IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CANTER ASERTIF DALAM PEMBELAJARAN PENJAS UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI SPORTIFITAS : Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung.

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN CANTER ASERTIF DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI UNTUK

MENGEMBANGKAN NILAI SPORTIFITAS

(Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Penelitian Skripsi S1 Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi

Oleh :

SUKMA WIJAYA HARDANI .S 0605448

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA

FAKULTAS PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

__________________________________________________________________

Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif

Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani Untuk

Mengembangkan Nilai Sortifitas

Oleh :

Sukma Wijaya Hardani .S

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan

© Sukma Wijaya Hardani .S 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif Dalam Pembelajaran Penjas Untuk Mengembangkan

Nilai Sportifitas” ini sepenuhnya hasil karya sendiri. Tidak ada bagian didalamnya

yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini saya siap untuk menanggung resiko/sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap karya saya ini.

Bandung, Desember 2013 Pembuat pernyataan,


(4)

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Sukma Wijaya Hardani .S NIM : 0605448

Judul Skripsi :

Disetujui dan Disahkan Oleh:

Pembimbing I,

Dr. Tjetjep Habibudin, M.Pd NIP. 19490722 197303 1 001

Pembimbing II,

Dr. Hj. Tite Juliantine, M.Pd NIP. 19680707 199203 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi

Drs. Mudjihartono, M.Pd NIP. 19650817 199001 1 001

Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif Dalam Pembelajaran Penjas Untuk Mengembangkan Nilai Sportifitas (Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung)


(5)

ABSTRAK

Sukma Wijaya Hardani .S. NIM. 0605448. Skripsi: Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif Dalam Pembelajaran Penjas Untuk Mengembangkan Nilai Sportifitas (Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung). Skripsi ini dibimbing oleh Pembimbing I Dr. Tjetjep Habibudin, M.Pd dan Pembimbing II Dr. Hj. Tite Juliantine, M.Pd. Program Studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2013.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan nilai sportifitas siswa dalam pembelajaran penjas dengan penerapan model pembelajaran canter asertif pada proses pembelajaran penjas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas melalui tindakan observasi dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran penjas dengan penerapan model pembelajaran canter asertif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 34 siswa kelas VIII A di SMPN 2 Katapang Kabupaten Bandung dengan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar observasi kegiatan pembelajaran penjas untuk mengetahui perkembangan proses kegiatan pembelajaran penjas serta untuk mengetahui tingkat perkembangan nilai sportifitas siswa dilakukan observasi berupa tes dengan menggunakan instrumen kuesioner perkembangan nilai sportifitas siswa dalam pembelajaran penjas. Hasil penelitian yang didapat menunjukan adanya peningkatan terhadap perkembangan nilai sportifitas siswa kelas VIII A pada setiap tindakan kegiatan pembelajaran penjas yang dilakukan dengan menggunakan penerapan model pembelajaran canter asertif. Perkembangan nilai sportifitas siswa kelas VIII A pada siklus I tindakan 1 sebesar 65,25% dan tindakan 2 sebesar 68,57% serta pada pelaksanaan siklus II tindakan 1 sebesar 72.33. Dengan demikian dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan serta hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran canter asertif dapat diimplementasikan dalam pembelajaran penjas untuk mengembangkan nilai sportifitas pada kelas VIII A SMPN 2 Katapang Kabupaten Bandung.

Kata Kunci : Model Pembelajaran, Model Canter Asertif, Pembelajaran Penjas, Perkembangan Nilai Sportifitas


(6)

ABSTRACT

Sukma Wijaya Hardani. S. NIM. 0605448. Skripsi: Implementation Of Assertive Canter Learning Model In Physical Education Learning To Develop Value of Sportsmanship (Classroom Action Research Study On VIII A Grade Students at SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung).Skripsi Supervisor I Is Guided by Dr. Tjetjep Habibudin, M.Pd, And Skripsi Supervisor II Is Guided by Dr. Hj. Tite Juliantine, M.Pd. Courses Of Physical Education Health And Recreation. Faculty Of Sports And Health Education. Indonesia University Of Education. 2013.

The purpose of this study was to determine the value of sportsmanship students progress in physical education learning, the application of assertive canter learning model in the process of physical education learning. The method used in this study is a classroom action research method, which is implemented through the action observation and execution of physical education learning activities with the application of assertive canter learning model.The sample used in this study consisted of 34 students at VIII A class in SMPN 2 Katapang Kabupaten Bandung with data collection techniques used in this study is the observation sheet physical education learning activities to know the development process as well as the physical education learning activities to determine the level of development of values such as sportsmanship student test observations using a questionnaire instrument development learning the value of sportsmanship in physical education students. Research results obtained, showed an increase on the development of sportsmanship values at VIII A student class in any act of physical education learning activities are carried out by using the application of assertive canter learning model.The development of the value of sportsmanship in VIII A class at the actions 1 in the first cycle amounted to 65.25% and 68.57% amounted to the actions 2 well as the implementation of the second cycle the actions 1 amounted to 72.33%.Thereby the results of research that has been conducted and the results obtained it can be concluded that, canter assertive learning model can be implemented in the learning physical education to develop the value of sportsmanship at VIII A class in SMPN 2 Katapang Kabupaten Bandung.

Keywords :

Learning of Models, Assertive Canter Models, Physical Education Learning, Development Value of Sportsmanship


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan dan Rencana Pemecahan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Batasan Masalah Penelitian ... 9

F. Penjelasan Istilah ... 10

G. Metode Penelitian ... 15

H. Pembahasan Penelitian ... 17

I. Rencana dan Prosedur Penelitian ... 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pembelajaran ... 22

B. Pendidikan Jasmani ... 25

1. Tujuan Pendidikan Jasmani ... 29

2. Fungsi Pendidikan Jasmani ... 30


(8)

4. Standar Kompetensi Penjas Lintas Kurikulum ... 35

C. Model-model Pembelajaran ... 36

1. Jenis-jenis Model Pembelajaran ... 38

2. Jenis-jenis Metode Pembelajaran ... 43

D. Model Pembelajaran Canter Asertif ... 47

1. Fokus Utama Disiplin Asertif Canter ... 49

2. Prinsip Pengajaran Canter Asertif ... 50

3. Teknik Pencegahan Perilaku Negatif Siswa ... 50

E. Uraian Perbandingan Model-model Pembelajaran ... 52

F. Nilai Sportifitas ... 57

G. Keterkaitan Model Canter Asertif Dan Nilai Sportifitas ... 62

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 65

B. Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian ... 66

1. Populasi ... 66

2. Sampel ... 66

3. Lokasi Penelitian ... 67

C. Prosedur dan Rencana Tindakan Penelitian ... 68

1. Prosedur Penelitian ... 68

2. Rencana Tindakan Penelitian ... 70

D. Prosedur Pelaksanaan Tindakan Penelitian ... 73

E. Instrumen Penelitian ... 86

1. Spesifikasi data ... 87

2. Uji Coba Instrumen ... 90

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 95

G. Teknik Pengumpulan Data ... 98


(9)

BAB IV HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

A. Deskripsi Observasi Nilai Sportifitas ... 106

B. Hasil Observasi Pembelajaran Penjas ... 107

1. Perencanaan ... 107

2. Temuan Masalah... 107

3. Pelaksanaan Tindakan ... 108

4. Alternatif Pemecahan ... 109

C. Hasil Pelaksanaan Observasi ... 109

1. Observasi ... 109

2. Analisis dan Refleksi ... 110

D. Deskripsi Proses Pelaksanaan Tindakan ... 111

1. Siklus I ... 111

2. Siklus II ... 118

E. Prosentasi Hasil Penelitian ... 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ... 125

B. Saran Peneliti ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 128


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal.

3.1 Spesifikasi Instrumen Penelitian... 88

3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ... 91

3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Item Instrumen ... 95

3.4 Pengembangan Instrumen Penelitian ... 96

3.5 Kategori Penilaian Item Instrumen Penelitian ... 101

4.1 Kendala Proses Pembelajaran Penjas dan Alternatif Tindakan ... 110

4.2 Deskripsi Kegiatan Siklus I Tindakan 1 ... 113

4.3 Deskripsi Kegiatan Siklus I Tindakan 2 ... 116


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal.

3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (John Elliot) ... 69

3.2 Ilustrasi Proses Kegiatan Siklus I Tindakan 1 ... 78

3.3 Ilustrasi Proses Kegiatan Siklus I Tindakan 2 ... 81


(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Hal.


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal.

A. Rencana Pelaksanaan Pembelajajaran (RPP) ... 132

B. Lembar Instrumen Uji Coba ... 146

C. Lembar Instrumen Penelitian ... 150

D. Lembar Observasi Aktifitas Pembelajaran ... 153

E. Data Hasil Penghitungan Validitas & Reliabilitas ... 155

F. Data Hasil Penghitungan Microsoft Excel ... 160

G. Lembar Hasil Observasi Aktifitas Pembelajaran ... 163

H. Photo-photo Penelitian ... 169

I. Daftar Hadir Penelitian ... 172

Surat Pengesahan Judul dan Dosen Pembimbing ... 173

Surat Pengantar Penelitian ... 177

Surat Keterangan Penelitian ... 178


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang utama untuk dapat membangun sebuah konstitusi yang kokoh, bahkan negarapun menghimbau kepada warga negaranya untuk dapat melaksanakan pendidikan dari mulai usia dini. Akan tetapi, apapun alasannya hal tersebut tidak akan dapat terlaksana apa bila dari generasi bangsanya sendiri lemah jasmani dan rohaninya. Oleh karena itulah, pemerintah mewajibkan untuk dilaksanakan pendidikan jasmani kepada setiap sekolah untuk membantu terealisasinya tujuan kemajuan negara terlepas dari tujuan pendidikan jasmani itu sendiri, seperti yang telah dituliskan dalam UU RI No. 2 Pasal 1 Tahun 1989 mengenai sistem pendidikan nasional, bahwasannya:

Pendidikan adalah usaha dasar unutk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikana nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Pendidikan Jasmani adalah suatu proses aktivitas jasmani yang dirancang dan disusun secara sistematis, untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan, meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, kecerdasan pembentukan watak, serta nilai dan sikap yang positif bagi setiap warga negara, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (Lutan, 2001). Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan melalui penyediaan pengalaman belajar kepada siswa, berupa aktivitas jasmani, bermain dan berolah raga, yang direncanakan secara sistematis, guna merangsang pertumbuhan. Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai pendidikan mengenai dan melalui gerak insani (Balitbang Kurikulum Depdiknas, 2002), Ketika tujuan pendidikan dicapai melalui media aktifitas otot-otot, termasuk olahraga (sport), permainan, senam dan latihan. Hasil


(15)

yang ingin dicapai oleh individu yang terdidik secara fisik, dan bermakna hanya ketika berhubungan dengan kehidupan individu. (Harold M. Barrow (B. Abduljabar, 2009:6)).

Pendidikan jasmani memiliki beberapa tujuan yang tentunya memiliki keterkaitan dengan tujuan pendidikan nasional dan khususnya negara Indonesia seperti yang telah dituliskan pula dalam SK Menpora nomor 053A/MENPORA/1994 bahwasannya:

Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan yang dilakukan secara sadar dan sistematis melalui berbagai kegiatan jasmani dalam rangka memperoleh kemampuandan keterampilan jasmani, pertumbuhan fisik, kecerdasan dan pembentukan watak.

Berdasarkan uraian tentang pendidikan jasmani yang telah dipaparkan di atas, maka sebaiknya para pelaku pendidikan jasmani hendaknya melaksanakan prosesnya sesuai dengan apa yang telah tercantum dalam UU dan ketetapan yang telah dihimbaukan. Dalam Undang-undang Republik Indonesia disebutkan tentang system pendidikan yang harus mencakup berbagai aspek yang telah disebutkan di dalamnya, serta harus pula sesuai dengan yang telah disebutkan dalam SK MENPORA. Akan tetapi, tidak demikian adanya pada pelaksanaannya dilapangan, karena sangat tidak mudah untuk dapat mencapai tujuan seperti yang telah dituliskan dalam beberapa ketetapan, karena banyak aspek yang menjadi hambatan dalam proses pelaksanannya seperti yang terjadi pada proses pembelajaran pendidikan jasmani pada kelas VIII A di SMPN 2 Katapang Bandung.

Pada kenyataannya, proses pembelajaran pendidikan jasmani yang terjadi di SMPN 2 Katapang masih kurang kondusif. Hal ini terjadi karena kurangnya komunikasi dan timbal balik yang baik antara siswa dengan gurunya. Terdapat banyak perilaku yang kurang baik yang terjadi dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah diantaranya, siswa kurang mendengarkan dan memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh gurunya karena mereka lebih senang berbicara hal lain dengan teman sebarisnya, siswa kurang bertanggung jawab terhadap tugasnya dan kurang bertanggungjawab terhadap sarana dan


(16)

prasarana yang digunakan pada saat proses pembelajaran penjas berlangsung, siswa sering terlambat masuk jam pelajaran penjas bahkan beberapa diantaranya dengan sengaja tidak masuk dan tidak mengikuti pelajaran penjas dengan berbagai alasan dan seringkali siswa menunjukan sikap yang tidak sportif terhadap rekannya bahkan terhadap peraturan yang telah dibuat oleh gurunya. Adakah hal demikian akan menjadikan tujuan pendidikan jasmani dapat tercapai? Tentu saja jawabannya tidak! Karena masih sangat jauh dari apa yang diharapkan.

Pendidikan Jasmani bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani yang direncanakan secara sistematis (CDC, 2000; Disman, 1990; Pate dan Trost, 1998).

Sebagai seorang pengajar sekaligus pendidik, tentunya sangat tidak bijak apabila kita menimpakan semua kekurangan tersebut seluruhnya kepada peserta didik kita. Akan tetapi, yang seharusnya kita lakukan adalah dengan mengintrospeksi diri kita sebagai manusia yang dewasa untuk kemudian kita mengevaluasi tindakan kita dalam memberikan pembelajaran kepada para peserta didik kita, meskipun pada dasarnya permasalahan yang muncul juga karena kurangnya siswa dalam memiliki dan memahami sikap yang baik untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam dunia pendidikan dari segi behavioristik peserta didik masing-masing.

Pada proses yang terjadi dilapangan, banyak cara yang dapat digunakan oleh para guru untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah diantaranya dengan merubah cara mengajar dengan memanfaatkan berbagai model pembelajaran, metode dan gaya yang dipraktikan dalam mengajar. Pada prinsipnya pendidikan jasmani lebih mengutamakan kepada aspek psikomotor siswa selain dari aspek kognitif dan afektif siswa, hal ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi aspek-aspek tersebut terutama pada aspek afektif siswa karena dalam penjas ditekankan siswa dapat memahami dan memiliki nilai sportifitas, sebagai pondasi awal untuk menjadi generasi penerus


(17)

bangsa yang memiliki sikap toleransi dan penghargaan yang tegas terhadap sesuatu yang akan mempengaruhi kepribadian dirinya. Hal ini selaras dengan apa yang telah dikatakan oleh Edward (1973) bahwasannya:

Olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain terpisah dari rutinitas, bebas, tidak produktif dan menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik yaitu ada kompetisi, hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi dan kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport adalah permainan yang dilembagakan.

Pendidikan jasmani yang diselenggarakan pada orientasi apapun akan selalu dekat kaitannya dengan nilai sportifitas. Hal ini dikarenakan pendidikan jasmani merupakan bagian yang integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan yang kompetitif (Ateng: 1993). pernyataan tersebut selaras dengan yang telah dikatakan oleh David McClelland (1961) dalam bukunya Achieving Society, pernah mengadakan penelitian di India yang kesimpulannya bahwa jika suatu masyarakat diberikan rangsangan dan pelatihan untuk berprestasi maka hasilnya akan lebih baik dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang tidak ditumbuhkan budaya kompetisi dan prestasinya.

Berdasarkan pada uraian di atas bahwasannya banyak permasalahan yang muncul dan terjadi dalam proses kegiatan pembelajaran penjas di sekolah khususnya di SMP Negeri 2 Katapang, maka hal demikian haruslah segera ditindaklanjuti sebagai salah satu upaya langsung untuk menangani sekaligus mencegah terjadinya perkembangan permasalahan yang telah muncul dan terjadi. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan penelitian untuk menemukan beberapa permasalahan guna mendapatkan solusi dari permasalahan tersebut.

Pada penelitian terhadap permasalahan tersebut, penulis mencoba turun langsung kelapangan untuk melaksanakan pembelajaran kepada para peserta didik di SMP Negeri 2 Katapang dengan menggunakan sebuah model pembelajaran yang dianggap dapat memberikan solusi untuk semua permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan praktiknya selama penelitian dengan memanfaatkan penerapan model pembelajaran canter asertif.


(18)

Model pembelajaran canter asertif pertama kali dipelopori oleh Lee Canter dan Marlene Canter pada tahun 1976 di Amerika. Menurut bahasan yang diuraikan oleh Chong Lean Keow (2009), model pembelajaran Canter Asertif ini dapat melatih Para peserta didik untuk menerima konsekuensi bagi tindakan mereka, yang didalamnya terdapat beberapa model asas seperti tingkahlaku yang wajar yang harus diberikan penguatan, tanggungjawab adalah nadi dari disiplin asertif, guru yang mengajar harus bisa bersifat asertif dan guru harus merancang sistem penghargaan (rewards) dan hukuman (punishments) yang dapat dijadikan referensi kepada peserta didik tentang perilaku yang baik dan buruk.

Model pembelajaran Canter Asertif memiliki beberapa aspek, seperti yang telah dijelaskan oleh para ahli dalam setiap bahasannya, bahwasannya beberapa aspek dalam model ini berkaitan dengan aspek perilaku asertif yang telah dijelaskan oleh Bove (dalam Ernita : 1999) mengemukakan bahwa ada beberapa aspek perilaku asertif, yaitu perilaku bekerjasama, rasa percaya diri, keterbukaan, kejujuran, kepekaan perasaan dan ekspresi diri. Hal serupa pun diungkapkan oleh Arianti (1992) yang menyebutkan bahwa aspek-aspek perilaku asertif adalah sebagai berikut:

1. Perasaan yang dikemukakan secara spontan, langsung, terbuka dan jujur

2. Mengutamakan keinginan dan gagasan dengan spontan, langsung, terbuka dan jujur

3. Penuh percaya diri, mampu berkata tidak untuk menolak sesuatu yang kurang dikehendaki tanpa perasaan cemas, gugup ataupun tegang terhadap individu lain.

4. Dapat menerima diri sendiri (Self Acceptance) dan dapat diterima individu lain sekaligus tanpa merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwasannya, aspek-aspek perilaku asertif adalah dapat menguasai diri, yaitu bersikap bebas dan menyenangkan, dapat merespon hal-hal yang sangat berarti dalam hidupnya, penuh percaya diri, yaitu mampu berkata “tidak” untuk menolak sesuatu yang tidak dikehendaki tanpa perasaan ragu, gugup ataupun tegang terhadap individu


(19)

lain, dapat menerima diri sendiri (Self Acceptance) dan dapat diterima individu lain, mampu untuk bekerjasama, keterbukaan dan kejujuran. Oleh karena itu, sangat penting mengetengahkan permasalahan yang terjadi dalam ruang lingkup pendidikan khususnya pendidikan jasmani untuk dapat ditemukan solusinya dengan memanfaatkan penggunaan model pembelajaran Canter Asertif dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah khusunya di SMP Negeri 2 Katapang Bandung.

Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas yang berhubungan dengan permasalahan tentang pendidikan jasmani di sekolah yang mana peserta didiknya masih kurang responsif dalam sportifitas yang terjadi saat ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian secara ilmiah sebagai upaya dari proses pemecahan masalah khususnya dalam bidang pembelajaran pendidikan jasmani melalui tindakan pembelajaran dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif Dalam Pembelajaran Penjas Untuk Mengembangkan Nilai Sportifitas” yang berorientasi pada (Studi Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung).

B. Rumusan Masalah dan Rencana Pemecahan Masalah

Berdasarkan pada konteksnya dengan langkah yang diambil oleh penulis, dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi dan merumuskan masalah penelitian yang lebih dahulu disajikan uraiannya tentang ruang lingkup masalah dalam penelitian tindakan kelas. Penulis beranggapan bahwasannya hal ini penting dilakukan dalam mengindentifikasi dan merumuskan masalah penelitian agar menjadi lebih terfokus pada objek penelitian yang akan diteliti. Dengan adanya ruang lingkup masalah, maka penelitian tidak akan keluar jauh menyimpang dari permasalahan yang sesungguhnya akan diteliti.


(20)

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang penelitian, maka dari itu penulis mengajukan permasalahan yang dianggap penting untuk diteliti lebih lanjut, diantaranya sebagai berikut:

Apakah Model Pembelajaran Canter Asertif Dapat Diimplementasikan Dalam Pembelajaran Penjas Untuk Mengembangkan Nilai Sportifitas Pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang Bandung?

2. Rencana Pemecahan Masalah

Permasalahan yang timbul terhadap pengembangan nilai sportifitas siswa SMP Negeri 2 Katapang pada dasarnya standar. Rendahnya kemampuan siswa dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam proses pembelajaran serta belum optimalnya guru dalam menyajikan proses pembelajaran melalui pendidikan jasmani pada siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang. Oleh karena itu, melalui upaya pemanfaatan dengan menggunakan penerapan model pembelajaran canter asertif sebagai strategi proses belajar-mengajar yang memuat metode, materi, tujuan dan evaluasi serta proses pelaksanaannya melalui proses penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research).

Dengan menggunakan penelitian tindakan kelas yang pada prinsipnya adalah penelitian yang dilaksanakan dalam pengaturan kelas yang dilakukan oleh guru mata pelajaran sebagai pelaku pembelajaran diharapkan dapat mengembangkan nilai sportifitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani pada siswa kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan di atas, dengan demikian tindakan penelitian ini, penulis memiliki tujuan sebagai berikut dibawah ini:


(21)

Untuk mengetahui apakah nilai sportifitas dalam pembelajaran penjas dapat dikembangkan dengan penerapan Model Pembelajaran Canter Asertif pada siswa kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk pengembangan keilmuan bidang pendidikan khususnya pendidikan jasmani yang secara rinci manfaatnya dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Sebagai sumbangan pemikiran yang dapat memperkaya karya ilmiah yang berkaitan dengan pendidikan khususnya mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga.

b) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pengembangan Program Pengajaran Pendidikan khususnya Pendidikan Jasmani di Sekolah Menengah Pertama.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a) Bagi Guru

1) Untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh serta mengaplikasikannya dalam praktek.

2) Sebagai alat untuk menumbuhkan motivasi dan minat belajar siswa. 3) Sebagai rambu-rambu dan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan

belajar-mengajar. b) Bagi Siswa


(22)

1) Mengembangkan kemampuan diri siswa untuk merespon dengan baik stimulus yang diberikan oleh guru dalam proses belajar-mengajar tanpa adanya keraguan maupun kebimbangan dalam dirinya.

2) Mengembangkan nilai sportifitas yang dipahaminya dalam proses belajar-mengajar, dalam lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.

3) Siswa dapat dengan tegas menolak pada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya.

c) Bagi sekolah dapat menumbuhkan iklim pendidikan formal maupun non-formal siswa aktif dan motivatif disekolah.

E. Pembatasan Masalah Penelitian

Untuk menghindari timbulnya penafsiran-penafsiran yang luas dan supaya tidak menyimpang dari jalur permasalahan yang diteliti, maka dengan ini penulis memberikan beberapa batasan yang akan menjadi fokus penelitian, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Dalam penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada pengembangan nilai sportifitas siswa dalam pembelajaran penjas, melalui pemanfaatan menggunakan model pembelajaran canter asertif.

2. Dalam penelitian ini penulis hanya menekankan pada pengembangan nilai sportifitas siswa dalam pembelajaran penjas dengan permainan bola besar yang berorientasi pada permainan-permainan team dengan materi saji sepakbola yang berkonsep kompetisi yang telah dimodifikasi peraturannya.

3. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMPN 2 Katapang Kabupaten Bandung yang mengikuti pembelajaran penjas disekolah.

4. Lokasi penelitian dilaksanakan di SMPN 2 Katapang Kabupaten Bandung. 5. Instrument dalam penelitian ini dengan menggunakan format observasi siswa


(23)

kutipan definisi sportifitas dari Nuryadi dalam buku permainan sepakbola (2010:5).

F. Penjelasan Istilah

1. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. (Undang Undang SISDIKNAS Nomor 2 Tahun 2003).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. (Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 16).

Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik. (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002 : 263).

Pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia, dengan tujuan mendekatkan dia kepada tingkat kesempurnaan. (John Stuart Mill. Filosof Inggris, 1806-1873 M).

Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman, dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan santaan akal dan rohani. (Ibnu Muqaffa. Tokoh bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, Pengarang Kitab Kalilah dan Daminah).


(24)

2. Pendidikan Jasmani

Penjas dapat didefinisikan sebagai pendidikan mengenai dan melalui gerak insani, ketika tujuan pendidikan dicapai melalui media aktifitas otot-otot, termasuk olahraga (Sport), permainan, senam dan latihan. Hasil yang ingin dicapai individu yang terdidik secara fisik. Nilai ini menjadi salah satu bagian nilai individu yang terdidik dan bermakna hanya ketika berhubungan dengan kehidupan individu. (Harold M. Barrow (B. Abduljabar, 2009:6)).

Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut. (Nixon and Cozens, 1963: 51).

Pendidikan jasmani adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif. (Dauer dan Pangrazi, 1989: 1).

Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional. (Bucher, 1979).

3. Pembelajaran

Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami oleh siswa. (Winkle, 1991).


(25)

Adalah orang yang dengan segala karakteristiknya terus berusaha mengembangkan dirinya seoptimal mungkin melalui berbagai kegiatan guna mencapai tujuannya sesuai dengan tahapan perkembangan yang dijalaninya. Secara etimologi peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. (Syarif Al -Qusyairi. Kamus Akbar Arab-Indonesia. (Surabaya: Giri Utama) hal. 68). Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. (Pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003).

Peserta didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebaga suatu pribadi atau individu. (Abu Hamadi, Ilmu Pendidikan 2001: 251).

Siswa atau Peserta Didik adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sebagai suatu komponen pendidikan, siswa dapat ditinjau dari berbagai pendekatan, antara lain: pendekatan social, pendekatan psikologis, dan pendekatan edukatif/pedagogis. (http://id.wikipedia.org/wiki/Peserta_didik).

Peserta didik adalah siapa saja yang terdaftar sebagai objek didik di suatu lembaga pendidikan. (Suharsimi Arikunto, 1986:12).

Dari definisi-definisi yang diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah orang yang mempunyai fitrah (potensi) dasar, baik secara fisik maupun psikis, yang perlu dikembangkan, untuk mengembangkan potensi tersebut sangat membutuhkan pendidikan dari pendidik.


(26)

5. Sikap Asertif

Adalah cara dalam memberikan respon dalam situasi sosial, yang berarti sebagai kemampuan untuk berkomunikasi, kemampuan untuk mengungkapkan perasaan positif ataupun negatif, serta kemampuan untuk mengawali kemudian melanjutkan serta mengakhiri percakapan. (Lazarus (Rakos, 1990)).

Perilaku Asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi yang dilandasi rasa tanggung jawab atas segala hasil serta akibat tersebut bagi individu itu sendiri. (Smith (Rakos, 1990)).

Perilaku Asertif adalah perilaku antar pribadi (interpersonal behaviour) yang melibatkan aspek kejujuran, keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku asertif ini ditandai dengan adanya kesesuaian sosial dan seseorang yang mampu berperilaku asertif akan mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang lain. Selain itu, kemampuan dalam perilaku asertif menunjukkan adanya kemampuan untuk menyelesaikan diri dalam hubungan antar pribadi. (Gunarsa, 1992).

Perilaku asertif merupakan pernyataan diri yang positif, dengan tetap menghargai orang lain. Sehingga akan dapat meningkatkan kepuasan kehidupan pribadi serta kualitas hubungan dengan orang lain. (Alberti dan Emmons, 2001). Perilaku asertif merupakan kemampuan seseorang untuk dapat menyampaikan atau merasa bebas untuk mengemukakan perasaan dan pendapatnya, serta dapat berkomunikasi dengan semua orang.

6. Sportif

Adalah bersifat kesatria, jujur, tegap, gagah. ke·spor·tif·an n perihal sportif; kejujuran. (http://www.artikata.com).

(Nuryadi, Permainan Sepakbola 2010:5) menyebutkan kesetaraan antara sportifitas dan fair play, yang mana keduanya mengindikasikan tentang play the game yang memiliki makna penuh tentang kejujuran, keberanian, pengendalian diri, rasa hormat, kesopansantunan dan keadilan.


(27)

Sportivitas diidentifikasikan sebagai perilaku yang menunjukan sikap hormat dan adil terhadap orang lain serta sikap menerima dengan baik apapun hasil dari suatu pertandingan (Beller&Stoll, 1993: 75).

Sportivitas merupakan perilaku yang ditunjukan oleh atlet, pelatih, administrator dan penonton dalam kompetisi atletik. Perilaku-perilaku ini didasari oleh nilai-nilai penting seperti hormat, adil, beradap, jujur dan tanggung jawab. National Collegiate Athletic Association (NCAA, dalam Jay.D Goldstein & S.E Iso-Ahola, 2006: 18).

Sportif dapat dikonseptualisasikan sebagai karakteristik abadi dan relative stabil atau disposisi seperti bahwa individu berbeda dalam cara mereka, umumnya diharapkan untuk berperilaku dalam situasi olahraga. Secara umum, sportif mengacu pada kebajikan seperti kejujuran, keberanian pengendalian diri dan ketekunan serta telah dikaitkan dengan konsep-konsep interpersonal memperlakukan orang lain dan diperlakukan secara wajar, mempertahankan kontrol diri jika berhadapan dengan orang lain, serta menghormati otoritas dan lawan. (Http: //id.shvoong.com/internet).

Sportivitas adalah perilaku atau tindakan dari seseorang atau kelompok olahragawan yang memperlihatkan sikap jujur, kstria, disiplin, serta menaati ketentuan atau peraturan pertandingan atau perlombaan olahraga. (M. Suhud: http://www.scribd.com/doc/41878811/Sportivitas-Dalam-Olahraga ).

7. Fair play

Adalah kesempatan yang adil yang dimiliki oleh semua orang untuk mengejar kemenangan dalam olahraga kompetitif, memiliki kemampuan untuk meraih kemenangan melalui sikap yang elegan dan sportif. (Armando, 2010).

Mensyaratkan bahwa semua kontestan memahami dan mematuhi, tidak hanya kepada aturan formal permainan tetapi juga kepada atuuran main yang tidak tertulis. (Shields dan Bredemeier, 1995 (S. Weinberg, Daniel Gould, 2007)). Fair play merupakan sikap mental yang menunjukan martabat ksatria pada olahraga. (Amansyah, 2010).


(28)

8. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Merupakan penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktek pembelajaran. (Suhardjono, 2009:1).

Penelitian Tindakan Kelas adalah kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan profesional. Elliot (1982:3).

Penelitian Tindakan Kelas adalah upaya kolaboratif antara guru dan siswa-siswanya, yaitu suatu kesatuan kerja sama dengan perspektif berbeda. Misalnya, bagi guru demi mutu profesionalnya dan bagi siswa peningkatan prestasi belajarnya. (Dikdasmen, 1999:8).

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Research sebagai cara untuk menjawab semua masalah yang ada dalam penelitian ini. Menurut McNiff (1992 dalam Mohammad Asrori, 2004:4) penelitian tindakan kelas merupakan bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mengembangkan dan perbaikan pembelajaran. Adapun pengertian lain dari PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran di kelas, sehingga hasil belajar siswa dapat


(29)

ditingkatkan. (Abdul Rahman:2011). Hal ini diungkapkan pula oleh Mc Taggart (1996 dalam Dikdasmen, 1999:3) penelitian tindakan kelas itu biasanya dilakukan oleh guru di kelas atau sekolah tempat guru mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktis pembelajaran.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menggunakan model kolaborasi yang mengutamakan kerjasama antara kepala sekolah, guru dan peneliti. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini merupakan upaya untuk mengkaji apa yang terjadi dan telah dihasilkan atau belum tuntas pada langkah upaya sebelumnya. Hasil refleksi digunakan untuk mengambil langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan penelitian. Dengan kata lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan terhadap pencapaian tujuan tindakan pembelajaran.

PTK menuntut sejumlah informasi dan tindak lanjut yang terjadi di lapangan untuk segera dikaji dan ditindak lanjuti secara reflektif, partisipatif, dan kolaboratif (Suwarsih, 1994:23). Untuk itu perlu keseriusan peneliti dan orang yang terlibat (misalnya guru) selama proses penelitian. Pada dasarnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki karakteristik yaitu: (1) bersifat situassional, artinya mencoba mendiagnosis masalah dalam konteks tertentu, dan berupaya menyelesaikannya dalam konteks itu; (2) adanya kolaborasi-partisipatoris; (3) self-evaluative, yaitu adanya modifikasi-modifikasi yang dilakukan secara kontinyu dievaluasi dalam situasi yang terus berjalan secara siklus, dengan tujuan adanya peningkatan dalam praktek nyatanya.

Dalam pelaksanaan PTK ada yang disebut dengan rancangan atau desain pelaksanaan kegiatan. Setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Dalam model John Elliot terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf didalam pelaksanaan aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran. Dalam kenyataan praktek dilapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam


(30)

beberapa rupa, itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya.

Jika hasil refleksi menunjukan perlunya dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan, maka rencana tindakan perlu disempurnakan lagi agar tindakan yang dilaksanakan berikutnya tidak sekedar apa yang telah diperbuat sebelumnya, demikian seterusnya sampai masalah yang diteliti dapat dipecahkan secara optimal.

H. Pembahasan Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variable dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Sering pula dinyatakan variabel penelitian itu sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Oleh karena itu, variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, untuk kemudian ditarik kesimpulan. (Sugiyono, 2007).

Secara teoritis variabel dapat didefiisikan sebagai atribut seseorang, atau objek yang mempunyai Variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain. (Hatch dan Farhady,1981). Penulis menguraikan bagian variabelnya pada proses penelitannya seperti berikut:

a) Variabel Input

Variabel input adalah variabel yang mempengaruhi variabel yang lain dalam penelitian. Variabel input dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Katapang yang mengikuti mata pelajaran pendidikan jasmani dalam setiap jadwalnya pada masa penelitian penulis. Alasan penulis menggunakan siswa kelas VIII A adalah berdasarkan pengamatan bahwasannya sebagian siswa dari kelas tersebut masih banyak kekurangan


(31)

dalam hal berinteraksi, komunikasi dan bersikap yang baik pada saat berlangsungnya kegiatan pembelajaran.

b) Variabel Proses

Variabel proses dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran pendidikan jasmani yang berlangsung dengan menggunakan penerapan Model Pembelajaran Canter Asertif. Penulis menggunakan Model Canter Asertif dalam memecahkan permasalahan kedisiplinan dan nilai sportifitas yang terjadi pada saat proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Pembelajaran Canter Asertif merupakan salah satu tipe pembelajaran yang menekankan pada aspek kedisiplinan secara demokratik dan kooperatif dengan struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan aspek Afektif siswa.

Model ini dikembangkan oleh Lee Canter dan Marlene Canter pada tahun 1976 (Chong Lean Keow, 2009). Model ini dikembangkan karena mayoritas guru kurang mampu menangani sikap dan tingkahlaku siswa yang tidak diharapkan selama proses pembelajaran berlangsung. Proses belajar mengajar merupakan kegiatan antara guru siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar. (Rustaman et.al. 2003).

c) Variabel Output

Variabel output dalam penelitian ini adalah perkembangan sikap dan perilaku siswa yang baik dari segi Afeksi peserta didik yang berkaitan dengan kedisiplinan dan nilai sportifitas yang terlihat selama proses pembelajaran berlangsung selama penelitian. Hasil belajar berupa perubahan tingkah laku yang terkait dengan kedisiplinan dan nilai sportifitas peserta didik. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya,


(32)

baik yang berupa pengetahuan, keterampilan motorik atau penguasaan nilai-nilai (sikap). (Winataputra, 2004:2.6).

2. Lokasi Penelitian

Dalam kesempatan ini penulis menentukan lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian. Penulis akan melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung. Penulis memilih lokasi penelitian yang tersebut diatas berdasarkan beberapa pertimbangan yaitu sebagai berikut:

a) Tersedianya sarana yang cukup baik untuk menunjang kelancaran dalam proses penelitian, serta beberapa peralatan Pembelajaran yang cukup baik yang dimiliki oleh sekolah.

b) Siswa masih kurang dalam menguasai keterampilannya baik dari segi psikomotor, afektif dan kognitifnya.

c) Penulis merupakan bagian dari Team Pelatih Ekstrakurikuler Sepakbola yang masih baru di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung.

3. Populasi

Menurut Drs. S. Margono (2004), Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Pengertian lain menyebutkan, bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian (Hadari Nawawi, 1993:141). Populasi juga memiliki banyak jenis yang bervariasi disesuaikan dengan jenis penelitian yang dilaksanakan.

Berdasarkan pada uraian diatas, maka penulis memilih jenis populasi dalam penelitian ini dengan menggunakan populasi terbatas dan bersifat heterogen yakni siswa yang berada di SMP Negeri 2. Pemilihan jenis dan sifat populasi ini karena memiliki batas kuantitatif secara jelas dan memiliki karakteristik yang terbatas serta memiliki sifat atau keadaan yang bervariasi, sehingga perlu di tetapkan


(33)

batas-batasnya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang cukup mewakili dari sebagian besar populasi di SMP Negeri 2 katapang.

4. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi Sampel adalah sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. (Notoatmojo, 2003). Hal diatas selaras dengan pernyataan berikut ini, bahwasannya sampel adalah sebagian untuk diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo. 2005 : 79).

Dari beberapa pengertian diatas mengenai sampel, maka penulis menggunakan sampel dalam penelitian ini adalah siswa SMPN 2 Katapang kelas VIII A untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini.

5. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian merupakan bagian yang penting dalam sebuah penelitian. Ibnu Hadjar (1996:160), berpendapat bahwa instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif tentang variasi karakteristik variabel secara objektif. Pernyataan di atas selaras dengan yang diungkapkan oleh Suharsimi Arikunto (2000:134), bahwasannya instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Pernyataan dari kedua ahli di atas dipertegas kembali oleh Sumadi Suryabrata (2008:52) bahwasannya instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk merekam pada umumnya secara kuantitatif-keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikologis itu secara teknis biasanya digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non kognitif. Sumadi mengemukakan bahwa untuk atribut kognitif, perangsangnya adalah pertanyaan. Sedangkan untuk atribut non-kognitif, perangsangnya adalah pernyataan. Dari beberapa pendapat para ahli mengenai instrument penelitian, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi kuantitatif tentang variabel yang sedang diteliti.


(34)

Instrument penelitian yang digunakan dalam proses penelitian memiliki banyak jenis yang bias disesuaikan penggunaannya sesuai dengan kebutuhan dalam proses penelitian penulis. Adapun beberapa jenis instrument penelitian yang biasa digunakan dalam penelitian diantaranya 1) Tes, 2) Angket atau kuesioner, 3) Interview (wawncara), 4) Observasi (Pengamatan), 5) Skala bertingkat (menggunakan ratings/peringkat), dan 6) Dokumentasi.

Berdasarkan uraian penjelasan mengenai instrument peneltian di atas, maka penulis dalam penelitian ini memilih untuk menggunakan instrument penelitian yang sesuai dengan kebutuhan yaitu menggunakan instrument penelitian berupa 1) format observasi nilai sportivitas, 2) lembar observasi siswa dan 3) dokumentasi.

I. Rencana dan Prosedur Penelitian

1. Setting Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung, pada kelas VIII A. Pelaksanaan penelitian direncanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 selama beberapa siklus penelitian hingga 70% siswa terlihat perkembangan nilai sportifitasnya.

2. Rencana Penelitian Tindakan Kelas

Pelaksanaan penelitian ini direncanakan dalam dua siklus tindakan. Untuk setiap siklusnya dilaksanakan dengan menyesuaikan pada perubahan yang ingin dicapai. Capaian target adalah sekurang-kurangnya 70% siswa dapat termotivasi dan memiliki perkembangan sikap mengenai nilai sportivitas serta siswa dapat aktif belajar dengan penerapan model pembelajaran Canter Asertif pada proses kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pemanfaatan menggunakan metode yang tepat sangat menentukan terhadap keberhasilan suatu penelitian untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut

Sugiyono (2010:3) menyatakan bahwa, “Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu, maka dapat dikatakan metode penelitian adalah cara yang ditempuh peneliti dalam

memperoleh data yang dipergunakan sesuai dengan permasalahan yang diteliti”.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas atau Classroom Action Research. Metode ini digunakan atas dasar pertimbangan ingin mengetahui sebab dari pengaruh atau akibat dari sebuah perlakuan atau treatment yang diberikan. Pernyataan tersebut sejalan dengan yang dikemukaan oleh Harjodipuro (1997:43) bahwasannya PTK merupakan “suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau untuk mengubahnya”.

Beberapa pendapat tentang penelitian tindakan kelas dari para ahli dapat dijadikan rujukan sebagai teori dalam penelitian ini, di antara penjelasan tentang penelitian tindakan kelas adalah beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli di antaranya sebagai berikut:

PTK ialah kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan profesional. (Elliot (1982:3).

Penelitian tindakan kelas (clasroom action research) merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial dan bertujuan untuk memperbaiki pekerjaannya, memahami pekerjaan tersebut serta situasi dimana pekerjaan ini dilakukan.


(36)

Dalam penelitian ini sampel terdiri dari satu kelompok kelas. Kelompok ini kemudian diberi tes awal pada pertemuan pertama dengan cara diobservasi saat diberikan pembelajaran penjas dengan menggunakan model pembelajaran canter asertif untuk mengetahui nilai sportifitasnya. Setelah data awal didapat lalu kelompok kelas tersebut diberikan perlakuan pembelajaran, barulah diberikan tes akhir sesuai dengan tes awal berupa observasi saat diberikan pembelajaran penjas dengan menggunakan model pembelajaran canter asertif untuk mengetahui perkembangan nilai sportifitas siswa.

B. Populasi, Sampel dan Lokasi Penelitian 1. Populasi

Dalam suatu penelitian diperlukan sumber data yang sesuai dengan masalah penelitian. Sumber data tersebut bisa juga disebut dengan populasi. Menurut

Arikunto (2010:173) menyatakan bahwa “Populasi merupakan keseluruhan subjek

penelitian”. Seperti yang dimaksud dari pengertian tersebut bahwasannya populasi tidak hanya diwakilkan oleh orang saja, tetapi juga obyek dan benda-benda yang lain. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat ahli yaitu Sugiyono (2010:117) yang menjelaskan lebih lanjut bahwa;

Populasi bukan hanya orang tetapi juga obyek dan benda-benda yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII A di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung yang secara keseluruhan berjumlah sebanyak 34 orang siswa dengan 17 orang siswa dan 17 orang siswi.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi. Arikunto (2010:174) menyatakan

bahwa, “Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti”. Sedangkan menurut Sugiyono (2010:118) menyatakan bahwa, “Sampel adalah


(37)

bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Sampel

biasa digunakan bila mana pada saat melakukan penelitian terdapat populasi yang besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Dalam pengambilan sampel peneliti haruslah mengambil sampel yang dapat mewakili agar dapat dihasilkan data yang akurat.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik sampling jenuh yang

berpedoman pada Sugiyono (2010:124) yang menyatakan bahwa, “Sampling

jenuh merupakan teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel”. Peneliti mengambil sampel sebanyak satu kelas, karena dengan beberapa pertimbangan terhadap keterbatasan waktu, sumber dan materil.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dilaksanakannya penelitian. Lokasi penelitian yang dipilih peneliti adalah Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung. Penulis menentukan lokasi penelitian pada tempat tersebut di atas berdasarkan beberapa pertimbangan diantaranya:

a. Sebagian besar siswa SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung memiliki ketertarikan yang relatif rendah terhadap pendidikan jasmani karena memang faktor proses pembelajaran yang monoton dalam kegiatannya pembelajaran penjas di sekolah serta masih rendahnya keterampilan gerak dasar yang dimiliki oleh sebagian besar siswa.

b. Tersedianya lapangan yang luas meskipun tidak ditunjang oleh kualitas lapangan yang memadai serta rendahnya unsur pendukung lain seperti minimnya jumlah peralatan tertentu yang dimiliki oleh sekolah.

c. Peneliti sendiri adalah salah seorang pelatih Ekstrakurikuler Sepakbola di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung yang memiliki keinginan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar siswa serta mengembangkan nilai sportifitas siswa yang masih rendah.


(38)

C. Prosedur dan Rencana Tindakan Penelitian 1. Prosedur Penelitian

Arikunto (2002:83) mengemukakan konsep pokok penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang menunjukkan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Perencanaan atau planning. b) Tindakan atau acting.

c) Pengamatan atau observing dan d) Refleksi atau reflecting.

Sedangkan menurut Joni (dalam Depdikbud, PTK kelas 22, 1999) terdapat lima tahap penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

a) Pengembangan fokus masalah penelitian b) Perencanaan tindakan perbaikan.

c) Pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi. d) Analisis dan refleksi.

e) Perencanaan tindak lanjut.

Berdasarkan langkah-langkah penelitian tindakan kelas, maka untuk mempermudah alur penelitian dibuatlah skema prosedurnya yang sesuai dengan prosedur umum penelitian tindakan kelas yang dikemukakan oleh Yusup Hidayat (2011) maka setiap satu siklus tindakan memuat langkah-langkah membuat rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Keseluruhan tahapan itu dilakukan setelah melakukan observasi awal untuk memperoleh gambaran mengenai upaya mengembangkan nilai sportifitas siswa dalam pembelajaran pendidikan jasmani melalui pemanfaatan penggunan model canter asertif. Oleh karena itu, penulis membuat sebuah diagram siklus penelitian tindakan kelas untuk memudahkan dalam sistematika penelitian, maka penulis memilih salah satu model siklus yang digunakan berdasarkan pada konsep John Elliot.


(39)

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (John Elliot)

Atas dasar itulah maka upaya pemecahan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tindakan diantaranya yaitu:

a. Pengamatan (observing), yaitu guru dan peneliti mengamati (mencatat) bagaimana aktifitas siswa dalam mengikuti pembelajaran penjas melalui pemanfaatan penggunaan model canter asertif di SMP Negeri 2 Katapang Kabupaten Bandung. Aktivitas siswa yang diamati berkaitan dengan sikap dan perilaku yang mengandung nilai sportifitas sebelum (pada tahap persiapan), selama, dan sesudah melaksanakan aktivitas pembelajaran pendidikan jasmani disekolah. Demikian hal ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui sikap siswa serta kendala pada saat melaksanakan pembelajaran penjas serta pemahaman siswa terhadap pentingnya nilai-nilai sportifitas dalam proses pembelajaran penjas disekolah.

b. Menetapkan skenario pembelajaran dalam bentuk rancangan penelitian (planning), yaitu peneliti membuat rencana pelaksanaan program pembelajaran pendidikan jasmani.

SIKLUS II Perencanaa

Observasi

Pelaksanaa Refleksi

SIKLUS I

Perencanaa

Observasi

Pelaksanaa Refleksi


(40)

c. Menerapkan skenario pembelajaran (acting), yaitu peneliti dan guru melaksanakan skenario pembelajaran pendidikan jasmani yang telah direncanakan.

d. Refleksi, maksudnya adalah peneliti dan guru menganalisa hasil yang telah dilaksanakan untuk kemungkinan terjadinya perubahan rencana tindakan terhadap perubahan sikap atau penguatan perilaku siswa dalam proses belajarnya guna mengembangkan nilai sportifitas siswa dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani.

2. Rencana Tindakan Penelitian

Dalam menentukan tindakan, peneliti berperan sebagai aktor (guru) dibantu oleh observer (guru penjas yang lain) untuk melakukan rancangan tindakan. Adapun beberapa hal yang harus dilakukan oleh peneliti dan observer di antaranya adalah sebagai berikut:

a) Perencanaan

Pada tahap ini peneliti dan observer menentukan suatu perencanaan tindakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membuat rencana pembelajaran dengan menerapkan variasi bentuk-bentuk tugas gerak yang sistematis yang berorientasi pada modifikasi permainan team dalam pembelajaran penjas.

2. Membuat lembar observasi yaitu:

a) Catatan-catatan yang digunakan sebagai media untuk mencatat semua kejadian yang muncul selama proses pembelajaran. Catatan-catatan ini harus tertib dan sistematis karena akan menjadi sumber informasi dalam proses pengolahan dan analisis data.

b) Dengan menggunakan alat elektronik (handycam atau camera) untuk merekam atau mendokumentasikan fakta dan data-data penting yang diambil selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dapat dijadikan bahan untuk koreksi dan evaluasi guna perbaikan proses tindakan pembelajaran ditahap berikutnya.


(41)

c) Membuat jurnal harian yang digunakan sebagai alat pengumpul data yang berkenaan dengan aspek-aspek kegiatan selama berlangsungnya proses kegiatan pembelajaran penjas.

3. Pengaplikasian proses modifikasi pembelajaran sebaiknya dengan selalu mempertimbangkan esensi kegiatan belajar siswa. Sebagai bahan pertimbangan maka proses modifikasi hendaknya merujuk pada empat aspek yang dapat dimodifikasi dari pembelajaran penjas yaitu:

a) Modifikasi materi pembelajaran

b) Modifikasi kondisi lingkungan pembelajaran c) Modifikasi evaluasi pembelajaran

4. Menyiapkan sarana dan prasarana (fasilitas dan alat) untuk proses kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani disekolah.

b) Pelaksanaan Tindakan

Dalam proses pelaksanaan tindakan, peneliti berperan sebagai aktor (guru) sekaligus pemimpin yang terjun langsung untuk melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani pada kelas yang dijadikan objek penelitian dengan menggunakan beberapa modifikasi permainan yang sistematis dan berorientasi pada permainan team. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan tindakan ini yaitu:

1. Peneliti menerapkan variasi bentuk-bentuk permainan yang mengarah kepada inti materi pembelajaran penjas secara sistematis dalam pembelajaran penjas yang telah dirancang dalam satuan pengajaran (skenario pembelajaran).

2. Peneliti mengajar langsung dilapangan sekaligus melakukan pengamatan (observasi) terhadap seluruh siswa yang mengikuti proses pembelajaran. Proses pengamatan harus di dasari dengan sadar, kritis, sistematis, dan objektif.


(42)

Setelah proses pembelajaran berakhir, peneliti mencatat segala bentuk kegiatan, kejadian dan kendala-kendala yang muncul selama pembelajaran berlangsung kedalam lembar observasi yang telah disiapkan.

c) Alternatif Pemecahan Permasalahan

Berdasarkan hasil pengamatan (observasi) dan catatan yang ada dijadikanlah bahan solusi yang tepat untuk melakukan tindakan-tindakan perbaikan proses pembelajaran untuk pertemuan atau pelaksanaan tindakan berikutnya.

d) Observasi

Untuk mempermudah pelaksanaan observasi, peneliti dibantu oleh observer (guru penjas). Objek yang diamati adalah seluruh aktivitas siswa selama pembelajaran dilaksanakan, baik berupa perubahan yang bersifat individu maupun secara klasikal. Bentuk-bentuk observasi yang dapat dilakukan adalah:

1. Observasi Peer (Pengamatan Sejawat)

Observasi peer adalah observasi terhadap pengajaran seseorang oleh orang lain (biasanya sesama guru atau teman sejawat). Dalam observasi ini seorang guru bertindak sebagai pengamat untuk guru yang lain (Dikdasmen, 1999:37-38).

2. Observasi Terstruktur

Pelaksanaan observasi terstruktur dilakukan peneliti dengan cara bertanya kepada siswa. Peneliti sebagai guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa kemudian siswa menjawabnya.

e) Analisis dan Refleksi

Pelaksanaan modifikasi proses pembelajaran pendidikan jasmani dengan permainan yang dilakukan oleh peneliti sendiri telah menghasilkan


(43)

beberapa peristiwa atau kejadian dalam pembelajaran dalam bentuk data-data. Berdasarkan data yang terkumpul ini kemudian dilakukan analisis. Selanjutnya berdasarkan analisis data kemudian peneliti melakukan refleksi atau perbaikan untuk rencana dan tindakan berikutnya.

D. Prosedur Pelaksanaan Tindakan Penelitian

Berdasrkan proses pelaksanaan penelitian ini, prosedur pelaksanaan tindakan penelitian ini diuraikan oleh penulis sebagai bahan untuk gambaran mengenai tindakan sebenarnya yang akan dilaksanakan dalam proses penelitian guna memudahkan penulis memahami sistematika tindakan dalam penelitian. Uraian prosedur pelaksanaan tindakan penelitian ini dituangkan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran diantaranya adalah sebagai berikut:

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Sekolah : SMP Negeri 2 Katapang

Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Kelas/Semester : VIII A / Genap

Alokasi Waktu : 3 x 2 x 50 menit (3 x pertemuan)

Standar Kompetensi

Mempraktikan berbagai teknik dasar permainan dan olahraga serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Kompetensi Dasar

Mempraktikkan kombinasi teknik dasar salah satu permainan dan olahraga beregu bola besar lanjutan dengan baik serta nilai sportivitas yang mengandung makna kerjasama, toleransi, percaya diri, keberanian, menghargai lawan, bersedia berbagi tempat dan peralatan.


(44)

1. Tujuan Pembelajaran

a) Siswa dapat melakukan kombinasi teknik dasar menendang bola dengan kaki bagian dalam dan luar dengan benar.

b) Siswa dapat melakukan kombinasi teknik dasar menghentikan bola dengan kaki bagian dalam, luar dan telapak kaki dengan benar.

c) Siswa dapat melakukan kombinasi teknik dasar menggiring bola dengan kaki bagian dalam dan luar dengan benar.

d) Siswa dapat bermain sepakbola dengan baik menggunakan peraturan yang dimodifikasi untuk memupuk nilai kerja sama, toleransi, percaya diri, keberanian, menghargai teman.

2. Karakter Siswa yang Diharapkan Disiplin (Discipline)

Tekun (Diligence)

Tanggung jawab (Responsibility)

Ketelitian (Carefulness)

Kerjasama (Cooperation)

Toleransi (Tolerance)

Percaya diri (Confidence)

Keberanian (Bravery)

3. Materi Pembelajaran Permainan Sepakbola

 Kombinasi mengumpan dan menghentikan bola menggunakan kaki bagian dalam dan luar.

 Kombinasi menahan bola menggunakan kaki bagian dalam dan luar serta menahan dengan telapak kaki.


(45)

4. Model Pembelajaran

Perencanaan dalam pembelajaran ini dengan memanfaatkan penggunaan moodel canter asertif yang memiliki beberapa prinsip pelaksanaan dan akan diimplementasikan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Prinsip-prinsip model pembelajaran canter asertif dapat diterapkan pada tahap elaborasi proses pembelajaran seperti berikut dalam perencanaan:

Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Canter Asertif

 Guru harus memberi penguatan pada tindakan yang tepat.

 Tanggung jawab merupakan nadi disiplin asertif dan guru harus bersifat asertif ketika mengontrol kelas.

 Guru harus merumuskan sistem penghargaan dan hukuman yang dapat dijadikan referensi murid tentang perilaku yang baik dan buruk.

 Guru asertif menganggap bahwa murid mereka sebagai pelaku utama dalam proses pembelajaran.

 Dalam pandangan mereka jika mereka ingin mengontrol kelas tersebut dan mengajar dengan efektif mereka harus senantiasa besifat tegas.

 Berorientasi pada anggapan bahwa tidak semua siswa memberi rasa nyaman kepada murid lain dalam kelas yang diajarkan oleh mereka.

 Mengikuti disiplin canter asertif, guru berwenang menetapkan peraturan kelas.

Penerapan prinsip pembelajaran canter asertif dilakukan pada tahap elaborasi proses pembelajaran dengan cara memilah menjadi bagian untuk kemudian diterapkan dalam setiap siklus dan tindakan dalam tahap elaborasi proses pembelajaran.

5. Metode Pembelajaran

 Pertemuan I : Penugasan

 Pertemuan II : Penugasan


(46)

Pertemuan IV : Resiprokal/Feedback

6. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran a) Siklus I Tindakan 1

1) Kegiatan Pendahuluan (15 menit)

 Berbaris, berdoa, presensi, apersepsi dan pemanasan.

 Menjelaskan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi.

2) Kegiatan Inti (50 menit)

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

Kombinasi teknik dasar (mengumpan dengan kaki bagian dalam dan luar serta menghentikan bola dengan telapak kaki) dengan rincian kegiatan sebagai berikut:

a) Melakukan teknik dasar mengumpan dengan bola dilam berhadapan dengan teman.

b) Melakukan teknik dasar mengumpan dengan bola digelindingkan teman dari depan ditempat.

c) Melakukan teknik dasar mengumpan dengan bola dilambungkan teman dari depan ditempat dilanjutkan dengan bergerak maju dan mundur.

d) Melakukan teknik dasar mengumpan secara langsung.

e) Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan dilapangan.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru menggunakan strategi pelaksanaan proses pembelajaran menggunakan metode penugasan dengan implementasi pelaksanaan model canter asertif sebagai berikut:


(47)

Pelaksanaan Dalam Elaborasi Tindakan Penelitian

Peran Guru Dilapangan Feedback Siswa Yang Diharapkan Pelaksanaan Dalam Siklus I Tindakan 1

Menentukan peraturan yang akan dilaksanakan dalam kelas.

Mengorganisasi suatu pertemuan dengan murid-murid dan menjelaskan persyaratan peraturan kelas dipatuhi.

Memberikan teguran kepada siswa yang tidak mematuhi peraturan, dilakukan diakhir pelajaran.

 Siswa mengutarakan pendapatnya perihal peraturan yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran. Contoh: dalam pembahasan perauran siswa mengajukan usulan perihal peraturan.

 Siswa memahami dan bertanggungjawab mematuhi semua peraturan yang telah didiskusikan sebelumnya diawal pembukaan. Contoh: antara siswa saling mengingatkan perihal peraturan yang harus dipatuhi.

a) Guru membagikan bahan ajar, yang berisi deskripsi tugas dan indikator tugas gerak.

b) Siswa mempelajari tugas ajar dan indikator keberhasilannya.

c) Siswa memperkirakan waktu yang diperlukan untuk mencapai ketuntasan tugas ajar.

d) Siswa melaksanakan tugas ajar sesuai dengan target waktu yang telah ditentukan sendiri.

e) Bagi siswa yang belum mampu mencapai target belajar sesuai dengan alokasi waktunya, maka mereka diberi kesempatan untuk memperbaiki target waktu.

f) Bagi siswa yang telah berhasil mencapai target sesuai dengan waktu atau lebih cepat, maka mereka diberi kesempatan untuk mencoba permainan Smallside dengan peraturan yang dimodifikasi.

g) Bermain sepakbola dengan peraturan yang dimodifikasi dengan menggunakan teknik dasar mengumpan dengan kaki bagian dalam. h) Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang mengembangkan


(48)

Gambar 3.2 (Ilustrasi Proses Siklus I Tindakan 1)

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

a) Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,

b) Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber,

c) Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan,

d) Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar:

e) Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar;

f) Membantu menyelesaikan masalah;

g) Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;

h) Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;

i) Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi secara aktif.


(1)

Sukma Wijaya Hardani S, 2014

Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif Dalam Pembelajaran Penjas Untuk

bersikap, berani mengungkapkan pendapat tanpa harus menyinggung dan merugikan diri sendiri dan orang lain, bertanggung jawab pada setiap pengambilan keputusan dan tindakan serta disiplin dalam kepatuhan menjalankan peraturan yang telah ditetapkan baik dalam proses pembelajaran di sekolah maupun di luar sekolah.

3. Melalui penerapan model pembelajaran canter asertif, penyajian proses pembelajaran penjas dapat lebih modifikatif dan efektif untuk meningkatkan sekaligus mengembangkan aspek motorik, afektif dan kognitif siswa dalam mengikuti proses pembelajaran penjas di sekolah secara normal dan pasti.

B. Saran Peneliti

Berdasarkan tinjauan peneliti dari kesimpulan hasil penelitian yang telah disebutkan di atas, dalam rangka membantu meningkatkan kualitas proses kegiatan pembelajran sekaligus solusi untuk mengatasi bebeerapa hambatan pada kegiatan belajar mengajar pada umumnya dan khususnya pendidikan jasmani di SMP Negeri 2 KATAPANG KABUPATEN BANDUNG, peneliti mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perbaikan proses kegiatan pembelajaran khususnya pembelajaran pendidikan jasmani yaitu diantaranya sebagai berikut:

1. Bagi para guru khususnya guru penjas dan pembaca pada umumnya agar dapat memanfaatkan penggunaan model pembelajaran canter asertif yang diterapkan dalam proses kegiatan pembelajaran disekolah dengan cara memodifikasi materi ajar dan proses kegiatan pembelajaran dengan lebih menarik dan variatif bagi siswa dalam setiap pembelajaran penjas yang akan dilakukan terutama pembelajaran yang menggunakan alat seperti bola, net,dan lain-lain. Sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung


(2)

127

Sukma Wijaya Hardani S, 2014

Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif Dalam Pembelajaran Penjas Untuk

dengan kondusif serta tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

2. Berikanlah peraturan dan tugas gerak yang akan dipraktekan oleh siswa secara rinci dan mudah dipahami oleh siswa agar siswa dapat dengan mudah mencerna dan mempraktekan apa yang ditugaskan oleh gurunya. 3. Berikanlah tugas ajar dari tahap yang mudah secara berulang-ulang

sembari memberikan koreksi tugas gerak siswa secara personal dan kelompok agar siswa dapat lebih cepat berhasil dalam mempraktekan tugas geraknya serta guru tidak lupa untuk selalu memberikan peragaan contoh gerakan yang baik sebelum tugas gerak dipraktekan oleh siswa. 4. Gunakanlah peralatan yang sederhana namun menarik dalam pelaksanaan

pembelajaran penjas supaya dapat menarik perhatian siswa pada saat melaksanakan proses pembelajaran penjas, sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi dengan gembira dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran penjas.

5. Pada pelaksanaan pembelajaran diusahakan guru selalu melibatkan seluruh siswa agar selalu aktif dengan cara memberikan banyak kesempatan kepada siswa untuk mempraktekan tugas gerak yang diperintahkan, kemudian intensifkanlah pengaplikasian tugas gerak siswa secara keseluruhan dalam konsep kompetisi permainan berkelompok untuk memupuk dan mengembangkan nilai sportifitas siswa.

6. Bagi para peneliti yang akan melakukan ppenelitian, supaya diadakan penelitian lebih lanjut dengan sarana dan prasarana yang lebih baik dan jumlah sampel lebih besar, sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan nilai sportifitas siswa dalam pembelajaran penjas secara signifikan.


(3)

Sukma Wijaya Hardani .S, 2014

Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif Dalam Pembelajaran Penjas Untuk

DAFTAR PUSTAKA

Abduljabar, B. (2009). Pembelajaran manajemen Pendidikan Jasmani dan

Olahraga. Bandung. Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan UPI.

Adiatma. (2012). Definisi Olahraga Menurut Para Ahli. [Online]. Tersedia :

http://berkasmakalah.blogspot.com/2012/11/makalah-definisi-olahraga-menurut-para.html. [6 November 2012].

Adrian. (2004). Metode Mengajar Berdasarkan Tipologi Belajar Siswa. [Online]. Tersedia : http://re-searchengines.com/art05-65.html. [20 Oktober 2004]. Adya. (2012). Kejujuran. [Online]. Tersedia :

http://adyavl88-adyablog.blogspot.com/2012/02/kejujuran.html. [15 Februari 2012].

Agus. (2012). Kumpulan 65 Model-model Pembelajaran. [Online]. Tersedia : http://weblogask.blogspot.com/2012/02/model-model-pembelajaran.html. [21 Februari 2012].

Al’Qusyairi, Syarif. (2011). Kamus Akbar Arab-Indonesia. Surabaya: Giri

Utama.

Arikuno Suharsimi (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka cipta.

Asnaldi, Arie. (2008). Pendidikan Jasmani. [Online]. Tersedia : http://artikel-olahraga.blogspot.com/2008/02/pendidikan-jasmani.html. [8 Februari 2008]. Asrori, H Muhammad. (2011). Bandung. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung :

CV Wacana Prima.

Assertive Dicipline. [online]. Tersedia:

http://en.wikipedia.org/wiki/Assertive_discipline. [11 Oktober 2013].

Basyaiban, Abdurrahman. (2011). Pembahasan Pembelajaran. [Online]. Tersedia : http://iabdurrahman.blogspot.com/2011/08/pembahasan-pembelajaran.html. [30 Agustus 2011].

Cahyono, Dikdik. (2013). Strategi Pembelajaran Dalam Penjas. [Online]. Tersedia : http://didikdarrell.wordpress.com/. [08 Juni 2013].

Definisi Penjas Menurut Ahli. [Online]. Tersedia:

http://pendidikanjasmani13.blogspot.com/2013/03/definisi-pendidikan-jasmani-menurut_9.html. [Maret 2013].

Gurcan, Tugba. Assertive Discipline. [Online]. Tersedia : http://www.metu.edu.tr/~e133376/project/Assertive%20Discipline.htm. [24 Juli 2011].


(4)

129

Sukma Wijaya Hardani .S, 2014

Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif Dalam Pembelajaran Penjas Untuk

Hanafi. (2012). Teori dan Tujuan Penjaskes. [Online]. Tersedia :

http://hanafiunesapenjaskes.blogspot.com/2012/03/teori-dan-tujuan-penjaskes.html. [20 Maret 2012].

Hasan, Iqbal. (2004). Analisa Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta. Sinar Grafika Offset : PT Bumi Aksara.

Hickson, RC. (1980). Endurance. [Online]. Tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Endurance. [31 Agustus 2013].

Hoedaya, Danu. (2011). Empati Dalam Kehidupan Bermasyarakat :FPOK UPI. Bandung

Ichsan, M. (1989). Pendidikan Kesehatan dan Olahraga :FPOK IKIP. Bandung Jonas, Edhie. (2013). Definis Pendidikan Jasmani Menurut Tokoh-Tokoh

Pendidikan Jasmani. [Online]. Tersedia :

http://pendidikanjasmani13.blogspot.com/2013/03/definisi-pendidikan-jasmani-menurut_9.html. [9 Maret 2013].

Kamus. (2012). Terjemahan Rasa Hormat. [Online]. Tersedia: http://www.kamus.net/indonesia/rasa+hormat. [13 November 2012].

Kanssas, Dedi. (2013). Pengertian Pembelajaran Menurut Para Ahli. [Online]. Tersedia : http://dedi26.blogspot.com/2013/04/pengertian-pembelajaran-menurut-para.html. [25 April 2013].

Komalasari, Yora. (2007). Pengendalian Diri. [Online]. Tersedia: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/pek/article/download/407/229. [November 2013].

Kumpulan Model Pembelajaran. [online]. Tersedia: http://weblogask.blogspot.com/2012/02/model-model-pembelajaran.html. [Februari 2012].

Lardika, Rola Angga. (2013). Model Pembelajaran Dalam Pembelajaran Penjas. [Online]. Tersedia : http://rolaangga.blogspot.com/2013/01/model-pendidikan-jasmani.html. [05 Januari 2013].

McClelland, David. (1961). Achieving Society.

Model Pembelajaran & Metode Pembelajaran. [online]. Tersedia: http://filediamant.wordpress.com/2012/03/18/65-model-pembelajaran-dan-15-metode-pembelajaran/. [18 Maret 2012].

Moeliono. et.al. KBBI. (1995). Pengertian keberanian. [Online]. Tersedia: http://ejournal.unesa.ac.id/article/3549/13/article.pdf. [November 2013].


(5)

Sukma Wijaya Hardani .S, 2014

Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif Dalam Pembelajaran Penjas Untuk

Munawan, Indra. (2010). Pengertian dan Ciri-ciri Keberanian (Psikologi).

[Online]. Tersedia :

http://www.indramunawan.blogspot.com/2010/03/pengertian-dan-ciri-ciri-keberanian.html. [24 Maret 2010].

Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian, Bogor: Ghalia indonesia

Nobel, Iwan. (2009). Pengertian Pembelajaran Menurut Para Ahli. [online]. Tersedia : http://www.scribd.com/doc/50015294/13/B-Pengertian-pembelajaran-menurut-beberapa-ahli. [11 September 2013].

Nuryanti, Sri. (2013). Moral. [Online]. Tersedia : http://srinuryanti014.wordpress.com/mata-kuliah/moral/. [Agustus 2013]. Panduanguru. (2013). Pengertian Model-model Pembelajaran. [Online]. Tersedia

: http://panduanguru.com/model-model-pembelajaran-pengertiannya/. [22 Juni 2013].

Pengertian Sportivitas. [online]. Tersedia :

http://id.shvoong.com/internet-and-tehnologies/sport/2294131-pengertian-sportivitas/. [30 Mei 2012].

Pengertian Pembelajaran Menurut Ahli. [online]. Tersedia:

http://dedi26.blogspot.com/2013/04/pengertian-pembelajaran-menurut-para.html. [8 April 2013].

Pojokpenjas. (2007). Sport Education. [Online]. Tersedia : http://pojokpenjas.blogspot.com/2007/12/bab-i-pendahuluan-rasional.html. [9 Desember 2007].

Pustaka, Pijar. (2013). Indikator Kejujuran. [Online]. Tersedia: http://infopijar.wordpress.com/2013/09/14/jk-indikator-kejujuran/. [14 September 2013].

Rachman, Aryadi. (2012). Kesegaran dan Pendidikan Jasmani Menurut Ahli. [Online]. Tersedia : http://aryadi56.blogspot.com/2012/11/kesegaran-dan-pendidikan-jasmani.html. [16 November 2012].

Rahman, Abdul. (2011). Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK). [online]. Tersedia : http://www.abdulrahmansaleh.com/2011/03/pengertian-ptk-penelitian-tindakan.html. [Maret 2011].

Sudjana. (2005). Metode Statistika, Bandung: Tarsito

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, Bandung: Alfabeta

Suherman, Adang. (2009). Revitalisasi Pengajaran Dalam Pendidikan Jasmani. Bandung. BW Design : CV Bintang Warli Artika.


(6)

131

Sukma Wijaya Hardani .S, 2014

Implementasi Model Pembelajaran Canter Asertif Dalam Pembelajaran Penjas Untuk

Suhud, M. (2011). Sportivitas Dalam Olahraga. [online]. Tersedia : http://antidopingindonesia.org/Ver1/index.php?option=com_content&task=vi ew&id=71. [September 2011].

Sulvia. (2012). Pengertian Perilaku Asertif. [Online]. Tersedia :

http://sulviadesainweb.blogspot.com/2012/08/pengertian-perilaku-asertif_4.html. [4 Agustus 2012].

Tarigan, Beltasar. (2009). Optimalisasi Pendidikan Jasmani Dan Olahraga

Berlandaskan Ilmu Faal Olahraga (Sebuah Analisa Kritis) :FPOK UPI.

Bandung

Theofilian Diamanti, Minggus. (2012). 65 Model Pembelajaran dan 15 Metode

Pembelajaran. [Online]. Tersedia :

http://filediamant.wordpress.com/2012/03/18/65-model-pembelajaran-dan-15-metode-pembelajaran/. [18 Maret 2012].

Universitas Pendidikan Indonesia, (2012) Pedoman Karya Tulis Ilmiah. Bandung:UPI.

Uraian Teori Pendidikan Jasmani. [online]. Tersedia: http://pojokpenjas.blogspot.com/2007/12/bab-i-pendahuluan-rasional.html. [11 Desember 2007].

Vaseline. (2013). Assertive Discipline (Canter). [Online]. Tersedia :

http://olameegdcequared.blogspot.com/2013/01/assertive-discipline-canter.html. [21 Januari 2013].

Wardono. (2013). Peserta Didik (Kajian Filosofis). [Online]. Tersedia :

http://wardonojakarimba.blogspot.com/2012/05/peserta-didik-kajian-filosofis.html. [1 Januari 2013].

Wijayanti, Manda Asri. (2012). Rasa Hormat dan Tanggungjawab. [Online]. Tersedia: http://mandaasriwijayanti.blogspot.com/2012/04/rasa-hormat-dan-tanggung-jawab.html. [4 April 2012].

Wikipedia. Assertive Discipline. [Online]. Tersedia : http://en.wikipedia.org/wiki/Assertive_discipline. [12 September 2013]. Winarno, Surakhmad. (2004). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metoda Teknik,


Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SOSIODRAMA UNTUK MENGEMBANGKAN SIKAP KEBERSAMAAN DAN TOLERANSI SISWA DI KELAS DALAM MATA PELAJARAN IPS : Penelitian Tindakan Kelas di SMP Pasundan 6 Bandung Kelas VIII D.

0 2 47

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN HELLISON UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBELAJARAN SENAM: Studi Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 45 Bandung.

0 5 32

MENGEMBANGKAN NILAI KARAKTER PEDULI SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN REFLEKTIF : Penelitian Tindakan Kelas Di SMP Negeri 1 Kuningan Kelas VIII-A.

0 10 45

PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN VISUAL GRAFIS UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DALAM PEMBELAJARAN IPS : Penelitian Tindakan Kelas di kelas VIII-A SMP Negeri 14 Bandung.

0 2 48

MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB SISWA MELALUI MODEL JIGSAW DALAM PEMBELAJARAN IPS : Penelitian Tindakan Kelas Pada Pembelajaran IPS di Kelas VIII-12 SMP Negeri 1 Bandung.

1 2 47

IMPLEMENTASI MODEL COOPERATIVE LEARNING UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI KERJASAMA DALAM PERMAINAN SEPAK BOLA: Penelitian Tindakan Kelas Pada Kelas VII SMP Kartika XIX-2 Bandung.

0 4 32

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS : Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII E SMP Negeri 12 Bandung.

0 2 40

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS: Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII E SMP Negeri 12 Bandung.

2 11 40

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN DIALOG UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI-NILAI DEMOKRATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL : Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VIII F SMPN 44 Bandung.

0 1 43

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN HELLISON UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI TANGGUNG JAWAB DALAM PEMBELAJARAN SENAM: Studi Penelitian Tindakan Kelas di SMP Negeri 45 Bandung - repository UPI S JKR 1101078 Title

1 1 3