Penggunaan Sentaku no Setsuzokushi Aruiwa dan Soretomo dalam Novel Norwei no Mori Karya Haruki Murakami.

(1)

SKRIPSI

PENGGUNAAN

SENTAKU NO

SETSUZOKUSHI:

ARUIWA

DAN

SORETOMO

DALAM NOVEL

NORWEI

NO MORI

KARYA HARUKI MURAKAMI

Oleh

LUH KOMANG TRI PRADNYANI 1201705003

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat asung kertha wara nugraha-Nyalah, skripsi yang berjudul

“Penggunaan Sentaku No Setsuzokushi Aruiwa dan Soretomo Dalam Novel

Norwei No Mori Karya Haruki Murakami” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan S1 pada Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dra. Maria Gorethy Nie Nie, M.Hum selaku dosen pembimbing pertama, yang dengan penuh perhatian telah menyediakan waktu serta memberikan dorongan, bimbingan, serta saran yang berguna dan sangat berarti selama proses penyusunan skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Ngurah Indra Pradhana, S.S M.Hum selaku pembimbing kedua yang sejak awal penyusunan skripsi ini telah banyak menyediakan waktu dan dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan banyak bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan di Universitas


(4)

iv

Sutjiati Beratha, MA. selaku Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana yang telah mengizinkan penulis untuk mengikuti pendidikan program sarjana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Ni Luh Putu Ari Sulatri, S.S.,M.Si., selaku Ketua Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ida Ayu Laksmita Sari, S.Hum.,M.Hum. selaku pembimbing akademik, serta kepada para dosen penguji skripsi, yaitu I Nyoman Rauh Artana, S.S.,M.Hum., Ni Luh Kade Yuliani Giri, S.S.,M.Hum., dan Ni Made Wiriani, S.S.,M.Hum. yang telah memberikan saran, sanggahan, dan koreksi sehingga skripsi ini dapat terwujud dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh dosen Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat sejak awal perkuliahan sampai saat penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh keluarga penulis, khususnya kepada ayah, I Komang Gede Swastika dan ibu Luh Komang Pastini atas dukungan secara moril dan materiil, kesabaran, doa dan semangat yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Tidak lupa juga kepada kakak dan saudara-saudara penulis, Luh Putu Eka Suastuti A.md, S.E. yang selalu memberikan motivasi luar biasa dan semangat selama proses penyusunan skripsi ini. Dwi Pradnyandari yang selalu memberikan dukungan, doa serta selalu bersama dengan penulis ketika melakukan bimbingan


(5)

dengan dosen, Catur Anggraeni dan Panca Kusuma Wardani yang selalu memberikan semangat dan menghibur selama penulisan skripsi ini

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman angkatan 2012 Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana yang telah memberikan semangat, bantuan, dan doa selama masa perkuliahan sampai penulis menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga penulis sampaikan khususnya kepada teman seperjuangan Siska, Prisma, Wahyu, Eka, Arim yang telah membantu dan memberikan saran kepada penulis. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada yang sangat spesial Agus Harry Kusuma Putra yang sudah banyak memberikan bantuan dan pengorbanan waktu demi kelancaran penyusunan skripsi ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis sampaikan permohonan maaf atas segala kekurangan dan berharap agar skripsi ini dapat menambah informasi dan memberikan manfaat kepada seluruh pembaca.

Denpasar, April 2016


(6)

vi ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Penggunaan sentaku no setsuzokushi {~aruiwa}

dan {~soretomo} dalam Novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami”.

Penelitian ini terfokus pada pembahasan mengenai struktur dan makna dari

sentaku no setsuzokushi {~aruiwa} dan {~soretomo} pada kalimat-kalimat yang terdapat dalam novel Norwei no Mori volume 5-6 Karya Haruki Murakami.

Teori yang digunakan mengacu pada pendapat dari Makino dan Tsutsui (1995), dan Pateda (2001). Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak dan teknik catat, dianalisis dengan metode agih. Hasil analisis disajikan dengan menggunakan metode informal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sentaku no setsuzokushi aruiwa

dan soretomo dalam membentuk sebuah kalimat dapat digabungkan dengan klausa pertama, digabungkan dengan kalimat sebelumnya, dan dapat digabungkan dengan verba (ichidan doushi, godan doushi, henkaku doushi) dan nomina.

Sentaku no setsuzokushi {~aruiwa} mengandung makna yang menyatakan kemungkinan, dugaan, keraguan, ketidakpastian dan makna yang menyatakan suatu perubahan situasi. Sentaku no setsuzokushi {~soretomo} lebih sering ditambahkan kata [ka] sehingga mempunyai makna yang menyatakan pilihan.


(7)

要旨

こ 論文は 村上春樹 ノル イ 森 小 け 選択 接

続詞 ~あ いは ~そ も 使い方 いう題名 あ 分析

し た して ノル イ 森 5~6 巻 小 いて ~あ いは

~そ も 形 意味 注目した

本研究 使用した理論は 牧野 筒 1994 テ 2010

あ 研究方法は ータ収集 ータ分析 分析結果 そこ らそ

分析結果はインフォーマル 法 提示した

分析 結果 あ いは そ も は一 文を作 中

文節 始 文章 後 構成さ てい そ 動詞 一段動詞 段

動詞 変格動詞 や名詞 組 合わせら こ 示さ た ~あ い

は 意味は可能性 推測 躊躇 不確実 状況 変化 あ そ

も はし し 選択 意味を表す


(8)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK BAHASA INDONESIA ... vi

要旨 ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.2 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 4

1.4.2 Manfaat Praktis ... 5

1.5 Ruang lingkup ... 5

1.6 Sumber Data ... 6

1.7 Metode Penelitian ... 6


(9)

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 7

1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 9

2.2 Konsep ... 12

2.3 Kerangka Teori ... 15

2.3.1 Sintaksis ... 16

2.3.2 Semantik ... 19

BAB III STUKTUR DAN MAKNA SENTAKU NO SETSUZOKUSHI 3.1 Struktur Kalimat Bahasa Jepang yang Mengandung Sentaku no Setsuzokushi {~aruiwa}………...26 3.1.1 Penggabungan Verba dengan Sentaku no Setsuzokushi {~Aruiwa}.. ... 26

3.1.2 Penggabungan Nomina dengan Sentaku no Setsuzokushi{~Aruiwa} ... 41

3.2 Struktur Kalimat Bahasa Jepang yang Mengandung Sentaku no Setsuzokushi {~soretomo}………...45

3.2.1 Penggabungan Verba dengan Sentaku no Setsuzokushi {~Soretomo}………45

3.2.2 Penggabungan Nomina dengan Sentaku no Setsuzokushi {~Soretomo}52 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan…. ………...56

4.1.1 Struktur…. ………...56

4.1.2 Makna…. ………...57


(10)

x DAFTAR SINGKATAN

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR KAMUS LAMPIRAN

DATA INFORMAN CURRICULUM VITAE


(11)

DAFTAR SINGKATAN

ADAJG : A Dictionary of Advanced Japanese Grammar.

NBJ : Nihon go Bunkei Jiten

N : Noun

V. inf : Informal form of verb

Adj (i) : I-type adjective

Adj (na) stem/N : Stem of na-type adjective

KOP : Kopula

GEN : Genetif

NOM : Nominatif

TOP : Topik

AKU : Akusatif

BTK. LAM : Bentuk Lampau

BTK. NEG : Bentuk Negatif

BTK. SBG : Bentuk Sambung


(12)

xii BTK. SDG : Bentuk Sedang


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam berkomunikasi digunakan kata-kata yang terangkai menjadi sebuah kalimat. Untuk menghubungkan atau merangkaikan kalimat atau merangkaikan bagian-bagian kalimat digunakan kata sambung (konjungsi) yang membuat kalimat tersebut menjadi lebih mudah dimengerti. Di dalam bahasa Jepang kata sambung atau konjungsi disebut dengan setsuzokushi. Setsuzokushi adalah salah satu jenis kata yang penting dan sulit untuk dipelajari karena jumlahnya sangat banyak. Selain itu juga memiliki arti yang hampir sama namun memiliki fungsi dan cara penggunaan yang berbeda (Mulyadi, 1999).

Dalam bahasa Jepang setsuzokushi dibagi menjadi tujuh macam yaitu,

heiritsu no setsuzokushi, sentaku no setsuzokushi, tenka no setsuzokushi, gyakusetsu no setsuzokushi, joken no setsuzokushi, tenkan no setsuzokushi, dan

setsumei no setsuzokushi (Masao dalam Sudjianto, 1996:101). Setsuzokushi sering dijumpai dalam pemakaian kalimat bahasa Jepang, baik tulisan maupun lisan, salah satunya setsuzokushi aruiwa dan soretomoyang berarti “atau”. Setsuzokushi aruiwa dan soretomo termasuk jenis sentaku no setsuzokushi yaitu, setsuzokushi

yang menyatakan pilihan antara kata-kata yang disebutkan sebelumnya dengan kata-kata yang disebutkan kemudian. Meskipun sentaku no setsuzokushi aruiwa


(14)

2

dan soretomo memiliki arti atau makna yang terkandung hampir sama, tetapi jika diteliti lagi maka akan muncul perbedaan meskipun sedikit.

Pemahaman tentang penggunaan setsuzokushi dalam sebuah kalimat sangat penting. Jika setsuzokushi dapat digunakan dengan tepat, maka kalimat yang dihasilkan akan terasa lebih hidup atau lebih baik. Namun kenyataannya hal itu tidak mudah. Masih banyak pembelajar yang melakukan kesalahan dalam penggunaan setsuzokushi. Dalam penelitian ini difokuskan pada sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami. Berikut adalah contoh kalimat yang menggunakan setsuzokushi aruiwa dan soretomo.

1. 父 あ いは 母

Chichi (ka) , aruiwa haha.

‘Ayah atau ibu.’

‘Ayah atau ibu’.

(ADAJG, 1994: 17)

2. 雨 降 て した うし す ?

Ame ga futte kimashita ga, doushimasuka?

Hujan NOM turun datang NOM apa yang dilakukan ?

行 す そ も 延期し す

Ikimasuka. Soretomo enkishimasuka.

Pergi atau menundanya?’

‘Hujan telah turun, apa yang akan anda lakukan? Apakah pergi atau menundanya?’


(15)

3

Dari kedua contoh kalimat di atas penggunaan setsuzokushi aruiwa dan

soretomo memiliki arti yang serupa ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tetapi jika diteliti lebih dalam akan muncul perbedaan secara sintaksis dan semantik. Untuk lebih jelasnya penelitian ini akan menjelaskan mengenai penggunaan sentaku no setsuzokushi yang terdapat dalam novel

Norwei no Mori karya Haruki Murakami. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memudahkan pemahaman bagi pembelajar bahasa Jepang khususnya dalam bidang ilmu linguistik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur kalimat yang mengandung sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo, dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami?

2. Bagaimanakah makna sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo

dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami? 1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menambah khasanah linguistik bahasa Jepang yang dapat memberikan informasi


(16)

4

kepada para pembaca. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terutama dalam bidang kajian semantik.

1.3.2 Tujuan Khusus

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui struktur kalimat yang mengandung sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo, dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.

2. Untuk memahami makna sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo

dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.

1.4 Manfaat Penelitian

Suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan dan maksud tertentu pasti mempunyai manfaat. Begitu pula dengan penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dijabarkan menjadi dua yaitu secara teoretis dan praktis, yaitu sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi para pembelajar bahasa Jepang khususnya mengenai penggunaan

sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo dalam kalimat lisan maupun tulisan. Hal ini untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penggunaan setsuzokushi ini pada konteks yang tidak seharusnya. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan


(17)

5

acuan bagi penelitian selanjutnya, serta diharapkan dapat menjadi masukan kepada para pembelajar bahasa Jepang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui penggunaan dari sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo bagi pembelajar bahasa Jepang. Dalam bahasa Jepang, sentaku no setsuzokushi aruiwa dan

soretomo memiliki arti yang hampir sama namun berbeda secara struktur dalam kalimat. Hal tersebut kerap kali menyulitkan para pembelajar bahasa Jepang untuk membedakan dalam penggunaannya. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberi kemudahan dalam memahami struktur kalimat dan makna dari

sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo.

Dengan mengetahui penggunaan sentaku no setsuzokushi aruiwa dan

soretomo, baik penulis maupun pembaca diharapkan dapat menggunakan

setsuzokushi tersebut dengan tepat sesuai konteks dari kalimat sehingga tercipta suasana komunikasi yang baik.

1.5 Ruang Lingkup

Dari permasalahan yang ada, penulis menganggap perlu adanya pembatasan dalam pembahasan agar permasalahan tidak meluas. Adapun ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini yaitu mengenai struktur kalimat dan makna dari sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo. Untuk masing-masing


(18)

6

setsuzokushi aruiwa dan soretomo dibahas dalam contoh kalimat yang diambil dari novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.

1.6 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer. Semua data yang dianalisis dalam tulisan ini diambil dari novel asli yang berjudul

Norwei no Mori karya Haruki Murakami jilid pertama dengan tebal 302 halaman terdiri dari lima bab yaitu bab1-5, dan jilid kedua dengan tebal 293 halaman terdiri dari enam bab yaitu bab 6-11 yang diterbitkan pada tahun 2004 oleh Kondansha, Tokyo.

1.7 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan tiga tahapan kerja yaitu metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik penganalisisan data, serta metode dan teknik penyajian hasil analisis data. Metode tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan teknik catat. Metode simak yaitu metode yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Penggunaan metode simak dalam penelitian ini yaitu, pertama-tama menyimak penggunaan bahasa yang mengandung sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo pada novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami. Data-data yang telah terkumpul melalui metode simak kemudian diinventarisasi dengan menggunakan teknik catat yakni dengan cara mencatat data-data yang telah disimak kemudian dilanjutkan


(19)

7

dengan mengklasifikasikan data (Sudaryanto, 1993:135). Penggunaan teknik catat dalam penelitian ini yaitu, dengan mencatat kalimat yang mengandung sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo yang terdapat pada novel Norwei no Mori

karya Haruki Murakami, setelah data-data terkumpul, dilanjutkan dengan pengklasifikasian data.

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode agih. Metode agih adalah metode yang alat penentunya adalah bagian dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Dalam penelitian ini, data-data yang mengandung sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo yang terdapat dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami menjadi penentu dari bahasa sasaran dalam penelitian ini. Dilanjutkan dengan teknik dasar dari metode agih, yaitu teknik bagi. Teknik bagi dilakukan dengan cara membagi satuan lingual tertentu menjadi beberapa bagian atau unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993:37). Penggunaan dari teknik ini yaitu data-data yang terkait dengan sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo yang terdapat dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami dibagi satuan kebahasaannya menjadi beberapa bagian yang membentuk satuan lingual, kemudian disusul dengan analisis.


(20)

8

1.7.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah semua data selesai dianalisis selanjutnya dilakukan penyajian hasil analisis data. Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode informal. Metode informal yaitu cara penyajiannya melalui kata-kata biasa berupa tulisan dan tidak menggunakan bentuk angka ataupun bagan atau statistik (Sudaryanto, 1993:145). Teknik yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data adalah teknik informal, yaitu dengan menyajikan hasil analisis data dengan kata-kata dalam bentuk laporan penelitian.


(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, belum ditemukan hasil penelitian mengenai analisis penggunaan sentaku no setsuzokushi dalam novel

Norwei no Mori karya Haruki Murakami. Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Anggraini (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Bentuk dan

Perbedaan Makna Uchi ni, Aida ni, dan Kagiri Yang Berfungsi Sebagai

Setsuzokushi dalam novel Ryoma ga Yuku karya Ryotaro Shiba”. Penelitian yang

dilakukan oleh Anggraini membahas mengenai bentuk serta makna yang terkandung dalam uchi ni, aida ni, dan kagiri dalam novel Ryoma ga Yuku karya Ryotaro Shiba dengan menggunakan teori makna dari Pateda (2001). Metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Anggraini adalah metode simak dan agih dengan teknik lanjutan berupa teknik catat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggraini menunjukkan bahwa uchi ni, aida ni, dan kagiri yang berfungsi sebagai setsuzokushi dapat digabungkan dengan kata lain dalam bahasa Jepang yaitu, verba, adjektiva, dan nomina. Setsuzokushi tersebut memiliki arti yang hampir sama namun didalamnya mengandung makna yang berbeda.


(22)

10

perubahan yang terjadi pada saat adanya suatu situasi atau tindakan yang terjadi secara bersamaan. Setsuzokushi kagiri mengandung makna adanya suatu persyaratan agar suatu hal terjadi. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini adalah menggunakan metode dan teknik penelitian yang sama yaitu sama-sama menggunakan metode simak dan agih dengan teknik lanjutan berupa teknik catat, sehingga dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini dengan penelitian ini adalah terletak pada objek penelitian serta sumber data yang dianalisis. Anggraini membahas mengenai setsuzokushi uchi ni, aida ni, dan kagiri dalam novel Ryoma ga Yuku karya Ryotaro Shiba sedangkan penelitian ini membahas mengenai

sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.

Dwita (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Penggunaan

Setsuzokushi ga dan keredomo dalam Novelet Kappa karya Akutagawa

Ryuunosuke”. Penelitian yang dilakukan oleh Dwita membahas mengenai fungsi

dan makna yang terkandung dalam setsuzokushi ga dan keredomo dalam Novelet Kappa dan perbedaan penggunaan setsuzokushi ga dan keredomo dalam Novelet Kappa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode simak dan teknik simak bebas libat cakap dalam pengumpulan datanya, kemudian data tersebut dianalisis menggunakan metode agih dengan teknik lanjutan yaitu teknik baca markah, dalam penyajian analisis penelitian ini menggunakan metode formal dan informal. Dalam penelitian ini, Dwita menggunakan beberapa teori yaitu fungsi setsuzokushi oleh Sudjianto (1996), teori setsuzokushi ga oleh Takayuki


(23)

11

1993), teori setsuzokushi keredomo oleh Takayuki (1993), dan teori gramatikal oleh Abdul Chaer (1995). Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Dwita yaitu

setsuzokushi ga dan keredomo memiliki empat fungsi yang sama yaitu menggabungkan dua peristiwa yang berlawanan, menggabungkan dan menjajarkan dua peristiwa, menyatakan ekspresi, dan menunjukkan kalimat yang belum selesai. Keredomo memiliki satu fungsi yang tidak dimiliki oleh ga yaitu menyatakan dua hal yang berbeda. Adapun perbedaan ga dan keredomo yaitu, ga

lebih sering digunakan dalam bahasa tulisan jika dibandingkan dengan keredomo.

Selain itu ga dapat digunakan dalam bentuk biasa maupun bentuk hormat sedangkan keredomo tidak dapat digunakan dalam bentuk hormat. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Dwita dengan penelitian kali ini yaitu sama-sama membahas mengenai setsuzokushi, sehingga dapat dijadikan bahan referensi dalam penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Dwita terletak pada setsuzokushi yang dibahas dan sumber data yang dianalisis. Penelitian yang dilakukan oleh Dwita membahas mengenai setsuzokushi ga dan keredomo dalam

Novelet Kappa karya Akutagawa Ryuunosuke, sedangkan penelitian ini membahas mengenai sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo dalam novel

Norwei no Mori karya Haruki Murakami.

Purnamasari (2011) melakukan penelitian mengenai fukujoshi bakari

dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Penggunaan Fukujoshi Bakari dalam novel 1 Rittoru no Namida karya Aya Kito”. Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari membahas mengenai variasi bentuk dan makna fukujoshi bakari


(24)

12

bakari yang dikemukakan oleh Naoko Chino dan teori makna kontekstual. Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari adalah metode simak dan agih dengan teknik lanjutan berupa teknik catat. Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari adalah bakari memiliki beberapa makna yaitu menunjukkan suatu perkiraan jumlah terendah, menekankan ketunggalan perbuatan oleh kata yang mendahuluinya, menekankan alasan atau sebab dalam frase bakari ni, dan juga

memiliki arti “tidak hanya…tetapi juga…”. Bakari dapat digunakan setelah verba bentuk ~ta (bentuk lampau), setelah bentuk ~te iru, dan juga dapat digunakan setelah verba bentuk kamus. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan metode simak dan agih dengan teknik lanjutan berupa teknik catat. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari dapat dipahami metode dan teknik tersebut diterapkan sehingga dapat dijadikan acuan maupun referensi dalam penelitian ini. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari dengan penelitian ini yaitu terletak pada objek penelitian serta sumber data yang berbeda. Purnamasari membahas mengenai Fukujoshi Bakari dalam novel 1 Rittoru no Namida karya Aya Kito, sedangkan penelitian ini membahas mengenai sentaku no setsuzokushi aruiwa dan

soretomo dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami.

2.2 Konsep

Dalam penelitian ini dijelaskan konsep-konsep yang dapat mendukung penelitian mengenai sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


(25)

13

2.2.1 Setsuzokushi

Dalam bahasa Jepang, setsuzokushi merupakan salah satu jenis kelas kata. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada pengertian setsuzokushi yang dikemukakan oleh para ahli bahasa Jepang sebagai berikut.

接続詞は品詞 一 以上 語 文節 文 を接続す 働 を持

後 述べら 柄 前 述べら 柄 対して う 関

係 あ を示す語

(Setsuzokushi wa hinshi no hitotsu. Futatsu ijo no go, bunsetsu, bun nado o setsuzokusuru hataraki o mochi, ato ni noberareru kotogara ga, mae ni noberareru kotogara ni taishite donoyouna kankei ni aruka o shimesugo).

Setsuzokushi adalah salah satu jenis kata yang memiliki fungsi menghubungkan dua buah kata atau lebih, klausa, kalimat dengan kalimat yang lainnya, akibat dari kalimat sebelumnya dinyatakan pada kalimat berikutnya, dan kata tersebut menunjukkan hubungan seperti apa yang ditunjukkan oleh kalimat sebelumnya (Gendai Kokugo Reikai jiten 1993;703).

Selain itu setsuzokushi adalah kelas kata yang digunakan untuk merangkaikan atau menggabungkan kalimat dengan kalimat, ataupun merangkaikan bagian-bagian kalimat (Sudjianto, 1996; 100). Sedangkan dalam bahasa Indonesia, setsuzokushi disebut dengan konjungsi atau kata sambung. Kata sambung adalah kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat (Abdul Chaer, 1994; 176).


(26)

14

Menurut Sudjianto (1996;100) fungsi setsuzokushi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1. Setsuzokushi digunakan untuk merangkaikan, menjajarkan atau mengumpulkan beberapa kata. Dalam hal ini setsuzokushi dipakai diantara kata-kata tersebut.

2. Setsuzokushi digunakan untuk menggabungkan dua klausa atau lebih di dalam suatu kalimat dan menggabungkan induk kalimat dengan anak kalimat. Dalam hal ini setsuzokushi diapit oleh bagian-bagian kalimat yang digabungkan tersebut.

3. Setsuzokushi digunakan untuk menggabungkan dua kalimat dan menyatakan bahwa kalimat sebelumnya berhubungan dengan kalimat berikutnya.

2.2.2 Jenis-jenis Setsuzokushi

Masao dalam Sudjianto (1996:101) mengemukakan bahwa setsuzokushi

dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu: 1. Heiritsu no Setsuzokushi

2. Sentaku no Setsuzokushi

3. Tenka no Setsuzokushi

4. Gyakusetsu no Setsuzokushi 5. Joken no Setsuzokushi

6. Tenkan no Setsuzokushi


(27)

15

2.2.3 Sentaku no setsuzokushi

Sentaku no setsuzokushi adalah kata sambung (konjungsi) yang menyatakan pilihan antara kata yang disebutkan sebelumnya dengan kata-kata yang disebutkan kemudian (Sudjianto, 1996; 102). Setsuzokushi yang menyatakan pilihan ini antara lain; aruiwa, soretomo, matawa dan moshikuwa.

Selain itu Sentaku no Setsuzokushi {~aruiwa} merupakan kunjungsi atau kata sambung yang berfungsi untuk menghubungkan suatu kalimat dengan kata atau kalimat lainnya (Makino dan Tsutsui, 1994: 16-20).

2.2.4 Verba (doushi)

Verba (doushi) adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama dengan adjektiva-i dan adjektiva-na merupakan salah satu jenis yoogen. Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Verba (doushi) dapat mengalami perubahan dengan sendirinya dapat menjadi predikat (Nomura dalam Sudjianto, 2007: 149).

2.2.5 Nomina (meishi)

Nomina (meishi) adalah kata-kata yang menyatakan nama suatu perkara, benda, barang, kejadian atau peristiwa, keadaan, dan sebagainya yang tidak mengalami konjugasi. Nomina (meishi) disebut juga taigen, di dalam suatu kalimat ia dapat menjadi subjek, predikat, kata keterangan, dan sebagainya (Hirai dalam Sudjianto, 2007 : 156).

2.3 Kerangka Teori

Teori digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam sebuah penelitian. Adapun teori yang digunakan dalam menganalisis struktur kalimat


(28)

16

sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo yang terdapat dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami mengacu pada pendapat dari Seichii Makino dan Michio Tsutsui (1994). Sedangkan untuk menganalisis mengenai makna dari

sentaku no setsuzokushi, mengacu pada teori makna dari Pateda (2001). 2.3.1 Sintaksis

Sintaksis dalam bahasa Jepang disebut tougoron 統 語 論 atau

sintakusu シ ン タ ク ス , yaitu cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Bidang garapan sintaksis adalah kalimat yang mencakup jenis dan fungsinya, unsur-unsur pembentuknya, serta struktur dan maknanya (Nita,1997:14).

Peranan teori sintaksis dalam penelitian ini yaitu sebagai landasan teori yang paling utama karena bidang garapan sintaksis mencakup jenis dan fungsinya, unsur-unsur pembentuknya, serta stuktur dan makna dalam sebuah kalimat. Untuk lebih jelasnya membahas mengenai struktur kalimat sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo dalam novel Norwei no Mori karya Haruki Murakami mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Makino dan Michio Tsutsui (1994) yaitu:

1. Aruiwa

Struktur kalimat yang mengandung sentaku no setsuzokushiaruiwa yaitu: a. N1 あ いは N2

Noun 1 (ka), aruiwa noun 2


(29)

17

父 あ いは母

Chichi (ka) , aruiwa haha.

‘Ayah atau ibu.’

(ADAJG, 1994: 17)

b. V1 inf. あ いは V2 inf.

Verb 1. informal. ka, aruiwa verb2 informal. ka

Contoh :

本を あ いはテニスをす

Hon wo yomu ka, aruiwa tenisu wo suru ka.

‘Membaca buku atau bermain tenis’

(ADAJG, 1994:18)

c. Adj ( i ) 1 あ いは Adj ( i ) 2

Adjektiva ( i) 1 aruiwa adjektiva ( i ) 2

Contoh :

面白い あ いは らい

Omoshiroi ka, aruiwa tsumarai ka.

‘Menarik atau membosankan.’

(ADAJG, 1994:18)

d.あ いは{ V/adj( i ) inf もし い

Aruiwa {verb/adjektiva (i)} informal (no) kamoshirenai

Contoh :

あ いは{行く/行 た もし い

Aruiwa {iku/itta} (no) kamoshirenai.

‘Mungkin dia akan pergi atau sudah pergi.’


(30)

18

e. あ いは{Adj(na)stem/NO/ た もし い

Aruiwa {adjektiva (na)/noun} {objek/datta (no) } kamoshirenai.

Contoh :

あ いは{元気/元気 た もし い

Aruiwa {genki/genkidatta (no) } kamoshirenai.

Mungkin dia baik-baik saja atau telah membaik.

(ADAJG, 1994:18)

2. Soretomo

Struktur kalimat yang mengandungsentaku no setsuzokushisoretomo

yaitu:

a. N1 そ も N2

Noun1 soretomo noun2

Contoh :

A : コー ー?そ も紅茶? Kohi ? soretomo koucha ? Kopi ? atau teh?

B: ら もけ こう す Dochirademo kekkoudesu. Yang mana pun bisa.

(NBJ, 1994: 176) b. ~そ も

~Soretomo

Contoh :

雨 降 て した うし す ?行 す そ も

延期し す

Ame ga futte kimashita ga, doushimasuka? Ikimasuka. Soretomo enkishimasuka.


(31)

19

Hujan telah turun, apa yang akan anda lakukan ? apakah pergi atau menundanya?

(NBJ, 1994: 176)

2.3.2 Semantik

Semantik (imiron) adalah salah satu cabang ilmu linguistik (gengogaku)

yang mengkaji mengenai makna. Semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik. Semantik memegang peranan yang sangat penting karena bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi tidak lain untuk menyampaikan suatu makna. Objek kajian semantik antara lain makna kata (go no imi), relasi makna antar satu kata dengan kata lainnya (go no imi kankei), makna frase, (ku no imi), dan makna kalimat (bun no imi) (Chaer, 1994: 2).

Pada penelitian ini membahas mengenai makna kata (go no imi), maka teori semantik sangat cocok digunakan. Selain itu untuk menganalisis mengenai makna yang terkandung dalam sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo

digunakan teori makna dari Pateda (2001). Jika penggunaan bahasa mendengar kata tertentu, akan dapat dibayangkan benda atau sesuatu yang diacu, dan apabila penggunaan bahasa membayangkan sesuatu maka akan dapat dikatakan pengertian dari bayangan yang dimaksud. Hubungan antara pengertian dan bayangan itulah kemudian oleh Pateda (2001:82) disebut dengan makna. Pateda (2001:97-149) membagi makna menjadi beberapa jenis, yaitu sebahgai berikut.


(32)

20

1. Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pengguna bahasa terhadap pengguna suatu kata atau kalimat, sehingga makna afektif tersebut sangat berhubungan dengan gaya bahasa itu sendiri.

2. Makna denotatif adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan pada konvensi tertentu. Makna denotatif adalah makna apa adanya, makna sebenarnya dan makna yang tidak digabungkan dengan faktor lain, baik yang berlaku pada pengguna bahasa.

3. Makna deskriptif disebut juga makna kognitif atau makna referensial, adalah makna yang terkandung di dalam setiap kata. Makna yang dimaksud adalah makna yang ditunjukkan oleh lambang itu sendiri, makna yang masih berlaku sekarang dan berlaku dalam masyarakat pengguna bahasa.

4. Makna ekstensi adalah makna yang mencangkup semua ciri atau konsep yang ada pada kata, dan mencangkup semua makna atau kemungkinan makna yang muncul dalam kata.

5. Makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi atau sikap pembicara terhadap yang dipikirkan atau dirasakan. Hubungan makna emotif dengan makna kognitif dibedakan berdasarkan hubungan antara kata dan acuannya, dan hubungan antara kata dengan karakteristik tertentu.


(33)

21

6. Makna gereflekter adalah makna yang muncul akibat sugesti emosional dan berhubungan dengan kata atau ungkapan tabu, misalnya yang berhubungan dengan seksual, kebiasaan atau kepercayaan.

7. Makna gramatikal atau juga disebut makna fungsional, makna struktural, atau makna internal adalah makna yang muncul akibat berfungsinya kata dalam kalimat.

8. Makna ideasional adalah makna yang muncul akibat pengguna kata yang memiliki konsep. Pengguna bahasa harus memahami terlebih dahulu ide yang terkandung di dalam suatu kata sehingga dapat mengetahui konsekuensi atau hal yang diharapkan yang berlaku dalam kata tersebut.

9. Makna intensi adalah makna yang menekankan pada maksud pembicara.

10. Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang atau kegiatan tertentu. Makna ini dapat diperoleh dengan menambahkan suatu kata di depan atau dibelakangnya.

11. Makna kiasan adalah makna kata yang tidak sebenarnya atau tidak sesuai dengan konsep yang terdapat di dalam suatu kata. Makna kata banyak terdapat di dalam idiom, peribahasa dan ungkapan.

12. Makna kognitif atau sering disebut dengan makna deskritif atau makna referensial adalah makna yang ditujukan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya.


(34)

22

Makna kognitif dibedakan menjadi denotasi kata (hubungan antara kata dengan benda atau hal yang diacu), dan konotasi kata (hubungan antara kata dengan karakteristik tertentu).

13. Makna kolokasi adalah makna yang berhubungan dengan pengguna beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Walaupun terdapat beberapa kata yang memiliki makna yang sama atau mirip, namun penggunaannya harus sesuai dengan objek atau situasi, sehingga setiap kata memiliki keterbatasan dalam pemakainnya. Keterbatasan tersebut terletak pada unsur yang membentuk kata atau urutan kata, tingkat kecocokan kata, dan ketepatannya.

14. Makna konotatif adalah makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas pikiran atau perasaan yang timbul pada pengguna bahasa.

15. Makna konseptual atau disebut juga makna denotatif adalah hal yang esensial di dalam suatu bahasa dan dapat diketahui setelah dihubungkan atau dibandingkan pada tataran bahasa.

16. Makna konstruksi adalah makna yang terdapat dalam konstruksi kebahasaan.

17. Makna kontekstual adalah makna yang muncul akibat hubungan antara ujaran dan konteks baik berupa konteks orangan, konteks situasi, konteks tujuan, konteks formal, konteks suasana hati pembicara atau pendengar,


(35)

23

konteks waktu, konteks tempat, konteks objek, konteks alat kelengkapan bicara, dan konteks bahasa.

18. Makna leksikal atau disebut juga makna semantik atau makna eksternal adalah makna suatu kata ketika makna tersebut berdiri sendiri baik dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap atau sama dengan yang terdapat di dalam kamus.

19. Makna lokusi adalah makna yang timbul karena suatu topik dikaitkan dengan suatu keterangan dalam suatu ujaran.

20. Makna luas menunjukkan bahwa makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari apa yang telah dipertimbangkan. Makna luas dapat dibatasi dengan membuat spesifikasi yang dapat dilakukan dengan cara menambahkan unsur kata baik di depan maupun di belakang unsur kata tersebut. Dalam sistem tulis pembatasan dapat dilakukan dengan memanfaatkan ejaan secara benar, dan dalam bahasa lisan dapat dilakukan dengan memanfaatkan unsur - unsur non kebahasaan misalnya lambaian tangan.

21. Makna piktorial adalah makna yang muncul akibat bayangan pendengar atau pembaca terhadap suatu kata.

22. Makna proporsional adalah makna yang muncul jika pengguna bahasa membatasi pengertiannya terhadap sesuatu. Makna ini biasanya berhubungan dengan hal-hal yang sudah pasti.


(36)

24

23. Makna pusat atau makna inti adalah makna yang dimiliki setiap kata walaupun kata tersebut tidak berada di dalam konteks kalimat.

24. Makna referensial adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata.

25. Makna sempit atau disebut juga makna khusus adalah makna yang berwujud sempit pada keseluruhan ujaran. Untuk mempersempit makna, pengguna bahasa harus memperluas kata.

26. Makna stilistika adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa.

27. Makna tekstual adalah makna yang timbul setelah membaca teks secara keseluruhan, sehingga makna tekstual sangat berhubungan dengan bahasa tertulis.

28. Makna tematis dapat dipahami setelah dikomunikasikan oleh pengguna bahasa baik melalui kata-kata, fokus pembicara, maupun penekanan pembicaraan.

29. Makna umum adalah makna yang luas pengertiannya dan mencakup secara keseluruhan.

Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik, teori makna yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori makna gramatikal. Makna gramatikal adalah makna yang muncul akibat berfungsinya kata dalam kalimat Dalam hal ini sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo yang berfungsi


(37)

25

sebagai konjungsi disesuaikan dengan makna gramatikal agar tidak menimbulkan salah penafsiran. Pateda (2001:97-149).


(1)

1. Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pengguna bahasa terhadap pengguna suatu kata atau kalimat, sehingga makna afektif tersebut sangat berhubungan dengan gaya bahasa itu sendiri.

2. Makna denotatif adalah makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan pada konvensi tertentu. Makna denotatif adalah makna apa adanya, makna sebenarnya dan makna yang tidak digabungkan dengan faktor lain, baik yang berlaku pada pengguna bahasa.

3. Makna deskriptif disebut juga makna kognitif atau makna referensial, adalah makna yang terkandung di dalam setiap kata. Makna yang dimaksud adalah makna yang ditunjukkan oleh lambang itu sendiri, makna yang masih berlaku sekarang dan berlaku dalam masyarakat pengguna bahasa.

4. Makna ekstensi adalah makna yang mencangkup semua ciri atau konsep yang ada pada kata, dan mencangkup semua makna atau kemungkinan makna yang muncul dalam kata.

5. Makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi atau sikap pembicara terhadap yang dipikirkan atau dirasakan. Hubungan makna emotif dengan makna kognitif dibedakan berdasarkan hubungan antara kata dan acuannya, dan hubungan antara kata dengan karakteristik tertentu.


(2)

6. Makna gereflekter adalah makna yang muncul akibat sugesti emosional dan berhubungan dengan kata atau ungkapan tabu, misalnya yang berhubungan dengan seksual, kebiasaan atau kepercayaan.

7. Makna gramatikal atau juga disebut makna fungsional, makna struktural, atau makna internal adalah makna yang muncul akibat berfungsinya kata dalam kalimat.

8. Makna ideasional adalah makna yang muncul akibat pengguna kata yang memiliki konsep. Pengguna bahasa harus memahami terlebih dahulu ide yang terkandung di dalam suatu kata sehingga dapat mengetahui konsekuensi atau hal yang diharapkan yang berlaku dalam kata tersebut.

9. Makna intensi adalah makna yang menekankan pada maksud pembicara.

10. Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang atau kegiatan tertentu. Makna ini dapat diperoleh dengan menambahkan suatu kata di depan atau dibelakangnya.

11. Makna kiasan adalah makna kata yang tidak sebenarnya atau tidak sesuai dengan konsep yang terdapat di dalam suatu kata. Makna kata banyak terdapat di dalam idiom, peribahasa dan ungkapan.

12. Makna kognitif atau sering disebut dengan makna deskritif atau makna referensial adalah makna yang ditujukan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya.


(3)

Makna kognitif dibedakan menjadi denotasi kata (hubungan antara kata dengan benda atau hal yang diacu), dan konotasi kata (hubungan antara kata dengan karakteristik tertentu).

13. Makna kolokasi adalah makna yang berhubungan dengan pengguna beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Walaupun terdapat beberapa kata yang memiliki makna yang sama atau mirip, namun penggunaannya harus sesuai dengan objek atau situasi, sehingga setiap kata memiliki keterbatasan dalam pemakainnya. Keterbatasan tersebut terletak pada unsur yang membentuk kata atau urutan kata, tingkat kecocokan kata, dan ketepatannya.

14. Makna konotatif adalah makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas pikiran atau perasaan yang timbul pada pengguna bahasa.

15. Makna konseptual atau disebut juga makna denotatif adalah hal yang esensial di dalam suatu bahasa dan dapat diketahui setelah dihubungkan atau dibandingkan pada tataran bahasa.

16. Makna konstruksi adalah makna yang terdapat dalam konstruksi kebahasaan.

17. Makna kontekstual adalah makna yang muncul akibat hubungan antara ujaran dan konteks baik berupa konteks orangan, konteks situasi, konteks tujuan, konteks formal, konteks suasana hati pembicara atau pendengar,


(4)

konteks waktu, konteks tempat, konteks objek, konteks alat kelengkapan bicara, dan konteks bahasa.

18. Makna leksikal atau disebut juga makna semantik atau makna eksternal adalah makna suatu kata ketika makna tersebut berdiri sendiri baik dalam bentuk leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap atau sama dengan yang terdapat di dalam kamus.

19. Makna lokusi adalah makna yang timbul karena suatu topik dikaitkan dengan suatu keterangan dalam suatu ujaran.

20. Makna luas menunjukkan bahwa makna yang terkandung pada sebuah kata lebih luas dari apa yang telah dipertimbangkan. Makna luas dapat dibatasi dengan membuat spesifikasi yang dapat dilakukan dengan cara menambahkan unsur kata baik di depan maupun di belakang unsur kata tersebut. Dalam sistem tulis pembatasan dapat dilakukan dengan memanfaatkan ejaan secara benar, dan dalam bahasa lisan dapat dilakukan dengan memanfaatkan unsur - unsur non kebahasaan misalnya lambaian tangan.

21. Makna piktorial adalah makna yang muncul akibat bayangan pendengar atau pembaca terhadap suatu kata.

22. Makna proporsional adalah makna yang muncul jika pengguna bahasa membatasi pengertiannya terhadap sesuatu. Makna ini biasanya berhubungan dengan hal-hal yang sudah pasti.


(5)

23. Makna pusat atau makna inti adalah makna yang dimiliki setiap kata walaupun kata tersebut tidak berada di dalam konteks kalimat.

24. Makna referensial adalah makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata.

25. Makna sempit atau disebut juga makna khusus adalah makna yang berwujud sempit pada keseluruhan ujaran. Untuk mempersempit makna, pengguna bahasa harus memperluas kata.

26. Makna stilistika adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa.

27. Makna tekstual adalah makna yang timbul setelah membaca teks secara keseluruhan, sehingga makna tekstual sangat berhubungan dengan bahasa tertulis.

28. Makna tematis dapat dipahami setelah dikomunikasikan oleh pengguna bahasa baik melalui kata-kata, fokus pembicara, maupun penekanan pembicaraan.

29. Makna umum adalah makna yang luas pengertiannya dan mencakup secara keseluruhan.

Dari beberapa makna yang termasuk dalam kajian semantik, teori makna yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori makna gramatikal. Makna gramatikal adalah makna yang muncul akibat berfungsinya kata dalam kalimat Dalam hal ini sentaku no setsuzokushi aruiwa dan soretomo yang berfungsi


(6)

sebagai konjungsi disesuaikan dengan makna gramatikal agar tidak menimbulkan salah penafsiran. Pateda (2001:97-149).


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGGUNAAN FUKUSHI DAITAI DALAM NOVEL NORUWEI NO MORI KARYA HARUKI MURAKAMI.

0 0 14

JISATSU, DALAM NOVEL N0RUWEI No MORI KARYA MURAKAMI HARUKI; TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA.

0 2 6

Penggunaan Tenka no Setsuzokushi dalam Novel Norwei no Mori Karya Haruki Murakami.

6 23 41

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 1 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 1

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 7 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 15

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki Chapter III IV

0 0 19

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 2

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 5