PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK DAN SIKAP POSITIF SISWA DENGAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA SISWA SMK PELAYARAN SAMUDERA INDONESIA MEDAN.

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIK

DAN SIKAP POSITIF SISWA DENGAN PEMBELAJARAN

KONTEKSTUAL PADA SISWA SMK PELAYARAN

SAMUDERAINDONESIA MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

TARULI MARITO SILALAHI NIM. 8126172037

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Taruli Marito Silalahi. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematik Dan Sikap Positif Siswa Dengan Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa SMK Pelayaran Samudera Indonesia Medan. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) peningkatan kemampuan koneksi matematik dan sikap positif siswa yang diberi pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari pada siswa yang diberi pembelajaran biasa, (2) terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematik dan sikap positif siswa, (3) bagaimana proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran kontekstual dan pembelajaran biasa. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK Pelayaran Medan dari sekolah yang berakreditasi B yang ada di Medan dan sampelnya dipilih secara acak yaitu SMK Pelayaran Medan terdiri dari kelas X Nautika (kelas eksperimen) dan kelas X Teknika (kelas kontrol) masing-masing berjumlah 34 siswa. Instrument yang digunakan terdiri dari:(1) tes KAM, (2) tes kemampuan koneksi matematik dan (3) skala angket sikap positif, pada materi peluang. Instrument tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validasi serta memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,77, 0,72 dan 0,74 berturut-turut untuk KAM, kemampuan koneksi matematik dan sikap positif. Analisis data dilakukan dengan ANAVA dua jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) peningkatan kemampuan koneksi matematik an sikap positif siswa yang diberi pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari pada siswa yang diberi pembelajaran biasa, (2) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematik dan sikap positif siswa, (3) proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran kontekstual lebih baik dibandingkan dengan siswa pada model pembelajaran biasa. Peneliti menyarankan agar pembelajaran kontekstual menjadi alternatif bagi guru dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematik dan sikap positif siswa.

Kata Kunci: Pembelajaran Kontekstual, Kemampuan Koneksi Matematik dan Sikap Positif Siswa


(7)

ABSTRACT

Taruli Marito Silalahi. Increasing the Ability of Mathematical Connection and Tehnical High School Medan Positive Thinking by Using Contextual Learning. Post Graduate Program of Medan University 2014.

This research aimed study to determine: 1) the increasing ability of mathematic connection and student’s positive thingking by using Contextual Learning are higher than students or usual learning approach. 2) there was the interaction between learning by students mathematic ability toward the increasing ability of mathematic connection and student’s positive thinking. 3) to determine how the answering process are made by the students in problem solving by using contextual learning and usual learning approach. This kind of research is the quasi experiment. The populations of this research are all of the students in seventh grade of Tehnical High School with acreditation B where is in Medan and the sample is chosen random sample. Where SMK Medan consist of X Nautic as experiment class and X Tehnical as control class am each consist of 34 students. The instrument used consist of: (1) test students initial mathematic ability, (2) test for mathematic connection and (3) scale for positive thingking, the subject up space. The instrument has been declared eligible content validity and reliability coeffesient of 0,77, 0,72 and 0,74 respectively for test students initial mathematic, problem solving and communication mathematic. Data analysis are done by using ANAVA two ways. The result of this research shown that (1) the increasing ability in mathematic connection and student’s positive thinking by using Contextual Learning is higher than using student’s usual thinking approach, (2) there were no interaction between learning and student’s ability level to the increasing ability of mathematics and student’s positive thinking, (3) the process of the student’s answers by using Contextual Learning is better than usual learning approach. The researcher suggests to use the Contextual Learning as the alternative way for teachers to increase the ability of mathematic connection and student’s positive thingking.

Key word: Contextual Learning, the Ability of Mathematic Connection and Student’s Positive Learning.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa Yesus Kristus atas limpahan rahmat dan kasihNya penulis dimampukan menyelesaikan tesis berjudul Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematik Dan Sikap Positif Siswa Dengan Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa SMK Pelayaran Samudera Indonesia Medan yang disusun sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd) Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED.

Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang terlibat membantu penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Edy Surya, M.Si sebagai Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. P. Siagian, M.Pd sebagai Pembimbing II yang ditengah-tengah kesibukannya dengan sabar telah member bimbingan dan arahan dari setiap permasalahan yang penulis temukan sepanjang penyelesaian tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd., Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd., Dr. Yulita Molliq, M.Sc sebagai narasumber yang telah member sumbangan pemikiran sehingga menambah wawasan penulis dalam penyempurnaan tesis ini. 3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd

selaku ketua dan sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Prodi Pendidikan Matematika.


(9)

4. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

6. Mama tercinta ibu R. Br Silaban yang tiada hentinya memberikan penulis semangat dan dukungan, Dan untuk Papaku tersayang yang di surga Alm. J. Silalahi kiranya beliau bahagia dan damai disisi Tuhan Yesus

7. Papa dan Mama Mertua Bapak K. Purba dan Ibu E. Br. Sihaloho yang mendukung penulis melanjutkan studi dan selalu mendampingi penulis mulai dari perkuliahan sampai menyelesaikan tesis ini. Semoga Tuhan Yesus selalu memberikan kesehatan kepada mereka.

8. Suamiku tercinta Bapak Tapian Purba, SE dan Putriku Tata Artini Purba, yang menjadi semangat penulis menyelesaikan studi ini.

9. Keluarga besar Purba dan Silalahi yang ku kasihi, keluarga Bapak dr. Christopher Purba, Bapak Daniel Saragih, Bapak Gerald Silaban, Bapak Loren Sitanggang, dan buat adek-adekku Tumpal Silalahi, Desni Silalahi dan Rikson Silalahi. Terima kasih atas doa-doanya saudaraku

10.Teman seperjuangan angkatan XXI kelas B-1 Eksekutif Khususunya Fitry Wahyuni,M.Pd., Dede Zulfikar, M.Pd., Hamzah, Syafrida M.Pd, Azrina, dan Zaka, Ida Sari, Reinna, dan Ade Evi. Terima kasih atas kerja samanya selama perkuliahan.


(10)

11.Teman –teman di Trimurni School Ibu Lini, Ibu Olida, Ibu Lista, Ibu Nurija, Sir Asido, Pak Volret, Pak Julister, Pak Jenius, Pak Supriadi, Ibu cun-cun, Ibu Taruli, Ibu Yanti, Laoshi Serly dan Ibu Ros.

12. Tak lupa penulis ucapkan kepada Bapak DR. Marham Sitorus dan Ibu Br. Siagian yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

13.Dan kepada seluruh keluarga dan Teman-teman yang tidak bisa penulis ucapkan satu persatu.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan, manfaat, kritikan dan masukan bagi para pembaca, sehingga dapat memperbaiki dan memperkaya khasanah penelitian-penelitian sebelumnya dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Medan, Februari 2015 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI …… ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 22

1.3 Pembatasan Masalah ... 22

1.4 Rumusan masalah ... 23

1.5 Tujuan Penelitian ... 24

1.6 Manfaat Penelitian ... 24

1.7 Definisi Operasional ... 25

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis ... 29

2.1.1 Hakekat Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 29

2.1.2 Koneksi Matematik ... 34

2.1.3 Sikap Siswa ... 38

2.1.4 Sikap Positif Terhadap Matematika ... 43

2.1.5 Pendekatan Kontekstual ... 49

2.1.6 Pembelajaran Biasa ... 67

2.1.7 Perbedaan Antara Pembelajaran Kontekstual dan Biasa ... 70

2.1.8 Teori Belajar Pendukung Pendekatan Kontekstual ... 72

2.1.9 Ketuntasan Belajar ... 80


(12)

2.2 Kerangka Konseptual ... 82

2.3 Hipotesis Penelitian ... 92

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 93

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 93

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 94

3.4 Desain Penelitian ... 95

3.5 Variabel Penelitian ... 104

3.6 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 105

3.7 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 106

3.8 Teknik Analisis Data ... 116

3.9 Prosedur Penelitian ... 124

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 128

4.1.1 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran Dan instrument Tes ... 129

4.1.2 Deskripsi Kemempuan Awal Matematika (KAM) ... 137

4.1.3 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematik ... 141

4.1.4 Analisis Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran Dan KAM Siswa ... 145

4.1.5 Deskripsi Hasil Skala Sikap Positif Terhadap Matematika ... 152

4.1.6 Analisis Peningkatan Sikap Positif Berdasarkan Faktor Pembelajaran Dan KAM Siswa ... 157

4.1.7 Deskripsi Proses Penyelesaian Masalah Untuk Setiap Kemampuan Pada Masing-Masing Pembelajaran ... 163

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 170

4.2.1 Kemampuan Awal Matematika ... 170

4.2.2 Kemampuan Koneksi Matematik Siswa ... 172 4.2.3 Interaksi Antara Faktor Pembelajaran Dengan Kemampuan


(13)

Awal Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi

Matematik Siswa ... 173

4.2.4 Sikap Positif Siswa ... 175

4.2.5 Interaksi Antara Faktor Pembelajaran Dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Sikap Positif Siswa... 178

4.2.6 Proses Penyelesaian Jawaban Siswa ... 179

4.2.7 Keterbatasan dalam Penelitian ... 180

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 183

5.2. Implikasi ... 184

5.3. Saran ... 185

DAFTAR PUSTAKA ... 188


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Kompetensi Inti Sikap SMK ... 39

2.2 Ciri-ciri Hasil Belajar Sikap ...47

2.3 Sintak Model Pembelajaran CL ...66

2.4 Kekuatan dan Kelemahan Metode Ceramah ...69

2.5 Perbedaan antara Pembelajaran Kontekstual dan Pembelajaran Biasa ……... 71

3.1 Rancangan Uji Coba ...97

3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas……….. 99

3.3 Klasifikasi Koefisien Tingkat Kesukaran……….. 100

3.4 Klasifikasi Koefisien Daya Beda……….. 101

3.5 Interpretasi Koefisien Reliabilitas………. 103

3.6 Rancangan Penelitian ...103

3.7 Tabel Wainer Keterkaitan Antara Variabel Bebas Dan variabel Terikat ... 103 3.8 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematika Siswa ...110

3.9 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Koneksi Matematik ...111

3.10 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Koneksi Matematik……... 111

3.11 Kisi-kisi Skala Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika ... 114

3.12 Kriteria Penskoran Skor Sikap Positif Siswa ………... 115

3.13 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban kelas Eksperimen Lebih Baik daripada kelas Kontrol………... 115

3.14 Kriteria Interpretasi Gain Ternomalisasi………... 118

3.15 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, dan Uji Statistik... 122


(15)

4.1 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran... 129

4.2 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran Dan Instrumen Penelitian... 130

4.3 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa... 131

4.4 Hasil Uji Coba Pretes Kemampuan Koneksi Matematik Siswa... 132

4.5 Hasil Ujicoba Postes Kemampuan Koneksi matematika Siswa…. 132 4.6 Hasil Uji Coba Angket Skala Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika... 133

4.7 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Awal Matematika Siswa... 134

4.8 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Koneksi Matematik... 135

4.9 Deskripsi Kemampuan Koneksi Matematika Siswa Tiap Kelas Sampel Berdasarkan Nilai Tes Kemampuan Awal Matematika... 137

4.10 Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa... 138

4.11 Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa... 140

4.12 Sebaran Sampel Penelitian... 141

4.13 Rerata Gain Kemampuan Koneksi Matematik Kelompok Pembelajaran Kontekstual dan Kelompok Pembelajaran Biasa Berdasarkan Kemampuan Matematik Siswa ... 142

4.14 Uji Normalitas Gain Kemampuan Koneksi Matematik Siswa... 146

4.15 Uji Homogenitas Varians Gain Kemampuan Koneksi Matematematika………. 147

4.16 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Gain Kemampuan Koneksi Matematik Siswa...……. 148

4.17 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Kemampuan Koneksi Matematik pada Taraf Signifikansi 5% ... 152 4.18 Rata-rata Gain Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika


(16)

Matematika Siswa... 153

4.19 Uji Normalitas Gain Sikap Positif Siswa……….. 158

4.20 Uji Homogenitas Varians Gain Sikap Positif... 159

4.21 Rangkuman Uji ANAVA Dua Jalur Gain Sikap Positif Siswa... 160

4.22 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Sikap Positif Siswa pada Taraf Signifikansi 5%... 163


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Skema Sikap ...42 3.1 Tahap Alur Kerja Penelitian ...126 4.1 Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa... 139 4.2 Diagram Mean dan Standar Deviasi Gain Ternormalisasi

Kemampuan Koneksi Matematik Siswa berdasarkan faktor

Pembelajaran……… 143

4.3 Diagram rata-rata Gain Ternormalisasi Kemampuan Koneksi Matematik Berdasarkan Faktor Pembelajaran dan Kemampuan

Matematika………... 143 4.4 Diagram Rata-rata Gain Kemampuan Koneksi Matematik

Berdasarkan Faktor Pembelajaran……….………..

144 4.5 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dengan Faktor Kemampuan

Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi

Matematik Siswa ………. 150

4.6 Diagram Rata-rata Gain Sikap Positif Terhadap Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran………...

154 4.7 Diagram Rata-rata Gain Sikap Positif Siswa Berdasarkan Faktor

Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika………..

155 4.8 Diagram Selisih Rata-rata Gain Sikap Positif Siswa Terhadap

Matematika Berdasarkan Faktor Pembelajaran ………. 155 4.9 Interaksi antara Faktor Pembelajaran dengan Faktor Kemampuan

Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Sikap Positif

Siswa... 161 4.10 Jawaban siswa pada kelas kontrol soal koneksi matematik no. 1… 164 4.11 Jawaban siswa pada kelas eksperimen soal koneksi matematik no.

1……… 165

4.12 Jawaban siswa pada kelas kontrol soal koneksi matematik no. 2………


(18)

4.13 Jawaban siswa pada kelas eksperimen soal koneksi matematik no. 2………

166

4.14 Jawaban siswa pada kelas kontrol soal koneksi matemati no. 3 ... 167 4.15 Jawaban siswa pada kelas eksperimen soal koneksi matematik no.

3………. 168

4.16 Jawaban siswa pada kelas kontrol soal koneksi matematik no. 4…. 169 4.17 Jawaban siswa pada kelas eksperimen koneksi matematik no. 4…. 169


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

A RPP Kelas Eksperimen ( Kontekstual) ...195

Lembar Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen ...236

RPP Kelas Kontrol (Pembelajaran Biasa)………... 277

B Tes Kemampuan Awal………. 307

Instrumen Tes Koneksi Matematik……….. 309

Angket Skala Sikap Positif Siswa……… 323

C Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Tes ……….. 327

Validasi Perangkat dan Instrumen Berdasarkan Ujicoba ……… 337

D Deskripsi Hasil Kemampuan Awal Matematika Kelas CTL ……... 393

Deskripsi Hasil Kemampuan Awal Matematika Kelas PB………… 395

Deskripsi Hasil Pretes dan Postes Koneksi Matematik Kelas Kontekstual ………. 397

Deskripsi Hasil Pretes dan Postes Koneksi Matematik Kelas Pembelajaran Biasa ... 401

Deskripsi Hasil Pretes dan Postes Sikap Positif Siswa Kelas Kontekstual ... 405 Deskripsi Hasil Pretes dan Postes Sikap Positif Siswa Kelas Pembelajaran Biasa ... 407 Deskripsi Nilai KAM dan Kategori Siswa Kelas Eksperimen ... 409

Deskripsi Nilai KAM dan Kategori Siswa Kelas Kontrol ... 411

Deskripsi Gain Kemampuan Koneksi Matematik dan Nilai KAM Kelas Eksperimen ... 413

Deskripsi Gain Kemampuan Koneksi Matematik dan Nilai KAM Kelas Kontrol ... 415 Deskripsi Gain Kemampuan Sikap Positif Siswa dan Nilai KAM


(20)

Kelas Eksperimen ... 417

Deskripsi Gain Kemampuan Sikap Positif Siswa dan Nilai KAM Kelas Kontrol ... 419

E Deskripsi Rerata KAM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 422

Uji Normalitas KAM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 424

Uji Homogenitas KAM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 426

Rerata Gain Koneksi Matematik Kelas Eksperimen dan kelas Kontrol... 427

Uji Normalitas Gain Koneksi Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 429

Uji Homogenitas Gain Koneksi Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 431

Uji Hipotesis Peningkatan Kemampuan dan Interaksi KAM Terhadap Pembelajaran... 432

Rerata Gain Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 433

Uji Normalitas Gain Sikap Positif Siswa Terhadap Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 434

Uji Homogenitas Gain Sikap Positif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 436

Uji Hipotesis Peningkatan Sikap Positif dan Interaksi KAM Terhadap Pembelajaran... 437


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sekarang ini membawa perubahan gaya hidup manusia baik dalam bidang sosial, sains dan teknologi, budaya, kepercayaan, impormasi maupun pendidikan. Hal ini merupakan tantangan dan kesempatan untuk dapat meningkatkan mutu sumber daya manusia agar dapat bersaing dalam dunia yang penuh dengan persaingan hidup. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan terus melakukan pembaharuan dan inovasi dalam bidang pendidikan, salah satunya adalah pembaharuan dan inovasi kurikulum, yakni lahirnya kurikulum 2013 yang merupakan pergeseran paradigma pembangunan dari abad ke-20 menuju abad ke-21.

Kunandar (2013: 16) menyatakan kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Jadi peningkatan mutu pendidikan menjadi salah satu hal terpenting menghadapi kebutuhan masa kini dan masa datang.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib pada kurikulum 2013 memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan sumber daya manusia. Pembelajaran matematika memberikan siswa kemampuan menalar yang logis,


(22)

2

sistematik, kritis dan cermat, menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika, serta mengembangkan sikap objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam menghadapi masa depan yang senantiasa berubah. Cockroft (dalam Abdnurrahman, 2009 : 253) mengemukakan bahwa:

“Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang kehidupan memerlukan keterampilan matematika sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; dan (5) memberikan kepuasaan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.”

Berdasarkan hal tersebut matematika memegang peran penting untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa yang akan datang maka tidaklah mengherankan jika pada akhir-akhir ini banyak pakar matematika, baik pendidik maupun peneliti yang tertarik untuk mendiskusikan dan meneliti kemampuan berpikir matematik.

Cornelius (dalam Abdurrahman, 2009: 253) menyatakan ada lima alas an perlunya belajar matematika, yaitu karena matematika merupakan (1) sarana berpikir jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Namun banyak siswa memandang matematika sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipahami. Hal tersebut terjadi dikarenakan matematika disajikan dalam bentuk yang kurang menarik dan terkesan sulit untuk dipelajari siswa, akibatnya siswa sering merasa bosan dan tidak merespon pelajaran dengan baik.


(23)

3

Abdurrahman (2009: 252) menyatakan bahwa: “Dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar, dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar.” Selain hal menyebabkan siswa kurang tertarik dengan matematika adalah metode pembelajaran yang dilakukan guru. Guru kurang bervariasi dan cenderung membatasi siswa untuk berkreasi mengungkapkan pemikirannya saat belajar sehingga siswa kurang berminat belajar matematika dan hasil belajar yang kurang optimal.

Meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya mata pelajaran matematika yakni dengan memberikan pelatihan-pelatihan baik di tingkat pusat melalui Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika ( BP3G Matematika) maupun di tingkat daerah melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) telah dilakukan. Demikian juga halnya program sertifikasi guru yang di laksanakan sekitar 10 tahun terakhir ini yang tujuan untuk meningkatkan kualitas guru.

Para guru tidak lagi dianggap sekedar sebagai penerima pembaharuan tetapi mereka ikut juga bertanggung jawab dalam mengembangankan pengetahuan dan keterampilan pembelajaran yang dilakukan terhadap proses pembelajaran sendiri. Namun kenyataan yang terjadi kualitas pembelajaran matematika dan hasil belajar siswa masih rendah, yang menyebabkan siswa tidak mampu berkompetisi dalam bidang keilmuan maupun dalam menghasilkan gagasan-gagasan baru.

Mengajar matematika yang efektif memerlukan pemahaman tentang apa yang siswa ketahui dan perlukan untuk belajar yang kemudian memberi tantangan dan


(24)

4

mendukung untuk mempelajari dengan baik. Ruseffendi (1991: 39) menyatakan bahwa :

Menurut perkembangannya guru efektif dibagi kedalam empat tahap yaitu (1) tahap I : guru memiliki sifat-sifat efektif yang sebagian sebagai bawaan seperti terampilm disiplin, pendorong, memiliki daya tarik, kurang emosional, acuh, patuh, penolong, minatnya besar, bersifat kepemimpinan dan lain-lain; (2) tahap II : memiliki tahap I dan beriorientasi pada tujuan dan tidak membuang-buang waktu; (3) tahap III: memiliki tahap I dan II dibekali bidang studi dan mengetahui metode-metode mengajar serta guru yang dapat menciptakan suasana kelas yang baik; dan (4) tahap IV: guru yang memiliki sebongkah kompetensi dan yang mampu menerapkan pada topik dan saat yang tepat.

Standar proses dari pembelajaran matematika menurut National Council Teachers of Mathematics (NCTM 2000:29) adalah problem solving (pemecahan masalah), reasoning dan proof (penalaran dan pembuktian), communication (komunikasi), connection (koneksi) dan representation (representasi). Koneksi matematik merupakan bagian dari standar proses matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian masalah, siswa dimungkinkan untuk menghubungakan suatu keterampilan dan pengalaman yang mereka miliki untuk diterapkan dalam penyelesaian soal-soal yang tidak rutin. Jika siswa hanya mampu rumus saja tetapi tidak dapat mengkaitkan masalah yang di berikan dengan materi-materi sebelumnya ataupun dengan bidang yang lain, pastilah masalah tersebut tidak dapat di selesaikan.

Dalam penyelesaian soal sering siswa hanya mementingkan jawaban akhir tanpa memahami bagaimana proses jawabannya apakah sudah benar atau belum. Hal ini sering mengakibatkan proses jawaban siswa tidak benar. Siswa juga sering merasa


(25)

5

kesulitan dalam menentukan konsep apa yang digunakan untuk menyelesaiakan masalah tersebut. Mereka cenderung menyelesaikan masalah tersebut dengan operasi hitung yang menurut mereka benar tanpa memahami masalah yang ada terlebih dahulu.

Berdasarkan observasi lapangan yang dilakukan peneliti pada SMK Pelayaran Samudera Indonesia dengan memberikan 3 butir soal peluang pada siswa kelas III untuk melihat kemampuan koneksi matematik siswa, berikut adalah salah satu contoh soal yang diberikan:

Suatu bola dibagi dalam dua kotak yaitu kotak I dan kotak II. jika dalam kotak A terdapat 3 bola merah dan 7 bola hijau, sedangkan pada kotak B terdapat 5 bola merah dan 4 bola biru. Tentukan peluang terambilnya 2 bola merah dari kotak A dan 3 bola merah dari kotak B. Dari 32 orang siswa hanya 7 orang siswa (21,875%) yang mampu menyelesaiakan masalah tersebut dengan benar, sedangkan siswa yang lain nya banyak melakukan kesalahan dalam menyelesaikan masalah. Berikut ini beberapa pola jawaban siswa yang salah


(26)

6

Gambar 1.1. Kesalahan Siswa dalam Langkah Menyelesaikan Soal Koneksi Matematik

Pada gambar 1.1 siswa tidak mampu mamahami bentuk soal yang diberikan dan tidak dapat mengkoneksikan masalah yang ada dengan materi sebelumnya sehingga dalam menyelesaikan masalah tersebut terjadi kesalahan. Padahal untuk menyelesaikan soal tersebut siswa harus menguasai materi kombinasi yang sebelumnya sudah diberikan. Dari hal ini dapat dilihat bahwa kemampuan koneksi siswa SMK Pelayaran Samudera Indonesia masih rendah. Jadi kemampuan yang tak kalah pentingnya yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan koneksi matematik.

Selanjutnya Yuniawati (2011: 108) menemukan bahwa kemampuan siswa untuk melakukan koneksi matematik tergolong masih rendah, akibatnya prestasi belajar matematika siswa juga masih rendah. Kenyataan yang sama dinyatakan Ruspiani dalam (Sulistyaningsih dkk, 2013: 122) mengungkapkan bahwa rata-rata


(27)

7

kemampuan koneksi matematika siswa sekolah menengah rendah. nilai rata-ratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2 % untuk koneksi matematika siswa dengan pokok bahasan lain, 44,9 % untuk koneksi matematika siswa dengan bidang studi lain, dan 7,3 % untuk koneksi matematika dengan kehpan sehari-hari. Permasalahan tentang koneksi matematis siswa ini harus segera ditangani, agar kemampuan siswa terhadap kompetensi dasar yang diinginkan kurikulum dapat tercapai.

Kemampuan koneksi matematik memiliki kaitan erat dengan kemampuan pemecahan masalah yang tentunya akan membantu sisiwa untuk meningkatkan koneksi matematikanya, begitu juga sebaliknya. Hal ini sejalan dengan Coxford dalam (Mandur dkk,2013:4) menyatakan kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan menghubungkan pengetahuan konseptual dan prosedural, menggunakan matematika pada topik lain, menggunakan matematika dalam aktivitas kehidupan, mengetahui koneksi antar topik dalam matematika. Melalui koneksi matematik maka konsep pemikiran dan wawasan siswa semakin terbuka terhadap matematika, tidak hanya berfokus pada topik tertentu saja yang dipelajari, sehingga akan menimbulkan sikap positif terhadap matematika itu sendiri.

Bruner dalam (Sulistyaningsih dkk,2013: 122) mengungkapkan bahwa selain nalar, yang sangat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik dalam matematika adalah kemampuan peserta didik dalam koneksi matematik. Selanjutnya Bruner dalam (Sulistyaningsih dkk,2013: 122) juga mengungkapkan bahwa tak ada konsep atau operasi lain dalam suatu sistem. Sejalan dengan itu Jahinoma (2013: 209)


(28)

8

menyatakan bahwa konsep-konsep matematika merupakan konsep yang saling berkaitan haruslh meresap dalam pembelajaran matematika di sekolah. Berdasarkan hal tersebut bahwa kemampuan koneksi matematik menjadi fondasi agar siswa dapat melanjutkan pada topik-topik selanjutnya dalam proses pembelajaran.

Oleh karena sangat penting kemampuan koneksi matematik dikuasai oleh siswa, sementara temuan di lapangan bahwa kemampuan tersebut masih rendah. Maka untuk menumbuhkembangkan koneksi dalam pembelajaran matematika, guru harus mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan model-model belajar yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatih kemampuan koneksi matematik siswa. Melalui pembelajaran yang proses diawali dengan menghadapkan masalah nyata akan mengarahkan kepada kemampuan koneksi matematik siswa, baik dengan pembelajaran lain, maupun koneksi matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain kemampuan koneksi matematik terdapat satu hal yang penting lainnya yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika yaitu sikap positif siswa yang harus dimiliki oleh siswa, diantaranya menyenangi matematika, menghargai keindahan matematika, memiliki keingitahuan yang tinggi dan senang belajar matematika. Namun kenyataan yang terjadi sangat berbeda, banyak siswa kurang tertarik dalam pembelajaran matematika. Siswa cenderung merasa bosan atau jenuh, bahkan ada yang merasa takut jika mengikuti pelajaran matematika.

Matematika dianggap sebagai sesuatu yang menyeramkan sehingga guru yang mengajarkan matematika pun cenderung ditakuti siswa. Siswa memiliki sikap yang negatif terhadap matematika, matematika dianggap sesuatu yang menyeramkan dan


(29)

9

sulit untuk dimengerti sehingga siswa kurang tertarik mengikuti pembelajaran. Biasanya suasana kelas yang sedang mengikuti matematika adalah hening, tertib dan terartur, seolah-olah siswa mengikuti pembelajaran dengan baik, padahal sikap tersebut terjadi bukan karena kesadaran siswa sendiri namun lebih disebabkan karena ketakutan siswa terhadap matematika. Jika dengan sikap yang demikian yang terjadi di kelas, maka siswa tidak dapat mengembangkan kemampuan matematika dan tidak dapat menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya.

Dalam kegiatan pembelajaran siswa adalah subjek dan mitra guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu, kondisi siswa sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan tersebut. Pengalaman menyenangkan dan tidak menyenangkan selama siswa belajar matematika akan membentuk sikap mereka terhadap pelajaran matematika dan hal ini akan terlihat pada perilaku mereka saat belajar matematika. Sikap siswa tersebut pastilah berdampak negatif pada hasil belajar siswa, siswa akan malas membuat tugas, tidak aktif dalam pembelajaran namun lebih cenderung membuat keributan saat proses pembelajaran.

Dari hasil observasi melalui angket sikap yang di berikan kepada 30 orang siswa SMK Pelayaran Samudera Indonesia pada saat pemberian soal matematika terdapat presentasi sikap positif terhadap matematika yang masih dibawah 50 % yaitu sebesar 35,67 % dan siswa yang mempunyai sikap positif terhadap matematika adalah siswa yang hanya memperoleh nilai matematika tinggi dari hasil raport semester sebelumnya. Oleh Karena itu sikap positif siswa terhadap matematika


(30)

10

sungguh suatu hal yang harus ada dalam diri siswa guna untuk meningkatkan prestasi siswa dalam matematika.

Sikap positif siswa terhadap pelajaran menjadi hal yang sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan dirinya untuk meningkatkan prestasi dalam dirinya. Dalam kurikulum 2013 pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pembelajaran. Hal ini dinyatakan oleh Mulyasa (2013: 128) bahwa pembentukan kompetensi dan karakter ditandai keikutsertaan peserta didik dalam pengelolaan pembelajaran. Dengan terlibatnya siswa dalam menemukan atau menyelesaikan suatu masalah dalam matematika maka akan menumbuhkan sikap positif terhadap matematika tersebut. Selanjutnya Ruseffendi (1991: 234) menyatakan bahwa:

Siswa yang mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh, menyelesaikan tugas dengan baik, berpartisipasi aktif dalam diskusi, mengerjakan tugas-tugas rumah dengan tuntas dan selesai pada waktunya, dan merespon dengan baik tantangan yang datang dari bidang studi menunjukkan bahwa siswa itu berjiwa atau bersikap positif terhadap bidang studi tersebut.

Artinya seseorang yang berminat terhadap matematika akan menumbuhkan sikap positifnya pula terhadap matematika. Jika siswa memandang matematika berguna bagi kehidupannya maka minat dan sikap positif terhadap matematika akan tumbuh pada dirinya, begitu juga sebaliknya.

Mandur dkk (2013:4) menyatakan sikap siswa terhadap matematika tampak ketika siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri, tanggung jawab, tekun, pantang putus asa, merasa tertantang, memiliki kemauan untuk mencari cara lain dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah


(31)

11

dilakukan. Jadi sikap positif siswa terhadap matematika dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Sikap positif bisa diartikan menyukai, menyenangi, menunjang atau memihak terhadap suatu objek. Sedangkan sikap negatif bias diartikan sebaliknya.

Oleh karena itu sikap siswa tehadap matematika sangat erat kaitannya dengan minat siswa terhadap matematika, bahkan sebagian dari sikap merupakan akibat dari minat, misalnya siswa yang berminat terhadap matematika maka ia akan suka mengerjakan tugas matematika, ini menandakan bahwa siswa tersebut bersikap positif terhadap matematika. Tanpa adanya minat sulit untuk menumbuhkan keinginan dan kesenangan dalam belajar matematika, apalagi matematika tidak mudah untuk dipelajari sehingga hampir seluruh siswa dari setiap jenjang kurang berminat dalam matematika. Hal ini sejalan Abdurrahman (2009:13) yang mengungkapkan:

“Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor, internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor eksternal, yaitu antara lain berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat”.

Jadi, materi harus dipilih dan disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan tingkat kognitif siswa. Pembelajaran kontestual pertama kali digunakan oleh John Dewey tahun 1916 (Trianto, 2011: 104), dimana dalam proses matematika lebih


(32)

12

menekankan pada konteks. Johnson (2010: 34) menyatakan bahwa kontesk dipahami sebagai pola hubungan-hubungan di dalam lingkungan langsung seseorang.

Ahli fisika teoretis dan kosmolog matematikal, Brian Swimme dan Thomas Berry dalam (Johnson, 2010:34) menekan pola hubungan ini dengan mengatakan:

Ada berarti berhubungan karena hubungan adalah inti dari keberadaan. Setiap partikel di alam semesta terhubung dengan partikel lain di alam semesta….Keterasingan sebuah partikel adalah kemustahilan teoretis. Demikian juga dengan galaksi-galaksi, hubungan adalah fakta keberadaan. Setiap galaksi secara langsung berhubungan dengan ratusan miliar galaksi alam semesta… Tidak satu benda pun berdiri sendiri tanpa adanya yang lain.

Selanjutnya Johnson (2010: 34) menyatakan pembelajaran dan pengajaran kontekstual sebagai suatu system mengajar, didasarkan pada pikiran bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Jadi makna memberikan makna dan isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks yang luas semakin bermakna pula bagi mereka isinya. Jadi untuk dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik dan sikap positif siswa melalui pembelajaran kontekstual menjadi pilihan yang sangat tepat.

Melalui model pembelajaran kontekstual ini diharapkan siswa lebih memahami konsep-konsep matematika yang diberikan dalam pembelajaran, dan tahu kegunaannya. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang menghubungan siswa dengan dunia nyatanya, sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat.


(33)

13

Johnson (2010:35) menyatakan pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan kontesk kehidupan nyata yang mereka hadapi. Selanjutnya Munaka dkk (2009:48) mengemukakan di dalam pembelajaran kontekstual, siswa dibantu untuk melihat makna dari pelajaran sekolah yang mereka pelajari dengan menghubungkan pelajaran tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari. Jadi ketika siswa berhadapan dengan permasalahan itu, mereka menyadari bahwa hal tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, artinya mereka akan menyadari bahwa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut siswa harus dapat mengkonstruksi pengetahuan secara kritis dengan cara mengkoneksikan, mengintegrasikan serta mengeksplorasi informasi, ide-ide serta konsep pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang ia miliki.

Dengan demikian permasalahan kontekstual (contextual problem) ataupun permasalahan yang disimulasikan dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, dimaksudkan untuk memberikan peluang pada siswa agar dapat mengkoneksikan semua ide matematik untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.

Selanjutnya, Suprijono (2009: 78) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan


(34)

14

mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Ini menunjukan pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri.

Hal ini sesuai dengan pendapat Hutagaol (2013:89) menyatakan bahwa dalam setiap pembelajaran matematika, guru seharusnya mengarahkan aktivitas pembelajaran supaya siswa belajar aktif baik individu maupun kelompok dan siswa mampu menentukan/mengkontruksi sendiri pengetahuan. Selanjutnya Hutagaol (2013:89) menyatakan:

Belajar dalam kelompok adalah satu model yang dapat melatih siswa untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat orang lain, yang akan dapat memacu para siswa untuk bekerja sama, saling membantu sama lain dalam mengintegritasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimlikinya dan dapat terjadi komunikasi multi-arah. Siswa dibagi di dalam kelompok kecil untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan suatu masalah atau suatu tugas untuk mencapai tujuan.

Jadi, pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, memungkinkan terjadinya proses belajar yang didalamnya siswa mengeksplorasikan pemahaman serta kemampuan akademiknya secara aktif dalam berbagai variasi konteks, di dalam ataupun di luar kelas. Sehingga dengan pembelajaran kontekstual diharapkan sebagai solusi untuk menciptakan paradigm siswa belajar bukan paradigm guru mengajar.


(35)

15

Hudojo (2005:107) menyatakan keterlibatan siswa dapat terjadi bila bahan yang disusun itu bermakna bagi siswa, sehingga terjadi interaksi antara guru dan siswa menjadi efektif. Dengan demikian siswa terlibat secara aktif dalam menemukan hal-hal yang baru dalam proses pembelajaran.

Sanjaya (2011:262) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen yaitu: konstruktivisme, inkuiri, bertanya, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Konstruktivisme merupakan landasan filosofi pembelajaran kontekstual. Aunurrahman dalam (Sulistyaningsih dkk, 2012:2) menyatakan bahwa konstruktivisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif peserta didik dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan imformasi atau fakta. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Sangat memungkinkan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa dengan mengoptimalkan komponen tersebut.

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran kontekstual ini merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pembelajaran bermakna, dan belajar di sekolah dikontekskan ke dalam situasi nyata, jadi lebih menekankan pada proses penemuan dari pengetahuan bukan pada hasil akhir. Selanjutnya, melalui pembelajaran kontekstual ini diharapkan dapat menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa, sehingga diharapkan adanya peningkatan hasil belajar siswa ke arah yang lebih baik, dan siswa akan terus merasakan manfaatnya.


(36)

16

Dengan penggunaan konteks dalam belajar matematika, tentunya akan memberikan motivasi pada siswa, bahwa belajar matematika memiliki manfaat dan kegunaan yang sangat besar dalam kehidupan keseharian mereka. Menurut Sears dalam (Ortiz,2001: 360) berpendapat:

“Contextual teaching and learning is an instructional approach that allows teachers to relate school subject matter to real world situations. It is based on situated cognition theory and brain based research and holds that most people learn best when concepts are presented in a situation or context that is familiar and relevant to the learner”.

Maksudnya pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan guru untuk menghubungkan siswa dengan situasi dunia nyata. Hal ini didasarkan pada teori kognisi bahwa kebanyakan orang belajar lebih baik jika konsep disajikan dalam situasi atau konteks yang akrab dan relevan dengan pelajar.

Pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual, guru harus mengkaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Bagi guru yang kreatif, peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan belajar siswa dapat dijadikan sebagai inspirasi untuk menciptakan kondisi yang lebih konkrit guna menuntun siswa dalam memahami konsep matematika melalui model pembelajaran kontekstual. Bila pembelajaran matematika yang dilakukan menggunakan CTL, maka tentunya pembelajaran tersebut harus memiliki komponen-komponen yang dimiliki CTL. Komponen-komponen tersebut adalah konstruktivisme (constructivism), penemuan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community),


(37)

17

pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).

Seringkali siswa merasakan suatu pembelajaran yang kurang bermakna, hal ini disebabkan karena mereka tidak tahu kegunaan atau manfaat dari suatu konsep matematika yang diajarkan dan dengan sendirinya mereka menjadi tidak begitu memahami hubungan antara konsep matematika yang satu dengan yang lainnya, akibatnya apabila kita berikan suatu persoalan yang berbeda dari contoh yang kita berikan, siswa akan mengalami kebingungan dalam penyelesaiannya. Hal lain juga di sebabkan oleh proses pembelajaran yang hanya menjelaskan defenisi, teorema atau rumus-rumus dan dilanjutkan dengan memberikan contoh soal, tanpa memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengali matematika dari pengalaman diri sendiri.

Pada akhirnya akibat yang paling penting dan menjadi sorotan publik yaitu berimbas pada hasil belajar matematika siswa di negara kita yang kurang begitu memuaskan. Selain itu, dengan pembelajaran kontekstual siswa juga akan terlatih menemukan apa secara mandiri atau dengan bimbingan guru. Sehingga apa yang ditulis dan dipelajari siswa akan menjadi lebih bermakna dalam ingatannya dan akan menumbuhkan motivasinya dalam mempelajari matematika. Selanjutnya Berns and Patricia(2001: 2) menyatakan:

“Contextual teaching and learning is a conception of teching and learning that helps teacher relate subject matter content to real world situation; and motivates students to make connections between knowledge and it’s applications to their lives as family members,


(38)

18

citizens, and workers and engage in the hard work that learning requires”.

Kontekstual adalah konsep pembelajaran yang di rancang agar guru menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk menghubungkan antara pengetahuan dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga penerapan kontekstual harus diperluas untuk seluruh disiplin ilmu sehingga siswa memperoleh perspektif kehidupan nyata.

Siswa dapat menghubungkan pengetahuan dan keterampilan dengan kehidupan mereka baik sekarang maupun masa depan. Tujuannya adalah agar siswa dapat lebih memahami situasi kehidupan (misalnya yang disajikan di tempat kerja), mengidentifikasi dan efektif memecahkan masalah, membuat keputusan yang bijaksana dan mampu berpikir kreatif. Selanjutnya Munaka dkk (2009: 48) mengungkapkan :

“….sifat abstrak matematika itu sendiri membuat kebanyakan siswa menganggap matematika itu sulit sehingga matematika jauh dari kehidupan siswa. Siswa menggangap matematika adalah mata pelajaran yang sukar dimengerti karena hanya menggunakan rumus dan algoritma serta kurang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari walaupun mereka menyadari bahwa dalam kehidupannya mereka sangat membutuhkan matematika.

Proses belajar mengajar kontekstual memberi tantangan bagi siswa untuk menghubungkan konsep matematika ke konsep akademik lainnya dan memfasilitasi pelajar untuk berpikir kritis serta membuat pembelajaran efektif dan bermakna. Dalam hal ini pembelajaran kontekstual mengarahkan siswa untuk menghubungkan


(39)

19

suatu permasahkan terhadap konsep konkrit baik dalam bidang lain atau pun kehidupan nyata siswa.

Menyimak kesenjangan antara harapan dan kenyataan di lapangan pendidikan matematika dewasa ini, khususnya pada sekolah SMK Pelayaran Samudera Indonesia. Dimana masih terlihat jelas rendahnya kemampuan koneksi matematik dan sikap positif siswa terhadap matematika. Hal ini disebabkan karena kurang antusiasnya siswa dalam proses pembelajaran matematika yang selalu monoton. Melalui observasi guru lebih cenderung melakukan proses pembelajaran biasa. Sehingga siswa kurang mengetahui seberapa penting matematika dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa tidak tertarik mengikuti proses pembelajaran matematika dengan baik. Jelas sikap seperti ini tidak menumbuhkan peningkatan kemampuan matematik siswa khususnya kemampuan koneksi matematik siswa di sekolah tersebut. Karena jika sikap positif siswa terhadap sesuatu baik diharapkan hasil yang baik pula dari proses tersebut.

Dalam pembelajaran matematika materi-materi yang dipelajari tersusun secara hierarkis dan konsep matematika yang satu dengan yang lain saling berkorelasi membentuk konsep baru yang kompleks. Hal ini sesuai dengan Hudojo (1988:3) menyatakan bahwa:

Matematika sebagai ilmu mengenai struktur dan hubungan-hubungannya, simbul-simbul diperlukan. Simbul-simbul itu penting untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbulasi menjamin adanya komunikasi dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya sehingga matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara hirarkis.


(40)

20

Ini berarti bahwa pengetahuan matematika yang diketahui siswa sebelumnya menjadi dasar pemahaman untuk mempelajari materi selanjutnya. Jika siswa mempelajari konsep B yang mendasar kepada konsep A, maka siswa terlebih dahulu memahami konsep A. Tanpa memahami konsep A tidak mungkin siswa memahami konsep B. Jadi mempelajari matematika haruslah bertahap dan berurutan serta mendasar kepada pengalaman belajar yang lalu. Dengan demikian kemampuan awal sangat berkontribusi dalam proses pembelajaran selanjutnya.

Karena kehirarkisan matematika itu, maka belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Jadi proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinyu. Selanjutnya Hudojo (1988:4) menyatakan bahwa dalam proses belajar matematika terjadi juga proses berpikir. Dalam berpikir siswa menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah direkam di dalam pikiran orang itu sebagai pengertian-pengertian. Dari pengertian tersebut terbentuklah pendapat yang pada akhirnya ditariklah kesimpulan. Tentunya kemampuan berpikir tersebut dipengaruhi oleh inteligensinya. Dengan demikian terlihat ada kaitan antara inteligensi dengan proses belajar matematika.

Mengingat matematika merupakan dasar dan bekal untuk mempelajari berbagai ilmu, juga mengingat matematika tersusun secara hierarkis, maka kemampuan awal matematika yang dimiliki siswa peserta didik akan memberikan sumbangan yang besar dalam memprediksi keberhasilan belajar siswa selanjutnya. Seperti yang diungkapkan Fajar (2010), kemampuan awal merupakan prasyarat yang


(41)

21

harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pelajaran yang lancar. Hal ini disebabkan materi pelajaran yang ada disusun secara terstruktur sehingga apabila seseorang mengalami kesulitan pada pokok bahasan awal, maka otomatis akan kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan selanjutnya. Sebaliknya, siswa yang mempunyai latar belakang kemampuan awal yang baik akan dapat mengikuti pelajaran dengan baik pula.

Karena siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mempunyai latar belakang kemampuan awal yang berbeda-beda, maka kemampuan mengikuti pelajaran berbeda pula. Ini menunjukkan bahwa kemampuan awal akan mempengaruhi pembelajaran baik yang diajarkan dengan pembelajaran kontekstual maupun secara pembelajaran biasa. Dan tentunya juga akan mempengaruhi peningkatan kemampuan koneksi matematik dan sikap positif siswa.

Kemampuan awal matematika siswa dalam penelitian ini dikategorikan kedalam tiga kelompok yaitu: tinggi, sedang dan rendah. Adapun tujuan pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan awal matematika siswa adalah untuk melihat adakah pengaruh bersama antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan koneksi matematik dan sikap positif siswa. Bagaimanapun penerapan pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan awal matematika siswa yang berbeda, pencapaian hasil belajar siswa diprediksi akan berbeda pula. Sebagaimana Wijaya (dalam Suherman, 2001:23) mengatakan keberhasilan suatu program pengajaran tidak disebabkan oleh satu macam sumber


(42)

22

daya, tetapi disebabkan oleh perpaduan antara berbagai sumber-sumber daya yang saling mendukung menjadi satu system yang integral.

Pada pembelajaran kontekstual diduga yang lebih diuntungkan adalah siswa yang dimiliki kemampuan sedang atau rendah. Hal ini karena langkah-langkah pembelajaran kontekstual yang didasarkan pada pengembangan kreativitas dan teori belajar yang melibatkan proses-proses kognitif dan afektif, serta laporan menumbuhkan kegairahan dalam belajar dan potensi-potensi kreatifnya (Kesumawati, 2010:1). Hal ini sejalan dengan pendapat Tandiling (2011), bahwa kemampuan awal siswa untuk mempelajari ide-ide baru bergantung pada pengetahuan awal mereka sebelumnya dan stuktur kognitif yang sudah ada.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka untuk menguji kehandalan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika, maka penulis ingin melakukan suatu penelitian yang difokuskan pada Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematik dan Sikap Positif Siswa dengan Pembelajaran Kontekstual Pada Siswa SMK Pelayaran Samudera Indonesia Medan.

1.2. Identifikasi Masalah

Adapaun yang menjadi identifikasi masalah adalah: 1. Kemampuan koneksi matematik siswa rendah

2. Sikap positif siswa terhadap pembelajaran matematika masih rendah

3. Pembelajaran matematika masih berpusat pada guru atau pembelajaran biasa. 4. Respon siswa terhadap matematika masih negatif.


(43)

23

5. Pendekatan pembelajaran kontesktual yang belum dapat diterapkan oleh guru matematika.

6. Siswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal yang mengukur kemampuan koneksi matematik.

7. Siswa kurang terbiasa menyelesaikan soal yang bersifat kontekstual dalam proses pembelajaran.

1.3. Batasan Masalah

Dengan mengingat keterbatasan dana, waktu dan kemampuan peneliti sehingga perlu pembatasan masalah dalam penelitian ini. Ruang lingkup peneliti ini dibatasi oleh lokasi, subjek peneliti, waktu peneliti dan variabel-variabel peneliti. Berkaitan dengan lokasi peneliti, penelitian ini pada siswa SMK dengan melibatkan siswa kelas X nautika pada pokok bahasan Peluang. Adapun variabel penelitian ini adalah pembelajaran kontekstual dan pembelajaran biasa , serta kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) dalam kemampuan koneksi matematik dan sikap positif terhadap matematika,

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang diuraikan, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah :


(44)

24

1. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematik antara siswa yang menggunakan pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari pada yang menggunakan pembelajaran biasa?

2. Apakah peningkatan sikap positif terhadap matematika antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual lebih tinggi daripada yang mengikuti pembelajaran biasa?

3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa? 4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal

matematika siswa terhadap peningkatan sikap positif siswa?

5. Bagaimanakah proses penyelesaian jawaban yang dihasilkan oleh siswa dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran kontekstual dan pembelajaran biasa.

1.5. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari siswa yang mengikuti pembelajaran biasa.

2. Untuk mengetahui peningkatan peningkatan sikap positif siswa terhadap matematika yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dari siswa yang mengikuti pembelajaran biasa.

3. Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan kontekstual dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematik.


(45)

25

4. Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan sikap positif terhadap matematika

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat: 1. Bagi peneliti

a. Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang pelaksanaan pendekatan kontekstual.

b. Peneliti mampu mengidentifikasi kelemahan penyebab terhambatnya kemampuan koneksi matematik siswa SMK

c. Peneliti mampu mengetahui dan memahami bagaimana kemampuan koneksi matematik siswa SMK dengan pendekatan kontekstual.

2. Bagi guru

a. Dapat membantu tugas guru dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa selama proses pembelajaran di kelas secara efektif dan efisien.

b. Dapat memberikan masukan bagi guru matematika yang lain, yaitu cara untuk meningkatan kemampuan koneksi matematik siswa

c. Mempermudah guru melaksanakan pembelajaran matematika di kelas. d. Dapat mengembangkan pembelajaran matematika di kelas

3. Bagi siswa

a. Dapat membantu siswa untuk meningkatan kemampuan koneksi matematik yang dipelajari.


(46)

26

b. Dapat meningkatkan prestasi matematika siswa dalam proses pembelajaran c. Siswa dapat membangun kemampuannya sendiri dan memiliki sikap kerja sama d. Pelaksanaan pembelajaran pendekatan kontekstual diharapkan meningkatkan

sikap dan daya tarik siswa terhadap mata pelajaran matematika.

4. Bagi sekolah secara tidak langsung akan membantu mempelancar proses belajar mengajar.

1.7. Definisi Operasional

Untuk memperoleh kesamaan persepsi tentang istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang digunakan, yaitu:

1.7.1. Pembelajaran Kontekstual dan Biasa

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning atau CTL) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada belajar bermakna, yang lebih mengutamakan proses daripada hasil dan belajar dikontekskan ke dalam situasi serta pengalaman siswa. Dalam pembelajaran ini siswa dihadapkan dengan benda-benda yang konkret sehingga mereka bisa menemukan hal-hal yang baru dari pengalaman yang langsung mereka peroleh.

Selanjutnya pembelajaran biasa yang dimaksudkan dalam penelitian ini, merupakan pembelajaran ekspositori. Pada pembelajaran ini guru memberikan impormasi dengan ceramah kemudian memberikan contoh soal dan selanjutnya diberikan latihan soal. Ruseffendi (1991: 290) dalam pembelajaran ekspositori siswa bekerja individu atau bekerja sama dengan teman di sampingnya, dan sedikit ada


(47)

27

tanya jawab, selanjutnya kegiatan terakhir siswa mencatat materi yang telah diterangkan yang mungkin dilengkapi dengan soal-soal pekerjaan rumah.

1.7.2. Kemampuan Koneksi Matematik

Kemampuan koneksi matematik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mencari hubungan suatu representasi konsep dan prosedur; memahami hubungan antar topik matematika; dan kemampuan siswa mengaplikasikan konsep matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan koneksi matematik siswa secara umum dapat dilihat dari perolehan nilai dalam menyelesaikan soal.

1.7.3. Peningkatan

Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan komunikasi dan koneksi matematik siswa, yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi dari perolehan skor pretes dan postes siswa.

Gain ternormalisasi (g) =

pretes skor ideal skor

pretes skor postes skor

 (1.1)

Kategori gain normal (g) menurut (Meltzer, 2002 : 1260) adalah : g < 0,3 kategori rendah

0,3 ≤ g ≤ 0,7 kategori sedang g > 0,7 kategori tinggi


(48)

28

1.7.4. Sikap Positif

Sikap positif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perubahan sikap siswa ke arah yang lebih baik dalam proses pembelajaran dengan cara membandingkan rata-rata skor sikap siswa hasil angket dengan merata-ratakan skor semua optimum untuk setiap item.

1.7.5. Ketuntasan Belajar

Ketuntasan belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seorang siswa dipandang tuntas belajar jika mampu menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas dicapai apabila 85% dari jumlah siswa kelas tersebut mampu menguasai kompetensi atau mencapai minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Keberhasilan tujuan pembelajaran yang diukur dalam penelitian ini dilihat dari skor postes pada kemampuan koneksi matematik.

Untuk memperoleh kesamaan persepsi tentang istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan istilah yang digunakan, yaitu :

1) Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah suatu konsep proses kegiatan belajar-mengajar yang diawali dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau yang disimulasikan, dikemas dalam suatu konteks sosial dan fisik yang menantang siswa, kemudian di angkat ke dalam konsep yang akan dipelajari.

2) Kemampuan koneksi matematik siswa adalah kemampuan siswa dalam mengaitkan ide-ide dan konsep matematika dengan konsep matematika yang lain,


(49)

29

dengan bidang studi lain, serta dengan kehidupan dunia nyata. Kemampuan koneksi matematik siswa secara umum dapat dilihat dari perolehan nilai dalam menyelesaikan soal.

3) Pembelajaran biasa yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori. Dalam kegiatan pembelajaran ini guru menjelaskan materi, konsep matematika, kemudian memberikan contoh-contoh penyelesaian suatu permasalahan dan siswa boleh bertanya bila tidak mengerti apa yang telah disampaikan oleh guru. Setelah materi pelajaran selesai diterangkan, guru memberikan soal-soal sebagai latihan untuk dikerjakan di kelas ataupun di rumah.


(50)

183

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu dapat diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan koneksi matematik dan sikap siswa terhadap matematika. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:

1. Peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa yang diberi pembelajaran kontektual lebih tinggi dari pada siswa yang diberi pembelajaran biasa.

2. Peningkatan sikap positif siswa yang diberi pembelajaran kontekstual lebih tinggi dari pada siswa yang diberi pembelajaran biasa.

3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematik siswa 4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal

matematika siswa terhadap peningkatan sikap positif siswa terhadap matematika

5. Proses penyelesaian jawaban siswa pada pembelajaran kontekstual lebih baik dan tepat karena dengan pembelajaran ini siswa diajak langsung kedalam dunia nyata siswa dibandingkan dengan siswa pada pembelajaran biasa. Siswa dengan pembelajaran kontekstual menjawab dengan lengkap dan mampu memberikan alasan serta perhitungan yang tepat terhadap penyelesaian soal kemampuan koneksi matematik. Selain itu siswa juga


(51)

184

memiliki penyelesaian yang beragam dari masalah kontekstual yang diberikan. Sedangkan siswa dengan pembelajaran biasa menjawab dengan kurang variasi dan kurang lengkap serta tidak memberikan alasan serta perhitungan yang baik.

5.2 Implikasi

Fokus utama dalam penelitian ini adalah upaya meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa melalui model CTL. Tahapan yang dilakukan dalam pembelajaran ini, diawali dengan pemberian tantangan atau masalah kontekstual bagi siswa, kemudian mereka menyelesaikannya dengan penggunaan pengetahuan informal yang dimiliki dalam kelompoknya masing-masing, selanjutnya berdiskusi secara klasikal sebagai tahap refleksi. Jika interaksi siswa tidak muncul sebagaimana yang diharapkan, seperti ketidak mampuan siswa mengaitkan konsep-konsep matematis sebelumnya dengan informasi yang terdapat dalam masalah, maka guru dapat memberikan bantuan scaffolding secara tidak langsung. Bantuan tersebut yaitu dengan memberikan pertayaan-pertanyaan berupa probing kepada siswa, sehingga terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan konteks masalah atau lingkungan.

Dari hasil penelitian yang ditemukan maka proses pembelajaran matematika dengan model CTL, telah berhasil meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa secara signifikan. Siswa yang bersikap positif terhadap matematika mempunyai kemampuan koneksi secara signifikan lebih baik dibandingkan siswa yang bersikap negatif terhadap matematika. Selain itu proses


(52)

185

jawaban siswa yang diajar dengan model kontekstual lebih bervariasi dan ketuntasan belajarnya lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.

5.3Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, maka berikut ini beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan pembelajaran kontesktual dalam proses pembelajaran matematika . Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kepada Guru

a. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat: (1) meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa, (2) dapat membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran kontesktual sangat potensial untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika.

b. Dalam pembelajaran kontesktual guru berperan sebagai fasilitator dan moderator. Oleh karena itu, guru matematika yang akan menerapkan pembelajaran berbasis masalah perlu memperhatikan hal-hal berikut: (a) tersedianya bahan ajar dalam bentuk masalah kontekstual. (b) diperlukan pertimbangan bagi guru dalam melakukan intervensi sehingga usaha siswa untuk mencapai perkembangan aktualnya lebih optimal. (c) perlu mempertimbangkan pengetahuan yang dimiliki siswa dan memiliki berbagai kemungkinan penyelesaian dari permasalahan yang disajikan. Ini


(53)

186

dimaksudkan agar guru dapat berimprovisasi dalam menanggapi berbagai pertanyaan dari siswa.

c. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.

2. Kepada Lembaga Terkait

a. Pembelajaran kontekstual dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa pada pokok bahasan peluang sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.

b. Karena pembelajaran kontesktual dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa, maka diharapkan dukungan dari instansi terkait untuk mensosialisasikan penggunaan pembelajaran kontekstual di sekolah melalui MGMP matematika, pelatihan guru-guru matematika atau melalui seminar.

3. Kepada Peneliti Lanjutan

a. Kemampuan matematika yang diteliti dalam penelitian ini adalah kemampuan koneksi matematis siswa kelas X pada materi peluang, untuk itu bagi para peneliti selanjutnya dapat menerapkan pembelajaran


(54)

187

kontekstual pada kelas dan materi yang berbeda serta aspek kemampuan yang lain.

b. Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian dengan model pembelajaran kontekstual, hendaknya melakukan penelitian pada populasi yang lebih besar yang terdiri dari beberapa sekolah agar hasilnya dapat mengenaralisir penggunaan model pembelajaran kontekstual secara lebih luas pula.


(55)

188

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Ahmad, S. 2007. Strategi Belajar Mengajar dan Micro teaching. Ciputat: Quantum Teaching.

Amri, S. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka

Aqib, Z. 2013. Model-model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya

Arikunto, S. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

_________. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Azwar, S. 2013. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Berns, R.G. and Patricia. (2001). Contextual Teaching and Learning: Preparing Students for The New Economy, No 5. (http://www.cord.org/.../ncctehighlight05contextualteachinglearning) Tersedia : [ ] [ ]

Dahar,R. 2011. Teori-teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga Departemen Pendidikan Nasional. 2011. Standar Kompetensi Mata

Pelajaran Matematika SMA & MA. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Hake, R. R. 1998. Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A Six- Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. Am. J. Phys., Vol. 66. No. 1, P. 65. [ ].(http://web.edu/rsi/www/2005/misc/minipaper/papers/Ha ke.pdf) [ ]

Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta


(56)

189

________. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang

Hutagaol, K. 2013. Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika Vol. 2 No. 1

STKIP Siliwangi : Bandung. [ ]

http://www.portalgaruda.org/download_article.php?article...val Jacobsen, D.A. Enggen ,P. and Kauchak, D. 2009. Methods for Teaching,

Metode-metode Pengajaran Belajar Siswa TK-SMA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jahinoma. 2013. Perbedaan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika Antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pengajaran Langsung. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika UKSW Salatiga Vol. 4 No. 1 ISSN; 2087 – 0922. Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan: [ ]. Tersedia :

http://www.repository.library.uksw.edu/.../PROS_%20Jahinoma% Johnson, B, E. 2010. Contextual Teaching & Learning. Bandung: Kaifa Kunandar. 2013. Penilaian Autentik; Penilaian Hasil Belajar Peserta

Didik Berdasarkan Kurikulum 2013. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Lestari, P. 2011. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMK Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut Volume 1 Tahun 2011 ISBN 978-602-19541-0-2

Mandur, K. Sandra, I.W dan Supatra, I. N. 2013. Kontribusi Kemampuan Koneksi, kemampuan Representasi, dan Disposisi Matematis Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Swasta di Kabupaten Manggarai. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Vol. 2 Program Studi

Matematika: [ ]. Tersedia :

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange- [ ]

Meltzer, D. E. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation

and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden


(57)

190

12, December 2002, P. 1260, [ ], http://people.physics.tamu.edu/toback/TeachingArticle/MeltzerAJ P.pdf [ ]

Mulyasa, H, E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung. PT Remaja Rosdakarya

Munaka, F, Zukardi, Purwoko. 2009. Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Kontekstual Melalui Cooperative Learningdi Kelas Viii1 Smp Negeri 2 Pedamaran Oki. Jurnal

Pend.Matematika Volume 3 No 1

12 feb 2014 National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and

Evaluation Standard for School Mathematics. Reston. VA: NCTM Nizarwati, Hartono. Y dan Aisyah,N. Hj. 2009. Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Berorientasi Kontrukstivisme untuk Mengajarkan Konsep Perbandingan Trigonometri Siswa Kelas X SMA. Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3 No. 2 Desember 2009.

Ortiz,Araceli M. 2001. Engineering Design as a Contextual Learning and Teaching Framework : How Elementary Students Learn Math and Technological Literacy Tufts University. Medford, Massachusetts, USAwww.iteea.org/Conference/PATT/PATT19/Aracelifinal19.pd \ 12 Feb 2014

Permana, Y dan Sumarmo, U. 2007. Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pend. Matematika Vol. 1 No. 2. ISSN: 1907 – 8838. UPI Tersedia : [ ] http://www.file.upi.edu/...2007/6_Yanto_Permana_Layout2rev.pd [ ]

Puspasari, W. D. Skema Sikap. [ ]

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web& cd=11&ved=0CFoFjAAOAo&url=http%3A%2F%2Fjournal.unnes.a c.id%2Fsju%2findex.php%2Fujmer%2Farticle%2Fdownload%2FI8 %2F7&ei=AoMZUJ (20 September 2013)

Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika CBSA. Bandung: Tarsito.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangankan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada


(1)

kontekstual pada kelas dan materi yang berbeda serta aspek kemampuan yang lain.

b. Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian dengan model pembelajaran kontekstual, hendaknya melakukan penelitian pada populasi yang lebih besar yang terdiri dari beberapa sekolah agar hasilnya dapat mengenaralisir penggunaan model pembelajaran kontekstual secara lebih luas pula.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Ahmad, S. 2007. Strategi Belajar Mengajar dan Micro teaching. Ciputat: Quantum Teaching.

Amri, S. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka

Aqib, Z. 2013. Model-model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung: Yrama Widya

Arikunto, S. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

_________. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Azwar, S. 2013. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Berns, R.G. and Patricia. (2001). Contextual Teaching and Learning: Preparing Students for The New Economy, No 5. (http://www.cord.org/.../ncctehighlight05contextualteachinglearning) Tersedia : [ ] [ ]

Dahar,R. 2011. Teori-teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga Departemen Pendidikan Nasional. 2011. Standar Kompetensi Mata

Pelajaran Matematika SMA & MA. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

Hake, R. R. 1998. Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A Six- Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. Am. J. Phys., Vol. 66. No. 1, P. 65. [ ].(http://web.edu/rsi/www/2005/misc/minipaper/papers/Ha ke.pdf) [ ]

Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta


(3)

________. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang

Hutagaol, K. 2013. Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika Vol. 2 No. 1

STKIP Siliwangi : Bandung. [ ]

http://www.portalgaruda.org/download_article.php?article...val Jacobsen, D.A. Enggen ,P. and Kauchak, D. 2009. Methods for Teaching,

Metode-metode Pengajaran Belajar Siswa TK-SMA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Jahinoma. 2013. Perbedaan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematika Antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pengajaran Langsung. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika UKSW Salatiga Vol. 4 No. 1 ISSN; 2087 – 0922. Prodi Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Medan: [ ]. Tersedia :

http://www.repository.library.uksw.edu/.../PROS_%20Jahinoma% Johnson, B, E. 2010. Contextual Teaching & Learning. Bandung: Kaifa Kunandar. 2013. Penilaian Autentik; Penilaian Hasil Belajar Peserta

Didik Berdasarkan Kurikulum 2013. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Lestari, P. 2011. Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMK Melalui Pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Jurnal Pendidikan Matematika STKIP Garut Volume 1 Tahun 2011 ISBN 978-602-19541-0-2

Mandur, K. Sandra, I.W dan Supatra, I. N. 2013. Kontribusi Kemampuan Koneksi, kemampuan Representasi, dan Disposisi Matematis Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Swasta di Kabupaten Manggarai. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Vol. 2 Program Studi

Matematika: [ ]. Tersedia :

http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange- [ ]

Meltzer, D. E. 2002. The Relationship between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. Am. J. Phys., Vol. 70, No.


(4)

12, December 2002, P. 1260, [ ], http://people.physics.tamu.edu/toback/TeachingArticle/MeltzerAJ P.pdf [ ]

Mulyasa, H, E. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung. PT Remaja Rosdakarya

Munaka, F, Zukardi, Purwoko. 2009. Meningkatkan Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Kontekstual Melalui Cooperative Learningdi Kelas Viii1 Smp Negeri 2 Pedamaran Oki. Jurnal

Pend.Matematika Volume 3 No 1

12 feb 2014 National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and

Evaluation Standard for School Mathematics. Reston. VA: NCTM Nizarwati, Hartono. Y dan Aisyah,N. Hj. 2009. Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Berorientasi Kontrukstivisme untuk Mengajarkan Konsep Perbandingan Trigonometri Siswa Kelas X SMA. Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3 No. 2 Desember 2009.

Ortiz,Araceli M. 2001. Engineering Design as a Contextual Learning and Teaching Framework : How Elementary Students Learn Math and Technological Literacy Tufts University. Medford, Massachusetts, USAwww.iteea.org/Conference/PATT/PATT19/Aracelifinal19.pd \ 12 Feb 2014

Permana, Y dan Sumarmo, U. 2007. Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal Pend. Matematika Vol. 1 No. 2. ISSN: 1907 – 8838. UPI Tersedia : [ ] http://www.file.upi.edu/...2007/6_Yanto_Permana_Layout2rev.pd [ ]

Puspasari, W. D. Skema Sikap. [ ]

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web& cd=11&ved=0CFoFjAAOAo&url=http%3A%2F%2Fjournal.unnes.a c.id%2Fsju%2findex.php%2Fujmer%2Farticle%2Fdownload%2FI8 %2F7&ei=AoMZUJ (20 September 2013)

Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika CBSA. Bandung: Tarsito.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangankan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada


(5)

Safari. 2004. Teknik Analisis Butir Soal, Instrumen Tes dan Non Tes. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Yokyakarta.

Sanjaya, W. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan . Jakarta : kencana

Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berfikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Pendidikan Dasar Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Jounal of Mathematics Education. Unnes Vol 2 Prgram Studi Matematika: [ ]. Tersedia

http://www.digilid.unimed.ac.id/.../UNIMED-Master [ ]

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta

Smaldino, S.E. Lowther, D. L. and Russell, J. D. 2011. Instructional Technology & Media For Learning. Jakarta. Kencana

Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudjana, N. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sugandi,A,I. dan Sumarmo,U. 2010. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Setting Kooperatif Jigsaw Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik Serta Kemandirian Belajar Siswa SMA. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta eprints.uny.ac.id/10497/1/P10-Asep%20Ikin.

Sugyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif. Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sulistyaningsih, D. Waluya,S,B. Kartono. 2012. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC dengan Pendekatan Kontruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik. Unnes Journal of Mathematics Education Research. Vol. 1 No. 2 ISSN 2252 - 6455 http://journal.unnes.ac.id/sju/indes.php/ujmer [ ]

Suprawoto, N. A. 2008. Pembelajaran Berbasis Kontesktual. http://www.slideshare.net/smpbudiagung/pembelajaran-berbasis-kontekstual-1/download


(6)

Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tim Instruktur. 2009. Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru.Rayon 2. Medan: UNIMED

Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA, Universitas pendidikan Bandung

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif- Progresif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, Jakarta

Walpole, Ronald, E. 2005. Pengantar Statistika. Jakarta: Pustaka Utama Yuniawati. 2011. Penerapan Pembelajaran Matematika dengan Strategi

React untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Edisi Khusus No 2 ISSN 1412-565X Tersedia: [ ] http://www.jurnal.upi.edu/file/12-Yuniawatika-EDIT. (24 November 2013)