Pengaruh Model Learning Cycle 7E Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik Siswa

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:

Citra Humaira Firdaus

NIM: 109017000103

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014


(2)

Koneksi Matematik Siswao' disusun oleh Citra Humaira firdaus, Nomor Induk

Mahasiswa 109017000103, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidalg munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 10 April 2014

Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing

II

Eva Musyrifah. S.Pd. M.Si NIP.19820528 201101 2 011 NIP. 19790601 200604 2 004


(3)

Koneksi Matematik

Siswa

disusun oleh CITRA HUMAIRA FIRDAUS

Nomor

Induk

Mahasiswa 109017000103, diajukan kepada Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan

uIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dar telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 23

April

2014

di

hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana 51 (S'Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta,23 APril 2014 Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Ketua Panitia (Ketua

Jurusan)

-.,

/

Dr. Kadir.

M.Pd

...11.{'

NrP. 19670812 199402 1 001

It,y

Sekretaris (Sekretaris Jurusan)

Ahdul Muin. M.Pd

NrP. 19751201 200604 1 003 Penguji

I

Drs. H. Ali Hamzah. M.Pd NrP. 19480323 198203 1 001 Penguji

II

Femmv Diwidian. M. Si NrP. 1980090s 200604 2 00t

.7...1.?..(.?!3...

*2/a

/*:t7

a/,

/w

t4

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

-M

NrP. 19591020 198603 2 001


(4)

Nama NIM

Jurusan

Angkatan tahun Alamat

1.

Nama

NIP

Dosen Jurusan

2.

Nama

NIP

Dosen Jurusan

Demikian menerima sendiri.

Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd t9790601 200604 2 004 Pendidikan Matematika Eva Musyrifah, S.Pd., M.Si

t9820s28 201101 2 011 Pendidikan Matematika Citra Humaira Firdaus 107017000103

Pendidikan Matematika 2009

JIn. Abdul Fatah Desa Tapos

II

RT 04/06 No. 54 Kec' Tenjolaya Kab. Bogor

MENYATAKAN DENGAI\ SESUNGGUHI\TYA

Bahwa skripsi yang berjudul "Pengaruh Model Learning Cycle 7E Terhadap Kemampuan Koneksi Matematik Siswa" adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

surat pemyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap segala konsekuensi apabila pemyataan skripsi

ini

bukan hasil karya

Jakarta, 10 APril 2014

qEE'urH

h#)

'n,I E1458AGF08055


(5)

Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh model Learning Cycle 7E terhadap kemampuan koneksi matematik siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Tangerang Selatan Tahun Ajaran 2013/2014. Metode yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Postest-Only Control Group Design. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah VIII-1 dan VIII-2 sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol yang ditentukan melalui teknik Cluster Random Sampling. Kelas eksperimen pembelajannya menggunakan model Learning Cycle 7E, dan kelas kontrol pembelajarannya menggunakan model konvensional. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes koneksi matematik berbentuk essay. Nilai rata-rata hasil tes kemampuan koneksi matematik siswa yang diajar dengan model

Learning Cycle 7E adalah sebesar 68 dan nilai rata-rata hasil tes kemampuan koneksi matematik siswa yang diajar dengan model konvensional adalah sebesar 61,5 (thitung = 2,14 dan ttabel = 2,00). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa

kemampuan koneksi matematik siswa yang diajar dengan model Learning Cycle 7E lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan model konvensional. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model Learning Cycle 7E berpengaruh terhadap kemampuan koneksi matematik siswa.


(6)

Learning Cycle 7E Model to Mathematical Connection Skill”. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.

The purpose of this research is to analyze the effect of Learning Cycle 7E model to mathematical connection skill. The research was conducted at SMP Negeri 2 Tangerang Selatan, for academic year 2013/2014. The method used in this research is quasi experimental method with Randomized Postest-Only Comparison Group Design. Sample of this research are VIII-1 and VIII-2 as exsperimen class and control class used cluster random sampling technique. Exsperimen class taught by Learning Cycle 7E and control class taught by convensional model. Retrieval of data used instruments such as written essay test. The mean score of the results test mathematical connections who taught with Learning Cycle 7E model is 68 and who taught with conventional model have mean score of the test mathematical connections is 61,5 (tcount = 2,14 and ttable =

2,00). The results of research that mathematical connections who are taught by Learning Cycle 7E model higher than students taught by conventional model. Conclusion the results of this research that mathematics’ learning with Learning Cycle 7E model have effect to mathematical connection skill.


(7)

Alhamdulillah segala puji kehadirat illahirabbi Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Selesainya skripsi ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’I, M.A, Ph.D, Penanggung Jawab Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

3. Bapak Abdul Mu’in, M.Pd, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Lia Kurniawati, M. Pd, selaku Dosen Penasehat Akademik

5. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Eva Musyrifah, S.Pd, M.Si, selaku pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

8. Bapak Drs. H. Antasa, MM.Pd, selaku kepala SMP Negeri 2 Tangerang Selatan yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian disekolah tersebut.

9. Ibu Winarti, S.Pd, selaku guru pamong yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

10.Siswa/i kelas VIII-1 dan VIII-2 SMP Negeri 2 Tangerang Selatan, yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.


(8)

dukungan baik moril maupun materil, cinta dan kasih sayangnya serta do’a kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Adik-adikku Muhamad Reza Fahlevi, Muhamad Fiqryan Kholqi dan Muhamad Revi Alhamdi tercinta yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 13.Sahabat-sahabatku Hilda Risdayani, Alam Rizky, S.Pd dan Tommy Adithya,

S.Pd yang selalu setia menemani penulis selama masa perkuliahan yaitu dari awal perkuliahan hingga sekarang baik susah maupun senang.

14.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2009, kelas A, B dan C terutama Dijah, Imut, Fiya, Afif dan Linda yang selalu memberikan motivasi dan saling bertukar informasi selama penulisan skripsi ini.

15.Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan, Amin.

Jakarta, 13 April 2014 Penulis


(9)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 7

A. Deskripsi Teoritik... 7

1. Kemampuan Koneksi Matematik ... 7

2. Learning Cycle 7E... 15

a. Teori yang mendukung Learning Cycle 7E ... 15

b. Model Learning Cycle 7E ... 17

3. Model Pembelajaran Konvensional ... 23

B. Kerangka Berpikir ... 26

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 28

D. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

B. Metode dan Desain Penelitian ... 30


(10)

1. Uji Normalitas ... 40

2. Uji Homogenitas... ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Deskripsi Data ... 45

1. Hasil Posttest Kemampuan Koneksi Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 45

2. Hasil Posttest Kemampuan Koneksi Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 48

3. Perbandingan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa Kelas Eksperimen dengan Kelas Kontrol ... 50

B. Pengujian Hipotesis ... 53

1. Uji Normalitas ... 54

2. Uji Homogenitas ... 55

3. Uji Hipotesis ... 56

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57

D. Keterbatasan Penelitian ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(11)

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 30

Tabel 3.2 Rancangan Desain Penelitian ... 31

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Koneksi Matematik ... 34

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 35

Tabel 3.5 Klasifikasi Interpretasi Realibilitas Soal ... 37

Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 38

Tabel 3.7 Indeks Daya Pembeda ... 39

Tabel 3.8 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Pembeda dan taraf Kesukaran ... 40

Tabel 4.1 Hasil Statistik Deskriptif Posttest Kelas Eksperimen ... 46

Tabel 4.2 Hasil Statistik Deskriptif Posttest Kelas Kontrol ... 48

Tabel 4.3 Presentase Rata-rata Indikator Koneksi Matematik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 52

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 54

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 54

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas ... 55

Tabel 4.7 Hasil Uji-t ... 57

Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis ... 57


(12)

Gambar 2.1 Contoh Koneksi Matematik dengan Kehidupan Sehari-hari ... 11

Gambar 2.2 Contoh Koneksi antar Konsep dalam Matematika ... 12

Gambar 2.3 Tiga Fase Learning Cycle ... 18

Gambar 2.4 Lima Fase Learning Cycle ... 19

Gambar 2.5 Tujuh Fase Learning Cycle ... 20

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir ... 26

Gambar 3.1 Teknik Pengambilan Sampel penelitian ... 33

Gambar 4.1 Grafik Sebaran Data kemampuan Koneksi Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 47

Gambar 4.2 Grafik Sebaran Data kemampuan Koneksi Matematik Siswa Kelas Kontrol ... 49

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Sebaran Data Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol ... 51

Gambar 4.4 Presentase Indikator Kemampuan Koneksi Matematik Siswa Kelas Eksperimen ... 53

Gambar 4.5 Hasil Jawaban Posttest Nomor 1b Kelas Eksperimen ... 60

Gambar 4.6 Hasil Jawaban Posttest Nomor 1b Kelas Kontrol ... 61

Gambar 4.7 Hasil Jawaban Posttest Nomor 5 Kelas Eksperimen ... 62


(13)

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 69

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 90

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 106

Lampiran 4 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 124

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Koneksi Matematik Pra Penelitian ... 125

Lampiran 6 Instrumen Tes Kemampuan Koneksi Matematik Pra Penelitian .. 126

Lampiran 7 Kemampuan Koneksi Matematik Pra Penelitian ... 127

Lampiran 8 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Koneksi Matematik Sebelum Validitas ... 128

Lampiran 9 Instrumen Tes Kemampuan Koneksi Matematik Sebelum Validitas ... 129

Lampiran 10 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Koneksi Matematik Sebelum Validitas ... 132

Lampiran 11 Perhitungan Uji Validitas ... 135

Lampiran 12 Validitas Instrumen Tes ... 136

Lampiran 13 Perhitungan Uji Reliabilitas ... 137

Lampiran 14 Hasil Uji Reliabilitas ... 138

Lampiran 15 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 139

Lampiran 16 Hasil Uji Taraf Kesukaran ... 140

Lampiran 17 Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 141

Lampiran 18 Hasil Uji Daya Pembeda ... 142

Lampiran 19 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Pembeda dan Taraf Kesukaran ... 143

Lampiran 20 Instrumen Tes Kemampuan Koneksi Matematik ... 144

Lampiran 21 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Koneksi Matematik 146 Lampiran 22 Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 149


(14)

Lampiran 25 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 153

Lampiran 26 Uji Normalitas Data Hasil Penelitian Kelas Eksperimen ... 154

Lampiran 27 Uji Normalitas Data Hasil Penelitian Kelas Kontrol ... 155

Lampiran 28 Perhitungan Uji Homogenitas ... 156

Lampiran 29 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 158

Lampiran 30 Uji Referensi ... 160


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang sangat penting untuk dipelajari karena berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan dapat mengembangkan kemampuan serta kepribadian siswa sehingga mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pelajaran matematika diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan yang lebih bermanfaat untuk mengatasi masalah-masalah yang diperkirakan akan dihadapi siswa di masa depan.

Matematika merupakan salah satu bidang yang mempunyai aplikasi banyak dalam kehidupan sehari-hari. Banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diselesaikan dengan matematika. Matematika bukanlah pengetahuan yang berdiri sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Oleh karena itu, matematika diajarkan dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan menengah atas bahkan sampai perguruan tinggi.

Dalam NCTM 2000 di Amerika, disebutkan bahwa terdapat lima kemampuan dasar matematika yang merupakan standar yakni pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi (repressentation).1

Dengan mengacu pada lima standar kemampuan NCTM di atas, maka dalam tujuan pembelajaran matematika yang ditetapkan dalam kurikulum 2006 yang dikeluarkan oleh Depdiknas pada hakekatnya meliputi (1) Koneksi antar konsep dalam matematika dan penggunaannya dalam memecahkan masalah, (2) penalaran, (3) pemecahan masalah, (4) komunikasi dan representasi, dan (5) faktor afektif.2

1NCTM, Principles and Standards for School Mathematics,(Reston: NCTM, 2000), p. 29. 2Depdiknas, Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Matematika untuk SMP,


(16)

Hal tersebut menunjukan bahwa kemampuan koneksi matematik sangat penting dalam pembelajaran matematika.

Kemampuan koneksi matematik merupakan hal yang penting bagi siswa karena dalam matematika antara satu materi dengan materi lain saling berkaitan, tetapi siswa yang menguasai konsep matematika tidak sendirinya pintar dalam mengkoneksikan matematika. Siswa yang sudah menguasai konsep matematika belum tentu bisa mengkoneksikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian kemampuan koneksi perlu dilatihkan kepada siswa di sekolah. Apabila siswa mampu mengkaitkan ide-ide matematika maka pemahaman matematikanya akan semakin dalam dan lama karena mereka mampu melihat keterkaitan antar topik dalam matematika, dengan konteks selain matematika, dan dengan pengalaman kehidupan sehari-hari.

Namun, proses pembelajaran matematika yang dikembangkan oleh pendidik dewasa ini masih dianggap lemah. Studi awal yang penulis lakukan di sekolah SMPN 2 Kota Tangerang Selatan khususnya pada proses pembelajaran matematika ditemukan masalah-masalah yang sebenarnya sering terjadi yaitu pada proses pembelajaran guru masih menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat pada saat guru hanya memberikan rumus dari materi yang sedang dipelajari, kemudian menjelaskan contoh soal dan siswa hanya diberikan soal-soal latihan. Padahal siswa seharusnya dibiasakan untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan cara mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep sebelumnya.

Siswa menganggap bahwa matematika identik dengan berhitung dan rumus tanpa mengetahui manfaat dari mempelajari matematika sehingga kebanyakan siswa tidak tertarik untuk mempelajari matematika. Sebagai pendidik yang tahu bahwa begitu banyak manfaat dalam mempelajari matematika, guru harus membiasakan siswa untuk menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terutama pada awal pembelajaran berlangsung dan membiasakan siswa untuk mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Pada saat proses pembelajaran siswa diharuskan menguasai materi prasyarat sebelum melanjutkan ke materi yang akan dipelajari. Misalnya, pada materi bangun


(17)

ruang sisi datar (balok, kubus, prisma dan limas) siswa harus mengingat kembali konsep-konsep luas dan keliling persegi, persegi panjang, serta segitiga. Jika siswa dibiasakan untuk mengkoneksikan konsep matematika maka siswa akan dapat mengerjakan materi prasyarat. Namun, pada kenyataannya di lapangan siswa lupa dengan konsep sebelumnya dan tidak bisa mengerjakan materi prasyarat.

Dalam pembelajaran di kelas, koneksi matematika antar konsep-konsep dalam matematika seharusnya didiskusikan oleh siswa, guru tidak menjelaskan konsep materi yang akan dipelajari, tetapi siswa yang harus menemukan konsep tersebut dengan cara mengkoneksikan dengan konsep sebelumnya, karena matematika tidak terlepas dengan saling keterkaitan antar konsep.

Seharusnya pembelajaran matematika di sekolah dapat menjadikan siswa memiliki keterampilan matematika dan dapat digunakan dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari. Kemampuan untuk mengaitkan konsep matematika yang satu dengan yang lain. Koneksi tidak dapat dihindari kehadirannya di saat seseorang mempelajari matematika, dikarenakan karakteristik matematika itu terbentuk dari konsep-konsep yang saling terkait dan saling menunjang. Melalui peningkatan kemampuan koneksi matematika, kemampuan berpikir dan wawasan siswa terhadap matematika dapat pula meningkatkan kognitif siswa, seperti mengingat kembali, memahami, penerapan suatu konsep, dan sebagainya.

Upaya untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa dapat dilakukan dengan menerapkan berbagai model pembelajaran di kelas. Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Eisenkraft adalah model Learning Cycle 7E yang terdiri dari tujuh fase yaitu Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, Extend.

Fase-fase pada Model Learning Cycle 7E diduga dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa. Hal ini terlihat pada fase Elicit, guru menggali pengetahuan awal siswa dengan memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pada fase Explore, siswa memperoleh pengetahuan dengan konsep sebelumnya yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. Pada fase Elaborate, siswa menerapkan konsep yang telah didapat dengan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan


(18)

sehari-hari. Pada tahap terakhir yaitu Extend, siswa dituntut untuk memperluas pengetahuannya dengan mengaitkan matematika dalam kehidupan sehari-hari dengan menerapkan konsep yang sudah atau belum dipelajari.

Berdasarkan uraian di atas, penulis menganggap penting penggunaan model

Learning Cycle 7E dalam mengoptimalkan proses pembelajaran di kelas sehingga dapat mengembangkan kemampuan koneksi matematik siswa. Hal ini menjadi latar belakang penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model

Learning Cycle 7ETerhadap Kemampuan Koneksi Matematik Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas kita dapat mengidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Siswa sering lupa terhadap materi yang telah dipelajari sebelumnya, padahal materi yang akan dihadapi berkaitan dengan materi sebelumnya.

2. Siswa menganggap bahwa matematika identik dengan berhitung dan rumus, sehingga siswa tidak tertarik dengan pelajaran matematika.

3. Siswa tidak dibiasakan mengkoneksikan matematika dengan kehidupan sehari-hari, tetapi terbiasa dengan pembelajaran secara konvensional.

4. Kemampuan koneksi matematik siswa masih lemah, misalnya mereka merasa kesulitan ketika harus mengerjakan soal yang menghubungkan materi pada matematika dengan kehidupan sehari-hari dan ketika harus mengaitkan materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.

C. Pembatasan Masalah

Agar dalam melakukan penelitian dapat efektif dan efisien, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini mengukur kemampuan koneksi matematik siswa, yaitu mengaitkan antar konsep matematika dan menghubungkan materi matematika dengan kehidupan sehari-hari.


(19)

2. Pembelajaran matematika di SMPN 2 Kota Tangerang Selatan masih menggunakan pembelajaran secara konvensional sehingga dalam penelitian ini penulis menerapkan model pembelajaran Learning Cycle 7E sebagai alternatif pembelajaran.

3. Materi yang disampaikan pada saat penelitian adalah Lingkaran dan dilakukan selama 8 kali pertemuan.

D. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas kita dapat merumuskan masalah di atas sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan koneksi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E? 2. Apakah kemampuan koneksi matematik siswa dengan menggunakan model

pembelajaran Learning Cycle 7E lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran secara konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan kemampuan koneksi matematik siswa yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E.

2. Menunjukkan efektifitas penggunaan model pembelajaran Learning Cycle 7E

dengan melihat perbedaan kemampuan koneksi matematik siswa yang menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain : 1. Bagi siswa

Siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan dapat mengaitkan antar konsep matematika serta menghubungkan matematika ke dalam kehidupan sehari-hari.


(20)

2. Bagi guru

Sebagai masukan agar guru dapat mengembangkan pembelajaran yang kreatif dan inovatif untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa. 3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan model Learning Cycle 7E atau kemampuan koneksi matematik siswa.


(21)

A. Deskripsi Teoritik

1. Kemampuan Koneksi Matematik

Dalam matematika terdapat beberapa kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa atau yang sering disebut “daya matematis”. Daya matematis meliputi : Pemahaman Konsep (Conceptual Understanding), Penalaran Adaptif (Adaptive Reasoning), Penguasaan Prosedur (Procedural Fluency), Penguasaan Komunikasi (Communicational Fluency), Penguasaan Koneksi (Connectional Fluency), Kompetensi Strategis (Strategic Competence), Pemecahan Masalah (Problem Solving), Disposisi Produktif (Productive Disposition).1

Satu diantara beberapa daya matematis adalah penguasaan koneksi atau koneksi matematik. Koneksi matematik berasal dari kata Mathematical connection dalam bahasa inggris, yang kemudian dipopulerkan oleh NCTM dan dijadikan sebagai salah satu standar kurikulum.

Pada hakekatnya, Matematika sebagai ilmu yang terstruktur dan sistimatik mengandung arti bahwa konsep dan prinsip dalam matematika adalah saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Sebagai implikasinya, maka dalam belajar matematika untuk mencapai pemahaman yang bermakna siswa harus memiliki kemampuan koneksi matematik yang memadai.2

Koneksi matematika (mathematical connections) merupakan kegiatan yang meliputi mencari dan memahami hubungan berbagai representasi konsep, topik

1Suhendra, dkk., Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2007) , h. 7. 21.

2Yanto Permana dan Utari Sumarmo, “Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, Educationist, Vol.1 No.2, (Bandung: UPI, Juli 2007), h. 116.


(22)

dan prosedur matematika, menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari, dan memahami representasi ekuivalen suatu konsep.3 Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran guru harus memperhatikan aspek keterkaitan, yaitu keterkaitan antar konsep, keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan mata pelajaran lain. Keterkaitan tersebut adalah kemampuan koneksi matematik yang harus dimiliki oleh siswa sehingga koneksi matematik merupakan kemampuan yang harus dicapai oleh siswa melalui proses pembelajaran matematika.

Bruner, dalam dalil pengaitan (konektivitas) menyatakan bahwa dalam matematika antara satu konsep dengan konsep yang lainnya terdapat hubungan yang erat, bukan saja dari segi isi, namun juga dari segi rumus-rumus yang digunakan. Materi yang satu merupakan prasyarat bagi yang lainnya.4 Oleh karena itu agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan itu.

Burrill dalam George menyatakan “There are many threads that run through the curriculum from K to 12. These threads need to be explicity identified so that students can “see” the connections between topics”.5

Terdapat banyak urutan yang harus dijalankan sesuai kurikulum, urutan ini harus diidentifikasikan secara eksplisit sehingga siswa dapat melihat hubungan antar topik. Contohnya, siswa dapat melihat suatu hubungan antar konsep segiempat dan segitiga dengan konsep bangun ruang sisi datar.

Karakteristik matematika diantaranya adalah memiliki bahasa simbol yang efisien, sifat keteraturan yang indah, dan kemampuan analisis kuantitatif, yang akan membantu menghasilkan model matematika yang diperlukan dalam pemecahan masalah dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah kehidupan sehari-hari. Keunggulan matematika pada kalimat di atas juga

3Utari Sumarmo, Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya, (Bandung: UPI, 2013), h. 77.

4Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 48.

5W. George Cathcart, Learning Mathematics in Elementary and Middle Schools, (Canada: Pearson Education, 2004), p. 15.


(23)

melukiskan karakteristik matematika sebagai ilmu bantu bagi masalah kehidupan sehari-hari dan ilmu lainnya.6

Berdasarkan karakteristik matematika di atas, guru harus bisa menunjukkan kepada siswa bahwa matematika sangat penting untuk dipelajari karena matematika berguna untuk menyelesaikan masalah, bukan hanya masalah dalam matematika tetapi masalah dalam bidang lain seperti masalah dalam ilmu sosial dan ilmu pengetahuan alam.

Pada tahun 1995 koneksi matematik dalam kurikulum NCTM difokuskan pada koneksi matematik dengan kehidupan sehari-hari, dimana orang-orang menyelesaikan masalahnya dengan menggunakan matematika.7 Misalnya menyelesaikan masalah ekonomi dalam menghitung bunga bank, untung, rugi dan lain sebagainya dengan menggunakan matematika pada materi aritmatika sosial. George menyatakan “When student understand that mathematics can be used in other subject areas, it becomes more relevant and meaningful to them”.8 Ketika siswa mengerti bahwa matematika dapat digunakan pada mata pelajaran lain, ini akan menjadi lebih relevan dan bermakna bagi mereka dalam mempelajari matematika. Dengan mempelajari matematika, siswa dapat menyelesaikan masalah sosial dan ilmu pengetahuan alam.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematik adalah pemahaman yang mengharuskan siswa dapat memperlihatkan hubungan dan mengaitkan antar topik matematika, antar topik matematika dengan disiplin ilmu yang lain, dan antara topik matematika dengan kehidupan sehari-hari.

Matematika sebagai kegiatan mengaitkan antar topik matematika dan dengan bidang lain (Mathematics as Connection). Matematika bukan pengetahuan yang terpisah dan tersendiri serta dapat sempurna karena dirinya sendiri. Keberadaan matematika itu utamanya adalah untuk membantu manusia dalam memahami dan

6Utari Sumarmo, Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan, (UPI Press : Bandung, 2008), h. 678.

7W. George Cathcart. loc. cit. 8Ibid.


(24)

menguasai permasalahan, baik dalam bidang sosial, ekonomi, ilmu pengetahuan alam, dan lain sebagainya.9

Dalam proses pembelajaran matematika seharusnya guru menyajikan topik matematika tidak bersifat ekslusif tetapi disajikan secara inklusif, sehingga siswa memahami bahwa matematika memiliki sifat keterkaitan, baik dengan mengaitkan antar konsep matematika maupun mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan mata pelajaran lain.

Koneksi matematik memegang peranan yang penting dalam upaya meningkatkan pemahaman matematika. Orang yang telah memahami suatu kaidah berarti mampu menghubungkan beberapa konsep. Bruner dalam Ruseffendi juga mengungkapkan bahwa agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan antara dalil dan dalil, antara teori dan teori, antara topik dan topik, maupun antara cabang matematika (aljabar dan geometri misalnya). Sehingga jika suatu topik diberikan secara tersendiri, maka pembelajaran akan kehilangan satu momen yang sangat berharga dalam usaha meningkatkan prestasi siswa dalam belajar matematika secara umum.10

Dari penjabaran tersebut, dapat kita ketahui betapa pentingnya koneksi matematika sebagaimana diungkapakan NCTM (2000) :”When students can see the connection across different mathematical content areas, they develop a view of mathematics as an intergrated whole. As they built on their previous mathematical understandings while learning new concept, students become increasingly aware of the connections among various mathematical topics.”11

Artinya ketika siswa dapat mengetahui antara konten matematik yang berbeda, mereka mengembangkan pandangan matematika sebagai sesuatu yang menyeluruh. Sejak mereka membangun pemahaman matematik sebelumnya sambil mempelajari konsep baru, siswa menjadi lebih memahami hubungan antar beberapa topik matematika.

9Suhendra,dkk., op. cit., h. 7.20.

10Kartika Yulianti, “Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa dengan Pembelajaran Learning Cycle”, Jurnal Edukasi, (Bandung: UPI, 2004), h. 2.


(25)

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa koneksi matematika tidak hanya mencakup masalah yang berhubungan dengan matematika saja, namun juga dengan pelajaran lain serta kehidupan sehari-hari.

Secara umum Coxford mengemukakan bahwa kemampuan koneksi matematik meliputi: (1) mengoneksikan pengetahuan konseptual dan procedural, (2) menggunakan matematika pada topik lain (other curriculum areas), (3) menggunakan matematika dalam aktivitas kehidupan, (4) melihat matematika sebagai satu kesatuan yang terintegrasi, (5) menerapkan kemampuan berfikir matematik dan membuat model untuk menyelesaikan masalah dalam pelajaran lain, seperti musik, seni, psikologi, sains, dan bisnis, (6) mengetahui koneksi diantara topik-topik dalam matematika, dan (7) mengenal berbagai representasi untuk konsep yang sama.12

Contoh Masalah Koneksi 1

Siswa mengamati foto Lely dengan berbagai ukuran untuk berbagai keperluan. Foto terbesar berukuran 12 cm x 16 cm.

Gambar 2.1

Contoh Koneksi Matematik dengan Kehidupan Sehari-hari13

12Sugiman, “Koneksi Matematik dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama”, Jurnal Edukasi, (Yogyakarta: UNY, 2008), h. 8.


(26)

Berdasarkan gambar 2.1 bisa dilihat bahwa foto dalam berbagai ukuran tersebut sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. foto A berukuran 12 x 16 cm, foto B berukuran 6 x 8 cm, dan foto C berukuran 3 x 4 cm. Jika ketiga foto tersebut dihitung perbandingannya, maka foto A

= foto B

= foto C = Ketiga foto tersebut berbeda ukuran tetapi ukuran sisi-sisi yang bersesuaian mempunyai perbandingan yang sama. Oleh karena semua sudut foto besarnya 90° (siku-siku) maka sudut-sudut yang bersesuaian dari ketiga foto tersebut sama. Dalam matematika ketiga foto tersebut disebut juga sebangun karena memiliki ukuran sisi-sisi bersesuaian yang sebanding dan ukuran sudut-sudut bersesuaian yang sama besar. Pada contoh ini digunakan konsep perbandingan yang telah dipelajari

sebelumnya untuk menunjukkan kesebangunan. Hal ini menunjukkan bahwa antar

konsep matematika selalu berkaitan dan matematika sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

Contoh Masalah Koneksi 2

Selidiki apakah garis y = 2x + 1 sejajar dengan garis y = 2x − 2”.

Gambar 2.2

Contoh Koneksi antar Konsep dalam Matematika14


(27)

Pada Gambar 2.2 menunjukkan bahwa siswa harus menguasai kemampuan koneksi antar konsep matematika yaitu menyelesaikan soal tersebut dengan mengaitkan konsep kesejajaran dua garis, kesamaaan gradien, dan menggambar grafik pada koordinat Cartesius.. Apabila siswa menguasai kemampuan koneksi antar konsep matematika maka siswa akan memahami matematika secara menyeluruh dan mendalam serta dalam mengahafal rumus akan semakin sedikit sehingga dalam mempelajari matematika akan lebih mudah. Dengan melakukan pengkaitan sebagaimana ilustrasi di atas maka konsep-konsep dalam matematika terlihat menjadi satu kesatuan yang digunakan secara bersamaan untuk menyelesaikan masalah.

Contoh masalah Koneksi 3 kaitan matematika dengan mata pelajaran fisika15

Sebuah balok memiliki panjang, lebar dan tinggi berturut-turut 20 cm, 5 cm dan 6 cm. Tentukan massa balok jika diketahui massa jenis balok adalah 0,8 g/cm3 Untuk menentukan massa balok menggunakan rumus m = p x v, yaitu massa = volume x massa jenis. Sebelum menghitung massa jenis, siswa harus menghitung volume balok terlebih dahulu. Jika siswa telah terbiasa mengaitkan matematika dengan mata pelajaran lain seperti contoh di atas yaitu mata pelajaran fisika, maka siswa akan lebih mudah mengerjakan soal tersebut. Sebagai calon pendidik yang profesional, dalam meneliti kemampuan koneksi matematik siswa harus disesuaikan dengan indikator-indikator kemampuan koneksi matematik siswa menurut beberapa ahli pendidikan.

Menurut NCTM, indikator untuk koneksi matematik untuk kelas 6-8 adalah sebagai berikut :16

a) Mengetahui dan menggunakan hubungan diantara ide-ide matematika (recognize among mathematical ideas).

b) Mengerti dan menunjukkan bagaimana ide-ide matematik saling berhubungan dan membangun satu dengan yang lain untuk menghasilkan keterkaitan

15Fisika Study Center, Never Ending Learning, 2013, (http://fisikastudycenter.com).


(28)

secara menyeluruh (demonstrate how mathematical ideas and bulid on one another to produce a coherent whole).

c) Mengetahui dan menerapkan matematika dalam konteks di luar matematika (recognize and apply mathematics in contexts outside of mathematics).

Kemampuan untuk mengaitkan konsep matematika yang satu dengan yang lain, kemampuan untuk mengaitkan matematika dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari, merupakan koneksi matematika. Kemampuan ini sangat penting dimiliki oleh siswa. Siswa yang memiliki kemampuan koneksi matematik yang baik akan mampu memahami suatu materi dengan baik, baik materi dalam matematika itu sendiri maupun materi pelajaran lain.

Menurut Suhendra dkk, seseorang dikatakan mampu mengoneksi atau mengaitkan antara satu hal dengan yang lainnya bila ia telah dapat melakukan beberapa hal dibawah ini, antara lain:

a) Menghubungkan antara topik atau pokok bahasan matematika dengan topik atau pokok bahasan matematika yang lainnya.

b) Mengaitkan berbagai topik atau pokok bahasan dalam matematika dengan bidang lain dan atau hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.17 Menurut Utari Sumarmo, kemampuan yang tergolong pada koneksi matematik di antaranya adalah (a) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, (b) memahami hubungan antar topik matematika, (c) menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari, (d) memahami representasi ekuivalen suatu konsep, (e) mencari hubungan satu prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen, (f) menerapkan hubungan antar topik matematika dengan topik di luar matematika.18

Dalam penelitian ini materi yang akan diajarkan adalah materi lingkaran pada kelas VIII semester 2. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006, Standar Kompetensinya adalah menentukan unsur, bagian lingkaran serta ukurannya. Kompetensi Dasar dari materi himpunan diantaranya adalah :

1. Menentukan unsur dan bagian-bagian lingkaran.

17Suhendra, dkk. loc. cit.


(29)

2. Menghitung keliling dan luas lingkaran

3. Menggunakan hubungan sudut pusat, panjang busur, luas juring dalam pemecahan masalah.

4. Menghitung panjang garis singgung persekutuan dua lingkaran 5. Melukis lingkaran dalam dan luar segitiga.19

Berdasarkan uraian-uraian di atas, setelah dilihat kompetensi yang harus dicapai dari kemampuan koneksi siswa dalam materi lingkaran yaitu kemampuan koneksi antar konsep matematika dan mengaitkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Maka dapat disimpulkan bahwa indikator kemampuan koneksi matematik yang akan diteliti oleh penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghubungkan antar topik matematika.

2. Mengaitkan matematika dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Learning Cycle 7E

a. Teori yang mendukung Learning Cycle 7E

Learning Cycle patut dikedepankan, karena sesuai dengan teori belajar Piaget. yaitu teori belajar yang berbasis kontruktivisme.20 Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Oleh karena itu, belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan menggunakan cara-cara yang membuat sebuah informasi menjadi bermakna dan relevan bagi siswa sehingga siswa dapat menemukan dan mengaplikasikan ide-ide mereka sendiri.

Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi : struktur, isi dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang

19Depdiknas, Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Matematika untuk SMP,

(Jakarta: Ditjen Dikdasmen, 2006), h. 350.


(30)

dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi.21

Adaptasi terdiri atas asimilasi dan akomodasi.22 Pada proses asimilasi siswa menggunakan pengetahuan awalnya untuk menanggapi respon terhadap rangsangan yang sudah diterima dengan cara mengeksplorasi pengetahuannya. Dalam proses asimilasi siswa mengalami perkembangan kognitif sehingga pada kondisi ini siswa dapat mengaitkan konsep yang sedang dipelajari dengan konsep sebelumnya. Setelah siswa menemukan konsep baru maka siswa harus bisa mengorganisasikan konsep baru tersebut dengan konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Jika kemampuan oraginisasi siswa baik maka siswa dapat memberikan respon yang baik dalam menyelesaikan masalah.

Karplus dan Their dalam Patrick mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan ide Piaget di atas. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara mengeksplorasi lingkungan, mengakomodasi dengan cara mengaitkan konsep yang sedang dipelajari dengan konsep sebelumnya. Implementasi teori Piaget oleh Karplus dikembangkan menjadi fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep.23

Pengembangan fase-fase Learning Cycle dari 3 fase menjadi 5 atau 6 fase pun masih tetap berkorespondensi dengan teori Piaget. Fase engagement dalam

Learning Cycle 5E termasuk dalam proses asimilasi, sedangkan fase evaluation

masih merupakan proses organisasi.24

Dewasa ini perkembangan Learning Cycle disempurnakan oleh Eisenkraft menjadi 7 fase sehingga berdasarkan uraian di atas, Learning Cycle 7E masih tetap berkorespondensi dengan teori Piaget. Fase Elicit (mendatangkan pengetahuan awal siswa) dalam Learning Cycle 7E termasuk proses adaptasi karena pada fase Elicit, siswa harus menggunakan pengetahuan awalnya untuk merespon pertanyaan yang diberikan oleh guru. Pada fase Extend (memperluas)

21Ngalimun. loc. cit. 22Ibid.

23Patrick L. Brown and Sandra K. Abell, “Examining the Learning Cycle”, Research and Tips to Support Education,(Columbia: University of Missoury,2007), p. 58.


(31)

termasuk proses organisasi karena pada fase ini siswa harus mengaplikasikan konsep secara luas dibandingkan dengan tahap Evaluate.

b. Model Learning Cycle 7E

Arends menyatakan “The concept of model implies something larger than a

particular strategy, method or tactic. The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes it goals, syntax, environment, and management system”.25

Istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode atau prosedur.

Model pembelajaran adalah suatu perencanaaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film-film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Joyce juga menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah kepada desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.26

Jadi, Model pembelajaran adalah desain pembelajaran yang bermakna lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode atau prosedur untuk membantu peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Siklus Belajar (Learning Cycle) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered).27Learning Cycle merupakan fase-fase kegiatan yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang dicapai dengan cara terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Learning Cycle pada mulanya terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan konsep (concept application), dan aplikasi konsep

25Richard I. Arends, Learning to Teach, ( New York: McGraw-Hill, 2007), p. 251.

26 Ngalimun, op. cit., h. 7.


(32)

(concept application).28 Ketiga fase tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini :

Gambar 2.3

Tiga Fase Learning Cycle29

Model Learning Cycle selanjutnya dikembangkan lagi menjadi lima tahap yang dikenal dengan sebutan model Learning Cycle 5E. Pada Learning Cycle 5E, ditambahkan fase Engagement sebelum exploration dan ditambahkan pula fase

Evaluation pada bagian akhir siklus. Pada model ini, tahap concept introduction

dan concept application masing-masing diistilahkan menjadi explanation dan

elaboration, sehingga fase-fase Learning Cycle yaitu Engage

(mempertunangkan), Explore (menyelidiki), Explain (menjelaskan), Elaborate

(menerapkan), Evaluate (menilai).30 Jika digambarkan dalam bentuk siklus maka dapat ditampilkan seperti gambar 2.2 :

28Patrick L. Brown and Sandra K. loc. cit.

29Pipih Fitriah, "Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 7E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP”, (Bandung: UPI, 2011), h. 15, tidak dipublikasikan.

30A.W Lorsbach, The Learning Cycle as a Tool for Planning Science Instruction, 2013 (http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.html.).

Eksplorasi

Aplikasi konsep Pengenalan konsep


(33)

Gambar 2.4

Lima Fase Learning Cycle31

Dewasa ini perkembangan Learning Cycle 5E dikembangkan lagi oleh Eisenkraft menjadi “Learning Cycle7E” yang menekankan transfer pembelajaran

dari pengetahuan awal. Seharusnya model pembelajaran harus dapat diubah untuk mempertahankan nilai setelah informasi baru, wawasan baru dan pengetahuan yang baru disusun. Learning Cycle 5E ini memiliki fase Engange dan Elicit. Demikian juga halnya pada fase Elaborate dan Evaluate yang berkembang menjadi tiga yaitu Elaborate, Evaluate, dan Extend. Sehingga pada “model Learning Cycle 7E” ini didapatkan Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, dan Extend.32 Perubahan siklus dari 5E menjadi 7E dapat dilihat pada gambar 2.5:

31Ibid.

32Arthur Eisenkraft, Expanding the 5E Model A proposed 7E model emphasize “transfer of

learning” and the importance of eliciting prior understanding, (New York: National Science Teacher Association, 2003), p. 57.

EXPLORE

EVALUATE

EXTEND EXPLAIN


(34)

Gambar 2.5

Tujuh Fase Learning Cycle33

Dapat kita lihat bahwa model Learning Cycle 7E muncul diawali dengan penambahan-penambahan fase siklus belajar, tujuannya adalah untuk menyempurnakan model Learning Cycle, karena pada awal pembelajaran peserta didik tidak dengan sendirinya langsung mengeksplorasi pengetahuannya. Tetapi harus diawali dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari agar peserta didik dapat mengetahui tujuan dan manfaat dari materi yang akan dipelajari. Fase ini dinamakan Elicit.

Pada fase akhir ditambahkan Extend karena pada proses pembelajaran peserta didik tidak hanya dapat menerapkan suatu konsep, tetapi dapat memperluas konsep tersebut dengan cara mengaitkan konsep tersebut dengan konsep yang telah dipelajari maupun konsep baru, serta mengkoneksikan konsep tersebut


(35)

dengan kehidupan sehari-hari agar dapat melatih kemampuan koneksi matematik siswa.

Seperti yang diungkapkan Eisenkraft, ketujuh fase itu meliputi: 1. Elicit (mendatangkan pengetahuan awal siswa)

Fase untuk mengetahui sampai dimana pengetahuan siswa terhadap pelajaran yang akan dipelajari dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merangsang pengetahuan awal siswa agar timbul respon dari pemikiran siswa serta menimbulkan kepenasaran tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Fase ini dimulai dengan pertanyaan mendasar yang berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari dengan mengambil contoh yang mudah yang diketahui siswa seperi kejadian sehari-hari yang secara umum memang terjadi. Fase Elicit bertujuan untuk melanjutkan, merangsang dan membuat siswa tertarik pada pelajaran yang akan dipelajar, fase Elicit haruslah berdiri karena fase ini penting pada siklus belajar.

2. Engange (ide, rencana pembelajaran dan pengalaman)

Fase Engange yaitu fase siswa dan guru akan saling memberikan informasi dan pengalaman tentang pertanyaan-pertanyaan awal tadi, memberitahu siswa tentang ide rencana pembelajaran sekaligus memotivasi siswa agar lebih termotivasi untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi, membaca atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa.

3. Explore (menyelidiki)

Fase Explore yaitu fase yang membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. Siswa dapat mengobservasi, bertanya, dan menyelidiki konsep dari bahan-bahan pembelajaran yang telah disediakan sebelumnya.

4. Explain (menjelaskan)

Fase Explain yaitu fase dimana siswa menjelaskan dan meringkas hasil yang diperoleh dan membedakan konsep yang mereka ketahui dengan hasil eksplorasi yang ditemukan. Fase yang didalamnya berisi ajakan terhadap siswa untuk


(36)

menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka dapatkan ketika fase Explore. Definisi dan konsep yang telah ada kemudian didiskusikan sehingga pada akhirnya menuju konsep dan definisi yang lebih formal.

5. Elaborate (menerapkan)

Fase Elaborate yaitu fase siswa diberikan kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang baru mereka temukan. Siswa dapat membangkitkan pertanyaan baru untuk mengetahui penyelidikan selanjutnya. Fase Elaborate terdapat transfer pembelajaran yang bertujuan untuk membawa siswa menerapkan simbol-simbol, definisi-definisi, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan pada permasalahan yang berkaitan dengan contoh dari pelajaran yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

6. Evaluate (menilai)

Fase Evaluate yaitu fase evaluasi dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Fase ini dapat digunakan strategi penilaian formal dan informal. Fase

Evaluate merupakan siklus lanjutan untuk mengevaluasi pengetahuan siswa dimana guru diharapkan secara terus menerus dapat mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan atau kemampuannya, kemudian melihat perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya. Dalam hal ini siswa juga diminta untuk menyimpulkan hasil eksperimen yang telah dilakukan sebagai bagian penilaian mereka.

7. Extend (memperluas)

Fase Extend yaitu siswa mengembangkan hasil Elaborate dan menyampaikannya kembali untuk melatih siswa bagaimana mentransfer pelajaran dalam kehidupan sehari-hari yang bertujuan untuk berpikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari dengan konsep lain yang sudah atau belum mereka pelajari.34

Ketujuh fase tersebut merupakan hal-hal yang harus dilakukan oleh guru dan siswa untuk menerapkan Learning Cycle 7E pada pembelajaran di kelas. Guru dan

34 Ibid.


(37)

siswa memiliki peran masing-masing dalam setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan fase Learning Cycle 7E.

Dalam beberapa fase Learning Cycle 7E siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan koneksinya. Hal ini dapat dilihat dari fase pertama yaitu Elicit, pada awal pembelajaran siswa dilatih untuk mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Pada fase Explore, siswa mengeksplorasi pengetahuannya dengan cara mengaitkan antar konsep matematika. Pada fase Elaborate, siswa menerapkan konsep yang telah didapat dengan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pada tahap terakhir yaitu Extend, siswa dituntut untuk mencari hubungan konsep yang mereka pelajari dengan konsep yang lain yang sudah atau belum mereka pelajari dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa Learning Cycle 7E dapat memfasilitasi siswa untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematik, karena secara garis besar pada tahapan-tahapan Learning Cycle 7E siswa dilatih untuk mengaitkan konsep baru dengan konsep yang telah dipelajari sebelumnya (pada tahap Explore dan Extend) dan dilatih untuk mengaitkan matematika dalam kehidupan sehari-hari (pada tahap Elicit dan Elaborate).

3. Model Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan salah satu model pembelajaran yang selama ini masih banyak digunakan oleh guru di sekolah dimana ia mengajar. Pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.

Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah tempat penelitian ini adalah pembelajaran dengan model ekspositori. Model ekspositori menekankan proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Oleh karena model


(38)

ekspositori lebih menekankan kepada proses verbal, maka sering juga disebut dengan istilah chalk and talk.35

Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori diantaranya:36

1. Model ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan model ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya dengan ceramah.

2. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang.

3. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pembelajaran itu sendiri. Artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan.

Model pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam model ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui model ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama model ini adalah kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Model pembelajaran dengan ceramah merupakan bentuk model ekspositori.

Model ekspositori memiliki kelemahan dan keunggulan tertentu seperti layaknya model pembelajaran lainnya. Keunggulan model ini antara lain, yang pertama, guru dapat mengontrol urutan penyampaian materi secara mutlak. Kedua, guru dapat menyampaikan materi dengan waktu yang relatif singkat. Ketiga, dapat digunakan untuk jumlah siswa dan ukuran kelas yang besar.37

35Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta : Kencana, 2009), h.179.

36Ibid


(39)

Kelemahan model ini yang pertama, tidak efektif untuk kelompok siswa dengan kemampuan menyimak rendah. Kedua, tidak dapat melayani perbedaan individu setiap siswa. Ketiga, karena komunikasi hanya terjadi satu arah (antara guru dan sekelompok siswa) maka sulit untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi. Keempat, karena pembelajaran berpusat pada guru maka model ini sangat bergantung pada kemampuan dan kecakapan yang dimiliki guru.38

Kelemahan utama model ekspositori adalah desain dan cara penyampaiannya yang membuat siswa menghapal konsep atau materi yang disampaikan, hal ini tidak merangsang siswa untuk berpikir sehingga siswa sering lupa dengan materi yang telah dipelajari.


(40)

B. Kerangka Berfikir

Gambar 2.6 Kerangka Berpikir

Siswa tidak bisa mengaitkan antar konsep matematika

Siswa tidak bisa mengaitkan matematika dengan kehidupan

sehari-hari

Kemampuan koneksi matematik rendah

Solusi:

Pembelajaran menggunakan model Learning Cycle 7E pada tahap Elicit, Explore, Elaborate, Extend

Latar Belakang Masalah

Melatih siswa mengaitkan antar konsep matematika

Melatih siswa mengaitkan matematika dengan kehidupan

sehari-hari


(41)

Berdasarkan gambar kerangka berpikir di atas menunjukkan bahwa masalah yang ditemukan di kelas khususnya di SMPN 2 Kota Tangerang Selatan adalah siswa masih sering lupa dengan materi sebelumnya, siswa tidak dibiasakan untuk mengaitkan antar konsep matematika padahal materi satu dengan materi yang lain dalam matematika selalu berkaitan. Selain itu, siswa juga masih lemah dalam mengaitkan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat ketika siswa menemukan soal berupa aplikasi dalam kehidupan sehari-hari tetapi masih banyak siswa yang tidak bisa menjawab soal tersebut

Mencermati masalah yang dikemukakan di atas, melalui penelitian ini diterapkan suatu pembelajaran yang diharapkan mampu mengkondisikan siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran, dan guru hanya sebagai fasilitator. Pembelajaran yana akan digunakan dalam penelitian ini adalah model Learning Cycle 7E.

Model Pembelajaran Learning Cycle 7E adalah model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep baru dengan konsep yang telah dipelajari pada fase Explore dan Extend dan mengaitkan matematika dalam kehidupan sehari-hari melalui fase Elicit dan Elaborate.

Rancangan penelitian ini diharapkan dapat melatih kemampuan siswa dalam mengaitkan matematika, baik antar konsep matematika maupun dengan kehidupan sehari-hari, sehingga kemampuan koneksi matematik siswa dapat meningkat.

Setelah rancangan model Learning Cycle 7E dibuat, model pembelajaran tersebut siap untuk diterapkan di sekolah. LKS (Lembar kerja siswa) yang dirancang diharapkan dapat melatih kemampuan koneksi matematik siswa. Untuk mengetahui model Learning Cycle 7E ini telah berhasil dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa atau tidak, untuk memperoleh data dilakukan tes kemampuan koneksi matematik. Kemudian data tersebut diolah dan akan diperoleh kesimpulan.

Oleh karena itu, agar dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa perlu diterapkan model pembelajaran yang tepat. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model Learning Cycle 7E ini diharapkan dapat


(42)

meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa, dengan LKS (Lembar Kerja Siswa) berbasis Learning Cycle 7E memberikan peluang untuk lebih melatih kamampuan koneksi matematik siswa secara komperhensif.

C. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan sebagai bahan penguat penelitian terkait dengan penerapan Learning Cycle 7E untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa adalah :

1. Pipih Fitriah (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 7E Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik siswa SMP. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Dalam penelitian ini terdapat dua kelas yang diambil secara acak, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan Model Learning Cycle 7E dapat melibatkan kemampuan komunikasi baik secara lisan atau tulisan karena memiliki karakteristik dapat membuat siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Kemampuan komunikasi matematika yang pembelajarannya menggunakan model Learnig Cycle 7E

lebih tinggi darpada kemampuan koneksi matematik siswa yang pembelajarannya konvensional. Selain itu diketahui bahwa siswa memberikan respon yang positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan model

Leraning Cycle 7E yang telah dilakukan karena mereka menganggap pembelajaran tersebut menyenangkan dan membuat siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga dapat memudahkan mereka untuk mengembangkan kemampuan kognitif, salah satunya adalah kemampuan komunikasi matematika.

2. Kartika Yulianti (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa dengan pembelajaran Learning Cycle.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa model Learning Cycle dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa. Penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan kelas (Classroom action research) yang


(43)

dilakukan terhadap siswa kelas 1.8 SMU Negeri 3 Bandung. Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk memperkenalkan konsep barisan aritmatika pada siswa, dapat dimulai dengan memberikan permasalahan yang menuntun siswa untuk melatih kemampuan koneksinya dengan mengubungkan antar konsep matematika. Selanjutnya pada tahap aplikasi guru menyajikan persoalan lain dalam konteks yang berbeda untuk menyelesaikan masalah tersebut. Maka, berkaitan dengan hal tersebut penerapan pembelajaran dengan menggunakan Model Learning Cycle memberi pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa, yaitu meningkatnya kemampuan menghubungkan antar konsep matematika dan aplikasi soal dalam kehidupan sehari-hari sehingga berdampak pada peningkatan koneksi matematik siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “ kemampuan koneksi matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E lebih tinggi dari pada kemampuan koneksi siswa yang pembelajarannya konvensional ”.


(44)

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Tangerang Selatan, Jl. Raya Cireundeu No. 2 Cireundeu – Ciputat Timur, pada siswa kelas VIII semester genap tahun ajaran 2013/2014 yang dilaksanakan pada bulan Januari sampai bulan Februari 2014. Adapun jadwal penelitian sebagai berikut :

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian N

o

Jenis Kegiatan

Desember Januari Februari Maret 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Persiapan dan

perencanaan

 

2 Observasi (studi lapangan)

 

3 Pelaksanaan

pembelajaran      

4 Analisis

Data   

5 Laporan

Penelitian    

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experimental),1 yaitu metode penelitian yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap kondisi kelas dan lingkungan belajar kelas eksperimen. Peneliti akan menguji pengaruh model pembelajaran Learning Cycle 7E terhadap kemampuan koneksi matematik siswa

1Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 206.


(45)

dengan cara membandingkan kemampuan koneksi matematik siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E

(kelompok eksperimen) dengan siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional (kelompok kontrol).

Desain yang digunakan dalam penelitan ini adalah Randomized Postest-Only Control Group Design.2 Dalam desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol memiliki karakteristik yang sama atau homogen karena diambil atau dibentuk secara acak (random) dari populasi yang homogen pula. Artinya tidak ada kelas unggulan serta kurikulum yang diberikan juga sama. Kemudian kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus yang pembelajarannya menggunakan model Learning Cycle 7E, sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan seperti biasanya menggunakan pembelajaran konvensional, pembelajaran pada kedua kelompok tersebut dilakukan sebanyak 8 kali pertemuan. Rancangan penelitian tersebut digambarkan sebagai berikut :

Tabel 3.2

Rancangan Desain Penelitian3

Kelompok Pengambilan Perlakuan Post tes

Eksperimen R X1 O

Kontrol R X2 O

Keterangan :

X1 : Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

Learning Cyle 7E

X2 : Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran

konvensional

R : Pemilihan sampel secara random/acak

O : Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

2Ibid, h. 206. 3Ibid.


(46)

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.4 Populasi dapat pula diartikan sebagai himpunan yang lengkap dari satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya ingin kita ketahui. Pada hasil penelitian sebelumnya di SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan menunjukkan bahwa kemampuan koneksi matematik siswa kelas VIII SMP masih rendah sehingga perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematik siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-1 dan VIII-2 SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2013/2014. Penempatan siswa SMP Negeri 2 Kota Tangerang Selatan dilakukan secara merata dalam kemampuan, artinya tidak ada kelas unggulan serta kurikulum yang diberikan juga sama, sedangkan karakteristik siswa dalam kelas tersebut cukup heterogen, artinya ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian anggota populasi yang memberikan keterangan atau data yang diperlukan dalam suatu penelitian.5 Dengan kata lain sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik Multistage Sampling, ukuran sampel yang diambil dalam penelitian ini telah disesuaikan dengan jumlah minimum sampel untuk studi eksperimen, yakni sebanyak lebih dari 15 subjek tiap kelompoknya. Secara khusus sampel dalam penelitian ini terdiri kelas VIII-1 sebanyak 30 siswa mewakili kelas eksperimen dan kelas VIII-2 sebanyak 30 siswa mewakili kelas kontrol. Hasil random diperoleh kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E dan kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.

Ilustrasi teknik pengambilan sampel dengan Multistage Sampling dapat dilihat pada gambar 3.1:

4S. Margono, Metodologi Penelitian Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 118.

5Ibid, h. 121.

Kelas VIII 1 2 3

Eksperimen 1, n = 41

Eksperimen 1, n = 30


(47)

Gambar 3.1

Teknik Pengambilan Sampel Penelitian D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan instrumen dari kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model Learning Cycle 7E dan kelompok kontrol yang pembelajarannya secara konvensional. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan koneksi matematik siswa berupa tes uraian sebanyak 7 butir soal. Tes uraian disusun berdasarkan indikator koneksi matematik yaitu koneksi antar konsep matematika dan koneksi matematika dengan kehidupan sehari-hari. Tes ini kemudian dinilai dengan berdasarkan rubrik penilaian kemampuan koneksi matematik.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tes kemampuan koneksi matematik. Tes kemampuan koneksi matematik yang diberikan sesuai dengan indikator koneksi matematik. Tes ini diberikan kepada siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal koneksi matematik. Kisi-kisi instrumen tes kemampuan koneksi matematik dapat dilihat pada tabel 3.3 sebagai berikut:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Koneksi Matematik Indikator Koneksi

Matematik

Penjabaran Indikator No.

4 5 6

7 8 9

Dipilih

2 1

Diundi Diperoleh

Kontrol 2, n = 39

Diundi Diperoleh

Kontrol 2, n = 30


(48)

Soal Koneksi antar konsep

matematika

1. Menerapkan konsep unsur-unsur lingkaran dengan mengkoneksikan konsep

phytagoras.

2. Menghitung panjang busur lingkaran dengan mengkoneksikan konsep sudut lurus dan menggunakan hubungan perbandingan panjang busur dengan perbandingan sudut lingkaran. 3. Mengitung luas tembereng dengan

mengkoneksikan konsep luas segitiga dan menggunakan hubungan perbandingan luas juring dengan perbandingan sudut lingkaran.

4. Menerapkan konsep hubungan sudut pusat dengan sudut keliling dengan

mengkoneksikan ukuran sudut siku-siku. 5. Menerapkan konsep sifat sudut keliling

dengan mengkoneksikan konsep aljabar, sudut lurus, dan jumlah sudut segitiga.

1

6

7

4

3

Koneksi dengan kehidupan sehari-hari

1. Menerapkan konsep keliling lingkaran dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari.

2. Menerapkan konsep luas lingkaran dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari.

2

5

Skor yang diberikan pada penilaian hasil tes berkisar pada nilai 0 sampai dengan 4. Pedoman pemberian skor yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.4:


(49)

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Koneksi Matematik

SKOR INTERPRETASI KETERANGAN

4

Jawaban lengkap dan benar, serta lancar dalam memberikan bermacam-macam jawaban benar yang berbeda

Hubungan-hubungan matematik atau gagasan digunakan dengan tepat sesuai pertanyaan dan prosesnya juga benar, jawaban sesuai pertanyaan dan prosesnya juga benar, jawaban sesuai dengan pertanyaan.

3

Jawaban hampir lengkap dan benar, serta lancar dalam memberikan bermacam-macam jawaban benar yang berbeda

Hubungan-hubungan matematik dapat dipahami, mengkoneksi jawaban dengan pertanyaan yang sesuai tetapi dalam prosesnya ada beberapa kesalahan algoritma, kesalahan operasi, atau kurang lengkap menyelesaikan jawaban terhadap pertanyaan.

2 Jawaban sebagian lengkap dan benar

Sedikit nampak hubungan-hubungan matematik. Ada usaha mengkoneksikan jawaban tetapi prosesnya kurang sesuai dengan pertanyaan, jawaban kurang memberikan gambaran terhadap pertanyaan.

1 Jawaban samar-samar dan prosedural

Beberapa usaha dilakukan untuk menghubungkan tugas dengan subjek-subjek lainnya, tetapi belum menunjukkan hubungan matematis, jawaban tidak memberikan gambaran terhadap pertanyaan.

0 Jawaban salah dan tidak cukup detail

Tidak ada hubungan-hubungan yang dibuat, atau tidak menjawab soal.

Instrumen tes kemampuan koneksi matematik siswa diujikan pada tes akhir (posttest) terhadap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Agar instrumen


(50)

tes kemampuan koneksi dapat digunakan pada tes akhir (posttest) dilakukan uji validitas instrumen, uji reliabilitas instrumen, dan uji taraf kesukaran. Instrumen yang diujikan berjumlah delapan butir soal, dan diujikan pada kelas lain di sekolah tempat penelitian. Soal diujikan pada kelas IX yang telah memperoleh materi pada instrumen soal.

1) Validitas Instrumen

Validitas instrumen menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur.6 Perhitungan untuk skor essay menggunakan rumus product moment :7

r

hitung

=

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan :

r hitung = koefisien korelasi ∑ = jumlah skor item

∑ = jumlah skor total = jumlah responden

Uji validitas instrumen dilakukan dengan cara membandingkan hasil perhitungan r hitung dengan r tabel pada taraf signifikansi dengan ketentuan jika r hitungr tabel artinya butir soal valid, sedangkan jika r hitung r tabel artinya butir soal

tidak valid.Berdasarkan hasil uji validitas 8 butir soal yang dilakukan di kelas IX SMP Negeri 2 Tangerang Selatan diperoleh hasil 7 soal bernilai valid dan 1 soal tidak valid. Hasil ini digunakan sebagai pertimbangan dalam menyusun instrument tes akhir (posttest).

2) Reliabilitas Instrumen

Reabilitas menunjuk kepada konsistensi hasil pengukuran. Realibilitas alat penilaian menurut sudjana adalah ketepatan alat tersebut dalam menilai apa yang

6Nana Syaodih Sukmadinata, op.cit., h. 228.


(1)

Lampiran 29

PERHITUNGAN UJI HIPOTESIS STATISTIK

1. Menentukan Hipotesis Statistik H0 :

1

2

H1 :

2 1

Keterangan:

1

μ

: Rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas eksperimen

2

μ

: Rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas kontrol

H0 : Rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih

kecil sama dengan rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas kontrol

H1 : Rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas eksperimen lebih

tinggi dari kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas kontrol 2. Menentukan ttabel

Dengan

dk

n

1

n

2

2

 

30

30

2

58

Pada taraf signifikasi

=0,05 diperoleh ttabel =

t

tabel

t

0,05  ,58 = 2,00

3. Menentukan thitung

Hasil Uji-t

t-test for Equality of Means

T Df

Nilai Equal variances assumed 2,14 58

4. Membandingkan thitungdenganttabel

Dari hasil perhitungan diperoleh, thitung>ttabel 2,140 > 2,00


(2)

5.

Kriteria Pengujian

Kriteria pengujian untuk uji hipotesis statistik sebagai berikut: Jika thitung ≤ttabel , maka H0 diterima dan H1 ditolak

Jikathitung>ttabel , maka H0 ditolak dan H1 diterima

6. Kesimpulan

Dari pengujian hipotesis dengan uji-t diperoleh thitung > ttabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima atau dengan kata lain rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa

pada kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan koneksi matematik siswa pada kelas kontrol.


(3)

Lamnpiran 30

UJI REFEIIENSI

Nama

:

Citra Humaira Firdaus

NIM

:

109017000103

Judul

Skripsi

:

Pengaruh

Model Learning

Cycle 7E

Terhadap

Kemampuan

Koneksi

Matematik

Siswa

No

Judul Buku

dan Nama Pengaransg

Paraf

Pembimbine

I

Pembimbing

II

BAB

I

I

NCTM.

Principles and Standards

for

School Mathemalics. Reston:

NCTM.

2000.

p.29.

4v

2

Depdiknas. Panduan P engembangan Silabus Mata Pelajaran Matematika

untuk SMP. Jakarta:

Ditien

Dikdasmen.

2006.h.346.

U

\Y

BAB

II

1

Suhendra, dkk. P e nge mb angan

Kuri kulum dan P e mb e I aj ar an

Matematika. Jakarla : Universitas

Terbuka. 2007. h. 7. 21, h. 7.20.

,lP

.

l)-t,

2

Yanto Permana dan

Utad

Sumalmo.

"Mengembangkan Kemampuan

Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa

SMA

Melalui

Pembelaj aran Berbasis

Masalah".

Educationist.

Bandung: UPI. Vol.1

No.2,

Juli 2007.

h.

I 16.

3

Sumamo, Utari.

Berpikir

dan Disposisi

Ma t e mat ik s er t a P e mb e I aj ar anny a.

Bandung: UPI. 2013. h. 7 7 .

"1,


(4)

4

Suherman,

Ermar'

Strategi

P emb elaj ar an Matematika Kont emporer.

Bandung:

JICA-UPL

2001.

h.48.

1v

lt

5

Cathcarl, W.

George. Learning

Mathematics in Elementary and Middle

Schools. Canada: Pearson Education. 2004.

p.

15.

V

{F

'{-^

6

Sumarmo, lJtari. Rujukan

Filsafat,

Teori

dan Praksis Ilmu Pendidiknn. Bandung:

UPI Press. 2008. h.

678,h.684.

\l

4\f

-t)

tr

7

Yulianti,

Kartika."Meningkatkan

Kemampuan Koneksi Matematik Siswa dengan Pembelaj aran Leaming Cycle".

Jurnal Edukasi. Bandung:

UPI.2004.

h.

2.

U

ry

8

NCTM.

Principles and Standards

for

School Mathemallcs. Reston:

NCTM,

2000. h.

355,h.274.

/i..,

\\

"l,

t:

9

Sugiman. "Koneksi Matematik dalam Pembelajaran Matematika

di

Sekolah Menengah Pertama". Jurnal Edukasi.

Yogyakarta:

UNY.2008.

h. 8.

U

1t

-/

,,/,

l

10

Fisika Study Center. Never Ending

Learning.2013.

(http :/ifi sikastudycenter.com).

U

1t

,ft,

1t

Depdiknas. P anduan P e nge mb angan Silabus Mata Pelaiaran Matematika

untuk SMP. Jakarta:

Ditjen

Dikdasmen. 2006. h. 350.

V

1f

./

.h-12

Ngalimun.

Stategi

dan Model

P e mb e I oj a

ran.

Yogyakarta: Aswaja

Pressindo.

2013.h. 148,h.

149, h. 145, h.

7.

1l

t

l)

Patrick

L. Brown

and Sandra

K. Abell.

"Examining the Leaming CYcle".

Research and Tips to Support Education.

Columbia: University

of

Missoury. 2007.


(5)

Lamnpiran 30

14

Arends,

Richard

l.

Learning to Teach.

New

York:

McGraw-Hill.

2007

.

p.251.

{r

15

Fitriah,

Pipih.

"Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 7E untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP". Bandung: UPI.

201 1. tidak dipublikasikan.

h.

15.

TP

16

A.W

Lorsbach. The Learning Cycle as a

Tool

for

Planning Science Instruction.

2013.@

/lorsbach/25 Tlrcy.html.

rt

-fi

17

Arthur Eisenkraft.

Expanding the 5E

Model A proposed 7E model emphasize

" transfer of

learning"

and the

importance of eliciting

prior

understanding. New

York:

National

Science Teacher Association.

2003.

p.

57.

-r

,l

BAB

III

1

Syaodih Sukmadinata,

Nana.

Metode

P enelitian P endidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.2012. h. 59, 206, h.

228,h.229.

1/,

2

Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

2010.

h.

118,

h.

121.

1f

-trP

_t

3

Arikunto,

Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta :

Bumi

Aksara. 2006. h. '12,h. 109, h. 208, h.

213.

v

1i

:/'

.l

/;x"

4

Gilbert,

Richard,

O.

Statistical Methods

for

Environmental P ollution MonitotinS.

New

York

:

Vam

Nostrand Reinhold


(6)

"l-5

Kadit.

Stdtistis untuk Penilaian

llmu'

Ilmu Sosial. Jakarta: Rosemata

Sampuma. 2010. h

.

ll8.

h. 27 5.

'll

/\h

"/,,

6

Sudjiono,

Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010. h. 314.

\/

1t

U

"h

BAB

IV

U

1

Gilbert,

Richard,

O.

Statistical Methods

for

Envir onmental

Pollution Monitoring.

New

York

:

Vam

Nostrand Reinhold

Company

Inc.

1987.

p.

159,

p.

160.

1f

"/

1/

..

2

Yulianti,

Kartika. "Meningkatkan

Kemampuan Koneksi Matematik Siswa dengan Pembelaj aran Leaming Cycle".

Jurnal Edukasi. Bandung:

UPI.2004.

h.

2.

rt

\

J

//ry

[/

,/

JakNta,

7

April

2014

Mengetahui,

hl

-,,

l^

Pembimbing

II