PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR MOTIF TREND DAN SOLUSI.

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah

Kejahatanadalah hasil dari berbagai faktor yang beraneka ragam dan selalu
berkembang seirama dengan perkembangan masyarakat. Kejahatan merupakan gejala sosial
yang tidak mungkin dapat diberantas atau dihilangkan sama sekali, melainkan hanya dapat
ditekan atau dikurangi jumlahnya.1 Dengan kata

lain, kejahatan mungkin dapat ditekan

sekecil mungkin, namun kejahatan tidak dapat dimusnahkan dari kehidupan manusia. Untuk
menekan tingkat kejahatan agar menjadi sekecil mungkin, maka perlu diketahui faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya kejahatan tersebut. Secara teoritis, lingkungan sosial sangat
membawa pengaruh bagi individu dalam membentuk tingkah laku seseorang terutama tingkah
laku kriminal. Keberadaan dalam lingkungan sosial, pada umumnya bersifat saling
mempengaruhi bagi timbulnya perilaku kriminal.
Faktor-faktor lain yang dapat dikemukakan misalnya, standar hidup yang rendah,
mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan dapat
mempengaruhi seseorang untuk bertingkah laku kriminal.
Perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini di kota Denpasar sebagai kota

metropolitan menunjukkan gejala kriminalitas baik secara kuantitas, kualitas, maupun
intensitasnya mengalami peningkatan walau tidak secara signifikan mempengaruhi
perkembangan yang lainnya. Seperti yang diungkapkan Mulyana W. Kusumah, bahwa data
yang disajikan dalam statistic kriminal Polri maupun sumber-sumber resmi lainnya
membenarkan secara kuantitatif perkembangan kriminalitas menunjukkan kecenderungan
kenaikan jumlah kejahatan.2
Salah satu kriminalitas yang terjadi di Denpasar Bali adalah kejahatan pencurian
kendaraan bermotor seperti yang terlihat di dalam tabel di bawah ini:

1
2

JE Sahetapy, 1983. Kejahatan kekerasan Suatu Pendekatan Interdisipliner Sinar Wijaya, cet. 1. hlm. 78
Mulyana W. Kusumah. 1983. Kejahatan, Penjahat, dan Reaksi Sosial, Alumni Bandung, hlm 7

1

Tabel.1. Jumlah Pencurian Kendaraan Bermotor dan pelaku yang Tertangkap
Tahun 2008-2012 di Denpasar


NO

TAHUN

CURNAMOR

1

2008

129

PELAKU
DITANGKAP
39

2

2009


271

71

3

2010

158

35

4

2011

198

43


5

2012

137

56

893

224

TOTAL
*Sumber: Satreskrim Polresta Denpasar

Data dalam tabel di atas menunjukkan perkembangan kejahatan pencurian kendaraan
bermotor dan pelaku yang ditangkap aparat keamanan mengalami peningkatan walau terjadi
angka penurunan pada akhir tahun 2012. Dari angka statistic kriminal tersebut sangat urgen
sekali diadakan penelitian mengenai apa yang menjadi motif, trend dan solusi yang bagaimana
digunakan ke depan dalam mencegah terjadinya kejahatan pencurian kendaraan bermotor.

Mencermati uraian di atas dapat ditarik permasalahan sebagai berikut (a). Apa yang menjadi
motif, dan trend terjadinya pencurian kendaraan bermotor di Denpasar Bali?; (b). Upaya apa
yang dijadikan solusi terhadap pencurian kendaraan bermotor di wilayah Denpasar ini?

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Pencurian
Kejahatan terhadap harta benda adalah berupa perkosaan atau penyerangan terhadap
kepentingan hukum orang atas harta benda milik orang lain (bukan milik petindak) yang
seyogianya mendapat perhatian serius bagi aparat penegak hukum. Adapun jenis-jenis
kejahatan terhadap harta benda dimuat dalam buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP), yaitu :
1. Pencurian (diefstal), diatur dalam Bab XXII.
2. Pemerasan dan pengancaman (afpersing dan afdreiging), diatur dalam Bab XXIII.
3. Penggelapan (versduistering), diatur dalam Bab XXIV.
4. Penipuan (bedrog), diatur dalam Bab XXV.
5. Penghancuran dan perusakan benda (vemieling of beschadiging van goederen), diatur

dalam Bab XXVII.
6. Penadahan (heling), diatur dalam Bab XXX.3
Menurut sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, jenis-jenis kejahatan
yang termasuk dalam golongan ”kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain
hak yang timbul dari hak milik”, adalah kejahatan-kejahatan:
1. Pencurian.
2. Pemerasan.
3. Penggelapan.

3

Adami Chazawi, 2006, Kejahatan Terhadap Harta Benda. Bayumedia, Malang, (selanjutnyadisingkat
Adami Chazawi II), hal. 1.

3

4. Penipuan.
5. Pengerusakan.”4
Pada umumnya kejahatan tersebut merupakan tindak pidana formil yang berarti
perbuatannya yang dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang. Diantara kejahatankejahatan terhadap milik orang, yang paling marak terjadi di Indonesia adalah pencurian.

Tindak pidana pencurian pertama yang diatur dalam Bab XXII Buku II KUHP ialah
tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok, yang memuat semua unsur dari tindak pidana
pencurian. Tindak pidana pencurian dalam bentuk pokok itu diatur dalam pasal 362 KUHP
yang rumusan aslinya berbahasa Belanda. Kemudian beberapa sarjana meterjemahkan
rumusan tersebut dengan versinya masing-masing.
R. Sugandhi menerjemahkan pasal 362 KUHP sebagai beriku “Barang siapa
mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud
untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum, dipidana karena mencuri dengan pidana
penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah”.5
Menurut R. Soesilo, Pasal 362 KUHP diterjemahkan sebagai berikut: “Barang siapa
mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain
dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian,
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
9000,-”.6
Pasal 362 KUHP diterjemahkan menurut Moch. Anwar adalah: ”Barang siapa
mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud
untuk memiliki barang itu secara melawan hukum, dihukum karena melakukan pencurian

4


A. F. 1979, Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-Delik Khusus Kejahatan YangDitujukan Terhadap Hak
Milik Dan Lain-Lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik. Tarsito, Bandung,hal. 7.
5

R. Sugandhi, op.cit., hal. 376
R. Soesilo, 1990. KitabUndang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap
Pasal Demi Pasal. Politeia. Bogor. hal. 249.
6

4

dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya 15 kali
enam puluh rupiah”.7
Terjemahan Pasal 362 KUHP menurut R. Sugandhi, R. Soesilo dan Moch. Anwar
memiliki kesamaan versi, namun ada beberapa sarjana memiliki pandangan tersendiri
walaupun pada prinsipnya menjelaskan tentang pencurian dalam bentuk pokok. Menurut P.
A. F. Lamintang dan Djisman Samosir Pasal 362 KUHP diterjemahkan sebagai berikut:
Barang siapa mengambil suatu benda, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan
orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hak, maka ia
dihukum karena salahnya melakukan pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya

lima tahun atau denda setinggi-tingginya sembilan ratus rupiah.8
Dilihat dari rumusan tersebut, segera dapat kita ketahui bahwa pencurian itu
merupakan delik yang dirumuskan secara formil atau yang disebut juga delict met formele
omschrijving, dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman itu adalah suatu

perbuatan yang dalam hal ini adalah perbuatan mengambil atau wegnemen.
Berbeda dengan terjemahan Pasal 362 KUHP menurut R. Sugandhi, R. Soesilo dan
Moch. Anwar, dimana didalam terjemahannya diatas, P. A. F. Lamintang dan Djisman
Samosir dengan sengaja menerjemahkan ”zich toeeigenen ” itu dengan “menguasai” yang
mana mempunyai pengertian berbeda dengan ”memiliki” yang ternyata sampai saat sekarang
banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia, walaupun benar bahwa perbuatan ”memiliki” itu sendiri termasuk didalam
pengertian ”zich toeeigenen” seperti yang dimaksudkan didalam Pasal 362 KUHP.9
2. Unsur-unsur pencurian.
Apa yang sebenarnya diatur didalam Pasal 362 KUHP itu, pertama-tama perlu
diketahui unsur-unsur dari perbuatan pencurian tersebut. Tindak pidana pencurian dalam

7

Moch. Anwar. 1980, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUI-IP Buku H). Alumni, Bandung, hal.17.


8

P. A, F. Lamintang dan Djisman Samosir, op.cit., hal. 49

9

Ibid

5

bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 362 KUHP itu terdiri dari unsur-unsur
subyektif dan unsur-unsur obyek1if.10
Menurut Pasal 362 KUHP, pencurian itu mengandung dua unsur pokok yaitu:
1. Unsur obyektif:
- Mengambil
- Barang
- Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
2. Unsur Subyektif
- Dengan maksud

- Untuk memiliki/untuk menguasai
- Secara melawan hukum
Mengambil merupakan unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan
”mengambil” (wegnemen). Kata mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada
menggerakkan tangan dan jari-jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke tempat
lain. Menurut P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir bahwa perbuatan mengambil
ditafsirkan sebagai setiap perbuatan untuk membawa sesuatu benda dibawah kekuasaanya
yang nyata dan mutlak. Noyon Langemeyer mengemukakan pandangannya yakni pengertian
mengambil tersebut adalah selalu merupakan suatu tindakan sepihak untuk membuat suatu
benda berada dalam penguasaannya (pelaku). Berikutnya, Simon memberikan pengertian
mengambil adalah membawa sesuatu benda menjadi berada dalam penguasaannya atau
membawa benda tersebut secara mutlak berada dibawah penguasaannya yang nyata.
Perbuatan mengambil sudah dimulai pada saat seseorang berusaha melepaskan
kekuasaan atas benda dari pemiliknya. Pada umumnya perbuatan mengambil dianggap
selesai, terlaksana apabila benda itu sudah berpindah dari tempat asalnya, tetapi dalam
praktek ditafsirkan secara luas dan mengalami perkembangan di dalam pengertiannya,
sehingga tidak sesuai lagi dengan pengertian dalam tata bahasa. Sebagai contoh:
mengendarai mobil orang lain yang sedang terparkir tanpa izin pemiliknya dan setelah
10

29Adami Chazawi II, loc.cit

6

mempergunakannya mobil dikembalikan pada tempatnya. Mempergunakan mobil itu adalah
perbuatan mengambil bensin karena bensin dalam tank mobil itu terpakai. Dengan demikian,
perbuatan mengambil harus dilihat dari kasusnya yang dihadapi sesuai dengan perkembangan
masyarakat.
Mengenai barang yang diambil itu harus berharga, baik secara keseluruhan maupun
sebagian. Tentang harga barang yang diambil itu tidak selalu harus bersifat ekonomis,
misalnya barang yang diambil itu tidak mungkin dapat terjual kepada orang lain, akan tetapi
bagi si korban barang tersebut berharga sebagai suatu kenang-kenangan. Van Bemmelen
memberi contoh, yaitu: berupa beberapa halaman yang disobek dari suatu buku catatan atau
Surat kabar; berupa beberapa helai rambut (hearlok) dari seseorang yang wafat yang
dicintai.11
Menurut MemorievanToelichting mengenai pembentukan Pasal 362 KUHP, dapat
diketahui bahwa ”benda” tersebut haruslah diartikan sebagai benda berwujud yang menurut
sifatnya dapat dipindahkan. Dalam prakteknya sekarang pengertian tentang benda ini juga
mengalami perkembangan, dimana yang dapat dijadikan obyek dari kejahatan pencurian itu
bukan lagi terbatas pada ”benda berwujud dan bergerak”, melainkan secara umum dapat
dikatakan bahwa menurut pengertian masa kini yang dapat dijadikan obyek pencurian adalah
setiap benda baik itu merupakan benda bergerak maupun tidak bergerak, baik itu merupakan
benda berwujud maupun tidak berwujud dan sampai batas-batas tertentu juga benda-benda
yang tergolong resnullius.
Mengenai perkembangan atau penyimpangan yang demikian jauh dari maksud
semula dari undang-undang tentang pengertian barang/benda di dalam pasal 362 KUHP itu
dapat dilihat dari putusan-putusan pengadilan seperti berikut:
a. ArrestHogeRaad tanggal 23 Mei 1921 (N. J. 1921 halaman 564, W. 10728), tentang
pencurian listrik (stroom). Arrest ini kemudian dikenal dengan apa yang disebut
“Electriciteits-arrest”;

11

Sudradjat Bassar, 1986, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-UndangHukum Pidana.
Remadja Katya, Bandung, hal. 64.

7

b. Arrest Hoge Raad tanggal 9 Nopember 1932 (N. J. 1932 W. 12409), tentang pencurian
gas;
c. Arrest Hoge Raad tanggal 23 Mei 1911 (N. J. 1911 W. 9205), tentang pencurian pohon
atau kayu.12
Dari beberapa contoh diatas dapat diketahui, bahwa benda-benda tidak berwujud
seperti tenaga listrik dan gas serta benda-benda tidak bergerak seperti pohon itu dapat
dijadikan obyek dari kejahatan, pencurian. Yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain:
Barang yang dicuri tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian
saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak
dapat menjadi obyek pencurian, misalnya binatang liar yang hidup di alam, barang-barang
yang sudah di buang oleh pemiliknya dan sebagainya.
Perkataan dengan maksud dalam rumusan Pasal 362 KUHP itu mempunyai arti yang
sama dengan opzet atau kesengajaan, dimana harus ditafsirkan sebagai opzet dalam arti
sempit atau ”opzet als oogmerk” saja. Opzet atau maksud itu haruslah diartikan untuk
menguasai benda yang diambilnya itu bagi dirinya sendiri secara melawan hak. Ini berarti
bahwa harus dibuktikan:
a. Bahwa maksud orang itu adalah demikian atau bahwa orang itu mempunyai maksud
untuk menguasai barang yang dicurinya itu bagi dirinya sendiri.
b. Bahwa pada waktu orang tersebut mengambil barang itu, ia harus mengetahui bahwa
barang yang diambilnya adalah kepunyaan orang lain.
c. Bahwa dengan perbuatannya itu, ia tahu bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang
melawan hak atau bahwa ia tidak untuk berbuat demikian untuk memiliki/untuk
menguasai:
Secara umum para sarjana menggunakan istilah memiliki. Dalam kaitannya dengan
hal ini P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir menggunakan istilah menguasai, oleh
karena didalam kenyataannya diketahui bahwa pengertian menguasai adalah lebih luas dari
pengertian memiliki bagi dirinya sendiri. Bahkan lebih tepat jika diartikan sebagai menguasai
12

P. A. F. Lamintang dan Djisman Samosir, op.cit., hal. 54.

8

bagi dirinya sendiri, karena dengan kenyataan bahwa seseorang itu dapat menjual,
memberikan, menyembunyikan, menggadaikan, sampai pada merusak sesuatu benda
kepunyaan orang lain, tentulah orang tersebut perlu lebih dahulu menguasai benda itu.
Memiliki bagi diri sendiri adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang tersebut,
melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya, sedangkan ia bukan pemiliknya.
Setiap penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku seakan-akan pemilik, sedangkan ia
bukan pemilik. Noyon-Langemeyer memberi definisi memiliki barang” adalah menjelmakan
menjadi perbuatan tertentu suatu niat untuk memanfaatkan suatu barang menurut kehendak
sendiri.13 Maksud untuk memiliki barang itu perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada,
meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap dulu, karena
kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan selesainya perbuatan mengambil barang.
Secara melawan hukum:
Maksud memiliki dengan melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada
melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil barang, ia
sudah mengetahui, sudah sadar memiliki barang orang lain (dengan cara yang demikian) itu
adalah bertentangan dengan hukum. Pada dasarnya melawan hukum (wederrechtelyk) adalah
sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan tertentu. Dalam doktrin dikenal ada
dua macam melawan hukum, yaitu pertama melawan hukum formil, dan kedua melawan
hukum materiil. Melawan hukum formil adalah bertentangan dengan hukum tertulis, artinya
sifat tercelanya atau terlarangnya suatu perbuatan itu terletak atau oleh sebab dari hukum
tertulis, sedangkan melawan hukum materiil ialah disamping bertentangan dengan hukum
tertulis, juga bertentangan dengan asas-asas hukum umum yang ada dalam kehidupan
masyarakat.
Sebagaimana diterangkan dalam Memorie van Toelichting, maksud dicantumkarmya
melawan hukum secara tegas dalam suatu tindak pidana, didasarkan pada suatu pertimbangan
pembentuk Undang-undang bahwa ada kekhawatiran orang-orang tertentu yang melakukan
perbuatan seperti yang dirumuskan itu yang tidak bersifat melawan hukum akan dapat juga
dipidana. Demikian juga halnya dengan memasukkan unsur melawan hukum kedalam
13

Sudraj at Bassar, op.cit, hal. 65

9

rumusan pencurian. Pembentuk undang-undang merasa khawatir adanya perbuatan-perbuatan
mengambil benda milik orang lain dengan maksud untuk memilikinya tanpa dengan
melawan hukum. Apabila unsur melawan hukum tidak dicantumkan dalam rumusan hukum,
maka orang seperti itu dapat dipidana. Keadaan ini bisa terjadi, misalnya seorang calon
pembeli di toko swalayan dengan mengambil sendiri barang yang akan dibelinya. 14

3. Klasifikasi Tindak Pidana Pencurian dalam KUHP
Sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Tindak
pencurian dikualifikasikan / dibedakan atas:
a. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP).
b. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP).
c. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP).
d. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365).
e. Pencurian dalam lingkungan keluarga (Pasal 367 KUHP).
Di dalam kaitannya dengan pembahasan karya tulis ini, penulis hanya akan
terjelaskan lebih jauh dua ketentuan pasal saja yakni Pasal 363 dan 365, karena kedua
ketentuan pasal tersebut memiliki spesifikasi atau kekhususan-kekhususah dalam kaitannya
dengan terjadinya tindak pidana pencurian sepeda motor. Pencurian dengan pemberatan
(Pasal 363 KUHP)
Bunyi Pasal 363 KUHP adalah:
(1) Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun:
1. Pencurian ternak.
2. Pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi kebakaran, ledakan, bahaya banjir,
gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar,
kecelakaan kereta api, hura-hura, pemberontakan atau bahaya perang.

14

Adami Chazawi II, op.ciL, hal. 19.

10

3. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di pekarangan tertutup yang ada
rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada
dengan kemauannya yang berhak.
4. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.
5. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat
mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau
memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu.
(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No.3 disertai dengan salah satu hal tersebut dalam
No.4 dan 5, maka dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun.
Pencurian dalam Pasal 363 KUHP ini dinamakan pencurian dengan pemberatan.
Yang dimaksud dengan ”pencurian dengan pemberatan” (gequalificeerde diefstal) adalah
bentuk pencurian sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP bentuk pokoknya)
ditambah unsur-unsur lain, yang bersifat memberatkan pencurian itu, dan oleh karenanya
diancam dengan pidana yang lebih berat dari pencurian bentuk pokoknya.
Obyek pencuriannya adalah ternak, sebagai unsur obyektif tambahan. Pengertian
ternak dapat dilihat dari rumusan Pasal 101 KUHP, yakni semua jenis binatang yang
memamah biak (kerbau, lembu, kambing dan sebagainya), binatang yang berkuku satu (kuda,
keledai) dan babi. Pencurian ternak dianggap berat, karena ternak tersebut merupakan milik
petani ternak atau peternak yang terpenting.
Pencurian pada waktu:
Jika pencurian itu dilakukan pada waktu sedang terjadi bermacam-macam bencana,
seperti kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi,
kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hura, pemberontakan atau bahaya
perang, maka pencurian ini diancam hukuman lebih berat, karena pada waktu semacam itu
orang-orang semua ribut dan barang-barang dalam keadaan tidak terjaga, sedangkan orang
yang mempergunakan saat orang lain mendapat celaka ini berbuat jahat, adalah orang yang
rendah budinya. Sebenarnya para pelaku pencurian berkewajiban untuk menolong para
korban sesuai dengan rasa kemanusiaan.
11

Antara terjadinya malapetaka dengan pencurian itu harus ada hubungannya, artinya
pencuri betul-betul mempergunakan itu untuk mencuri. Tidak termasuk disini misalnya orang
yang mencuri dalam satu rumah dalam kota itu dan kebetulan saja pada saat itu di bagian
kota terjadi suatu kebakaran, karena disini pencuri tidak sengaja memakai kesempatan yang
ada karena kebakaran itu.
Pencurian pada waktu malam:
-

dalam suatu rumah atau di pekarangan tertutup yang ada rumahnya;

-

dilakukan oleh orang yang ada di situ tanpa sepengetahuan atau tanpa dikehendaki oleh
yang berhak.
Waktu malam sebagaimana dimaksud oleh Pasal 98 KUHP adalah waktu antara

matahari terbenam dan terbit kembali. Yang dimaksud rumah disini ialah bangunan yang
dipergunakan sebagai tempat tinggal siang dan malam. Gudang dan toko yang tidak didiami
pada waktu siang dan malam, tidak termasuk pengertian rumah. Sebaliknya gubug, gerbong
kereta api dan petak-petak kamar di dalam perahu, apabila didiami siang dan malam
termasuk dalam pengertian rumah.
Adapun yang dimaksud pekarangan tertutup adalah sebidang tanah yang mempunyai
tanda-tanda batas yang nyata, tanda-tanda mana menunjukkan bahwa tanah dapat dibedakan
dari bidang-bidang tanah sekelilingnya. Tertutup tidak selalu dikelilingi dengan tembok atau
pagar sebagai tanda-tanda batas. Tanda-tanda batas dapat juga terdiri atas salinan air,
tumpukan batu-batu, pagar tumbuh-tumbuhan, pagar bambu. Tidak perlu tertutupi rapatrapat, sehingga orang tidak dapat masuk sama sekali. Disini pencuri harus betul-betul masuk
ke dalam rumah dan sebagainya dan melakukan pencurian di situ.
Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih:
Dalam hal ini dua orang (atau lebih) itu harus bertindak bersama-sama sebagaimana
dimaksud oleh Pasal 55 KUHP, dan tidak seperti halnya yang dimaksud oleh Pasal 56
KUHP, yakni yang seorang bertindak, sedang yang lainnya hanya sebagai pembantu saja.
Pencurian dengan cara-cara tertentu :
12

Dalam hal ini untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil
barang yang akan dicuri itu, pencurian tersebut dilakukan dengan jalan membongkar,
memecah, memanjat, atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu.
Yang diartikan membongkar ialah mengadakan perusakan yang agak besar, misalnya
membongkar tembok, pintu, jendela dan sebagainya. Yang diartikan memecah ialah
membuat kerusakan yang agak ringan, misalnya memecah kaca jendela dan sebagainya.
Tentang pemanjatan terdapat pada Pasal 99 KUHP. Menurut arti sesungguhnya,
memanjat ialah membawa diri ke suatu ketinggian tertentu (guna memperoleh sesuatu yang
dimaksud), dengan menggunakan atau tanpa sesuatu alat. Dalam ketentuan ini termasuk juga
dalam sebutan memanjat adalah :
a. ke dalam rumah melalui lubang yang telah ada yang sedianya tidak untuk jalan masuk
atau ke luar.
b. masuk ke dalam rumah melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali (biasa disebut
dengan perbuatan menggangsir).
c. masuk ke dalam rumah melalui selokan atau parit yang gunanya sebagai penutup jalan.
Selanjutnya, mengenai penggunaan anak kunci palsu diatur dalam Pasal 100 KUHP,
yakni yang dimaksud dengan anak kunci palsu ialah segala macam anak kunci yang tidak
diperuntukkan membuka kunci dari sesuatu barang yang dapat dikunci, seperti almari, peti
dan sebagainya, oleh yang berhak atas barang itu. Anak kunci duplikat bila tidak
dipergunakan oleh yang berhak masuk pula dalam pengertian anak kunci palsu. Anak kunci
yang telah hilang dari tangan yang berhak, jika orang itu telah membuat atau memakai anak
kunci yang lain untuk membuka kunci itu, masuk pula menjadi anak kunci palsu. Selain
daripada itu menurut bunyi Pasal 100 KUHP, semua perkakas meskipun tidak berupa anak
kunci yang berupa apa saja, misalnya kawat atau paku yang kegunaannya bukan untuk
membuka kunci, apabila digunakan oleh pencuri membuka kunci, masuk pula dalam sebutan
anak kunci palsu.
Dalam ketentuan Pasal 363 ayat (1) sub ke 5 juga menyebutkan cara-cara pencurian
dengan perintah palsu dan pakaian jabatan palsu. Perintah palsu yaitu suatu perintah yang
kelihatannya seperti surat perintah asli yang dikeluarkan oleh orang yang berwajib sesuai
dengan undang-undang yang berlaku, tetapi sebenarnya bukan. Sedangkan pakaian jabatan
13

palsu merupakan pakaian yang dipakai oleh orang, akan tetapi ia tidak berhak untuk itu.
Misalnya, pencuri dengan memakai seragam polisi pura-pura sebagai seorang polisi dengan
membawa surat keterangan palsu agar dapat dengan mudah masuk ke rumah seseorang untuk
melakukan pencurian.
Pada Pasal 363 ayat (2) menetapkan, bahwa gabungan dari kejahatan tersebut dalam
No.3 dengan salah satu yang tersebut dalam No.4 dan 5 merupakan masalah yang
memperberat hukumannya.
Contoh: Dalam salah satu berita kriminal di harian Bali Post edisi hari Minggu, 15
April 2013 disebutkan bahwa satu unit sepeda motor Honda Grand milik Hadiman Baruh
dicuri di areal parkir Jalan Kamboja Denpasar. Pada saat memarkir, korban telah memastikan
bahwa sepeda motornya dalam kondisi terkunci stang. Pelaku dalam beraksi menggunakan
kunci palsu (kupal). Dalam hal ini, kasus pencurian sepeda motor tersebut termasuk dalam
jenis pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP).15
Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP):
Pasal 365 KUHP menentukan bahwa:
(l) Dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang
didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang,
dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu, atau jika tertangkap
tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan
kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di
tangannya.
(2) Pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan:
Ke-l. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau dijalan umum, atau di dalam kereta
api, atau tram yang sedang berjalan;

15

Se i ggu Tujuh Motor A blas”, Bali Post, Minggu Tanggal 15 April 2013

14

Ke-2. Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih;
Ke-3. Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan
pembongkaran atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau
pakaian jabatan palsu;
Ke-4. Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat
(3) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat
ada orang mati.
(4) Pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh
tahun dijatuhkan, jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati dan
perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai
salah satu hal yang diterangkan dalam No. 1 dan 3.
Pasal 365 ayat (1) KUHP memuat unsur-unsur sebagai berilcut:
1. Obyektif:
a. pencurian dengan didahului; disertai; diikuti.
b. oleh kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap seseorang.
2. Subyektif:
a. dengan maksud untuk.
b. mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu.
c. jika tertangkap tangan memberi kesempatan bagi diri sendiri atau peserta lain dalam
kejahatan itu untuk melarikan diri, untuk mempertahankan kepemilikan atas barang
yang dicuri.
Yang diartikan dengan kekerasan adalah setiap perbuatan yang mempergunakan
tenaga badan yang tidak ringan. Tenaga badan adalah kekuatan fisik. Penggunaan kekerasan
terwujud dalam memukul dengan tangan saja, memukul dengan senjata, mengikat, menahan
dan sebagainya. Dalam ketentuan Pasal 89 KUHP yang disamakan dengan melakukan
kekerasan yaitu membuat orang pingsan atau tidak berdaya lagi. Sebagai perluasan dari
pengertian kekerasan ditetapkan oleh Pasal 89 KUHP. bahwa perbuatan yang mengakibatkan
orang pingsan, atau tidak sadarkan diri dan perbuatan yang menimbulkan orang tidak
15

berdaya lagi termasuk perbuatan kekerasan. Kekerasan itu harus ditujukan kepada orang.
Seseorang tidak perlu para pemilik barang, misalnya pelayan rumah yang sedang menjaga
rumah majikannya.
Lebih lanjut, untuk dapat dituntut menurut pasal ini, kekerasan atau ancaman
kekerasan tersebut harus dilakukan terhadap orang, bukan pada barang, dan dapat dilakukan
sebelumnya, bersamaan atau setelah pencurian itu dilakukan, asal maksudnya untuk
menyiapkan atau memudahkan pencurian itu, dan apabila tertangkap tangan supaya ada
kesempatan bagi diri atau kawannya yang turut melakukan pencurian tersebut untuk
melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu dapat dipertahankan berada di tangannya.
Pencuri yang masuk ke dalam rumah dengan merusak bagian rumah (pintu, jendela dan
sebagainya) tidak tergolong dalam pencurian ini, karena kekerasan yang dilakukan itu tidak
dikenakan pada orang.
Ancaman hukuman untuk pencurian ini diperberat (Pasal 365 ayat (2)), apabila
disertai salah satu hal seperti di bawah ini:
1. Apabila perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di jalan umum, atau di dalam kereta api
atau tram yang sedang berjalan. Apabila pencurian tersebut dilakukan di dalam kereta api
atau tram yang sedang berhenti, tidak masuk disini. Yang dimakud jalan umum adalah
dataran tanah yang dipergunakan untuk lalu lintas umum, baik milik pemerintah atau
swasta, asal dipergunakan untuk umum (siapapun boleh berlalu lintas di situ).
2. Apabila perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih.
3. Apabila si pelaku masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan pembongkaran atau
memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu.
4. Apabila perbuatan itu mengakibatkan ada orang yang mendapat luka berat. Ancaman
hukuman untuk pencurian ini diperberat lagi, apabila perbuatan ini mengakibatkan
kematian seseorang. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 365 ayat (3) KUHP.
Kematian itu harus hanya sebagai akibat belaka dari pencurian ini, dan tidak merupakan
tujuan semula dari si pelaku.16 Sedangkan Pasal 365 ayat (4) KUHP menyatakan bahwa
16

R. Sugandhi, op.cit, hal. 384.

16

menjatuhan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua
puluh tahun, apabila perbuatan itu:
1. Menimbulkan akibat luka berat pada seseorang atau akibat matinya seseorang.
2. Dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih.
3. Disertai salah satu masalah tersebut dalam No. 1 dan 3 (Ayat 2), yakni): N0.l: pada
waktu malam dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan tertutup dimana berdiri
sebuah rumah, di jalan umum, di dalam kereta atau tram yang sedang bergerak. No.2:
yang bersalah memasuki tempat kejahatan dengan Cara: membongkar, memanjat,
memakai anak kunci palsu, memakai perintah palsu atau memakai pakaian jabatan
palsu.

4. Pencurian Kendaraan Bermotor
Pencurian kendaraan bermotor atau sering dikenal dengan “curanmor” jelas ditujukan
pada situasi hilangnya unit kendaraan bermotor. Situasi kriminalitas terhadap pencurian
kendaraan motor jauh lebih luas dari sekedar hilangnya kendaraan bermotor. Adapun situasi
tersebut adalah:
a) kejahatan dengan mempergunakan alat bantu kendaraan bermotor;
b) kejahatan dalam kndaraan bermotor;
c) kejahatan terhadap perangkat atau bagian dari kendaraan bermotor
Mengapa dikatakan “kejahatan” dan bukan hanya pencurian saja, mengingat mungkin
dilakukan berbagai kejahatan lain selain pencurian unit kendaraan bermotor (theff of violence)
itu sendiri. Baik kejahatan terhadap unit kendaraan bermotor maupun tiga variasi kejahatankejahatan yang terkait dengan kendaraan bermotor lainnya tersebut, memunculkan konsep
teknis yakni “semua kejahatan yang terkait dengan kendaraan bermotor” (vehicle-related
criminalities)

Selain itu, keterkaitan kejahatan dengan kendaraan bermotor pada khususnya maupu
kehidupan jalan raya pada umumnya, juga semakin menampilkan wajah yang kriminogenik.
Artinya, terjadi asosiasi yang semakin terlihat dan kuat antara faktor yang biasanya menjadi
penyebab timbulnya kejahatan dengan terjadinya kejahatan itu sendiri yang menimpa, yang

17

terjadi pada atau yang terkait dengan kendaraan bermotor. Inilah yang oleh kepolisian disebut
sebagai faktor-faktor korelatif kriminogenik.
Sebenarnya, wajah yang semakin kriminogenik tersebut bukan hanya terkait dengan
kendaraan bermotor saja. Situasi jalan raya pada khususnya, maupun situasi tempat-tempat
umum (public places) pada umumnya baik di Denpasar maupun di kota-kota lainnya, memang
mengkhawatirkan dan merupakan faktor kriminogenik paling besar.
Situasi seperti ketidakteraturan, ketidakbersihan, ketidakpastian maupun ketiadaan
dukungan sistem bagi orang-orang yang berada di tempat-tempat umum merupakan gambaran
yang biasa terjadi. Praktis disemua tempat kita tidak bisa mengandalkan bekerjanya sistem
bila kita mengalami musibah, terjatuh, tersesat, demikian juga kalau di begal. Dengan
demikian, ancaman kejahatan, adalah salah satu indikasi ikutan saja yang makin membuat
impresi kita tentang tempat-tempat tersebut terasa tidak nyaman.
Pencurian kendaraan bermotor, tidak selamanya merupakan keinginan murni pelaku
untuk memiliki kendaraan tersebut. Namun lebih dari itu, keinginan “memiliki” kendaraan
tergantung juga karena “pesanan”. Sang pemesan menginginkan kendaraan bermotor dengan
merek “A”, maka si pelaku pun mengincar pesanan tersebut baik yang berada di perparkiran
maupun yang sedang melaju di jalan raya.
Bagi pelaku modus operandinya berbagai macam peristiwa terjadi dalam pencurian
kendaraan bermotor seperti misal dengan menggunakan kunci palsu (kunci paksa dalam
bentuk T), kunci asli (karena si pemilik lupa mencabut kuncinya yang masih berada di
kendaraan bermotornya), atau mungkin dengan carabegal, merampas kendaraan tersebut yang
sedang melaju di jalan raya.

18

BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah dimaksudkan untuk mengetahui,
menganalisis secara mendalam dan selanjutnya memaparkannya dalam laporan penelitian
tentang pencurian kendaraan bermotor dengan menemukam motif dan trend terjadinya
pencurian kendaraan bermotor tersebut.
Tujuan yang lain adalah untuk menganalisis apa yang menjadi motif, trend, dan upaya
(soulsi) pencegahan dan penanggulangan terhadap pencurian kendaraan bermotor melalui
perspektif pendekatan kriminologi.

2. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah:
a) secara teoritis/akademis: manfaat penelitian ini diharapkan dapat menambah
yojanan pengetahuan yang terkait dengan faktor motif, trend pencurian
kendaraan bermotor di wilayah hukum Polresta Denpasar; di samping itu pula
dapat menambah wawasan pengetahuan tentang bagaimana upaya (solusi)
penanggulangan pencurian kendaraan bermotor di wilayah tersebut.
b) secara praktis: penelitian ini diharapkan memiliki manfaat pada penegak
hukum (praktisi) dalam masalah motif, trend dan solusi pencegahan maupun
penanggulangan terhadap pencurian kendaraan bermotor yang semakin marak
terjadi wilayah Polresta Denpasar.
c) secara sosiologis/masyarakat: manfaat penelitian ini diharapkan keterlibatan
peran serta masyarakat dalam upaya memahami motif, trend dan solusi
penanggulangan pencurian kendaraan bermotor di wilayah tersebut..

19

BAB IV
METODE PENELITIAN
a. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan nondoktrinal (sociolegal approach). Pada prinsipnya studi sociolegal adalah studi hukum, yang menggunakan

pendekatan metodelogi ilmu sosial dalam arti luas.
Mengutip pendapat Wheeler dan Thomas , studi mengenai sociolegal adalah suatu
pendekatan alternative yang menguji studi doktrinal terhadap hukum. Kata “socio” dalam
sociolegalstudies merepresentasi keterkaitan antar konteks dimana hukum berada (an
interface with a context within which law exists). Itulah sebabnya mengapa ketika seorang

peneliti sociolegal menggunakan teori sosial untuk tujuan analisa, mereka sering tidak sedang
bertujuan untuk memberi perhatian pada sosiologi atau ilmu sosial yang lain, melainkan
hukum dan studi hukum.17
Operasional pendekatan socio-legal penelitian ini adalah untuk mendapat data empirik
dan non empirik yang dilakukan dengan studi kasus terhadap pencurian kendaraan bermotor
dalam perspektif kriminologi, dinamika motif, trend, dan solusi berupa penanggulangan
kejahatan pencurian kendaraan bermotor.
Upaya menjawab apa yang menjadi tujuan pengkajian penelitian ini, maka studi ini
menerapkan perspektif kriminologis18. Suatu pendekatan yang di dalamnya terkandung
pengertian bahwa gejala hukum yang berupa kejahatan pencurian kendaraan bermotor dilihat
sebagai gejala yang tidak terlepas dari kondisi masyarakatnya. Sehingga upaya pemahaman
dan antisipasi terhadap gejala tersebut akan diperhatikan baik dari sudut hukum pidana
(pemahaman dan pengkajian sistem hukum pidana dengan segala unsur-unsurnya), maupun
dari sudut ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi kriminal (pemahaman krimininologi sekitar

17

Sulistyowati Irianto & Shidarta (Editor), 2011. Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,
PenerbitYayasanObor Indonesia. hlm. 175.
18

Edwin H Sutherland (1995) mengklasifikasikan bagian-bagian pokok dari ilmu kriminologi adalah (a)
Penology, (b) Etiologi Kriminal, dan (c) Sosiologi Hukum Pidana, dalam PrincipleofCriminology, revised by
Donald R Creseey, Philadelphia; JB Lipincolt Co, 1995 : 80-83

20

upaya pengidentifikasian faktor-faktor korelasional, proses terjadinya kejahatan pencurian
kendaraan bermotor, baik terhadap gejala motif, trend dan soulsinya).
Kajian penelitian ini lebih mencerminkan suatu penelitian yang bersifat deskriptifanalitis, suatu tipe penelitian yang tidak saja terhenti pada penggambaran semata melainkan
sampai pada upaya pengkajian bentuk motif, trend, dan solusi tentang kejahatan pencurian
kendaraan bermotor namun sampai pada analisis mendalam terhadap suatu masalah yang
hendak dikaji (suatu penelitian empirik konvensional yang bersifat

kuantitatif, lazim

dilakukan dalam ranah sosiologi makro)19. Selain itu pula dalam pengkajiannya digunakan
penelitian kualitatif.
b. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kepolisian Daerah Bali, Kepolisian Resort Kota (Polresta)
Denpasar, dan Lembaga Pemasyarakatan Denpasar
c. Data dan Sumber Data
Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis
atau kesimpulan)20. Fact is something that, actually exists; an aspect of reality21. Jenis data
dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
digali secara langsung di lapangan yang meliputi perilaku kejahatan pencurian kendaraan
bermotor yakni tentang motif, dan trend kejahatan nya. Tradisi penelitian yang dipilih dalam
Soetandyo Wignyosoebroto (1994) mengemukakan, bahwa “Hukum manakala dikonsepsikan sebagai
norma-norma di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional, maka metode penelitian yang diterapkan
adalah doktrinal, bersaranakan logika deduktif untuk membangun sistem hukum positif. Hukum yang dikonsepsikan
sebagai pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan eksis sebagai variable sosial yang empirik, metode penelitian
yang diterapkan adalah sosiologis struktural makro. Hukum yang dikonsepsikan sebagai manifestasi makna-makna
simbolik para pelaku sosial sebagaimana tampak dalam interaksi antar mereka metode penelitian yang diterapkan
adalah nondoktrinal atau sosiologi dengan pendekatan interaksionis mikro dengan analisis kualitatif”. Selanjutnya
dikemukakan pula, ciri-ciri dari tipe-tipe penelitian hukum, yaitu bila penelitian hukum itu hukum doktrinal,
lazimnya bertujuan untuk (a) menemukan hukum atau (b) menciptakan hukum, sedangkan penelitian hukum
nondoktrinal (sosiologis), lazimnya bertujuan untuk (a) melakukan pengujian (verifikasi) teori-teori makro
(structural) tentang hukum dan masyarakat yang bercirikan kuantitatif, atau (b) membangun teori mikro (simbolik
interaksionis) tentang hukum dan masyarakat yang bercirikan kualitatif. (Lihat Soetandyo Wignyosoebroto dalam
MasalahMetodologikdalamPenelitianHukumsehubungandenganMasalahKeragamanPendekatanKonseptualnya ,
Makalah disajikan dalam Forum Komunikasi Hasil Penelitian Bidang Hukum, DirBinlitabmas, Dirjen Dikti,
Depdikbud, Bandungan, 5-6 Desember 1994.
20
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta,
2002, hlm. 239.
21
Bryan A Garner, Black's Law Dictionary, Eighth Edition, Editor in Chief, Thomson West, United State of
America, 2004, p. 628.
19

21

penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga wujud data penelitian bukan berupa angkaangka untuk keperluan analisis kuantitatif-statistik akan tetapi data tersebut adalah infomasi
yang berupa kata-kata atau disebut data kualitatif.22.
Sampel sebagai inforrman ditentukan secara purposive. Sumber data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan hukum berupa buku-buku literatur, peraturan
perundang-undangan, majalah ilmiah, jurnal dan laporan penelitian, koran serta kamus.
Peneliti kualitatif dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan,
dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan atau sumber data. Peneliti kualitatif harus bersifat
"perspektif emic" artinya memperoleh data bukan "sebagai mana seharusnya, bukan

berdasarkan apa yang difikirkan oleh peneliti, tetapi berdasarkan sebagaimana adanya yang
terjadi di lapangan yang dialami, dirasakan dan difikirkan oleh partisipan/sumber data”.23
Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, Lincoln and Guba (1986) menyatakan bahwa:
"The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see that other
forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the
initial and continuing mainstay. But if the human instrument has been used extensively in
earlier stages of inquiry, so that an instrument can be constructed that is grounded in the
data that the human instrument has product"

Selanjutnya Nasution (1988) menyatakan:
"Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia
sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum
mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis
yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan
secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang
penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada
pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat
mencapainya "

Berdasarkan dua pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa, dalam penelitian kualitatif
pada awalnya permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrumen adalah

22

Chaedar Alwasilah, Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif,
Pustaka Jaya, Jakarta, 2002, him. 67. sedangkan mengenai sumber data kualitatif, menurut Heribertus Sutopo, dapat
berupa manusia --- dengan tingkah lakunya- peristiwa, dokumen, arsip, dan benda-benda lain. Baca Heribertus
Sutopo, Pengantar Penelitian Kualitatif: Dasar- dasar Teori dan Praktis, IMversitas Sebelas Maret, Surakarta,
1988,hlm.23.
23
Soegiyono, Opcit, hlm. 213

22

peneliti sendiri. Tetapi setelah masalahnya yang akan dipelajari jelas, maka dapat
dikembangkan suatu instrumen.
Penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti sendiri namun selanjutnya
setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen
penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data
yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara.
d. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik atau cara pengumpulan data dapat dilakukan dengan tiga cara yakni dengan
interview (wawancara), kuesioner (angket), obseravsi (pengamatan), dan triangulasi gabungan

ketiganya24.
Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai
purposive,

penelitian

yaitu
tidak

dipilih

dengan pertimbangan

dan

dilakukan
tujuan

tertentu.

secara
Hasil

akan digeneralisasikan ke populasi karena, pengambilan sampel tidak

diambil secara random. Hasil penelitian dengan metode kualitatif hanya berlaku untuk kasus
situasi sosial tersebut,
Penelitian

kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley

dinamakan "social situation" atau situasi sosial yaag terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat
(place) pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial

tersebut, dapat di lihat berikut keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang di sudut-sudut jalan
yang sedang ngobrol, atau di tempat kerja, di kota, desa atau wilayah suatu negara. Situasi
sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai obyek penelitian yang ingin diketahui "apa yang
terjadi" di dalamnya. Pada situasi sosial atau obyek penelitian ini peneliti dapat mengamati
secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang ada pada tempat (place)
tertentu25.
e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian.
24

Sugiyono, Opcit, hlm. 137
Sulistyowati Irianto & Shidarta (Editor), 2011. Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,
PenerbitYayasanObor Indonesia, hlm 215
25

23

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan
sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang
digunakan.
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang
sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik
ini meliputi, simple random sampling, proportionate stratified random sampling,
disproportionate stratified random, sampling area (cluster) sampling (sampling menurut
daerah).
2. Nonprobability Sampling

Non-probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi

peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive,
jenuh, snowball.

Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan adalah purposive
sampling, dan snowball sampling. Seperti telah dikemukakan bahwa, purposive sampling

adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan
tertentu ini, misalnya orang tersebut yangdianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan,
atau mungkin saja sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi
obyek/situasi sosial yang diteliti. Snowball sampling adalah
sumber data,

yang pada

teknik pengambilan

sampel

awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini

dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit itu tersebut belum mampu memberikan
data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber
data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang
menggelinding, lama-lama menjadi besar.

24

Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi.26 Teknik penentuan
sampel yang dipergunakan dalam penelitian kuantitatif ini adalah:
Purposive sampling adalah penarikan sampel berdasarkan tujuan tertentu yang dipilih

sendiri oleh peneliti berdasarkan pertimbangan kriteria dan karakteristik tertentu. Teknik
ini digunakan dalam menentukan lokasi penelitian.
Data yang digunakan adalah data primer, yang diperoleh dari hasil wawancara dan
survey pengakuan diri (selfreport). Di atas sudah dikemukakan tentang teknik atau cara
pengumpulan data dapat dilakukan dengan tiga cara yakni dengan interview (wawancara),
kuesioner (angket), obseravsi (pengamatan), dan gabungan ketiganya 27.
f. Teknik Analisis Data.
Terhadap data primer, digunakan teknik analisis data tipe Strauss dan J. Corbin28, yaitu
dengan menganalisis data sejak peneliti berada di lapangan (field). Oleh karena itu selama
dalam penelitian, peneliti menggunakan analisis interaktif dengan membuat fieldnote yang
terdiri atas deskripsi dan refleksi data.29 Selanjutnya peneliti melakukan penyusunan,
pengkatagorian data dalam pola/thema. Setelah data hasil penelitian dianggap valid dan liable,
langkah selanjutnya adalah merekonstruksi dan menganalisisnya secara induktif-kualitatif
untuk menjawab permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini.
Langkah-langkah teknik analisis data penelitian ini mengikuti model interatif analisis
data seperti yang dikemukakan oleh Mattew B. Miles and A. Michael Huberman30, yang
bergerak dalam tiga siklus kegiatan, yaitu. reduksi data, penyajian data, dan penarikan
simpulan atau verifikasi. Simpulan di sini maksudnya bukanlah simpulan yang bersederajat
dengan generalisasi.

26

Bambang Sunggono, op.cit., hlm. 119.
Sugiyono, Opcit, him. 137
28
A. Strauss and J. Corbin Busir, Qualitative Research; Grounded Theory Procedure and Techniques,
Lindon Sage Publication, 1990, hlm. 19
29
H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif Bagian II, Universitas Negeri Sebelasmaret Press,
Surakarta, 1990, hlm. 11.
30
Mettew B. Miles and A. Michael Haberman, Analisis Data Kualitatif, UI Press, Jakarta, 1992, hlm. 22.
27

25

Model interaktif tersebut bila diragakan adalah sebagai berikut:31

Pengumpulan
Data

Reduksi
Data

Sajian
Data

Penarikan
Kesimpulan
Verifikasi

Sumber : Adaptasi dari Mattew B. and A Michael Huberman (1992)
Terhadap data sekunder, dalam mencari kebenaran umum akan dilakukan dengan
menggunakan logika deduktif, khususnya pada saat analisis awal (penggunaan teori-teori),
namun tidak tertutup kemungkinan dilakukan analisis dengan menggunakan logika induktif
terhadap kejahatan pencurian kendaraan bermotor di Denpasar Bali.

31

Ibid.Lihatpula:Agus Salim, Op. Cit,,hlm.70.

26

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan mengenai modus, trend, dan solusi pencegahan terhadap pencurian
kendaraan bermotor di kota Denpasar akan dibahas dan diuraikan berdasarkan hasil temuan di
lapangan.
Tabel 2.

Jumlah Pencurian kendaraan bermotor Berdasarkan Modus
Operandi di Polresta Denpasar tahun 2008 - 2012

No

Tahun

Jumlah

Modus Operandi
Kunci
Kunci asli
Rampas
Palsu
1
2008
129
106
16
7
2
2009
271
255
12
4
3
2010
158
133
19
6
4
2011
198
176
21
1
5
2012
137
110
24
3
893
780
92
21
Total
Sumber : Sat. Reskrim Polresta Denpasar 2013

Dari data yang tercatat dalam tabel 1 diatas terlihat b