PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial.

(1)

PERANAN ADOLF HITLER

DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh: Taufik Hidayat

0906104

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PERANAN ADOLF HITLER

DALAM PERKEMBANGAN

SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu

Perspektif Psikologi Sosial

Oleh Taufik Hidayat

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Taufik Hidayat 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Halaman Pengesahan Skripsi TAUFIK HIDAYAT PERANAN ADOLF HITLER

DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Nana Supriatna, M. Ed. NIP. 196110141986011001

Pembimbing II

Drs. R. H. Achmad Iriyadi NIP. 196112191988031002

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M. Pd. NIP. 195704081984031003


(4)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Kata kunci: Adolf Hitler, Schutzstaffel, Indoktrinasi, Psikologi Sosial

Skripsi ini berjudul “PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif

Psikologi Sosial”. Penelitian ini merupakan perwujudan akan ketertarikan penulis mengenai kajian pengaruh aspek psikologi sosial Adolf Hitler terhadap pengorganisasian para pemuda dan sukarelawan ke dalam pasukan Schutzstaffel, serta peranan dari Schutzstaffel sendiri dalam Drittes Reich yang dibangun Adolf Hitler. Masalah utama yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengapa Schutzstaffel menjalankan peranan yang tidak sebagaimana lazimnya tentara?. Masalah utama tersebut kemudian dibagi menjadi tiga pertanyaan penelitian, yaitu 1) Apa yang melatarbelakangi dibentuknya Schutzstaffel?; 2) Bagaimana pengaruh aspek psikologi sosial Adolf Hitler terhadap pengakomodasian pemuda/sukarelawan ke dalam Schutzstaffel (1925-1945) ?; dan 3) Bagaimana pengaruh aspek psikologi sosial Adolf Hitler terhadap peranan Schutzstaffel?. Secara umum, penelitian ini ditujukan untuk mengkaji kaitan peranan Schutzstaffel dengan sosok Adolf Hitler. Dalam artian terdapat faktor khusus yang dimunculkan dan didoktrinkan khusus oleh Hitler terhadap prajurit Schutzstaffel, sehingga prajurit Schutzstaffel mempunyai peranan yang tidak hanya mengawal para petinggi Partai Nazi dan berperang di lapangan. Metode yang digunakan adalah metode historis dengan melakukan empat langkah penelitian, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, historiografi. Sedangkan teknik pengumpulan data digunakan teknik studi literatur, yakni mengkaji sumber-sumber literatur yang relevan dengan permasalahan yang dikaji penulis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan interdisipliner dengan mengambil konsep peranan dari ilmu antropologi; konsep indoktrinasi, dari ilmu politik/psikologi massa; teori kekerasan dan agresi, dari ilmu sosiologi, serta perspektif disiplin psikologi sosial. Berdasarkan hasil penelitian, penulis mendapatkan beberapa kesimpulan. Pertama, Schutzstaffel dibentuk berkaitan dengan ambisi pribadi Adolf Hitler untuk menaklukkan Eropa dan aspek psikologi sosialnya terkait dengan dendamnya terhadap kaum Yahudi. Sedangkan ambisi politiknya mendorong gagasan Lebensraum dan visi negara Jerman Raya; Kedua, kondisi masyarakat yang tidak menentu akibat krisis multidimensi jika dikaitkan dengan psikologi sosial merupakan peluang bagi seorang yang ingin muncul ke depan, baik untuk ambisi pribadi maupun murni untuk menyelamatkan rakyat dari kebingungan. Adolf Hitler merupakan sosok yang mampu menghidupkan harapan masyarakat akan kestabilan umum, serta terutama para pemuda dengan propaganda dan indoktrinasinya atas nama negara Jerman Raya; Ketiga, pengaruh aspek psikologi sosial Adolf Hitler mempengaruhi terhadap peranan yang dijalankan oleh prajurit Schutzstaffel, terutama ketika Hitler menjadi kanselir dan führer. Di antaranya adalah kekejaman prajurit Schutzstaffel dalam Perang Dunia II, Lebensborn, dan Holocaust.


(5)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Keyword: Adolf Hitler, Schutzstaffel, Indoctrination, Social Psychology

This study was entitled THE ROLE OF ADOLF HITLER IN THE SCHUTZSTAFFEL EXPANSION (1925-1945) ”A Term Of Social Psychology

Perspective”. This study was kind of realization for the researcher toward the

influences of social psychological aspect of Adolf Hitler toward the oragization for youth and the volunteer to be Schutzstaffel warrior, and also the role of Schutzstaffel it self toward Drittes Reich that has been built by Adolf Hitler. There was a question which is to be the main problem of this study, why the Schutzstaffel running the role was not as commonly as the army?, the main problem above was devided into three research point questions, such as 1) What lies behind or the background of the creation of Schutzstaffel?; 2) How the influenced of social psychological aspect of Adolf Hitler toward accomodating youth and the volunteer into the Schutzstaffel warrior (1925-1945)?; and 3) How the influeced of social psychological aspect of Adolf Hitler toward the role of Schutzstaffel?. The method that used for this study is historical method which is devided into four steps namely, heuristic research, criticism, interpretation, and historiography. While the data collection techniques used literature studies technique. The approach that used to complement this study was interdisciplinary approach by taking the concept of the role from the science of anthropology, the concept of indoctrination, also from political science/ psychology of the masses; the violence and agrression theory, from the the science of sociology and discipline of social psychology perspective.

Based on the research above, the researcher found some conclusion. First, Schutzstaffel was formed related on personal ambition of Adolf Hitler to conquer Europe and the social psychological aspects related with his reverenge againts the Jews. While his ambition encouraged Lebensraum idea dan the vision of the Great Germany. Second, the condition of society as a result of uncertain because of multidimensional crisis, if it associated with social psychology these was an opportunity for a person or someone who wants to come forward, either for personal or pure ambition to save people from the confusion. Adolf Hitler is a figure who who is able to turn on the stability of the general community expectations, especially the youth with the propaganda and his indoctrination in the name of for the Great Germany. Third, the influence of spychological aspectwas affecting the role of Adolf Hitler that carried by the soldiers of Schutzstaffel, especially when Hitler became chancellor and führer. Among them were the cruelty of Schutzstaffel in World War II, Lebensborn, dan Holocaust.


(6)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... .iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Struktur Organisasi Skripsi ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Peranan Adolf Hitler ... 8

2.2 Konsep Schutzstaffel ... 10

2.3 Teori Kekerasan ... 11

2.3.1 Konsep Kekerasan Niccolo Machiavelli ... 11

2.3.2 Teori Agresi Konrad Lorenz ... 12

2.3.3 Konsep Nekrofolia Erich Fromm ... 13

2.4 Konsep Indoktrinasi ... 15

2.5 Kajian Psikologi Sosial ... 19

2.6 Penelitian yang Berkaitan ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Persiapan Penelitian ... 30

3.1.1 Persiapan Penelitian ... 30

3.1.2 Penyusunan Rancangan Penelitian ... 31

3.1.3 Konsultasi ... 32

3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 32

3.2.1 Pengumpulan Sumber (Heuristik) ... 32

3.2.2 Kritik Sumber ... 35

3.2.2.1 Kritik Eksternal ... 35

3.2.2.2 Kritik Internal ... 36

3.2.3 Interpretasi... 37

3.2.3.1 Pendekatan ... 39

3.2.4 Historiografi ... 45


(7)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV SUATU PERSPEKTIF PSIKOLOGI SOSIAL TERHADAP

PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN

SCHUTZSTAFFEL (1925-1945) ... 46

4.1 Latar Belakang Dibentuknya Schutzstaffel ... 46

4.1.1 Sejarah Dibentuknya Schutzstaffel ... 46

4.1.1.1 Nationalsosialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP)/Partai Nazi ... 46

4.1.1.2 Terbentuknya Schutzstaffel ... 52

4.1.1.3 Peran Heinrich Luitpold Himmler ... 56

4.1.2 Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi TerbentuknyaSchutzstaffel ... 58

4.1.2.1 Polarisasi Sturmabteilung (SA) Terhadap Eksistensi Adolf Hitler ... 58

4.1.2.2 Komando Langsung Adolf Hitler Terhadap Ambisi Politik ... 61

4.1.2.3 Perang Dunia II ... 63

4.2 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Pengakomodasian Pemuda/Sukarelawan ke dalam Schutzstaffel ... 65

4.2.1 Kehidupan Pribadi Adolf Hitler dalam Keluarganya ... 65

4.2.2 Kehidupan Sosial Adolf Hitler dalam Perspektif Psikologi Sosial ... 68

4.2.3 Kondisi Sosial Pemuda di Jerman Raya pada Awal Pasca Perang Dunia I ... 69

4.2.4 Kepemimpinan Adolf Hitler Terhadap Pengakomodasian Pemuda dan Sukarelawan ke dalam Schutzstaffel ... 73

4.3 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutz- staffel ... 80

4.3.1 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutzstaffel dalam Perang Dunia II ... 80

4.3.2 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutzstaffel dalam Lebensborn ... 86

4.3.3 Pengaruh Aspek Psikologi Sosial Adolf Hitler Terhadap Peranan Schutzstaffel dalam Holocaust ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... LAMPIRAN-LAMPIRAN ...


(8)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Lambang Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei

(NSDAP)/ Partai Nazi ... 49

Gambar 4.2 Adolf Hitler Menginspeksi Barisan Kehormatan LSSAH ... 55

Gambar 4.3 Adolf Hitler dan Para Anggota Hitlerjugend ... 76

Gambar 4.4 Blitzkrieg di Polandia ... 81

Gambar 4.5 Penggambaran Program Lebensborn ... 88


(9)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Dalam sejarah, aktor merupakan figur yang penting, baik sebagai individu, maupun sebagai partisipan dalam kelompok atau masyarakat. Secara kolektif, masyarakat tersebut penuh emosional, radikal, serta cenderung melakukan kekerasan ketika terjadi chaos. Hal itu akan lebih meledak saat terjadi krisis atau

peristiwa yang provokatif. Di samping itu, penciptaan “kambing hitam”

menambah ketegangan dalam masyarakat (Kartodirjo, 1993: 139-140).

Adolf Hitler sebagai salah satu tokoh yang berpengaruh besar pada Perang Dunia II, kiranya dapat dikaitkan dengan pernyataan di atas. Dalam konsep psikologi sosial, Hitler berkedudukan sebagai seorang aktor dalam kelompok, baik aktor dalam kelompok masyarakat sipil, maupun dalam kelompok militer. Artinya Hitler pun menempati kedudukan keduanya, dalam pembahasan ini kedudukan Hitler dalam kelompok masyarakat, Partai Nazi, dan skuadron militer Schutzstaffel.

Berbicara tentang Jerman pada masa Perang Dunia II tidak dapat terlepas dari sosok Adolf Hitler. Adolf Hitler melakukan hal-hal tertentu untuk menuju jalan kepemimpinan yang kuat dan totaliter dalam membangun apa yang disebutnya sebagai Drittes Reich. Salah satunya adalah nasionalisme ekstrem, yang diterapkannya mampu membuat angkatan perangnya menanamkan loyalitas yang kuat terhadap negara, bahkan terhadap Hitler. Dalam Il Principle Machiavelli (2008: 23-24) mengatakan,

“Apabila mereka memiliki nasionalisme dan bahasa yang sama, maka mereka lebih mudah dipertahankan, khususnya apabila mereka tidak terbiasa dengan

ide akan kemerdekaan…”.

Hal itu pula yang mungkin menjadi salah satu latar belakang pemikiran Hitler dalam membentuk angkatan perangnya. Aspek yang diutamakan adalah ras


(10)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan loyalitas, dalam hal ini adalah pemuda asli bangsa Arya, dengan harapan mereka mudah dipertahankan loyalitasnya, dan mudah diarahkan dalam sebuah konsensus berupa nasionalisme ekstrim (ultranasionalisme).

Konsep negara rasialis Jerman yang merupakan gagasan Adolf Hitler juga merupakan hal yang menjadi sisi unik pada masa sekitar Perang Dunia II. Dalam konsep ini Hitler menekankan perihal kemurnian ras, pentingnya melahirkan hanya anak-anak yang sehat, dan haramnya mempunyai anak-anak yang cacat (Hitler, 2007b: 40).

Lebih lanjut Hitler berpendapat mengenai superioritas ras Arya adalah bahwa,

Jika peradaban tidak ingin punah, maka ras Arya harus dipertahankan dari kontaminasi oleh ras-ras yang lebih rendah. Semua upaya negara di bidang pendidikan dan pelatihan, haruslah ditujukan untuk menggodok kesadaran maupun perasaan ras menjadi naluri dan intelek, termasuk hati serta otak kaum muda harus dibentuk sedemikian... (Hitler, dalam Irwanto 2008: 51).

Selain permasalahan ras, hubungan kedudukan aktor dalam kelompok tertentu dapat dikaitkan pula dengan unsur sosial dan pemerintahan seperti mentalitas kolektif, sistem patron klien, dan ideologi. Patron klien akan bergantung pada sistem nilai yang didasarkan pada penghormatan. Ideologi menurut Mannheim merupakan pandangan terhadap dunia dan kelompok sosial. Hal ini merupakan aspek yang lazim dimiliki oleh setiap patron. Sedangkan mentalitas kolektif menyebabkan penguatan terhadap penghormatan tersebut (Burke, 2003: 142).

Kedudukan Adolf Hitler dalam kelompoknya baik kelompok masyarakat umum atau dalam kelompok partainya, menjadikannya sebagai sosok penting ketika pecah Perang Dunia II. Perang Dunia II, khususnya yang terjadi di Front Eropa (1939-1945) tidak dapat dilepaskan dari apa yang terjadi sebelumnya. Periode pasca Perang Dunia I sampai menjelang pecahnya Perang Dunia II merupakan masa-masa kritis dan terjadi ketegangan antara negara satu dengan


(11)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lainnya di Eropa. Masa itu disebut pula dengan masa persiapan perang, terutama yang dipersiapkan Jerman (Ojong, 2003: xxvi).

Perjanjian Versailles mengharuskan Jerman dilarang mengembangkan angkatan perang, membayar ganti rugi kepada negara-negara pemenang perang, daerah jajahan harus diserahkan kepada pemenang perang, dan sebagainya. Oleh rakyat Jerman, hal ini dianggap sebuah penghinaan. Mereka berkeyakinan bahwa kondisi ini merupakan sebuah pengkhianatan yang dilakukan perwakilan-perwakilan Jerman dalam Perjanjian Versailles (Siboro, TT: 28-29).

Pada masa sekitar Perang Dunia II, Jerman merupakan negara yang paling mempersiapkan perang tersebut pasca kekalahannya dalam Perang Dunia I. Perjanjian Versailles yang dianggap menginjak-injak harga diri rakyat Jerman disebut-sebut merupakan dalih Adolf Hitler untuk mempersiapkan Perang Dunia II ketika menjadi kanselir, yang kemudian sudah menjadi pemimpin Jerman ketika perang tersebut (Ballack, 2007: 7-9).

Hitler tidak hanya membangun kewibawaan dan simpati di depan rakyatnya, tetapi juga termasuk konseptor pasukan-pasukan perangnya. Hitler berhasil mengonsep Schutzstaffel yang multifungsi, dan dengan mudah indoktrinasi ideologisnya dapat diinternalisasikan terhadap serdadu (Quarrie, 2008: 18-19).

Oleh Srivanto (2007: 29) Schutzstaffel diartikan sebagai skuadron/pasukan pelindung pribadi petinggi Nazi, walaupun beberapa pihak pada waktu itu tidak mengakui Schutzstaffel dalam Wehrmacht (Angkatan Darat Jerman) karena merupakan satu pasukan khusus yang diciptakan Hitler. Dalam keorganisasiannya, Schutzstaffel dibagi dalam dua bagian yakni sayap politik yang disebut Algemeine Schutzstaffel dan sayap militer yang disebut Waffen Schutzstaffel.

Membahas Schutzstaffel yang merupakan pasukan elit Jerman, maka tidak dapat dilepaskan dengan Perang Dunia II. Adolf Hitler yang tidak menerima isi


(12)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ketentuan Versailles, mempersiapkan skuadron-skuadron militer guna kepentingan perang membalas kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I.

Schutzstaffel disebut-sebut sebagai kesatuan elit yang tangguh dalam Perang Dunia II, di samping mempunyai kemampuan dan strategi tempur yang baik, mereka mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap Nazi, serta menjadi bagian dari pasukan yang menyiksa orang-orang Yahudi di kamp-kamp penyiksaan. Banyak catatan-catatan kejahatan yang melibatkan Schutzstaffel selama Perang Dunia II, baik dalam pertempuran, intimidasi, maupun penyiksaan terhadap orang-orang Yahudi, orang-orang cacat, homoseksual, atau tawanan perang (Darmawan, 2008: 11).

Dengan pimpinannya yakni Heinrich Luitpold Himmler yang merupakan mantan peternak, Schutzstaffel juga melaksanakan konsep-konsep yang merupakan gagasan Himmler tersebut, salah satunya yakni sebagai objek dari pelestarian genetika ras Arya (Lebensborn). Banyak peranan dijalankan oleh pasukan Schutzstaffel yang tidak lazim layaknya sebagai tentara regular. Keadaan psikologis dan mentalitas kolektif yang sudah dibentuk sedemikian rupa membuat hal tersebut seolah merupakan hal yang lazim.

Beberapa peranan Schutzstaffel diantaranya adalah berperang lazimnya tentara regular, menyiksa dan membunuh orang-orang yang dianggap hina seperti Yahudi, homoseksual, Gipsi, dan sebagainya (Holocaust), teror politik, serta menjadi objek rekayasa genetika ras Arya. Namun peranan yang unik tersebut, akan menarik jika dipandang dari perspektif psikologi sosial dari konseptor yang berkedudukan dalam Schutzstaffel itu sendiri.

Dengan uraian dan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai peranan Adolf Hitler terhadap perkembangan dan kontribusi Schutzstaffel terhadap kelangsungan karir politik Adolf Hitler ketika menjadi pemimpin Jerman jika dilihat dari perspektif psikologi sosialnya.


(13)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis menentukan permasalahan utama yang menjadi bagian penting dalam karya ilmiah ini. Permasalahan tersebut adalah “mengapa Schutzstaffel menjalankan peran yang

tidak sebagaimana lazimnya tentara?”. Agar permasalahan dapat terarah dan

memudahkan dalam pembahasan yang mengacu pada pokok permasalahan di atas, maka penulis merumuskan dan membatasi permasalahan tersebut dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi dibentuknya Schutzstaffel?

2. Bagaimana pengaruh aspek psikologi sosial Adolf Hitler terhadap pengakomodasian pemuda/sukarelawan ke dalam Schutzstaffel (1925-1945)? 3. Bagaimana pengaruh aspek psikologi sosial Adolf Hitler terhadap peranan

Schutzstaffel?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan latar belakang terbentuknya Schutzstaffel.

2. Mengeksplorasi alasan Adolf Hitler melakukan propaganda dan agitasi politik terhadap kelompoknya.

3. Menganalisis peranan Adolf Hitler terhadap perkembangan Schutzstaffel dalam perspektif psikologi sosial.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan tambahan data secara teoritis terhadap penelitian selanjutnya. 2. Memberikan tambahan data dan informasi mengenai kajian sejarah kawasan

Eropa, khususnya jerman pada masa Perang Dunia II.

3. Memberikan tambahan pengetahuan terhadap instansi atau korps yang dapat dikaitkan seperti misalnya Tentara Nasional Indonesia (TNI), Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Korps Marinir, dan sebagainya.

4. Memberikan hikmah terhadap pembaca sehingga dapat belajar dari nilai-nilai positif yang dapat diambil dari peristiwa/tema tersebut.


(14)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Adapun sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.

Bab I merupakan pendahuluan. Pendahuluan ini berisi beberapa hal di antaranya latar belakang, identifikasi, dan rumusan masalah. Latar belakang masalah tersebut berisi alasan penulis mengambil kajian tentang PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial. Supaya kajian ini lebih terarah dan lebih memudahkan dalam pembahasan yang mengacu pada pokok permasalahan, maka pada bab ini dibuat rumusan dan identifikasi masalah. Selain itu, bab ini juga memuat tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika atau organisasi skripsi.

Bab II merupakan kajian pustaka atau pemaparan penelitian sebelumnya yang sejenis atau berhubungan. Dalam bab ini dikemukakan konsep-konsep dari penggalan judul atau konsep yang dianggap pokok dalam isi penelitian, memaparkan beberapa teori yang berkaitan dengan pembahasan, juga pemaparan penelitian sebelumnya yang berkaitan. Dalam penelitian ini, teori dijadikan pisau analisis untuk mengkaji permasalahan tersebut.

Bab III merupakan metodologi penelitian. Dalam bab ini dikemukakan rangkaian kegiatan serta langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam penelitian. Adapun langkah-langkah tersebut adalah pertama, persiapan penelitian yang terdiri dari pengajuan judul penelitian. Kedua, adalah pelaksanaan penelitian serta melakukan kritik sumber baik internal maupun eksternal. Ketiga, adalah penafsiran atau interpretasi dari fakta-fakta yang telah dikumpulkan, dan terakhir melaporkan hasil penelitian dalam bentuk tulisan (skripsi) atau yang lazim disebut historiografi.

Bab IV merupakan pembahasan, di mana dalam tahap ini penulis akan membahas, mendeskripsikan, dan menguraikan permasalahan yang selama ini penulis teliti, serta memaparkan dan menjelaskan tentang data-data yang penulis


(15)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

peroleh baik dari buku-buku sumber, internet, wawancara, atau sumber lainnya yang mendukung judul dan permasalahan yang dikaji dari karya ilmiah ini. Sehingga, pada bab keempat ini penulis akan berusaha untuk mendeskripsikan hasil penelitian dan mencoba untuk menganalisisnya dalam bentuk penulisan sejarah secara terstruktur dan sistematis.

Bab V merupakan penutup. Pada bagian ini, penulis akan membahas beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan sebagai inti dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta mengambil makna dari kajian yang telah penulis bahas pada bab sebelumnya.


(16)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan penulis untuk mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan judul skripsi PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial adalah metode historis. Metode historis yaitu suatu proses pengkajian, penjelasan, dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman serta peristiwa yang terjadi di masa lampau (Gosttchalk, 1986 : 32). Sjamsuddin (2007: 15) mengartikan metode sejarah sebagai suatu cara bagaimana mengetahui sejarah. Dari beberapa pengertian mengenai metode historis tersebut, dapat disimpulkan bahwasannya metode historis merupakan cara mengkaji, menguraikan, dan menganalisis suatu masalah secara kritis dan terstruktur untuk mengetahui atau merekonstruksi suatu peristiwa untuk selanjutnya dituangkan dalam suatu penulisan sejarah. Kemudian tentu saja alasan penggunaan metode historis karena data-data yang digunakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini berasal dari masa lampau.

Teknik penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah dengan studi kepustakaan atau literatur, yakni teknik dalam penelitan ilmiah dengan mencari, membaca, kemudian mengkaji sumber-sumber tertulis dari buku-buku, artikel, dan internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji, sehingga membantu penulis dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang dirumuskan. Penulis beranggapan bahwa metode historis merupakan metode yang cocok digunakan dalam penyusunan skripsi ini karena data dan fakta-fakta yang dibutuhkan berasal dari masa lampau. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, penulis akhirnya menggunakan metode historis dalam penyusunan skripsi ini. Langkah-langkah metode historis menurut Sjamsuddin (2007: 85-155) adalah terdiri atas,


(17)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pendapat Carrard, sebagaimana dikutip oleh Sjamsuddin (2007: 86) mengemukakan bahwasannya langkah awal dalam metode historis ialah sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau materi sejarah, atau evidensi sejarah. Pada tahap ini penulis berusaha mencari dan mengumpulkan berbagai sumber yang dianggap relevan dengan pokok permasalahan yang akan dikaji. Sumber-sumber yang akan digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah sumber-sumber tertulis, baik berupa buku maupun tulisan atau artikel-artikel yang terdapat pada internet.

b. Kritik

Setelah sejarawan berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya, ia tidak akan menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah selanjutnya ia harus menyaringnya secara kritis, terutama terhadap sumber-sumber pertama, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkah inilah yang disebut kritik sumber, baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber. Pada tahap ini penulis berusaha untuk mengkritisi sumber-sumber sejarah tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji.

c. Interpretasi

Sesudah menyelesaikan langkah-langkah pertama dan kedua berupa heuristik dan kritik sumber, sejarawan memasuki langkah-langkah selanjutnya yaitu interpretasi. Interpretasi merupakan kegiatan atau tahap menafsirkan keterangan atau fakta-fakta yang terkumpul dengan cara mengolah fakta yang telah dikritisi dengan merujuk beberapa referensi yang mendukung kajian penulis. Pada tahap interpretasi ini, penulis berusaha memberikan penafsiran terhadap keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh, dan yang telah dihubugkan dan dianalisis sebelumnya.


(18)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Historiografi merupakan tahap penulisan sejarah setelah melewati tahap pengumpulan sumber-sumber sejarah, analisis, dan memberi penafsiran (interpretasi). Setelah itu fakta-fakta sejarah tersebut disajikan menjadi sebuah kesatuan, narasi, atau deskripsi yang tersusun dan terstruktur dalam bentuk karya tulis atau skripsi dengan kaidah-kaidah penyusunan skripsi yang berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia.

Keempat langkah kerja tersebut merupakan kegiatan inti dari penelitian dan penyusunan skripsi ini. Langkah-langkah penelitian itu sendiri terdiri dari tiga tahapan yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan laporan penelitian. Ketiga tahapan langkah-langkah penelitian tersebut dijabarkan sebagai berikut:

3. 1 Persiapan Penelitian

Dalam tahap persiapan penelitian, penulis melakukan beberapa kegiatan, di antaranya sebagai berikut.

3. 1. 1 Persiapan Penelitian

Awalnya penulis tertarik mengkaji tentang Schutzstaffel (organisasi militer elit yang khusus sebagai pasukan pengawal Adolf Hitler), yang dalam perkembangannya mempunyai peran yang multi. Di samping sebagai pasukan pengawal, juga turut berperang, melakukan Endlosung (solusi final) Holocaust terhadap orang-orang Yahudi, Gipsi, Slav, atau orang-orang yang dianggap hina oleh Adolf Hitler, atau sebagai subjek pelaku rekayasa genetika ras Arya (Lebensborn). Schutzstaffel juga merupakan organisasi militer yang loyalitasnya tidak diragukan terhadap sang führer jika dibandingkan dengan Angkatan Bersenjata Jerman (Wehrmacht) lainnya.

Hal yang menjadi ketertarikan dan pertanyaan penulis adalah mengapa kesatuan Schutzstaffel ini mempunyai peran yang multi tidak lazimnya sebagaimana tentara? Kemudian dari segi strategi militer, mengapa para sejarawan menganggap Schutzstaffel sebagai pasukan tentara yang sangat ditakuti oleh Sekutu?. Dari hasil pencarian sumber, penulis menemukan beberapa sumber


(19)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

atau literatur yang membahas mengenai Schutzstaffel secara umum, yakni mengenai peranan secara militernya dalam Perang Dunia II.

Judul yang diajukan adalah PERANAN SCHUTZSTAFFEL PADA MASA PERANG DUNIA II (1939-1945). Sebelumnya penulis telah berkonsultasi dengan dosen mata kuliah Sejarah Eropa, Bapak Drs. R. H. Achmad Iriyadi, beliau menyarankan agar dicoba dulu untuk diseminarkan.

Pengajuan judul skripsi ke Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) dilakukan pada minggu pertama bulan Februari tahun 2013, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan proposal penelitian. Adapun isi proposal tersebut antara lain,

 Judul Penelitian

 Latar Belakang Masalah  Rumusan dan Batasan Masalah  Tujuan Penelitian

 Manfaat Penelitian

 Metode dan Teknik Penelitian  Tinjauan Pustaka

 Sistematika Penulisan  Daftar Pustaka

3. 1. 2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Setelah melakukan pengajuan judul ke TPPS, penulis menyusun proposal skripsi yang kemudian melakukan proses konsultasi dengan pihak TPPS. Hal ini bertujuan agar proposal yang diajukan penulis mendapatkan saran dan kritik apabila terdapat ketidaksesuaian dengan kaidah-kaidah penyusunan skripsi. Setelah proposal skripsi disetujui, maka penulis melakukan seminar proposal skripsi yang sudah ditentukan TPPS pada tanggal 13 Februari 2013 bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Sejarah, lantai empat gedung FPIPS baru, Universitas Pendidikan Indonesia.


(20)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hasil dari seminar proposal skripsi adalah perubahan terhadap kajian, namun objek yang dikaji tetap berhubungan dengan Schutzstaffel. Dr. Nana Supriatna M. Ed sebagai calon pembimbing I menyarankan agar melakukan revisi proposal skripsi dengan kajiannya menggunakan displin ilmu lain yang masih berkaitan (interdisipliner). Akhirnya penulis terfikirkan untuk mengkaji tokoh yang masih berhubungan dengan Schutzstaffel, yakni Adolf Hitler dalam peranannya terhadap Schutzstaffel itu sendiri dari perspektif psikologi sosial.

Judul PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN

SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial disetujui tanggal 19 April 2013 baik oleh calon pembimbing I (Dr. Nana Supriatna, M. Ed) atau calon pembimbing II (Drs. R. H. Achmad Iriyadi), serta surat keputusan penunjukkan pembimbing skripsi ditandatangani oleh Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M. Pd (ketua jurusan) dan Drs. H. Ayi Budi Santosa, M. Si (ketua TPPS).

3. 1. 3 Konsultasi

Konsultasi merupakan proses bimbingan dalam penulisan skripsi yang dilaksanakan oleh dua orang dosen pembimbing yang memiliki kompetensi sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji oleh penulis. Dalam hal ini kompentensi yang dimaksud adalah berhubungan dengan Sejarah Eropa, khususnya mengenai sekitar Perang Dunia II. Berdasarkan surat penunjukkan pembimbing skripsi yang dikeluarkan TPPS, dalam penyusunan skripsi ini penulis dibimbing oleh Dr. Nana Supriatna, M. Ed. sebagai pembimbing I dan Drs. R. H. Achmad iriyadi sebagai pembimbing II. Konsultasi merupakan proses yang harus dilaksanakan penulis untuk mendapatkan masukan, petunjuk, atau adanya ketidaksesuaian mengenai kaidah-kaidah penyusunan skripsi. Konsultasi dilakukan oleh penulis dengan dosen pembimbing setelah sebelumnya menghubungi dosen pembimbing dan mengatur jadwal pertemuan untuk bimbingan.


(21)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian, penulis mengacu kepada tahap-tahap historiografi yakni dengan metode historis, yang proses tahap-tahapannya adalah heuristik - kritik - interpretasi - historiografi.

3. 2. 1 Pengumpulan Sumber (Heuristik)

Heuristik merupakan kegiatan mencari dan mengumpulkan sumber atau data-data melalui buku, artikel, internet, dan sebagainya yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian. Sumber yang dimaksud adalah sumber tulisan, baik sumber primer maupun sekunder. Sumber-sumber yang dikumpulkan penulis adalah sumber yang berhubungan dengan Schutzstaffel, peranan Adolf Hitler secara umum baik terhadap Schutzstaffel, Partai Nazi, maupun terhadap Jerman semasa ia menjadi kanselir atau führer. Karena menggunakan teknik studi literatur, sebagaimana dikatakandi atas maka sumber yang dikumpulkan adalah berupa sumber tertulis baik dalam buku, jurnal, artikel, maupun tulisan dan gambar-gambar dalam internet.

Dalam proses pencarian dan pengumpulan sumber, penulis melakukan kunjungan ke berbagai perpustakaan, yakni diantaranya sebagai berikut.

1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini penulis mendapatkan empat buku yang berhubungan dengan masalah yang dikaji. Tiga buku mengenai psikologi sosial dan satu buku mengenai fasisme atau sosialisme Jerman pada masa Adolf Hitler. Tiga buku mengenai psikologi sosial di antaranya adalah 1) buku berjudul Psikologi Sosial karangan Abu Ahmadi, 2) buku berjudul Psikologi Sosial karangan W. A. Gerungan, dan 3) buku berjudul Teori-Teori Psikologi Sosial karangan Slamet Santoso. Penulis memilih tiga buku tersebut sebagai sumber yang khusus mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan psikologi sosial. Sedangkan buku yang berhubungan dengan Adolf Hitler berjudul Ideologi dan Masyarakat: Kajian

Sejarah EropaAbad ke-20 yang ditulis oleh Nana Supriatna. Penulis memilih


(22)

sosial-Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ekonomi masyarakat dan perpolitikan negara sekitar naiknya Hitler menjadi

fuhrer dan pemerintahannya.

2. Perpustakaan umum “Batu Api” Jatinangor. Di perpustakaan ini penulis mendapatkan buku berjudul Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas

Watak Manusia karya Erich Fromm. Penulis memilih buku ini karena

menjelaskan tentang kekerasan dalam berbagai bentuk, termasuk kekerasan yang dilakukan Adolf Hitler dan Heinrich Luitpold Himmler.

3. Perpustakaan Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia. Di perpustakaan ini penulis mendapatkan International Encyclopedia of The Social Sciences

Volume 2. Buku tersebut ditulis tim penulis buku, editor David L. Sills.

4. Perpustakaan pribadi Bapak Drs R. H. Achmad Iriyadi. Di perpustakaan ini penulis mendapatkan dua buku mengenai Schutzstaffel dan satu buku tentang kekerasan. Dua buku mengenai Schutzstaffel tersebut di antaranya adalah buku berjudul Waffen-SS: Pasukan Elite NAZI 1940-1945 yang ditulis Bruce Quarrie dan buku berjudul Waffen SS: Mesin Perang NAZI yang ditulis oleh Fernando R. Srivanto. Penulis memilih buku tersebut karena berhubungan dengan latar belakang berdirinya, serta peran-peran yang dijalankan oleh Schutzstaffel. Sedangkan buku tentang kekerasan berjudul Kekerasan dan

Agresi yang ditulis oleh R. H. Bailey. Penulis memilih buku ini karena

berhubungan dengan landasan teori yang memaparkan mengenai teori dan hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan. Sumber lain yang diperoleh adalah video dokumenter dari Discovery Channel berjudul NAZIS: The Occult

Conspiracy.

5. Perpustakaan TNI Angkatan Darat Bandung, penulis mendapatkan buku karya Lyman Tower Sargent berjudul Ideologi Politik Kontemporer. Penulis menggunakan buku ini karena salah satu bahasannya mengenai sistem pemerintahan fasis Jerman pada masa Adolf Hitler.


(23)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6. Meminjam kepada teman-teman dari Jurusan Pendidikan Sejarah UPI penulis mendapatkan buku: 1) Sejarah dan Teori Sosial yang ditulis oleh Peter Burke; 2) Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah yang ditulis oleh Sartono Kartodirdjo. Kedua buku ini dipilih karena menjelaskan tentang hubungan antara sejarah dengan teori-teori sosial yang dapat membantu disiplin sejarah, serta kedua buku ini yang menginspirasi penulis menggunakan kajian psikologi sosial; 3) Sejarah Eropa-Buku II (Menjelang

PD I-Pasca PD I) yang ditulis oleh Julius Siboro. Penulis memilih buku ini

karena menjelaskan mengenai latar belakang bangkitnya Jerman setelah kalah dalam Perang Dunia I dan persiapan Perang Dunia II, yang berdampak pula pada sikap Hitler untuk melakukan kebijakan perang.

7. Selain itu penulis juga mempunyai beberapa buku koleksi pribadi di antaranya adalah buku: To Kill Hitler: Upaya-Upaya Membunuh Adolf Hitler yang ditulis oleh Irwanto, The Death Adolf Hitler yang ditulis Agustinus Pambudi,

Bangun dan Djatuhnya Adolf Hitler ditulis William L. Shirer, Tuhan Hitler

ditulis G. V. Vrekhem. Penulis memilih beberapa buku ini karena menguraikan perjalanan hidup Adolf Hitler, baik dari segi ekonomi, sosial, dan politiknya. Buku berjudul 7 Tokoh Kunci NAZI: Penentu Sejarah Jerman

dan Penyebab Perang Dunia II yang ditulis Luger Ballack, Gang of NAZI: Seputar Kisah Kontroversial Para Petinggi NAZI ditulis F. R. Srivanto.

Penulis memilih buku-buku ini karena menguraikan biografi tokoh-tokoh yang berpengaruh terhadap sikap Jerman dalam Perang Dunia II, termasuk Adolf Hitler dan Himmler (pemimpin Schutzstaffel). Buku berjudul Pasukan Elit

Perang Dunia II karangan M. Daud Darmawan, Waffen SS: Pasukan Elit Pengawal Hitler ditulis N. Oktorino, dan Legiun Asing Waffen SS: Kisah Sukarelawan Asing dalam Tentara Elite Hitler ditulis N. Hidayat. Penulis

memilih buku ini karena isinya menguraikan hal-hal mengenai Schutzstaffel. Buku berjudul Il Principle: Sang Pangeran karya Niccolo Machiavelli, penulis memilih buku ini sebagai salah satu analisis, terutama dari


(24)

kebijakan-Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kebijakan Adolf Hitler terhadap Schutzstaffel maupun terhadap Jerman dalam perpolitikan dunia. Buku berjudul Perang Eropa I karya P. K. Ojong, penulis memilih buku ini karena berhubungan dengan Perang Dunia II, yang mana Adolf Hitler dan Schutzstaffel tidak bisa dilepaskan dari Perang Dunia II. Kajian buku lain yang dimiliki penulis tidak jauh berbeda dengan buku-buku lain, yakni mengenai Adolf Hitler, Schutzstaffel, dan psikologi sosial. 3. 2. 2 Kritik Sumber

Setelah penulis melakukan tahap proses pencarian dan pengumpulan sumber-sumber sejarah, penulis tidak menerima begitu saja apa yang tercantum dan tertulis dalam sumber-sumber itu, langkah berikutnya yakni melakukan kritik sumber terhadap data-data yang sudah diperoleha untuk penyelesaian skripsi ini, baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber, maupun terhadap sustansi (isi) sumber (Sjamsuddin, 2007: 131).

3. 2. 2. 1 Kritik Eksternal

Kritik eksternal adalah suatu penelitian atas asal-usul sumber, suatu penyelidikan atas bukti sejarah berupa catatan atau peninggalan untuk mendaptkan informasi yang mungkin, dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sumber sejarah tersebut mengalami perubahan atau tidak oleh orang-orang tertentu (Sjamsuddin, 2007: 134). Artinya, sebelum melakukan kritik atas substansi atau isi sumber terlebih dahulu melakukan telaah aspek luarnya, misalnya siapa yang mengatakan itu?, apa motifnya?, dan sebagainya. Tentunya kritik eksternal ini bertujuan meminimalisir unsur subjektivitas yang terdapat dalam sumber sejarah. Dalam penelitian ini sebenarnya penulis tidak menggunakan sumber primer, namun terdapat tulisan berupa memoir atau dapat pula disebut autobiografi karya pelaku sejarah yang sudah mengalami cetak ulang sampai saat ini, buku tersebut berjudul asli (bahasa Jerman) Mein Kampf yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti Perjuanganku. Dalam kritik eksternal ini contohnya menganalis bahasa terjemahan. Ketika membaca buku terjemahan tersebut, penulis harus membaca beberapa kali untuk dapat mengerti


(25)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

apa yang dimaksudkan penulis (pendapat, gagasan, dan pemikiran-pemikirannya). Jika melihat kelaziman pemikiran atau gagasan-gagasan para negarawan, diktator, dan sebagainya memang mempunyai bahasa yang berat dan sulit untuk langsung dimengerti. Misalnya membandingkannya dengan tulisan atau pemikiran Niccolo

Machiavelli dalam buku “Il Principe” atau Soekarno dalam buku “Di Bawah Bendera Revolusi”. Jadi kiranya buku tersebut memang merupakan terjemahan yang tidak banyak keluar dari pemikiran penulisnya. Selebihnya penulis tidak melakukan kritik eksternal karena sumber-sumber sejarah yang digunakan adalah sumber sekunder berupa buku-buku dan tulisan-tulisan yang terdapat pada internet.

3. 2. 2. 2 Kritik Internal

Menurut Sjamsuddin (2007: 143), kritik internal kebalikan dari kritik eksternal, kritik internal sebagaimana disarankan istilahnya menekankan aspek

“dalam”, yaitu isi dari sumber sejarah. Dalam kritik internal ini penulis

membandingkan isi dari tiga buku yang dijadikan sumber penulis dalam penyusunan skripsi ini. Sebagai contoh, penulis akan membandingkan isi dari buku: Waffen SS: Mesin Perang NAZI karya Fernando R. Srivanto, Pasukan Elit

Perang Dunia II karya M. Daud Darmawan, dan Waffen SS: Pasukan Elit NAZI 1940-1945 yang ditulis Bruce Quarrie.

Ketika membicarakan masalah kualifikasi awal perekrutan Schutzstaffel di Jerman dan semangat perang para serdadunya, ketiga penulis tersebut sepakat bahwa yang diutamakan dalam kualifikasi tersebut adalah fisik. Artinya untuk dapat bergabung menjadi serdadu Schutzstaffel pada masa awal pembentukannya adalah mereka yang mempunyai fisik yang ideal seperti harus berumur 23-35 tahun, setidaknya memiliki tinggi 180 cm, berada dalam puncak kondisi fisik, tidak mempunyai cacat kriminal atau fisik, serta harus bisa membuktikan diri sebagai keturunan leluhur ras Arya murni tanpa tercemar darah Yahudi. Mereka para pemimpin Schutzstaffel lebih memilih para calon serdadu Schutzstaffel yang mengutamakan fisik daripada intelektualitas. Hal ini bertujuan agar para calon


(26)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

serdadu dapat mudah dibuat taat terhadap disiplin ketat sekaligus terhadap indoktrinasi ideologis, baik itu untuk kepentingan perang atau kepentingan politik rasialisme, dan sebagainya. Tujuan lain adalah agar mereka terbiasa dengan medan lapangan dan seleksi alam, dan memang terbukti pada awal-awal Perang Dunia II mayoritas serdadu Schutzstaffel merasa nyaman hidup di lapangan, serta lebih mahir beroperasi di lapangan dan belantara. Berbeda dengan Angkatan Darat Jerman (Heer) misalnya, yang mengutamakan intelektualitas untuk para calon serdadunya. Sedangkan ketika membicarakan masalah semangat perang para serdadu Schutzstaffel, ketiganya sepakat bahwa para serdadu Schutzstaffel telah mendapat indoktrinasi dari komandan mereka secara intensif tentang ideologi rasial Adolf Hitler yang antisemit, atau ras-ras lain yang dianggap rendah. Jadi ketika dilepas dalam medan pertempuran, mereka sadar bahwa untuk apa mereka bertempur, sekalipun nyawa taruhannya, ditambah lagi ketika indoktrinasi tersebut menekankan kesetiaan terhadap Adolf Hitler sebagai führer Jerman.

Setelah mengalami kritik eksternal dan internal diharapkan data yang sudah mengalami proses tersebut merupakan data yang valid, yang kemudian data tersebut dijadikan sebagai bahan penulisan skripsi oleh penulis.

3. 2. 3 Interpretasi

Terkait dengan penafsiran, Sjamsuddin (2007: 158-159) mengatakan bahwa ketika sejarawan menulis, disadari atau tidak, mereka berpegang pada salah satu atau kombinasi beberapa filsafat sejarah tertentu yang menjadi dasar penafsirannya. Salah satu filsafat sejarah yang digunakan penulis dalam menafsirkan fakta-fakta sejarah dalam skripsi ini adalah filsafat sejarah deterministik.

Lucey, sebagaimana dikutip Sjamsuddin (2007: 162-163) mengatakan bahwa filsafat sejarah deterministik menolak semua penyebab yang berdasarkan kebebasan manusia dalam menentukan dan mengambil sendiri dan menjadikan manusia semacam robot, artinya manusia ditentukan oleh kekuatan yang berada diluarnya. Tenaga-tenaga yang berada di luar manusia berasal dari dunia fisik


(27)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

seperti faktor-faktor geografi (luas daerah, letak daerah, iklim), etnologi (faktor keturunan, fisik biologis yang rasial), faktor-faktor dalam lingkungan budaya manusia seperti sistem ekonomi dan sosial.

Kajian dan peristiwa yang dibahas dalam skripsi ini juga dilatarbelakangi oleh kekuatan dari luar individu yaitu psikologi sosial yang menyebabkan manusia mengambil keputusan tertentu dan selanjutnya menjadi sejarah. Adolf Hitler menjadikan Schutzstaffel yang mempunyai banyak fungsi merupakan dorongan dari faktor-faktor tertentu yang bersumber dari pengalaman hidup dan kehidupan dalam kelompoknya. Hal ini kemudian melandasi penulis untuk menggunakan filsafat sejarah deterministik dalam penyusunan skripsi ini.

Dari berbagai macam jenis penafsiran yang termasuk dalam filsafat sejarah deterministik, penulis menggunakan penafsiran sintesis. Penafsiran sintesis mencoba menggabungkan semua faktor atau pendorong yang menjadi penggerak sejarah. Menurut penafsiran ini tidak ada sebab tunggal yang mampu menjelaskan semua fase dan periode dalam perkembangan sejarah (Barnes, 1963: 359-360, dalam Sjamsuddin, 2007: 170).

Artinya, perkembangan dan jalannya sejarah digerakkan oleh bersama-sama berbagai faktor dan tenaga, namun tetap manusia sebagai pemeran utama. Pemilihan penafsiran sintesis dipilih karena peran Adolf Hitler terhadap pasukan elit Schutzstaffel yang mempunyai banyak fungsi tidak sebagaimana lazimnya sebagai serdadu tersebut, tidak terlepas dari faktor pendorong seperti kondisi sosial, di mana Adolf Hitler pernah tinggal dan dalam kurun waktu tertentu mengalami fase kehidupan yang fluktuatif dan tidak menentu secara ekonomi dan sosial.

3. 2. 3. 1 Pendekatan

Dalam melakukan interpretasi, penulis menggunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang digunakan untuk penelitian ilmu sejarah yang meminjam konsep dan teori-teori dari disiplin ilmu lain selain ilmu sejarah. Adapun konsep dan teori-teori yang dimaksud adalah


(28)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berasal dari disiplin ilmu yang serumpun dengan ilmu sejarah (ilmu-ilmu sosial). Tidak lain tujuan dari penggunaan konsep dan teori-teori dari disiplin ilmu bantu tersebut adalah untuk mempertajam analisis permasalahan yang dikaji, dan agar skripsi ini berbeda pada umumnya karena menggunakan sudut pandang yang berbeda pula dalam mengkaji peristiwa dalam sejarah. Disiplin ilmu sosial yang digunakan penulis dalam hal ini adalah disiplin ilmu sosiologi dengan mengambil konsep peranan, teori kekerasan, dan teori psikologi sosial (walaupun disebut juga sebagai bagian dari sub disiplin ilmu psikologi). Dari ilmu kemiliteran, penulis mengambil konsep organisasi militer Schutzstaffel.

Konsep organisasi militer Schutzstaffel digunakan penulis karena objek sasaran Adolf Hitler adalah Schutzstaffel, sebuah organisasi militer yang multifungsi. Secara etimologi Schutzstaffel berarti skuadron pelindung, sedangkan secara istilah Schutzstaffel merupakan organisasi militer yang awalnya didirikan dengan tujuan sebagai pasukan pengawal pribadi para petinggi

Nationalsozialistische Deutsce Arbeiterpartei (NSDAP) atau yang biasa disebut

Partai Nazi. Tetapi dalam perkembangannya menjelma menjadi pasukan elit Jerman yang ditakuti oleh sekutu khususnya pada masa awal Perang Dunia II, baik itu dalam hal peperangan, maupun dalam hal pembantaian orang-orang Yahudi.

Dalam sebuah organisasi, tentunya terdapat jabatan-jabatan tertentu dengan tugas masing-masing. Sedangkan dalam kemiliteran segala perintah diberlakukan sistem komando, di mana sistem komando tersebut harus sesuai dengan hirarki dalam kemiliteran. Skuadron pelindung sendiri tentunya memang diperuntukkan agar Schutzstaffel benar-benar dijadikan sebagai pasukan pelindung terutama bagi Adolf Hitler. Dari uraian tersebut kiranya dapat dipahami bahwa indoktrinasi yang kuat dari para petinggi Schutzstaffel termasuk Adolf Hitler sendiri berdampak pada dasar kuatnya kedisiplinan sebuah organisasi militer Schutzstaffel dan implementasi dari peran yang dijalankan.


(29)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Konsep peranan diartikan sebagai implementasi dari usia, jenis kelamin, kedudukan, atau jabatan yang sedang dipegang dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam suatu peristiwa sejarah. Mengenai hal ini Linton (1984: 148-149) mengatakan bahwa konsep peranan (role) tidak bisa dilepaskan dari kedudukan atau status, bahkan ia mengatakan bahwa tidak ada status tanpa role, begitu juga sebaliknya, tidak ada role tanpa status. Nyatanya memang demikian, ketika seorang individu mempunyai status atau jabatan tertentu, jika tidak ingin dikatakan menyimpang, maka ia harus mengimplementasikannya melalui peranan yang sesuai dengan status atau jabatannya tersebut.

Peranan yang dimaksudkan di sini adalah peranan dari Adolf Hitler, terutama dalam perkembangan Schutzstaffel. Adolf Hitler sebagai pemrakarsa dan kelak Schutzstaffel diperuntukkan untuk dirinya sendiri, tentunya mempunyai peran yang harus diimplementasikan terhadap perkembangan skuadron pelindung tersebut. Schutzstaffel yang dalam perkembangan puncaknya mempunyai banyak fungsi tidak sebagaimana lazimnya tentara yang hanya berperang, tidak lepas dari peranan Adolf Hitler, di mana ia melakukan indoktrinasi Sosialisme Nasional/Naziisme untuk memerangi orang-orang Yahudi, atau bangsa lain yang dianggap rendah. Sehingga politik antisemitisme Adolf Hitler merupakan salah satu dasar tujuan perang dan sebagai tambahan semangat para serdadu ketika berada di medan pertempuran.

Adolf Hitler yang menyebut dirinya sebagai führer (pemimpin Jerman) pada saat itu menuntut dirinya berperan sebagaimana seorang pemimpin negara. Konsep pemerintahan totaliter yang dicanangkan menuntutnya melakukan hal-hal yang lazimnya dilakukan oleh seorang pemimpin dengan sistem pemerintahan totaliter. Lebih besar lagi bahwa Hitler disebut-sebut penganut ideologi fasis yang mana oleh Ebestein, sebagaimana dikutip Supardan (2009: 343) mengatakan bahwa fasisme (facism) sendiri diartikan sebagai pengorganisasian pemerintahan dan masyarakat secara totaliter oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat memiliki rasa nasionalisme sempit, rasialis, militeristis, dan imperialis.


(30)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kepemimpinan fasisme yang oleh Payne, sebagaimana dikutip oleh Supardan (2009: 344) bahwa cenderung kepada kepemimpinan otoriter, kharismatik, dan bergaya personal, dapat dibuktikan dengan peranannya yang melakukan hal-hal tertentu yang cenderung bersifat otoriter, baik dalam perpolitikan Jerman dalam kancah dunia, maupun terhadap kemiliterannya.

Teori yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah teori kekerasan. Pandangan antisemitisme Adolf Hitler misalnya, bersumber dari teori

Charles Robert Darwin mengenai “lestarinya makhluk yang paling sesuai”, dalam

hal ini adalah superioritas ras Arya. Pendapat Darwin, sebagaimana dikutip oleh Bailey (1988: 13-14) mengatakan bahwa kemajuan manusia akan terwujud lewat lestarinya makhluk yang paling sesuai, dan kekerasan berguna untuk tujuan yang bermanfaat dalam mempertahankan kelestarian hidup. Pandangan lain serupa dikemukakan oleh seorang filsuf bidang pemerintahan, yakni Niccolo Machiavelli yang berpendapat bahwa kekuasaan berhubungan dengan bagaimana seorang pemimpin dapat mempertahankan kekuasaannya dalam berbagai intrik politik. Hal ini dijadikan dasar keilmuan atas kekerasan yang dilakukannya terhadap orang-orang Yahudi.

Kekerasan pada umumnya tidak hanya berbentuk fisik, tetapi juga berbentuk non fisik, walaupun dalam pemerintahan totaliter hal itu merupakan sesuatu yang lazim. Kekerasan non fisik dapat berupa indoktrinasi politik, agitasi politik, teror politik, diskriminasi rasial, dan sebagainya. Indoktrinasi politik yang dilakukan Adolf Hitler terhadap serdadu Schutzstaffel dapat dianggap sebagai kekerasan yang dimaksud.

Pendapat Gurr, sebagaimana dikutip oleh Widodo

(http://rudidw.blogspot.com/2012/09/teori-kekerasan.html), dikatakan sebelumnya bahwa kekerasan yang terjadi di masyarakat sangat dipengaruhi oleh ideologi, tentu tidak dapat dipisahkan dengan ideologi fasisme yang disebut-sebut dianut oleh Adolf Hitler. Fasisme yang oleh Supardan (2009: 343) dikatakan dijalankan oleh kediktatoran partai tunggal yang sangat memiliki nasionalis yang sempit,


(31)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

rasialis, milisteristis, dan sebagainya, dapat dikatakan sebagai bentuk kekerasan, khususnya oleh kelompok yang menjadi objek kekerasan itu sendiri. Jadi kiranya terdapat korelasi antara kekerasan dengan hal-hal yang dilakukan Adolf Hitler selama menjadi führer Jerman. Terlebih terhadap Schutzstaffel yang diberikan doktrin untuk melakukan kekerasan-kekerasan tertentu.

Selanjutnya yang digunakan dalam penyususnan skripsi ini adalah kajian psikologi sosial. Dalam kajian ini akan dijelaskan pola tingkah laku individu dalam kelompoknya, baik itu berbentuk kelompok kecil, kelompok besar, asosiasi, organisasi, dan sebagainya. Perilaku seorang individu ketika sendiri dengan ketika berbaur dengan kelompok tentunya akan berbeda, karena di samping aspek psikologi, juga karena dalam kelompok terdapat faktor-faktor lain, seperti konsensus misalnya. Menghubungkan dengan permasalahan yang dikaji, kajian ini ditujukan sebagai alat untuk menganalisis sikap atau kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh Adolf Hitler ketika menjadi pemimpin Jerman. Berbagai gagasannya seperti konsep negara rasialis, Lebensraum,

Lebensborn, skuadron pelindung, dan sebagainya, tentu tidak lepas dari

pengaruh-pengaruh dalam kelompoknya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Gagasan-gagasannya tersebut tertuang dalam buku yang ditulisnya ketika dipenjara, yakni Mein Kampf. Pengaruh ketika kecil hidup daerah Inn, sebuah wilayah di perbatasan Jerman-Austria, ketika menjalani hidup yang tidak menentu semasa di Vienna, semasa menjadi prajurit militer Jerman dalam Perang Dunia I, memasuki dalam kancah perpolitikan, dan seterusnya, hal itu memberikan dampak yang besar dalam kebijakan-kebijakannya terhadap peran Schutzstaffel.

Berbagai kajian dalam psikologi sosial kiranya dapat dibahas dan dihubungkan dengan pribadi Adolf Hitler. Dalam hal interaksi sosial, Hitler mengalami berbagai pengalaman kehidupan yang bersinggungan dengan kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Faktor-faktor yang mendasari interaksi sosial seperti identifikasi, imitasi, simpati, dan sebagainya baik itu secara parsial maupun holistik juga berpengaruh terhadap kepribadian atau kebijakan Hitler.


(32)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Misalnya Adolf Hitler menerapkan salam fasis gaya Benito Mussolini, pemimpin fasis Italia. Hitler meniru gaya tersebut karena Mussolini merupakan idolanya yang sepuluh tahun lebih cepat menjadi pemimpin fasis Italia sebelum ia menjadi kanselir Jerman tahun 1933.

Kajian psikologi sosial yang lain di antaranya adalah sikap sosial, yakni kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-kegiatan sosial. Menurut Ahmadi (2007: 154-156) sikap yang kita tentukan dari pendapat yang didapatkan berhubungan dengan faktor-faktor tertentu, di antaranya sebagai berikut.

1) Jenis pekerjaan, misalnya seorang guru akan mempunyai pendapat atau sikap yang berbeda dengan seorang buruh dalam menyikapi pemilihan umum;

2) Etnis/ras, misalnya anak-anak keturunan kulit putih tidak diperkenankan bergaul dengan anak-anak berkulit hitam oleh orang tuanya;

3) Kelas sosial/ekonomi, misalnya pandangan antara orang-orang yang tergolong termasuk ekonomi bawah dengan ekonomi atas dalam hal memilih sosok atau partai di pemilihan umum, dan;

4) Sejarah, berkaitan dengan pola pikir seseorang terhadap zaman. Misalnya Candi Borobudur dahulu dianggap suatu lambang kemegahan, tetapi sekarang dianggap lambang penindasan rakyat. Keempat faktor tersebut kiranya dapat dihubungkan dengan sosok Adolf Hitler ketika berkampanye menuju pemerintahan, serta berdampak pula terhadap kebijakan-kebijakannya ketika menjadi pemimpin Jerman.

Selain sikap sosial, dalam kajian psikologi sosial yang berkaitan dengan penelitian adalah prasangka sosial, kemudian terbentuknya jarak sosial. Sheriff dan Sheriff, sebagaimana dikutip oleh Ahmadi (2007: 196-197) mengatakan bahwa prasangka sosial adalah suatu sikap negatif para anggota suatu kelompok, berasal dari norma mereka yang pasti, kepada kelompok lain beserta anggotanya. Lebih lanjut Sheriff menjelaskan bahwa parasangka di sini dimaksudkan sebagai


(33)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

suatu sikap yang tidak simpatik terhadap kelompok luar (out group). Terdapat beberapa sebab yang menimbulkan gejala prasangka sosial, namun yang paling berhubungan erat dengan pribadi Adolf Hitler di antaranya adalah perbedaan fisik/biologi/ras, pencarian kambing hitam (dalam kasus Perjanjian Versailles), dan pengalaman yang menyakitkan (periode kehidupan Adolf Hitler ketika menjalani hidup yang tidak menentu di Austria). Akibat adanya prasangka sosial adalah pertentangan bahkan permusuhan. Semakin bertentangan atau bermusuhan, maka akan jauh jarak sosialnya (social distance). Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka akan terinternalisasi menjadi norma sosial, dan itu akan dianut oleh suatu kelompok yang mempunyai prasangka sosial terhadap pihak/kelompok lain. Hal ini tidak jauh dengan kebijakan Adolf Hitler terhadap orang-orang Yahudi atau kaum Marxis, yakni dengan politik antisemitnya yang diimplementasikan dalam bentuk Holocaust, dan sebagainya.

Hal lain dalam teori psikologi sosial terdapat kajian yang menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dan masih berhubungan pula dengan Adolf Hitler, yakni kajian kepemimpinan dan propaganda. Ahmadi (2007: 113) mengemukakan kepemimpinan (Leadership) sebagai kemampuan dari seseorang (yaitu kemampuan/leader) untuk mempengaruhi orang lain (yang dipimpin atau para pengikutnya), sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Lebih lanjut dikatakan bahwa kepemimpinan merupakan hasil daripada organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil dinamika daripada interaksi sosial. Artinya ketika dalam suatu organisasi mengalami kesulitan-kesulitan tertentu, kemudian tampil individu yang menyatakan sanggup untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi suatu organisasi tersebut, kemudian berhasil, maka hal itu dapat dikatakan sebagai proses kepemimpinan, terlebih ketika dalam lingkup yang besar seperti negara yang sedang mengalami chaos. Hal itu yang terjadi pada sosok Adolf Hitler, yang di mana ketika Jerman terpuruk akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I, Hitler


(34)

-Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

gagasannya tersebut. Ketika menjadi führer Jerman, Hitler menyebut pemerintahannya sebagai Drittes Reich/Third Reich (kekaisaran ketiga) karena dalam rangka propaganda sebagai pemimpin, ia menjanjikan pemerintahannya lebih baik daripada First Reich (kekaisaran pertama yang berlangsung pada abad pertengahan/Charlemagne), Second Reich (kekaisaran kedua yang berlangsung sejak kanselir Otto von Bismark berhasil menyatukan seluruh Jerman hingga akhir Perang Dunia I.

3. 2. 4 Historiografi

Secara umum Historiogarfi merupakan penulisan sejarah setelah melewati tahapan-tahapan tertentu. Dalam penulisan sejarah, wujud dari penulisan itu merupakan paparan, penyajian, presentasi atau penampilan yang pada akhirnya sampai kepada khalayak dan dibaca oleh para pembaca atau pemerhati sejarah. Paling tidak secara bersamaan digunakan tiga bentuk teknik dasar menulis sebagai wahana yaitu deskripsi, narasi, dan analisis (Sjamsuddin, 2007: 236).

Ketika memasuki tahap historiografi, sejarawan hendaknya memiliki kemampuan analitis dan kritis agar penelitian yang dihasilkan dan disajikan memenuhi kriteria ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebuah karya tulis dapat dikatakan ilmiah apabila memenuhi kaidah-kaidah keilmuan dan tata bahasa yang sesuai dengan aturan tata bahasa atau pedoman penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia.

3. 3 Laporan Penelitian

Langkah ini merupakan tahap akhir dari suatu penelitian yang dilakukan penulis. Hal ini dilakukan setelah penulis melaksanakan langkah-langkah penelitian sesuai dengan metode historis, yakni melakukan pencarian dan menemukan sumber sejarah, melakukan kritik sumber (analisis), melakukan interpretasi (penafsiran), dan menuangkannya dalam karya ilmiah yang sesuai


(35)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan aturan atau kaidah penulisan karya ilmiah yang berlaku di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia.

Laporan penelitian ini disusun dalam lima bab yang terdiri dari bab I pendahuluan, bab II kajian pustaka dan teori, bab III metode penelitian, bab IV pembahasan, dan bab V kesimpulan. Selain itu terdapat pula beberapa tambahan di antaranya adalah kata pengantar, ucapan terima kasih, abstrak, daftar isi, daftar pustaka serta lampiran-lampiran. Semuanya disusun dan disajikan dalam satu laporan utuh yang disebut sebagai skripsi dengan judul PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial.


(36)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari sebuah kajian skripsi dengan judul PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif Psikologi Sosial.

5. 1 Kesimpulan

Mengenai Adolf Hitler secara umum, penulis berkesimpulan bahwa salah satu hal yang membedakan sosok Adolf Hitler dengan tokoh lainnya dalam Partai Nazi seperti Paul Joseph Goebbels, Hermann Göring, atau Heinrich Luitpold Himmler adalah kemampuannya dalam hal psikologi massa. Walaupun divisi propaganda Nazi dipegang oleh Goebbels, namun Hitler tetap dianggap sebagai nomor satu dalam hal propaganda, di mana ia mampu menghidupkan harapan kepada masyarakat serta pengorganisasian massa atas nama superioritas bangsa (Arya), walaupun jika dilihat dari latar belakang pendidikannya, Hitler bukanlah orang yang berpendidikan tinggi, baik dalam bidang akademik maupun militer. Pepatah mengatakan bahwa ilmu atau pengetahuan bersumber dari membaca (membaca riil berupa tulisan maupun non-riil seperti membaca keadaan) dan pengalaman hidup, artinya kebijakan-kebijakan yang dilakukan Hitler selama menjadi pemimpin Partai Nazi, maupun ketika menjadi kanselir kemudian führer tentunya tidak lepas dari apa yang ia baca dan pengalaman hidup. Berhubungan dengan kesimpulan penelitian, terdapat tiga hal yang dapat penulis simpulkan dalam bab ini, tentunya setelah mengkaji bahasan yang bersangkutan dengan judul.

Pertama, awal tahun 1920-an Adolf Hitler mulai memperkuat kedudukan dalam Partai Nazi. Namun tidak berarti tanpa permasalahan atau gangguan, baik yang bersifat internal maupun eksternal partainya. Orang-orang yang pro dan


(37)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kontra dengan Hitler dan Nazi bermunculan, sedangkan sebagai sebuah organisasi, Nazi dituntut untuk mempunyai dan menjalankan konsep dan visi yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Hitler perlu menciptakan keadaan aman khususnya dalam hal kegiatan partai. Hitler sebenarnya telah mempunyai Sturmabteilung yang dipimpin Kapten Ernst Röhm sebagai pasukan pengawal para pemimpin partai, namun ambisi politik untuk menguasai Eropa mendorongnya untuk menciptakan Schutzstaffel sebagai pasukan khusus yang tidak hanya sekadar pasukan pelindung pemimpin partai.

Dinamika Schutzstaffel pada awal berdirinya sebagai pasukan elite Hitler menimbulkan efek-efek tertentu. Satu sisi Schutzstaffel menjadi saingan Sturmabteilung, sedangkan di sisi lain label pasukan elite merupakan daya tarik pemuda yang mendapat status tatanan masyarakat baru Jerman berupa pengangguran atau gelandangan. Dalam hal ini Hitler berada dalam posisi dilematis, apakah mempertahankan Sturmabteilung yang banyak membantu karir politiknya, atau membangun Schutzstaffel. Ketika Hitler menjadi fuhrer, permasalahan bertambah dengan tentara regular Jerman (Wehrmacht) sebagai tentara resmi pemerintahan Jerman. Demi ambisi politik berupa penguasaan Eropa atas nama Lebensraum (ruang hidup), Hitler memilih menyingkirkan Sturmabteilung dan membangun Schutzstaffel, serta Wehrmacht.

Periode kepemimpinan Hitler pada tahun 1934 sampai memasuki awal tahun 1940an bukan hanya merupakan tahun-tahun puncak keberhasilan Hitler dalam rencananya terhadap negara Jerman Raya dan penguasaan Eropa, tetapi juga merupakan puncak keberhasilan Schutzstaffel dalam penaklukkan negara-negara Eropa di sekitar Jerman seperti Austria, Cekoslovakia, dan Polandia. Hal tersebut karena memang Schutzstaffel merupakan pasukan elite yang hanya patuh terhadap Adolf Hitler.

Kedua, tatanan masyarakat baru Jerman pasca Perang Dunia I menjadi objek sasaran partai Sosial Demokrat sebagai kepentingan kampanye untuk meraih kekuasaan dalam pemerintahan. Namun, keadaan sosial politik yang masih


(38)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tidak menentu saat partai Sosial Demokrat menguasai pemerintahan, dijadikan sasaran kampanye pula oleh Partai Nazi yang dipimpin Hitler. Walaupun tidak mempunyai latar belakang pendidikan akademik maupun militer yang tinggi, pengalaman hidup baik pribadi maupun sosialnya, tentu karena peranan media massa, membantu Hitler memahami hal-hal yang berhubungan dengan psikologi massa. Aspek psikologi sosial Hitler dengan kepekaannya untuk menghidupkan harapan terhadap masyarakat, mengalihkan perhatian masyarakat tersebut terhadap Hitler dan Partai Nazi dengan visi-visinya yang besar.

Berbekal pengalamannya mulai dari bangku sekolah dasar, periode kesengsaraan di Vienna, bergabung dengan angkatan bersenjata Jerman dalam Perang Dunia I, bergabung dengan Partai Nazi, pengalaman melakukan kudeta terhadap pemerintahan Republik Weimar, menjadi kanselir, sampai menjadi

fuhrer Jerman, Hitler mampu menghidupkan daya tarik Schutzstaffel dengan

keunggulan-keunggulan tertentu berupa label pasukan elite, superioritas ras Arya, mitos kejayaan bangsa Teuton sebagai cikal bakal bangsa Arya, sampai kepada mitos dari lambang-lambang (badge) yang menempel pada pakaian prajurit Schutzstaffel.

Dalam perkembangannya, Schutzstaffel tidak hanya terdiri dari para pemuda ras Arya dari Jerman, tetapi juga terorganisir di wilayah jajahan yang merupakan rencana Hitler sebagai negara Jerman Raya, atau mereka yang ingin bergabung dengan Schutzstaffel dengan alasan tertentu, seperti membenci Komunisme, dan sebagainya. Walaupun terdapat kontradiksi antara politik rasialis dengan ekspansionis, pada akhirnya politik ekspansionis lebih diprioritaskan mengingat ambisi untuk ekspansi menimbulkan banyak korban dan tentunya Hitler membutuhkan tambahan pasukan sebagai penggantinya.

Berbagai cara dilakukan Hitler agar prajurit Schutzstaffel terjaga kemurnian ras Arya-nya, salah satunya adalah gagasan Lebensborn (pelestarian genetik ras Arya). Walaupun Lebensborn merupakan gagasan Himmler, namun propaganda Hitler tetap saja berpengaruh besar terhadap program tersebut.


(39)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 )

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Program Lebensborn dimulai pada tahun 1935, dan sepuluh tahun kemudian telah menghasilkan tidak kurang dari 700000 anak. Namun sebelum bayi-bayi tersebut besar, Perang Dunia II berakhir, dan Jerman mengalami kekalahan. Artinya program tersebut tidak mengalami keberhasilan. Dalam psikologi sosial Hitler, gagasan Lebensborn tentunya didorong oleh sugesti otoritas yang diterimanya dari Heinrich Luitpold Himmler sebagai orang yang ahli dalam bidang reproduksi makhluk hidup.

Ketiga, peranan yang dijalankan Schutzstaffel sebagai tentara perang yang kejam, bagian dari pasukan kematian (Einsatzgruppen) pelaksana Endlosung (penyelesaian masalah Yahudi), dan objek dari gagasan Lebensborn, merupakan hal yang tidak lazim dijalankan tentara. Lazimnya tentara tugas pokoknya adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan wilayah atau berperang, dengan tetap mematuhi hukum perang. Namun tidak salah jika Schutzstaffel dikatakan sebagai paramiliter yang kejam karena seringkali melanggar hukum perang seperti membunuh tawanan, tentara musuh yang tidak berdaya atau tidak bersenjata, serta membunuh warga sipil. Keterlibatannya sebagai pasukan kematian dalam program Endlosung dan program Lebensborn merupakan sisi lain yang melekat pada Schutzstaffel, dan tentunya tidak lazim sebagai tentara.

Peranan yang dijalankan oleh Schutzstaffel sebagaimana dijelaskan, tentunya semata tidak bersumber dari Schutzstaffel sendiri, mengingat dalam dunia militer berlaku sistem komando. Himmler adalah Reichfuhrer-SS, yakni orang nomor satu dalam Schutzstaffel, namun tetap saja Hitler merupakan pusat dari komando yang dijalankan Schutzstaffel. Doktrin Sosialisme Nasional mampu menggerakkan Schutzstaffel untuk menjalankan program-programnya yang dianggap gila. Penulis menyimpulkan demikian karena para jenderal-jenderal perangnya dari tentara regular Jerman menganggap perintah-perintah Hitler seringkali tidak masuk akal.

Dalam kajian psikologi sosial, seorang individu yang tidak berpengaruh besar pun dalam tindakannya dipengaruhi oleh hal-hal yang terdapat disekitarnya,


(1)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 ) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. 2 Saran

Penulis merekomendasikan agar penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum, pihak-pihak atau lembaga-lembaga tertentu untuk kepentingan akademik maupun kepentingan positif lainnya, di antaranya adalah,

Pertama, untuk lembaga perguruan tinggi, khususnya Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Pendidikan Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan sumber tambahan penelitian dan bacaan untuk menambah pengetahuan mengenai Adolf Hitler secara umum, dan peranan Adolf Hitler terhadap Schutzstaffel dalam perspektif psikologi sosial secara khusus.

Kedua, untuk lembaga sekolah, maka penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan mengenai materi sejarah Perang Dunia II. Dalam standar kompetensi mata pelajaran sejarah kelas XII, yakni menganalisis perkembangan sejarah dunia sejak Perang Dunia II sampai dengan perkembangan mutakhir, maka penelitian ini dapat memperkaya informasi yang baru. Kemudian sebagaimana pada saat ini pendidikan karakter sedang ditekankan kepada siswa, maka penelitian ini dapat diambil manfaatnya terutama dari karakter positif para tokoh dan masyarakat yang terlibat di dalamnya seperti sifat pekerja keras, cinta tanah air, tidak pantang menyerah, dan sebagainya. Kemudian hal-hal negatif yang harus dihindari seperti ambisi yang berlebihan dengan mengorbankan banyak nyawa, cinta tanah air yang cenderung mengarah kepada perasaan chauvinisme, melakukan ancaman, tindak kekerasan, bahkan membunuh orang-orang atau kaum yang tidak berdaya, dan sebagainya.

Ketiga, untuk lembaga pemerintahan yang bergerak dalam bidang pertahanan negara dan militer (TNI, Kopassus, Marinir, dan sebagainya), maka penelitian ini dapat diambil pelajaran mengenai propaganda dan indoktrinasi yang dapat menumbuhkan semangat mengabdi kepada negara, atau mengenai aturan dalam peperangan. Kemudian juga mengenai hal kepemimpinan dan pengorganisasian dalam organisasi paramiliter.


(2)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 ) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Bailey, R. H. (1988). Kekerasan dan Agresi. Diterjemahkan oleh S. Wirono. Jakarta: Tira Pustaka.

Ballack, L. (2007). 7 Tokoh Kunci NAZI: Penentu Sejarah Jerman & Penyebab

Perang Dunia II. Jakarta: Visimedia.

Baratha, H. S. (2011). Kisah Pemusnahan 6 Juta Orang Yahudi: Strategi

“Penyelesaian Terakhir” NAZI. Yogyakarta: Lukita.

Burke, P. (2003). Sejarah dan Teori Sosial. Diterjemahkan oleh Mestika Zed dan Zulfami. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Butler, R. (2008). Hitler’s Young Tigers: Sepak Terjang Remaja NAZI Pemuja

Hitler dalam Perang Dunia II. Diterjemahkan oleh S. Palupi. Tanpa Kota:

Planet Buku.

Darmawan, M. D. (2008). Pasukan Elit Perang Dunia II. Yogyakarta: Pinus Book Publisher.

Downing, S. (2007). Holocaust: Fakta atau Fiksi?. Yogyakarta: Media Pressindo. Fromm, E. (2010). Akar Kekerasan: Analisis Sosio-Psikologis atas Watak

Manusia. Diterjemahkan oleh Imam Mutaqin. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Gerungan, W. A. (2009). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Gottschalk, L. (1986). Mengerti Sejarah. Diterjemahkan oleh N. Notosusanto. Jakarta: UI-Press.

Hanurawan, F. (2010). Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Heuken, dkk. (1988). Ensiklopedi Popular Politik Pembangunan Pancasila Jilid

II F-Ker: Edisi Ke-Enam Yang Direvisi dan Diperluas. Jakarta: Yayasan


(3)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 ) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hidayat, N. (2007). Legiun Asing Waffen SS: Kisah Sukarelawan Asing Dalam

Tentara Elite Hitler. Jakarta: Nilia Pustaka.

Hitler, A. (2007a). Mein Kampf. Volume I-Edisi Revisi. Diterjemahkan oleh R. Wahyudi & D. Ekasari. Yogyakarta: Narasi.

. (2007b). Mein Kampf Volume II. Diterjemahkan oleh R. Wahyudi & S. Palupi Yogyakarta: Narasi.

Hoffer, E. (1993). Gerakan Massa. Diterjemahkan oleh M. Maris. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Irwanto (2008). To Kill Adolf Hitler: Upaya-Upaya Membunuh Adolf Hitler. Yogyakarta: Narasi.

Kartodirdjo, S. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Linton, R. (1984). The Study of Man: Suatu Penyelidikan Tentang Manusia. Diterjemahkan oleh Firmansyah. Bandung: Jemmars.

Machiavelli, N. (2008). Il Principle: Sang Pangeran. Diterjemahkan oleh Danny S. dan A. Yogaswara. Yogyakarta: Narasi.

Nurudin (2008). Komunikasi Propaganda. Bandung: Remaja Rosdakarya. Ojong, P. K. (2003). Perang Eropa Jilid I. Jakarta: Buku Kompas.

Oktorino, N. (2013). Waffen SS: Pasukan Elit Pengawal Hitler. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Pambudi, A. (2005). The Death of Adolf Hitler: Kematian Adolf Hitler. Yogyakarta: Narasi.

Pitaloka, R. D. (2004). Kekerasan Negara Menular ke Masyarakat. Yogyakarta: Galang Press.

Poesponegoro, M. D. (1982). Sejarah Singkat Jerman. Jakarta: UI-Press.

Purcell, H. (2000). Fasisme. Diterjemahkan oleh F. Reza, dkk. Yogyakarta: Insist Press.


(4)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 ) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Quarrie, B. (2008). Waffen-SS: Pasukan Elite NAZI 1940-1945. Diterjemahkan oleh Samsudin B. Jakarta: PT Gramedia.

Santoso, S. (2010). Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama. Sargent, L. S. (1986). IdeologI Politik Kontemporer. Diterjemahkan oleh S.

Simamora. Jakarta: PT. Bina Aksara

Shirer, W. L. (1963). Bangkit dan Djatuhnya Adolf Hitler. Diterjemahkan oleh Busadik. Jakarta: Bhratara.

Siboro, J. (Tanpa Tahun). Panduan Belajar Mandiri: Sejarah Eropa-Buku II

(Menjelang PD I-Pasca PD I). Bandung: Universitas Pendidikan

Indonesia.

Sills, D. L. (Eds) (1972). International Encyclopedia of The Social Sciences

Volume 2. NYC & London: Crowell Collier and Macmilland, inc.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soekanto, S. (1990). Sosiologi: Suatu Pengantar. Edisi Baru Ke Empat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Srivanto, F. R. (2007). Waffen SS : Mesin Perang NAZI. Yogyakarta: Narasi. . (2008). Gang of NAZI: Seputar Kisah Kontroversial Para Petinggi

Partai NAZI. Yogyakarta: Narasi.

Sunarko, E. (1992). Hitler: Jerman di Bawah Kekuasaan Hitler. Jakarta: Dian Lestari Grafika.

Supardan, D. (2009). Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan

Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Supriatna, N. (2002). Ideologi dan Masyarakat: Kajian Sejarah Eropa Abad

ke-20. Bandung: Historia Press.

Tim Narasi. (2006). The Mass Killers Of The Twentieth Century:

Pembunuh-Pembunuh Massal Abad 20. Yogyakarta: Narasi.

Universitas Pendidikan Indonesia (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(5)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 ) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Vrekhem, G. V. (2011). Tuhan Hitler. Diterjemahkan oleh Noorcholis. Jakarta: Media Kita.

Skripsi

Fatimah, F. (2008).Pengaruh Naziisme Terhadap Hitlerjugend (studi analisis

terhadap buku Mein Kampf). Skripsi Sarjana pada Jurusan Pendidikan

Sejarah FPIPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Majalah

Angkasa (2006). Kedigdayaan NAZI Jerman (1933-1945). Edisi Koleksi. No 30 Tahun 2006.

Angkasa (2012). Elite NAZI German Divisions: Waffen SS, Fallschirmjäger,

Gebirgsjäger. Edisi Koleksi. No 79 Tahun 2012.

Video Dokumenter

Discovery Channel (2006). NAZIS: The Occult Conspiracy. Discovery Channel: NYC.

Internet

http://dasdrittenreich.blogspot.com/2011/04/anggapan-keliru-mengenai-Nazi-jerman_21.html

http://duniamatapena.wordpress.com/2013/01/ http://id.wikipedia.org/wiki/Blitzkrieg

https://www.google.com/search?q=lebensborn&client=firefoxa&hs=L3P&rls=org .mozilla:enUS:official&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=GBdR UuuSBrQe4s4CQAg&ved=0CEAQsAQ&biw=1366&bih=645&dpr=1 http://www.ushmm.org/wlc/id/article.php?ModuleId=10005189

http://www.ushmm.org/wlc/id/media_ph.php?ModuleId=10005142&MediaId=20 2


(6)

Taufik Hidayat, 2014

Peranan Adolf Hitler dalam perkembangan Schutzstaffel ( 1925 -1945 ) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tersedia: http://rudidw.blogspot.com/2012/09/teori-kekerasan.html [diakses tanggal 26 juli 2013]