakan bahwa perpustakaan dan arsip itu hanya gerbong
tambahan. Bahkan sekitar tahun 2000 pemerintah Kota Salatiga pernah
menolak ketika pemerintah pusat berniat memberi bantuan berupa

32

mobil perpustakaan keliling, seperti diceritakan oleh Heru Susanto SE,

Kepala Seksi Perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
Kota Salatiga. Susanto menuturkan:

“Perpus keliling wis ono wiwit walikota Salatiga dipimpin Pak
Abdul Rahman sekitar tahun 2000 nanging sebab ora ono biaya
njuk ditolak lan dialihkan ning Purworejo mergo ono beberapa
data sekolah sing ora mampu.”
Pada medio 2010 sampai 2011 Kantor Perpustakaan dan Arsip
Daerah Kota Salatiga menempati 3 gedung. Pertama bangunan eks
Kantor Pariwisata, Kesenian dan Kebudayaan Kota Salatiga di Jalan Adi
Sucipto No 7 yang digunakan sebagai Kantor Administrasi. Kedua,
gedung Eks Dinas Sosial di Jalan Diponegoro No 37 sebagai gedung
pelayanan dan sirkulasi peminjaman koleksi buku perpustakaan dan
yang ketiga adalah gedung eks dinas penerangan yang kemudian
dimanfaatkan sebagai depo arsip.
Lokasi perpustakaan yang berpindah-pindah menjadi kendala
tersendiri. Susanto menambahkan:

“Saat lokasi perpustakaan berada di depan BRI pengunjungnya
cukup lumayan, sebab ketika jam pulang sekolah banyak

pelajar yang mampir. Berbeda jauh dengan ketika perpustakaan
bertempat di Jl. Diponegoro. Saat itu perpustakaan menjadi sepi
pengunjung karena lokasinya yang berada di bawah jalan dan
jadi tidak terlihat”.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui
pentingnya perbaikan sarana dan infrastrukturnya. Diketahui bahwa
sampai 2010 jumlah koleksi buku di Perpustakaan Salatiga hanya
18.662 eksemplar, ditata di rak-rak yang tingginya dan panjangnya
tidak sejajar. Sarana prasarana kearsipan juga nyaris serupa. Hanya ada

33

2 filling cabinet dan 2 mobile file di Kantor yang menangani urusan
kearsipan. Lebih lanjut Ign Bagus Indarto menjelaskan :

“Dulu memang kesan arsip itu kumal, berdebu, semrawut.
Paradigma pemahaman dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah) sendiri tentang pentingnya arsip juga masih sangat
rendah, terkadang pengiriman berkas dilakukan dalam bentuk
karungan, bahkan hanya berkas yang tidak ada nilai gunanya,

semacam undangan. Bahkan pembinaan dari SKPD pun dirasa
kurang optimal karna kurangnya perhatian penuh terhadap
penanganan masalah kearsipan.”

Kapasitas dan Kualitas Sumber Daya Manusia
Berkaitan dengan kapasitas dan kualitas Sumber Daya Manusia
yang ada di KPAD, Kasi Arsip Daerah Indarto SE, AMd, SE
menjelaskan :

“Sekarang kita punya 2 orang dari DIII arsiparis. Dari dulu
kuotanya memang segitu. Jumlah orangnya tidak bertambah
tapi latar belakang pendidikannya dan pekerjaannya
bertambah. Tujuan yang harus dilayanipun semakin komplek.
Cuma yang terjadi sekarang SDMnya belum ditempatkan sesuai
fungsinya, akan tetapi secara jumlah tetap saja masih kurang.
Ini dikarenakan KPAD menangani sekitar 60 Satuan Kerja di
wilayah Pemerintah Kota Salatiga, apalagi nanti masih
ditambah dengan sekitar 155 sekolah yang selama ini belum
tercover oleh KPAD”.
Hal tersebut dibenarkan oleh Shakti, S.Sos selaku Bina

Perpustakaan dan Kearsipan :

34

“Aktor KPAD masih jauh dari kata “profesional” sebab aktoraktor yang punya pemikiran konseptual di bidang perpustakaan
dan kearsipan masih minim, kita butuh aktor-aktor yang punya
background pendidikan S1 Kearsipan dan Perpustakaan,
ataupun peningkatan melalui workshop, bimbingan teknik dan
diklat fungsional dalam bidang yang diperlukan.”
Pernyataan akan kebutuhan pegawai juga diungkapkan Kepala
Sub Bagian Tata Usaha Sri Hartani, SH, MM :

“Memang kalau secara jumlah belum mencukupi, bisa kita lihat
dari analisis jabatan tahun 2012. Kita ini masih kekurangan 21
pegawai, dengan rincian S1 Arsiparis 2 orang, DIII Arsiparis 5
orang, S1 perpustakaan 5 orang, dan DIII perpustakaan 9 orang.
Kebutuhan akan pegawai itu sementara kita siasati dengan
Tenaga Harian Lepas (THL). Sebenarnya kita berharap mereka
ini nantinya bisa diangkat (menjadi PNS), karena secara
kualitas pekerjaan, sikap dan karakter mereka kita sudah kenal

betul, akan tetapi secara aturan kan tidak memungkinkan”
Pesatnya perkembangan pelayanan perpustakaan memang
sesuai dengan apa yang diinginkan, tetapi ini juga menjadi persoalan
tersendiri bagi KPAD karena terbatasnya personil yang dimiliki. Agus
Parmadi mencoba mensiasati keterbatasan personel ini dengan
membuat terobosan dalam melaksanakan pelayanan kepada
masyarakat, atas seijin kepala daerah beliau meminta tambahan
personel berupa Tenaga Harian Lepas atau Tenaga Kontrak yang
berlatar belakang DII, DIII dan S1 perpustakaan sejumlah 6 orang di
samping Tenaga Kontrak yang lain semacam Satpam dan tenaga
kebersihan. Dalam satu kesempatan Agus Parmadi menjelaskan :

“SDM yang ada saat ini, saya bisa mengacungkan jempol, dan
mindset yang ada sekarang sudah berubah, dibandingakn
dengan mindset SDM pada waktu kita belum punya sarana
prasarana ini, karena apa, image dari pegawai, kalau dulu orang

35

yang mau ke perpustakaan, image nya sudah macam-macam,

tetapi kalo sekarang, orang kalo mau dipindah ke perpustakaan
harus siap untuk bekerja.”

Tuntutan Eksternal Untuk Perubahan
Perspektif sentralisasi yang berpusat di Jakarta sudah bergeser
menjadi era otonomi daerah. Konsekuensinya pelayanan publik harus
lebih dekat dan menjadi tidak berjarak dengan masyarakat sehingga
kemudahan dalam hal akses ke fasilitas pelayanan publik menjadi
mutlak.
Masyarakat sekarang sudah bosan dengan pelayanan publik
yang tidak responsif, lamban dan berbelit-belit. Kemudahan dalam
akses informasi menjadikan mereka kritis terhadap perilaku birokrat
yang menempatkannya sebagai obyek dan belum dianggap sebagai
partner. Media sosial menjadi umum dalam melampiaskan kekecewaan
dengan mengkritisi kinerja birokrasi.
Media massa seperti surat kabar juga menjadi efektif sebagai
alat kontrol untuk menggiring pelayanan publik berjalan sesuai rel
yang sudah ditetapkan. Isu yang diangkat media massa seputar
pelayanan publik biasanya akan direspon lebih cepat oleh aparatur
pemerintah, meski terkadang membutuhkan waktu yang cukup dalam
hal eksekusi.
KPAD sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di
Pemerintah Kota Salatiga yang melakukan pelayanan publik kepada
masyarakat pun berbenah seiring tuntutan masyarakat untuk
menyediakan pelayanan perpustakaan dan kearsipan di Kota Salatiga.
Perubahan yang paling terlihat adalah gedung pelayanan perpustakaan
baru yang sangat representatif.
Keberadaan perpustakaan dengan gedung pelayanan yang baru
ini sebenarnya masih bisa dikembangkan untuk menjadi semacam

36

“landmark” di Kota Salatiga. Heru Susanto, SE Kasi Perpustakaan di
KPAD yang mengatakan :

“Perpustakaan tidak lain dari "tempat rekreasi", kita juga bisa
menambahkan taman bermain untuk menarik minat
masyarakat Salatiga dan daerah sekitar seperti Kabupaten
Semarang dan Boyolali untuk berkunjung dan betah berlamalama di perpustakaan. Cuma kendalanya di persoalan anggaran,
birokrasi yang terkadang masih panjang dan rumit”
Kesadaran masyarakat akan pentingnya arsip akhirnya juga
menjadi pendorong perubahan di internal KPAD itu sendiri. Ini
dibuktikan dengan banyaknya permintaan untuk mendampingi
pengelolaan arsip baik di SKPD maupun dari BUMD yang ada di Kota
Salatiga. Ini seperti yang disampaikan Kepala Seksi Arsip Ign Bagus
Indarto SWE, A.Md, SE :

“Supervisi dan pembinaan di KPAD meliputi pembinaan dan
pendampingan ke BUMD (Badan Usaha Milik Daerah)
termasuk kemudian SKPD dan sekolah. Selain itu kita juga
pernah melakukan pendampingan pengelolaan kearsipan
dengan Bank Salatiga. Ini merupakan bagian tuntutan eksternal
yang muncul dan mau tidak mau kita harus siap.”
Berbeda dengan sarana pelayanan perpustakaan yang sudah
terhitung modern, kondisi Depo Arsip di daerah Ngawen sedikit
memprihatinkan. Menempati gedung eks Dinas Koperasi, bangunan
Depo Arsip ini lebih terkesan mirip gudang ketimbang sebagai sarana
penyimpanan arsip. Ini juga menjadi keprihatinan sendiri bagi Ign
Bagus Indarto dan staf nya di KPAD Kota Salatiga, sebagai lembaga
pengelola kearsipan untuk menyimpan dan menyelamatkan
keberadaan arsip itu sendiri.

“Melihat kondisi fisik bagunan Depo Arsip di Ngawen cukup
memprihatinkan dan perlu diperbaiki. Untuk sarana prasarana

37

dalam hal ini bangunan gedung arsip memang kurang sekali
dan jauh tertinggal dari gedung perpustakaan yang sudah
sangat representatif, meskipun kalau dilihat dari struktur
organisasi sebenarnya pergerakannya sama-sama eksis dan
saling melengkapi. Depo Arsip itu sendiri seharusnya
mempunyai standar tertentu terkait dengan keamanan dan
kualitas arsip. Gedung yang selama ini difungsikan sebagai
sarana penyimpan arsip sebenarnya masih sangat jauh dari
standar yang ada, padahal ini juga menjadi tuntutan dari SKPD
yang menitipkan arsipnya di KPAD. Jadi sementara ini kita
baru bisa mengantisipasi kerusakan arsip dan lingkungan
penyimpanan arsip dengan termite control, rodent control dan
fumigasi. Belum lagi kalau berbicara tentang teknologi
informasi, untuk server, untuk sewa link itu kan juga perlu
anggaran. Dan satu hal lagi, pemerintah pusat melalui Arsip
Nasional mempunyai JIKN (Jaringan Informasi Kearsipan
Nasional), sudah di launching mungkin ya, tapi kita kan belum
dapat surat edaran tentang program ini. Padahal dengan adanya
JIKN itu, kita juga harus sudah membentuk JIKD (Jaringan
Informasi Kearsipan Daerah) yang pusatnya di KPAD.”
Perkembangan teknologi informasi yang pesat juga menjadikan
KPAD berbenah dengan cepat, antara lain dengan mengadopsi sistem
otomasi untuk pelayanan perpustakaan dengan mengunakan SLIMS
(Senayan Library Management System) dan sekaligus menyiapkan
aktor yang ada untuk mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut.
Hal lain yang dilakukan adalah dengan melakukan monitoring dan
pembinaan perpustakaan baik di lingkup perpustakaan sekolah,
perpustakaan masyarakat dan perpustakaan di rumah ibadah. Seperti
yang disampaikan Kepala Seksi Bina Perpustakaan dan Kearsipan
Rinaldi Anggoro Shakti S.Sos :

“Berbicara mengenai perpustakaan dan arsip tidak hanya
tentang persoalan teknis saja, ada banyak hal lain juga.

38

Misalnya tentang IT, kerjasama dengan lembaga lain,
pembinaan SDM maupun minat baca masyarakat. Hal tersebut
tidak bisa dijawab hanya dengan membangun sebuah gedung.
Taruhlah berbicara pendidikan, perpustakaan juga merupakan
bidang pendidikan yang dapat dilihat dari ukuran kualitatif,
yaitu sejauh mana memiliki pengaruh terhadap masyarakat.
Bukan hanya perpustakaan saja tetapi kearsipan juga. Kita juga
harus mampu merencanakan semua itu dengan membuat
maping terkait dengan pembinaan, monitoring dan evaluasi,
sehingga pelayanan itu dinamis sesuai dengan perkembangan.”
Pelayanan publik yang mudah, murah dan cepat adalah
berbicara tentang apa-apa yang secara umum diinginkan oleh
masyarakat, baik dari segi sarana prasarana yang disediakan serta
bagaimana cara “aktor” memberikan pelayanan itu sendiri. Tuntutan
dari masyarakat menjadi perhatian bagi KPAD, seperti yang
disampaikan Agus Parmadi PT SE MSi :

“Komitmen berubah lebih baik menjadi awal dari semua, yang
pertama merubah mindset pegawai, dari “sekedar” melayani,
menjadi sepenuh hati melayani, konsekuensinya sanggup
memberikan pelayanan selama tujuh hari dalam satu minggu.
Di bulan-bulan awal banyak kritikan masuk di kotak saran, tapi
dengan berjalannya waktu, kritik itu sudah berkurang. Yang
bertambah justru request buku, permintaan buku, judul-judul
buku, yang diinginkan oleh masyarakat, ini kita akomodir.
Hasilnya kita mendapat progres prestasi dalam kurun 1 tahun.
Diantaranya Juara pelayanan publik tingkat kota dan juara
pelayanan perpustakaan tingkat Jateng. kalau dulu di ranking
30 dari 35 kabupaten / kota di Jawa Tengah sekarang sudah
masuk 5 besar bahkan sekarang sudah mengalahkan SKPD
pelayanan umum lainnya.”

39

Aktor dan Perubahan
Kantor KPAD Kota Salatiga saat ini mempunyai pegawai
berjumlah 34 orang terdiri dari 24 orang Pegawai Negeri Sipil dan 10
orang Tenaga Harian Lepas. Pegawai yang ada di KPAD berangkat dari
background pendidikan yang bermacam-macam dan bukan hanya dari
ranah perpustakaan dan kearsipan. Pegawai Negeri Sipil yang
mempunyai latar belakang pendidikan perpustakaan dan kearsipan
hanya berjumlah 6 orang. Ini yang kemudian disiasati dengan merekrut
Tenaga Harian Lepas berpendidikan ilmu perpustakaan. Sri Hartani,
SH, MM selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha menjelaskan :

“Aktor penggerak perubahan sudah lumayan baik. Kita
memiliki staff PNS sebanyak 4 orang dengan background
pendidikan perpustakaan dan kearsipan. Ini masih kita tambah
dengan 6 orang Tenaga Harian Lepas, 2 orang DII
perpustakaan, 1 orang D3 perpustakaan dan 3 orang S1
perpustakaan. Basic pendidikan yang dimiliki, teman-teman ini
mempunyai kapasitas dan kompetensi untuk melaksanan tugastugas teknis yang berkaitan dengan perpustakaan dan
kearsipan. Persoalannya teman-teman PNS ini belum menjadi
Fungsional Khusus perpustakaan dan atau kearsipan, bisa jadi
ini terkait dengan kesejahteraan Jabatan Fungsional Khusus
yang masih rendah, sehingga belum diarahkan secara spesifik
untuk menangani urusan kearsipan dan perpustakaan.
Berbicara SDM memang kita kurang, bukan hanya secara
jumlah, secara kualitas juga, tapi kan akhirnya kita harus
berangkat dari yang ada. Kelemahan juga terdapat dalam
maintainance untuk kunjungan perpustakaan, selama ini kita
belum bisa memberikan semacam tour guide, makanya ke
depan coba untuk diperbaiki dengan meningkatkan kualitas
SDM.”

40

Keterbatasan akan pegawai yang mempunyai kompetensi
kearsipan dan perpustakaan juga sudah disampaikan ke instansi yang
menangani dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah Kota Salatiga.
KPAD menyadari bahwa pegawai yang mempunyai kompetensi bidang
yang sesuai, mampu memicu perubahan lebih cepat, ini dikarenakan
ketika pegawai melakukan interaksi dengan SKPD baik dalam
melakukan pembinaan, maupun pendampingan, proses adaptasinya
dan transfer ilmu pengetahuannya akan lebih cepat. Persoalan ini
sebenarnya juga sudah disadari oleh Agus Parmadi PT selaku Kepala
Kantor KPAD :

“Saya sudah mengusulkan permintaan formasi pegawai ke
pemerintah daerah dalam hal ini BKD (Badan Kepegawaian
Daerah), dengan dasar analisa kebutuhan dan analisa jabatan.
Kendalanya adalah SDM yang ada di pemerintah kota yang
berlatar pendidikan perpustakaan dan arsip sangat terbatas.
Usulan formasi pegawai sebenarnya sudah diserahkan oleh
BKD ke BKN (Badan Kepegawaian Nasional), akan tetapi
formasi yang dibutuhkan oleh KPAD belum terakomodir,
makanya saya buat terobosan dengan merekrut THL
pustakawan, dan dimungkinkan juga nanti kita rekrut THL
arsiparis. Saya berharap dengan UU yang baru yaitu UU ASN
(Aparatur Sipil Negara) yang memungkinkan adanya PPPK
(Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak), kita bisa
menambah pegawai untuk tugas pokok fungsinya sebagai
pustakawan dan arsiparis. Untuk beberapa pegawai yang
background pendidikannya bukan dari perpustakaan dan
kearsipan nantinya kita kirim ke pelatihan, baik itu
perpustakaan maupun kearsipan. Bicara masalah improvisasi,
sebenarnya cukup dilematis, karena kadang kita terjebak pada
rutinitas yang membuat kita kurang peka terhadap perubahan
dan miskin kreatifitas.”

41

KPAD selaku lembaga pembina kearsipan, sebenarnya sudah
melakukan peningkatan kualitas SDM arsip di lingkungan pemkot
Salatiga melalui pembinaan tenaga kearsipan yang dilakukan per
triwulan. Persoalan yang muncul terkadang petugas kearsipan itu
berganti, pimpinan SKPD juga berganti, dan pemahaman tentang
kearsipan dari masing-masing aktor relatif tidak sama, ini yang
membuat ritme kerja terkadang menjadi sedikit menyulitkan.
Stimulus perubahan sebenarnya sudah coba dilakukan juga
dengan memberikan bantuan berupa sarana prasarana kearsipan dan
filling cabinet ke SKPD dan Kelurahan di Pemerintah Kota Salatiga, ini
dimaksudkan supaya kinerja petugas kearsipan SKPD dalam
pengolahan arsip meningkat, dan arsip bisa tertangani dan tertata
dengan baik.
Pada tahun ini KPAD juga merencanakan melakukan
pembinaan ke seluruh sekolah di wilayah Salatiga secara bertahap.
Persoalaan yang muncul adalah persoalan klasik yaitu persoalan
anggaran yang hanya bisa dicover dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan
Anggaran) diawal tahun dan DPA Perubahan di tengah tahun sehingga
tidak memungkinkan improvisasi, jika muncul persoalan di tengah
perjalanan. Keterbatasan SDM juga menjadi kendala tersendiri, sebab
KPAD harus menangani 60 satuan kerja dan sekitar 95 sekolah di
Salatiga.
Agus Parmadi PT, SE MSi Kepala Kantor Perpustakaan dan
Arsip Daerah Kota Salatiga menyadari keterbatasan SDM yang ada saat
ini, beliau mendorong pegawai dengan basic pendidikan perpustakaan
dan kearsipan untuk melimpah ke Jabatan Fungsional Khusus sebagai
Pustakawan maupun Arsiparis.

“Dari segi kuantitas SDM yang kita punya terbatas, sehingga
kita tutup dengan segi kualitas. Banyak kegiatan yang
diakomodir oleh pegawai baik dari pelayanan perpustakaan
maupun arsip, satu orang bisa melayanani beberapa bagian,

42

mereka mampu untuk melaksanakan itu, meskipun tetep ada
jam-jam yang harus dikerjakan dengan lembur. Ke depan akan
kita dorong mereka dari fungsional umum menjadi fungsional
khusus, tapi kita imbangi juga dengan perhatian dan dorongan
dalam rangka meningkatkan derajat kepangkatan.”
KPAD telah mendorong pegawai yang ada untuk mengikuti
pendidikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi yang
dimilikinya, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat melalui
Perpustakaan Nasional maupun ANRI (Arsip Nasional Indonesia) atau
oleh pemerintah provinsi dalam hal ini Badan Arsip dan Perpustakaan
Provinsi Jawa Tengah. Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk
merecharge pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki, serta
menangkap isu-isu strategis yang sedang berkembang untuk kemudian
“dibagi” dalam lingkup KPAD dan Pemerintah Kota.

Proses dan Mekanisme Perubahan
Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang berbentuk Kantor. KPAD menangani dua
urusan yang cukup penting, yaitu terkait dengan Perpustakaan dan
Kearsipan. Struktur kelembagaan yang ada didalamnya terdiri dari Sub
Bagian Tata Usaha, Seksi Perpustakaan, Seksi Arsip Daerah dan Seksi
Bina Perpustakaan dan Kearsipan. Dalam membahas tujuan atau
program kerja dan kegiatan yang bersifat insidentil, KPAD
memulainya dengan menjaring ide-ide dan gagasan dari staf di masingmasing seksi yang kemudian di desk-an bersama sebelum nantinya
menjadi sebuah dokumen. Seperti yang disampaikan Sri Hartani SH,
MM :

43

“Mulai dari perencanaan kita bahkan sudah menjaring ide dan
gagasan dari teman-teman di seksi, yang kemudian kita desk-an
bersama sebelum akhirnya nanti menghasilkan sebuah
dokumen. Dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran pun
kita sudah berpatokan pada renstra dan renja yang data
awalnya dipasok dari masing-masing seksi kemudian
dikompilasi menjadi dokumen utuh.”
Rinaldi Anggoro Shakti, Kasi Bina Perpustakaan dan Kearsipan
menjelaskan, perubahan yang paling terlihat adalah adanya gedung
pelayanan baru yang menjadi icon Salatiga, gedung dua lantai yang
menempati tanah seluas 1740 m² memang sangat representatif.
Masyarakat Salatiga dan sekitarnya sangat antusias berkunjung dan
memanfaatkan layanan yang ada. Perubahan yang kedua adalah
munculnya formasi kebutuhan pegawai negeri sipil dengan
background pendidikan perpustakaan dan arsip yang kemudian
ditempatkan di KPAD, ini menjadikan tugas pokok dan fungsi yang
terkait dengan perpustakaan dan kearsipan mulai bisa tertangani
meskipun dengan keterbatasan personil. Perubahan yang ketiga pada
level perencanaan yang mampu memetakan kebutuhan yang akan
datang dengan menuangkannya dalam dokumen tertulis, sehingga
beberapa kegiatan yang dulunya tidak ada, seperti kegiatan fumigasi,
lembur pelayanan tujuh hari kerja, fasilitas internet, berlangganan
majalah bulanan, yang sebenarnya memang prinsip-prinsip dasar
pelayanan bisa tercover dalam Rencana Strategis, Rencana Kerja dan
kemudian direalisasikan dalam Dokumen Penetapan Anggaran.
Perubahan yang terjadi juga sampai pada sarana prasarana
perpustakaan maupun kearsipan, seperti rak buku, rak arsip, roll opack,
mobile file mengalami perbaikan yang cukup signifikan. Kondisi
tersebut membuat KPAD mencoba memicu perubahan dengan
memberi bantuan sarana prasarana dan filling cabinet ke satuan kerja
di wilayah pemerintah Kota Salatiga. Perubahan yang dilakukan juga
menyangkut SDM yang menangani perpustakaan dan arsip dengan
melakukan pembinaan baik secara klasikal ataupun dengan melakukan

44

pendampingan di lapangan. KPAD juga berinisiatif mengajukan
standarisasi honorarium sebagai upaya memberi reward petugas
kearsipan di Salatiga. Tentang bantuan filling cabinet ke Satuan Kerja
di Pemerintah Kota Salatiga, Agus Parmadi PT, menjelaskan :

“Salah satu terobosan kepada SKPD sebagai sarana prasarana
menata arsip kita berikan filling cabinet. Kita adakan lomba,
baik lomba di kelembagaan maupun petugasnya, ini merupakan
upaya supaya SKPD maksimal dalam mengelolanya.
Kenyataannya Perkembangan SKPD sudah membaik, salah satu
contohnya, dokumen-dokumen yang harus diamankan oleh
kita banyak yang dikirim, terbukti ada peningkatan sebanyak
100% dokumen yang kita simpan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa ada peningkatan pemahaman dari kepala SKPD, ya
meskipun tidak menutup kemungkinanbahwa masih ada juga
kepala SKPD tidak peduli.”
Melihat perkembangan yang ada seharusnya penanganan
bidang perpustakaan dan kearsipan ini idealnya dipisah dan masingmasing ditangani oleh lembaga tersendiri. Di Salatiga sendiri ini belum
memungkinkan karena Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)
untuk dua bidang ini memang masih digabung menjadi satu di KPAD.
Berdasarkan penuturan Ign Bagus Indarto, di beberapa kabupaten kota
bahkan arsip ini lebih sering dinomor duakan dibanding perpustakaan,
bahkan menurut beliau pada level provinsi setelah Badan Arsip dan
Perpustakaan digabung belum ada kebijakan tentang kearsipan yang
signifikan.

“Saya rasakan setiap kabupaten kota, rata-rata arsip itu
dinomor duakan, yang ditonjolkan itu ya perpustakaannya.
Arti penting arsip itu sendiri masih dipandang sebelah mata,
apalagi kebijakan tentang kearsipan itu masih mengambang
sejak perpustakaan dan arsip di level provinsi digabung, jadi
ada kecenderungan arsip itu kesilep oleh perpustakaan”

45

Keterbatasan yang ada dikarenakan SOTK (Struktur Organisasi
dan Tata Kerja) KPAD masih berbentuk kantor, juga disampaikan oleh
Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah, Agus Parmadi PT, SE,
MSi :

“Era saat ini dengan pelayanan yang harus kita berikan baik
pada lingkup masyarakat umum atau pemerintah kota, kalau
sebatas kantor saja perlu ditingkatkan. Bila ada peluang akan
kita usulkan menjadi Badan Arsip dan Perpustakaan, tapi ini
ada kendala, karena pemerintah pusat dalam membentuk satu
kelembagaan yang digunakan adalah pertimbangan luas
wilayah dan jumlah penduduk. Mereka tidak berpikir seberapa
besar yang kita layani. Semoga dengan perubahan UU Pemda
ada kesempatan Kearsipan pisah dari perpustakaan. Banyak
kebutuhan dari kearsipan yang harus diselamatkan. Tidak
hanya dokumen arsip yang baru, tapi arsip dokumen lama juga
harus dijaga, menjaga dokumen-dokumen lama itu tidak
mudah, ada proses-proses tertentu yang harus dilalui, demikian
pula dalam rangka pembinaan, pemahaman kepada birokrasi,
pelaku-pelaku pemerintahan untuk lebih memahami
pentingnya arsip. Banyak hal yang bersinggungan dengan
hukum jika arsip tidak ditangani dengan baik, pengelola arsip
juga bisa kena akibat hukumnya, maka kita upayakan agar bisa
menjadi badan sendiri (Badan Arsip dan Perpustakaan
Daerah).”
Perubahan memang sedang terjadi di KPAD, berangkat dari
yang ada, mau tak mau proses tersebut harus dilakukan. Pandangan
umum masyarakat terhadap perpustakaan dan arsip memang sudah
terlanjur mengidentikan perpustakaan dan arsip itu dengan “film hitam
putih” atau sama sekali tidak menarik, sepi dan monoton. Dalam satu
kesempatan wawancara Agus Parmadi PT, SE, MSi dengan panjang
lebar menjelaskan :

46

“Arsip harus dikelola, ditata dengan memilih orang-orang yang
punya kompetensi. Membentuk komitmen yang berkaitan
dengan arsip memang masih sangat kurang, terkadang kepala
SKPD ada yang tidak serius dalam pengelolaan arsip, sehingga
kita siapkan perubahan dari pengelolaan arsip manual kita
arahkan kepada menggunakan teknologi informasi, server
sudah kita siapkan, jadi nantinya tidak harus harus
mengirimkan arsip secara manual. KPAD masih menunggu
sistem ini diberlakukan secara nasional dan sudah
dikomunikasikan langsung dengan Telkom. Berkaitan dengan
arsip, meskipun sudah kita rencanakan berbasis taknologi
informasi, pengelolaan fisik arsip juga tidak boleh terabaikan,
kan berbahaya semisal produk-produk faktual yang ada di
SKPD sampai tercecer sebab bukti fakta otentiknya arsip itu
juga harus tetap ada. Terkait dengan perpustakaan, pelayanan
perpustakaaan yang berjalan dengan rutin baru layanan baca di
tempat dan pemutaran film, untuk selanjutnya kita harapkan
story telling bisa dilaksanakan di perpustakaan salatiga ini.”

Hambatan Reformasi Birokrasi
KPAD sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan
Pemerintah Kota yang melakukan pelayanan publik dan bersentuhan
dengan masyarakat luas, mau tidak mau harus harus berbenah dengan
melakukan reformasi birokrasi untuk membangun kepercayaan
masyarakat. Menurut Prof. Prijono, Tujuan utama reformasi birokrasi
yaitu menghasilkan pelayanan publik yang responsif, tidak memihak
dan profesional yang bertujuan mengurangi rendahnya kepercayaan
terhadap peran pemerintah dalam memenuhi dan melayani
kepentingan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, reformasi birokrasi di KPAD bukannya
tanpa hambatan. Agus Parmadi menjelaskan :

47

“Secara prinsip berkaitan dengan arsip membutuhkan
pengkondisian, karena yang kita layani adalah SKPD yang
merupakan bagian dari birokrasi, sehingga agak susah untuk
bisa kita ajak jalan cepat, memang terlihat lambat tapi
meskipun demikian tetap jalan. Penanganannya jelas berbeda
dengan perpustakaan yang pelayanannya lebih mudah, hanya
sebatas apa yang dibutuhkan masyarakat seperti peminjaman
buku, ketika tidak ada yang mengembalikan kita cabut
keanggotaannya. Sedangkan melakukan pembinaan kearsipan
di SKPD butuh kesabaran. Sampai sekarang arsip koleksipun
belum lengkap, masih sebatas arsip yang kurang mempunyai
nilai guna, bukan arsip vital bahkan depo arsip pun belum
memenuhi syarat, oleh karena itu rencana akan diadakan
renovasi supaya penataan arsip lebih terkondisikan, meskipun
pelan tetap ada pergerakan. Reward punishment juga perlu
diperjelas, sehingga kalau ada petugas yang kerjaannya tidak
beres bisa langsung ditegur.”
Melihat perkembangan kebutuhan SDM dari tahun ke tahun,
KPAD sebenarnya masih kekurangan pegawai, menurut perhitungan
Analisis Beban Kerja (ABK) KPAD masih kekurangan pegawai yang
mempunyai kompetensi bidang di perpustakaan dan kearsipan.
Penataan staf dan mutasi pegawai di lingkungan Pemerintah Kota
terkadang juga menjadi persoalan tersendiri, ritme kerja yang sudah
dibangun biasanya akan mengalami penyesuaian ketika ada pegawai
yang dimutasi, baik mutasi keluar maupun masuk ke KPAD.
Beberapa kendala dalam menjalankan pelayanan baik kepada
masyarakat serta dalam melakukan tugas pokok dan fungsi juga dialami
Seksi Bina Perpustakaan dan Kearsipan, seperti diungkapkan Rinaldi
Anggoro Shakti :

“Masing-masing seksi di KPAD itu dibentuk untuk menangani
bidang yang spesifik yaitu perpustakaan dan kearsipan,

48

idealnya SDM yang ada memang mempunyai keahilan di
bidang tersebut, cuma kondisi sekarang di seksi bina
perpustakaan dan kearsipan belum ideal. Perlu dipetakan
mengenai kebutuhan, hambatan di lapangan, langkah ke
depan, pembinaan lembaga atau Sumber Daya Manusia, bentuk
kerjasama, promosi, bahkan sampai sistem yang berjalan masih
relevan atau perlu kita evaluasi. Jadi perlu sumber daya lain
yang disiapkan untuk mengantisipasi masalah tersebut.
Kemudian mengenai internal KPAD, kebanyakan teman juga
masih bingung soal SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan kurang
memahami tentang job deskripsinya, sehingga beberapa
persoalan tersebut harus segera kita urai agar memudahkan
pekerjaan-pekerjaannya.”
Dalam proses perencanaan kegiatan di KPAD meski sudah
dirancang dengan cermat terkadang juga masih menyisakan beberapa
detail yang kurang, proses diskusi perencanaan kegiatan sebelum
menjadi dokumen juga selalu dibahas di internal KPAD secara
berjenjang.

Pelayanan Publik yang Sudah Direformasi
Pelayanan publik (public services) merupakan salah satu
perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan sesuai
dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Pemerintahan dalam hal ini KPAD pada hakekatnya adalah pelayanan
kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya
sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi
yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan
kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama
(Rasyid, 1998). Birokrasi berkewajiban dan bertanggung jawab untuk
memberikan pelayanan baik dan profesional.

49

Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga,
merupakan SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga yang
memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Berkaitan dengan
pelayanan perpustakaan dan kearsipan yang ada di KPAD, Agus
Parmadi PT menjelaskan :

“Perpustakaan Salatiga ingin ikut andil dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagaimana yang tertuang dalam
pembukaan UUD 1945 dengan mengupayakan perbaikan dalam
hal kelembagaan Sumber Daya Manusia, infrastruktur,
pendanaan, pelayanan dan semua hal, oleh karena itu Visi
KPAD adalah “Menjadikan perpustakaan dan arsip sebagai
pusat informasi, pengetahuan, dan kebudayaan yang
mendukung visi Kota Salatiga”. Visi dan misi yang kita buat
tertuang dalam maklumat pelayanan KPAD yaitu “siap
memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat”,
karenanya KPAD mengambil motto ‘dengan membaca kita
lebih hidup’, maksudnya supaya kehidupan masyarakatnya
semakin sejahtera, mandiri, dan bermartabat.”
Pelayanan di KPAD mencakup pelayanan perpustakaan dan
kearsipan, dua pelayanan ini berkontradiksi jadi satu. Layanan
perpustakaan menyediakan buku yang harus dibaca dan dilayankan
kepada masyarakat sebagai pemustaka, sedang pelayanan kearsipan
harus menyimpan, mengamankan dan tidak boleh sembarangan untuk
dibaca, terkait hal tersebut Parmadi menambahkan :

“Supaya segala macam pelayanan bisa berjalan dengan baik
KPAD berusaha menyediakan infrastruktur yang terbaik,
menyediakan buku yang terbaik, jadi adanya gedung
perpustakaan dengan anggaran yang tidak, total sekitar 12
Milyar, harus bisa memberikan pelayanan yang terbaik untuk
masyarakat dengan merubah jam pelayanan selama satu
minggu tujuh hari kerja, tidak ada hari libur untuk pelayanan,

50

jam layanan per harinya juga kita tambah, hari senin sampai
jum’at, pelayanan kita buka jam 8 pagi sampai jam 8 malam,
sabtu dan minggu jam 8 pagi sampai jam 4 sore, dengan maksud
agar masyarakat bisa menggunakan dan memanfaatkan
perpustakaan kapan pun. Saat ini perubahannya signifikan, dari
yang semula hanya sekitar 50 pengunjung sekarang sudah
mencapai 800 sampai 1000 orang per hari.”
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa Perpustakaan Salatiga
telah mengalami perkembangan yang baik. Keinginannya untuk
menjadi perpustakaan modernpun telah dibuktikan dengan adanya
pelayanan perpustakaan berupa sistem otomasi SLIMS (Senayan
Library Management System), yaitu fasilitasi dengan pelayanan
internet gratis, baik dengan PC (Personal Computer) maupun akses
wifi, selain itu ada juga gallery planning atau gambaran pembangunan
kota salatiga ke depan, termasuk didalamnya informasi mengenai
investasi.

Dampak Reformasi Birokrasi
Perubahan yang terjadi di KPAD jelas berdampak terhadap
“aktor” yang ada, kemampuan mereka untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan jelas sangat dibutuhkan. Perubahan menuntut
“aktor” untuk meningkatkan kompetensi yang dimiliki, baik dengan
mengikuti pendidikan dan pelatihan atau secara kreatif membaca
literatur yang dibutuhkan. Sri Hartani selaku Kepala Sub Bagian Tata
Usaha Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah mengatakan :

“Proses perubahan ini sempat membuat beberapa teman
berpikir “wah kalau seperti ini saya akan pensiun dini”, hal
tersebut tidak lain karena beberapa merasa tertinggal dengan
adanya kemajuan teknologi, selain itu beberapa inovasi yang
dilakukan di KPAD tidak bisa dengan cepat mereka ikuti,

51

meskipun ini merupakan sebuah keniscayaan demi kebaikan
bersama.”
Para “aktor” di KPAD dituntut mempunyai kemampuan, baik
berupa pengetahuan, keterampilan serta sikap perilaku yang memadai,
sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin kritis dan berani
melakukan kontrol terhadap pelayanan yang diberikan pemerintah,
dalam hal ini KPAD. Secara mandiri KPAD sudah menyiapkan sumber
dayanya untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi dengan
melakukan pelatihan internal berkaitan sistem komputerisasi untuk
pelayanan yang memang relatif cukup baru di KPAD. Pelayanan tujuh
hari kerja di KPAD cukup mendapat apresiasi dari masyarakat,
meskipun secara umum ada beberapa kendala terkait jumlah pegawai.
Rinaldi Anggoro Shakti mengatakan:

“Agar tidak terjadi semacam cultured shock karena perubahan
layanan dengan menggunakan sistem komputerisasi,
seharusnya memang SDM yang ada disiapkan untuk itu,
sehingga ada yang kemudian mau belajar dan untuk
mengantisipasi perubahan tersebut. Kalau mau jujur pelayanan
tujuh hari kerja itu berat, manusia kan ada batasan-batasan,
tidak mungkin seorang itu memberi pelayanan dari pagi sampai
malam, bagaimanapun waktu kerja efektif ada ukurannya,
sehingga kita sudah mengaturnya sedemikian rupa supaya
pelayanan tetap berjalan lancar.”
Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan fungsi
aparatur negara sebagai abdi negara. Pemerintah dalam hal ini KPAD
dituntut menerapkan prinsip equity, artinya pelayanan di KPAD tidak
boleh diskriminatif, semua masyarakat mempunyai hak yang sama atas
pelayanan-pelayanan yang ada sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah merupakan
implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat.
Kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public
services) cukup strategis karena akan sangat menentukan sejauhmana

52

aparatur pemerintah dalam hal ini KPAD mampu memberikan
pelayanan yang prima kepada masyarakat. Untuk itu ada beberapa
strategi yang dilakukan KPAD untuk menarik minat masyarakat di
Salatiga dan sekitarnya, seperti diungkapkan Agus Parmadi selaku
Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga

“Kita tidak membatasi siapapun yang ingin berkunjung ke
perpustakaan. Pada ranah memberikan informasi KPAD
mencoba memfasilitasi semua golongan, seperti layanan
berkebutuhan khusus yang diberikan kepada pengunjung tuna
netra berupa koleksi buku braille dan komputer bicara. Semua
boleh berkunjung, menikmati, memanfaatkan layanan
perpustakaan, tidak ada batasan, baik itu anak-anak, laki-laki
perempuan, tua maupun muda. Salah satu prinsip pelayanan
terbaik yang coba kita berikan kepada masyarakat”
Perpustakaan harus memiliki magnet yang menarik masyarakat
untuk berkunjung, kalau pelayanan tidak ada daya tarik, orang tidak
akan datang, karenanya fasilitas yang diberikan juga harus menarik.
Terkait hal tersebut Agus Parmadi menambahkan:

“KPAD dalam hal ini sudah melakukan beberapa perbaikan,
mulai dari halaman gedung perpustakaan yang rutin digunakan
untuk pameran buku, senam lansia dan bahkan pernah juga
dipakai untuk pameran lukisan. Khusus pameran buku
memang kita program secara rutin, ini dimaksudkan untuk
meningkatkan gerakan gemar membaca di masyarakat dan
ternyata animo masyarakat cukup tinggi. Di gedung pelayanan
KPAD banyak fasilitas yang diberikan seperti ruang multi
media yang menjadi Broadband Learning Center, ruangan ini
rutin digunakan oleh beberapa komunitas seperti HIMPAUDI,
Komunitas Ibu Profesional, Komunitas Salatiga Berbagi, Teater
Debunk, untuk melakukan workshop baik untuk masyarakat
umum maupun anggota komunitas tersebut. KPAD juga

53

mencoba nguri-uri seni tradisi dengan membuka Sanggar Tari
“Khayangan”, kelas tari ini dibuka untuk siswa usia Sekolah
Dasar dan rutin berlatih setiap hari minggu.”

Reformasi Birokrasi di KPAD
Reformasi birokrasi merupakan langkah awal untuk mencapai
kemajuan suatu negara dan salah satu cara untuk membangun
kepercayaan rakyat. Reformasi birokrasi hakikatnya merupakan upaya
untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap
sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspekaspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process), dan
sumber daya manusia aparatur.
Perpustakaan dan Arsip Daerah dalam hal ini juga perlu
melakukan reformasi birokrasi agar tetap eksis mengikuti
perkembangan masyarakat, baik secara aspek kelembagaan,
ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia aparatur. Menurut Tamin
(2004: 74) reformasi birokrasi adalah adanya pembaharuan dan
penyesuaian untuk membentuk kembali pada maksud semula
diadakannya birokrasi pemerintah, didefinisikan berbagai kalangan
melalui bermacam-macam angle, berkonotasi mencapai kebijakan
birokrasi pemerintah di negara demokratis yang betul-betul bekerja
sesempurna-sempurnanya, berorientasi kepentingan publik dengan
menerapkan manajemen yang semakin modern.
Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah (KPAD) Kota Salatiga
sebagai lembaga teknis Kota Salatiga terbentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Salatiga Nomor 11 Tahun 2008 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Salatiga. Pembentukan
lembaga ini bertujuan untuk menangani penyusunan kebijakan teknis,
pelaksanaan, dan pembinaan teknis dibidang perpustakaan dan arsip
daerah.

54

Dinamisnya kepemimpinan pada ranah Pemerintah Daerah
yang dimaksudkan untuk kelancaran mesin birokrasi terkadang
menjadi persoalan tersendiri. KPAD sebagai Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) juga mengalami ini. Paradigma pemahaman dari SKPD
di lingkungan Pemerintah Kota terkait pentingnya Perpustakaan dan
Arsip bisa saja berubah jika terjadi resuffle kepemimpinan. Dibutuhkan
figur pemimpin yang concern, memberi perhatian agar kegiatan pokok
perpustakaan dan arsip daerah dapat berjalan dengan baik.
Pemimpin merupakan aktor yang mempunyai pengaruh kuat
dalam melembagakan suatu organisasi, aktor dapat berupa orang,
kelompok, organisasi atau jalinan yang mampu mengambil keputusan
dan bertindak dengan cara yang sedikit banyak terkoordinasi. Para
aktor dapat berupa individu, kelompok, partai, pemerintah dan
sebagainya. Kelompok-kelompok yang terorganisasi mempunyai tujuan
dan sasaran dalam situasi interaksi dan mempunyai kemampuan untuk
melaksanakan tindakan kolektif. Sudah barang tentu terdapat prosesproses sosial di dalam kelompok. Setiap aktor mempunyai serangkaian
tertentu kesempatan bertindak untuk dipilihnya. Setiap tindakan yang
dipilihnya akan memberikan dampak dan aksi (Burns, 1987 dalam Novi
Yani 2013).
Berbicara tentang kapasitas dan kualitas aktor ada di KPAD
Kota Salatiga sebenarnya cukup ironis, sebab hanya ada 6 orang yang
linear dengan bidang perpustakaan dan kearsipan, yaitu 3 orang
lulusan diploma kearsipan, 1 orang diploma perpustakaan, 1 orang
sarjana perpustakaan dan 1 orang sarjana sosial dengan konsentrasi
perpustakaan. Padahal KPAD menangani 60 Satuan Kerja di wilayah
Pemerintah Kota Salatiga, dan 155 sekolah yang selama ini belum
tercover secara maksimal oleh KPAD.
Pesatnya perkembangan pelayanan menjadi persoalan bagi
KPAD karena terbatasnya personil yang dimiliki, Agus Parmadi selaku
Kepala Kantor mensiasati keterbatasan personel dengan membuat
terobosan dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, atas ijin

55

Kepala Daerah beliau meminta tambahan personel Tenaga Harian
Lepas yang berlatar belakang pendidikan perpustakaan sejumlah 6
orang disamping tenaga kontrak Satpam dan tenaga kebersihan.
Visi KPAD Kota Salatiga yaitu ingin “Menjadikan perpustakaan
dan arsip sebagai pusat informasi, pengetahuan, dan kebudayaan yang
mendukung visi Kota Salatiga” masih bertahan sampai sekarang. Visi
dan misi dibuat lebih mengarah kepada pelayanan sebagaimana
tertuang dalam maklumat pelayanan KPAD yaitu “siap memberikan
pelayanan yang terbaik untuk masyarakat”. Konsekuensi dari
maklumat pelayanan tersebut KPAD harus memaksimalkan potensi
yang ada.
Pierson (2000) menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi pada
suatu institusi dipengaruhi oleh proses dan bukan hanya oleh aktor
rasional transaksional, jadi sangat mungkin sebuah organisasi pada
prosesnya maupun pada akhirnya akan menyimpang dan berubah
haluan, yang berarti tidak seperti cita-cita dan visi ketika organisasi itu
dibentuk.
Masyarakat sekarang ini sudah bosan dengan pelayanan publik
yang tidak responsif, lamban dan berbelit-belit. Kemudahan dalam
akses informasi menjadikan mereka kritis terhadap prilaku birokrat
yang menempatkannya sebagai obyek dan belum dianggap sebagai
partner. Media sosial menjadi umum dalam melampiaskan kekecewaan
atau bahkan mengkritisi kinerja birokrasi yang cenderung mempunyai
motif untuk mengontrol perilaku masyarakat dan mencari keuntungan
ekonomi.
KPAD sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah di
Pemerintah Kota Salatiga yang melakukan pelayanan publik kepada
masyarakat pun berbenah melakukan perubahan seiring tuntutan
masyarakat untuk menyediakan pelayanan perpustakaan dan kearsipan
di Kota Salatiga. Kesadaran masyarakat akan pentingnya arsip akhirnya
pendorong perubahan di internal KPAD itu sendiri, ini dibuktikan
dengan banyaknya permintaan untuk mendampingi pengelolaan arsip

56

baik di SKPD maupun dari BUMD yang ada di Kota Salatiga, sedangkan
berkaitan dengan pelayanan perpustakaan dan kearsipan yang ada di
KPAD.
Fasilitas yang disediakan sekarang tidak hanya membaca buku,
tetapi juga mengacu pada perpustakaan modern. Prinsipnya
pengunjung yang datang bisa mencari informasi dengan cepat, mudah,
murah. Prinsip inilah yang diinginkan masyarakat, apabila hanya
menyediakan koleksi buku saja, pengunjung yang datang belum tentu
mendapatkan apa yang diinginkan, oleh karena itu disediakan layanan
perpustakaan dengan sistem otomasi SLIMS (Senayan Library
Management System), penyediaan fasilitas dengan pelayanan internet
gratis, baik dengan PC (Personal Computer) maupun akses wifi.
Pelayanan publik merupakan salah satu perwujudan fungsi
aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Pemerintah dalam hal ini
KPAD dituntut menerapkan prinsip equity, artinya pelayanan di
KPAD tidak boleh diskriminatif, semua masyarakat mempunyai hak
yang sama atas pelayanan-pelayanan yang ada sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah
merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan
masyarakat. Kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum
(public services) cukup strategis karena menentukan sejauh mana
aparatur pemerintah dalam hal ini KPAD mampu memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat.
Sebuah lembaga seharusnya memiliki kepribadian sendiri dan
bukan merupakan hasil dari agresi aktor. Sehingga dalam mempelajari
sebuah proses kelembagaan (institusionalisasi) harus memiliki frame
yang jelas dilihat dari dasar-dasar kesamaan organisasi dan turunannya,
hubungan antara struktur dan perilaku, peran simbol dalam kehidupan
sosial, hubungan antara gagasan dan kepentingan, serta ketegangan
antara kebebasan dan ketertiban. Di Maggio dan Powel (1983)
menggunakan
pendekatan
institusionalisme
tersebut
untuk
menjelaskan homogenitas institusi dan juga menjelaskan bagaimana

57

institusi dapat berubah dari waktu ke waktu dalam hal karakter dan
potensi.

58

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Arsip Dinamis Inaktif di Kantor Perpustakaan dan Dokumentasi Daerah Kota Temnggung

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Arsip Dinamis Inaktif di Kantor Perpustakaan dan Dokumentasi Daerah Kota Temnggung T1 162010013 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Arsip Dinamis Inaktif di Kantor Perpustakaan dan Dokumentasi Daerah Kota Temnggung T1 162010013 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengelolaan Arsip Dinamis Inaktif di Kantor Perpustakaan dan Dokumentasi Daerah Kota Temnggung

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Sistem Reservasi Kunjungan Perpustakaan Berbasis Android: studi kasus Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aktor, Proses, dan DampakReformasi Birokrasi: studi kasus di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga T2 092012014 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aktor, Proses, dan DampakReformasi Birokrasi: studi kasus di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga T2 092012014 BAB II

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aktor, Proses, dan DampakReformasi Birokrasi: studi kasus di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga T2 092012014 BAB IV

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aktor, Proses, dan DampakReformasi Birokrasi: studi kasus di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Media Informasi Perpustakaan dan Arsip Daerah Salatiga Berbasis Video Infografis

1 1 9