PENGGUNAAN MEDIA KANTONG NILAI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE PADA SISWA KELAS I SD NEGERI

(1)

commit to user

PENGGUNAAN MEDIA KANTONG NILAI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

THINK PAIR SHARE (TPS) PADA SISWA KELAS I SD NEGERI I PRACIMANTORO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh:

ZANI ROHFATKHUL JANNAH NIM X7107092

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user ii

PENGGUNAAN MEDIA KANTONG NILAI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

THINK PAIR SHARE (TPS) PADA SISWA KELAS I SD NEGERI I PRACIMANTORO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh:

ZANI ROHFATKHUL JANNAH NIM X7107092

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul “PENGGUNAAN MEDIA KANTONG NILAI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) PADA SISWA KELAS I SD NEGERI I

PRACIMANTORO WONOGIRI TAHUN AJARAN 2010/2011” oleh:

Nama : Zani Rohfatkhul Jannah NIM : X7107092

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 15 Juni 2011

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Peduk Rintayati, M.Pd Dra. Sularmi, M.Pd


(4)

commit to user iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “PENGGUNAAN MEDIA KANTONG NILAI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PENJUMLAHAN

DAN PENGURANGAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) PADA SISWA KELAS I

SD NEGERI I PRACIMANTORO WONOGIRI TAHUN AJARAN

2010/2011” oleh:

Nama : Zani Rohfatkhul Jannah NIM : X7107092

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan, pada:

Hari : Tanggal : Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Hadi Mulyono, M. Pd ………..

Sekretaris : Drs. Hasan Mahfud, M. Pd ...………

Penguji I : Dr. Peduk Rintayati, M.Pd ………..

Penguji II : Dra. Sularmi, M.Pd .………..

isahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret


(5)

commit to user v ABSTRAK

Zani Rohfatkhul Jannah. X7107092. PENGGUNAAN MEDIA KANTONG

NILAI UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP

PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN MELALUI MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS)

PADA SISWA KELAS I SD NEGERI I PRACIMANTORO WONOGIRI

TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan dengan media kantong nilai dan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) pada siswa kelas I SD Negeri I Pracimantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011.

Bentuk metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) sebanyak dua siklus yaitu empat kali pertemuan. Prosedur penelitian ini terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas I A SD Negeri I Pracimantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011 sebanyak 24 siswa yang terdiri dari 12 siswa laki-laki, 12 siswa perempuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, tes, dan dokumentasi. Validitas data yang digunakan adalah triangulasi data dan triangulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif yang mempunyai tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan atau verifikasi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan setelah diadakan tindakan kelas dengan menggunakan media kantong nilai dan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS). Peningkatan nilai rata-rata penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan tersebut yaitu: pada keadaan awal adalah 58,29 kemudian meningkat pada siklus I menjadi 73,25, dan pada siklus II meningkat menjadi 85,75. Sebelum dilaksanakan penelitian, siswa yang memperoleh nilai penjumlahan dan pengurangan yang mencapai KKM 70 sebanyak 7 siswa (21,17%), pada siklus I menjadi 16 siswa (66,67%), dan pada siklus II meningkat menjadi 20 siswa (83,33%). Dengan demikian, media kantong nilai dan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan siswa kelas I A SD Negeri I Pracimantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011.


(6)

commit to user vi ABSTRACT

Zani Rohfatkhul Jannah. X7107092. THE USE OF NUMBER BAG MEDIA TO IMPROVE MASTERING OF SUMMATION AND SUBTRACTION BY

USING COOPERATIVE LEARNING MODEL TIPE THINK PAIR SHARE

(TPS) AMONG 1ST GRADE STUDENTS OF SD NEGERI 1

PRACIMANTORO OF WONOGIRI REGENCY OF 2010/2011

ACADEMIC YEAR. Minithesis. Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta, June 2011.

The purpose of the research is to improve mastering of summation and subtraction concept by using number bag media and cooperative learning model tipe think pair share (TPS) among 1st grade students of SD Negeri 1 Pracimantoro of Wonogiri Regency of 2010/2011 Academic Year.

The research uses classroom action research method consisting of two cycles and four meetings. The research procedure comprises four stages, namely, planning, action implementation, observation and reflection. Subject of the research students of class 1 A of SD Negeri Pracimantoro of Wonogiri Regency of 2010/2011 Academic. The class 1 A had 24 students consisting 12 male students and 12 female students. Data is collected by using observation, test and documentation techniques. Data validity is tested by using data and method triangulations. The research uses an analysis-interactive model with three components, namely, data reduction, data presentation, and conclusion drawing or verification.

Based on results of the research, it can be concluded that there was an increased mastering of summation and subtraction concept after classroom action had been implemented by using number bag media and cooperative learning model tipe think pair share (TPS). The enhancement of average score of mastering of summation and subtraction concept were: 58.29 in initial condition and then, it increased to 73.25 in cycle I, and 85.75 in cycle II. Before the research, students who had KKM 70 in summation and subtraction lesson were 7 students (21.17%). Then, it increased to 16 students (66.67%) in cycle I and 20 students (83.33%) in cycle II. Accordingly, number bag media and cooperative learning model tipe think pair share (TPS) can be use to improve mastering of summation and subtraction method among students of class 1A of SD Negeri I Pracimantoro of Wonogiri Regency of 2010/2011 academic year.


(7)

commit to user vii MOTTO

Tidak ada daya dan upaya selain hanya dari Allah SWT.

Terimalah bagian yang telah diberikan Allah SWT kepadamu dengan senang hati, maka engkau akan menjadi orang yang paling kaya.

(Dr.’Aidh al-Qarni)

Tidakkah kau tahu, bahwa kesulitan itu selalu diiringi oleh kemudahan, seperti kesabaran yang selalu diiringi oleh kesenangan.

“… sabar narimo najan pasa-pasan, kabeh tinakdir saking Pengeran…” (Gus Dur)


(8)

commit to user viii

HALAMAN PERSEMBAHAN Karya sederhana ini ku persembahkan kepada:

Ayah dan Ibuku tercinta, atas segala cinta, kasih sayang, pengorbanan yang luar biasa, dan doa yang tak terbatas yang telah diberikan dengan tulus kepadaku.

Kakak-kakakku tercinta (Mas Git, Mbak Nenik, Mas Mamat, Mbak Pipit, Dek Intan), yang selalu memberikan dukungan, motivasi, perhatian, serta kasih sayang kekeluargaan yang begitu indah.

Bapak Suharto dan Ibu Sri Harjanti terimakasih atas segala kasih sayang, perhatian, dan pelukan kekeluargaan yang begitu hangat.

Teman-temanku Mahasiswa PGSD angkatan 2007, terimakasih atas semangat persahabatan kalian yang mewarnai hidupku.

FKIP Universitas Sebelas Maret, almamaterku tercinta yang telah memberikan ilmu dan berbagai pengalaman yang berguna bagi masa depanku yang cerah.


(9)

commit to user ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah, karunia dan nikmat yang luar biasa kepada penulis. Tidak lupa sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan Media Kantong Nilai untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada Siswa Kelas I SD Negeri I Pracimantoro Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011” guna memenuhi persyaratan mendapat gelar Sarjana Pendidikan.

Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu serta mendukung penulisan proposal ini, terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin menyusun skripsi.

2. Drs. R. Indianto, M. Pd, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan skripsi.

3. Drs. Hadi Mulyono, M. Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan izin menyusun skripsi.

4. Drs. Hasan Mahfud, M. Pd, Sekretaris Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

5. Dr. Peduk Rintayati, M. Pd, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.

6. Dra. Sularmi, M. Pd, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar.


(10)

commit to user x

7. Drs. Samino Sangaji, M.Pd selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

8. Sejarjo S. Pd, Kepala SD Negeri I Pracimantoro Kabupaten Wonogiri yang telah memberikan izin kepada penulis melakukan penelitian tindakan kelas. 9. Dwiyanti, S. Pd, Guru Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro Kabupaten

Wonogiri yang telah memberikan bantuan serta arahan kepada penulis selama melakukan penelitian tindakan kelas.

10. Orang tua tercinta, yang telah memberi dukungan moril maupun materiil. 11. Teman-teman PGSD angkatan 2007 yang telah memberikan dukungan,

motivasi, dan kerjasama selama ini.

12. Pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan peneliti di kemudian hari sangat peneliti butuhkan. Peneliti berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surakarta, 14 Juni 2011


(11)

commit to user xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …..………... i

HALAMAN PENGAJUAN……….……….... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ……… iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iv

HALAMAN ABSTRAK ……….. v

HALAMAN ABSTRACT ……… vi

HALAMAN MOTTO ……….………. vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. viii

KATA PENGANTAR ……….. ix

DAFTAR ISI ………. xi

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ……….………... xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….……… xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1

B. Rumusan Masalah ……… 5

C. Tujuan Penelitian ………... 5

D. Manfaat Penelitian ………... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ………. 7

1. Tinjauan Tentang Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan dalam Pembelajaran Matematika ……….. 7

2. Tinjauan Tentang Media Kantong Nilai ………. 14

3. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) ... 25


(12)

commit to user xii

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Hipotesis Tindakan ... 36

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 39

C. Sumber Data ... 39

D. Subjek Penelitian ... 39

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

F. Validitas Data ... 41

G. Analisis Data ... 42

H. Indikator Kinerja ... 43

I. Prosedur Penelitian ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………... 50

B. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 73

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ………... 79

B. Implikasi ………... 79

C. Saran ………. 80

DAFTAR PUSTAKA………. 83


(13)

commit to user xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Media Kantong Nilai ……….. 22

2. Contoh Penjumlahan Tanpa Teknik Menyimpan ………... 23

3. Contoh Pengurangan Tanpa Teknik Meminjam ………... 24

4. Indikator Kinerja ………... 44

5. Hasil Observasi Siswa dalam Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) pada siklus I ……….………. 56

6. Hasil Observasi Guru pada Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) pada siklus I ………. 57

7. Data Hasil Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I SD Negeri I Pracimantoro Pada Siklus I ………. 58

8. Distribusi Frekuensi Penilaian Hasil Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I SD Negeri I Pracimantoro Pada Siklus I ………. 59

9. Tabel Perbandingan Nilai Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada Kondisi Awal dan pada Siklus I ……….... 60

10. Hasil Observasi Siswa dalam Pembelajaran Penjumlahan dan PengurangaN dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) pada Siklus II ………... 62

11. Hasil Observasi Guru pada Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) pada Siklus II ………... 68

12. Data Hasil Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada Siklus II ……….... 69

13. Distribusi Frekuensi Penilaian Hasil Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I SD Negeri I Pracimantoro Pada Siklus II ……... 70


(14)

commit to user xiv

14. Tabel Perbandingan Nilai Penguasaan Konsep Penjumlahan dan

Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada Siklus I dan pada Siklus II ……….... 71 15. Rekapitulasi Ketercapaian Indikator Penelitian Siklus I dan Siklus II ……... 73 16. Rekapitulasi Rata-rata Nilai Hasil Penguasaan Konsep Penjumlahan dan

Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada

Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II ……… 75 17. Rekapitulasi Ketuntasan Belajar Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro


(15)

commit to user xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Media Kantong Nilai …………..……….. 19

2. Peragaan Media Kantong Nilai (Penjumlahan) ………... 20

3. Peragaan Media Kantong Nilai (Pengurangan) ……… 21

4. Alur Kerangka Berpikir ……… 37

5. Model PTK Pengembangan ……….. 39

6. Gambar Analisis Interaktif Milles dan Huberman ………..……..…... 43

7. Grafik Distribusi Nilai Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada Siklus I ………..……… 59

8. Grafik Perbandingan Nilai Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada Kondisi Awal dan pada Siklus I ……… 61

9. Grafik Distribusi Nilai Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada Siklus II…………..……… 70

10. Grafik Perbandingan Nilai Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II ………. 72

11. Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II ………. 76

12. Grafik Peningkatan Ketuntasan Nilai Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II ………... 77

13. Guru Menjelaskan Materi Pelajaran dengan Menggunakan Media Kantong Nilai ……… 112


(16)

commit to user xvi

15. Siswa Melakukan Pairing (Berpasangan) dan Menghitung dengan

Menggunakan Media Kantong Nilai ……… 112

16. Guru Membimbing Siswa yang Mengalami Kesulitan ……… 112

17. Siswa Melakukan Diskusi dan Menggunakan Media Kantong Nilai Dengan Baik ………. 113

18. Siswa Melakukan Sharing (Berbagi) dengan Siswa Lain ………. 113

19. Siswa Terlihat Sungguh-sungguh dalam Mengerjakan Tes ………. 113

20. Siswa Mengumpulkan Hasil Pekerjaannya ……….. 113

21. Guru Menjelaskan Cara Menggunakan Media Kantong Nilai ………. 136

22. Guru Membagikan Media Kantong Nilai dan Lembar Kerja ………... 136

23. Siswa Antusias Menggunakan Media Kantong Nilai ……….……….. 136

24. Guru Membimbing Siswa dalam Mengerjakan Soal dengan Menggunakan Media Kantong Nilai ……… 137

25. Siswa Mengerjakan Tes dengan Sungguh-sungguh ………. 137

26. Guru Menutup Pelajaran ……….. 137


(17)

commit to user xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan ……… 86

2. Daftar Nilai Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro Pada Kondisi Awal Sebelum Tindakan ……… 87

3. Tabel Distribusi Frekuensi Penilaian Hasil Tes Awal Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I SD Negeri I Pracimantoro Pada Kondisi Awal ……… 88

4. Gambar Grafik Distribusi Nilai Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro padaKondisi Awal …….……….. 89

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ………... 90

6. Soal Evaluasi Siklus I ……… 101

7. Lembar Observasi Siswa pada Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada Siklus I ……… 103

8. Lembar Hasil Observasi Siswa pada Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada Siklus I ………. 106

9. Lembar Observasi Guru pada Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada Siklus I ………. 107

10. Lembar Hasil Observasi Guru pada Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada Siklus I ……… 110

11. Daftar Nilai Penjumlahan dan Pengurangan Siswa Kelas I SD Negeri I Pracimantoro Pada Siklus I ………. 111

12. Gambar Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar pada Siklus I ………. 112

13. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II ………. 114

14. Soal Evaluasi Siklus II ……… 126 15. Lembar Observasi Siswa pada Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan


(18)

commit to user xviii

Think Pair Share (TPS) pada Siklus II ……… 127

16. Lembar Hasil Observasi Siswa pada Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran

Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada Siklus II ……….. 130 17. Lembar Observasi Guru pada Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan

dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran Kooperatif tipe

Think Pair Share (TPS) pada Siklus II ……… 131

18. Lembar Hasil Observasi Guru pada Pembelajaran Penjumlahan dan Pengurangan dengan Media Kantong Nilai dan Model Pembelajaran

Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada Siklus II ……….. 134 19. Daftar Nilai Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Siswa

Kelas I A SD Negeri I Pracimantoro pada Siklus II ………... 135 20. Gambar Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar pada Siklus II ……… 136 21. Materi Ajar Mata Pelajaran Matematika Materi Penjumlahan dan

Pengurangan Kelas I ……… 138

22. Jurnal Internasional Cooperative Learning Methods ……….. 144 23. Hasil Pekerjaan Siswa pada Tes Evaluasi Akhir Siklus I dan Siklus II…….... 146


(19)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman yang begitu pesat, telah berpengaruh pada dunia pendidikan kita saat ini. Setiap individu di era global dituntut mengembangkan kemampuannya secara optimal, kreatif dan mampu beradaptasi dengan situasi global yang sangat kompleks.

Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di era global harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh dan berkembangnya keterampilan intelektual, sosial dan personal. Pendidikan harus menumbuhkan berbagai kompetensi peserta didik. Keterampilan intelektual, sosial dan personal dibangun tidak hanya berlandaskan rasio dan logika saja, tetapi juga inspirasi, kreativitas, moral, intuisi (emosi) dan spiritual. Sekolah sebagai institusi pendidikan perlu mengembangkan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kebutuhan era global. (Agus Suprijono, 2009: vi).

Pendidikan merupakan salah satu dasar bagi perkembangan intelektual seseorang. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat dan bangsa.”

Tujuan setiap proses pembelajaran adalah diperolehnya hasil yang optimal. Hal ini akan dicapai apabila siswa terlibat secara aktif baik fisik, mental, maupun emosional dalam suatu pembelajaran. Guru sebagai fasilitator bertugas memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta didik agar peserta didik memiliki kemampuan dalam bidang matematika pada khususnya, menyukai mata pelajaran matematika dan mampu berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.


(20)

commit to user

Penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan peserta didik dipengaruhi oleh cara guru dalam menyampaikan materi tersebut. Sebagian besar dari peserta didik tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan. Peserta didik memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik karena mereka biasa diajarkan dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan menggunakan metode ceramah saja. Pembelajaran seharusnya menjadi aktivitas bermakna yang dapat menjadi tempat untuk mengaktualisasikan seluruh potensi kemanusiaan yang dimiliki oleh peserta didik.

Melalui kegiatan observasi dan tes awal yang dilakukan peneliti sebelum melakukan tindakan, peneliti memperoleh data bahwa masih banyak siswa kelas I A SD Negeri I Pracimantoro yang nilai matematikanya (materi penjumlahan dan pengurangan) belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan oleh sekolah untuk mata pelajaran Matematika yaitu 70. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes awal (Lampiran 2 halaman 87) materi penjumlahan dan pengurangan yang diberikan peneliti pada siswa kelas I A SD Negeri I Pracimantoro sebelum melaksanakan tindakan. Dari seluruh siswa kelas I A yang berjumlah 24, masih ada 17 siswa atau 70,83% siswa yang nilainya belum mencapai KKM yang sudah ditentukan sekolah untuk mata pelajaran Matematika yaitu 70.

Seiring dengan adanya upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan, maka guru harus berani memaksimalkan peran model, metode maupun media sebagai sarana untuk dapat mewujudkan peserta didik yang berkualitas. Untuk itu, diperlukan usaha yang gigih melalui berbagai cara untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan yang diharapkan.

Matematika merupakan ilmu dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Tetapi sering kali matematika menjadi mata pelajaran yang tidak disukai oleh banyak siswa. Matematika menjadi beban psikologis para siswa di setiap jenjang pendidikan karena mereka menganggap bahwa matematika itu adalah pelajaran yang dianggap sulit. Hal itu bisa saja dipengaruhi oleh gaya mengajar guru yang masih konvensional. Guru dalam mengajar hanya


(21)

commit to user

menggunakan metode ceramah saja tanpa menggunakan media atau alat peraga yang dianggap guru lebih mudah dan praktis karena dilaksanakan tanpa harus menggunakan persiapan. Model pembelajaran yang konvensional seperti ini sebenarnya akan membuat siswa menjadi kesulitan dalam memahami konsep pelajaran matematika. Selain itu siswa juga akan merasa bosan karena tidak melakukan aktivitas apa-apa selain mendengarkan ceramah dari guru dan mengerjakan tugas-tugas saja. Sehingga hal itu juga akan berpengaruh pada hasil belajarnya, terutama pada mata pelajaran matematika.

Penjumlahan dan pengurangan adalah salah satu materi pokok dalam mata pelajaran matematika karena penjumlahan dan pengurangan merupakan dasar untuk mempelajari materi lainnya seperti perkalian dan pembagian. Maka siswa harus menguasai penjumlahan dan pengurangan dengan baik. Masih rendahnya kemampuan siswa kelas I di SD Negeri I Pracimantoro dalam menguasai materi penjumlahan dan pengurangan akan menghambat siswa dalam belajarnya kelak. Oleh sebab itulah guru harus berusaha untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai materi berhitung, terutama pada siswa yang berkesulitan belajar.

Untuk meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I Sekolah Dasar, perlu adanya suatu perubahan dalam gaya mengajar. Siswa Sekolah Dasar yang umurnya masih bekisar antara 7-13 tahun, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Dalam pembelajarannya guru harus lebih kreatif dan inovatif dalam menggunakan model dan media.


(22)

commit to user

Untuk itulah, dalam kegiatan pembelajaran peneliti menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share (TPS) dan menggunakan media kantong nilai. Metode think-pair-share (TPS) berpikir-berpasangan-berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Sesuai dengan yang dikutip Arends (dalam Trianto, 2007:61) Frank Lyman menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.

Sedangkan media yang digunakan adalah media kantong nilai. Media kantong nilai adalah sebuah alat pembelajaran yang memanfaatkan prinsip nilai tempat untuk mengajarkan materi penjumlahan dan pengurangan yang berbentuk kantong. Alat peraga dibuat dari bahan kertas atau kantong plastik transparan dan dibentuk sesuai dengan urutan nilai tempat. (Murtinem, 2006: 35).

Pembelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share (TPS) dan penggunaan media kantong nilai, merupakan salah satu upaya tepat karena dengan model dan media pembelajaran tersebut, siswa dapat berbagi dengan teman yang menjadi pasangan diskusinya dalam menyelesaikan soal yang diberikan guru dengan menggunakan media kantong nilai yang mempermudah siswa dalam melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan. Sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester II SD Negeri I Pracimantoro.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka akan diadakan penelitian tindakan kelas dengan judul ”Penggunaan Media Kantong Nilai untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada Siswa


(23)

commit to user

Kelas I SD Negeri I Pracimantoro Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2010/2011”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ”Apakah dengan menggunakan media kantong nilai dan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dapat meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I SD Negeri I Pracimantoro Wonogiri tahun ajaran 2010/2011?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan dengan media kantong nilai dan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) pada siswa kelas I SD Negeri I Pracimantoro Wonogiri tahun ajaran 2010/2011.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah sebagai acuan bagi penulis lain dalam menyusun karya ilmiah mengenai penggunaan media kantong nilai dan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) untuk meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I SD.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti

1) Dapat meningkatkan keprofesionalan peneliti dalam mengajar. 2) Peneliti dapat berbagi media dalam mengajar, terutama media

kantong nilai dalam mengajarkan penjumlahan dan pengurangan. 3) Memudahkan peneliti dalam menyampaikan materi pelajaran


(24)

commit to user b. Bagi Siswa

1) Dapat meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangan.

2) Dapat memudahkan siswa dalam menerima materi pelajaran penjumlahan dan pengurangan karena menggunakan media pembelajaran.

3) Dapat berinteraksi dengan pasangan diskusinya dan bekerja sama dengan baik.

c. Bagi Sekolah

1) Meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah khususnya mata pelajaran matematika.

2) Tumbuhnya iklim pembelajaran siswa aktif di sekolah.


(25)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pusataka

1. Tinjauan Tentang Penguasaan Konsep Penjumlahan dan

Pengurangan dalam Pembelajaran Matematika

a. Hakikat Penguasaan Konsep

Penguasaan adalah proses, cara, perbuatan menguasai atau menguasakan. Penguasaan juga diartikan sebagai pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan, kepandaian, dan sebagainya. (www.artikata.com/arti-369095-penguasaan.html di akses pada tanggal 14 Mei 2011)

Konsep adalah kesepakatan bersama untuk penamaan sesuatu dan merupakan alat intelektual yang membantu kegiatan berpikir dan memecahkan masalah (Faqih Samlawi&Bunyamin Maftuh, 2001: 10). Konsep menurut B. Othanel Smith dan Robert H. Ehnis (dalam Abdul Azis Wahab, 2007: 127) “The chief landmarks of the intellectual terrain are its concepts. Yang dimaksud dengan konsep adalah kumpulan pengertian abstrak yang berkaitan dengan simbol untuk kelas dari suatu benda, kejadian atau gagasan. Konsep bukan suatu verbalisme tetapi lebih bersifat pemahaman abstrak tentang atribut umum suatu kelas.

Gagne berpendapat bahwa konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan benda-benda ke dalam contoh dan bukan contoh, seperti suatu segitiga dengan yang bukan segitiga, antara bilangan asli dan yang bukan bilangan asli, dan seterusnya. Sedangkan menurut Dienes “konsep adalah struktur matematika yang mencakup konsep murni, konsep notasi, dan konsep terapan.” (Karso, dkk, 2009: 1.18)

Dari beberapa pendapat mengenai pengertian penguasaan dan pengertian konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penguasaan konsep adalah suatu proses, cara, perbuatan yang dilakukan


(26)

commit to user

untuk menguasai sejumlah kumpulan pengertian abstrak yang berkaitan dengan simbol untuk kelas dari suatu benda, kejadian atau gagasan.

b. Hakikat Penjumlahan

Pengerjaan jumlah atau penjumlahan merupakan pengerjaan hitung yang pertama kali dikenal anak-anak. Bukan saja di sekolah tetapi juga di masyarakat sebelum anak mengenal sekolah. Penjumlahan adalah proses menjumlahkan. (Karso, dkk, 2009: 2.17).

Penjumlahan adalah cara menemukan jumlah total dua bilangan atau lebih. “Tanda + dibaca tambah. Simbol + digunakan untuk menjumlahkan lambang bilangan. Hasil penjumlahan sama dengan banyak seluruh benda.” (Kismiantini&Dyan Indrawati, 2008: 36).

Penambahan adalah bentuk paling sederhana dan menggabungkan dua angka, seperti 1 +1 = 2.

(http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Arithmetic diakses pada tanggal 2 Maret 2011).

Dapat disimpulkan bahwa penjumlahan adalah suatu cara untuk menemukan jumlah total dua bilangan atau lebih yang menggunakan tanda “+” sebagai simbol bahwa bilangan-bilangan tersebut ditambah atau dijumlahkan.

Sifat-sifat operasi hitung penjumlahan, yaitu:

a) Sifat pertukaran (komunitatif), jika a dan b bilangan cacah, maka berlaku a + b = b + a

b) Sifat pengelompokan (assosiatif), jika a, b, dan c adalah bilangan cacah, maka (a + b) + c = a + (b + c)

c) Sifat identitas pada bilangan 0, jika a adalah bilangan cacah, maka a + 0 = 0 + a = a

d) Sifat ketertutupan penjumlahan, jika a dan b bilangan cacah, maka (a + b) adalah bilangan cacah. (Tatang Herman, Karlimah, dan Komariah, 2007: 150).


(27)

commit to user

c. Hakikat Pengurangan

“Pada penjumlahan kita mencari jumlahnya, misal 4 + 3 = 7 (jumlah). Sedangkan pada pengurangan kita mencari selisihnya, misal 5 – 3 = 2 (selisih), kita harus mencari bilangan yang bila ditambah 3 hasilnya 5, yaitu 2.” (Karso, dkk, 2009: 2.26). “Simbol –dibaca dikurangi.” (Purnomosidi, dkk., 2008: 21). Dalam pengurangan, “simbol - digunakan saat mengurangkan lambang bilangan.” (Kismiantini&Dyan Indrawati, 2008: 48).

Operasi pengurangan pada dasarnya merupakan kebalikan atau invers dari operasi hitung penjumlahan. Jika a dikurangi b sama dengan c (dilambangkan dengan a – b = c), maka operasi penjumlahan yang terkait adalah b + c = a. Operasi pengurangan tidak mempunyai sifat-sifat yang dimiliki oleh operasi penjumlahan.

Pengurangan adalah proses menemukan perbedaan antara dua nomor kuantitas, seperti 5 - 3 = 2.

(http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Arithmetic diakses pada tanggal 2 Maret 2011).

Dapat disimpulkan bahwa pengurangan adalah suatu proses, cara mengurangi atau mengurangkan untuk menemukan perbedaan nomor kuantitas atau selisih. Tanda “-” dalam pengurangan menunjukkan bahwa bilangan tersebut dikurangi.

d. Hakikat Penguasaan Konsep Penjumlahan dan Pengurangan

Penjumlahan dan pengurangan merupakan materi dasar dalam pembelajaran matematika yang harus dikuasai oleh peserta didik sebelum mempelajari materi-materi dalam pokok bahasan lainnya. Materi dalam pembelajaran matematika saling berkaitan dan berurutan, apabila siswa belum menguasai konsep penjumlahan dan pengurangan, siswa akan mengalami kesulitan dalam mempelajari materi lain yang lebih kompleks, misalnya seperti perkalian dan pembagian.


(28)

commit to user

Penguasaan konsep penjumlahan dan pengurangn adalah suatu proses, cara, perbuatan yang dilakukan untuk menguasai sekumpulan pengertian abstrak yang berkaitan dengan simbol matematika yang mencakup penjumlahan dan pengurangan. Penjumlahan adalah suatu cara untuk menemukan jumlah total dua bilangan atau lebih. Sedangkan pengurangan adalah suatu proses perbuatan mengurangi atau mengurangkan untuk menemukan perbedaan nomor kuantitas atau selisih.

e. Hakikat Pembelajaran Matematika

Matematika disebut ratunya ilmu,karena matematika adalah bahasa, ilmu deduktif, ilmu tentang pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasikan dengan baik dan merupakan alat serta pelayan ilmu lainnya.

Jonson dan Rising mengemukakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa, bahasa yang menggunakan istilah yang didefiniskan dengan cermat, jelas, akurat dengan simbol yang padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti dari pada bunyi, matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya, matematika adalah ilmu tentang seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisan. (Asep Jihad, 2008:152).

Mathematics is the discipline that deals with concepts such us logical reasoning, from the shapes and motions of physical objects. Mathematicians explore such concepts, aiming to formulate new conjectures and establish their truth by rigorous deducation from appropriately chosen axioms and definition. Matematika adalah disiplin ilmu yang berhubungan dengan konsep nalar seperti alasan logis, mulai dari bentuk dan pergerakan dari benda-benda fisik. Matematikawan mengeksplorasi konsep tersebut, yang bertujuan untuk merumuskan dugaan baru dan menciptakan kebenaran mereka dengan dedikasi dari definisi yang sudah jelas kebenarannya. (www.Mathematic.transdigit.com mathematic diakses pada tanggal 4 Maret 2011).


(29)

commit to user

Matematika adalah ilmu deduktif dan universal yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri yang kebenaran generalisasinya harus dibuktikan secara deduktif bukan berdasarkan pada observasi, eksperimen, coba-coba seperti ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan lainnya. Dalam pembahasannya matematika memiliki dua objek garapan yakni objek langsung yang terdiri dari: fakta, konsep, prinsip dan prosedur operasi. Sementara objek tidak langsung adalah implikasi dari proses pembelajaran matematika, yakni kebiasaan bekerja baik, sikap positif, kemampuan mengalihgunakan cara kerja (memanipulasi dalam arti positif), serta membangun konsep mental (akhlak) yang baik seperti kejujuran (Asep Jihad, 2008: 153).

Mulyono Abdurrahman (2003: 252) menyatakan bahwa “bidang studi matematika yang diajarkan di SD mencakup tiga cabang yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri”.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses interaksi antara guru dengan siswa yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana belajar di dalam kelas mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi pelajaran matematika.

1) Karakteristik Matematika

Dengan memperhatikan arti matematika, maka jelas sekali bahwa matematika berbeda dengan mata pelajaran lain dalam hal; (1) objek pembicaraannya abstrak, sekalipun dalam pengajaran disekolah anak diajarkan benda konkrit, siswa tetap didorong untuk melakukan abstraksi; (2) pembahasan mengandalkan tata nalar, artinya info awal berupa pengertian dibuat seefisien mungkin, pengertian lain harus dijelaskan kebenarannya dengan tata nalar yang logis; (3) pengertian/konsep atau pernyataan sangat jelas berjenjang sehingga terjaga konsistensinya; (4) melibatkan perhitungan (operasi); (5) dapat dipakai dalam ilmu yang lain serta dalam kehidupan sehari-hari (Asep Jihad, 2008: 152-153).


(30)

commit to user

2) Tujuan Bidang Studi Matematika

Tujuan siswa mempelajari matematika yakni memiliki kemampuan dalam: (1) menggunakan alogaritma; (2) melakukan manipulasi secara matematika; (3) mengorganisasi data; (4) memanfaatkan simbol, tabel, diagram dan grafik; (5) mengenal dan menemukan pola; (6) menarik kesimpulan; (7) membuat kalimat atau model matematika; (8) membuat interprestasi bangun dalam bidang dan ruang; (9) memahami pengukuran dan satuan-satuannya; (10) menggunakan alat hitung dan alat bantu matematika (Asep Jihad, 2008: 153).

3) Kegunaan Matematika di Sekolah

Menurut Ruseffendi (1992: 56-57) ada enam alasan mengapa matematika berguna untuk dipelajari di sekolah yaitu sebagai berikut:

a) Dengan belajar matematika, manusia dapat menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat yaitu dalam berkomunikasi sehari-hari seperti dapat berhitung, dapat menghitung luas, isi dan berat; dapat mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menafsirkan data; dapat menyelesaikan persoalan bidang studi lain; dapat menggunakan kalkulator dan komputer; dapat berdagang dan berbelanja; berkomunikasi melalui tulisan/gambar seperti membaca grafik dan presentase, dapat membuat catatan-catatan dengan angka; dan lain-lain.

b) Matematika diajarkan di sekolah karena matematika dapat membantu bidang studi lain seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi, geografi, ekonomi, statistika, dan sebagainya.

c) Dengan mempelajari geometri ruang, siswa dapat meningkat kemampuan pemahaman ruang sehingga berpikir logik dan tepat di dimensi tiga. Dengan mempelajari aljabar dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, logis, dan sistematis dalam merumuskan asumsi, definisi, generalisasi, dan lain-lain.

d) Matematika selain dapat dipergunakan untuk memperlihatkan fakta dan menjelaskan persoalan, juga dapat dipakai sebagai alat ramal/perkiraan


(31)

commit to user

seperti prakiraan cuaca, pertumbuhan penduduk, keberhasilan belajar dan lain-lan.

e) Matematika berguna sebagai penunjang pemakaian alat-alat canggih seperti kalkulator dan komputer.

f) Matematika diajarkan di sekolah seperti ilmu lainnya, yaitu untuk terpeliharanya matematika itu sendiri demi peningkatan kebudayaan.

Dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu universal yang sangat penting untuk dipelajari, karena matematika adalah ilmu yang mendasari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain dan memberikan manfaat dan keguanaan yang besar dalam kehidupan sehari-hari.

4) Teori Belajar Matematika

Teori belajar matematika yang diungkapkan oleh Karso, dkk (2009: 1.12) dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Matematika 1, diantaranya adalah teori belajar Bruner. Jerome S. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. (Dahar dalam Trianto, 2007: 26).

Bruner membagi proses belajar menjadi tiga tahapan, yaitu: a) Tahap enaktif atau tahap kegiatan (enactive)

Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Pada tahap ini anak masih dalam gerak reflek dan coba-coba.

b) Tahap Ikonik atau tahap gambar bayangan (iconic)

Pada tahap ini, anak telah mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental.

c) Tahap Simbolik (symbolic)

Pada tahap ini, anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Pada tahap ini, anak sudah mampu memahami simbol-simbol dan menjelaskan dengan bahasanya.


(32)

commit to user

Untuk mempermudah pemahaman dan keberhasilan anak pada pembelajaran matematika haruslah secara bertahap. Sebenarnya ketiga tahapan belajar dari Bruner ini sudah sejak lama kita terapkan pada pembelajaran matematika di SD, misalnya seperti berikut:

Tahap 1. Setiap kita melakukan pembelajaran tentang konsep, fakta atau prosedur dalam matematika yang bersifat abstrak biasanya diawali dari persoalan sehari-hari yang sederhana (peristiwa di dunia sekitarnya), atau menggunakan benda-benda real/nyata/fisik. (kita mengenal sebagai model konkret).

Tahap 2. Setelah memanipulasikan benda secara nyata melalui persoalan keseharian dari dunia sekitarnya, dilanjutkan dengan membentuk modelnya sebagai bayangan mental dari benda atau peristiwa keseharian tersebut. Model (model matematika) di sini berupa gambaran dari bayangan. (model semi konkret atau model semi abstrak).

Tahap 3. Pada tahap ke-3 yang merupakan tahap akhir haruslah digunakan simbol-simbol (lambang-lambang) yang bersifat abstrak sebagai wujud dari bahasa matematika.(Karso, dkk, 2009: 1.12).

2. Tinjauan Tentang Media Kantong Nilai

a. Hakikat Media

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. (Azhar Arsyad, 2004:3).

Schramm, mengatakan media adalah teknologi pembawa informasi atau pesan instruksional. Sedangkan Y.Miarso, mengatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran,


(33)

commit to user

perasaan, perhatian dan kemajuan pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri pembelajarnya. Maka secara umum media adalah “alat bantu” yang digunakan dalam proses pembelajaran. (Hujair AH. Sanaky, 2009:3-4).

Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Banyak batasan atau pengertian yang dikemukakan para ahli tentang media, diantaranya adalah: Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and Communication Technology (AECT)) di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi. Gagne (1970), mengatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen atau sumber belajar dalam lingkungan pembelajar yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar. Briggs (1970), mengatakan media adalah segala wahana atau alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang pembelajar untuk belajar. National Education Association (NEA), mengatakan bahwa media adalah suatu bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan dibaca. (Arief S. Sadiman, dkk, 2002: 6).

Dari uraian mengenai pengertian media di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran. Dalam pengertian yang lebih luas media pembelajaran adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara pengajar dan pembelajar dalam proses pembelajaran di kelas. (Hujair AH. Sanaky, 2009: 4).

1) Manfaat Media Pembelajaran

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai menyebutkan beberapa manfaat media sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran yaitu sebagai berikut:


(34)

commit to user

a) Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguasai tujuan pengajaran dengan baik.

c) Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan, dan pengajar tidak kehabisan tenaga.

d) Pembelajar lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain yang dilakukan seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan,dan lain-lain. (Hujair AH. Sanaky 2009: 5).

2) Kriteria Pemilihan Media

Kriteria pemilihan media menurut Azhar Arsyad (2004: 75-76) antara lain:

a) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan/dipertunjukkan oleh siswa, seperti menghafal, melakukan kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik atau pemakaian prinsip-prinsip seperti sebab dan akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman konsep-konsep atau hubungan-hubungan perubahan, dan mengejakan tugas-tugas yang melibatkan pemikiran pada tingkatan lebih tinggi.

b) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep,prinsip, atau generalisasi. Media yang berbeda, misalnya film dan grafik memerlukan simbol dan kode yang berbeda, dan oleh karena itu memerlukan proses dan keterampilan mental yang berbeda untuk memahaminya. Agar dapat membantu proses pembelajaran secara efektif, media harus selaras dan sesuai dengan kebutuhan tugas pembelajaran dan


(35)

commit to user

kemampuan mental siswa. Televisi misalnya, tepat untuk mempertunjukkan proses dan transformasi yang memerlukan manipulasi ruang dan waktu.

c) Praktis, luwes, dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber daya lainnya untuk memproduksi, tidak perlu dipaksakan. Media yang mahal dan memakan waktu lama untuk memproduksinya bukanlah jaminan sebagai media yang terbaik. Kriteria ini menuntun para guru/instruktur untuk memilih media yang ada, mudah diperoleh, atau mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan di mana pun dan kapan pun dengan peralatan yang tersedia di sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa ke mana-mana.

d) Guru terampil menggunakannya. Ini merupakan salah satu kriteria utama. Apa pun media itu, guru harus mampu menggunakannya dalam proses pembelajaran. Nilai dan manfaat media amat ditentukan oleh guru yang menggunakannya. Proyektor transparansi (OHP), proyektor slide dan film, komputer, dan peralatan canggih lainnya tidak akan mempunyai arti apa-apa jika guru belum dapat menggunakannya dalam proses pembelajaran sebagai upaya mempertinggi mutu dan hasil belajar.

e) Pengelompokan sasaran. Media yang efektif untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Ada media yang tepat untuk jenis kelompok besar, kelompok sedang, kelompok kecil, dan perorangan.

f) Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya, visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang berupa latar belakang.

b. Hakikat Media Kantong Nilai

Kantong adalah pundi-pundi, saku, atau tempat membawa sesuatu yang terbuat dari kain atau plastik. Sedangkan nilai adalah harga. Dari dua pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa yang dimaksud kantong nilai


(36)

commit to user

adalah saku tempat membawa sesuatu yang terbuat dari kain atau plastik yang mempunyai nilai tertentu. Kantong nilai termasuk dalam alat peraga operasi aritmetika. (yskusumah@upi.edu.comdi akses pada tanggal 6 Maret 2011).

Media kantong nilai adalah sebuah alat pembelajaran yang memanfaatkan prinsip nilai tempat untuk mengajarkan materi penjumlahan yang berbentuk kantong. Alat peraga atau model dibuat dari bahan kertas atau kantong plastik transparan dan dibentuk sesuai dengan urutan nilai tempat (Murtinem, 2006: 35).

Kantong nilai adalah sebuah alat peraga pembelajaran matematika yang berbentuk kantong-kantong yang menunjukkan nilai tempat suatu bilangan. Kantong nilai merupakan media pembelajaran yang digunakan untuk menjumlahkan dan mengurangkan suatu bilangan, baik dengan teknik menyimpan ataupun teknik meminjam. Dengan menggunakan kantong nilai sebagai media pembelajaran matematika dalam pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan akan mempermudah siswa dalam menguasai konsep penjumlahan dan pengurangan serta mempermudah guru dalam menyampaikan materi.

Penjumlahan tanpa teknik menyimpan dan pengurangan tanpa teknik meminjam, bukanlah termasuk topik yang sulit diajarkan di Sekolah Dasar. Akan tetapi, dalam mengajarkan topik tersebut guru harus menggunakan media pembelajaran yang benar, agar siswa dapat membangun dan menemukan sendiri teknik penyelesaiannya.

Menurut Heruman (2007: 7) ada serangkaian kegiatan yang merupakan langkah-langkah pemberian konsep matematika yang benar, yang terdiri atas penanaman konsep, pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Pemberian konsep ini dilakukan melalui alat peraga yang sederhana, tetapi tepat pada sasaran sehingga konsep tersebut akan lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa.


(37)

commit to user

1) Penanaman Konsep Penjumlahan Tanpa Teknik Menyimpan Media yang diperlukan:

a) Beberapa kantong plastik transparan sebagai saku penyimpan yang diletakkan pada selembar kain.

b) Sedotan limun atau lidi.

Untuk lebih jelasnya, gambar media kantong nilai dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

Kegiatan pembelajaran: Andaikan akan dicari hasil penjumlahan 34 + 23 = ....

Tempat menyimpan

Tiap 10 biji sedotan diikat untuk menyatakan satu puluhan.

Saku hasil

kain


(38)

commit to user Langkah-langkah peragaan:

1) Masukkan sedotan sesuai dengan nilai tempatnya. Puluhan pada tempat puluhan, satuan pada tempat satuan.

2) Siswa kemudian membaca bilangan yang ditunjukkan oleh jumlah sedotan.

3) Sebagai implementasi dari operasi penjumlahan, gabungkan sedotan-sedotan tersebut, satuan dengan satuan dan puluhan dengan puluhan. 4) Hitung jumlah sedotan pada saku hasil.

5) Siswa kemudian menuliskan hasil yang diperoleh pada lembar jawaban.

6) Sebaiknya, kegiatan ini diulangi beberapa kali dengan bilangan yang berbeda, agar siswa benar-benar memahaminya. Ini dapat dilakukan dengan bimbingan guru ataupun dicoba sendiri oleh siswa, baik secara berkelompok maupun perorangan. Teknik peragaan penjumlahan tanpa teknik menyimpan dengan menggunkan media kantong dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut:

3 4

2 3

5 7


(39)

commit to user

2) Penanaman Konsep Pengurangan Tanpa Teknik Meminjam Media yang diperlukan:

a) Beberapa kantong plastik transparan sebagai saku penyimpan yang diletakkan pada selembar kain.

b) Sedotan limun atau lidi.

Kegiatan Pembelajaran: Andaikan akan dicari hasil pengurangan 25 –12 = ….

Langkah-langkah peragaan

a) Masukkan sedotan sesuai dengan nilai tempatnya, puluhan pada tempat puluhan, satuan pada tempat satuan.

b) Siswa kemudian menyebutkan bilangan yang ditunjukkan oleh jumlah sedotan.

c) Selanjutnya, siswa memindahkan sedotan sebanyak bilangan pengurang pada saku pengurang.

d) Pindahkan sedotan yang tersisa pada saku hasil.

e) Siswa kemudian menghitung sedotan yang tersisa pada saku hasil, dan menuliskan hasil yang diperoleh pada jawaban.

7) Ulangi peragaan tersebut beberapa kali hingga siswa benar-benar paham. Teknik peragaan pengurangan tanpa teknik meminjam dengan menggunkan media kantong dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut:

Gambar 3. Peragaan Media Kantong Nilai (Pengurangan) 5 satuan diambil 2

satuan

2 puluhan diambil 1 puluhan

Sisa: 3 satuan dan 1 puluhan

2 5 1 2 1 3


(40)

commit to user

Selain peragaan penjumlahan dan pengurangan dengan menggunakan media kantong nilai yang telah diungkapkan oleh Heruman, Marsudi Raharjo juga menjelaskan peragaan penjumlahan dan pengurangn dengan kantong nilai. Marsudi (2004: 7) menjelaskan bahwa kantong-kantong yang menunjukkan nilai tempat yang terdiri dari tiga pasang kantong puluhan dan satuan ditambah satu kantong puluhan untuk tempat menyimpan/meminjam. Sementara yang akan di isikan ke dalam kantong-kantong itu adalah beberapa satuan sedotan (tanpa di ikat) yang memperlihatkan nilai satuan dan beberapa ikatan sedotan (tiap ikat berisi 10 buah sedotan) yang memperlihatkan nilai puluhan. Satuan ditempatkan di kantong satuan dan ikatan puluhan ditempatkan di kantong puluhan. Gambar media kantong nilai yang disertai keterangan oleh Marsudi Raharjo (2004: 7) dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Media Kantong Nilai

Bentuk Peragaan Keterangan

PULUHAN SATUAN Baris paling atas berupa sebuah kantong puluhan (dibuat lebih besar daripada kantong satuan) merupakan tempat untuk

meminjam/menyimpan.

Barisan pertama (yang posisinya tepat di bawahnya) adalah tempat untuk memperagakan bilangan pertama.

Barisan kedua adalah tempat untuk memperagakan bilangan kedua, dan Barisan ketiga adalah tempat untuk memperagakan bilangan hasil operasinya.


(41)

commit to user

Pada Tabel 1 di atas, telah ditunjukkan gambar media kantong nilai yang dilengkapi dengan kantong sebagai tempat meminjam atau menyimpan. Tetapi, untuk materi penjumlahan dan pengurangan kelas I yang akan diteliti tidak menggunakan teknik menyimpan maupun meminjam. Sehingga, pembuatan media kantong nilai tidak ditambahkan kantong yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan maupun meminjam. Peragaan penjumlahan suatu bilangan tanpa teknik menyimpan dengan menggunakan media kantong nilai dapat ditunjukkan pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Contoh Penjumlahan Tanpa Teknik Menyimpan Penjumlahan

yang Diperagakan

Bentuk Peragaan Proses Peragaan

2 4 1 3 ……..

Langkah I:

Peragakan bilangan I = 24 dengan menempatkan 2 ikat puluhan dan 4 satuan yang tak diikat di tempat yang sesuai (pada baris pertama). Peragakan bilangan II = 13 dengan menempatkan 1 ikat puluhan dan 3 satuan yang tak diikat di tempat yang sesuai (pada baris kedua).

Langkah II:

Tanyakan pada siswa bagaimana

menjumlahkannya. Jawaban yang diharapkan adalah satuan digabung satuan kemudian diletakkan di kantong hasil. Demikian pula untuk yang puluhan dengan puluhan. Hasilnya = 37. Itu berarti 24

13 + 37


(42)

commit to user

Contoh peragaan pengurangan tanpa teknik meminjam dengan media kantong nilai dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Contoh Pengurangan Tanpa Teknik Meminjam Pengurangan

yang Diperagakan

Bentuk Peragaan Proses Peragaan

3 7 1 2 …….

Langkah I :

Peragakan bilangan I = 37. Pada baris I,

masukkan 3 ikat sedotan (yang menunjukkan puluhan) ke dalam kantong puluhan. Kemudian 7 buah sedotan (yang

menunjukkan satuan) ke dalam kantong satuan.

3 7 1 2 2 5

Langkah II:

Kurangkan dari peragaan di baris I = 37 dengan

mengambil 1 ikat

puluhan dan 2 satuan untuk

ditempatkan/dimasukkan di baris II (merupakan

peragaan untuk

pengurangan sebanyak

12).

Sisa satuan sebanyak 5

dan sisa puluhan

sebanyak 2 dimasukkan ke dalam kantong hasil

(baris III). Tampak

bahwa sisanya 25, itu berarti 37

12 _ 25


(43)

commit to user

3. Tinjauan tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

Share (TPS)

a. Hakikat Model

Menurut Ana Retnoningsih dan Suharso (2005: 324), model merupakan contoh, pola, acuan, ragam, macam, dan sebagainya; barang yang kecil dan tepat seperti yang ditiru. Mill berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. (Agus Suprijono 2009: 45). Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif. (Meyer, W.J. dalam Trianto 2010: 21). Dari pendapat tersebut, dapat diperoleh pengertian model adalah suatu pola sebagai acuan yang akurat yang memungkinkan seseorang bertindak sesuai dengan model itu.

b. Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran. (Agus Suprijono, 2009:13).

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar seperti yang tercantum dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 20. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu


(44)

commit to user

peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan ppeserta didik. (Isjoni, 2010: 11).

Gagne dalam Isjoni (2010: 50) berpendapat “An active process and suggests that teaching involves facilitating active mental process by students”, bahwa dalam proses pembelajaran siswa berada dalam posisi proses mental yang aktif, dan guru berfungsi mengkondisikan terjadinya pembelajaran. “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.” (Oemar Hamalik, 2010: 57).

Sedangkan menurut Gagne, Briggs, dan Wager dalam Udin S. Winataputra, dkk (2007: 1.19), pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Instruction is a set of events that affect learners in such a way that learning is facilitated.

Dari uraian mengenai pengertian pembelajaran di atas dapat di simpulkan, pembelajaran adalah proses interaksi antara guru, siswa dan sumber belajar yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

c. Hakikat Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends (dalam Agus Suprijono, 2009: 46), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.


(45)

commit to user

Menurut Joyce (dalam Trianto, 2007: 5) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Model pembelajaran juga mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Joice dalam Isjoni (2010:50) memaparkan model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya.

Sedangkan Soekamto berpendapat bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar. (Trianto, 2007: 5).

Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola atau bentuk perencanaan pembelajaran yang digunakan guru (pendidik) sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.


(46)

commit to user

d. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai suatu kelompok atau satu tim. (Isjoni, 2010: 15).

“Pembelajaraan kooperatif (Cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mancapai tujuan belajar.” (Sugiyanto, 2009: 37).

Menurut Abdurahman dan Bintoro (dalam Poppy Kamalia Devi, 2009: 26) pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait yakni saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individu dan keterampilan untuk menjamin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan.

Johnson (dalam Isjoni, 2010: 15) mengemukakan “Cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperative learning is the instructional use of small groups that allows students to work together to maximize their own and each other as learning.” Berdasarkan uraian tersebut, cooperative learning mengandung arti bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu.

Cooperative learning adalah suatu strategi belajar-mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Dalam pendekatan ini, siswa merupakan bagian dari suatu sistem kerjasama dalam mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Keberhasilan belajar dalam pendekatan ini bukan hanya ditentukan oleh kemampuan individu


(47)

commit to user

secara utuh, melainkan perolehan itu akan lebih baik bila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik. (Poppy Kamalia Devi, 2009:27).

Dari uraian-uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang berlandaskan gotong royong atau kerja sama antar individu di dalam suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih. Cooperative learning dapat dirumuskan sebagai kegiatan pembelajaran kelompok yang terarah, terpadu, efektif, efisien, dalam mencari atau mengkaji sesuatu melalui proses kerjasama dan saling membantu sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang maksimal. Keberhasilan belajar dalam pendekatan ini bukan hanya ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan itu akan lebih baik bila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik.

1) Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Poppy Kamalia Devi (2009: 30), ada tiga tujuan pembelajaran kooperatif diantaranya, (1) membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Dengan strategi kooperatif diharapkan terjadi interaksi antar siswa untuk saling memberi pengetahuannya dalam memecahkan suatu masalah yang disajikan guru sehingga semua siswa akan lebih mudah memahami berbagai konsep. (2) Membuat suasana penerimaan terhadap sesama siswa yang berbeda latar belakang misalnya suku, sosial, budaya, dan kemampuan. Hal ini memberi kesempatan yang sama kepada semua siswa terlepas dari latar belakang serta menciptakan kondisi untuk bekerja sama dan saling ketergantungan yang positif satu sama lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. (3) Mengajarkan keterampilan bekerja sama atau kolaborasi dalam memecahkan permasalahan. Keterampilan ini sangat penting bagi siswa sebagai bekal untuk hidup bermasyarakat. Selain itu, para siswa belajar untuk saling menghargai satu sama lain.

Cooperative learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku


(48)

commit to user

sosial. Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. (Isjoni, 2010: 21).

Dari beberapa pendapat mengenai tujuan pembelajaran kooperatif diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

2) Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson (dalam Rusman, 2010: 212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut:

a) Prinsip ketergantungan positif (positive interpendence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

b) Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu kebersamaan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

c) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.


(49)

commit to user

d) Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

e) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

3) Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

Wina Sanjaya dalam bukunya yang berjudul Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (2010: 249-251) menyebutkan beberapa keunggulan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya:

a) Keunggulan Model Pembelajaran Kooperatif

(1) Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

(2) Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

(3) Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

(4) Strategi pembelajaran dapat membantu memperdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

(5) Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah. (6) Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan


(50)

commit to user

menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.

(7) Strategi pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).

(8) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

b) Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

(1) Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative leraning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.

(2) Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai siswa.

(3) Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.

(4) Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.


(51)

commit to user

(5)Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu, idealnya melalui strategi pembelajaran kooperatif selain siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.

e. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

(TPS)

Think Pair Share (Berpikir-Berpasangan-Berbagi) merupakan metode sederhana tetapi sangat bermanfaat yang dikembangkan oleh Frank Lyman dari University of Maryland. (Robert E. Slavin, 2009:257). Metode think-pair-share (TPS) berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Sesuai dengan yang dikutip Arends (dalam Trianto, 2007:61) Frank Lyman menyatakan bahwa think-pair-share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.

Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. ( Lie dalam Isjoni, 2010: 78).

Langkah-langkah (fase) think-pair-share adalah sebagai berikut: 1) Langkah 1: Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk


(52)

commit to user

berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.

2) Langkah 2: Berpasangan (Pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.

3) Langkah 3: Berbagi (Sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan (Arends dalam Triono, 2007:61-62).

Dapat disimpulkan bahwa ketika guru menyampaikan pelajaran di dalam kelas, para siswa duduk berpasangan dengan timnya masing-masing. Guru memberikan pertanyaan kepada seluruh kelas. Siswa diminta untuk memikirkan sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu berpasangan dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan terhadap jawaban. Akhirnya, guru meminta para siswa untuk berbagi jawaban yang telah mereka sepakati kepada semua siswa di kelas.

B.Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang dipandang relevan dengan penelitian ini diantaranya yaitu:

Fitroh Amalia Solechah (2009) mengadakan penelitian tentang peningkatan kemampuan berhitung penjumlahan dan pengurangan melalui permainan dengan alat peraga kantong nilai pada siswa kelas I SD Negeri II Pracimantoro Kabupaten Wonogiri Tahun Ajaran 2009/2010. Dari hasil penelitian yang dilakukan terbukti bahwa pembelajaran dengan menerapkan


(1)

commit to user

widely as to cultural background, economic class, age, and gender, and since a wide variety of research tasks and measures of the dependent variables have been used. The research on cooperative efforts, furthermore, has unusual breath, that is, it has focused on a wide variety of diverse outcomes. Over the past 100 years researchers have focused on such diverse outcomes as achievement, higher-level reasoning, retention, time on task, transfer of learning, achievement motivation, intrinsic motivation, continuing motivation, social and cognitive development, moral reasoning, perspective-taking, interpersonal attraction, social support, friendships, reduction of stereotypes and prejudice, valuing differences, psychological health, self-esteem, social competencies, internalization of values, the quality of the learning environment, and many other outcomes. There may be no other instructional strategy that simultaneously achieves such diverse outcomes. The diverse and positive outcomes that simultaneously result from cooperative efforts have sparked numerous research studies on cooperative learning focused on preventing and treating a wide variety of social problems such as diversity (racism, sexism, inclusion of handicapped), antisocial behavior (delinquency, drug abuse, bullying, violence, incivility), lack of prosocial values and egocentrism, alienation and loneliness, psychological pathology, low self-esteem, and many more (see reviews by Cohen, 1994a; Johnson & Johnson, 1974, 1989, 1999a; Johnson, Johnson, & Maruyama, 1983; Kohn, 1992; Sharan, 1980; Slavin, 1991). For preventing and alleviating many of the social problems related to children, adolescents, and young adults, cooperative learning is the instructional method of choice.

The third factor contributing to the widespread use of cooperative learning is the variety of cooperative learning methods available for teacher use, ranging from very concrete and prescribed to very conceptual and flexible. Cooperative learning is actually a generic term that refers to numerous methods for organizing and conducting classroom instruction. Almost any teacher can find a way to use cooperative learning that is congruent with his or her philosophies and practices. So many teachers use cooperative learning in so many different ways that the operationalizations cannot all be listed here. In assessing the effectiveness of specific cooperative learning methods, however, there are a number of "researcherdevelopers" who have developed cooperative learning procedures, conducted programs of research and evaluation of their method, and then involved themselves in teacher-training programs that are commonly credited as the creators of modern-day cooperative learning. The following ten have received the most attention (see Table 1): Complex Instruction (CI) (Cohen, 1994b), Constructive Controversy (CC) (Johnson & Johnson, 1979), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) (Stevens, Madden, Slavin, & Farnish, 1987), Cooperative Structures (CS) (Kagan, 1985), Group Investigation (GI) (Sharan & Sharan, 1976, 1992), Jigsaw (Aronson, et al., 1978), Learning Together (LT) (Johnson & Johnson, 1975/1999), Student Teams Achievement Divisions (STAD) (Slavin, 1978), Teams-Games-Tournaments (TGT) (DeVries & Edwards, 1974), and Team Assisted Individualization (TAI) (Slavin, Leavey, & Madden, 1982).


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146 (Johnson, David W., Roger T. Johnson, and Mary Beth Stanne. 2000. Cooperative

Learning Methods: A Meta-Analysis diunduh dari


(3)

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(5)

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik think pair share dan teknik think pair squre

0 4 174

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pendekatan pembelajaran kooperatif model think, pair and share siswa kelas IV MI Jam’iyatul Muta’allimin Teluknaga- Tangerang

1 8 113

Peningkatan Hasil Belajar Ips Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Thinks Pair Share Pada Siswa Kelas V Mi Manba’ul Falah Kabupaten Bogor

0 8 129

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Think Pair Share Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar IPA Melalui Media Flash Movie Siswa Kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo Ta

0 1 20

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Think Pair Share Untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar IPA Melalui Media Flash Movie Siswa Kelas IV SD Negeri 5 Karangrejo Ta

0 0 15

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ekonomi Pada Siswa Kelas VII E SMP Negeri 1 Juwiring T

0 1 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ekonomi Pada Siswa Kelas VII E SMP Negeri 1 Juwiring

0 0 15

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA SMA PADA SISTEM REPRODUKSI MANUSIA.

0 3 41

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II DAN THINK-PAIR-SHARE TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI SISTEM EKSKRESI.

0 1 37

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) DENGAN PENDEKATAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA SMP PADA KONSEP TEKANAN.

0 0 35